bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pembelajaran...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika
Seperti yang telah dipaparkan pada bab 1 mengenai pengertian
matematika, menurut Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi,
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan tekhnologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya
pikir manusia.
Hakikat matematika menurut Soedjadi (2000:11) memberikan definisi
matematika sebagai berikut:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Menurut Ismail (Hamzah, Muhlisrarini, 2014:48) hakikat matematika
adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitunganya, membahas masalah-
masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola,
bentuk dan struktur, sarana berfikir, kumpulan system, struktur dan alat.
Pengertian matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2013:1), memberikan
definisi matematika sebagai berikut:
Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak
menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau
postulat, dan akhirnya ke dalil.
Berdasarkan teori tersebut, matematika dinilai menjadi dasar aspek
kehidupan manusia dalam berbagai hal yang melalui ilmunya dapat
mengembangkan dan menciptakan tekhnologi modern yang canggih yang dapat
kita rasakan sekarang. Matematika juga merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
7
cara-cara berfikirnya adalah dengan memikirkan segala sesuatunya secara rasional
dan masuk diakal manusia yang berhubungan dengan kenyataan dan berkaitan
dengan bilangan. Matematika juga disebutkan sebagai bahasa yang simbolis yang
berhubungan dengan angka-angka yang fungsinya memberikan penjelasan untuk
memudahkan manusia dalam berfikir. Jadi dengan begitu ilmu matematika
mempunyai dampak atau pengaruh yang sangat penting untuk meningkatkan daya
berfikir manusia.
Menurut Susanto (2013:185) matematika merupakan salah satu disiplin
ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan berargumentasi,
memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia
kerja, serta memberikan dukungan dalam peengembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud matematika dalam
penelitian ini adalah ilmu yang menjadi dasar perkembangan tekhnologi
mendasari perkembangan tekhnologi. Matematika memiliki peranan penting
dalam meningkatkan cara berfikir manusia guna mengembangkan pengetahuan
dan tekhnologi modern. Jadi, matematika adalah ilmu yang sangat berperan
penting dalam setiap aspek kehidupan.
Mata pelajaran Matematika di SD menurut Permendiknas No. 20 Tahun 2006
tentang Standar Isi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep
danmengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dantepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasimatematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
ataumenjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah,merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkansolusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
medialain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitumemiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajarimatematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
8
Ruang lingkup pembelajaran Matematika dalam Permendiknas No. 20
Tahun 2006 dijelaskan ruang lingkup bahan kajian Matematika untuk SD/MI
meliputi aspek-aspek berikut: 1). Bilangan, 2). Geometri dan pengukuran, 3).
Pengolahan data. Beberapa ruang lingkup untuk bahan kajian Matematika di
SD/MI tersebut dijabarkan lagi menjadi beberapa Standar Kompetensi (SK) dari
masing-masing ruang lingkup tersebut. Standar Kompetensi juga di jabarkan lagi
menjadi beberapa Kompetensi Dasar (KD). Standar Kompetensi Matematika
dalam penelitian ini yaitu SK 8 “Memahami sifat bangun ruang sederhana dan
hubungan antar bangun datar”, dengan KD 8.1 “Menentukan Sifat-Sifat Bangun
Ruang Sederhana”.
2.1.1.1 Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Susanto (2013: 4) pembelajaran adalah komunikasi dua arah,
mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik. Menurut Dimyati (Susanto) pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa
belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Selanjutnya menurut Slavin pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan
tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman. Pada usia 7-11 tahun
anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas kongkrit dan sudah mulai
berkembang rasa ingin tahunya (Piaget, 2009: 50). Berdasarkan pengertian
pembelajaran tersebut, dalam menyampaikan pembelajaran matematika
diperlukan model metode atau strategi yang sesuai dengan tingkat berfikir anak,
sehingga penyampaikan pelajaran matematika yang abstrak menjadi kongkrit.
Selanjutnya setelah paham mengenai cara penyampaian yang mengantar ke
sesuatu yang nyata, baru dipindahkan pada konsep matematika yang abstrak.
Sebagai langkah awal untuk memulai menyampaikan materi matematika yang
abstrak melalui kongkrit bisa berpedoman pada teori belajar Dienes.
Dalam teori belajar yang disampaikan oleh Dienes lebih ditekankan pada
pembentukan konsep-konsep melalui penyampaian materi yang diselingi dengan
permainan, dan mengarahkan pada konsep-konsep yang bersifat abstrak.
9
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (Resnick, 1981) dapat dicapai
melalui pola berkelanjutan, yang setiap langkah dalam rangkaian kegiatan belajar
dari kongkret ke simbolik. Jadi berdasarkan teori belajar Dienes dapat diambil
kesimpulan bahwa konsep-konsep, materi yang ada pada matematika disajikan
dalam bentuk yang konkret, akan dapat dipahami dengan baik dalam bentuk
permainan dan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan siswa.
Pembelajaran matematika yang dikemas dengan permainan, biasanya lebih
berkesan pada kegiatan senang-senangya dalam permainan, sehingga siswa lupa
dengan materi yang disampaikan. Oleh karena itu agar siswa bisa menerima
pembelajaran matematika yang disampaikan, yang perlu dilakukan guru adalah
setiap konsep yang baru dipahami siswa perlu diberi penguatan atau motivasi, dan
bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat pada pola berpikir
siswa. Menurut Skinner tentang Operation Conditioning terdapat pemahaman
bahwa penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku subjek,
yang relatif sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin
pendidikan) yaitu dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul,
kemudian setiap respons tersebut diberikan penguatan (reinforcement). (Ermis
Suryana, ˮOperant Conditioningˮ). Skinner menganggap “reward ” atau
“reinforcement” sebagai factor terpenting dalam proses belajar.
Oleh sebab itu maka diperlukan penyampaian materi matematika yang
menyenangkan bagi siswa, siswa diajak untuk bermain, tanpa menghilangkan
materi yang disampaikan kepada siswa yakni diberikan penguatan dalam setiap
kegiatan pembelajaranya. Penguatan bisa dilakukan dengan cara diberikan aturan-
aturan dalam setiap melakukan permainan, diberikan reward dan punishment
sebagai wujud pemberian motivasi atau penguatan kepada siswa.
Berdasarkan beberapa teori tersebut pembelajaran matematika dalam
penelitian ini adalah merupakan proses interaksi yang terjadi antara guru dan
peserta didik dalam menangkap materi matematika yang diajarkan melalui
pembelajaran yang menyenangkan, terdapat penguatan dalam penyampaianya
sehingga materi yang diajarkan tetap tahan lama dalam pemikiran dan dapat
10
dipahami dengan baik oleh siswa. Berdasarkan pengertian tersebut penulis
meggunakan model Teams Games Tournament.
2.1.2 Teams Games Tournament
2.1.2.1 Hakikat Teams Games Tournament
Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang di desain dan dikembangkan oleh Slavin pada tahun 1995 untuk
membantu siswa mereview dan menguasai mata pelajaran (Huda, 2013:197).
Menurut Rusman (2013:244) TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan
5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras
yang berbeda. Menurut Slavin (Taniredja, 2014: 67), model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) memiliki lima komponen utama
dalam pembelajaran yaitu penyajian kelas (class Presentation), kelompok (teams),
Permainan (games), kompetisi (tournament), pengakuan kelompok (teams
recognition).
Secara umum TGT sama dengan STAD kecuali satu hal TGT
menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan sistem skor kemajuan
individu dengan menggunakan kuis-kuis. Dalam TGT setiap anggota ditugaskan
untuk mempelajari materi terlebih dahulu bersama dengan anggota-anggota yang
lainya. Kemudian mereka diuji secara individual melalui game akademik.
Menurut Saco (dalam Rusman, 2013: 224) mengatakan bahwa dalam TGT siswa
memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor
bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun oleh guru dalam
bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi
pelajaran. Menurut Slavin (2005: 166) menjelaskan bahwa permainan atau games
dalam TGT terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontenya relevan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi
dikelas dan pelaksanaan kerja tim. Asma (2006:54) menegaskan bahwa model
TGT adalah suatu model pembelajaran yang didahului dengan penyajian materi
pembelajaran oleh guru dan di akhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan
11
kepada siswa. Menurut Slavin (Rusman, 2013:225) model pembelajaran
kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
2. Games tournament
3. Penghargaan kelompok.
Berdasarkan uraian tersebut, maka model pembelajaran Teams Games
Tournamen (TGT) dalam penelitian ini adalah salah satu model pembelajaran
secara berkelompok, proses pembelajaran yang dilakukan disajikan dalam bentuk
turnamen akademik. Model Teams Games Tournamen (TGT) adalah model yang
didalam langkah-langkah pembelajaran terdapat penghargaan bagi kelompok yang
berhasil.
2.1.2.2 Karakteristik Teams Games Tournament
Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), menurut
Slavin (2011:67) ada lima komponen utama dalam pembelajaran tipe Teams
Games Tournament yaitu:
1. Penyajian Kelas (Class Presentation)
Penyajian kelas dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT tidak berbeda
dengan pengajaran biasa, hanya pengajaran lebih difokuskan pada materi yang
sedang dibahas. Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah berada
dalam kelompoknya. Dengan demikian mereka memperhatikan dengan serius
selama pengajaran penyajian kelas berlangsung sebab setelah ini mereka harus
mengerjakan games akademik dan skor mereka akan menentukan skor
kelompok mereka.
2. Kelompok (Teams)
Kelompok disusun dengan beranggotakan 4-5 orang yang mewakili
pencampuran dari berbagai keragaman dalam kelas seperti kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, atau etnik. Fungsi utama mereka dikelompokan
adalah anggota-anggota kelompok saling meyakinkan bahwa mereka dapat
bekerjasama dalam belajar dan mengerjakan games dan lebih khusus lagi
menyiapkan semua anggota dalam menghadapi kompetisi.
12
3. Permainan atau Games
Pertanyaan dalam games disusun dan dirancang dari materi yang relevan
dengan materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh
masing-masing kelompok. Sebagian besar pertanyaan pada kuis adalah benuk
sederhana. Setiap siswa mengambil sebuah kartu yang berisi nomor dan
menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor pada kartu tersebut.
4. Kompetisi atau turnamen
Turnamen adalah susunan beberapa games yang dipertandingkan. Biasanya
dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit pokok bahasan, setelah guru
memberikan penyajian kelas dan kelompok mengerjakan lembar kerjanya.
Untuk ilustrasi turnamen dapat dilihat pada skema berikut ini;
Gambar 2.1 Penempatan pada Meja Turnamen
5. Pengakuan kelompok (teams recognition)
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan berupa
hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar
sehingga mencapai kriteria yang telah disepakati bersama.
13
Menurut Taniredja dkk (2011˸72) Kelebihan dan kekurangan pembelajaran
koooperatif tipe Teams Games Turnament (TGT) adalah:
Kelebihan model Teams Games Tournament:
a. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan
menggunakan pendapatnya.
b. Rasa percaya diri mahasiswa menjadi lebih tinggi.
c. Perilaku menggangu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil.
d. Motivasi belajar mahasiswa bertambah
e. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap pokok bahasan.
f. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara mahasiswa dan
antara mahasiswa dengan dosen.
g. Siswa dapat menelaah sebuah mata pelajaran atau pokok bahasan bebas
mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam diri
mahasiswa tersebut dapat keluar, selain itu kerjasama antar siswa juga siswa
dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan
tidak membosankan.
Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) adalah:
1. Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta
menyumbangkan pendapatnya.
2. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran
3. Kemungkinan terjadinya kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas.
Berdasarkan beberapa teori tersebut Teams Games Tournament merupakan
permainan berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang
diberi angka. Tiap siswa, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan
berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut.
Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan
(kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal
sulit untuk anak pintar dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar.
Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor
bagi kelompoknya.
14
Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai
penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu metode pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus
ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Mengatasi kelemahan yang terjadi pada model Teams Games Tournament
peneliti mencoba mengatasi agar setiap kegiatan pembelajaran semua siswa
berperan aktif dalam menyumbangkan pendapat, dalam kegiatan pembelajaran
diberlakukan sistem poin. Sistem dimana siswa itu aktif akan mendapat poin atau
reward berupa pin bintang yang dapat di tulis didepan kelas sehingga semua siswa
dapat mengamati poin yang mereka dapat. Dengan begitu akan timbul rasa ingin
mendapatkan bintang lebih dari teman-temanya. Sehingga siswa akan termotivasi
untuk selalu aktif dalam menyumbangkan setiap pendapatnya. Sedangkan untuk
mengatasi kegaduhan dikelas bisa dilakukan dengan memberikan aturan dalam
setiap pembelajaran. Siswa yang gaduh dan membuat kebisingan dalam
pembelajaran mendapatkan punishment dengan pengurangan poin. Sehingga
dengan begitu pembelajaran dengan tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat
berjalan dengan baik. Ciri khas yang membedakan metode pembelajaran tipe TGT
dengan metode kooperatif lainya adalah adanya turnamen yang
mempertandingkan antar kelompok.
Berdasarkan uraian tentang karakteristik Teams Games Tournament dalam
penelitian ini maka pembelajaran dalam model ini adalah pembelajaran dimana
sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara berkolaborasi
sehingga dapat merangsang siswa untuk lebih bergairah dalam mengikuti setiap
pembelajaran, dan kegiatan akhirnya adalah pengakuan kelompok dengan
pemberian penghargaan berupa reward atau hadiah.
15
2.1.2.3 Peran Guru dalam Model Cooperatif Learning Tipe Teams Games
Tournament (TGT)
(Hasan,1996:62) peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah
sebagai fasilitator, mediato, director motivator, dan evaluator. Peran guru dalam
Teams Games Tournament (Israwan,2014) adalah sebagai berikut:
a. Membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan
pembelajaran.
b. Berperan sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator dan motivator,
bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan utama bagi
siswa.
c. Harus mampu menciptakan suasana psikologis yang dapat
membangkitkan respon siswa.
d. Menekankan pentingnya bekerjasama secara kooperatif dalam
kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan
pembelajaran,termasuk upaya meningkatkan keterampilan kooperatif
siswa.
e. Memberikan bantuan terbatas pada siswa yang membutuhkan bantuan.
Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan untuk membuka wawasan
siswa.
Peranan guru dalam model Teams Games Tournament dalam
pembelajaran kelompok yaitu; (a) pembentukan kelompok (c) perencanaan tugas
kelompok, (d) pelaksanaan, dan (d) evalusi hasil belajar kelompok.
Berdasarkan pendapat tersebut peran guru dalam Teams Games
Tournament dalam penelitian ini adalah memfasilitasi peserta didik dengan
menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, membantu dalam
kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan yang akan digunakan
serta membantu kelancaran belajar, selain itu guru harus menjadi mediator yang
berperan sebagai penghubung dalam mengkaitkan materi pembelajaran yang
sedang dibahas, guru juga berperan dalam membimbing sera mengarahkan
jalanya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban.
Disamping itu guru juga harus memberikan motivasi bagi siswa untuk aktif dalam
berpartisipasi. Peran ini sangat penting untuk memberikan semangat dan dorongan
belajar kepada siswa dalam mengembangkan keberanian untuk menyumbangkan
pendapatnya.
16
2.1.2.4 Langkah-Langkah Teams Games Tournament
Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Learning menurut Taniredja
dkk (2011: 61)
Tabel 2.1
Langkah-langkah untuk Cooperative Learning
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1. Orientasi Menjelaskan tujuan, materi, waktu, langkah-
langkah serta hasil akhir yang diharapkan
dikuasai oleh siswa, serta system penilaianya.
2. Kerja Kelompok Memberi penjelasan dan mengkondisikan
kesiapan serta membantu siswa bahwa
pembelajaran yang akan dilakukan adalah dengan
membentuk kelompok belajar kecil 4-5 orang,
memberitahukan cara kerja kelompok dan
tanggung jawab masing-masing anggota
kelompok, memberikan panduan tentang materi,
waktu selama berkelompok, serta hasil akhir yang
harus dicapai siswa.
3. Tes/Kuis Membantu siswa dalam memahami topik/masalah
yang sudah dikaji bersama. Dan mendorong siswa
untuk menjawab tes atau kuis yang akan
digunakan untuk melihat pemahaman siswa
terhadap konsep/topik yang dikaji.
4. Penghargaan Kelompok Memberikan penguatan/memotivasi siswa dengan
memberikan penghargaan kepada kelompok yang
berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes
individu.
Sumber : Taniredja dkk 2011: 61
17
Langkah-langkah model Teams Games Tournament menurut Slavin
(Taniredja, 2011:67) sebagai berikut:
Tabel 2.2
Sintaksis Teams Games Tournament
Fase 1 Tingkah Laku Guru
Penyajian kelas Menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan
materi yang akan diajarkan, dan memberi penjelasan
kepada siswa bahwa akan melaksanakan
pembelajaran dengan model Teams Games
Tournament.
Memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran
Fase 2
Bekerja dalam kelompok
Memberikan penjelasan agar siswa memindahkan
bangku untuk membentuk meja tim. Dan
menyampaikan bahwa siswa akan bekerja sama
dengan kelompok belajar selama beberapa
pertemuan, mengikuti turnamen akademik untuk
memperoleh poin bagi nilai tim mereka.
Fase 3
Permainan atau games
Memberikan pertanyaan dalam permainan yang
disusun berdasarkan materi yang telah disajikan,
guru meminta siswa mengambil kartu bernomor dan
menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor kartu.
Fase 4
Kompetisi atau turnamen
Membantu siswa melakukan pertandingan yang
dilakukan pada akhir minggu atau akhir unit pokok
bahasan
Fase 5
Pengakuan kelompok
Membantu siswa untuk melakukan penilaian dengan
mempertimbangkan penilaian kelompok-kelompok
yang lainya dalam memberikan penghargaan berupa
hadiah kepada kelompok yang mendapatkan skor
paling tinggi.
Sumber : Taniredja dkk 2011: 67
Berdasarkan beberapa uraian mengenai langkah-langkah pembelajaran
Teams Games Tournament, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak dan
implementasi kegiatan pembelajaran model Teams Games Tournament
berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Pengaplikasian langkah-langkah Teams Games Tournament ke dalam
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disajikan pada tabel 2.3.
berikut ini:
Berikut tabel implementasi pembelajaran menggunakan Teams Games
Tournament berdasarkan standar proses sebagai berikut:
18
Tabel 2.3
Implementasi Model Teams Games Tournament berdasarkan Permendiknas No 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintaks
TGT
Langkah
dalam Standar
Proses
Kegiatan Guru Kegiatan siswa
Penyajian
kelas
Pendahuluan Menjelaskan tujuan pembelajaran,
memberikan materi yang akan
diajarkan, dan memberikan
penjelasan kepada siswa bahwa akan
melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan model Teams Games
Tournament, mengkondisikan siswa
dalam kelas menjadi beberapa
kelompok. Memotivasi siswa agar
terlibat dalam kegiatan pelajaran
Siswa mendengarkan guru
dalam menjelaskan,
memberikan pelajaran dan
melaksanakan
pembelajaran dengan
model Teams Games
Tournament.
Bekerja
dalam
kelompok
Eksplorasi Membimbing siswa dalam kelompok,
Memberikan penjelasan agar siswa
memindahkan bangku untuk
membentuk meja tim dan
menyampaikan bahwa siswa akan
bekerja sama dengan kelompok
belajar selama beberapa pertemuan,
mengikuti turnamen akademik untuk
memperoleh poin bagi nilai tim
mereka.
Siswa mendengarkan
instruksi yang guru
katakan yaitu
memindahkan bangku dan
membentuk menjadi tim.
Siswa bersama dengan
kelompoknya masing-
masing mempersiapkan
diri untuk mengikuti
turnamen akademik yang
diberikan oleh guru
Permainan
atau games
Elaborasi Mendampingi siswa dalam
melakukan permainan, serta
memberikan pertanyaan dalam
permainan yang disusun berdasarkan
materi yang telah disajikan, guru
meminta siswa mengambil kartu
bernomor dan menjawab pertanyaan
sesuai dengan nomor kartu.
Siswa dibantu dengan tim
dalam kelompoknya
mengambil kartu
bernomor dan menjawab
pertanyaan yang diberikan
oleh guru
Kompetisi
atau
turnamen
Elaborasi Membantu siswa melakukan
pertandingan yang dilakukan pada
akhir minggu atau akhir unit pokok
bahasan
Siswa bersama dengan
kelompok bersiap-siap
untuk melakukan
pertandingan atau
turnamen
Pengakuan
kelompok
Konfirmasi Membantu siswa untuk melakukan
penilaian dengan
mempertimbangkan penilaian
kelompok-kelompok yang lainya
dalam memberikan penghargaan
berupa hadiah kepada kelompok
yang mendapatkan skor paling tinggi.
Kelompok dengan
perolehan nilai paling
tinggi mendapatkan
penghargaan atau reward
dari guru.
19
2.1.3 Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional menurut I Wayan Sukra (2009) model
pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang berpusat pada
guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru, jadi
guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk
dalam menilai kemajuan siswa.
Sedangkan menurut. Ujang Sukandhi (dalam Sunarto, 2009)
mendiskripsikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru
mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan
sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.
Menurut Majid, Abdul dkk (2014:184) pembelajaran konvensional diartikan
sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan,
sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memerhatikan
keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).
Dari beberapa pengertian oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang diartikan
sebagai pembelajaran yang semua kegiatan pembelajaran berpusat pada guru,
dimana guru guru menjadi sumber utama pembelajaran. Pembelajaran ditandai
dengan kegiatan guru ceramah didepan kelas dan cenderung menempatkan siswa
dalam posisi pasif. Atau siswa hanya sebagai penerima pengetahuan,.
Model pembelajaran konvensional juga memiliki ciri- ciri yaitu sebagai berikut:
Kholik (2011) dalam artikelnya menjelaskan ciri-ciri pembelajaran
konvensional adalah:
1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima
pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari
informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
2. Belajar secara individual
3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4. Perilaku dibangun atas kebiasaan
20
5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
8. Interaksi diantara siswa kurang
9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Menurut Burrowers (Juliantara, 2009) pembelajaran konvensional memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pembelajaran berpusat pada guru
2. Terjadi passive learning
3. Interaksi di antara siswa kurang
4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif.
Menurut Taniredja (2011:45-46), keunggulan dari pembelajaran
konvensional adalah 1) Cepat untuk menyampaikan informasi, 2) dapat
menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada
sejumlah besar pendengar. Disamping itu juga ada kelemahannya dari
pembelajaran konvensional yaitu: a) komunikasi yang terjadi hanya satu arah, b)
guru mengalami kesukaran untuk memenuhi kebutuhan individual pendengar
yang heterogen dan c) siswa tidak diberi kesempatan untuk berfikir dan
berperilaku kreatif.
Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional menurut Yaza (2011)
adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama, menyampaikan tujuan. Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut.
2. Tahap dua, menyajikan informasi, guru menyajikan informasi kepada siswa
secara tahap demi tahap dengan metode ceramah
3. Tahap ketiga, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Guru
mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik.
4. Tahap keempat, memberikan kesempatan latihan lanjutan. Guru memberikan
tugas tambahan untuk dikerjakan dirumah.
21
Sedangkan menurut Djamarah (2010) langkah-langkah pembelajaran
konvensional adalah:
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini guru menciptakan kondisi belajar siswa sebelum melakukan
pembelajaran, seperti menyiapkan peralatan alat tulis, buku dan sikap
siswa sebelum belajar dimulai.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini guru menyajikan pelajaran dengan ceramah dalam
menyampaikan materi pelajaran dan memberikan kesempatan siswa untuk
bertanya
3. Evaluasi/tindak lanjut
Pada tahap ini guru mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa
melalui tes lisan dan tertulis
Adapun langkah-langkah pembelajaran dari model pembelajaran
konvensional menurut Sujarwo (2011) adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Guru memberikan informasi atau mendiskusikan bersama siswa dari
materi pelajaran yang disampaikan.
Tahap 2: Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secara individu oleh siswa
Tahap 3: Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan cara beberapa siswa
diminta mengerjakan dipapan tulis.
Tahap 4: Guru memberi tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah
Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran konvensional diatas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru menyajikan materi
3. Guru mengadakan tanya jawab
4. Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secara individu oleh siswa.
5. Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan beberapa siswa diminta
mengerjakan dipapan tulis
6. Guru memberi tugas pekerjaan rumah kepada siswa
7. Guru mengadakan penilaian melalui tes
22
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.4.1. Pengertian Hasil Belajar
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang bila kita amati
adalah mata pelajaran yang banyak ditakuti oleh siswa. Mereka selalu
beranggapan bahwa matematika berkaitan dengan menghitung, maupun
manghafalkan rumus-rumus. Oleh karena itu guru harus cerdas dalam memilih
model yang akan digunakan dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Bila kita perhatikan masih banyak guru-guru yang cara mengajar
pembelajaran khususnya matematika selalu menggunakan pembelajaran
konvensional yaitu ceramah. Dengan penggunaan metode yang seperti ini terlihat
jelas bahwa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran hanyalah guru saja atau
teacher center, sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mengamati guru
menyampaikan materi dengan menulis dipapan tulis. Tanpa sering dipikirkan
apakah siswa mendengarkan dan mengamati, serta telah paham dengan materi
yang diajarkan.Dampak dari pembelajaran seperti ini, bila dilakukan secara terus
menerus akan membuat siswa bosan dalam mengikuti pembelajaran. Banyak
siswa yang mengantuk atau bermain dengan teman sebelahnya. Siswa tidak
paham dengan apa yang diajarkan dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Menurut (Suprijono, 2011:5) hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Menurut Supriyanto (Thobroni, 2015:20) hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa
(learner’s performance) (Suprihatiningrum, 2013:37). Menurut Bloom (Thobroni,
2015:21) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1. Domain Kognitif mencakup:
a. Knowledge (pengetahuan, ingatan);
b. Comprehension (pemahaman,4 menjelaskan, meringkas, contoh);
c. Application (menerapkan);
23
d. Analysis (menguraikan, menentukan hubungan);
e. Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan
baru);
f. Evaluating (menilai).
2. Domain Afektif mencakup:
a. Receiving (sikap menerima);
b. Responding (memberikan respon);
c. Valuing (menilai);
d. Organization (organisasi);
e. Characterization (karakterisasi).
3. Domain Psikomotor mencakup:
a. initiatory;
b. Pre-routine;
c. Rountinized;
d. keterampilan produktif, teknik, fisik, social, manajerial, dan intelektual
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud hasil belajar dalam
penelitian ini adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang atau kemampuan-
kemampuan yang ditunjukan oleh siswa baik itu dalam perubahan tingkah laku
maupun dalam bentuk angka atau skor yang biasanya didapatkan siswa setelah
melakukan sesuatu yang dinilai. Hasil belajar terkadang sesuai dengan yang kita
inginkan tapi juga terkadang tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
Dari ketiga domain sebagai penilaian hasil belajar, domain kognitiflah
yang akan digunakan untuk mengukur apakah pembelajaran yang dilakukan telah
efektif.
Hasil belajar yang diperoleh siswa bukan hanya semata-mata sebatas karena
kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran saja, namun ada
faktor-faktor lain yang memengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Susanto
(2013:12) “hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, yaitu siswa itu sendiri
dan lingkungan”. Hal ini sesuai dengan pendapat Wasliman (Susanto, 2013:12)
yang mengatakan bahwa “hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan
hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal
24
maupun eksternal”. Wasliman juga menambahkan bahwa “sekolah merupakan
salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa”.
Menurut Susanto (2013:12)
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta
didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal
meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan,
sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar peserta didik yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Sedangkan Rusefendi (Susanto, 2013:14) mengidentifikasi faktor-faktor
yang memengaruhi hasil belajar kedalam sepuluh macam, yaitu : 1)kecerdasan;
2)kesiapan anak; 3)bakat anak; 4)kemauan belajar; 5)minat anak; 6)model
penyajian materi; 7)pribadi dan sikap guru; 8)suasana belajar; 9)kompetensi guru;
10)kondisi masyarakat.
Jadi, berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat memengaruhi hasil belajar, yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu berbagai macam faktor yang berasal dari dalam
diri siswa yang bermacam-macam bentuknya. Sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang juga bermacam-macam
bentuknya.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian dari Afandi, Mahmud. 2014: Pengaruh Pembelajaran
Teams Games Tournament (TGT) Berbantu Domino Matematika (DOMAT)
Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SD N Gugus Dahlia Desa
Dadapayam Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas kristen Satya Wacana Salatiga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran TGT berbantu DOMAT
terhadapat hasil belajar matematika kelas VI SD N Gugus Dahlia Desa
Dadapayam Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukan dari
nilai signifikan uji t sebesar 0,023 < 0,05. Hasil belajar siswa yang diajar dengan
pembelajaran TGT berbantu DOMAT lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa
25
yang diajar tanpa pembelajaran TGT berbantu DOMAT. Hasil rata-rata kelas
eksperimen sebesar 69, 94 lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol sebesar
62,59.
Selanjutnya hasil penelitian dari Sari, Lia Wahyu Puspita. 2013. Pengaruh
Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Dengan Berbantuan
Media Puzzle Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Candigaron
01 Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-
rata nilai hasil belajar IPA siswa kelas eksperimen sebesar 85,22 dan rata-rata
kelas kontrol sebesar 75,75 analisis data nilai t adalah 3,3861 dengan probabilitas
signifikansi 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diambil
keputusan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas IV SD yang diajar dengan model
Teams Games Tournament dengan berbantu Puzzle berpengaruh terhadap hasil
belajar IPA.
Selanjutnya hasil penelitian dari Pangestuti. 2012: Pengaruh Penerapan
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Turnament) Terhadap Hasil
Belajar Matematika Berdasarkan Gender Siswa Kelas IV SD Negeri Krapyak
Gugus Mendhut Kabupaten Wonogiri Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas kristen Satya Wacana
Salatiga. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh penerapan
pembelajaran TGT terhadap hasil belajar tetapi gender tidak berperan menentukan
hasil belajar bahwa terdapat pengaruh penerapan pembelajaran TGT terhadap
hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata – rata siswa kelas
eksperimen 78,79 dan nilai rata – rata kelas kontrol 69,84. Nilai rata – rata 78,79
> 69,84, di mana selisih 8,95 yang berarti kelompok eksperimen dengan
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik daripada 50 kelompok kontrol yang
menggunakan pembelajaran konvensional, dengan kata lain perlakuan yang
diberikan dalam pembelajaran mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa.
Selanjutnya hasil penelitian dari Sunario, F. 2012. Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament
(TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kauman
Lor 03 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Semester Genap Tahun
26
2011/2012. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran
Cooperative Learning tipe Teams Games Tournament (TGT) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap terhadap hasil belajar matematika siswa kelas
V SD Negeri Kauman Lor 03. Hal tersebut ditunjukan oleh rata-rata nilai posttest
siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata nilai posttest siswa kelas
control, yaitu 87,22 > 67,48. Perbedaan rata-rata (mean difference) dari rata-rata
nilai posstest antara kedua kelas tersebut sebesar 12,739, dimana t hitung 3,678 > t
tabel 2,017 dengan tingkat signifikansi 0,001 yang < 0,05, maka dapat dikatakan
bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe Teams Games Tournament
(TGT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri
Kauman Lor 03.
Berdasarkan uraian tentang penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
maka dalam penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan pengaruh
model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar.
2.3 Kerangka Berpikir
Teams Games Tournament merupakan salah satu metode pembelajaran
cooperative learning yang tepat digunakan dalam pembelajaran di SD. Melalui
model Teams Games Tournament dapat membantu siswa dalam berinteraksi dan
menggunakan pendapatnya dan dapat mengembangkan rasa percaya diri siswa
menjadi lebih tinggi.
Pembelajaran yang dilakukan dengan model Teams Games Tournament ini adalah
model yang menyenangkan untuk siswa belajar apalagi belajar mata pelajaran
matematika. Siswa tidak akan takut mengikuti pembelajaran tetapi mereka akan
lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran karena salah satu langkah
model TGT adalah dengan pertandingan berkelompok menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan materi yang diajarkan. Selain itu ada pemberian penguatan atau
motivasi bagi kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi.
Model tersebut akan lebih menyenangkan apalagi bila ditambah sistem poin
dan aturan permainanya. Pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat
27
diterima dengan baik oleh siswa, apalagi pada awal kegiatan sudah diberikan
motivasi atau penguatan berupa reward atau hadiah bagi siswa yang aktif dalam
pembelajaran dan tim yang menang dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga
motivasi siswa dalam belajar akan meningkat dan juga berdampak pada hasil
belajar siswa akan lebih baik.
Berikut ini kerangka berfikir penggunaan model pembelajaran Teams
Games Tournament (TGT) :
1. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT mengikuti
urutan: belajar kelompok, turnamen akademik, penghargaan tim, dan
pemindahan atau bumping.
2. Pembelajaran diawali dengan memberikan pelajaran, selanjutnya
diumumkan kepada semua siswa bahwa akan mmelaksanankan
pembelajaran tipe TGT dan siswa memindahkan bangku untuk membentuk
meja tim. Kepada siswa disampaikan bahwa mereka akan bekerja sama
dengan kelompok belajar selama beberapa pertemuan, mengikuti turnamen
akademik untuk memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta diberitahukan
tim yang mendapatkan nilai tinggi akan mendapatkan penghargaan.
3. Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 3-4
siswa dari tim yang berbeda dengan kemampuan setara. Pada permulaan
turnamen diumumkan penetapan bagi siswa. Siswa diminta mengatur meja
turnamen yang ditetapkan, nomor meja turnamen bisa diacak. Setelah
kelengkapan dibagikan dapat dimulai kegiatan turnamen. Bagan bagi
putaran permainan dengan 3 siswa dalam satu meja turnamen dapat dilihat
pada bagan berikut’ ini:
28
Sumber : Taniredja dkk : 2011
Gambar 2.2
Putaran Permainan
4. Pada akhir putaran pemenang mendapat satu kartu bernomor, penantang yang
kalah mengembalikan perolehan kartunya bila sudah ada namun jika
pembaca kalah tidak diberikan hukuman. Dengan model yang mengutamakan
kerja kelompok dan kemampuan menyatukan intelegensi siswa yang
berbeda-beda akan membuat siswa mempunyai nilai dalam segi kognitif,
afektif dan psikomotor secara merata satu siswa dengan siswa yang lain.
Dengan model yang mengutamakan kerja kelompok dan kemampuan
menyatukan intelegensi siswa yang berbeda-beda akan membuat siswa
mempunyai nilai dalam segi kognitif, afektif dan psikomor secara merata satu
siswa dengan siswa yang lain. Berdasarkan penjelasan tersebut, kerangka
berfikir dapat digambarkan sebagai berikut;
Pembaca
1. Ambil satu kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan
nomor tersebut pada lembar permainan.
2. Bacalah pertanyaan dengan keras
3. Coba untuk menjawab
Penantang I
Menantang jika memang dia mau (dan memberi jawaban berbeda)
atau boleh melewatinya
Penantang II
Boleh menantang jika penantang I melewati, dan jika dia memang mau.
Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, penantang II
memeriksa lembar jawaban. Siapapun yang jawabanya benar berhak
menyimpan kartunya.
29
Gambar 2.3
Skema Pengaruh TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Sifat-
Sifat Bangun Ruang Kubus dan Balok
Pembelajaran Matematika
Sifat-Sifat Bangun Ruang Kubus dan
Balok
Pembelajaran Konvensional
Sifat-Sifat Bangun Ruang Kubus
dan Balok
Guru menyampaikan materi
Sifat-Sifat Bangun Ruang Kubus
dan Balok
Tanya jawab guru dengan siswa
mengenai materi Sifat-Sifat
Bangun Ruang Kubus dan Balok
Mengerjakan soal latihan
mengenai materi Sifat-Sifat
Bangun Ruang Kubus dan Balok
Membahas bersama latihan soal
mengenai materi Sifat-Sifat
Bangun Ruang Kubus dan Balok
Tes Hasil
Belajar
Skor Tes
Hasil Belajar
Model Teams Games Tournament
Sifat-Sifat Bangun Ruang Kubus
dan Balok
Guru menyampaikan materi Sifat-
Sifat Bangun Ruang Kubus dan
Balok
Siswa dibagi menjadi kelompok
belajar dengan jumlah 4-5 orang
siswa tiap kelompok
Siswa mengerjakan LKK mengenai
materi Sifat-Sifat Bangun Ruang
Kubus dan Balok
Perwakilan kelompok maju
kedepan untuk melakukan
turnamen dengan mengambil kartu
soal dan menjawab kartu soal
sesuai dengan nomor yang diambil
Tes
Hasil
Belajar
Skor Tes
Hasil Belajar
Penghitungan skor dan
pemberian penghargaan bagi
kelompok yang mendapatkan
poin terbanyak
30
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
a. Hasil belajar
H0 :tidak ada pengaruh model Teams Games Tournament terhadap hasil
belajar Matematika siswa kelas 4 SD Negeri 1 Ngadirejo Kabupaten
Temanggung semester II tahun pelajaran 2015/2016
Ha :ada pengaruh model Teams Games Tournament terhadap hasil
belajar Matematika siswa kelas 4 SD Negeri 1 Ngadirejo Kabupaten
Temanggung semester II tahun pelajaran 2015/2016.