bab ii kajian pustaka 1.1 film sebagai media komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/bab ii.pdf ·...

39
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa 1.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah bentuk penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Harold D Laswell mengungkapkan bahwa komunikasi adalah 1 who says what in which channel to whom with what effect . Dalam hal ini berarti bahwa komunikasi terjadi ketika seseorang atau komunikator menyampaikan informasi atau pesan melalui sebuah saluran kepada seseorang lain atau komunikan dan memberi efek tertentu kepada penerima pesan tersebut. Kemudian Schramm mengemukakan bahwa keberlangsungan sebuah proses komunikasi wajib memiliki minimal tiga unsur penting di dalamnya, yaitu source, messages, dan destination. 2 Dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi adalah apabila komunikator, pesan, dan komunikan berada dalam satu kesatuan. Dengan kata lain, apabila salah satu unsur tersebut hilang, maka proses komunikasi tidak akan terjadi. 1.1.2 Macam-macam Komunikasi 1 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2014. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal 29. 2 Ibid, hal 27

Upload: others

Post on 04-Apr-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

1.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah bentuk penyampaian pesan dari komunikator kepada

komunikan. Harold D Laswell mengungkapkan bahwa komunikasi adalah1

“who says what in which channel to whom with what effect”.

Dalam hal ini berarti bahwa komunikasi terjadi ketika seseorang atau komunikator

menyampaikan informasi atau pesan melalui sebuah saluran kepada seseorang lain

atau komunikan dan memberi efek tertentu kepada penerima pesan tersebut.

Kemudian Schramm mengemukakan bahwa keberlangsungan sebuah proses

komunikasi wajib memiliki minimal tiga unsur penting di dalamnya, yaitu source,

messages, dan destination.2 Dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi adalah

apabila komunikator, pesan, dan komunikan berada dalam satu kesatuan. Dengan kata

lain, apabila salah satu unsur tersebut hilang, maka proses komunikasi tidak akan

terjadi.

1.1.2 Macam-macam Komunikasi

1 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2014. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal 29. 2 Ibid, hal 27

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

7

Berdasarkan pengertian di atas yang menyatakan bahwa komunikasi adalah

suatu proses komunikator menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan,

dalam hal ini para ahli sepakat bahwa komunikasi dapat dibedakan menjadi empat,

yaitu:3

a. Komunikasi Antar Personal

Komunikasi antar personal adalah suatu proses komunikasi antara

seorang individu dengan individu lainnya atau seorang indvidu dengan

kelompok secara tatap muka. Sehingga pesan yang disampaikan oleh

komunikator memungkinkan untuk diterima langsung oleh komunikan.

Ciri-cirinya adalah pihak yang terlibat dalam sebuah proses komunikasi

berada dalam jarak yang dekat serta menerima dan mengirim pesan secara

verbal maupun non verbal. Contoh dalam komunikasi antar personal antara

lain, pelanggan dengan penjual, guru dengan muridnya, teman dengan

teman, dan lain-lain.4

b. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah suatu proses komunikasi yang merujuk

pada kelompok kecil seperti keluarga, teman bermain, dan sebagainya.

Interaksi yang terjadi pada kelompok kecil terjadi karena adanya tujuan

bersama, mengenal satu dengan lainnya, saling memandang satu sama lain

3 Deddy Mulyana. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, hal 80 4 Ibid, hal 81

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

8

sebagai bagian dari kelompok tersebut meskipun setiap anggota memiliki

peran yang berbeda-beda.5

c. Komunikasi Organisasi

Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi, yang dapat bersifat

formal maupun informal. Komunikasi organisasi berlangsung dalam ruang

lingkup yang lebih besar dibandingkan dengan komunikasi kelompok,

sehingga organisasi dianggap suatu kumpulan dari kelompok-kelompok. Di

dalam komunikasi organisasi sering terjadi komunikasi diadik,

antarpribadi.6

d. Komunikasi Massa

Disampaikan oleh Bittner dalam buku Ardianto, bahwa pengertian

sederhana dari komunikasi massa adalah:

“Pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah

besar orang. (Mass communication is message communicated through a

mass medium to a large number of people).”7

Kemudian dengan bahasanya sendiri, Grabner menerangkan bahwa:

“Mass Communication is the technologycally and institutionally based

production and distribution of the most broadly shared continuous flow

of messages in industrial sociesties”.8

Dari penjelasan Grabner tentang komunikasi massa tergambar bahwa

komunikasi massa adalah sebuah produk-produk pesan yang diproduksi

5 Ibid, hal 82 6 Ibid, hal 83 7 Op.cit Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, hal 3 8 Ibid, hal 3

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

9

dan didistribusikan kepada khalayak secara terus menerus dalam kurun

waktu yang sudah ditetapkan. Dalam proses produksi pesan tersebut harus

dilakukan oleh suatu lembaga dan membutuhkan suatu teknologi tertentu.9

Dalam buku Jalaluddin Rakhmat, Wright menjelaskan bahwa

komunikasi massa ditujukan kepada khalayak yang relatif luas, heterogen,

serta anonim. Kemudian, pesan yang disampaikan dengan cara terbuka,

seringkali bersifat sekilas dan serentak. Komunikasi massa cenderung

melibatkan biaya yang besar dan komunikatornya bukan seorang individu

namun bergerak dalam suatu organisasi yang kompleks.10

Dari penjelasan berbagai ahli mengenai pengertian tentang komunikasi

massa, dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah suatu proses

produksi pesan yang dilakukan oleh suatu lembaga atau organisasi

(komunikator) dan didistribusikan menggunakan media massa kepada

khalayak (komunikan) demi terciptanya keseragaman arti isi pesan

komunikasi.

1.1.3 Karakteristik Komunikasi Massa

Dalam buku Ardianto, dijelaskan bahwa komunikasi massa memiliki ciri-

ciri sebagai berikut:

a. Komunikator Bukan Seorang Individu

9 Ibid, hal 3 10 Jalaluddin Rakhmat. 1999. Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal 189

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

10

Merujuk pada penjelasan Charles Wright, komunikator dalam

komunikasi massa bukanlah seorang individu, namun gabungan dari

berbagai pihak atau suatu institusi.11

b. Pesan Bersifat Umum

Pesan dalam komunikasi massa harus menarik dan penting bagi

banyak kalangan. Karena sifat komunikasi massa adalah terbuka, maka

pengemasannya harus memenuhi kepentingan khalayak luas.12

c. Komunikannya Anonim atau Heterogen

Komunikator tidak dapat mengetahui semua penerima pesannya, karena

komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Hal ini dikarenakan

dalam komunikasi massa, komunikator menyampaikan pesan melalui

media massa, sehingga komunikator tidak bertatap muka dengan

komunikannya yang memiliki latar belakang berbeda-beda.13

d. Bersifat Satu Arah

Dalam komunikasi massa, pesan yang disampaikan oleh komunikator

tidak dapat di interupsi oleh komunikan.14

e. Tertundanya umpan balik dalam komunikasi massa

Komunikator tidak dapat menerima umpan balik atau respon langsung

dari komunikan secara langsung. Oleh karenanya, komunikator

11 Op. Cit Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, hal 6 12 Ibid, hal 7 13 Ibid, hal 8 14 Ibid, hal 10

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

11

membutuhkan waktu tertentu untuk mengetahui respon dari khalayak. Hal

tersebut disebabkan oleh peran media massa sebagai penghubung antara

komunikator dengan komunikan. 15

f. Keterbatasan alat indra

Kebalikan dengan komunikasi antarpersona, proses komunikasi massa

tidak dapat menjangkau seluruh indra yang dimiliki pelaku komunikasinya.

Umumnya terbatas pada pendengaran dan penglihatan saja tergantung dari

media massa yang digunakan.16

g. Isi Lebih Penting Dibanding Hubungan

Berbeda dengan komunikasi antarpersona yang mengutamakan unsur

hubungan antar pelaku komunikasi agar komunikasinya lebih efektif,

komunikasi massa, setiap komunikator tidak harus saling mengenal dengan

komunikannya. Yang terpenting dalam proses kkomunikasi ini,

komunikator menyusun pesan secara sistematis agar isi pesan tersebut dapat

dipahami oleh komunikannya.17

h. Media Massa Menunculkan Keserempakan

Dalam buku Ardianto, Effendy menjelaskan bahwa:18

“Keserempakan media massa itu sebagai keserempakan kontak dengan

sejumlah besar penduduk dalam jarak jauh dari komunikator, dan

penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah”.

1.1.4 Macam-macam Media Komunikasi Massa

15 Ibid, hal 11 16 Ibid, hal 7 17 Ibid, hal 10 18 Ibid, hal 9

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

12

a. Surat Kabar

Menurut Agee, dalam buku Ardianto memaparkan beberapa fungsi

utama yang terbagi menjadi tiga, antara lain:19

1. To Inform, yaitu menginformasikan kepada pembaca secara objektif

tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara, dan dunia.

2. To Comment, yaitu mengomentari berita yang disampaikan dan

mengembangkannya ke dalam fokus berita.

3. To Provide, yaitu menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang

membutuhkan barang dan jasa melalui pemasangan iklan di media.

Surat kabar sebagai media massa memiliki beberapa karakteristik

sebagai berikut:20

1. Publisitas (Publicity), yaitu penyebaran pada publik atau khalayak

2. Periodesitas merujuk pada penerbitan surat kabar, dapat harian,

mingguan, atau dwi mingguan.

3. Universalitas berkaitan dengan isi yang dimuat di dalamnya seperti

keanekaragaman dari seluruh dunia, dengan demikian isi surat kabar

dapat meliputi seluruh aspek kehidupan manusia seperti masalah

ekonomi, sosial, politik, agama, pendidikan, budaya, dan lain-lain.

4. Aktualitas yang berarti kini, atau yang sekarang, atau yang baru terjadi,

serta keadaan yang sebenarnya. Sehingga dapat dikatakan aktualitas

merupakan isi atau berita dalam surat kabar tentang sesuatu hal yang

baru terjadi serta bersifat objektif berdasarkan keadaan yang terjadi.

5. Terdokumentasikan, hal ini berkaitan dengan berita-berita yang

dianggap penting oleh pihak-pihak tertentu untuk diarsipkan dalam

bentuk keliping.

Dari poin-poin diatas dapat disimpulkan bahwa surat kabar adalah

sebuah media komunikasi massa berupa gambar dan tulisan yang dicetak

oleh redaksi dan disebarluaskan kepada khalayak luas. Tujuan utama surat

kabar adalah menginformasikan suatu berita kepada khalayak. Selain itu

surat kabar merupakan sebuah komunikasi satu arah sehingga tidak

19 Ibid, hal 104 20 Ibid, hal 112

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

13

memungkinkan bagi pembaca untuk melakukan feedback atau umpan balik

kepada komuikator dalam waktu yang singkat.

b. Majalah

Majalah merupakan salah satu bentuk dari media cetak, perbedaan

mendasar dari majalah dengan surat kabar yaitu terletak pada segmentasi

khalayak yang ditujunya. Berbeda dengan surat kabar, majalah menentukan

telah menentukan siapa pembacanya sejak awal pada saat di redaksi.

Umumnya majalah memiliki fungsi berbeda antara majalah satu dengan

lainnya. Sebagai contoh, majalah Femina yang memiliki fungsi hiburan

berbeda dengan majalah Trubus yang memiliki fungsi edukasi tentang

tanaman.21

Diuraikan dalam Ardianto, bahwa majalah memiliki setidaknya empat

karakteristik, yaitu:22

1. Penyajian lebih dalam → umumnya frekuensi terbit suatu majalah

adalah mingguan, bahkan bulanan. Oleh karenanya reporter majalah

memiliki waktu lebih lama untuk mempelajari dan menganalisis

suatu peristiwa yang akan disajikan dalam majalah, sehingga

penyajian informasinya akan lebih dalam.

2. Nilai aktualitas lebih lama → berbeda dengan surat kabar yang

memiliki nilai aktualitas hanya sehari, majalah memiliki nilai

21 Ibid, hal 120 22 Ibid, hal 121

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

14

aktualitas lebih lama. Hal ini dikarenakan dalam membaca majalah

kita hanya membaca topik-topik yang relevan dengan profesi kita.

Selanjutnya isi majalah yang diluar dari topik-topik tersebut

menjadi referensi pembaca ketika membaca.

3. Memiliki foto/gambar lebih banyak → sifat foto dalam majalah

yang eksklusif menjadikan majalah memiliki daya tarik tersendiri.

Terlebih lagi dengan kualitas kertas dan jumlah halaman yang relatif

lebih banyak dapat menampilkan gambar/foto lebih banyak untuk

menunjang bahasan dalam majalah.

4. Sampul menjadi daya tarik → ibaratnya sampul adalah sebuah

pakaian dari majalah. Sampul umumnya dibuat dari kualitas kertas

yang bagus dan dicetak berwarna sesuai dengan karakter majalah

tersebut. Dalam sebuah majalah, sampul berfungsi untuk

mengidentifikasi topik yang akan dibahas dalam majalah tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa majalah merupakan media cetak yang

memiliki nilai aktualitas lebih lama dibanding surat kabar. Isi dari majalah

umumnya bersifat lebih spesifik pada fungsinya. Hal inilah yang

menjadikan majalah menjadi media cetak yang telah menentukan

segmennya sebelum diterbitkan. Misalkan majalah yang mengupas tentang

kehidupan seorang aktris, maka fungsi utamanya adalah memberi hiburan.

Meskipun tidak menutup kemungkinan memiliki fungsi lainnya. Kemudian

peran foto/gambar pada sampul dan isi majalah membuat majalah memiliki

daya tarik yang lebih besar dibanding surat kabar.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

15

c. Radio Siaran

Radio siaran adalah media massa elektronik tertua yang ada di dunia

dan telah beradaptasi dengan perkembangan zaman. Keunggulannya

terletak pada fleksibilitas radio yang dapat ditempatkan dimana saja.23

Seperti yang dijelaskan dalam buku Komunikasi Massa Ardianto, radio

siaran memiliki beberapa karakteristik, yakni:24

1. Audiotori → radio siaran bersifat audiotori, yang berarti mengacu pada

kemampuan mendengar manusia yang terbatas, maka pesan komunikasi

radio siaran hanya dapat diterima oleh pendengar secara selintas.

Dengan kata lain, pendengar tidak dapat mengulang informasi tersebut

kecuali pendengar merekamnya.

2. Nilai aktualitas tinggi → seorang reporter radio siaran yang kontak terus

menerus dengan narasumber kredibel serta kemampuan untuk kroscek

pihak-pihak terkait, menjadikan radio siaran memiliki nilai aktualitas

yang tinggi serta proses penyampaian pesan yang lebih simpel.

Kecepatan dan ketepatan informasi dikenal dengan istilah rewriting to

update (Hall).

3. Imajinatif → pendengar radio siaran bersifat imajinatif, hal ini

dikarenakan oleh penyampaian pesan dalam radio hanya mengandalkan

indra pendengaran.

23 Ibid, hal 123 24 Ibid, hal 131

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

16

4. Akrab → artinya adalah kesan intim antara penyiar radio dan pendengar

yang seolah-olah berada di dekatnya.

5. Gaya obrolan → “keep it simple, keep it short, keep it convensional”

adalah rumus-rumus dalam melakukan penulisan berita dalam siaran

radio (Newsom). Gaya bicara dalam siaran harus sebagaimana kita

berbicara pada khalayak sasaran (write the way you talk).

6. Menjaga mobilitas → artinya adalah pendengar tidak harus

meninggalkan pekerjaannya untuk menyimak siaran radio.

d. Televisi

Fungsi televisi secara garis besar sama dengan media massa lainnya,

yakni memberi informasi, hiburan, edukasi, bahkan persuasi. 25

Televisi adalah bentuk penggabungan dari media cetak dan media

elektronik, yakni dapat menstimulus indra lebih kompleks. Televisi

memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:26

1. Audiovisual → dapat di dengar dan dilihat oleh pemirsa. Ini adalah

bentuk penyempurnaan dari radio siaran.

2. Think in pictures → artinya dalam membuat sebuah naskah acara,

komunikator harus dapat memvisualisasi dan menggambarkan visual

tersebut agar memiliki makna.

3. Kompleksitas dalam pengoperasian → keterlibatan banyak orang dalam

sebuah acara televisi membuat televisi lebih kompleks dibanding

25 Ibid, hal 137 26 Ibid, hal 137

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

17

dengan radio siaran. Hal ini dikarenakan oleh peralatan yang lebih

banyak dalam pengoperasiannya. Televisi membutuhkan banyak orang

seperti cameraman, soundman, penyiar, juru rias, dan sebagainya

sebagai kru yang terlibat. Umumnya biaya produksi dalam sebuah acara

tv relatif lebih mahal.

e. Film

Film merupakan gambar bergerak hasil dari perkembangan dunia

fotografi dan proyektor. Disebutkan pula oleh Ardianto, bahwa film bukan

hanya sebagai karya seni namun juga menjadi sebuah industri yang

berorientasi kepada profit. Bahkan karena orientasi ini beberapa pelaku

industri film keluar dari kaidah-kaidah estetik dari film itu sendiri.27

Mcqail menjelaskan bahwa: “Pada dasarnya film juga menganut cara

yang sama yaitu menggabungkan unsur pesan dengan hiburan yang

telah diterapkan sebelumnya dalam kesusastraan dan drama. Film

memiliki kemampuan lebih dari media lainnya seperti kecepatan

menjangkau khalayak dalam waktu yang singkat serta dapat

memanipulasi kenyataan yang tampak dalam pesan fotografis tanpa

kehilangan kredibilitasnya”.28

Dapat disimpulkan bahwa, film yang merupakan bagian dari bermacam-

macam media massa secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu media

untuk menyampaikan suatu informasi atau pesan komunikasi kepada

khalayak luas, yang mengejutkan lagi bahwa film memiliki kemampuan

untuk memanipulasi pesan.

f. Komputer dan Internet

27 Ibid, hal 143 28 Denis Mcquail. 1987. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga, hal 14

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

18

Komputer dan internet merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak

dapat dipisahkan. Komputer berfungsi sebagai alat untuk menangkap pesan

yang ditransformasikan melalui jaringan maya (satellite), kegiatan tersebut

sering disebut sebagai aktivitas mengakses internet. Dalam Ardianto

menyebutkan setiap minggunya untuk mendapatkan berita ada dua sampai

tiga pengguna internet mengakses situs.29

Laquey menyatakan bahwa: “internet merupakan jaringan longgar dari

ribuan komputer yang menjangkau jutaan orang di seluruh dunia”.30

1.2 Film

2.2.1 Pengertian Film

Dilansir dari situs kpi.go.id, sesuai dengan Undang-Undang Perfilman yang

berlaku di Indonesia, penjelasan tentang definisi film adalah sebagai berikut:

“pada pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa karya cipta seni dan budaya yang

merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan

asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan

video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk,

jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses

lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau

ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan lainnya.” (UU

No 8 Tahun 1992)31

Sedangkan penjelasan lain mengenai definisi film dapat dilihat pada pasal 1 ayat (1)

UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, yaitu:

“karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi

massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara

dan dapat dipertunjukkan.” (UU Nomor 33 Tahun 2009)32

29 Op.cit Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, hal 149 30 Ibid, hal 150 31 Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perfilman No.8 Tahun 1992 32 Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perfilman No.33 Tahun 2009

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

19

Selanjutnya, pengertian film dapat dilihat dari unsur pembentukan film. Secara

umum dapat dibedakan menjadi dua unsur, yakni unsur naratif dan sinematik. Kedua

unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film.

Dengan kata lain, unsur film tidak dapat berdiri sendiri, jika dari dua unsur tersebut

hanya berdiri sendiri dan tidak ada kesinambungan maka tidak akan membentuk

sebuah film.33 Bisa kita katakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan

diolah, sementara unsur sinematik adalah cara untuk mengolahnya.

Unsur naratif dalam film yang dimaksud adalah aspek-aspek cerita atau tema

cerita dalam sebuah film. Sebuah film dengan cerita ataupun tema yang kuat tidak

akan berarti tanpa adanya unsur sinematik yang memadai. Berikut adalah gambaran

unsur-unsur yang mempengaruhi film34:

Film Sinematik:

Mise-en scene

Sinematografi

Editing

Unsur Naratif Unsur Sinematik Suara

Film adalah salah satu media seni yang merupakan artefak budaya negara

karena secara tidak langsung masyarakat yang membuatnya. Film juga merupakan

33 Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka hal 1 34 Ibid, hal 3

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

20

produk budaya yang mencerminkan suatu situasi, kondisi, harapan, hingga politik

dalam suatu masyarakat.35

Dengan demikian, sebuah film dapat diartikan sebagai bentuk dari ide dan

gagasan yang mewakili realitas sosial dalam masyarakat namun dituangkan dalam

bentuk seni sesuai dengan unsur-unsur naratif dan sinematik serta terdapat campur

tangan budaya dari pembuat film.

2.2.2 Jenis-jenis Pesan Dalam Film

Menurut Mulyana, pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal

yang mewakili perasaan, nilai, ide, gagasan sumber. Seperti yang telah disebutkan

oleh Deddy Mulyana, bentuk-bentuk pesan antara lain:36

a. Pesan Verbal

Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang menggunakan pesan

bersifat verbal. Artinya semua jenis simbol yang menggunakan satu kata

atau lebih. Bahasa juga dianggap sebuah pesan verbal. Bahasa vebal

merupakan sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud.

Dalam penjelasan diatas, dapat diartikan dalam sebuah film, pesan

verbal ialah kata-kata berupa dialog yang diucapkan oleh aktor.

b. Pesan Non-Verbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-

pesan yang tidak diucapkan. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk

35 Setio Budi H. Hutono, Riyono Lukmantoro, dkk. 2016. Menikmati Budaya Layar: Membaca Film.

Yogyakarta: Buku Litera hal 1 36 Op.cit Deddy Mulyana hal 261

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

21

menggambarkan maupun menegaskan semua peristiwa komunikasi diluar

kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis, komunikasi nonverbal dan

komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua

jenis komunikasi ini saling terjalin satu sama lain. Pesan nonverbal

merupakan semua isyarat yang bukan kata-kata.

Duncan menyebutkan bahwa terdapat enam jenis pesan nonverbal

yaitu:37

1. Pesan kinesik atau gerak tubuh

2. Pesan paralinguistik atau suara

3. Pesan proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial

4. Pesan olfaksi atau penciuman

5. Sensitivitas kulit atau sentuhan

6. Pesan artifaktual atau penampilan

Berdasarkan penjelasan tersebut, pesan nonverbal dalam sebuah film

meliputi dapat ditemukan pada gerak tubuh pemain, suara yang meliputi

musik maupun latar suara hingga intonasi dalam bicara yang diperankan

oleh pemain, setting dalam film tersebut berikut properti yang ada di dalam

film tersebut, serta penampilan yang melekat pada tubuh pemain film yang

terlihat dari wardrobe ataupun tata rias.

2.2.3 Fungsi Film

37 Op.cit Jalaluddin Rakhmat, hal 289

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

22

Film memiliki fungsi dan dapat dijadikan sebagai suatu sarana untuk

penyampaian ide, pesan, dan, isu sosial yang ada di masyarakat. Menurut Marselli

Sumarno, fungsi-fungsi umum film yang telah melalui proses produksi dan sering

ditemui adalah38:

a) Fungsi informasional yang dapat didapatkan dalam film berita

(newsreel).

b) Fungsi persuasif yang bisa ditemukan dalam film dokumenter atau non

fiksi, umumnya fungsi ini dapat ditemui serta dilihat dari isi message

(pesan) yang mempunyai tujuan merubah perilaku dan sikap setiap

individunya.

c) Fungsi rekreasi atau hiburan yang dapat ditemukan pada jenis film fiksi.

d) Fungsi pendidikan yang hampir dapat ditemukan disemua film, sebab

dengan film film mengajarkan bagaimana bertingkah laku,

bersosialisasi dengan individu/kelompok baru, berpenampilan, dan lain

lain. Nilai pendidikan yang dimaksud dalam film bukan sama persis

dengan kata pendidikan formal seperti pada sekolah. Nilai pendidikan

sebuah film mempunyai makna sebagai pesan moral film yang terdapat

didalamnya.

2.2.4 Klasifikasi Film

Menurut Pratista, film dapat dibagi menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah

film yang disebut sebagai kisah nyata atau film dokumenter (Documentary films)

38 Marselli Sumarno. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Grasindo

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

23

yang kedua adalah film cerita atau fiksi dan film eksperimental.39 Berikut adalah

penjelasan tentang tiga jenis film tersebut:

a) Film Dokumenter

Film dokumenter merupakan karya film berdasarkan peristiwa atau

kejadian yang nyata dan sunguh-sunguh terjadi. Umumnya film

dokumenter berkaitan dengan tokoh, peristiwa, serta lokasi yang nyata dan

menyajikan realita melalui berbagai cara, namun didasarkan oleh tema atau

argumen dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak berpaku pada

penokohan yang dibuat-buat, seperti peran protagonis atau antagonis.

Stuktur cerita dalam film jenis ini umumnya sederhana agar penonton dapat

memahami dan mempercayai fakta yang disuguhkan.40

Dokumenter merupakan istilah untuk film pertama karya Lumiere

bersaudara yang bercerita tentang perjalanan (travelogues) yang

diproduksi sekitar tahun 1890-an. Dan pada tanggal 8 Februari tahun 1926,

film dokumenter ini digunakan kembali oleh kritikus yang bernama John

Grierson untuk film karya Robert Flaherty yaitu Moana.41

b) Film Fiksi

Film cerita atau fiksi adalah film yang diproduksi berdasarkan

karangan cerita dan dimainkan oleh pemeran pada serangkaian adegan.

Umumnya film fiksi bersifat komersial, dalam artian bahwa film yang

39 Op.cit, Himawan Pratista, hal 4-8 40 Ibid, hal 4-8 41 Heru Effendy. 2014. Bagaimana Memulai Shooting: Mari Membuat Film. Jakarta: Erlangga.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

24

diputar di bioskop bertujuan untuk mendapatkan profit dari penjualan

karcis dengan harga tertentu.42

Dalam aspek cerita, film fiksi menggunakan cerita yang diperankan

oleh tokoh di luar kejadian nyata yang telah ditulis dalam sebuah skenario.

Struktur cerita film juga terikat hukum sebab-akibat. Selain itu, dalam

cerita film fiksi terdapat tokoh yang diperankan dengan karakter protagonis

dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, dan plot.43

Film fiksi dibedakan menjadi dua, yaitu film fiksi panjang dan

pendek. Keduanya memiliki pengertian yang sama, pembeda antara

keduanya hanya terletak dari durasi film yang disajikan.44

c) Film Eksperimental

Film eksperimental dapat dikatakan sebagai salah satu film yang

sulit dimengerti karena biasanya berbentuk abstrak. Bahkan film ini

terkadang tidak menceritakan apapun, selain itu film ini juga terkadang

melanggar hukum kausalitas. Film eksperimental memiliki struktur, namun

tidak memiliki plot atau alur. Para filmmaker berjenis eksperimental

biasanya bekerja secara independen sehingga dapat dikatakan film ini tidak

terikat oleh konsumen yang nantinya akan berpengaruh pada komersil.45

2.2.5 Genre Film

42 Ibid, 43 Op.cit, Himawan Pratista hal 4-8 44 Op.cit, Heru Effendy 45 Loc. cit, Himawan Pratista hal 4-8

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

25

Dalam film kita akan menemukan istilah yang disebut dengan genre,

mudahnya genre adalah ragam atau bentuk film yang digolongkan berdasarkan

kesamaan jenis dari sekumpulan film yang meliputi alur cerita, tema, dan struktur

cerita di dalamnya. Genre digunakan untuk mengklasifikasikan film agar

mempermudah penonton untuk menentukan film, seperti:46

1) Film Drama

Film drama adalah adaptasi karya sastra yang mengilustrasikan realitas

kehidupan, umumnya mengedepankan permasalahan yang berkaitan dengan tema

emosional. Film drama ialah film yang paling luas genre filmnya.

2) Film Horror

Film horror ialah film yang berusaha untuk membangkitkan emosi berupa

rasa takut dan kengerian dari penonton yang melihat film tersebut. Alur cerita

film horror sering berhubungan dengan karakter-karakter antagonis non manusia

atau supranatural yang menyeramkan.

3) Film Komedi (Comedy)

Komedi adalah suatu karya yang sifatnya menghibur dan menimbulkan

tawa, genre film komedi berarti sebuah karya film yang fokus utama ceritanya

adalah menghadirkan keseruan dan gelak tawa pada para penontonnya. Film

komedi umumnya berupa drama ringan yang hiperbola dalam aksi, situasi,

hingga harakternya.

4) Film Laga (Action)

46 Ibid, hal 10

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

26

Film laga ialah sebuah film yang menekankan pada adegan aksi heroik,

perkelahian, cerita pertempuran dengan senjata, aksi-aksi menegangkan yang

diapat dirasakan penonton dari tempo cerita yang cepat.

5) Film Fiksi Ilmiah (Sci-fi)

Film Sci-fi merupakan genre film dengan cerita fiksi yang dipadukan

dengan pengetahuan spekulatif. Seperti film yang menceritakan tentang alien,

kehidupan di galaksi lain, perjalanan waktu, dan cerita lain yang umumnya

terpusat pada imajinasi.

6) Film Petualangan

Film petualangan ialah genre film yang menyajikan suatu film

berhubungan dengan tempat-tempat yang belum terjamah oleh manusia dan

menceritakan tentang eksplorasi tempat tersebut.

7) Film Musikal

Film musikal merupakan perpaduan antara karya seni film, musik, dan

teater. Film musikal umumnya memiliki kesinambungan antara cerita dalam film

maupun cerita dalam musik. Biasanya cerita dalam film ini didominasi oleh

tarian dan lagu untuk mendukung alur cerita.

2.2.6 Pelaku Industri Film

Dalam pembuatan sebuah film fiksi maupun non fiksi, tentunya tidak dapat

dikerjakan sendiri, tetapi secara berkelompok. Para pelaku dalam industri film

terbagi menjadi:47

47 Salim Said. 1982. Profil Dunia Film Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers hal 95

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

27

a. Produser Film

Produser film adalah seseorang yang menginisiasi sebuah proyek film

dan terlibat dalam seluruh proses produksi film. Dimulai pengembangan,

pencarian dana, pra produksi, produksi, pasca produksi, hingga film tersebut

didistribusikan dan bertemu dengan penontonnya. Jabatan ini adalah jabatan

tertinggi dalam dunia film.

b. Sutradara Film (Director)

Sutradara ialah orang yang menetapkan visi kreatif dari sebuah film.

Sutradara mempunyai kontrol atas pilihan-pilihan kreatif, mulai dari

pemilihan aktor, artistik, tata visual, music sampai suara. Oleh sebab itu,

sutradara tidak hanya dituntut mempunyai pemahaman yang mumpuni

terhadap aspek-aspek teknis namun juga karakter yang kuat sebagai pemimpin

dalam memproduksi film. Sutradara juga harus mempunyai daya imajinasi

yang tinggi pada sebuah cerita karena dengan begitu sutradara mampu

memberikan cerita dalam level emosi yang mendalam dan kuat.

c. Penulis Skenario (Writer)

Script Writer (Penulis Scenario) ialah seseorang yang mengaplikasikan

ide-ide cerita ke dalam tulisan, dimana tulisan ini yang akan dijadikan acuan

bagi sutradara untuk memproduksi film.

d. Penata Fotografi (Director of Photography)

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

28

Director of photography (Penata Fotografi) adalah orang yang

menangkap visi kreatif sutradara ke dalam kamera. DoP mengontrol segala

sesuatu agar memengaruhi apa yang dapat ditangkap kamera (misal:

komposisi gambar, komposisi pencahayaan, filter, dan pergerakan kamera

(camera movement). Penata fotografi adalah kepala kru dari departemen

kamera dan penerangan di lokasi syuting, serta bertugas untuk memilih

kamera, lensa, dan filter yang akan digunakan pada saat produksi.

e. Penyunting Film (Editor)

Penyunting film adalah orang yang bertugas memilah, membuang, dan

merangkai potongan-potongan video (footages) yang telah diambil

kameraman saat produksi menjadi cerita yang sesuai dengan skenario.

Seorang editor film harus pandai dalam mengolah rasa (good taste) agar visi

kreatif sutradara terealisasi dengan baik. Tugasnya juga memberikan special

effect yang dibutuhkan untuk memperkuat cerita maupun karakter yang ada

pada film.

f. Penata Artistik (Art Director)

Art Director ialah seorang koordinator lapangan yang mengerjakan

eksekusi atas semua segala hal yang dirancang dan didesain tata artistik untuk

menerapkan visi kreatif sutradara. Semua proses penyediaan materi artistik

sejak persiapan hingga berlangsungnya perekaman gambar saat produksi

menjadi tanggung jawab seorang art director.

g. Penata Suara (Sound Designer)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

29

Penata suara adalah orang yang bertanggung jawab dalam mengatur

pelaksanaan dan pengolahan suara seperti dialog, monolog, music, dan ambient

dalam sebuah film, drama, dan sebagainya. Penata suara berperan penting untuk

membangkitkan emosi dalam film dengan artian lain sebagai faktor penunjang

untuk menekankan suasana yang terdapat pada cerita dalam film.

h. Pemeran Film (Actor)

Selain sutradara, pemeran film (actor) mempunyai posisi paling vital

untuk menentukan film itu bagus atau jelek di mata para penontonnya. Actor

adalah orang yang harus bisa memperagakan adegan sesuai dengan keinginan

sutradara. Oleh karena itu seorang actor harus bisa menguasai seni akting agar

emosi dalam cerita dapat dirasakan oleh penonton.

2.2.7 Film Independen (Indie)

Film indie atau independen ialah film yang diproduksi serta didistribusikan

tanpa harus mengikuti kaidah-kaidah perfilman konvensional. Di Indonesia film

independen dimaksudkan sebagai film alternatif di luar film ‘mainstream’ yang

dirasa terlalu kapitalis, tidak bebas, dan terlalu banyak aturan. Produksi dan

distribusinya juga berdasarkan semangat ‘indie’ para film maker yang mayoritas

berkarakter eksperimental dan dekonstruktif.48

Umumnya film indie memiliki karakter yang tidak jauh dari persona

pembuatnya. Pada dasarnya film indie adalah sebuah film yang lahir dari

48 Askurifai Baskin. Peranan Perkembangan Film Indie Terhadap Bangkitnya Film Nasional. Mediator: Jurnal Komunikasi, vol. 3, no. 1, 2002, hal 127.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

30

kegelisahan seorang filmmaker terhadap sesuatu isu dan merubahnya menjadi karya

film tanpa melihat aspek-aspek komersil.

2.2.8 Kritik Sosial Dalam Film

Fungsi film sebagai media massa untuk memberi eduksai maupun persuasi,

merupakan satu dari sekian banyak media yang dapat menjangkau khalayak luas

dalam upaya mengirimkan pesan. Salah satunya adalah penyampaian pesan

komunikasi berupa kritik sosial.

“Pada dasarnya pengendalian sosial atau kontrol sosial merupakan suatu usaha

untuk mempengaruhi pihak lain. Menurut Roucek (1951) kontrol sosial atau

pengendalian sosial adalah suatu cara yang dilakukan pihak tertentu dalam

rangka menyeragamkan studi terhadap perilaku manusia. Pengendalian sosial

juga merupakan suatu kekuatan untuk mengroganisasi tingkah laku sosial

budaya. Menurut Sumner perilaku sosial tidak dapat dipahami tanpa

mempelajari tata kelakukan, kebiasaan, lembaga-lembaga dan penilaian yang

menjadi landasan aturan perilaku manusia”.49

Dari penjelasan di atas, maka kritik sosial yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah kritik yang dimuat dalam sebuah pesan melalui media (film) sebagai saran

atau penilaian terhadap realita yang terjadi di masyarakat dalam upaya membangun

keseragaman perilaku masyarakat secara umum. Kritik sosial dijadikan sebagai

sarana pengendalian sosial dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta

masyarakat yang patuh terhadap aturan, kebiasaan, serta norma-norma yang

disepakati bersama masyarakat secara luas.

2.3 Gender

Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila

dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan

49 Soerjono Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, hal 2

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

31

untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Semua

atribut sosial tentang laki-laki dan perempuan, laki-laki digambarkan dengan sifat

maskulin seperti keras, kuat, rasional, gagah. Sedangkan perempuan digambarkan

memiliki sifat feminin seperti halus, lemah, perasa, sopan, penakut.50

Perbedaan tersebut dapat dipelajari dari keluarga, teman, tokoh masyarakat.

Gender berbeda dengan seks. Seks adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan dilihat

secara biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara

sosial, masalah atau isu yang berkaitan dengan peran, perilaku, tugas, hak dan fungsi

yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki. Biasanya isu gender muncul sebagai

akibat suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan gender.51

Achmad, dalam buku Bias Gender Dalam Birokrasi menyebutkan bahwa:

“istilah maskulin seringkali digunakan untuk menyebutkan sifat yang

kelelakian, sedangkan feminim untuk menyebutkan sifat keperempuanan.

Maskulin dan feminim dibentuk secara sosial dan tidak ada tolak ukur yang

pasti, sehingga masyarakat dapat menyebut seseorang bersifat feminim atau

maskulin berdasarkan pada sosial budaya tempatnya tinggal. Ideologi gender

merupakan ideologi yang mengkotak-kotakkan peran dan posisi ideal

perempuan didalam rumah tangga dan masyarakat. Peran ideal inilah yang

akhirnya menjadi sesuatu yang aku dan stereotip”.52

Merasa bahwa perempuan diperlakukan tidak adil di masyarakat karena adanya

konsep gender membuat sebagian feminis ahli psikologi sadar dan menganalisis

kesalahan dari teori gender. Mereka mengajak seluruh masyarakat terutama kaum

perempuan untuk sadar bahwa selama ini mereka diperlakukan tidak adil oleh konsep

50 Tanti Hermawati, Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender, Jurnal Komunikasi Massa, Vol. 1, No. 1, Juli 2007, Hal. 21. 51 Ibid, 52 Partini. 2013. Bias Gender Dalam Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana hal 17

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

32

gender dan mengembangkan suatu konsep baru yang mengikis perbedaan perlakuan

bagi perempuan dan laki-laki. Harus disadari bahwa konsep atau ideologi gender

membuat manusia jadi terkotak-kotak. Konsep baru ini diharapkan dapat memberi

kesempatan dan kedudukan yang sejajar bagi perempuan maupun laki-laki untuk

membuat keputusan bagi dirinya sendiri tanpa harus berorientasi pada konsep gender.53

Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran

manusia atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga bersifat dinamis

dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama, sitem nilai dari bangsa,

masyarakat, dan suku bangsa tertentu. Selain itu gender dapat berubah karena

perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi, sosial dan budaya, atau karena

kemajuan pembangunan. Dengan demikian gender tidak bersifat universal dan tidak

berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya.

2.3.1 Stereotip dalam Gender

Stereotip adalah bentuk dari mengkotak-kotakkan suatu golongan tertentu

berdasarkan ras, suku, jenis kelamin hingga keadaan mental seseorang kedalam

persepsi yang sempit. Stereotip cenderung menyamaratakan ciri-ciri sekelompok

orang tanpa sepenuhnya mengetahui latar belakang seseorang tersebut.54 Peoples

dan Bailey mengungkapkan: “setiap masyarakat memiliki stereotip mengenai

anggota, etika, dan kelompok rasial dari masyarakat yang lain”.55

53 Ibid, Hal. 23. 54 Indri Margaretha Sidabolok. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika, hal 203 55 Ibid, hal 50

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

33

Ideologi gender seringkali menyudutkan perempuan dalam konteks

kefeminimannya, sehingga yang dilakukan perempuan hanyalah untuk

memantaskan diri sebagaimana telah digariskan sesuai dengan kodrat dan stereotip

yang sudah menjadi hal yang baku didalam masyarakat.56

2.3.2 Patriarki

Secara harfiah, patriarki adalah kekuasaan bapak atau “patriarch”. Awalnya

patriarki adalah sistem dalam keluarga yang menyebutkan “kaum laki-laki adalah

penguasa di dalam keluarga”. Kemudian istilah ini berkembang dan digunakan

secara general untuk menyebut kekuasaan laki-laki terhadap perempuan serta

menyebut sistem yang menguasai perempuan agar tetap dikuasai oleh laki-laki

dengan berbagai cara.57

Menuurut Gerda Lerner, “kaum tradisionalis, baik yang bekerja di dalam

kerangka agama maupun ‘ilmiah’ menganggap subordinasi perempuan itu ada di

mana-mana, takdir Tuhan, atau alamiah, dan oleh karena itu tidak bisa diubah…

Apa yang terus bertahan, bertahan karena ia adalah yang terbaik; karena itu akan

terus demikian”.58

Dalam budaya Jawa, banyak istilah-istilah yang memposisikan perempuan

derajatnya lebih rendah dibandingkan laki-laki. Istilah-istilah tersebut tertanam

dalam keseharian masyarakat jawa pada umumnya, bahkan telah dimaklumi dan

56 Op.cit, Partini, hal 18 57 Kamla Bhasin, diterjemahkan oleh Nug Katjasungkana. 1996. Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi terhadap Kaum Perempuan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, hal 1 58 Ibid, hal 28

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

34

diterima begitu saja. Sebagai contoh, dalam istilah Jawa ada menyebutkan bahwa

istri sebagai kanca wingking atau teman belakang, artinya segala urusan rumah

tangga dikelola oleh istri, khususnya urusan anak, memasak, mencuci dan

sebagainya. Contoh lain adalah bahwa seorang istri harus bisa manak, macak, masak

yang berarti bahwa seorang istri itu mempunyai kewajiban penuh untuk

memberikan keturunan, harus berdandan untuk untuk suaminya dan harus bisa

memasak untuk keluarga.59

2.3.3 Kesetaraan Gender

Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap

kaum laki–laki dan kaum perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi

dalam berbagai bentuk ketidakadilan.

Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur yang di dalamnya baik

laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan

gender menurut Mansour Fakih termanifestasikan dalam berbagai bentuk seperti

marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak

penting dalam putusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif

dan sebagainya.60

59 Op.cit, Tanti Hermawati, hal 20 60Dwi Edi Wibowo, Jurnal, Peran Ganda Perempuan Dan Kesetaraan Gender, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan, Lulusan S2 Universitas Admajaya Yogyakarta, Hal. 360.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

35

Dalam bukunya Bias Gender dan Birokrasi, Partini juga menyebutkan pendapat

Deaux dan Kite, bahwa:61

“sistem kepercayaan gender mencakup elemen diskriptif, yaitu kepercayaan

tentang bagaimana “sebenarnya” laki-laki dan perempuan, serta bagaimana

“seharusnya” lakilaki dan perempuan bersikap”.

Pendapat Arif Budiman dikemukakan dalam buku Partini, menjelaskan bahwa

teori Nature menganggap perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan

diakibatkan karena adanya faktor-faktor biologis. Sedangkan teori Nurture

menganggap perbedaan tersebut terbentuk karena adanya proses belajar dari

lingkungan dimana mereka tinggal.62

2.4 Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang

berarti tanda. Basis dari semiotika adalah dari studi klasik dan skolastik atas seni

logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001). Tanda-tanda adalah dasar dari semua

komunikasi (Littlejohn, 1996. dalam Sobur). Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai

ilmu atau metode analisis yang mengkaji soal tanda.63

Kajian mengenai tanda dan cara tanda-tanda tersebut bekerja disebut

semiotika atau semiologi. Definisi semiotika menurut ahli sastra (Teew, 1984) adalah

tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model

sastra yang mempertanggung jawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk

61 Loc.cit, Partini hal 20 62 Ibid, hal 1 63 Alex Sobur. 2018. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal 17

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

36

pemahaman gejala ssastra sebagai alat komunikasi yang khas didalam masyarakat

manapun.64 Selanjutnya McQuail berpendapat bahwa:65

“semiotik adalah ‘ilmu umum tentang tanda’ dan mencakup strukturalisme

dan hal-hal lain yang sejenis, yang karenanya semua hal yang berkaitan

dengan signifikasi (signification), betapapun sangat tidak terstruktur,

beraneka ragam, dan terpisah-pisah”.

Ferdinan De Saussure dan Charles Sanders Pierce adalah dua orang pelopor

semiotika. Tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak

mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Latar

belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Pierce filsafat.66 Semiologi,

menurut Saussure, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah

manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di

belakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana

ada tanda di sana ada sistem. Sedangkan Pierce menyebut ilmu yang dibangunnya

semiotika (semiotics). Bagi Pierce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia

senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda.

Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika (Pierce) lebih populer dari pada

istilah semiologi (Saussure).67

Sampai saat ini terdapat sembilan macam semiotika menurut Mansoer

Pateda:68

64 Alex Sobur. 2018. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal 17 65 Ibid, hal 108 66 Op.cit Alex Sobur, hal 108 67 Nawiroh Vera. 2014. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia 68 Alex Sobur. 2018. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal 100

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

37

1. Semiotika analitik, adalah semiotika yang menganalisis sistem tanda yang

menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna.

2. Semiotika deskriptif, adalah semiotika yang memperhatikan sistem tanda yang

dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti

yang kita saksikan sekarang.

3. Semiotika faunal (zoosemiotics), adalah semiotika yang memperhatikan sistem

tanda yang dapat dari hewan-hewan yang berkomunikasi melalu tanda-tanda

tertentu. Dan bunyi dari hewan tersebut dapat dimengerti oleh manusia.

Contohnya, ketika ayam jantan berkokok pada malam hari, dapat dimengerti

sebagai penunjuk waktu, yakni malam hari sebentar lagi berganti siang. Induk

ayam berkotek-berkotek sebagai pertanda ayam itu bertelur atau ada yang

mengganggunya.

4. Semiotika kultural, adalah semiotika yang khusus menjelaskan tentang sistem

tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.

5. Semiotika naratif, adalah semiotika yang khusus menjelaskan tentang tanda

dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan.

6. Semiotika natular, adalah semiotika yang khusus menjelaskan sistem tanda

yang dihasilkan oleh alam. Contohnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan

Geofisika (BMKG) melihat awan yang hitam di atas kota Jakarta, sebagai dasar

perkiraan hujan akan turun mengguyur kota Jakarta. Contoh lainnya, petir yang

diikuti turunnya hujan menandakan bahwa terdapat awan yang bergulung tebal,

dan hujan dipastikan turun dengan lebat.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

38

7. Semiotika normatif, adalah yakni semiotika yang khusus menjelaskan sistem

tanda yang dibuat manusia yang berwujud norma-norma.

8. Semiotika sosial, adalah semiotik yang khusus menjelaskan sistem tanda yang

dihasilkan oleh manusia berwujud lambang, baik lambang berwujud kata

ataupun kalimat.

9. Semiotika struktural, adalah semiotika yang khusus menjelaskan sistem tanda

yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

2.5 Konsep Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan

di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah

barat daya Prancis. Ayahnya yang seorang perwira angkatan laut meninggal dalam

pertempuran di Laut Utara, kemudian Barthes tinggal bersama ibu, kakek, dan

neneknya. Karya-karya Barthes telah banyak dalam bentuk tulisan dan buku, beberapa

diantaranya menjadi bahan rujukan penting pada kajian semiotika di Indonesia, salah

satunya adalah “Le Degre Zero De I’ecriture” atau “Nol Derajat Dalam Bidang

Menulis”.69

Saussure tertarik pada cara pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk

kalimat dalam menentukan makna yang kompleks, akan tetapi kurang sependapat

dengan kenyataan yang menyatakan bahwa perbedaan pada situasi dan orang akan

memiliki makna yang berbeda pula, meskipun penyampaian kalimatnya sama. Roland

Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks

69 Op.cit Alex Sobur, hal 64

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

39

dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi

dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Pendapat

Roland Barthes ini terkenal dengan sebutan “order of signification”, yaitu mencakup

denotasi dan konotasi. Inilah yang menjadi pembeda antara Saussure dan Barthes,

meskipun istilah signifer-signified yang diusung Saussure tetap diterapkan pada

gagasan Barthes.70

Semiologi Roland Barthes mendasari kajian-kajian Barthes selanjutnya

terhadap obyek-obyek kenyataan atau unsur-unsur kebudayaan yang sering ditelitinya.

Cakupan kajian kebudayaan Barthes sangat luas meliputi berbagai macam budaya,

fikm, kesusastraan, hingga busana. Dalam bahasanya sendiri Barthes menyimpulkan

bahwa:71

“The world is full of signs, but these signs do not all have the fine simplicity

of the letters of the alphabet, of highway signs, or of military uniforms: They

are infinitely more complex.”

Berarti: “dunia ini penuh dengan tanda-tanda, tetapi tanda-tanda ini tak semuanya

punya kesederhanaan murni dari huruf-huruf, alfabet, tanda lalu lintas, atau seragam

militer: mereka secara tak terbatas lebih kompleks”.

Roland Barthes menyatakan bahwa ada dua tingkatan sistem signifikasi dalam

memaknai suatu tanda, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan proses

signifikasi tradisional yang mengacu pada arti tanda secara harfiah. Denotasi

merupakan tingkat makna lapisan pertama yang deskriptif dan literal serta mudah

70 Op.cit Nawiroh Vera, 71 Ibid,

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

40

dipahami oleh hampir semua orang di dalam suatu kebudayaan tertentu tanpa harus

memerlukan penafsiran yang mendalam terhadap tanda tersebut. Sedangkan konotasi

merupakan tingkat makna lapisan kedua.72

Sebuah makna konotasi tercipta melalui penggabungan penanda-petanda

dengan aspek kebudayaan yang lebih luas seperti ideologi, kebudayaan, sikap,

kerangka berfikir suatu formasi sosial tertentu. Konotasi merupakan keterkaitan erat

antara keyakinan-keyakinan dari seseorang untuk menafsirkan sebuah simbol tertentu.

Dengan demikian, konotasi dapat memiliki banyak tafsir tergantung pada setiap orang

yang menginterpretasikannya.73

Jadi, dalam konsep Barthes terdapat tanda konotatif yang bukan hanya sekedar

memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif

yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat

berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam

tataran denotatif.74

Dalam kerangka Barthes, makna konotasi persis dengan operasi ideologi yang

kemudian disebut dengan ‘mitos’. Berfungsi untuk menguak nilai-nilai dominan dan

memberikan pembenaran terhadap sesuatu yang berlaku dalam suatu periode tertentu.75

Roland Barthes menyebutkan bahwa mitos adalah suatu konotasi yang sudah

terbentuk lama di masyarakat. Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan

72 Op.cit Alex Sobur, hal 70 73 Op.cit Nawiroh Vera 74 Op.cit Alex Sobur, hal 69 75 Ibid, hal 71

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

41

sistem semiologis, yakni sistem dari simbol-simbol yang dimaknai manusia. Mitos

dalam pengertian ini tentunya tidak ada kaitannya dengan mitos yang kita anggap

sebagai tahayul, tidak masuk akal, lain-lain, tetapi mitos menurut Barthes lebih kepada

gaya berbicara seseorang. Jika konotasi itu sudah mantap, maka ia menjadi mitos,

sedangkan mitos yang sudah mantap akan menjadi ideologi. Nilai ideologis dari mitos

muncul ketika mitos tersebut menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan

membenarkan nilai-nilai dominan yang ada dalam masyarakat.76

Sederhananya, pengertian denotasi ialah makna yang sebenarnya yang sama

dengan makna lugas untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat faktual atau eksplisit

dan makna sebenarnya. Konotasi ialah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya

bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan dan

bersifat implisit atau tersembunyi, Sedangkan mitos adalah makna konotasi yang telah

disepakati bersama dengan berbagai latar belakang budaya, pola pikir, dan sebagainya

pada suatu tataran masyarakat tertentu.

Seiring dengan perkembangan dunia seni, maka kajian semiotika yang

awalnya hanya mengkaji ranah bahasa dan sastra, kini telah merambah pada kajian seni

lainnya, termasuk dalam dunia seni film. Hal ini pula yang mempengaruhi

perkembangan kajian semiotika yang berkaitan dengan film.

Melanjutkan studi Hjemslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana

tanda bekerja (Cobley & Jansz):77

76 Op.cit, Nawiroh Vera 77 Op.cit Alex Sobur, hal 69

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

42

Gambar 2.1 Peta tanda bekerja (Cobley & Jansz)

Dari peta yang diciptakan Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3)

terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Tetapi disaat bersamaan tanda denotatif adalah

juga penanda konotatif (4).78 Jadi, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaanya.

Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah,

sedangkan dalam semiologi Roland Barthes denotasi adalah sistem signifikasi lapisan

pertama sementara konotasi merupakan lapisan kedua. Sebagai respon paling ekstrem

terhadap keharfiahan denotasi yang bersifat mutlak ini, ia mencoba menolak dan

menyingkirkan keberadaan denotasi ini. Baginya yang ada hanyalah konotasi.

Meskipun penolakan ini terasa berlebihan, namun denotasi tetap berguna sebagai

78 Ibid, hal 69

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

43

sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna “harfiah” merupakan suatu yang

alamiah. 79

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu sumber referensi literatur yang

digunakan dalam penelitian ini. Peneliti membuat tabel uraian penelitian terdahulu

untuk menjelaskan perbedaan serta sebagai perbandingan dengan penelitian-penelitian

yang telah dilakukan terlebih dulu. Kemudian, penelitian terdahulu juga merupakan

salah satu pijakan peneliti dalam melakukan penelitian ini untuk memperkuat hasil

temuan yang peneliti peroleh.

Peneliti/Judul Teori Hasil Penelitian

Analisis Semiotika Rasa

Kasih Sayang Dalam

Film Grave Torture Karya

Joko Sutradara Joko

Anwar oleh Mohamad

Iqbal Zulfahmi (UIN

Syarif Hidayatullah,

Jakarta)

Analisis

Semiotika

model

Roland

Barthes

Tanda-tanda kasih sayang dalam

penelitian ini memiliki arti yang sangat

dalam, pesan yang ditemukan adalah

agar kita selalu mengingat pada

kematian dan pemberian apa yang bisa

ditinggalkan kepada orang-orang

terdekat ketika telah mati. Hal ini

adalah sebagai tanda kasih sayang

yang nantinya berefek kepada

penilaian orang-orang yang

ditinggalkan.

Representasi Makna Film

Surat Kecil Untik Tuhan

(Pendekatan Analisis

Semiotika) oleh Ayu

Purwati Hastim (UIN

Alauddin, Makassar)

Analisis

Semiotika

model

Charles

Sander

Pierce

Dibalik kisah film ini, khalayak

penonton dapat memperoleh berbagai

pesan/hikmah dan suatu pembelajaran

tentang pentingnya sikap sabar, ikhlas,

tawakal/berserah diri, dan sikap syukur

kepada Allah swt atas limpahan rezeki,

materi, kesehatan, maupun dalam

keadaan tertimpa musibah seperti yang

ditunjukkan dalam film ini.

Pesan Moral dalam

FilmPendek

Analisis

Semiotika

Dalam penelitian ini disimpulkan

bahwa dalam Film Pendek

79 Ibid, hal 70

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi …eprints.umm.ac.id/67944/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 14. · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

44

#WANITABESI Produksi

Pantene Malaysia

(Analisis Semiotika

Roland Barthes) oleh Dwi

Retno Sari (UIN Sunan

Ampel Surabaya)

model

Roland

Barthes

#WANITABESI Produksi Pantene

Malaysia ditemukan petanda dan

penanda pesan moral dalam film ini

yakni sikap meremehkan, sikap

ketidakadilan dalam lingkup gender

dan sikap pantang menyerah oleh

wanita yang berjuang atas impiannya.

Tabel 2.1 Uraian Penelitian Terdahulu

Dari tabel uraian diatas perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti ialah dalam memaknai sebuah pesan yang terkadung dalam sebuah film

pendek, peneliti menggunakan landasan teori yang berbeda dengan penelitian

terdahulu. Kemudian bahasan-bahasan yang diurai peneliti dalam penelitian ini seputar

pesan kritik sosial yang ada dalam sebuah film pendek. Peneliti berfokus pada kritik

sosial tentang ketidakadilan gender dalam budaya Jawa yang tersirat dalam film pendek

“Anak Lanang” karya Wahyu Agung Prasetyo.