bab ii kajian pustaka 2.1 pelaksanaan profesionalisme guru

36
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Profesionalisme Guru Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) dalam Mustofa (2007:80) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pelaksanaan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Profesi pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa. Hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik (guru) menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik proses maupun hasilnya. 2.1.1 Landasan Hukum Pelaksanaan Profesi Guru Dalam konteks Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah lama berkembang. Hal ini terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba

Upload: others

Post on 11-Feb-2022

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pelaksanaan Profesionalisme Guru

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu

pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister

(1997) dalam Mustofa (2007:80) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan

sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,

pelaksanaan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki

keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Profesi pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan

suatu bangsa. Hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting

dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam

suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh

kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat. Oleh

karena itu, upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik (guru)

menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas

pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik proses

maupun hasilnya.

2.1.1 Landasan Hukum Pelaksanaan Profesi Guru

Dalam konteks Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin

menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik

sebagai profesi yang kuat dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah

lama berkembang. Hal ini terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen yang menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba

8

mengembangkan profesi pendidik melalui perlindungan hukum dengan standard

tertentu yang diharapkan dapat mendorong pelaksanaan profesi pendidik.

Perlindungan hukum memang diperlukan terutama secara sosial agar civil

effect dari profesi pendidik mendapat pengakuan yang memadai. Hal tersebut

tidak serta-merta menjamin berkembangnya profesi pendidik secara individu,

sebab dalam konteks individu justru kemampuan untuk mengembangkan diri

sendiri menjadi hal yang paling utama yang dapat memperkuat profesi pendidik.

Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayakannya merupakan suatu

keharusan agar kemampuan pelaksanaan diri para pendidik makin meningkat.

Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa meskipun perlindungan hukum itu

penting, namun pelaksanaan diri sendiri lebih penting dan strategis dalam upaya

pelaksanaan profesi, ini didasarkan beberapa alasan yaitu:

a. Perlindungan hukum penting dalam menciptakan kondisi dasar bagi

penguatan profesi pendidik, namun tidak dapat menjadikan substansi

pelaksanaan profesi pendidik secara otomatis.

b. Perlindungan hukum dapat memberikan kekuasan legal (legal power) pada

pendidik, namun akan sulit menumbuhkan profesi pendidik dalam

pelaksanaan peran dan tugasnya di bidang pendidikan.

c. Pelaksanaan diri sendiri dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus

memberdayakan diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan berkaitan

dengan peran dan tugasnya di bidang pendidikan.

d. Pelaksanaan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian (expert

power) pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai profesi

yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa.

9

Oleh karena itu, pendidik mesti terus berupaya untuk mengembangkan

diri sendiri agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan

kontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya

manusia bagi kepentingan pembangunan bangsa yang maju dan bermoral sesuai

dengan tujuan pendidikan nasional.

2.1.2 Strategi Pelaksanaan Profesi Guru

Pelaksanaan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena

guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi

ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang

mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta

didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan

serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini

meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional,

dan keterampilan. Tugas mulia tersebut menjadi berat karena bukan saja guru

harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan

harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai

profesional.

Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah. Hal ini

disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu

pencermatan lingkungan dimana pelaksanaan itu dilakukan menjadi penting,

terutama bila faktor tersebut dapat menghalangi upaya pelaksanaan profesi guru.

Dalam hubungan ini, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor 1, April

2007 faktor birokrasi, khususnya birokrasi pendidikan sering kurang/tidak

10

mendukung bagi terciptanya suasana yang kondusif untuk pelaksanaan profesi

guru.

Sebenarnya, jika mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan pendidikan, birokrasi harus memberikan ruang dan mendukung

proses pelaksanaan profesi guru. Namun sistem birokrasi kita yang cenderung

minta dilayani telah cukup berakar, sehingga peran ideal sebagaimana dituntun

oleh peraturan perundang-undangan masih jauh dari terwujud. Dengan mengingat

hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim

kondusif bagi pelaksanaan profesi guru. Situasi kondusif ini jelas amat diperlukan

oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri ke arah

profesionalisme guru. Dalam hal ini, terdapat beberapa strategi yang bisa

dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pelaksanaan profesi guru,

yaitu:

a. Strategi perubahan paradigma

Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadi

mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi

pelayanan, bukan dilayani.

b. Strategi Debirokratisasi

Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang dapat

menghambat pada pelaksanaan diri guru. Strategi tersebut di atas memerlukan

metode operasional agar dapat dilaksanakan, strategi perubahan paradigma dapat

dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan peran dan

fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat. Sementara strategi

debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan menyederhanakan

11

berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pelaksanaan diri guru serta

menyulitkan pelayanan bagi masyarakat.

Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat

antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA; (2) meningkatkan bentuk

rekruitmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik

lapangan; (4) meningkatkan mutu pendidikan calon guru; (5) pelaksanaan

supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality

Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep

link and match; (8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang;

(9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan

program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi

profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.

2.2 Hambatan dalam pelaksanaan Profesi Guru

Profesi guru kini menjadi sesuatu yang mengemuka ke ruang publik

seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Oleh

banyak kalangan mutu pendidikan Indonesia terutama SD dianggap masih rendah

karena beberapa indikator antara lain:

1. Lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia

kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki.

Bekal kecakapan yang diperoleh di lembaga belum memadai untuk

digunakan secara mandiri, karena yang terjadi di lembaga pendidikan hanya

transfer of knowledge semata yang mengakibatkan anak didik tidak inovatif,

kreatif bahkan tidak pandai menyiasati persoalan seputar lingkungannya.

12

2. Masih cukup banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan pola pikir

dan perilaku guru yang rendah yaitu:

a. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar

ideal.

b. Meningkatkan dan memelihara citra profesi.

3. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pelaksanaan profesional

yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan

keterampilannya.

4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi.

5. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.

Kesuksesan pendidikan dasar bukan sekadar menghadirkan anak-anak usia

wajib belajat secara fisik di sekolah. Tantangan terberat justru memastikan anak-

anak usia wajib belajar ini mendapatkan layanan pendidikan bermutu yang

membuat mereka mampu mencapai tujuan belajar, menyelesaikan sekolah, dan

memiliki kemampuan menghadapi masa depan. Untuk mencapai pendidikan dasar

yang berkualitas, guru mempunyai peran penting dan strategis.

Namun hal yang paling menyulitkan para guru adalah menjaga

keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat normatif ideal dengan suasana

kehidupan masa kini yang ditandai dengan pola-pola kehidupan yang

materialistis, individualistis, kompetetitif, konsumtif, dan sebagainya. Tentu ini

sangat berimbas pada peran dan tugas guru sebagai pendidik yang profesional.

Beberapa tantangan dan hambatan menjadi guru yang profesional antara

lain:

1) Tugas-tugas administrasi guru yang dianggap memberatkan.

13

2) Minimnya niat guru untuk menjadi guru yang profesional (pasrah dengan

kemampuan dan keadaan).

3) Kurangnya memanfaatkan waktu di sekolah untuk bertukar pengalaman

dengan guru sejawat tentang pengalaman-pengalaman proses belajar mengajar

(PBM) yang baik.

4) Kurangnya minat guru untuk berinovasi.

5) Kurang tersedianya fasilitas pendidikan yang menunjang PBM.

2.3 Solusi Menghadapi Hambatan Dalam Pelaksanaan Profesi Guru

Mencermati hambatan menjadi guru yang profesional tersebut, maka perlu

dicarikan upaya pemecahannya melalui berbagai kajian dan pendekatan alternatif,

antara lain:

1. Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 sebagai peluang dan

tantangan.

2. Meningkatkan kompetensi guru sebuah keharusan “wajib” dipenuhi sebagai

konsekuensi guru sebagai profesi.

3. Pemberian kesejahteraan guru melalaui peran serta pemerintah terus

ditingkatkan.

4. Pemenuhan kebutuhan fasilitas pendidikan yang memadai dan relevan dengan

tuntutan dan situasi pembelajaran terkini diharapkan mampu ditingkatkan

melalui perencanaan, pengeloalaan dan pemanfaatan dana yang tersedia baik

dari swadaya, subsidi pemerintah misalnya Bantuan Operasional Sekolah

(BOS), Bantuan Operasional Pendidikaan (BOP), Block Grand Pendidikan,

dan donasi pendidikan lainnya yang sejenis.

14

5. Secara “individu maupun kelompok” harus berani memahami bahwa profesi

guru itu suatu pilihan, ketika sudah memutuskan menjadi guru harus siap

dengan segala konsekuensinya.

6. Guru harus diberi ruang untuk berprestasi dan diberi apresiasi apabila dapat

menunjukkan kualitas dan kompetensi di atas ketentuan standar.

Untuk mewujudkan hal tersebut guru yang profesional harus mempunyai

pola pikir dan perilaku kerja yang selalu berorientasi pada: (a) Keinginan untuk

selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, (b) Keinginan untuk

meningkatkan dan memelihara citra profesi, (c) Keinginan untuk senantiasa

mengejar kesempatan pelaksanaan profesional yang dapat meningkatkan dan

memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya, (d) Keinginan mengejar

kualitas dan cita-cita dalam profesi, (e) Keinginan untuk memiliki kebanggaan

terhadap profesinya (memiliki rasa syukur dan memaknai guru sebagai panggilan

hidupnya). Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan

pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun

metode, rasa tanggungjawab, pribadi, sosial, intelektual, moral, spiritual dan

kesejawatan (rasa kebersamaan di antara sesama guru).

Guru yang diharapkan dalam gambaran tersebut di atas, kiranya mampu

memberikan solusi sebagai upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan

mewujudkan guru yang profesional. Dengan demikian hal-hal yang selama ini

menjadi tantangan guru yaitu menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk

berbuat normatif ideal dengan suasana kehidupan masa kini yang ditandai dengan

pola-pola kehidupan yang materialistis, individualistis, kompetitif, konsumtif, dan

sebagainya mampu dikelola dengan bijaksana sehingga orientasi guru menjadi

15

jelas dalam fungsi dan perannya untuk mencerdaskan anak bangsa menuju

peradaban kebudayaan kehidupan yang lebih baik dan bersinergi dengan sesama

(manusia dan lingkungan hidup sekitarnya).

2.4 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pelaksanaan Profesi Guru

Melalui Sertifikasi

Menurut Ani M. Hasan (2003), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap h

profesi guru antara lain:

a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.

Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan

menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;

b. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai

pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya

kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh

terhadap etika profesi keguruan;

c. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak

dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di

perguruan tinggi.

Secara lebih rinci, Akadum (2009) mengemukakan bahwa ada 5 (lima)

yang berpengaruh terhadap pelaksanaan profesi guru melalui Sertifikasi,

diantaranya adalah:

a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,

b. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi

keguruan,

16

c. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari

pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih

belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,

d. Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar

yang diberikan kepada calon guru,

e. Masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya

secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.

Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan,

terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan

anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai

mengupayakan profesionalisme para anggotanya.

Dengan melihat adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

profesi guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan

profesi guru.

2.5 Profesionalisme Guru

2.5.1 Pengertian Profesionalisme

Profesionalisme mempunyai makna; mutu, kualitas, dan tindak tanduk

yang merupakan ciri suatu profesi atau yang professional. Profesionalisme

merupakan sikap dari seorang yang professional. Artinya sebuah team yang

menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seseorang

yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya (Mujtahid. 2011:31).

Penggunaan istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang

sebagai professional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang

profesionalismenya tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada

17

sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dank

kode etik profesinya.

Menurut Syaiful Sagala (2009:2), Kata profesi berasal dari bahasa Yunani

“pbropbaino” yang berarti menyatakan secara publik dan dalam bahasa Latin

disebut “professio” yang digunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang

dibuat oleh seorang yang bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Para

politikus Romawi harus melakukan “Professio” didepan publik yang

dimaksudkan untuk menetapkan bahwa kandidat bersangkutan memenuhi

persyaratan yang diperlukan untuk menduduki jabatan publik.

Sanusi, dkk., (Syaiful Sagala, 2009:8) menguraikan ciri utama suatu

profesi (1) jabatan tersebut memiliki fungsi, signifikansi yang menentukan

serta menuntut keterampilan dan keahlian tertentu; (2) keterampilan dan

keahlian tersebut didapat dengan menggunakan teori dan metode ilmiah

berdasar disiplin ilmu tertentu; (3) jabatan itu memerlukan pendidikan di

perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama; terutama dalam aplikasi dan

sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri; (4) dalam memberikan layanan

kepada khalayak ramai, anggota profesi selalu berpegang teguh pada kode

etik yang diawasi dan dikontrol oleh organisasi profesi terkait; (5) kendatipun

begitu, anggota profesi dapat dengan leluasa dan bebas memberikan

keputusan sesuai dengan profesinya; sehingga mereka bebas dari campur

tangan orang lain; dan (6) jabatan ini memperoleh penghormatan yang tinggi

di tengah masyarakat, sehingga memperoleh imbalan atau gaji yang tinggi,

berbeda dengan pekerjaan lain yang non-profesi.

18

2.5.2 Pengertian Profesionalisme Guru

Profesionalisme guru adalah suatu pekerjaan yang didalamnya

terdapat tugas-tugas dan syarat-syarat yang harus dijalankan oleh seorang

guru dengan penuh dedikatif, sesuai dengan bidang keahliannya dan selalu

melakukan improvisasi diri. Profesionalisme guru dapat dilihat juga dari

kesesuaian atau relevansi keluaran pendidikan dengan profesi yang

disandangnya. Dalam bahasa yang lain dikatakan bahwa, profesionalisme guru

sama halnya dnegan “skilled performer” (pelaku yang terampil), seorang guru

professional dapat tampil dengan penuh perkasa, inovatif, original, dan inversif.

Profesionalisme juga bisa dilihat dari sejauhmana ia menguasai prinsip-prinsip

pedagogis secara umum maupun didaktik-metodik secara khusus yang berlaku

setiap mata pelajaran. Serta segi lain yang perlu dicatat adalah sikap

profesionalisme guru merupakan wujuda dari pengabdian, dan menjunjung tinggi

kode etik profesi kependidikan/keguruan.

Adapun menurut Omar Hamalik tugas professional guru antara lain:

a. Bentindak sebagai model bagi para anggotanya

b. Merangsang pemikiran dan tindakan

c. Memimpin perencanaan dalam mata pelajaran

d. Memberikan nasihat kepada executive teacher sesuai kebutuhan tim.

e. Membina dan memelihara literature professional dalam daerah pelajarannya.

f. Bertindak atau memberikan pelayanan sebagai manusia sumber dalam daerah

pelajaran tertentu dengan referensi pada insevice, training dan pelaksanaan

kurikulum

19

g. Mengembangkan file kurikulum dalam daerah pelajaran tertentu dan mengajar

di kelas-kelas yang paling besar

h. Memelihara hubungan dengan orangtua murid dan memberikan komentar atau

laporan

i. Bertindak sebagai pengajar dalam timnya.

2.5.3 Profesionalisme Guru sebagai Upaya Membangun Daya Saing Bangsa

Terkait dengan upaya dalam memperbaiki kualitas pendidikan, pada

tahun 2005, secara formal Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) mulai

disahkan dan diberlakukan. Undang-undang ini dihasilkan sebagai kebijakan

dari upaya intervensi langsung pemerintah dalam meningkatkan kualitas

kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi Strata

1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi.

Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan

profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping UUGD juga

menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai upaya

peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam UUGD ini pada

intinya adalah meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan

peningkatkan kesejahteraan mereka.

Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup

penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru.

Ketiga faktor tersebut, disinyalir berkaitan erat dengan maju-mundurnya

kualitas pendidikan di Indonesia. Guru profesional yang dibuktikan dengan

kompetensi yang dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses dan produk

kinerja yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Guru kompeten

20

dapat dibuktikan dengan perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi

yang memadai menurut standar hidup masyarakat berkecukupan. Sekarang

ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi, telah

memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tunjangan profesi. Fakta

bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru

telah memiliki kompetensi.

Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan

berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu: (1) memiliki bakat, minat,

panggilan jiwa dan idealisme, (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan

mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, (3) memiliki

kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas,

(4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (5)

memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (6)

memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (7)

memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, (8) memiliki jaminan

perlindungan hokum dan melaksanakan tugas keprofesionalan dan (9)

memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal

yang berkaitan dengan tugas keprofesional guru (UU RI No. 14 Tahun 2005).

Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan

politik bahwa pendidik adalah pekerja profesional, yang berhak mendapatkan

hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat

mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi

tersebut. Dalam UUGD ditentukan bahwa seorang:

21

a. Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik

sebagai agen pembelajaran.

b. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana

(S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya

sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.

c. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Untuk dapat menetapkan bahwa seorang pendidik sudah memenuhi

standard profesional maka pendidik yang bersangkutan harus mengikuti uji

sertifikasi. Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi, yaitu: (1) Sebagai

bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik, dan; (2) Berdiri

sendiri untuk mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus

pendidik.

2.6 Kompetensi Guru

2.6.1 Pengertian Kompetensi Guru

Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan dan kecakapan

seseorang yang dinyatakan kompeten dibidang tertentu adalah seorang yang

menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang

kerja yang bersangkutan (Hamzah, 2009 : 62).

Munsyi dalam Hamzah (2009: 62) menjelaskan bahwa kompetensi

mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui

pendidikan. Kompetensi menunjuk kepada performance dan perbuatan yang

rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-

tugas kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan.

22

Performance, merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati, tetapi

juga meliputi perihal yang tidak tampak.

Menurut Littrell dalam Hamzah (2009: 62), kompetensi adalah

kekuatan mental dan fisik untuk melakukan tugas atau keterampilan yang

dipelajari melalui latihan dan praktik.

Kompetensi guru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

tercapainya tujuan pemebelajaran dan pendidikan di sekolah, namun

kompetensi guru tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh faktor latar

belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan lamanya mengajar. Kompetensi

guru dapat dinilai penting sebagai alat seleksi dalam penerimaan calon guru,

juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam rangka pembinaan dan

pelaksanaan tenaga guru. Selain itu, juga penting dalam hubungannya

dengan kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa (Hamzah, 2009:

64).

Soediarto dalam Hamzah (2009: 64- 65) , menjelaskan bahwa guru

yang memiliki kompetensi guru profesional harus mampu menguasai antara

lain: (a) disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran, (b)

bahan ajar yang diajarkan, (c) pengetahuan tentang karakteristik siswa, (d)

pengetahuan tentang filasafat dan tujuan pendidikan, (e) pengetahuan serta

penguasaan metode dan model mengajar, (f) penguasaan terhadap prinsip-

prinsip teknologi pembelajaran, (g) pengetahuan terhadap penilaian, dan

mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.

Barlow dalam Hamzah mengemukakan bahwa kompetensi guru

adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-

23

kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak, dengan demikian

kompetensi guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam

melaksanakan tugas profesinya. Tugas profesional guru bisa diukur dari

seberapa jauh guru mendorong proses pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan

efisien (Hamzah, 2009:67).

Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang

profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Karena itu,

kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan

kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan

tinggi (Hamzah, 2009 : 68).

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standard

Nasional dan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen menyatakan bahwa pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik,

kompetensi, sertifikat pendidik, pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualifikasi akademik tersebut diperoleh melalui pendidikan tinggi progam sarjana

atau diploma empat. Kemudian kompetensi pendidik yang dimaksud yaitu

meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang

diperoleh melalui pendidikan profesi (Achmad & Catharina, 2011: 7).

2.6.2 Standar Kompetensi Guru

Menurut Undang- Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

pasal 1, Ayat 10, disebutkan bahwa:

24

“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

perilakuyang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Sedang pasal 10 ayat 1 dinyatakan” Kompetensi pendidik sebagai agen

pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak

usia dini meliputi:

(a). Kompetensi pedagogik,

(b). Kompetensi kepribadian,

(c). Kompetensi profesional,

(d). Kompetensi sosial.

Menurut Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Kompetensi guru dikembangkan secara utuh

dari empat kompetensi utama yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,

dan profesional.

a. Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir-

butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaanpembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

pelaksanaan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.

Slamet PH (2006) mengatakan kompetensi pedagogik terdiri dari sub

kompetensi :

(1) Berkontribusi dalam pelaksanaan KTSP yang terkait dengan

matapelajaran yang diajarkan;

(2) mengembangkan silabus matapelajaran berdasarkan standar kompetensi

dan kompetensi dasar;

25

(3) merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan

silabus yang telah dikembangkan;

(4) merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas;

(5) melaksanakan pembelajaran yang pro perubahan (aktif, kreatif, inovatif,

eksperimentatif, efektif dan menyenangkan);

(6) menilai hasil belajar peserta didik secara otentik;

(7) membimbing peserta didik dalam berbagai aspek, misalnya pelajaran,

kepribadian, bakat, minat dan karir; dan

(8) profesionalisme diri sebagai guru (Sagala, 2009:31-32).

Pandangan tersebut, dapat ditegaskan bahwa kompetensi pedagogik

merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik meliputi:

(1) pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan;

(2) guru mampu memahami potensi dan keberagaman peserta didik,

sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan

masing-masing peserta didik;

(3) guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk

dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar;

(4) guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan

standar kompetensi dan kompetensi dasar;

(5) mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana

dialogis dan interaktif;

(6) mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur

dan standar yang dipersyaratkan; dan

(7) mampu mengembangkan bakat dan minatpeserta didik melalui kegiatan

intrakurikuler dan ekstrakurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai

otensi yang dimilikinya. Dengan demikian, tampak bahwa kemampuan

pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru

harus di atas rata-rata.

Kualitas ini dapat dilihat dari aspek intelektual meliputi aspek (1) logika

sebagai pelaksanaan kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal

lingkungan terdiri atas enam macam yang disusun secara hierarkis dari yang

sederhana sampai yang kompleks. Yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,

analisis, sintesis dan penilaian; (2) etika sebagai pelaksanaan afektif mencakup

kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal meliputi

lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis. Yaitu : kesadaran,

26

partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai dan karakterisasi diri. dan

(3) estetika sebagai pelaksanaan psikomotorik.

Menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berpikir secara antisipatif dan

proaktif. Guru harus secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan

pembaharuanatas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Caranya sering melakukan

penelitian baik melalui kajian pustaka maupun melakukan penelitian tindakan

kelas.

Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

pelaksanaan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator

esensial sebagai berikut:

1) Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki

indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan

prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik

dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan

mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.

2) Merancang pembelajaran termasuk memahami landasan pendidikan

untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki

indikator esensial: memahami landasan kependidikan, menerapkan

teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran

berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin

dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran

berdasarkan strategi yang dipilih.

3) Subkompetensi merancang dan melaksanakan pembelajaran,

memiliki indikator esensial : menata latar/ setting pembelajaran,

dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

4) Subkompetensi merancang dan melaksanakan evaluasi

pembelajaran memiliki indikator esensial : merancang dan

melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar secara

berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil

evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat

ketuntasan belajar dan memanfaatkan hasil penelitian pembelajaran

untuk perbaikan kulitas progam pembelajaran secara umum.

5) Subkompetensi mengembangkan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki esensial :

27

memfasilitasi peserta didik untuk pelaksanaan berbagai potensi

akademik , dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan

berbagai potensi non akademik (Sarimaya Farida, 2008 : 19- 20 ) .

a. Kompetensi Kepribadian

Kepribadian guru memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan

pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga berperan

dalam membentuk pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru dituntut untuk

memiliki kepribadian yang memadai. Kompetensi kepribadian guru menunjukkan

kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian (1) mantap, stabil dan

dewasa.; (2) disiplin, arif dan berwibawa; (3) menjadi teladan bagi peserta didik

(4) berakhlak mulia (Mulyasa, 2008: 121-129). Nilai kompetensi kepribadian

dapat digunakan sebagai sumber kekuatan, inspirasi, motivasi dan inovasi bagi

peserta didiknya (Sagala, 2009:34).

Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan

kepribadian utuh yang dapat dijadikan panutan dalam seluruh segi kehidupannya.

Karenanya guru harus selalu berusaha melakukan perbuatan yang positif agar

dapat dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya terutama didepan murid-

muridnya.

Menurut Usman (2004:16), kompetensi pribadi meliputi (1) kemampuan

mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi,

(3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Kompetensi

kepribadian terkait dengan penempilan sosok guru sebagai individu yang

mempunyai kedisiplinan, berpenampilan baik, bertanggungjawab, memiliki

komitmen dan menjadi teladan. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa

kemuliaan hati seorang guru diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru

28

secara nyata dapat berbagi dengan peserta didiknya. Dari berbagai pendapat

mengenai kompetensi kepribadian, tampaknya terpulang kembali kepada guru.

Karena guru yang memiliki daya kalbu yang tinggi yang menampilkan

kepribadian paripurna.

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang

mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara

rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Subkompetensi kepribadian yang mantap dan stabil memiliki

indikator esensial : bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak

sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki

konsistensi dalam bertindak dengan norma

2) Subkompetensi kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial:

menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan

memiliki etos kerja sebagai guru

3) Subkompetensi kepribadian yang arif memiliki indikator esensial :

menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta

didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukan keterbukaan dalam

berfikir dan bertindak

4) Subkompetensi kepribadian yang berwibawa memiliki indikator

esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta

didik dan memiliki perilaku yang disegani

5) Subkompetensi akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki

indikator : bertindak sesuai norma religius, dan memiliki perilaku

yang diteladani peserta didik.

6) Subkompetensi evaluasi diri dan pelaksanaan diri memiliki

indikator esensial : memiliki kemampuan untuk berintropeksi, dan

mampu mengembangkan potensi diri secara optimal (Sarimaya Farida,

2008 : 18) .

b. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial

dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial guru berperilaku

santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif

dan menarik, mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru

29

berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik,

sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali peserta didik,

masyarakat sekitar sekolah dan sekitar di mana pendidik itu tinggal. Kondisi

objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika

bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan

kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kompetensi sosial menurut Sagala (2009:38) terdiri dari subkompetensi :

(1) memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan

mengelola konflik dan benturan;

(2) melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat,

kepala sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya;

(3) membangun kerja tim yang kompak, cerdas, dinamis dan lincah,

(4) melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan dengan

seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik , dengan kesadaran

sepenuhnya bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung

jawab terhadap kemajuan pembelajaran;

(5) memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan

lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya;

(6) memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam system nilai yang

berlaku di masyarakat sekitarnya, dan

(7) melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

Menurut Mulyasa (2008:176) agar dapat berkomunikasi dan bergaul

secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat, seorang guru harus

mempunyai kompetensi :

(1) memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama,

(2) memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi,

(3) memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi,

(4) memiliki pengetahuan tentang estetika,

(5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial,

(6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan,

(7) setia terhadap harkat dan martabat manusia.

Pada kompetensi sosial, masyarakat adalah perangkat perilaku yang

merupakan dasar bagi pemahaman diri dengan bagian yang tidak terpisahkan dari

lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara objektif dan efisien.

30

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi

dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini

memiliki subkompetensi dengan indikator esensi sebagai berikut:

1) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.

Indikator esensialnya adalah berkomunikasi secara efektif dengan

peserta didik

2) Mampu berkomunikasi dan bergaul dengan sesama pendidik dan tenaga

kependidikan

3) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang

tua peserta didik dan masyarakat sekitar ( Sarimaya Farida, 2008: 22) .

c. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional meliputi (1) penguasaan materi pelajaran yang

terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar

keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu, (2) penguasaan dan penghayatan atas

landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses

kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa (Yanim, 2006:22). Djojonegoro

(1998:350) mengatakan profesionalisme dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh

tiga faktor penting yakni:

(1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan

keahlian atau spesialisasi;

(2) memiliki kemampuan memperbaiki keterampilan dan keahlian khusus;

(3) memperoleh penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap

keahlian tersebut.

Itulah sebabnya profesi menuntut adanya:

(1) keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang

mendasar

(2) keahlian bidang tertentu sesuai profesinya;

(3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai;

(4) adanya kerusakan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan

yang dilaksanakan;

(5) perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan;

(6) kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;

31

(7) klien /objek layanan yang tetapseperti dokter dengan pasiennya, dan

guru dengan siswanya, dan

(8) pengakuan oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di

masyarakat (Sagala, 2006:41).

Guru yang profesional diyakini mampu memotivasi siswa untuk

mengoptimalkan potensinya dalam kerangka pencapaian standar pendidian yang

ditetapkan. Menurut Usman (2001:17), kompetensi profesional meliputi:

(1) penguasaan terhadap landasan kependidikan;

(2) menguasai bahan pengajaran;

(3) kemampuan menyusun program pengajaran dan

(4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses

pembelajaran.

Kompetensi profesional mengacu pada perbuatan yang bersifat rasional

dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan.

Mengenai perangkat kompetensi profesional biasanya dibedakan profil

kompetensi yaitu mengacu kepada berbagai aspek kompetensi yang dimiliki

seseorang tenaga profesional pendidikan dan spektrum kompetensi yaitu mengacu

kepada variasi kualitatif dan kuantitatif. Perangkat kompetensi yang dimiliki oleh

korp tenaga kependidikan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan dan

mengembangkan sistem pendidikan.

Berangkat dari keyakinan adanya perubahan peningkatan status guru

menjadi tenaga profesional dan apresiasi lingkungan yang tinggi. Tentunya

kompetensi merupakan langkah penting yang perlu ditingkatkan. Kompetensi

intelektual merupakan berbagai perangkat pengetahuan dalam diri individu,

diperlukan untuk menunjang berbagi spek unjuk kerja sebagai guru profesional.

Hal ini dapat digali dalam program peningkatan kualitas diri dari pemerintah.

Sedangkan kompetensi fisik dan individu berkaitan erat dengan perangkat

32

perilaku yang berhubungan dengan kemampuan individu dalm mewujudkan

dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas

diri dan pemahaman diri.

Kekuatan profesionalisme akan menjadikan guru sebagai manusia yang

tangguh. Dia harus menyadari bahwa dari profesinya itu muncul sebuah

tanggungjawab besar, yakni menyiapkan manusia yang berkualitas. Keterpurukan

pendidik tidak terlepas dari rendahnya mental profesional guru yang mungkin

terpaksa menerjuni profesi ini akibat dari legalitas ijazah yang dimiliki. Seorang

guru hendaknya memiliki kompetensi kinerja yang mantap berupa seperangkat

penguasaan kemampuan yang harus ada dalam dirinya agar dapat mewujudkan

kinerja yang efektif.

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran

secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata

pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta

penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Setiap

subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut

1) Subkompetensi menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan

bidang studi memiliki indikator esensial : memahami materi ajar

yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep

dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan

materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran

terkait; dan menerapkan konsep- konsep keilmuan dalam

kehidupan sehari- hari

2) Subkompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki

indikator esensial menguasai langkah- langkah penelitian dan

kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan / materi bidang studi

secara profesional dalam konteks global (Sarimaya Farida, 2008:

21) .

33

Keempat kompetensi itu terintegrasi dalam kinerja guru. Khusus

kompetensi inti guru mata pelajaran di sekolah dasar telah tertulis dalam tabel di

bawah ini:

Tabel 2.1 Kompetensi Inti Guru No Kompetensi Guru Kompetensi Inti Guru

1 Kompetensi Pedagogik a. Menguasai karakteristik peserta didik dari

aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,

emosional, dan intelektual;

b. Menguasai teori belajar dan prinsip- prinsip

pembelajaran yang mendidik;

c. Mengembangkan kurikuluum yang terkait

dengan mata pelajaran yang diampu;

d. Menyelenggarakan pembelajaran yang

mendidik;

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk kepentingan pembelajaran;

f. Memfasilitasi pelaksanaan potensi peserta

didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimiliki;

g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan

santun dengan peserta didik;

h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar;

i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi

untuk kepentingan pembelajaran;

j. Melakukan tindakan reflektif untuk

peningkatan kualitas pemebelajaran.

2 Kompetensi

Kepribadian

a. Bertindak sesuai dengan norma agama,

hokum, social, dan kebudayaan nasional

Indonesia;

b. Menampilkan diri sebagai pripadi yang jujur,

berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta

didikdan mayarakat;

c. Menampilakan diri sebagai pribadi yang

mantap, stabil, dewasa, arif, dann berwibawa;

d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab

yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan

percaya diri;

e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru

3 Kompetensi Sosial a. Bersifat inklusif, bertindak objektif, serta

tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis

kelamin, agama , ras, kondisii fisik, latar

belakang keluarga, dan status social ekonomi;

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan

santun dengan sesame pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua, dan masyarakat;

c. Beradaptasi ditempat bertugas diselundiri dan

profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk

lain

4 Kompetensi Profesional a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola

pikir keilmuan yang mendukung mata

pelajaran yang diampu;

b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi

34

No Kompetensi Guru Kompetensi Inti Guru

dasar mata pelajaran yang diampu;

c. Mengembangkan materi pembelajaran yang

diampu secara kreatif;

d. Mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjuatan dengan melakukan tindakan

reflektif;

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk mengembangkan diri

2.7 Sertifikasi

2.7.1 Pengertian

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru

dan dosen atau bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru

dan dosen sebagai tenaga professional (Martinis. 2006)

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 dikemukakan bahwa

sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.

Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang

diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Berdasarkan

pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu pemberian

pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan

pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji

kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain,

sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk

mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian

sertifikat pendidik (Mulyasa, 2008:34).

Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan

kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai

bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan. Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi

35

bagi calon atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan

kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar

kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi kompetensi adalah sertifikat

kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru

atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakuakn pekerjaan profesi guru

pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

2.7.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi

Wibowo (2004), mengungkapkan bahwa sertifikasi guru bertujuan untuk

hal-hal sebagai berikut:

a. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.

b. Melindungi masyarakat dari praktek-praktek yang tidak kompeten,

sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.

c. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan

menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi

terhadap pelamar yang kompeten.

d. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga

kependidikan.

e. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga

kependidikan.

Pada dasarnya pelaksanan sertifikasi guru mempunyai banyak tujuan dan

manfaat (Sujanto, 2009 :9-11). Berikut ini beberapa tujuan utama sertifikasi guru.

a. Menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran.

36

b. Sebagai agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses

pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan

sudah layak menjadi agen pembelajaran.

c. Meningkatkan proses dan mutu pendidikan

d. Mutu pendidikan antara lain dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil proses

pembelajaran. Mutu siswa ini diantaranya ditentukan dari kecerdasan, minat,

dan usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas

dan profesional menentukan mutu siswa.

e. Meningkatkan martabat guru.

Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain

ditunjukkan dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses srtifikasi

maka guru akan menstransfer lebih banyak ilmu yang dimilikikepada

siswanya. Secara psikologis kondisi tersebutakan meningkatkan martabat guru

yang bersangkutan.

f. Meningkatkan Profesionalisme

Guru yang profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidikan, pelatihan,

pelaksanaan diri dan berbagai aktivitas lainnya yang terkait dengan

profesinya. Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan

mengikuti sertifikasi guru.

Selain mempunyai tujuan, pelaksanaan sertifikasi guru juga mempunyai

beberapa manfaat. Manfaat utama dari sertifikasi guru adalah sebagai berikut:

a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang merugikan citra profesi

guru.Guru yang telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan

proses pembelajaran dikelas sesuai dengan teori dan praktik yang telah teruji.

37

b. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan

profesional. Sekolah yang mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari

mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu

guru diharapkan akan meningkat sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada

akhirnya, masyarakat dapat menilai kualitas sekolah berasarkan mutu

pendidikannya.

c. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi guru. Hasil sertifikasi di antaranya

dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan imbalan yang sesuai dengan

prestasinya, yaitu berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat menghindarkan

dari praktik ketidakadilan, misalnya guru yang berprestasi hanya mendapat

imbalan kecil.

Sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan, dilaksanakan dalam bentuk

penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas

pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang

mendeskripsikan: (1) Kualifikasi akademik; (2) Pendidikan dan pelatihan; (3)

Pengalaman mengajar; (4) Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; (5)

Penilaian dari atasan dan pengawas; (6) Prestasi akademik; (7) Karya

pelaksanaan profesi; (8) Keikutsertaan dalam forum ilmiah; (9) Pengalaman

organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan (10) Penghargaan yang

relevan dengan bidang pendidikan (Sujanto, 2009 :15).

Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan

mendapat sertifikat pendidik. Sedangkan guru yang tidak lulus penilaian

portofolio dapat: (1) Melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi

portofolio agar mencapai nilai lulus atau (2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan

38

profesi guru yang diakhiri dengan evaluasi/penilaian sesuai persyaratan yang

ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi.

Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat

pendidik. Guru merupakan komponen vital dan fundamental dalam proses

pendidikan, yang mengedepankan proses pematangan kejiwaan, pola pikir,

dan pembentukan serta pelaksanaan karakter (character building) bangsa

untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Keberadaan dan peran

pendidik dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan oleh siapapun dan

apapun. Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi, serta

memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar dalam

mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya

manusia yang berkarakter, cerdas, dan bermoral tinggi. Sumberdaya manusia

yang demikianlah yang sebenarnya diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk

dapat bersaing dengan negara – negara lain dan dapat berperan serta aktif

dalam perkembangan dunia di era global dan bebas hampir tanpa batas ini

(Baedhowi, 2009:2).

Guru sebagai bagian dari organisasi sekolah memiliki kewajiban

untuk melaksanakan serangkaian tugas sesuai dengan fungsi yang harus

dijalankannya. Sebagai seorang manajer PBM, guru berkewajiban memberi

pelayanan kepada siswanya terutama dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Tanpa menguasai materi pelajaran, strategi pembelajaran dan pembimbingan

kepada siswa untuk mencapai prestasi yang tinggi, maka guru tidak mungkin

dapat mencapai kualitas pendidikan yang maksimal (Suhardan, 2007:4).

Kualitas pendidikan yang tinggi sangat diperlukan dalam rangka menciptakan

39

masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan memiliki daya

saing. Hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat secara keseluruhan. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara

responsif terhadap penerapan hak azasi manusia, kehidupan demokratis,

globalisasi, dan otonomi daerah (Depdiknas, 2001:6).

Dengan demikian, kesejahteraan guru dapat meningkat sesuai dengan

prestasi yang diraihnya. Namun satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa

tunjangan profesi bukan menjadi tunjangan utama serrtifikasi. Tunjangan profesi

merupakan konsekuensi logis yang menyertai kompetensi guru.

2.7.3 Dasar Hukum Sertifikasi Guru

Menurut Dirjen PMPTK Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007,

dasar hukum sertifikasi profesi guru adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional:

1) Pasal 42 ayat (1), Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan

sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani

dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional.

2) Pasal 43 ayat (2), Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan

tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang

terakreditasi.

40

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen:

1) Pasal 8, Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki

kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2) Pasal 11 ayat (1), Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam

pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, ayat

(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang

memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi

dan ditetapkan oleh Pemerintah, ayat (3) Sertifikasi pendidik

dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel, ayat (4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang

Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 18 tahun 2007 tentang

Sertifikasi bagi Guru dalam jabatan.

2.7.4 Kriteria dan Persyaratan Peserta Sertifikasi

Guru yang dapat mengikuti sertifikasi adalah guru yang telah memenuhi

persyaratan utama, yaitu memiliki ijazah akademik atau kualifikasi akademik

minimum SI atau D4. Dalam kenyataannya banyak guru yang belum mempunyai

akta mengajar. Selain itu banyak pula guru yang mengajar tidak sesuai dengan

41

bidang keahliannya. Misalnya sarjana jurusan pendidikan sosiologi mengajar mata

pelajaran matematika.

Dalam kasus ini, sertifikasi bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan

bidang keahliannya dapat memilih proses sertifikasi berbasis pada ijazah SI atau

D4 yang dimiliki atau memilihproses sertifikasi berbasis bidang studi yang

diajarkan (Sujanto,2009:13). Guru yang bersangkutan berhak sepenuhnya

menentukan jalur sertifikasi yang akan ditempuh. Suatu hal yang perlu disadari

adalah guru harus siap dengan segala konsekuensi yang dipilihnya.

Selain guru biasa, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah juga harus

mengikuti sertifikasi. Dilihat dari kewajiban mengajarnya, kepala sekolah

mempunyai kewajiban lebih sedidikt yaitu 6 jam tatap muka. Sementara wakil

kepala sekolah mempunyai kewajiban mengajar 12 jam tatap muka. Agar dapat

menjadi contoh yang baik bagi guru yang lain, mestinya kepala sekolah dan wakil

kepala sekolah harus memperoleh sertifikat pendidik lebih dahulu.

Bagi guru yang sudah memiliki ijazah SI atau D4 harus mempersiapkan

diri dengan mengumpulkan portofolio yang merekam jejak profesionalitas guru

selama mengabdikan diri sebagai guru. Di samping itu, sambil menunggu

kesempatan mengikuti sertifikasi, guru perlu meningkatkan profesionalismenya

dengan pelaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dan melakukan inovasi-

inovasi pembelajaran di sekolah.

42

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar

2.1 berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

Keterangan:

: Garis Komando (Syarat Ketentuan)

: Garis Pencapaian

SERTIFIKASI GURU

KOMPETENSI GURU

STANDARD KOMPETENSI GURU

KOMPETENSI

PEDAGOGIK

KOMPETENSI

SOSIAL KOMPETENSI

KEPRIBADIAN

PELAKSANAAN

PROFESI GURU

HAMBATAN DALAM

PELAKSANAAN PROFESI GURU

SOLUSI HAMBATAN DALAM

PELAKSANAAN PROFESI GURU

PELAKSANAAN PROFESI GURU

PASCA SERTIFIKASI

KOMPETENSI

PROFESIONAL