bab ii kajian teoritis 2.1 tinjauan pustaka 2.1.1 teori agensieprints.umm.ac.id/38294/3/bab ii.pdf9...

15
9 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan dalam Siagian (2011:10) adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agent mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesusai dengan kepentingan principal. Agency conflict sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu : (1) agency conflict antara pemegang saham dan manajer. Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. (2) agency conflict antara pemegang saham dan kreditor (Kirana, 2007). Agency theory menjelaskan fenomena yang terjadi apabila atasan mendelegasikan wewenangnya kepada bawahan untuk melakukan suatu tugas atau otoritas untuk membuat keputusan (Anthony dan Govindarajan 1998). Fenomena dalam kasus ini adalah Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak tentu saja juga melalui kebijakan yang diambil oleh

Upload: lykhue

Post on 25-May-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Agensi

Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan dalam

Siagian (2011:10) adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent.

Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan

principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari

principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham,

pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive

Officer) sebagai agent mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO

untuk bertindak sesusai dengan kepentingan principal. Agency conflict

sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu : (1) agency conflict antara

pemegang saham dan manajer. Penyebab konflik antara manajer dengan

pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan

dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan yang berkaitan

dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. (2) agency

conflict antara pemegang saham dan kreditor (Kirana, 2007).

Agency theory menjelaskan fenomena yang terjadi apabila atasan

mendelegasikan wewenangnya kepada bawahan untuk melakukan suatu

tugas atau otoritas untuk membuat keputusan (Anthony dan Govindarajan

1998). Fenomena dalam kasus ini adalah Perusahaan yang melakukan

penghindaran pajak tentu saja juga melalui kebijakan yang diambil oleh

10

pemimpin perusahaan itu sendiri karena keputusan dan kebijakan

perusahaan diambil oleh pemimpin perusahan tersebut. Atas hal tersebutlah

para eksekutive diperusahaan mendapat dorongan untuk melakukan Tax

avoidance. Jika dihubungkan dengan leverage, perusahaan dengan raiso

leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi.

Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang

saham. Untuk mencapai hal tersebut, kecenderungan yang terjadi biasanya

manajemen berusaha memaksimalkan laba sekarang dengan cara

mengurangi biaya, termasuk biaya pengungkapan TBL(triple bottom line).

Praktek tax avoidance dalam perspektif agency theory dipengaruhi

oleh adanya konflik kepentingan antara agen (manajemen) dengan principal

yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau

mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Konflik

tersebut terjadi terhadap kepentingan laba perusahaan antara pemegang

sahan dengan manajer (manajemen perusahaan). Pemegang sahan berharap

adanya pemasukan sebesar-besarnya dari manajer, sementara dari pihak

manajemen berpandangan bahwa perusahaan harus menghasilkan laba yang

cukup signifikan dengan beban pajak yang rendah. Dua sudut pandang

berbeda inilah menyebabkan konflik antara pemegang saham dengan pihak

manajemen perusahaan.

11

2.1.2 Tax avoidance

Menurut Lyons “Tax avoidance is a term used to describe the legal

arrangements of tax payer’s affairs so as to reduce his tax liability”.

Penghindaran pajak adalah rekayasa ‘tax affairs’ yang masih tetap berada

di dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Wajib Pajak melakukan

penghindaran pajak dengan mentaati aturan yang berlaku yang sifatnya

legal dan diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemerintah tidak bisa melakukan penuntutan secara hukum, meskipun

praktik penghindaran pajak ini akan mempengaruhi penerimaan negara dari

sektor pajak. (Ngadiman dan Puspitasari ,2014).

Menurut Mardiasmo (2003), penghindaran pajak (Tax avoidance)

adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

undang-undang yang ada. Menurut Heru (1997) penghindaran pajak adalah

usaha pengurangan pajak, namun tetap mematuhi ketentuan peraturan

perpajakan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang

diperkenankan maupun menunda pajak yang belum diatur dalam peraturan

perpajakan yang berlaku. Penghindaran pajak merupakan usaha untuk

mengurangi hutang pajak yang bersifat legal (Lawful), sedangkan

penggelapan pajak (Tax Evasion) adalah usaha untuk mengurangi hutang

pajak yang bersifat tidak legal (Unlawful) (Xynas, 2011)..

Penghindaran pajak ini telah membuat basis pajak atas pajak

pendapatan menjadi sempit dan mengakibatkan begitu besarnya kehilangan

potensi pendapatan pajak yang dapat digunakan untuk mengurangi beban

12

defisit anggaran negara. Dengan demikian dalam kontek perusahaan,

penghindaran pajak ini sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam rangka

memperkecil besarnya tingkat pembayaran pajak yang harus dilakukan dan

meningkatkan cash flow perusahaan. Seperti disebutkan oleh Guire at al.,

(2011), bahwa manfaat dari adanya tax avoidance adalah

untukmemperbesar tax saving yang berpotensi mengurangi pembayaran

pajak sehingga akan menaikkan cash flow.

Penghindaran pajak (tax avoidance) diproksikan dengan tarif pajak

efektifr perusahaan (ETR), banyak perusahaan menggunakan tarif pajak

efektif perusahaan sebagai alat ukur dalam tax avoidance. Tarif pajak

efektif perusahaan juga sering digunakan oleh para pembuat kebijakan dan

kelompok kepentingan sebagai alat untuk membuat kesimpulan kesimpulan

tentang sistem pajak perusahaan karena ETR memberikan sebuah ringkasan

statistik yang tepat tentang efek kumulatif dari berbagai perubahan intensif

pajak dan tarif pajak perusahaan. ETR menyediakan ringkasan dasar

statistic kinerja pajak yang digambarkan oleh jumlah pajak yang dibayarkan

oleh perusahaan relative terhadap laba kotor. (Harris & Feeny, 2000)

Dalam menentukan penghindaran perpajakan, komite urusan fiscal

OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)

menyebutkan ada tiga karakter tax avoidance, yaitu :

1. Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah-olah

terdapat didalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena

ketiadaaan faktor pajak

13

2. Skema semacam ini sering memanfaatkan celah (loopholes)

undang-undang untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang

legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya

dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.

3. Kerahasiaan juga sebagai bentuk skema ini dimana umumnya

para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan tax

avoidance dengan syarat wajib pajak menjaga kerahasiaan

Tax avoidance dapat dilakukan dengan tiga cara :

1. Menahan Diri

Wajib pajak tidak melakukan perbuatan yang mengakibatkan harus

membayar pajak. Misalnya agar tidak dikenai pajak rokok, Wajib pajak

tidak merokok.

2. Pindah Lokasi

Untuk menghindari pembayaran pajak, wajib pajak memindahkan

lokasi usahanya dari tempat yang tarif pajaknya tinggi ketempat yang

tarif pajaknya rendah.

3. Penghindaran Pajak secara yuridis

Wajib pajak mengatur sedemikian rupa sehingga kegiatan yang

dilakukan menjadi tidak dikenai pajak ataupun jika dikenai pjak, wajib

pajak cukup membayar dengan jumlah yang sedikit mungkin. Contoh

mudahnya, saat orang pribadi akan menjalankan usaha, orang pribadi

tersebut dihadapkan pada apakah akan mendirikan PT atau cukup

perusahaan perseorangan (Fa atau CV). Dari segi aspek pajak di

14

Indonesia, mendirikan perusahaan perseorangan (Fa atau CV) dianggap

lebih menguntungkan karena hanya akan dikenai pajak pada level

perusahaan. Ketika laba tersebut dibagikan kepada orang pribadi

pemilik perusahaan bukan menjadi objek pajak. Sedangkan bagi PT,

apabila laba tersebut dibagikan ke pemegang saham, merupakan objek

pemotongan Pasal 4 ayat (2) yang tarifnya diatur dalam Pasal 17 ayat

(2c) UU No 36 tahun 2008.

2.1.3 Karakter Eksekutif

Eksekutif adalah suatu individu yang berada pada kedudukan yang

sangat penting dalam suatu perusahaan karena eksekutif memiliki

wewenang dan kekuasaan tertinggi untuk mengatur operasi perusahaannya.

Eksekutif memiliki pengaruh yang besar bagi perusahaan yang dipimpin

sehingga eksekutif ini berperan sangat penting untuk dapat mengkoordinir

bawahannya. Eksekutif menentukan arah jalannya perusahaan sehingga

eksekutif harus tepat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam

perusahaan. Setiap individu tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda

begitu juga dengan setiap eksekutif yang memiliki karakter yang berbeda

dalam memimpin perusahaannya.

Menurut Low (2006), dalam menjalankan tugasnya, para pemimpin

eksekutif sebuah perusahaan memiliki dua karakter, yaitu risk taker dan risk

averse. Risk taker merupakan salah satu karakter eksekutif yang berani

dalam mengambil risiko. Risk averse merupakan karakter eksekutif yang

kurang berani dalam mengambil risiko. Karakter eksekutif yang cenderung

15

risk taker akan berani melakukan apapun agar mendapatkan keuntungan

sebesar-besarnya sehingga lebih berani dalam mengambil risiko walaupun

risiko yang diambil tersebut terbilang besar. Berbanding terbalik dengan

eksekutif yang memiliki karakter risk averse.

Menurut Evianisa (2014), risk averse lebih cenderung tidak

menyukai risiko yang besar dan cenderung menghindari risiko serta lebih

memilih risiko yang lebih kecil. “Seorang pemimpin bisa saja memiliki

karakter risk taker atau risk averse yang tercermin dari besar kecilnya risiko

perusahaan. Semakin tinggi risiko suatu perusahaan , maka eksekutif

cenderung bersifat risk taker. Sebaliknya, semakin rendah risiko suatu

perusahaan, maka eksekutif cenderung bersifat risk averse”.

Untuk mengetahui karakter eksekutif maka digunakan risiko

perusahaan (corporate risk) yang dimiliki perusahaan. Tinggi rendahnya

risiko perusahaan ini mengindikasikan karakter eksekutif apakah termasuk

risk taker atau risk averse (Paligovora, 2010). Besar kecilnya risiko

perusahaan mengindikasikan kecenderungan karakter eksekutif. Tingkat

risiko yang besar mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih

bersifat risk taker. Sebaliknya tingkat risiko yang kecil mengindikasikan

bahwa pimpinan perusahaan lebih bersifat risk averse (Ni Nyoman

Kristiana Dewi dan I Ketut Jati, 2014).

Apabila eksekutif semakin bersifat risk taker maka akan semakin

besar tindakan tax avoidance yang dilakukan. Besar kecilnya risiko

perusahaan mengindikasikan kecenderungan karakter eksekutif. Tingkat

16

risiko yang besar mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih

bersifat risk taker yang lebih berani mengambil risiko. Perusahaan yang

memiliki risiko perusahaan yang tinggi cenderung akan menyajikan laporan

keuangan apa adanya untuk melihat seberapa jauh kinerja yang telah

dilakukan oleh perusahaan sehingga peluang untuk melakukan

penghindaran pajak menjadi rendah.

2.1.4 Leverage

Menurut Kurniasih dan Sari (2013: 63) leverage adalah rasio yang

mengukur kemampuan hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek

untuk membiayai aktiva perusahaan. Leverage ini menjadi sumber

pendanaan perusahaan dari eksternal dari hutang. Hutang yang dimaksud

adalah hutang jangka panjang. Beban bunga secara jangka panjang akan

mengurangi beban pajak yang ada. Variabel leverage diukur dengan

membagi total kewajiban jangka panjang dengan total asset perusahaan.

Leverage menggambarkan proporsi total utang perusahaan terhadap total

aset yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui keputusan

pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Leverage dihitung

dengan total hutang dibagi dengan total equity. Sehingga, semakin tinggi

utang perusahaan akan semakin tinggi beban bunga perusahaan yang dapat

menurunkan ETR (effektif tax rate) perusahaan, nilai ETR rendah

menandakan kemungkinan perusahaan melakukan tax avoidance, sesuai

dengan Hendy (2014) yang menyatakan bahwa komponen beban bunga

17

akan mengurangi laba sebelum kena pajak perusahaan sehingga beban pajak

yang harus dibayar peruasahaan akan menjadi berkurang.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dewi (2014) dengan judul “Pengaruh Karakter Eksekutif,

Karakteristik Perusahaan, Dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

Pada Tax avoidance Di Bursa Efek Indonesia”. Teknik analisis yang

digunakan yaitu Uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji

multikolonieritas, uji heterokedasitas, dan uji autokorelasi. Hasil

Penelitiannya adalah Karakter Esekutif berpengaruh terhadap tax

avoidance. Artinya apabila eksekutif semakin bersifat risk taker maka akan

semakin besar tindakan tax avoidance yang dilakukan. Besar kecilnya risiko

perusahaan mengindikasikan kecenderungan karakter eksekutif. Tingkat

risiko yang besar mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih

bersifat risk taker yang lebih berani mengambil risiko. Sebaliknya tingkat

risiko yang kecil mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih

bersifat risk averse yang cenderung untuk menghindari risiko.

Ngadiman dan Christiany (2014) dengan judul “Pengaruh Leverage,

Kepemilikan Institusional, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Penghindaran

Pajak (Tax avoidance) Pada Perusahaan Sektor Manufaktur Yang Terdaftar

Di Bursa Efek Indonesia 2010-2012”. Metode Analisis Data yang dilakukan

dengan cara menggunakan perhitungan matematis, kemudian variabel-

variabel yang telah dihitung tersebut diolah dengan menggunakan program

software Statistical Product and Service Solution (SPSS) untuk

18

menghasilkan perhitungan yang menunjukkan pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Adapun metode-metode yang

digunakan dalam mengolah data adalah uji statistik deskriptif, uji asumsi

klasik, dan uji hipotesis .Hasil penelitiannya adalah : Leverage tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance. Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi nilai dari rasio leverage, berarti semakin

tinggi jumlah pendanaan dari hutang pihak ketiga yang digunakan

perusahaan dan semakin tinggi pula biaya bunga yang timbul dari hutang

tersebut yang akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak

perusahaan tidak menjadikan perusahaan melakukan pembiayaan dengan

hutang sebesar-besarnya (Kurniasih dan Sari, 2013).

Rangkuti dan Pratomo (2017) dengan judul “Pengaruh Karakter

Eksekutif dan Leverage terhadap tax avoidance”. Hasil Penelitiannya

adalah Karakter Eksekutif berpengaruh negatif pada tax avoidance. Hal ini

disebabkan perusahaan yang memiliki risiko perusahaan yang tinggi

cenderung akan menyajikan laporan keuangan apa adanya untuk melihat

seberapa jauh kinerja yang telah dilakukan oleh perusahaan sehingga

peluang untuk melakukan penghindaran pajak menjadi rendah. Dan hasil

penelitian selanjutnya leverage tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Hal ini disebabkan karena leverage pada penelitian ini didominasi oleh

perbedaan leverage dengan koreksi fiskal positif dan jumlah kenaikan total

hutang yang tidak terlalu signifikan terhadap nilai ekuitas. Sehingga beban

pajak yang harus dibayarkan semakin tinggi.

19

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh karakter eksekutif terhadap praktik tax avoidance

Penjelasan tentang praktek tax avoidance dapat dimulai dari

pendekatan agency theory. Praktek tax avoidance dalam perspektif agency

theory dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen

(manajemen) dengan principal yang timbul ketika setiap pihak berusaha

untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang

dikehendakinya.

Agency theory menjelaskan fenomena yang terjadi apabila atasan

mendelegasikan wewenangnya kepada bawahan untuk melakukan suatu

tugas atau otoritas untuk membuat keputusan (Anthony dan Govindarajan

1998). Fenomena dalam kasus ini adalah Perusahaan yang melakukan

penghindaran pajak tentu saja juga melalui kebijakan yang diambil oleh

pemimpin perusahaan itu sendiri karena keputusan dan kebijakan

perusahaan diambil oleh pemimpin perusahan tersebut. Atas hal tersebutlah

para eksekutive diperusahaan mendapat dorongan untuk melakukan Tax

avoidance. Dalam penelitian pajak ini, konflik tersebut terjadi terhadap

kepentingan laba perusahaan antara pemegang sahan dengan manajer

(manajemen perusahaan). Pemegang sahan berharap adanya pemasukan

sebesar-besarnya dari manajer, sementara dari pihak manajemen

berpandangan bahwa perusahaan harus menghasilkan laba yang cukup

signifikan dengan beban pajak yang rendah. Dua sudut pandang berbeda

20

inilah menyebabkan konflik antara pemegang saham dengan pihak

manajemen perusahaan.

Dyreng et al., (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui

apakah individu top executive memiliki pengaruh terhadap penghindaran

pajak perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 908 pimpinan

perusahaan yang tercatat di ExecuComp diperoleh hasil bahwa pimpinan

perusahaan executive secara individu memiliki peran yang signifikan

terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan. Pimpinan perusahaan

(CEO, CFO, dan top executive yang lain) sebagai individu pengambil

kebijakan pasti memiliki karakter yang berbeda-beda.

Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak tentu saja juga

melalui kebijakan yang diambil oleh pemimpin perusahaan itu sendiri

karena keputusan dan kebijakan perusahaan diambil oleh pemimpin

perusahan tersebut. Pemimpin perusahaan biasanya memiliki dua karakter

yaitu, risk taker dan risk averse. Pemimpin perusahaan yang memiliki

karakter risk taker dan risk averse tercermin pada besar kecilnya risiko

perusahaan yang ada (Budiman, 2012). Tingkat resiko yang besar

mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih bersifat risk taker.

Semakin pemimpin bersifat risk taker maka akan semakin besar tindakan

tax avoidance yang dilakukan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis penelitian adalah:

H1: Karakter Eksekutif berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance

21

2.3.2 Pengaruh Leverage terhadap praktik tax avoidance

Leverage adalah rasio antara jumlah jaminan dan dana yang

dipinjam yang dialokasikan untuk trading. Leverage melibatkan pinjaman

sejumlah uang yang dibutuhkan untuk berinvestasi dalam sesuatu. Semakin

tinggi tingkat leverage besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit

sehingga membuat perusahaan akan berusaha melaporkan laba yang lebih

tinggi dengan cara mengurangi biaya-biaya termasuk biaya pengungkapan

sosial suatu perusahaan.

Dalam teori agensi menunjukkan konflik yang terjadi antara manajer

(agent) dengan pemilik perusahaan (principal). Dimana semakin tinggi

beban hutang akan mengurangi laba perusahaan dan akan mengurangi

kompensasi manajer (agent). Selain itu,beban hutang akan menimbulkan

beban bunga, dimana beban bunga akan mengurangi beban pajak, sehingga

menguntungkan bagi pemilik perusahaan dan investor (principal).

Ricardshon dan Lanis (2007) menyatakan biaya bunga yang

semakin tinggi akan memberikan pengaruh berkurang nya beban pajak

perusahaan. Semakin tinggi nilai utang perusahaan maka nilai ETR

(effective tax rate) perusahaan akan semakin rendah. Nilai ETR rendah

menandakan kemungkinan perusahaan melakukan tax avoidance.

Leverage adalah salah satu rasio keuangan yang menggambarkan

hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun aset

perusahaan. Rasio leverage menggambarkan sumber dana operasi yang

digunakan oleh perusahaan. Secara logika, semakin tinggi nilai dari rasio

22

leverage, berarti semakin tinggi jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga

yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi pula biaya bunga yang

timbul dari utang tersebut. Biaya bunga yang semakin tinggi akan

memberikan pengaruh berkurang nya beban pajak perusahaan.

Richardson dan Lanis (2007) yang menyatakan bahwa leverage

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tindakan penghindaran pajak

(tax avoidance) yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan

tingkat leverage yang tinggi akan mengakibatkan beban pajak yang rendah

dimana biaya bunga yang ditimbulkan oleh pembiayaan dengan hutang

merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari pajak (tax deductible). Hal

ini membuat perusahaan lebih memilih untuk melakukan kegiatan modal

dengan hutang supaya dapat memanfaatkan keuntungan dari beban pajak

yang ditimbulkan.

Jika perusahaan melakukan pembiayaan secara utang dalam

membiayai operasionalnya akan menyebabkan perusahaan memiliki rasio

utang yang tinggi dan bunga atas utang yang harus dibayar semakin besar,

sehingga membuat perusahaan tidak akan melakukan pembiayaan dengan

hutang secara besar – besaran (Kurniasih dan Sari, 2013:61), dengan adanya

rasio utang yang tinggi akan membuat perusahaan kehilangan kepercayaan

investor terhadap perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut.

H2: Leverage berpengaruh signifikan terhadap Tax avoidance

23

2.4 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Karakter

Eksekutif

Leverage

Tax avoidance