bab ii kajian pustaka a. profesionalisme 1 ...repository.ump.ac.id/8071/3/hilda ponco wirawanti bab...

24
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Profesionalisme 1. PengertianProfesionalisme Dalam perkembangan masyarakat modern dewasa ini, profesionalisme merupakan fenomena yang amat penting, yang dulunya tidak pernah dibahas, baik oleh masyarakat kapital-liberal maupun masyarakat komunis otoriter. Prof.Talcott Parsons menulis artikel tentang profesions dan profesionalism dalam Encyclopedia, berkata bahwa profesionalisasi merupakan suatu proses yang tidak dapat ditahan-tahan dalam perkembangan dunia perusahaan modern dewasa ini (Anoraga, 2009). Sebelum membahas definisi profesionalisme, terlebih dahulu diawali pengertian profesi dan profesional dalam Anoraga (2009), profesi tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”, suatu roeping, suatu calling, suatu strong inner impulse. Dengan begitu, maka arti “professionmengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesioanal” kedua-duanya harus menunggal. Profesional adalah tingkat penguasaan dan pelaksanaan terhadap knowledge, skill, dan character. Seorang yang profesional akan mempunyai Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Profesionalisme

    1. PengertianProfesionalisme

    Dalam perkembangan masyarakat modern dewasa ini,

    profesionalisme merupakan fenomena yang amat penting, yang dulunya tidak

    pernah dibahas, baik oleh masyarakat kapital-liberal maupun masyarakat

    komunis otoriter. Prof.Talcott Parsons menulis artikel tentang profesions dan

    profesionalism dalam Encyclopedia, berkata bahwa profesionalisasi

    merupakan suatu proses yang tidak dapat ditahan-tahan dalam perkembangan

    dunia perusahaan modern dewasa ini (Anoraga, 2009).

    Sebelum membahas definisi profesionalisme, terlebih dahulu diawali

    pengertian profesi dan profesional dalam Anoraga (2009), profesi tidak hanya

    pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam

    arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”, suatu roeping, suatu calling,

    suatu strong inner impulse. Dengan begitu, maka arti “profession”

    mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan.

    Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya

    kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga

    kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi

    “profesioanal” kedua-duanya harus menunggal.

    Profesional adalah tingkat penguasaan dan pelaksanaan terhadap

    knowledge, skill, dan character. Seorang yang profesional akan mempunyai

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 9

    tingkat tertentu pada ketiga bidang tersebut (Bernardi, 1994). Perilaku

    profesional diperlukan bagi semua profesi, agar profesi yang telah menjadi

    pilihannya mendapat kepercayaan dari masyarakat (Bonner and Lewis,

    1990).

    Menurut Kurniawan (2005), istilah profesional itu berlaku untuk

    semua aparat pegawai mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah.

    Professionalisme dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan keterampilan

    seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-

    masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan antar kemampuan yang

    dimiliki oleh birokrasi dengan kebutuhan tugas. Terpenuhinya kecocokan

    antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan salah satu syarat

    terbentuknya pegawai pegawai yang professional. Artinya keahlian dan

    kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh

    suatu organisasi.

    Orang yang profesional adalah orang yang mempunyai komitmem

    pribadi yang mendalam atas pekerjaan, melibatkan seluruh dirinya dengan

    giat, tekun dan serius menjalankan pekerjaannya. Disiplin dan keseriusan

    adalah perwujudan dari komitmen atas pekerjaannya. Orang profesional

    diandalkan dan dipercaya masyarakat karena mempunyai komitmen

    moral/pribadi serta tanggung jawab yang mendalam atas pekerjaannya (Keraf,

    1998).

    Profesionalisme berasal dari bahasa Anglosaxon yang mengandung

    pengertian kecakapan, keahlian dan disiplin. Profesionalisme mengandung

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 10

    juga pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sumber

    penghidupan. Kamus Webster Amerika menegaskan bahwa profesionalisme

    adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang

    menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi” (Anoraga, 2009).

    Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi

    untuk keuntungan atau sumber penghidupan.

    Koehn (2000) bahwa profesionalisme merupakan suatu tindakan

    yang ditujukan untuk membantu yang didasarkan pada ilmu pengetahuan

    untuk mendapatkan kepercayaan dan bertanggung jawab atas tindakan

    tersebut.

    Profesionalisme adalah cara kerja yang lebih didominasi oleh sikap,

    bukan hanya satu set daftar dari skill dan kompetensi yang dimilki. Dapat

    dicermati bahwa atttitude adalah sikap yang mendasar, sementara skill adalah

    suatu yang dapat dipelajari dan diajarkan. Profesionalisme saat ini menjadi

    bentuk yang harus melekat pada setiap entitas, setiap karyawan yang

    berinteraksi dalam pasar global. Jika tidak, maka dihadapkan dengan satu

    pilihan termaginalkan dan collaps. Jadi seluruh pelaku pasar dunia yang

    memasuki pasar global terus melakukan penyesuaian dari segi skill untuk

    dapat mempertahankan daya saing dan eksistensinya (Marsellia, 2000).

    Menurut Arens & Loobecke (2009) profesionalisme adalah suatu

    tanggung jawab yang dibebankan lebih dari sekedar dari memenuhi tanggung

    jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar dari memenuhi

    Undang-undang dan peraturan masyarakat.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 11

    Profesionalisme sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam

    melakukan profesi tertentu. Ia menyebutkan bahwa seorang yang profesional,

    di samping mempunyai keahlian dan kecakapan teknis, harus mempunyai

    kesungguhan dan ketelitian bekerja, mengejar kepuasan orang lain,

    keberanian menanggung risiko, ketekunan dan ketabahan hati, integritas

    tinggi, konsistensi dan kesatuan pikiran, kata dan perbuatan (Christian, 1994).

    Profesionalisme menurut Tjokrowinoto (dalam Tangkilisan, 2005)

    adalah kemampuan untuk merencanakan, mengoordinasikan, dan

    melaksanakan fungsinya secara efisien, inovatif, lentur dan mempunyai etos

    kerja tinggi. Siagian (dalam Tangkilisan, 2005) yang dimaksud dengan

    profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga

    terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan

    prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan

    Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme adalah

    adanya sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan suatu profesi yang

    mana untuk dapat dikatakan seseorang itu profesional harus memenuhi

    beberapa kriteria diantaranya memiliki keahlian, memiliki pengetahuan yang

    memadai dan mematuhi kode etik dalam menjalankan tugas profesinya.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 12

    2. Aspek-aspek Profesionalime

    Profesionalisme berkaitan dengan dua aspek penting yaitu aspek

    structural dan sikap (Hall dalam Jantje, 2003) :

    1. Aspek Struktural

    Aspek struktural yang karakteristiknya merupakan bagian dari

    pembentukan sekolah pelatihan, pembentukan asosiasi professional dan

    pembentukan kode etik.

    2. Aspek Sikap

    Aspel sikap sendiri berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.

    3. Ciri Profesionalisme

    Anoraga (2009) mengemukakan beberapa ciri profesionalisme yaitu :

    1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil,

    sehingga dituntut untuk selslu mencari peningkatan mutu.

    2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya

    dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.

    3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak

    mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai.

    4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh

    “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.

    5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan,

    sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 13

    4. Dimensi Profesionalisme

    Hall, (1986) menyatakan bahwa sikap profesionalisme adalah sikap

    seseorang terhadap pekerjaannya, yang dinilai melalui lima dimensi sebagai

    berikut:

    1. Pengabdian pada profesi. Profesionalisme adalah suatu pandangan yang

    dicerminkan oleh dedikasi seseorang dalam menggunakan pengetahuan dan

    kecakapan yang dimiliki. Sikap ini berkaitan dengan keteguhan tekad

    individu untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan instrinsik

    berkurang. Sikap pada dimensi ini merupakan ekspresi diri total terhadap

    pekerjaannya.

    2. Kewajiban sosial. Dimensi ini menjelaskan manfaat yang diperoleh, baik

    oleh masyarakat dengan adanya suatu pekerjaan maupun bagi yang

    profesional.

    3. Kemandirian. Dimensi ini menyatakan bahwa profesional harus mampu

    membuat keputusan sendiri tanpa tekanan pihak lain. Rasa kemandirian

    berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut pekerja yang

    bersangkutan dalam situasi khusus.

    4. Keyakinan terhadap profesi. Keyakinan bahwa yang paling berhak dalam

    menilai kinerja profesional adalah bukan pihak yang tidak mempunyai

    kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

    5. Hubungan dengan sesama profesi. Profesionalitas mensyaratkan adanya

    ikatan profesi baik dalam organisasi formal maupun kelompok kolega

    informal sebagai sumber utama ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 14

    ini para profesional membangun kesadaran terhadap profesinya (Ariyani,

    2008).

    Selain itu, menurut Jatman (dalam Rahman 2013) bahwa dimensi

    profesionalisme secara umum adalah:

    1. Altruisme yaitu berani berkorban, mementingkan orang lain bukan diri

    sendiri, hal ini ditunjukan melalui sikap suka membantu, problem solver,

    membuat keputusan secara tepat dan obyektif.

    2. Komitmen terhadap kesempurnaan, sikap profesionalnya yaitu efektif dan

    efisien, memberikan atau mengerjakan yang terbaik.

    3. Toleransi, sikap profesionalnya ditunjukan dengan sikap adaptasi, suka

    bekerjasama, komunikatif, bijaksana, dan meminta tolong jika memang

    memerlukan.

    4. Integritas dan karakter, sikap profesionalnya ditunjukan melalui sikap

    jujur, teguh, tidak plin-plan, percaya diri, berjiwa pemimpin yang

    memberi teladan.

    5. Respek kepada semua orang, profesional dalam menerima kritik,

    menepati janji, memegang rahasia, menghormati orang lain dan tahu diri.

    6. Sense of duty, sikap profesionalnya adalah disiplin dan tepat waktu.

    B. Religiusitas

    1. Pengertian Religiusitas.

    Ada beberapa istilah untuk menyebutkan agama, antara lain

    religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin), dan

    dien (Arab).

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 15

    Kata religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari

    bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu Bahasa Latin “religio”

    dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat (Kahmad, 2002).

    Istilah religi, berasal dari bahasa latin; religio, bahasa Inggris; religion,

    bahasa Arab; aldiin atau agama. Religiusitas yaitu kepercayaan kepada

    Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-

    kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (Poerwodarminto,

    1994).

    Dari istilah agama inilah kemudian muncul apa yang dinamakan

    religiusitas. Meski berakar kata sama, namun dalam penggunaannya

    istilah religiusitas mempunyai makna yang berbeda dengan religi atau

    agama. Kalau agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan

    aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban; religiusitas menunjuk pada aspek

    religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati (Mangunwijaya,

    1982).

    Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan.

    Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh

    keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam

    penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim,

    religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan,

    pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam (Nashori dan Mucharam,

    2002).

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 16

    Menurut Glock & Stark dalam Ancok (1995) konsep religiusitas

    adalah rumusan brilian, karena konsep tersebut mencoba melihat

    keberagamaan seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tetapi

    mencoba memperhatikan segala dimensi. Keberagamaan dalam islam

    bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam

    aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh, islam

    mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula.

    Mangunwijaya (1988) mengatakan : “Bagaimanapun manusia

    religius dengan aman dapat diartikan : manusia yang berhati serius, saleh,

    teliti dalam pertimbangan batin dan sebagainya. Jadi belum menyebutkan

    dia menganut agama mana”. Selanjutnya Mangunwijaya juga

    mengatakan : “Agama lebih menunjuk kepada kelembangan kebaktian

    kepada Tuhan atau kepada Dunia Atas dalam segala aspeknya yang

    resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukumhukumnya serta

    keseluruhan organisasi tafsir Alkitabnya dan sebagainya yang meliputi

    segi-segi kemasyarakatan.

    Religiusitas dalam Islam bukan hanya terjadi ketika seseorang

    melakukan ibadah ritual saja, melainkan juga ketika melakukan

    aktivitas lainnya sehari-hari. Keberagamaan (religiusitas) diwujudkan

    dalam berbagai sisi kehidupan manusia (Titik & Unti, 2002).

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 17

    Hawari (1996) menyebutkan bahwa religiusitas merupakan

    penghayatan keagamaan dan kedalaman kepercayaan yang diekspresikan

    dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa, dan membaca kitab suci.

    Ancok dan Suroso (2001) mendefinisikan religiusitas sebagai

    keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi

    yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual

    (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh

    kekuatan supranatural. Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa

    ketergantungan yang mutlak. Adanya ketakutan akan ancaman dari

    lingkungan alam sekitar serta keyakinan manusia itu tentang segala

    keterbatasan dan kelemahannya. Rasa ketergantungan yang mutlak

    membuat manusia mencari kekuatan sakti dari sekitarnya yang dapat

    dijadikan sebagai kekuatan pelindung dalam kehidupannya dengan suatu

    kekuasaan yang berada di luar dirinya yaitu Tuhan.

    Religiusitas atau keagamaan seseorang ditentukan dari banyak hal,

    di antaranya: pendidikan keluarga, pengalaman, dan latihan-latihan yang

    dilakukan pada waktu kecil atau pada masa kanak-kanak. Seorang remaja

    yang pada masa kecilnya mendapat pengalaman-pengalaman agama dari

    kedua orang tuanya, lingkungan sosial dan teman-teman yang taat

    menjalani perintah agama serta mendapat pendidikan agama baik di

    rumah maupun di sekolah, sangat berbeda dengan anak yang tidak pernah

    mendapatkan pendidikan agama di masa kecilnya, maka pada dewasanya

    ia tidak akan merasakan betapa pentingnya agama dalam hidupnya.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 18

    Orang yang mendapatkan pendidikan agama baik di rumah mapun di

    sekolah dan masyarakat, maka orang tersebut mempunyai kecenderungan

    hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, dan takut

    melanggar larangan-larangan agama (Syahridlo, 2004).

    Religiusitas menurut Suhardiyanto (2001) adalah hubungan

    pribadi dengan pribadi ilahi Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan

    Maha Penyayang (Tuhan) yang berkonsekuensi hasrat untuk berkenan

    kepada pribadi yang ilahi itu dengan melaksanakan kehendak-Nya dan

    menjauhi yang tidak dikehendakinya (larangannya).

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menarik

    kesimpulan bahwa religiusitas adalah proses seseorang memahami dan

    menghayati agama dalam kehidupannya yang mencakup keyakinan,

    praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama dan pengamalan agama

    dalam kehidupannya.

    2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

    Thoules (Azra, 2000) menyebutkan beberapa faktor yang

    mempengaruhi religiusitas, yaitu:

    a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial

    (faktor sosial) yang mencakup semua pengaruh sosial dalam

    perkembangan sikap keagamaan, termasuk pendidikan orang tua,

    tradisi-tradisi sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai pendapatan

    sikap yang disepakati oleh lingkungan.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 19

    b. Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk

    sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai :

    (1) Keindahan, keselarasan dan kebaikan di dunia lain (faktor

    alamiah)

    (2) Adanya konflik moral (faktor moral)

    (3) Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif)

    c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari

    kebutuhankebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan

    terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.

    d. Proses pemikiran verbal atau proses intelektual.

    Yusuf (2003) mengatakan bahwa religiusitas tidak muncul

    begitu saja, tetapi berkembang melalui suatu proses dan dipengaruhi

    dua faktor, yaitu :

    a. Faktor Internal

    Perbedaan antara manusia dengan binatang adalah bahwa

    manusia mempunyai pembawaan beragama.

    b. Faktor Lingkungan

    Faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor lingkungan

    keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 20

    3. Dimensi Religiusitas

    Menurut Glock & Stark (Ancok dan Suroso, 1995) religiusitas

    memiliki lima dimensi, yaitu:

    a. Dimensi keyakinan (ideologis)

    Dimensi Keyakinan berisi pengharapanpengharapan di mana orang

    yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan

    mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.

    b. Dimensi praktik agama (ritualistik)

    Dimensi praktik agama mencakup perilaku pemujaan,

    ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan

    komitmen terhadap agama yang dianutnya.

    c. Dimensi pengalaman (experensial)

    Dimensi pengalaman berkaitan dengan pengalaman

    keagamaan, perasaan-perasaan, persepsipersepsi, dan sensasi-sensasi

    yang dialami seseorang, sebagai suatu komunikasi dengan Tuhan,

    misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa,

    merasa sering do’anya dikabulkan, merasa diselamatkan Tuhan, dan

    sebagainya.

    d. Dimensi pengamalan (konsekuensi)

    Dimensi pengamalan berkaitan dengan sejauhmana perilaku

    individu dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial.

    Misalnya, apakah seseorang mengunjungi tetangganya yang sakit,

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 21

    mau menolong orang yang sedang dalam kesulitan dan mau

    mendermakan hartanya. Dimensi pengamalan meliputi konsekuensi-

    konsekuensi duniawi dari keyakinan, pengalaman dan pengetahuan

    keagamaan individu yang mencakup apa yang harus dilakukan dan

    bagaimana sikap yang harus dipegang individu sebagai konsekuensi

    agama yang dianutnya.

    e. Dimensi pengetahuan agama (intelektual).

    Dimensi pengetahuan agama berkaitan dengan sejauhmana

    individu mengetahui dan memahami tentang ajaran-ajaran agamanya,

    terutama yang ada dalam kitab suci dan sumber lainnya.

    Dalam hadist lain Rasulullah juga bersabda: “Dari Ibn Umar ra,

    ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:Agama Islam dibangun atas

    lima unsur, yaitu: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan

    Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, mengerjakan shalat,

    membayar zakat, mengerja-kan haji, dan berpuasa pada bulan

    Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Dari dimensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa religiusitas

    (agama Islam) dapat dibagi menjadi lima dimensi (Glock & Stark )

    yaitu

    1. Dimensi akidah, menyang-kut keyakinan dan hubungan manusia

    dengan Tuhan, malaikat, para Nabi dan sebagianya,

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 22

    2. Dimensi ibadah, menyangkut frekuensi intensitas pelaksanaan ibadah

    yang telah ditetapkan, misalnya shalat, zakat, haji dan puasa.

    3. Dimensi amal, menyangkut tingkah laku dalam kehidupan

    masyarakat, misalnya menolong orang lain, membela yang lemah,

    bekerja dan sebagainya.

    4. Dimensi ihsan menyangkut pengalaman dan perasaan tentang

    kehadirat Tuhan, takut melanggar larangan dan lain-lain, dan

    5. Dimensi ilmu, menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran-

    ajaran agama.

    4. Aspek Religiusitas

    Menurut Rahmat (2004), keberagamaan seseorang terdiri dari

    lima aspek, yaitu :

    1. Aspek ideologis adalah seperangkat kepercayaan (belief) yang

    memberikan premis aksistensial.

    2. Aspek ritualistik adalah aspek pelaksanaan ritual/ibadah suatu agama.

    3. Aspek eksperiensial adalah bersifat afektif : keterlibatan emosional dan

    sentimental pada pelaksanaan ajaran agama, yang membawa pada

    religious feeling.

    4. Aspek intelektual adalah pengetahuan agama: seberapa jauh tingkat

    melek agama pengikut agama yang bersangkutan, tingkat ketertarikan

    penganut agama untuk mempelajari agamanya.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 23

    5. Aspek konsekuensial disebut juga aspek sosial. Aspek ini merupakan

    implementasi sosial dari pelaksanaan ajaran agama sehingga dapat

    menjelaskan efek ajaran agama terhadap etos kerja, kepedulian,

    persaudaraan, dan lain sebagainya.

    C. Guru

    1. Pengertian Guru

    UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut guru

    adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

    membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

    peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

    pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sesuai dengan bahan

    kriteria dan bahan pengajar, guru harus memiliki kualifikasi

    kompetensi tertentu sesuai dengan bidang tugas dan akhirnya dapat

    menghasilkan lulusaan yang bermutu.

    Guru adalah figur sumber manusia yang menempati posisi dan

    memegang peran penting dalam pendidikan. Ketika semua orang

    mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figure guru mesti terlibat

    dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan

    pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru merupakan tenaga

    professional yang bertugas merencanakan, melakukan pembimbinga

    dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada

    masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal

    tersebut tidak dapat disangkal karena lembaga pendidikan formal

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 24

    adalah dunia kehidupan guru. Sebagian besar waktu guru ada di

    sekolah, sisanya ada di rumah dan di masyarakat menurut Djamarah

    dalam Saondi (2010).

    Menurut Supriyadi dalam Saondi (2010), guru sebagai suatu

    profesi di Indonesia baru dalam taraf sedang tumbuh yang tingkat

    kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh profesi-

    profesi lainnya sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang

    setengah-setengah atau semi profesional

    Menurut Syaiful (2010) guru adalah orang yang memberikan

    ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan

    masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-

    tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa

    juga di masjid, di surau/muala, di rumah, dan sebagainya.

    Menurut Samana (1994) guru adalah pribadi dewasa yang

    mempersiapkan diri secara khusus melalui Lembaga Pendidikan Guru

    Tenaga Kependidikan (LPTK) agar dengan keahliannya mampu

    mengajar sekaligus mendidik siswanya untuk menjadi warga Negara

    yang baik (susila), berilmu, produktif, sosial, sehat dan mampu

    berperan aktif dalam peningkatan sumber daya manusia.

    Menurut Pidarta dalam Saondi (2010) bahwa guru adalah

    merupakan pribadi yang berkembang. Menurut Muhibbinsyah (2010:)

    guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar. Sejalan dengan

    pendapat tersebut Hamalik (2010) menyebutkan guru adalah orang

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 25

    yang bertugas memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka

    menjadi siswa yang selaras dengan tujuan madrasah. Dalam bukunya

    yang lain Hamalik (2010) menyebutkan guru adalah jabatan

    professional, artinya jaabatan yang memerlukan keahlian khusus.guru

    yang professional tidak hanya menjadi sosok yang suka ceramah

    dengan pola konvensional, tetapi juga sosok yang mahir dalam bidang

    teknologi informasi (Suparlan,2006).

    Munir mengatakan (2010) guru yang professional adalah yang

    mencintai pekerjaannya dalam bentuk profesionalisme,

    totalitas,ketulusan, kesabaran, dan resiko menghadapi resiko-resiko

    yang harus ditanggung.

    Suparno (2001) bahwa paradigma baru guru bukan hanya

    sebagai pengajar tetapi juga sebagai fasilitator dan motivator dalam

    pengajaran. (Meier, 2005) menyatakan bahwa sekarang ini perlu

    sekali memperbaharui pendekatan pendidikan terhadap pembelajaran

    untuk memenuhi kebutuhan kebudayaan dan kebutuhan bangsa. Hal

    ini dapat tercipta ketika guru mampu menjabarkan dan mengorganisir

    bahan ajar secara sistematis dengan mendayagunakan aneka sumber

    belajar (Samana, 1994).

    Gunawan dalam Saondi (2010) mengemukakan bahwa guru

    merupakan perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator

    pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang

    terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 26

    Sugiyanto (2010) menyatakan pengelolaan pembelajaran dapat optimal

    apabila guru mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan

    mediator dalam proses pembelajaran.

    2. Peranan Guru

    Peranan guru Menurut Sanodi&Aris dalam Saondi (2010) yaitu :

    1. Korektor

    Sebagai korektor, guru bisa membedakan mana nilai yang baik

    dan mana nilai yang buruk

    2. Insprirator

    Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang

    baik bagi kemajuan belajar anakdidik

    3. Informator

    Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi

    perkembangan ilmu pengetahuan an teknologi, selain sejumlah

    bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah

    diprogramkan dalam kurikulum.

    4. Organisator

    Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang

    diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan

    pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah,

    menyusun kalender akademik, dan sebagainya.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 27

    5. Motivator

    Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik

    agar bergairah dan aktif belajar.

    6. Inisiator

    Dalam perananya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi

    pencetus ide-ide kemampuan dalam pendidikan dan pengajaran.

    7. Fasilitator

    Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas

    yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak dalam

    lingkungan belajar yang menyenangkan.

    8. Pembimbing

    Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran

    yang telah disebutkan, peranan ini harus lebih dipentingkan, karena

    guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi

    manusia dewasa susila yang cakap.

    9. Demonstrator

    Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat

    anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki inteligensi

    yang sedang. Untuk mata pelajaran yang susah dipahami anak

    didik, guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara

    memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 28

    10. Pengelola Kelas

    Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dpat mengelola kelas

    dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak

    didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.

    11. Mediator

    Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan

    pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai

    bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil.

    12. Supervisor

    Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat memperbaiki dan

    menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.

    13. Evaluator

    Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang

    evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang

    menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik.

    3. Kompetensi Guru

    Santrock (2009) mengemukakan dua kompetensi dasar seorang

    guru yang professional, yaitu :

    a. Professional Knowledge skill

    b. Commitment and motivation

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 29

    D. Kerangka Berpikir

    Dalam perkembangan masyarakat modern dewasa ini, profesionalisme

    merupakan fenomena yang amat penting, yang dulunya tidak pernah dibahas,

    baik oleh masyarakat kapital-liberal maupun masyarakat komunis otoriter.

    Talcott Parsons menulis artikel tentang profesions dan profesionalism dalam

    Encyclopedia, berkata bahwa profesionalisasi merupakan suatu proses yang

    tidak dapat ditahan-tahan dalam perkembangan dunia perusahaan modern

    dewasa ini (Anoraga, 2009).

    Menurut penelitan yang dilakukan oleh Murphy (Mulyasa, 2008)

    menyatakan bahwa keberhasilan pembaruan sekolah sangat ditentukan oleh

    gurunya, karena guru adalah pemimpin pembelajaran. Karena itu, guru harus

    senantiasa mengembangkan diri secara mandiri serta tidak bergantung pada

    inisiataif kepala sekolah dan supervisor.

    Menurut Samana (1994) guru adalah pribadi dewasa yang

    mempersiapkan diri secara khusus melalui Lembaga Pendidikan Guru

    Tenaga Kependidikan (LPTK) agar dengan keahliannya mampu mengajar

    sekaligus mendidik siswanya untuk menjadi warga Negara yang baik

    (susila), berilmu, produktif, sosial, sehat dan mampu berperan aktif dalam

    peningkatan sumber daya manusia.

    Adapun pencapaian keberhasilan perusahaan atau organisasi dapat

    dilakukan dengan meningkatkan profesionalisme karyawan. Profesionalisme

    adalah keandalan dalam pelaksaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu

    yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 30

    dipahami dan di ikuti oleh pelanggan atau masyarakat Siagian (dalam

    Kurniawan, 2005).

    Namun dalam kenyataannya, profesionalisme seorang akan berbeda

    dengan seorang yang lain. Dalam penelitian ini akan menjelaskan

    bagaimana hubungan profesionalisme dengan religiusitas Menurut

    Kurniawan (2005) profesionalisme menyangkut kecocokan antara

    kemampuan yang dimilki dengan kebutuhan tugas. Terpenuhinya kecocokan

    antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan salah satu syarat

    terbentuknya karyawan yang profesional. Profesionalisme adalah cara kerja

    yang lebih didominasi oleh sikap bukan hanya satu set daftar skill dan

    kompetensi yang dimilki, dapat dicermati bahwa sikap adalah yangmendasar

    (Marsellia, 2000).

    Gambar 1.1

    Profesionalisme

    a. Dimensi Altruism

    b. Dimensi Komitmen

    terhadap kesempurnaan

    c. Dimensi toleransi

    d. Dimensi integritas dan

    karakter

    e. Dimensi Respek kepada

    semua orang

    Guru

    Islam

    Religiusitas

    a. Aspek Ideologis

    b. Aspek Ritualistik

    c. Aspek Ekperiensial

    d. Aspek Intelektual

    e. Aspek

    Konsekuensial

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018

  • 31

    E. Hipotesis

    Hipotesis yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah ada hubungan

    antara religiusitas dengan profesionalisme pada guru SLTA berbasis Islam di-

    Purwokerto.

    Hubungan Antara Religiusitas..., Hilda Ponco Wirawanti, Fakultas Psikologi UMP, 2018