bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 pengertian ilmu ......bab ii . kajian pustaka . 2.1 kajian teori ....
TRANSCRIPT
-
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah,
sosiologi dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk
dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokrasi dan bertanggungjawab,
serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).
Pendidikan IPS merupakan seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan
humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan menurut Somantri dalam
Sapriya (2009:11). Pendididkan IPS yang ajarkan di SD telah disederhanakan,
bukan suatu yang kompleks seperti IPS yang ada di perguruan tinggi. IPS atau
studi sosial pada dasarnya merupakan konsep pilihan dari berbagai ilmu lalu
dipadukan dan diolah secara didaktis-pedagogis sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa menurut Djahiri dan Ma’mun dalam Rudy Gunawan
(2011:15).
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian IPS
merupakan kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan kehidupan sosial
yang mencakup seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi dari
berbagai ilmu-ilmu sosial yang materi dan tujuannya disederhanakan agar mudah
dipahami untuk kepentingan pengajaran di sekolah.
2.1.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
Standar kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik
yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester, standar kompetensi
terdiri atas sejumlah kompetensi dasar sebagai acuan baku yang harus dicapai dan
-
7
berlaku secara nasional. Di dalam standar kompetensi menjelaskan dasar
pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. Standar kompetensi juga
merupakan fokus dari penilaian. Sedangkan kompetensi dasar merupakan
sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi (Permendiknas
No.22 Tahun 2006).
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah dan patokan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS kelas IV semester 2 adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPS Kelas IV Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya
alam, kegiatan ekonomi,
dan kemajuan teknologi
di lingkungan
kabupaten/kota dan
provinsi
2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi,
komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya.
Sumber: Permendiknas No.22 Tahun 2006
2.1.3 Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
IPS di sekolah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang
menduduki konsep dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan
pendidikan dan pertimbangan psikologis, serta kebermaknaannya bagi siswa
dalam kehidupannya, mampu menghadapi dan menangani kompleksitas
kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga, atau
-
8
membekali dan mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan
pendidikannya yang lebih tinggi.
Mata pelajaran IPS dalam (Permendiknas No.22 Tahun 2006) Tentang
Standar Isi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk :
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Tujuan kurikulum pendidikan IPS di SD adalah sebagai berikut (Rudy
Gunawan, 2011: 40):
1. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam
kehidupannya kelak di masyarakat.
2. Membekali kemampuan peserta didik denga kemampuan mengidentifikasi,
menganalisis dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang
terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
3. Membekali kemampuan anak didik dengan kemampuan berkomunikasi
dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta
bidang keahlian.
4. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan
keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian
dari kehidupan tersebut.
5. Membekali kemampuan anak didik dengan kemampuan mengembangkan
pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan,
masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.
-
9
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Dari sekian banyak model pembelajaran yang telah ada, salah satunya
adalah model pembelajaran kooperative learning tipe NHT, dikembangkan oleh
Spenser Kagan (1992). Menurut Miftahul Huda (2007:130) NHT dapat di
simpulkan sebagai diskusi kelompok, memberi nomor kepada setiap anggota
kelompok dan memanggil nomor tertentu untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Iif Khoiru Ahmadi (2011 :59) NHT
adalah suatu model pembelajaran yang dimana setiap siswa dalam kelompok
diberi nomer, kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Berdasarkan pengertian model pembelajaran NHT yang telah dikemukakan
peneliti menyimpulkan pengertian NHT adalah suatu model pembelajaran
berkelompok dimana masing-masing anggotanya memiliki tugas dan tanggung
jawab sendiri, yang menekankan pada suatu struktur untuk mempengaruhi pola
interaksi sehingga tingkat penguasaan akademik akan meningkat.
2.2.1 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT
terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Ibrahim (2000:
18), antara lain:
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi
9. Nilai-nilai kerja sama antar siswa lebih teruji
Anita Lie (2010:12) menyatakan “Sistem pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong”
-
10
atau “cooperative learning”. Jadi bisa disimpulkan bahwa cooperative learning
adalah salah satu model pembelajaran gotong royong yang memiliki sisi sosial
positif.
2.2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran NHT
Menurut Miftahul Huda (2011:130) menjelaskan ada beberapa langkah
dalam model pembelajaran NHT yaitu:
1. Guru meminta siswa untuk duduk berkelompok.
2. Masing-masing anggota diberi nomor.
3. Guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.
4. Memanggil secara acak hingga semua nomor terpanggil.
Sependapat dengan Arends, Iif Khoiru Ahmadi menyebutkan ada beberapa
langkah-langkah dalam model pembelajaran NHT yaitu:
1. Setiap siswa dibagi kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapatkan
nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan tugas.
3. Setiap kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakan.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil dan
melaporkan hasil kerjasama kelompok.
5. Tanggapan dari kelompok yang lain, kemudian guru menunjuk nomor lain.
6. Guru bersama siswa menyimpulkan tugas yang diberikan kepada peserta
didik.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang langkah-langkah model
pembelajaran NHT dapat disimpulkan bahwa secara umum langkah dalam model
pembelajaran yaitu:
1. Membentuk kelompok @ 4-5 siswa.
2. Menerima pertanyaan dari guru.
3. Mendiskusikan jawaban dalam kelompok.
4. Guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
5. Siswa lain memberi tanggapan dari kelompok yang lain.
-
11
6. Kemudian guru memanggil nomor lain.
7. Guru bersama siswa menyimpulkan dan mengerjakan tes formatif
Langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara berurutan agar penerapan
model pembelajaran NHT dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran
akan dapat tercapai.
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran NHT
Menurut Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011: 59-60) dalam menggunakan model
pembelajaran tipe NHT ada beberapa kelebihan dan kelemahan. NHT memiliki
beberapa kelebihan antara lain:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai/tutor sebaya.
4. Melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.
5. Memupuk rasa kebersamaan.
6. Membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan.
Kelemahan menggunakan model pembelajaran NHT, antara lain:
1. Siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan.
2. Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi.
3. Guru harus bisa memfasilitasi siswa.
4. Tidak semua mendapat giliran.
NHT memiliki beberapa kelemahan, namun model ini penting diterapkan
untuk mendorong siswa bekerja sama dan berkembang secara positif. Pelaksanaan
pembelajaran menggunakan model NHT dapat membuat siswa berkembang aktif
dalam kelompok yang memungkinkan untuk dapat meningkatkan hasil belajar
mereka antara satu dengan yang lainnya.
Menurut pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah model pembelajaran NHT adalah menyampaikan materi, pembagian
kelompok, persiapan, diskusi,pemberian jawaban, dan yang terakhir adalah
kesimpulan.
-
12
2.2.4 Sintak Penerapan Model Pembelajaran NHT Dalam Mata Pelajaran
IPS Berdasarkan Standar Proses
Sintak Model NHT Sesuai Standar Proses
Sintak NHT
Langkah-
langkah dalam
Standar Proses
Peran Guru Peran Siswa
Tahap 1
Persiapan /
pemberian
stimulus
Pendahuluan 1. Memberikan
motivasi
1. Melakukan
instruksi dari
guru
2. Melakukan
apersepsi
2. Bertanya jawab
dengan guru
3. Menyampaikan
tujuan
pembelajaran
3. Mencatat
kompetensi yang
ingin dicapai
4. Menjelaskan
materi secara
singkat
4. Siswa
mendengarkan
penjelasan dari
guru
Tahap 2
Pengelompokan
siswa
Inti
A. Eksplorasi
5. Membagi siswa
menjadi
beberapa
kelompok
5. Berkumpul
dengan teman
satu kelompok
Tahap 3
Pemberian
nomor kepala
6. Memberikan
nomor pada
setiap kelompok
6. Menerima dan
memakai nomor
yang diberikan
oleh guru
Tahap 4
Penjelasan
langkah-
langkah
7. Menjelasakan
langkah-langkah
dalam
pembelajaran
7. Mendengarkan
dan melakukan
instruksi yang
diberikan oleh
-
13
pembelajaran guru
Tahap 5
Diskusi
penugasan
8. Memberikan
tugas / materi
kepada
kelompok
8. Melakukan
diskusi untuk
menjawab
pertanyaan
Tahap 6
Pemahaman
materi
9. Membimbing
siswa dalam
mengerjakan dan
memastikan
semua anggota
kelompok
mengerti
jawabannya
9. Lempar
pertanyaan
kepada teman
kelompok untuk
memastikan
semua anggota
mengetahui
jawabnnya
Tahap 7
Penyampaian
jawaban
B. Elaborasi
10. Memanggil salah
satu nomor
dalam tiap
kelompok
10. Menyampaikan
jawaban hasil
diskusi
Tahap 8
Pemberian
tanggapan
11. Membimbing
siswa dalam
menanggapi
hasil diskusi
yang
disampaikan
kelompok
11. Kelompok lain
menanggapi
hasil diskusi
yang telah
disampaikan
Tahap 9
Merefleksi
pembelajaran
C. Konfirmasi 12. Memberikan
refleksi kepada
siswa dalam
pembelajaran
yang telah
12. Menyampaikan
apa saja yang
telah diperoleh /
didapatkan
setelah
-
14
dilakukan melakukan
pembelajaran
Tahap 10
Mengevaluasi
pembelajaran
13. Evaluasi
terhadap proses
dan hasil diskusi
13. Mengerjakan
soal evaluasi
Penutup 14. Membimbing
siswa dalam
pembuatan
kesimpulan
14. Mendiskusikan
kesimpulan
2.3 Model Pembelajaran Jigsaw
Menurut Aronson (dalam Miftahul Huda, 2011:149) pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif dimana siswa,
bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melakanakan
pembelajaran. Tujuan dari Jigsaw adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan
belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak
mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi
sendirian.
Menurut Agus Suprijono (2011:89), Pembelajaran dengan model
pembelajaran Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh
guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white
board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada
peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan
sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur
kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.
Selajutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil.
Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang
dipelajari. Misal, topik yang disajikan adalah metode penelitian sejarah, karena
topik ini terdiri dari konsep heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, maka
kelompok terbagi menjadi 4. Jika dalam satu kelas ada 40 orang, maka setiap
kelompok beranggotakan 10 orang. Keempat kelompok itu adalah kelompok
-
15
heuristik, klompok kritik, kelompok interpretasi, dan kelompok historiografi.
Kelompok-kelompok ini disebut home teams (kelompok asal).
Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada
tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab
mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok heuristik akan
menerima materi tekstual dari guru tentang heuristik. Tiap orang dalam heuristik
memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam konsep tersebut. Demikian
pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam kelompok ini mendalami konsep
kritik, demikian seterusnya.
Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Jumlah
kelompok ahli tetap 4. Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota yang berasal
dari masing-masing kelompok asal. Karena jumlah anggota setiap kelompok asal
adalah 10 orang, maka aturlah sedemikian rupa terpenting adalah di setiap
kelompok ahli ada anggota dari kelompok asal yang berbeda-beda tersebut.
Dalam satu kelompok ahli ada anggota dari kelompok heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi.
Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka
berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka memahami topik
metode penelitian sejarah sebagai pengetahuan utuh yaitu merupakan pengetahuan
struktur yang mengintegrasikan hubungan antar-konsep heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi. Setelah diskusi di kelompok ini selesai, selanjutnya
mereka kembali ke kelompok asal. Artinya, anggota-anggota yang berasal dari
kelompok heuristik berkumpul kembali ke kelompoknya yaitu kelompok
heuristik, dan seterusnya. Setelah mereka kembali ke kelompok asal berikan
kesempatan kepada mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap
pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari hasil berdiskusi di kelompok ahli.
Sebelum pelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan.
Selanjutnya, guru menutup pelajaran dengan memberikan review terhadap topik
yang telah dipelajari.
Model pembelajaran Jigsaw adalah model pembelajaran yang berupaya
untuk mendalami sebuah materi dengan memberikan sudut pandang yang
-
16
bervariasi dari setiap siswa. Hal ini sangat menarik dan membetuhkan peran aktif
ataupun pemahaman yang baik terhadap materi yang akan dibahas.
2.3.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Ada beberapa ahli yang merumuskan tentang langkah-langkah penggunaan
pembelajaran Jigsaw menurut slavin di Universitas Texas (dalam Trianto,
2011:73) menuliskan langkah-langkah pembelajaran jigsaw adalah sebagai
berikut:
1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6
orang).
2. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah
dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
3. Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan
bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang
disampaikan mengenai sistem ekskresi. Maka seorang siswa dari satu
kelompok mempelajari tentang ginjal, siswa yang lain dari kelompok
satunya mempelajari tentang paru-paru, begitu pun siswa lainnya
mempelajari kulit, dan lainnya lagi mempelajari hati.
4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
5. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas
mengajar teman-temannya.
6. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan
berupa kuis individu.
Menurut Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and Snapp, 1978 (dalam buku
Asmani, 2014:42) sebagai berikut:
a. Siswa dikelompokkan ke dalam empat tim.
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
d. Anggota dari tim yang berbeda, yang telah mempelajari bagian/subbab yang
sama, bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan
subbab mereka.
-
17
e. Setelah selesai berdiskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang
subbab yang mereka kuasai. Sementara, anggota lainnya mendengarkan
dengan sungguh-sungguh.
f. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi mereka.
g. Guru memberi evaluasi kapada seluruh siswa, yang mencakup seluruh
materi yang didiskusikan siswa.
h. Guru menutup pelajaran.
2.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Jigsaw
a. Kelebihan Model Pembelajaran Jigsaw
Menurut Aris Shoimin (2013:93) ada beberapa kelebihan model Jigsaw :
1. Memungkinkan murid dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan
daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.
2. Hubungan antara gurudan murid berjalan secara seimbang dan
memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga
memungkinkan harmonis.
3. Memotifasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif.
4. Mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan kelas,
kelompok, dan individual.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Jigsaw
Menurut Aris Shoimin (2013:93-94) masih ada beberapa kelemahan model
Jigsaw seperti:
1. Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-
keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing, dikhawatirkan
kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi.
2. Jika anggota kelompoknya kurang akan menimbulkan masalah.
3. Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum
terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu untuk mengubah posisi yang
dapat menimbulkan kegaduhan.
Menurut pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah model pembelajaran jigsaw adalah pembentukan kelompok, pembagian
-
18
tugas, pembentukan kelompok baru, diskusi kelompok, kembali ke kelompok
awal, pembahasan, penutup.
2.3.3 Sintak Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw Dalam Mata Pelajaran
IPS Berdasarkan Standar Proses
Sintak model jigsaw sesuai standar proses
Sintak NHT
Langkah-
langkah dalam
Standar Proses
Peran Guru Peran Siswa
Tahap 1
Persiapan /
pemberian
stimulus
Pendahuluan 1. Memberikan
motivasi
1. Melakukan
instruksi dari
guru
2. Melakukan
apersepsi
2. Bertanya jawab
dengan guru
3. Menyampaikan
tujuan pembelajaran
3. Mencatat
kompetensi yang
ingin dicapai
4. Menjelaskan materi
secara singkat
4. Siswa
mendengarkan
penjelasan dari
guru
Tahap 2
Pengelompokan
siswa
Inti
A. Eksplorasi
5. Membagi siswa
menjadi beberapa
kelompok
5. Berkumpul
dengan teman
satu kelompok
Tahap 3
Penjelasan
langkah-
langkah
pembelajaran
6. Menjelasakan
langkah-langkah
dalam pembelajaran
6. Mendengarkan
dan melakukan
instruksi yang
diberikan oleh
guru
Tahap 4
Pemberian
7. Memberikan tugas
kepada setiap
7. Menerima tugas
diskusi dari guru
-
19
tugas anggota kelompok
Tahap 5
Pengelompokan
baru
8. Membimbing siswa
dalam pembentukan
kelompok
8. Mecari anggota
kelompok lain
yang
mendapatkan
tugas yang sama
Tahap 6
Diskusi
kelompok
9. Membimbing siswa
dalam mengerjakan
dan mendiskusikan
tugas
9. Diskusi dalam
kelompok baru
yang memiliki
tugas yang sama
Tahap 7
Kembali dalam
kelompok awal
B. Elaborasi 10. Membimbing siswa
dalam
pengembalian
kelompok semula
10. Kembali ke
kelompok awal
Tahap 8
Menyampaikan
hasil diskusi
11. membimbing siswa
dalam penyampaian
hasil diskusi
11. Memberikan
hasil diskusi
kepada kelompok
awal
Tahap 9
Merefleksi
pembelajaran
C. Konfirmasi 12. Memberikan
refleksi kepada
siswa dalam
pembelajaran yang
telah dilakukan
12. Menyampaikan
apa saja yang
telah diperoleh /
didapatkan
setelah
melakukan
pembelajaran
Tahap 10
Mengevaluasi
pembelajaran
13. Evaluasi terhadap
proses dan hasil
diskusi
13. Mengerjakan soal
evaluasi
Penutup 14. Membimbing siswa
dalam pembuatan
14. Mendiskusikan
kesimpulan
-
20
kesimpulan
2.4 Motivasi Belajar
Hakekat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku.
Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan
kegigihan perilaku. Belajar dan motivasi tidak dapat saling dipisahkan artinya
seseorang melakukan aktifitas belajar tertentu, tentu didukung oleh suatu
keinginan yang ada pada dirinya untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini karena
motivasisangat menentukan keberhasilan belajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:80) motivasi adalah dorongan mental
yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia salah satunya adalah
berlaku belajar yang terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu
belajar yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalam
kehidupannya.
Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi pendorong untuk
belajar, kekuatan pendorong tersebut berbagai sumber. Pada peristiwa pertama
motivasi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah siswa memperoleh
informasi yang benar dan peristiwa kedua motivasi belajar dapat menjadi rendah
dan dapat diperbaiki kembali. Kedua peristiwa tersebut merupakan peranan guru
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
Motivasi belajar sangat penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa motivasi
sangat penting untuk menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses belajar,
dan akhir belajar. Siswa dapat menginformasikan bahwa motivasi mempunyai arti
yang sangat penting untuk mendapatkan hasil belajar yang baik. Sedangkan bagi
guru motivasi dapat membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat
siswa untuk belajar sampai berhasil. Siswa mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda, ada siswa yang semangat untuk belajar dana ada yang tidak
semangat untuk belajar. Sehingga guru harus mempunyai strategi untuk
meningkatkan motivasi siswa agar nilai tetap meningkat. Sebagai tugas guru
-
21
adalah untuk membuat siswa belajar sampai berhasil dengan tantangan mengubah
siswa yang tidak berminat untuk belajar menjadi senang untuk belajar.
2.4.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut dimyati dan Mudjiono (2006:97-101), faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar ada enam meliputi: cita-cita dan asprirasi siswa,
kemapuan siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan siswa, unsur-unsur dinamis
dalam belajar dan pembelajaran, serta upaya guru dalam membelajarkan siswa
yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Cita-cita aspirasi siswa
Masing-masing siswa memiliki cita-cita. Cita-cita itu muncul karena adanya
suatu keinginan untuk mencapai keberhasilan. Timbulnya cita-cita dibarengi
oleh Perkembangan akal, moral, kemauan, bhasa dan nilai-nilai kehidupan.
Dalam mencapai keberhasilan belajar, seorang siswa harus memiliki cita-cita
untuk memperkuat motivasi dalam belajar.
2. Kemauan siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan
mencapainya. Kemampuan anak dalam belajar akan memperkuat motivasi
anak dalam mencapai tujuan belajarnya.
3. Kondisi siswa
Kondisi siswa meliputi: kondisi jasmani dan rohani. Kondisi jasmani dan
rohani mempengaruhi motivasi belajar. Jika siswa dalam kondisi baik, proses
pembelajaran akan berjalanan dengan baik pula.
4. Kondisi lingkungan siswa
Lingkungan siswa meliputi: lingkungan tempat tinggal, sekolah dan sosial
masyarakat. Jika lingkungan siswa dalam kondisi baik, akan memperkuat
motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, lingkungan yang aman, tentram, tertib,
dan indah dapat memperkuat semangat dan motivasi belajar siswa.
5. Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran
Lingkungan siswa dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Lingkungan
siswa banyak mengalami perubahan. Semua lingkungan tersebut
mendinamiskan motivasi belajar . misalnya dengan melihat tayangan televisi
-
22
edukasi tentang penanaman pohon, maka dapat membangkitkan motivasi siswa
untuk mempelajari tentang cara menanam pohon. Oleh karena itu, diharapkan
seorang guru diharapkan mampu memanfaatkan sumber-sumber belajar dan
media belajaryang berasal dari lingkungan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa.
6. Upaya guru dalam membelajarkan siswa
Guru adalah pendidik yang profesional, berbagai upaya dilakukan seorang
guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Strategi pembelajaran yang
aktif, interaktif dan menyenangkan diterapkan untuk meningkatkan motivasi
belajar.
Menurut Hamzah B. Uno dalam (Suprijono, 2009:163) indikator motivasi
belajar diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
d. Adanya penghargaan dalam belajar.
e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan
peserta didik dapat belajar dengan baik.
Berdasarkan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
belajar adalah dorongan yang berasal dari diri seseorang untuk melakukan
perubahan tingkah laku agar dapat mencapai suatu tujuan.
2.5 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah kegiatan proses
pembelajaran berlangsung. Hasil belajar bisa berupa dari segi kognitif, afektif
maupun psikomotorik. Hasil belajar ini membahas tentang pengertian belajar dan
pengertian hasil belajar.untuk lebih jelaskan akan diuraikan dibawah ini.
2.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar adalah yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut nawawi (dalam susanto, 2013:5)
menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa
-
23
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu benuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang
berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
(Susanto, 2013:5). Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah
sesusai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut:
1. Faktor Internal; merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta
didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, ketekunan, sikap, dan kebiasaan belajar.
2. Faktor Eksternal; faktor yang berasala dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Jadi pada umumnya faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor
yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa
misalnya faktor lingkungan.
2.7 Kajian Hasil Penilitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Rini Yulianti (2012) yang berjudul
“Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) terhadap Hasil Belajar IPS Bagi Siswa Kelas 4 SDN 1 Nglinduk
Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.
Jenis penilitian adalah penelitian eksperimen dengan desain Two Group Posttest
Only. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran NHT efektif
terhadap hasil belajar IPS kelas 4 dengan ditunjukkan adanya perbedaan mean
belajar kelompok eksperimen yaitu 90,26 dan mean hasil belajar kelompok
kontrol yaitu 80,39 dengan selisih mean hasil belajar kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sebesar 9,870. Dilihat dari taraf signifikan 0,000 maka terhitung
-
24
yang diperoleh sebesar 5,126 > tabel 2,015. Signifikansi 0,000 lebih kecil 0,005
(0,000 < 0,05) maka hipotesis ada efektivitas penggunaan model pembelajaran
NHT terhadap hasil belajar IPS kelas IV SDN 1 Nglinduk Kecamatan Gabus
Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 diterima. Hasil
penelitian dapat diterapakan dalam pembelajaran IPS SD.
Azizah fatimah (2013) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada
siswa kelas IV SD Negeri Wonobodro 01 Kecamatan Blando Kabupaten Batang
Tahun Pelajaran 2013/2014” jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Peneliti dilakukan di SDN
Wonobodro 01 dengan jumlah siswa 40 siswa, terdiri dari 19 siswa laki-laki dan
21 siswa perempuan dan 1 guru kelas IV. Peningkatan ketuntasan hasil belajar
siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu terjadi
peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 13 orang
(32,5 %) dan yang tidak tuntas 27 (67,5%) orang. Pada siklus 1 siswa yang tuntas
24 orang (60%) dan yang tidak tuntas 16 (40%) . sedangkan pada siklus 2 siswa
yang tuntas 37 orang (92,5%) dan sebanyak 3 siswa yang belum tuntas. Simpulan
dari penelitian ini adalah melalui penggunaan model kooperatif tipe NHT berbasis
multimedia dapat meningkatan hasil belajar siswa.
Anik Tri Purwanti (2012) dengan judul “Upaya Meningkatan Hasil Belajar
IPS Tentang Perkembangan Teknologi Komunikasi Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Jigsaw Siswa kelas IV SD Negeri Menguneng 01 Warungasem
Batang Semester 2 Tahun 2011/2012. Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Teknik pengumpulan data adalah teknik tes dan teknik
observasi. Adapun instrumen penelitiannya dengan menggunakan butir-butir soal
dan lembar observasi. Hal ini nampak pada perbandingan skor rata-rata yakni
prasiklus sebesar 64,33, siklus 1 naik menjadi 73,33 dan pada siklus 2 naik lagi
menjadi 79,33. Adapun ketuntasan belajar klasikal pada kondisi prasiklus 47 %;
siklus 1 naik 77% dan pada siklus 2 naik menjadi 93%. Sedangkan skor nominal
pada kondisi prasiklus sebesar 40, pada siklus 1naik menjadi 50 dan pada siklus 2
-
25
naik menjadi 60. Sedangkan skor maksimal pada kondisi prasiklus dan siklus 1
sebesar 90, dan siklus 2 tetap 90. Jadi dengan model pembelajaran tipe jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dite poniyatun (2010) yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif tipe NHT Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran IPS Kelas IV SDN 02 Doplang Karangpandan Tahun Pelajaran
2009/2010” Bentuk penelitian ini adalah PTK melalui dua siklus. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV SDN 02
Doplang. Teknik pengumpulan data peningkatan motivasi belajar IPS melalui
penggunaan model kooperatif tipe NHT digunakan teknik angket dan observasi.
Pada pra tindakan diperoleh rata-rata motivasi belajar siswa sebesar 60,88, siklus
1 sebesar 72,80, siklus II sebesar 84,20, ini berarti mengalami peningkatan rata-
rata motivasi belajar siswa sebesar 23,32%. Jadi dengan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pembelajaran IPS kelas IV dapat
meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar IPS di SDN 02 Doplang
Karangpandan.
Dari beberapa hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa
penggunaan model pembelajaran NHT dan model pembelajaran Jigsaw dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa oleh karena itu peneliti termotivasi untuk
mencoba menggunakan model pembelajaran NHT dan model pembelajaran
Jigsaw dalam penelitian yang akan dilakukan untuk membuktikan apakah benar-
benar dapat mempengaruhi hasil belajar siswa atau bahkan sebaliknya tidak
mempengaruhi hasil belajar siswa.
-
26
2.8 Kerangka Berpikir
Siswa beranggapan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang sulit karena
menekankan pada penguasaan konsep. Sedangkan Guru melaksanakan
pembelajaran dengan bersifat teoretis, sumber yang digunakan oleh guru masih
buku saja, jadi membuat suasana pembelajaran antara guru dan siswa sama-sama
pasif. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional masih banyak
guru yang hanya menggunakan metode ceramah hal itu disebabkan karena guru
beranggapan bahwa dengan ceramah anak pasti akan mendengarkan dan akan
memahami pelajaran. Hal itu menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa dan
hasil belajar IPS. Untuk itu pada pembelajaran IPS peneliti menggunakan model
pembelajaran NHT dan Jigsaw sehingga, siswa akan lebih tertarik dengan mata
pelajaran IPS karena siswa dapat terlibat secara langsung dalam Proses Belajar
Mengajar (PBM) sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Selain itu, dengan
model Numbered heads together dan Jigsaw, siswa dimungkinkan untuk
mengalami sendiri bagaimana caranya menemukan pengetahuan baru dan
bagaimana cara meraih pengetahuan melalui kegiatan mandiri.
Kegiatan pembelajaran IPS dengan model pembelajaran NHT dan model
pembelajaran Jigsaw pada dasarnya untuk meningkatkan motivasi belajar dan
hasil belajar IPS terhadap siswa kelas 4 SD Negeri 4 Karangrayung Kecamatan
Karangrayung Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2015/2016.
Agar lebih jelas, skema kerangka berpikir dapat dilihat dalam gambar 2.2
berikut ini:
-
27
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
2.3 Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi
serta pengalaman menggunakannya.
Hasil belajar
rendah atau
dibawah KKM
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
posttest
posttest
Model Pembelajaran
NHT
Pretest Pretest
Model Pembelajaran
Jigsaw
Ada keefektifan dengan
menggunakan model pembelajaran
NHT dan Jigsaw terhadap Hasil
Belajar
-
28
2.9 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang dipaparkan peneliti,
maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran NHT
dengan model pembelajaran Jigsaw dalam meningkatkan motivasi belajar
dan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN 4 Karangrayung dan SDN 1
Putatnganten Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan Semester II
Tahun Ajaran 2015/2016.
b) Terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran NHT dengan
model pembelajaran Jigsaw dalam meningkatkan motivasi belajar dan
hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN 4 Karangrayung dan SDN 1
Putatnganten Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan Semester II
Tahun Ajaran 2015/2016.