bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Belajar
Pengertian belajar dalam arti umum seringkali diartikan sebagai penambahan
pengetahuan, namun ada pula yang mengartikan belajar sama dengan menghafal,
karena biasanya orang belajar dengan menghafalkan. Pengertian belajar seperti itu
masih sempit. Pada dasarnya belajar itu tidak hanya membaca dan menghafal saja
tetapi juga perlu adanya penalaran. Dalam hal ini bagaimana pandangan para
pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan
kedua kelompok pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar merupakan
bidang telaah dari kedua bidang keilmuan itu. Pakar psikologi melihat perilaku
belajar sebagai proses psikologi individu dalam interaksinya dengan lingkungan
secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai proses
psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan
lingkungan belajar yang sengaja diciptakan (Narenday, 2009: 7)
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang
belajar maka responnya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar
reponnya menjadi menurun, sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat
proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan
informasi, menjadi kapasitas baru (Dimyati, 2002: 10).
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan di depan maka
dikatakan bahwa pengertian belajar secara umum adalah perubahan dalam diri
seseorang yang telah melakukan perbuatan belajar dengan sengaja atau didasari ke
arah yang lebih baik. Belajar dalam penelitian ini diartikan segala usaha yang
diberikan oleh guru agar mendapat dan mampu menguasai apa yang telah diterima
dalam hal ini adalah menghitung soal cerita dalam memecahkan masalah operasi
hitung campuran.
5
6
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2008:49), hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan
yang dimiliki setelah seseorang menerima pengalaman belajar. Perubahan-
perubahan perilaku sebagai hasil belajar mencakup tiga aspek yaitu kognitif
(penguasaan Intelektual), afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), dan
psikomotorik.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasi
pada proses belajar mengajar yang dialami siswa (Sudjana, 2005).
Sudjana (2005) mengatakan bahwa hasil belajar itu berhubungan dengan
tujuan instruksional dan pengalaman belajar yang dialami siswa; sebagaimana
dituangkan dalam bagan 1:
Bagan.1 Hubungan Tujuan Instruksional, Pengalaman Belajar, dan Hasil Belajar
Tujuan Instruksional
a b
c
Pengalaman belajar Hasil belajar
(Sumber: Sudjana, 2005).
Bagan ini menggambarkan unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar.
Hasil belajar dalam hal ini berhubungan dengan tujuan instruksional dan
pengalaman belajar. Adanya tujuan instruksional merupakan panduan tertulis
akan perubahan perilaku yang diinginkan pada diri siswa.
Menurut teori diatas maka peneliti berpendapat bahwa hasil belajar disini
berhubungan dengan tujuan instruksional dari proses belajar mengajar dan
pengalaman belajar yang didapatkan oleh siswa. Tujuan dari instruksional tersebut
yaitu suatu gambaran atau panduan tertulis tentang perubahan perilaku yang
dimiliki siswa dan yang diinginkan oleh siswa pula.
7
2.1.3 Hakikat Matematika
Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani “Mathematika” secara ilmu
pasti, atau “Matheis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan dedukatif,
demana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindahan, tetapi atau
kesimpulan yang ditarik dari kaidah-kaidah tertentu melalui deduksi (Narenday,
2009).
Menurut Suherman, dkk (2003: 13-15) berbagai pendapat muncul tentang
pengertian Matematika tersebut, dipandang dari pangetahuan dan pengalaman
masing-masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa Matematika itu
bahasa simbol; Matematika adalah bahasa numerik; Matematika adalah bahasa
yang menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional; Matematika adalah
metode berfikir logis; Matematika adalah sarana berfikir; Matematika adalah
logika pada masa dewasa; Matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus
pelayannya; Matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran;
Matematika adalah sains yang bekerja menarik kesimpulan-kesimpulan perlu;
Matematika adalah sains yang murni; Matematika adlah manipulasi simbol;
Matematika adalah ilmu tntang bilangan dan ruang; Matematika adalah ilmu yang
mempelajari hubungan pola, bentuk, dan stuktur; Matematika adalah ilmu yang
abstrak dan deduktif; Matematika adalah aktivitas manusia.
Dari definisi-definisi di atas, kita sedikit punya gambaran pengertian tentang
Matematika itu, dengan manggabungkan pengertian dari definisi-definisi tersebut.
Semua definisi tersebut bisa kita terima, karena metematika dapat ditinjau dari
segala sudut, dan Matematika itu sendiri bisa memasuki seluruh segi kehidupan
manusia, dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
2.1.4 Pembelajaran Matematika
Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah
pengunaan strategi pembelajaran Matematika, yang sesuai dengan: (1) topik yang
sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual peserta didik, (3)
prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan aktif peserta didik, (5) keterkaitan
8
dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, dan (6) pengembangan dan
pemahaman penalaran matematis (Kasiyanti, 2007: 7).
Dari teori yang dikemukan oleh Kasiyanti (2007: 7) disimpulkan bahwa
pembelajaran Matematika adalah suatu proses yang diberikan dalam pengalaman
proses belajar kepada peserta didik untuk memperoleh kompetensi tentang bahan
atau materi Matematika yang sedang dipelajari.
Salah satu komponen yang menentukan kecapaian kompentensi adalah
penggunaan strategi pembelajaran Matematika, yaitu sesuai dengan topik yang
sedang dibicarakan, tingkat perkembangan intelektual peserta didik, prinsip dan
teori belajar, keterlibatan aktif peserta didik, keterkaitan dengan kehidupan peserta
didik sehari-hari, dan pengembangan dan pemahaman penalaran matematis (Muh
Panji Narenday, 2009: 10).
Dari teori (Muh Panji Narenday, 2009: 10) peneliti memberikan pendapat
bahwa suatu komponen yang menentukan kompetensi atau hasil belajar yang
sudah dicapai maka menggunakan strategi pembelajaran Matematika yang sesuai
dengan topik yang sedang dibicarakan atau yang sedang dibahas, tingkat
perkembangan intelektual atau kecerdasan peserta didik, prinsip dan teroi belajar
yang digunakan harus sesesuaidengan yang diajarkan, keterlibatan siswa dalam
keaktifan belajar didalam kelas, penerapan materi yang sudah dipelajaraii dalam
kehidupan sehari-hari, mengembangkan pemahaman dan penalaran atentang
matematis.
2.1.5 Soal cerita
Di SD sering dijumpai dua bentuk soal dalam bentuk cerita. Soal sering di
disisipkan dalm bentuk cerita pendek yang menyangkut kehidupan sehari-hari.
Panjang pendeknya kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan soal cerita
tersebut sangat berpengaruh kepada tingkat kesulitan dalam memahami soal cerita
tersebut.
Menurut R Soejadi (Muklis,1990: 6) dikatakan bahawa salah satu bahan ajar
yang dapat menunjukan suatu penalaran Matematika adalah proses penyelesaian
soal cerita. Misalnya: (a) masalah yang diketahui dalam soal, (b) apa yang
9
dinyatakan atau yang dicari, (c) operasi dan simbol apa saja yang terlibat dalam
soal itu, (d) model Matematika manakah yang didapat mewakili soal itu, dan (e)
apa yang telah dikuasai yang perlu di gunakan.
Dari berbagai pendapat di atas, disimpulkan bahwa suatu alat peraga yang
dapat menunjukkan suatu penalaran yang konkrit dalam pembelajaran Matematika
adalah proses menyelesaikan soal cerita. Sebagai contoh masalah yang ada dan
sudah diketehui didalam soal, masalah apa yang dinyatakan dan dicari, masalah
apa saja yang harus diselesaikan, operasi dan simbol apa saja yang digunakan
dalam soal tersebut, model Matematika apa sajakah yang harus digunakan untuk
menyelesaikan soal tersebut, apaun yang sudah dikuasai dalm pikiran maka itulah
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam soal.
Muklis (1999: 6) bahwa setiap soal cerita dapat diselsaikan dengan rencana
sebagai berikut:
a. Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang
ada dalam soal tersebut.
b. Menulis apa yang diketahui dari soal tersebut.
c. Menulis dari apa yang dinyatakan.
d. Menulis kalimat Matematika selanjutnya menyelesaikan sesuai dengan
ketentuan.
Mengacu pada definisi di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
guru dalam melaksanakan pembelajaran soal cerita diantaranya: Guru agar
membimbing siswa membaca dan memahami atau mengartikan setiap kalimat
dalam soal cerita, bila memungkinkan kalimat dalam soal cerita dapat
diserhanakan, menemukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam
soal cerita tersebut, bila memungkinkan menyajikan soal dalam bentuk gambar,
membimbing dengan menggunakan langkah pengerjaan soal. Diharapkan agar
siswa dapat menyelesaikan soal cerita dan mendapatkan hasil belajara metematika
hitung campuran dengan baik.
10
2.1.6 Pengerjaan Hitung Campuran
Depag (1997: 30) guru mempu membelajarkan siswa agar dapat:
a. Menyelesaikan soal yang mengandung sekuran-kurangnya dua dari 4
pengerjaan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian sesuai
dengan urutan pengerjaan hitung yang berlaku. Urutan pengerjaan ditunukkan
dengan menggunakan tanda kurung bagi pengerjaan yang perlu didahulukan.
b. Menyelesaikan soal cerita yang mengandung pengertian hitung campuran
seperti diatas.
Pada penyelsaian soal cerita, ditekankan pada pemahaman soal tersebut,
yaitu mengenal “apa yang diketahui”, “apa yang ditanyakan”, “dan pengerjaan
hitung apa yang diperlukan”.
2.1.7 Pemecahan Masalah Dalam Kegiatan Belajar Mengajar Matematika
Kata “masalah” memiliki arti yang sangat komprehensif, masalah hampir
selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Masalah timbul dari suatu situasi yang
tidak diharapkan terjadi. Suatu situasi ditanggap suatu masalah bagi seseorang
apabila dipenuhi kondisi-kondisi:
a. Seseorang tidak siap dengan prosedur untuk mencari penyelesainnya.
b. Seseorang menerimanya sebagai tantangan dan menyusun suatu tindakan
untuk menemukan penyelesainnya.
Umumnya masalah Matematika dapat berupa soal cerita, meskipun tidak
semua soal cerita adalah pemecahan masalah. Bagi anak yang belum pernah
menemukan soal cerita yang dimaksud, maka soal tersebut dapat merupakan soal
pemcahan masalah.
Suatu masalah yang bagaimanapun perlu dicari jalan penyelasainnya.
Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagaimana besar kehidupan manusia
berhadapan dengan masalah-masalah. Oleh sebab itu kita perlu mencari cara
penyelesainnya, jika kita gagal dengan satu cara dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Kita harus berani menghadapi masalah untuk menyelesaikannya. (Muh
Panji Narenday, 2009: 12).
11
Adapun tujuan pada pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses terus-
menerus yang dilakukan manusia untuk mengulangi masalah-masalah yang
dihadap sepanjang hayat. Dengan demikian tidak berlebihan kiranya bila
pemecahan masalah seyogyanya dimasukan dalam strategi belajar mengajar di
sekolah-sekolah. Siswa harus benar-benar dilatihkan dan dibiasakan berfikir
mandiri agar keterampilan memecahkan masalah dapat dimiliki siswa.
Mengerjakan pemecah masalah kepada siswa merupakan kegiatan dari
seorang guru di mana guru itu membangkitkan siswa-siswanya agar menerima
dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan olehnya dan kemudian ia
membibing siswa-siswanya untuk sampai kepada penyelesaian masalah (Muh
Panji Narenday, 2009: 12).
Menurut Herman (2003: 151) bagi siswa, pemecahan masalah haruslah
dipelajari. Di dalam menyelesaikan masalah, siswa diharapkan memahami proses
menyelesaikan masalah tersebut dan menjadi terampil di dalam memilih dan
mengidentifikasikan kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi,
merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang
telah dimiliki sebelumnya.
Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Herman (2003: 151) maka penulis
berpendapat bahwa pemecahan masalah itu memang harus dipelajari untuk
memudahkan siswa mengerjakan soal karena dalam pemecahan masalah itu siswa
diharapkan untuk memahami proses cara menyelesaikan masalah dalam soal
tersebut dan pasti siswa tersebut akan menjadi terampil saat memilih dan
mengidentifikasi kondisi maupun konsep yang relevan dalam pembelajaran
Matematika, mampu memahami dan mencari generalisasi, mampu merumuskan
rencana penyelesaian maupun mampu mengorganisasikan keletrampilan yang
sudah dimiliki siswa tersebut sebelumnya. Kurikulum Matematika sekolah
mencatumkan bahwa tujuan dari memberikan materi Matematika dari tingkat
Sekolah Dasar sampai SMA antara lain agar siswa mampu mempelajari
perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak
atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Hal ini
jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang tidak mungkin biasa dicapai
12
hanya melalui hapalan, latihan mengerjakan soal yang bersifat rutin, serta proses
pembelajaran biasa. Untuk menjawab tuntutan tujuan yang demikian tinggi maka
perlu dikembangkan materi serta proses pembelajaran yang sesuai (Narenday,
2009: 13)
Ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui
pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi
dari delapan tipe belajar yaitu: belajar asara, stimulasi respon, rangkaian gerak,
rangkaian varbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan dan
pemecahan masalah (Narenday, 2009: 13)
Menurut Nana (2004: 283-284) dalam pemecahan masalah biasanya ada
lima langkah yang harus ditempuh yaitu merumuskan dan membatasi masalah.
Masalah yang dihadapi dalam kehidupan, biasanya cukup luas dan masih kabus
atau tidak jelas. Langkah pertama yang dikerjakan siswa adalah menjelaskan
masalah tersebut, kemudian membatasinya pada hal-hal tertentu yang dipandang
sangat penting, merumuskan dugaan atau pertanyaan. Siswa merumuskan
beberapa dugaan atau pikiran apa yang menjadi penyebab munculnya masalah
tersebut. Dugaan tersebut biasa dinyatakan dalam bentuk pernyataan atau
pertanyaan, mengumpulkan dan pengolahan pendapat dan data. Untuk menguji
atau mengecek apakah dugaan tersebut benar atau salah dikumpulkan konsep,
pendapat atau data langsung dari nara sumber, atau secara tidak langsung dari
buku-buku sumber, atau dari dokumen-dokumen, menmbuktikan dugaan atau
menjawab pertanyaan. Konsep, pendapat dan data tersebut dusun, dikelompokkan,
dan dipadukan untuk menguji atau mengecek apakah dugaan-dugaan tersebut
benar atau salah, merumuskan alternatif pemecahan. Berdasarkan kesimpualan
hasil pengujian atau pengecekan terhadap dugaan-dugaan tersebut, disusun
beberapa alternatif atau pilihan kegiatan, tindakan, upaya untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
Solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian,
yaitu pemahaman terhadap masalah, perencanaan penyelesaian masalah,
melaksanakan perencaan penyelesaian masalah, dan melakukan pengecekkan
13
kembali terhadap semua langkah yang dikerjakannya dalam Herman Hudojo
(2003: 162-169).
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hudojo (2003: 162-169) maka
penulis berpendapat bahawa solusi untuk memecahkan masalah terdapat empat
langkah vase penyelesaian yaitu memahami suatu permasalah dan kesulitan yang
sedang dihadapi, merencanakan bagaimana menyelesaikan suatu masalah yang
sedang dihadapi, melakukan rencana yang sudah dibuat tentang cara untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, meneliti kembali permasalah yang
sudah diselesaikan.
2.1.8 Pentingnya Pemecahan Masalah Dalam Matematika
Mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa
itu menjadi analistis di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan sehari-
hari dalam Hudojo (2003: 152). Dengan perkataan lain, jika seorang siswa dilatih
untuk menyelesaikan masalah maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan
sebab siswaitu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagai mana
mengumpilkan informasi dan menyadari betapa perlunya menilti kembali hasil
yang telah diperolehnya.
Menurut Polya dalamm Hudojo(2003 : 150) bahwa di dalam Matematika
terdapat dua macam yaitu:
a. Masalah untuk menemukan
Masalah menemukaan dapat teoritis atau praktis, abstrak atau kongkret,
termasuk teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut, kita mencoba
untuk mendapatkan,menghasilkan atau mengontruksi semua jenis yang dapat
dipergunakan untuk menyelesaikan masalah itu. Bagian utama masalah ini adalah:
1) Apakah yang dicari?
2) Bagaimana data yang diketahui?
3) Bagaimana syaratnya?
Ketiga bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat menyelisaikan
masalah ini.
14
b. Masalah untuk membuktikan
Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukan bahwa suatu
pernyatan itu benar atau salah satu tetapi tidak keduanya. Bagian utamaa ini
adalah:
1) Hipotesis
2) Konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenaranya.
Kedua bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat menyelesaikan
masalah jenis ini.
Masalah membuktikan lebih banyak dijumpai dalam Matematika lanjut.
Dari dua jenis ini masalah tersebut diatas yang menjadi fokus dalam penelitian
tindakan kelas (PTK) di tingkat sekolah adalah masalah menemukan (Narenday,
2009)
Kesulitan yang dialami siswa-siswi kelas III SD N 1 Kapencar Kecamatan
kertek Kabupaten wonosobo dalam pelajaran Matematika adalah pada saat siswa
menyelesaikan soal cerita memuat pengerjaan hitung campuaran banyak siswa
yang mengalami kesulitan, dengan demikian soal cerita menjadi masalah dan
menuntut penyelesaian.
Matematika yang disajikan kepada siswa-siswi yang berupa masalah akan
memberi motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut. Hudojo
(19977 : 91). Para siswa akan merasa puas bila mereka dapat memecahkan
masalah yang dihadapkan kepadanya. Kepuasan intelektual ini merupakan hadiah
instrinsik bagi siswa tersebut. Karena itu alangkah baiknya bila aktivitas-aktivitas
Matematika seperti mencari generalisasi dan menanamkan konsep melalui strategi
pemecahan masalah.
Menurut Herman Hudojo (2003 : 149) syarat suatu masalah adalah:
a. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang seorang siswa haruslahdapat
dimengrti oleh siswa tersebut, namunpertanyaan itu harus merupakan
tantangan baginya untuk menjawabnya.
b. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah
diketahui siswa. Karena itu, faktor untuk menyelesaikan masalah janganlah
dipandang sebagai hal yang esensial.
15
Berdasarkan teori dari Hudojo (2003 : 149) maka penulis berpendapat
bahwa metode pemecahan masalah dalam pengajaran Matematika perlu
dikembangkan dan merupakan metode yang sangat tepat untuk soal cerita.
Metode yang sangat esensial untuk topik tertentu mempunyai dampak positif
antara lain:
a. Siswa menjadi terampil menyelesaikan informasi yang relevan, kemudian
menganalisis dan akhirnya mampu meneliti kembali hasil yan g telah dicapai.
b. Kepuasan intelektual siswa akan timbul dari dalam diri siswa dan dapat
digunakan sebagai hadiah instrinsik bagi siswa.
c. Potensi intelektual siswa meningkat.
d. Siswa belajar bagaimana mekakukan penemuan dengan proses penemuan.
2.1.9 Menyelesaikan Soal Cerita dengan Metode Pemecahan Masalah
Diatas telah disampaikan bahwa salah satu kesulitan yang sering dijumpai
siswa Sekolah Dasar khususnya keles III dalam belajar Matematika adalah
menyelesaikaan soal soal cerita sangat dibutuhkan untuk menunjang belajar mata
pelajaran lain untuk hidup dimasyarakat. Oleh karena asebab itu perlu diadakan
cara memudahkan siwa dalam menyelesaikan soal cerita yang dihadapi.
Pembelajaran dengan metode pemecahan masalah pada prinsipnya adalah
bagaimana guru melatih dari menuntun siswa menyelesaikan suatu masalah secara
sistematis dan logis, agar selanjutnya siswa menyelesaikan suatu masalah tanpa
bantuan guru. Berbicara pemecahan masalah tidak bisa dilaepaskan dari tokoh
utamanya yaitu George Polya, menurut Polya, dalam pemecahan masalah terdapat
empat langkah ynag harus dilakukan yaitu memahami masalah, membuat rencana
penyelesaian, pelaksanaan rencana penyelesaian, memeriksa kembali.
2.1.10 Langkah-langkah Pemecahan Masalah
a. Memahami masalah
Di dalam memahami masalah tujuannya untuk memperoleh gambaran
lengkap dari apa yang diketahui dan dari apa yang ditanyakan. Dengan
16
demikian seorang siswa terhindar dari memecahkan suatu soal sebelum dia
mengerti betul apa yang ditanyakan.
b. Merencanakan penyelesaian
Hal terpenting dalam penyelesaian masalah adalah menyusun semua
informasi yang relevan, karena bisa gagal penyelesaian masalah jika tidak
lengkap informasi yang diperoleh di dalam menyusun informasi yang relevan
kita harus menyusun informasi dengan menurunkan informasi dari informasi
yang diberikan dalam masalah, kemudian menyusun informasi dari masalah
lain yang analog dengan masalah yang dihadapi. Tujuan dari rencana
penyelesaian ini yaitu mengubah soal yang diberikan menjadi soal yang baku,
artinya soal-soal yang secara prinsip telah diketahui. Dengan demikian soal
itu tidak merupakan soal lagi, tinggal melakuakn pengerjaan baku.
c. Melakukan perhitungan
Melakukan perhitungan untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan langkah
sebelumnya. Kemampuan dalam memahami masalah dan dalam memperoleh
semua informasi yang relevan, bukanlah jaminan untuk bisa menyelesaikan
masalah, menyelesaikan masalah memerlukan kemampuan tertentu yang
biasanya diperoleh dari upaya intelektual karena di dalamnya ada
perhitungan. Tujuan dari tahap menyelesaikan masalah sesuai rencana yaitu
untuk mengerjakan penyelesaian menurut rencana pemecahan.
d. Memeriksa Kembali Proses dan Hasil
Memeriksa soal yang diberikan telah dipecahkan dengan baik dan tuntas.
Dengan memeriksa kembali soal dan menelaah jalan yang dikerjakan, dapat
ditemukan kesalahan-kesalahan yang mungkin telah dibuat dan dengan
demikian dapat diperbaiki yaitu dengan cara mengecek langkah-langkah yang
sudah dilakukan.
Penerapan dalam pembelajaran adalah:
a. Memahami masalah
Yaitu mengidentifikasi semua unsur yang ada didalam soal cerita ke dalam
bentuk yang lebih jelas dengan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan.
17
b. Membuat rencana penyelesaian
Pada langkah ini siswa diminta untuk menulis kalimat mateamtika dari
soal cerita itu dengan menggunakan operasi hitung yang sudah diketahui oleh
siswa, misalnya +, -, x, : dan penggunaan tanda (..).
c. Pelaksanaan rencana penyelesaian
1. Memahami masalah hitung campuran
2. + dan – atau x dan : (sama kuat), maka untuk operasi hitung yang terletak
didepan dikerjakan lebih dulu.
3. + dan x atau – dan x (lebih kuat x)
+ dan : atau – dan : (lebih kuat)
Jika dalam kalimat Matematika yang terdapat operasi hitung +, -, x, dan :
maka x dan : harus dikerjakan lebih dulu.
4. Kalimat Matematika yang menggunakan tanda kurung, maka operasi hitung
yang terdapat dalam tanda kurung harus dikerjakan lebih dulu.
5. Siswa berpasangan untuk mendiskusikan materi tentang operasi hitng
campuran.
6. Siswa yang sudah selesai berdiskusi mempresentasikan hasil diskusinya
didalam kelas.
d. Memeriksa kembali
Pada langkah ini siswa diharapkan dapat memeriksa kembali jawaban soal
cerita dengan cara mencocokan kembali antara lain jawaban dengan soal semula.
Agar 4 langkah tersebut diatas lebih jelas akan peneliti berikan contoh soal cerita
dan penyelesaiannya dengan metode pemecahan masalah.
Penerapan dalam Proses Belajar Mengajar
1. Siswa memahami masalah yang harus dikerjakan tentang operasi hitung
campuran bahwa + dan – atau x dan : (sama kuat), maka untuk operasi hitung
yang terletak didepan dikerjakan lebih dulu.
2. Siswa memahami masalah yang harus dikerjakan tentang operasi hitung
campuran bahwa + dan x atau – dan x (lebih kuat x) + dan : atau – dan :
18
(lebih kuat). Jika dalam kalimat Matematika yang terdapat operasi hitung +, -,
x, dan : maka x dan : harus dikerjakan lebih dulu.
3. Siswa juga memahami masalah yang harus dikerjakan tentang operasi hitung
campuran bahwa Kalimat Matematika yang menggunakan tanda kurung,
maka operasi hitung yang terdapat dalam tanda kurung harus dikerjakan lebih
dulu.
4. Siswa membuat rencana penyelesaian untuk menyelesaikan masalah tentang
operasi hitung campuran.
5. Melaksanakan rencana penyelesaian pada masalah operasi hitung campuran.
6. Siswa secara mandiri berpikir tentang pertanyaan yang diberikan oleh guru
mengenai materi operasi hitung campuran.
7. Siswa menjawab pertanyaan dari guru tentang hasil dari penyelesaian
masalah yang sudah diselesaikan tentang operasi hitung campuran.
(http://veynisaicha.blogspot.com/2011/07/langkah-langkah-pemecahan-masalah-
versi.html)
2.11 Keaktifan
Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi
keberhasilan proses pembelajaran. Berikut ini dapat dikemukakan beberapa
pengertian dari keaktifan belajar siswa:
Hermawan (2007: 83) keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain
adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif
membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi
dalam kegiatan pembelajaran.
Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2005: 31) belajar aktif adalah suatu
sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara
aspek koqnitif, afektif, dan psikomotorik.
Dari kedua definisi dapat disimpulkan bahwa siswa harus aktif dalm proses
belajar mengajar supaya lebih memahami dan dapat mengkonstruksi pengetahuan
dari siswa sendiri. Siswa aktif menggali pemahaman atas persoalan atau segala
19
semua yang mereka hadap dalam proses belajar mengajar dan untuk mendapatkan
hasil belajar yang berpadu antara pengetahuan, kemampuan dan respon motorik
atau tindakan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Pada penelitian yang pernah diadakan sebelumnya dilakukan oleh Afiyah
(2004) yang berjudul Meningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Menyelesaikan
Soal Cerita Matematika Bentuk Cerita Pokok Bahasan Pengerjaan Hitung
Campuran Dengan Metode Pemecahan Masalah Pada Siswa Kelas III Madrasah
Ibtidiyah Islamiyah Muncanglarang Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal
Tahun Ajar 2003/2004. Dalam penelitian dapat ditingkatkan. Partisipasi dan
keaktifan siswa meningkat dan kemampuan guru dalam pembelajaran meningkat
pula.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Wiratmoyo, 2006 dengan judul
penelitian: Pengaruh Keaktifan Siswa pada Metode Pembelajaran Kuantum
terhadap Prestasi Belajar Kimia Dasar I Kelas X Pokok Bahasan Kimia Koloid di
SMK Kimia Industri Theresiana Semarang Tahun ajaran 2004/2005.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t dan analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh keaktifan siswa dalam
pembelajaran kuantum terhadap prestasi belajar kimia dasar I pokok bahasan
kimia koloid pada siswa kelas X SMK Kimia Industri Theresiana Semarang
Tahun Ajaran 2004/2005, terbukti dari hasil analisis regresi diperoleh Fhitung =
458,43 > Ftabel (4,130) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Besarnya
pengaruh keaktifan siswa pada pembelajaran kuantum terhadap prestasi belajar
mencapai 93,1%. Hasil uji perbedaan prestasi belajar antara kelompok eksperimen
dan kontrol diperoleh thitung = 7,608 > ttabel (1,67) yang berarti rata- rata
prestasi belajar pada kelompok eksperimen sebesar 8,42 lebih tinggi daripada
kelompok kontrol sebesar 7,37. Perbedaan prestasi belajar ini disebabkan karena
pada pembelajaran kuantum lebih ditekankan pada kerjasama, diskusi, presentasi
aktif sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disarankan :1) kepada guru untuk mengembangkan kreatifitas
20
dalam pembelajaran dengan mengkaitkan kehidupan sehari- hari dalam
pembelajaran sehingga keaktifan siswa dapat lebih ditingkatkan. 2) Peneliti lain
diharapkan dapat melakukan penelitian dengan lingkup yang lebih besar dengan
menambah variabel seperti motivasi belajar dan minat belajar.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian tersebut bisa dikatakan hasil tes formatif tentang soal
cerita masih rendah, maka dari itu soal cerita dapat diselesaikan dengan metode
pemecahan masalah. Dengan menggunakan PTK diupayakan dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas III SD N 1 Kapencar Kec kertek Kab Wonosobo dalam
menyelesaikan soal cerita. Bagai mana meningkatkan kemampuan menyelesaikan
soal cerita.
Bagi guru sekolah Dasar kelas rendah (kelas I, II dan III) yang siswanya
masih berperilaku dan berfikir kongkrit, pembelajaran sebaiknya derancang secara
terpadu dengan menggunakan metode pemecahan masalah agar dapat
memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
21
Gambar 2.1
Kerangka berpikir Penelitian Tindakan Kelas
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan masalah dan kajian pustaka yang peneliti kemukakan di atas
maka dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: dengan metode
pemecahan masalah dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam
menyelesaikan soal Matematika bentuk cerita pokok bahasan pengerjaan hitung
campuran pada siswa kelas III SD Negeri Kapencar Kec. Kertek Kab. Wonosobo
Tahun ajaran 2011/2012.
Dengan mengacu pada kerangka berpikir di depan, diduga bahwa dengan
metode pemecahan masalah daapt meingkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
dalam menyelesaikan soal Matematika bentuk cerita pokok bahasan pengerjaan
Guru Tanpa tindakan
Siswa keaktifans belajar siswa rendah Hasil belajar dibawah KKM 65
PBM
Siswa Keaktifan belajar siswa meningkat
Siklus 1 Metode pemecahan masalah pada soal cerita operasi hitung campuran + dan -
Guru Dengan tindakan
menggunaan metode pemecahan masalah
Perbaikan
Siswa keaktifan belajar siswa lebih meningkat hasil belajar siswa diatas KKM
Siklus 2 Metode pemecahan masalah pada soal cerita operasi hitung campuran X dan :
22
hitung campuran pada siswa kelas III SD Negeri Kapencar Kec. Kertek Kab.
Wonosobo Tahun ajaran 2011/2012