bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010 : 14) belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata
dalam seluruh aspek kehidupan.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Saiful Sagala (2012 : 37)
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang
berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Menurut Brunner (dalam
Sagala, 2012 : 35) dalam proses belajar dapat dibedakan pada tiga fase yaitu
(1) informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada
yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus
dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa
yang telah kita ketahui sebelumnya; (2) transformasi, informasi itu harus
dianalisis, diubah atau ditranformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau
konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas dalam hal ini
bantuan guru sangat diperlukan; dan (3) evaluasi, kemudian kita nilai hingga
manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat
diamanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Rusman (2012 : 85) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu
aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis.
Aktivitas yang bersifat psikologis yaitu aktivitas yang merupakan proses
mental misalnya aktivitas berfikir, memahami, menyimpulkan, menyimak,
menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan, menganalisis
dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas
yang merupakan proses penerapan atau praktik, misalnya melakukan
eksperimen atau percobaan, latihan, kegiatan praktik, membuata karya
(produk), apresiasi dan sebagainya.
8
Sedangkan Riyanto (2010 :6) mengemukakan bahwa belajar adalah
suatu proses untuk merubah performansi yang tidak terbatas pada
ketrampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti, skill, persepsi,
emosi, proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.
Jadi pengertian belajar menurut pendapat beberapa ahli diatas adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selain itu juga merupakan
suatu aktivitas yang dilakukan secara psikologis maupun fisiologis.
2.1.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa
yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar tidak
hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan
kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat bakat, penyesuaian sosial, macam-
macam ketrampilan, cita-cita, keinginan dan harapan. (Rusman 2012 : 123).
Sedangkan menurut Nana Sudjana (2010 : 3) hasil belajar siswa pada
hakekatnya adalah perubahan tingkah laku mencakup bidang kognitif,
efektif dan psikomotorik. Dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan
instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang
diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan
dalam penilaian. Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan dan
efisiennya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku
siswa.
Supratiknya (2012 : 5) juga berpendapat bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa sesudah
mereka mengikuti proses belajar mengajar. Pemerolehan kemampuan baru
tersebut akan terwujud dalam perubahan tingkah laku.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas Dimyati dan Mudjiono
(2006 : 23) mengatakan hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang
dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan
9
pada saat sebelum mengajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan
dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah keberhasilan yang dicapai oleh
siswa untuk mendapatkan suatu peningkatan baik dari segi kognitif, afektif
maupun psikomotorik. Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada segi
kognitifnya karena peningkatan hasil belajar siswa hanya dilihat dari pos tes.
2.1.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran tidak
dapat terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Untuk itu,
Syah (2006: 144) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa terdiri dari dua faktor yaitu faktor yang datangnya dari
individu siswa (internal factor), dan faktor yang datang dari luar individu
siswa (eksternal factor). Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor internal siswa
a. Faktor psikis (jasmani).
Kondisi umum jasmani yang menandai dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran.
b. Faktor psikologis (kejiwaan)
Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi
kualitas perolehan hasil belajar siswa antara lain : (1) intelegensi, (2)
sikap, (3) bakat, (4) minat, dan (5) motivasi.
2. Faktor eksternal siswa
a. Faktor lingkungan sosial, seperti para guru, sifat para guru, staf
administrasi dan temen-temen sekelas.
b. Faktor lingkungan non-sosial, seperti sarana dan prasarana
sekolah/belajar, letaknya rumah tempat tinggal keluarga, keadaan
cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak.
c. Faktor pendekatan belajar, seperti cara guru mengajar maupun
penggunaan strategi, metode, model juga media pembelajaran.
10
Pendapat lain mengatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa (kemampuan)
dan faktor dari luar diri siswa (lingkungan) (Sudjana, 1989 : 39). Selain itu
hasil belajar siswa juga dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang
dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif
(intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa (internal) dan faktor
dari luar diri siswa (eksternal). Dalam penelitian ini fokusnya terkait dengan
penggunaan strategi pembelajaran Problem Solving (pemecahan masalah),
hal ini termasuk faktor eksternal khususnya terkait dengan kemampuan guru
dalam menggunakan strategi pembelajaran.
2.1.1.4 Klasifikasi hasil belajar
Perumusan aspek kemampuan yang menggambarkan output peserta
didik yang dihasilkan dari proses pembelajaran dapat digolongkan ke dalam
tiga klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom(dalam Rusman, 2012 :125),
cara klasifikasi itu dinamakan “The taxonomy of education objective”.
Menurut Bloom tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
ranah (domain), yaitu :
a. Domain kognitif; berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan
intelektual berfikir;
b. Domain afektif; berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan
segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap dan nilai;
c. Domain psikomotor; berkenaan dengan suatu ketrampilan-ketrampilan atau
gerakan-gerakan fisik.
Lebih lanjut Bloom menjelaskan bahwa “Domain kognitif terdiiri atas
enam kategori” yaitu:
a. Pengetahuan (knowledge); yaitu jenjang kemampuan yang menntut
peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep,
11
prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya;
b. Pemahaman (comprehention); yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi
pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa
harus menghubungkan dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan
lagi menjadi tiga yaitu menerjemahkan, menafsirkan dan
mengekstrapolasi;
c. Penerapan (aplication); yaitu jenjang kemampuan yang mmenuntut
peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan kongrit;
d. Analisis (analisys); yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam
unsur-unsur atau komponen pembetukannya. Kemampuan analisis
dikelompokkan menjadi tiga yaitu analisis unsur, analisis hubungan
dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisir;
e. Sintesis (syinthesis); yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara
menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa
tulisan, rencana atau mekanisme;
f. Evaluasi (evaluation); yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan,
pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.
Anderson dan Krathwohl’s Taksonomi(2000) merubah level
kognitif Bloom tersebut menjadi :
1. Remember (Mengingat), yaitu mendapatkan kembali pengetahuan
yang relevan dari memori jangka panjang, seperti : mengenali,
mengingat kembali.
2. Understand (Memahami), yaitu menentukan makna dari pesan
dalam pelajaran-pelajaran meliputi oral, tertulis ataupun grafik.
Disini seperti : menginterpretasi, mencontohkan, mengklasifikasi,
merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.
12
3. Apply (Menerapkan), yaitu mengambil atau menggunakan suatu
prosedur bergantung situasi yang dihadapi. Disini seperti :
mengeksekusi, mengimplementasi.
4. Analyze (Menganalisa), yaitu memecah-mecah materi hingga ke
bagian yang lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang
berhubungan satu sama lain menuju satu struktur atau maksud
tertentu. Seperti : membedakan, mengelola, menghubungkan.
5. Evaluate (Mengevaluasi), yaitu membuat pertimbangan berdasarkan
kritetia dan standar. Seperti : memeriksa, mengkritisi.
6. Create (Menciptakan), yaitu menyusun elemen-elemen untuk
membentuk sesuatu yang berbeda atau membuat produk original.
Seperti : menghasilkan, merencanakan, memproduksi.
Pada perubahan ini, jika dibandingkan dengan taksonomi
sebelumnya ada pertukaran pada point ke 5 dan point ke 6 serta perubahan
nama. Istilah sintesis dihilangkan dan diganti dengan create.
Antara tipe hasil belajar kognitif, afektif maupun psikomotorik
ketiga aspek tersebut harus siembang. Hasil belajar yang diharapkan sangat
bergantung pada jenis dan karakteristik materi mata pelajaran yang
disampaikan, ada mata pelajaran yang lebih dominan ke tujuan kognitif,
afektif ataupun psikomotorik. Tapi, dalam penelitian ini peneliti lebih
dominan melihat hasil belajar dari aspek kognitifnya yaitu dengan melakkan
evaluasi/tes hasil belajar pada setiap akhir Siklus.
2.2 Pendidikan Kewarganegaraan Di SMP
2.2.1 Pengertian dan Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Suatu negara dikatakan menganut prinsip Rule of Law apabila
memenuhi beberapa syarat yang ditentukan oleh International Commission
of Jurist dalam konfrensi di Bangkok tahun 1965 yaitu perlindungan
konstitusional, badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pemilihan
umum yang bebas, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan untuk
berserikat/berorganisasi dan beroposisi, serta diselenggarakannya
Pendidikan Kewarganegaraan/Civic Education. Indonesia adalah negara
13
yang menganut prinsip Rule of Law, maka syarat – syarat seperti tersebut di
atas harus dipenuhi, serta salah satu diantaranya adalah adanya Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn).
Pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata
pelajaran yang penting bagi kehidupan bangsa dan negara ini. PKn penting
karena dapat digunakan untuk membina generasi penerus bangsa/anak –
anak bangsa sehingga mereka sadar terhadap hak dan kewajiban dalam
hidup berbangsa agar dapat menjadi warganegara yang dapat diandalkan
senantiasa oleh negara. Demikian juga bagi negara Indonesia pada masa lalu
dan sekarang, PKn menjadi sarana untuk menanamkan hal yang terkait
dengan ideologi negara baik melalui jalur formal (sekolah) ataupun
nonformal.
Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas (2006:49) adalah
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebijakan dan
budaya kewargannegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan
dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu
lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk
program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural, dan kajian
ilmiah kewarganegaraan (Syarbaini, dkk, 2006 :4).
Sedangkan Arnie Fajar (2005: 141) menyatakan bahwa mata
pelajaran kewarganagaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosiokultural,
bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter, yang dimanfaatkan olah pancasila dan
UUD 1945.
Dari uraian di atas maka PKn dalam konteks pendidikan formal di
sekolah memiliki peran untuk membangun watak, karakter, sikap dan
14
potensi lain termasuk pengetahuan dan ketrampilan demi terwujudnya
tujuan bangsa dan negara. Pengembangan karakter dilakukan karena
pendidikan dewasa ini menghadapi berbagai masalah yang amat komplek,
salah satu di antaranya adalah menurunnya tatakrama kehidupan sosial,
etika moral dalam praktek kehidupan sekolah yang menumbuhkan sejumlah
akibat negatif yang merisaukan masyarakat. Akibat tersebut antara lain
semakin maraknya penyimpangan norma kehidupan agama dan sosial
kemasyarakatan yang terwujud dalam bentuk perlakuan siswa yang kurang
hormat kepada guru dan staf sekolah, kurang disiplin dan tidak
mengindahkan tata tertib sekolah, kurang menjaga kebersihan dan
keindahan lingkungan, terjadinya perkelahian antar pelajar, penggunaan
obat terlarang dan lain – lain. Dari kejadian itu, maka misi pendidikan yang
hendak diwujudnyatakan saat ini adalah mengembangkan budi pekerti luhur
yang diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran yang ada termasuk salah
satunya mata pelajaran PKn supaya dapat dipraktikan dalam kehidupan
sehari – hari di sekolah.
Selanjutnya pasal 37 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang
menyatakan kurikulum pendidikan dasar dan menengah memuat beberapa
pelajaran wajib salah satunya adalah pelajaran PKn, sebagaimana dalam
penjelasan pasal tersebut dinyatakan tentang maksud PKn yaitu digunakan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PKn
adalah nama mata pelajaran di mana di dalamnya mencakup aspek
pengetahuan kewarganegaraan, aspek ketrampilan kewarganegaraan, dan
watak atau karakter kewarganegaraan, serta dapat digunakan untuk
membentuk peserta didik/siswa menjadi warga negara yang baik.
Sementara itu hakikat Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Mansoer dalam (Erwin, 2010 : 2) menyatakan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan itu merupakan hasil dari sintesis antara civic education,
democracy education, serta citizenship yang berdasarkan pada Filsafat
15
Pancasila serta mengandung identitas nasional Indonesia serta materi
muatan tentang bela negara. Dengan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Indonesia yang berbasis Pancasila tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia merupakan pendidikan
kebangsaan dan kewarganegaraan yang berhadapan dengan keberadaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Demokrasi, HAM dan cita-cita untuk
mewujudkan masyarakat madani Indonesia dengan menggunakan Filsafat
Pancasila sebagai pisau analisisnya.
2.2.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang terdapat
dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 adalah sebagai berikut mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara
serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan menekankan pada perkembangan dan membina warga
Negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter serta bertindak sesuai dengan
Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Melalui pengetahuan yang
diberikan di sekolah – sekolah kepada peserta didik , diharapkan akan lahir
generasi muda yang berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif memiliki
16
sikap demokratis dan bertanggung jawab sebagai warga Negara yang
sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
2.2.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Ine Kusuma dan Markum Susatim (2010: 53), Depdiknas
(2002) memuat tentang ruang lingkup materi PKn dalam aspek berbangsa
dan bernegara ke dalam komponen rumpun bahan ajar dan subkomponen
rumpun bahan ajar sebagai berikut:
Komponen Rumpun Bahan
Ajar
Subkomponen Rumpun Bahan Ajar
1. Persatuan Bangsa a. Hidup Bersama
b. Hidup rukun dalam perbedaan
c. Sumpah Pemuda
d. Wawasan Nusantara
e. Pertisipasi masyarakat dalam era
otonomi
f. Kewajiban membela Negara
g. Keterbukaan dan jaminan keadilan
2. Peraturan, Norma dan
Hukum
a. Tata tertib di rumah
b. Tata tertib di sekolah
c. Norma masyarakat
d. Peraturan-peraturan daerah
e. Peraturan perundang-undangan nasional
f. Hukum dan pengadilan nasional
g. Hukum dan pengadilan internasional
3. Hak Asasi Manusia a. Manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
b. Hak dan kewajiban anak
c. Hak dan kewajiban individu
d. Tanggung jawab untuk melindungi
HAM
e. Instrumen nasional HAM
f. Instrumen internasional HAM
g. Penegakan HAM dan implementasinya
4. Kebutuhan Hidup Warga
Negara
a. Kebutuhan berteman
b. Kebutuhan hidup damai
c. Kebutuhan harga diri
d. Kebebasan berorganisasi
e. Kemerdekaan mengeluarkan pendapat
f. Perlindungan hukum
g. Kebutuhan berprestasi
5. Konstitusi Negara a. Persiapan kemerdekaan dan proses
perumusan dasar negara
b. Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi
yang pertama
c. Konstitusi-konstitusi lain yang pernah
dipakai Indonesia
d. Konstitusi di beberapa negara
17
6. Kekuasaan dan Politik a. Pemerintah daerah
b. Pemerintah pusat
c. Kedaulatan rakyat dan sistem politik
d. Sikap politik dan pengaruhnya
e. Sistem pemerintahan dan politik di
beberapa negara
7. Masyarakat Demokratis a. Menghargai pendapat orang lain
b. Tanggung jawab dan toleransi
c. Pengadaan dan pemeliharaan fasilitas
umum
d. Hubungan warga negara dan negara
e. Pemilihan pemimpin politik dan pejabat
negara dalam budaya demokrasi
f. Peranan pers dalam kehidupan
masyarakat yang demokratis
g. Pilar-pilar demokratis
8. Nilai-Nilai Pancasila a. Berbuat baik pada sesama anak
b. Berbicara dan berperilaku jujur
c. Pancasila sebagai tuntunan hidup bangsa
d. Instrumen penerapan Pancasila
e. Perbandingan ideologi Pancasila dengan
ideologi lain
f. Semangat kebangsaan
g. Kajian kritis terhadap nilai-nilai positif
bangsa-bangsa lain
9. Globalisasi a. Pertukaran budaya antar bangsa
b. Politik luar negeri Indonesia
c. Konflik kepentingan antarbangsa
d. Kerjasama dan perjanjian internasional
e. Pengaturan globalisasi terhadap bangsa
dan negara Indonesia
Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(Depdiknas, 2002: 8-9)
Dalam KTSP materi Hak Asasi Manusia ( HAM) diajarkan pada kelas
VII Semester II dengan Kompetensi Dasar : (3.1) menguraikan hakekat,
hukum dan kelembagaan HAM; (3.2) Mendeskripsikan kasus pelanggaran
dan upaya penegakan HAM;(3.3) Menghargai upaya perlindungan HAM; dan
(3.4) Menghargai upaya penegakan HAM
Sedangkan dalam kurikulum 2013 materi Hak Asasi Manusiaterdapat
pada kelas VIII semester II dan hanya terdapat satu Kompetensi Dasar yaitu
(3.5) Memahami Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Undang-Undang Dasar
Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.
18
Dalam kurikulum 2013 ciri utamanya adalah dengan pendekatan
saintifik, menurut Permendikbud no.18 Tahun 2013 lampiran IV, proses
pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu :
1) Mengamati : membaca, mendengar,menyimak,dan melihat
(dengan atau tanpa alat)
2) Menanya : mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk
mendapatkan informasi.
3) Mengumpulkan informasi : melakukan eksperimen, membaca
sumber lain selain buku teks, mengamati objek/
kejadian/aktivitas,wawancara dengan narasumber.
4) Mengasosiasikan/mengolah informasi : mengolah informasi yang
sudah dikumpulkan dari hasil kegiatan
mengumpulkan/ekperimen mapun dari hasil mengamati,
pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat
menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang berbeda sampai pada yang bertentangan.
5) Mengoomunikasikan : menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis atau
media lainnya.
Berdasarkan pendekatan diatas, maka dalam penelitian yang
menggunakan strategi pembelajaran Problem Solving (pemecahan
masalah) ini telah mencakup aspek-aspek yang ada dalam kurikulum
2013 yang meliputi mengamati (membaca/melihat kasus-kasus
pelanggaran HAM), menanya (bertanya mengenai kasus yang akan
diteliti), mengumpulkan informasi/eksperimen (membaca
artikel/mengamati objek/kejadian serta wawancara mengenai kasus
pelanggaran HAM), mengasosiasikan/mengolah informasi (mencari solusi
dari kasus-kasus tersebut) dan mengomuniksinnya (dengan melakukan
presentasi). Selain itu, strategi pembelajaran Problem Solving ini sesuai
19
dengan model pembelajaran berbasis masalah (problem based lerning)
yang terdiri dari lima model pembelajaran yaitu :
1. Permasalahan sebagai kajian,
2. Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman,
3. Permasalahan sebagai contoh,
4. Permasalahan sebagai bagian yang terpisahkan dari proses, dan
5. Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
2.3 Strategi Pembelajaran
Menurut Kemp (dalam Hamruni, 2012:2) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan
guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien.
Dapat pula dikatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-
cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda
dibawah kondisi yang berbeda, Degeng (dalam Made, 2012:5).
Sedangkan Hamruni (2012:3) mengatakan bahwa strategi pembelajaran
merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran
dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam
pembelajaran guna mencapai tujuan tertentu.
2.3.1 Klasifikasi Strategi Pembelajan Aktif
Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta
didik untuk belajar secara aktif . Strategi pembelajaran aktif dapat
diklasifikasikan menjadi 5, yaitu: strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), tak langsung (indirect instruction), interaktif, mandiri, melalui
pengalaman (experimental). (Hamruni, 2012: 8)
20
1. Strategi pembelajaran langsung
Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang
banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif ,untuk menentukan
informasi atau membangun ketrampilan tahap demi tahap. Dalam
strategi pembelajaran ini siswa kurang terlibat karena proses
pembelajaran lebih berpusat pada guru.
2. Strategi pembelajaran tak langsung
Berlawanan dengan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran
tidak langsung umumnya berpusat pada peserta didik. Peranan
guru bergeser dari penceramah menjadi fasilitator. Guru mengelola
lingkungan belajar dan memberikan kesempatan peserta didik
untuk terlibat. Disini siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran agar tercipta suasana kelas yang lebih menarik.
3. Strategi pembelajaran interakatif
Pembelajaran inetraktif menekankan pada diskusi dan sharing
diantara peserta didik. Diskusi dan sharing memberikan
kasempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan,
pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan
untuk membangun cara alternatif untuk berfikir dan merasakan.
Penerapan strategi pembelajaran ini dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk lebih berfikir kritis dalam
mengemukakan pendapat.
4. Strategi pembelajaran empirik (experiential)
Pembelajaran empirik berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat
pada peserta didik dan berbasis aktivitas. Refleksi pribadi tentang
pengalaman dan formulasi perencanaan menuju penerapan pada
konteks yang lain merupakan faktor kritis dalam pembelajaran
empirik yang efektif. Disini pengalaman pribadilah yang lebih
dibutuhkan sebagai penunjang materi yang bersangkutan.
5. Strategi pembelajaran mandiri
Strategi pembelajaran mandiri merupakan strategi pembelajaran
yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian
21
dan peningkatan diri. Fokusnya adalah pada perencanaan belajar
mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar mandiri
juga bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari
kelompok kecil. Dengan pembelajaran ini siswa diharuskan bisa
berusaha sendiri menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh
guru.
Jadi, dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa strategi pembelajaran
itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis dan masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan.
2.3.1.1 Komponen Strategi Pembelajaran Aktif
Menurut Hamruni (2012:10) agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan baik maka perlu mengacu pada seperangkat komponen yang
saling bergantung satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah :
1. Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini
guru merupakan faktor yang terpenting. Ditangan gurulah
sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran.
2. Peserta didik
Pesrta didik merupakan komponen yang melakukan
kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi
kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar.
3. Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk
menentukan strategi, materi, media dan evaluasi
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam strategi
pembelajaran, tujuan merupakan komponen yang pertama
kali harus dipilih oleh seorang guru, karena tujuan
merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran.
4. Bahan pelajaran
22
Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara
sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat.
5. Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal,
maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu
dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan standar proses pembelajaran.
6. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
7. Alat
Alat yang diperguanakan dalam pembelajaran merupakan
segala sesuatu yang dapat diperguanakan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai
tujuan.
8. Sumber belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat atau rujukan dimana bahan
pembelajaran bisa diperoleh.
9. Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi
untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai umpan
balik untuk perbaikan strategi yang telah ditetapkan.
10. Situasi atau lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan
strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksut adalah
situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, sekolah, lokasi,
23
dan lain sebagainya) dan hubungan antar insani, misalnya
dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain.
Jadi, dalam pembelajaran aktif terdapat beberapa komponen yang
saling terkait satu sama lain sehingga tujuan pembelajaran itu bisa tercapai.
2.3.2 Strategi Pembelajaran Aktif Problem Solving (pemecahan
masalah)
Menurut James (2009 : 71) pembelajaran dengan strategi
pemecahan masalah adalah pembelajaran dengan cara mengidentifikasi
masalah-masalah dan mencari solusinya.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ahmad Sabri (2007: 58)
bahwa strategi pembelajaran Problem solving (pemecahan masalah)
merupakan suatu cara dalam pembelajaran yang tidak hanya sekedar
mengajar tetapi juga merupakan suatu cara berfikir dalam memecahkan
suatu masalah. Dengan demikian siswa akan lebih aktif dalam
pembelajaran.
Tidak jauh berbeda Made Wena (2012: 60) juga mengatakan
bahwa strategi pembelajaran Problem solving (pemecahan masalah) adalah
petunjuk untuk melakukan suatu tindakan yang berfungsi untuk membantu
seseorang dalam menyelesaikan masalah.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran Problem solving (pemecahan masalah) adalah suatau stratergi
yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah dan mencari solusi atas
masalah tersebut.
Strategi pembelajaran Problem solving (pemecahan masalah) ini
dapat diklasifikasikan ke dalam strategi pembelajaran aktif secara tidak
langsung karena proses belajar mengajar lebih bepusat pada peserta didik.
Disini guru hanya sebagai fasilitator saja serta peserta didik dilibatkan
langsung dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik akan lebih aktif
dan tertarik pada materi pelajaran dengan demikian hasil belajar siswapun
dapat meningkat.
24
Dalam strategi pembelajaran aktif ada beberapa komponen yang
saling bergantung satu sama lain dan dalam strategi pembelajaran Problem
solving (pemecahan masalah) ini mencakup komponen-komponen dalam
strategi pembelajaran aktif tersebut antara lain: guru, peserta didik, tujuan,
bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, strategi/motode, alat/media, sumber
belajar, evaluasi dan situasi atau lingkungan.
2.3.2.1 Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Problem solving
(pemecahan masalah)
Adapun langkah-langkah strategi pembelajaran aktif Problem Solving
(pemecahan masalah) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
Menurut Ahmad Sabri (2007:58) Menurut James Bellanca (2009:71)
1. Guru memberi suatu masalah
yang jelas untuk dipecahkan.
2. Guru meminta siswa untuk
mencari data atau keterangan
yang dapat digunakan untuk
memcahkan masalah tersebut.
3. Guru meminta siswa untuk
menetapkan jawaban sementara
dari masalah tersebut.
4. Guru meminta siswa menguji
kebenaran jawaban sementara
masalah tersebut.
5. Guru menarik kesimpulan.
1. Guru meminta siswa melakukan
curah ide untuk memperoleh
daftar tayangan televisi yang
berhubungan dengan pelajaran,
dan meminta siswa menjelasakan
mengapa mereka memilih
tayangan tersebut.
2. Guru membagi siswa dalam
beberapa kelompok.
3. Guru meminta setiap kelompok
untuk memilih salah satu masalah
yang telah disebutkan.
4. Guru meminta tiapa kelompok
untuk mendiskusikan mengenai
solusi-solusi yang memungkinkan
untuk memcahkan masalah
tersebut.
5. Guru meminta tiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusi
25
mereka.
6. Guru memberikan kesimpulan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah
problem solving menurut pendapat James Bellanca karena peneliti melihat
langkah-langkah yang dikemukakan James itu lebih mudah untuk
diterapkan dan dilakukan siswa.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah :
6. Guru meminta siswa melakukan curah ide untuk memperoleh daftar
tayangan televisi yang berhubungan dengan pelajaran, dan meminta
siswa menjelasakan mengapa mereka memilih tayangan tersebut.
7. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok.
8. Guru meminta setiap kelompok untuk memilih salah satu masalah
yang telah disebutkan.
9. Guru meminta tiapa kelompok untuk mendiskusikan mengenai
solusi-solusi yang memungkinkan untuk memcahkan masalah
tersebut.
10. Guru meminta tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
mereka.
11. Guru memberikan kesimpulan.
2.3.3 Kelebihan dan kelemahan Strategi Pembelajaran Problem Solving
(pemecahan masalah)
Adapun kelebihan dan kelemahan dari strategi pembelajaran
Problem solving (pemecahan masalah) menurut Ahmad Sabri (2007: 59)
adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan
Melatih siswa untuk memdesain suatau penemuan.
Melatih siswa untuk berfikir dan bertindak kreatif sehingga
siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran.
26
Mengajak siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi
secara realitas.
Melatih siswa untuk mengidentifikasi dan melakukan
penyelidikan terhadap suatu masalah.
Mengajak siswa untuk menafsirkan dan mengevaluasi hasil
pengamatan.
Untuk merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
2. Kelemahan
Tidak semua materi ataupun pelajaran dapat diterapkan
dengan menggunakan strategi pembelajaran ini.
Membutuhkan waktu yang lebih lama.
2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Purwanto (2011),
dengan judul “Peningkatan hasil belajar IPS melalui Model Pembelajaran
Problem Solving bagi siswa kelas VII semester II SMP Negeri Ronggo
Kecamatan Jaken Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2011/2012”
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas VII semester
II yang dapat dilihat dari kenaikan nilai dari masing-masing siklus. Hasil
belajar yang semula belum diterapkan model pembelajaran problem solving
rata-rata 50 yang masih dibawah nilai KKM yang telah ditentukan yaitu ≥
75. Siklus I sudah mengalami peningkatan nilai rata-rata walaupun belum
signifikan yaitu 60,33 , hasil inipun masih dibawah KKM sehingga masih
perlu diadakan siklus II yang hasilnya nilai rata-rata 81,33. Dari hasil belajar
antar siklus yang meningkat dan diakhiri siklus II dengan nilai yang sudah
diatas KKM maka PTK yang dilakukan dapat dikatakan berhasil.
Asti Tahaphari (2010), dengan penelitiannya yang berjudul
“Peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan
Kewarganegaraan melalui Strategi pembelajaran Problem Solving bagi
siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Randublatung semester II Kabupaten Blora
Tahun 2009-2010 ” ,menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan hasil
27
belajar PKn setelah diajar melalui strategi pembelajaran problem solving.
Peningkatan hasil belajar tersebut terjadi secara bertahap, di mana pada
kondisi awal siswa yang tuntas sebanyak 8 anak (40%), pada siklus I
ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 15 anak (75 %), dan pada
siklus II ketuntasan belajar menjadi 20 anak (91%). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran Problem Solving ini
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Sejalan dengan hasil penelitian di atas maka peneliti mencoba
menerapkan strategi pembelajaran Problem solving (pemecahan masalah)
dalam mengajarkan materi PKn Hak Asasi Manusia (HAM) di SMP Negeri
3 Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang untuk meningkatkan
hasil belajar siswa.
2.5 Kerangka Berfikir
Keberhasilan atas hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar diri siswa tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah berkenaan
Proses Pembelajaran
Problem
Solving
Hasil Belajar
Rendah
Ceramah
Siswa Pasif,
Membosankan
Hasil Belajar
Meningkat
Siswa Aktif,
Kreatif
28
dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Pada proses pembelajaran sebelum guru menerapkan strategi pembelajaran
aktif atau masih menggunakan cara konvensional (ceramah) siswa pasif dan
bosan terhadap mata pelajaran PKn serta hasil belajarnya masih rendah.
Kemudian setelah diberi perlakuan atau telah diterapkan strategi
.pembelajaran Problem solving (pemecahan masalah) hasil belajar siswa
diharapkan dapat meningkat karena dengan menggunakan strategi tersebut
siswa dapat terlibat secara aktif, merencanakan konsep dan
mengomuniksikan serta memotivasi untuk berfikir kritis dalam proses sosial
dengan siswa lainnya.
2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian dan kajian teori di atas, maka yang menjadi
hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Penerapan strategi pembelajaran Problem solving (pemecahan masalah)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) di kelas VII A SMP Negeri 3 Tuntang Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.