bab ii tinjauan pustaka 2.1 kajian teoritis 2.1.1...

21
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi yang Dirasakan Dalam bahasa latin, kata korupsi berasal dari kata corruptus, kemudian dalam bahasa Inggris disebut corruption. Secara hafriah, arti dari kata korupsi ialah hal yang menunjukkan perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur dan disangkut-pautkan dengan bidang keuangan. Sedangkan menurut World Bank, korupsi memiliki arti “An Abuse of Public Power For Private Gains”, yang artinya suatu penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan untuk kepentingan pribadi (Pramono, 2016). Korupsi merupakan fenomena modern yang masih menimbulkan perdebatan baik di kalangan akademisi, politisi, pelaku ekonomi, dan masyarakat sendiri (Onghokham, 1983). Dalam akademik, beberapa kalangan akademisi dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan penelitian mengenai korupsi. Akan tetapi, perumusan akhir tentang korupsi masih memiliki perbedaan satu sama lainnya. Perdebaan tersebut timbul dari fenomena korupsi yang rumit. Di sisi lain, terdapat perbedaan dalam hal pendekatan serta tujuan yang ingin dicapai dari penelitian- penelitia tersebut sehingga membuat pemahaman mengenai korupsi menjadi berbeda-beda (Phongpaichit & Piriyarangsan, 1996). Meskipun demikian, perspektif yang berbeda-beda tersebut tetap memiliki kesamaan sudut pandang yang terletak pada nilai-nilai yang terkandung dalam terjadinya korupsi.

Upload: others

Post on 04-Jan-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Tingkat Korupsi yang Dirasakan

Dalam bahasa latin, kata korupsi berasal dari kata corruptus, kemudian

dalam bahasa Inggris disebut corruption. Secara hafriah, arti dari kata korupsi

ialah hal yang menunjukkan perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur dan

disangkut-pautkan dengan bidang keuangan. Sedangkan menurut World Bank,

korupsi memiliki arti “An Abuse of Public Power For Private Gains”, yang

artinya suatu penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan untuk kepentingan

pribadi (Pramono, 2016).

Korupsi merupakan fenomena modern yang masih menimbulkan

perdebatan baik di kalangan akademisi, politisi, pelaku ekonomi, dan masyarakat

sendiri (Onghokham, 1983). Dalam akademik, beberapa kalangan akademisi dari

berbagai disiplin ilmu telah melakukan penelitian mengenai korupsi. Akan tetapi,

perumusan akhir tentang korupsi masih memiliki perbedaan satu sama lainnya.

Perdebaan tersebut timbul dari fenomena korupsi yang rumit. Di sisi lain, terdapat

perbedaan dalam hal pendekatan serta tujuan yang ingin dicapai dari penelitian-

penelitia tersebut sehingga membuat pemahaman mengenai korupsi menjadi

berbeda-beda (Phongpaichit & Piriyarangsan, 1996). Meskipun demikian,

perspektif yang berbeda-beda tersebut tetap memiliki kesamaan sudut pandang

yang terletak pada nilai-nilai yang terkandung dalam terjadinya korupsi.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

12

Kesamaan nilai-nilai ini mengacu pada penilaian sosial yang dianggap ―haram‖

atau ilegal secara politik.

Korupsi dianggap sudah menyebar luas di berbagai negara, sehingga perlu

untuk membedakan korupsi berdasarkan karakteristik tertentu dimana korupsi

terjadi, seperti antara negara satu dengan negara lain, antar institusi berbeda

namun dalam negara yang sama. Dari sudut pandang hukum, perbuatan korupsi

mencakup unsur-unsur: (1) suap, (2) pemerasan, (3) penipuan, (4) pengelapan, (5)

nepotisme, (6) kronisme, (7) perampasan aset publik dan properti untuk

penggunaan pribadi, dan (8) pengaruh menjajakan (Myint, 2000).

Dalam studi ini, data korupsi yang digunakan merupakan data Corruption

Perception Index yang diperoleh dari Transparency International. Corruption

Perception Index (CPI) mengacu kepada 13 survei yang berbeda dan merupakan

penilaian dari 12 lembaga yang berbeda. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya:

Bank Pembangunan Afrika

Bertlesmann Foundation

Economist Intelligence Unit

Freedom House

Global Insight

International Institute for Management Development

Political dan Economic Risk Consultancy

The PRS Group, Inc

World Economic Forum

World Bank

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

13

World Justice Project

Suatu negara harus dievaluasi oleh setidaknya tiga sumber agar dapat

muncul di CPI. Terdapat 13 survei atau penilaian yang diperoleh baik dari para

pelaku bisnis, opini survei lembaga, atau penilaian kinerja dari sekelompok

analisis bersertifikasi. Semenjak tahun 2002, CPI sudah tidak lagi menggunakan

survei opini publik setelah teori standarisasi diberlakukan yang mana bertujuan

agar hasil CPI menjadi lebih akurat. CPI menjadi alat ukur persepsi korupsi

dengan skala 0 hingga 100, dimana skala 0 menunjukkan negara yang korup dan

skala 100 menunjukkan negara yang bersih.

Gambar 2.1 Peta Corruption Perceptions Index

Sumber: transparencyinternational.org

Pada Gambar 2.1 Peta Corruption Perceptions IndexGambar 2.1, dapat

kita lihat bahwa masih banyak negara yang memiliki tingkat persepsi korupsi

yang tinggi. Rata-rata negara yang memiliki tingkat persepsi korupsi tinggi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

14

tersebut ditunjukkan dengan warna merah yang mana memiliki skala 0 sampai 49,

seperti di wilayah Amerika Selatan, Afrika, dan Asia yang mana memiliki banyak

negara-negara yang berkembang. Hal ini menandakan bahwa tingkat kepedulian

masyarakat di wilayah tersebut dalam pemberantasan korupsi masih tergolong

minim.

Dalam penelitian ini, penulis membalikkan indeks CPI (Corruption

Perceptions Index) yang awalnya nilai 0 merupakan negara yang korup dan nilai

100 merupakan negara yang bersih, menjadi nilai 0 = negara bersih dan nilai 100

= negara korup. Hal ini dilakukan agar menjadikan CPI sebagai variabel tingkat

korupsi yang dirasakan atau level of perceived corruption. Dengan demikian,

semakin bertambah nilai/skor di suatu negara berarti semakin banyak pula

perilaku korupsi di negara tersebut. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit

nilai/skor di suatu negara maka negara tersebut memiliki korupsi yang rendah.

Menurut (Shabbir & Anwar, 2008), ―keuntungan utama dari indeks tersebut ialah;

itu memungkinkan analisis lintas negara dan memenuhi persyaratan definisi

korupsi yang digunakan dalam penelitian ini‖. Berikut ini merupakan tabel dari

rata-rata tingkat korupsi yang dirasakan di 60 negara berdasarkan regionalnya:

Tabel 2.1 Rata-Rata Tingkat Korupsi yang Dirasakan di 60 Negara

Berkembang Berdasarkan Regional Tahun 2014-2017

Regional 2014 2015 2016 2017

Sub Sahara Afrika 71,03 71,64 71,03 71,25

Amerika Latin 70 70,4 71 71,4

Eropa & Asia

Tengah 69,83 69,16 68,33 68,5

Asia Timur &

Pasifik 69,57 69,71 68,28 68,42

Timur Tengah &

Afrika Utara 62,5 64 64,5 63,75

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

15

Asia Selatan 62,66 63 62 60,66

Sumber: Transparency International (data diolah)

2.1.2 Kebebasan Ekonomi

Kebebasan ekonomi adalah suatu kemampuan dimana individu, keluarga,

dan bisnis untuk membuat keputusan ekonomi mereka sendiri. (The Heritage

Foundation dan Wall Street Journal, t.thn.) mendefinisikan kebebasan ekonomi

sebagai tidak adanya kendala atau paksaan oleh pemerintah dalam produksi,

distribusi, atau konsumsi barang dan jasa di luar batas yang diperlukan bagi warga

negaranya.

Indeks kebebasan ekonomi diukur oleh The Heritage Foundation dan Wall

Street Journal meliputi 186 negara. Indeks ini meliputi 12 komponen yang

dikategorikan ke dalam empat kriteria, yakni:

1. Aturan hukum

Meliputi hak milik atau property rights, integritas pemerintah, dan

efektivitas peradilan.

2. Ukuran pemerintah

Meliputi pengeluaran pemerintah, beban pajak, dan kesehatan fiskal.

3. Efisiensi peraturan

Meliputi kebebasan bisnis, kebebasan tenaga kerja, dan kebebasan

moneter.

4. Keterbukaan pasar

Meliputi kebebasan perdagangan, kebebasan investasi, dan kebebasan

finansial.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

16

Masing-masing dari 12 komponen tersebut dinilai dengan skala 0 hingga

100, dimana 100 menunjukkan kebebasan yang maksimal. Tiap komponen akan

dirata-ratakan menjadi skor total yang akan dijadikan sebagai indeks kebebasan

ekonomi. Berikut ini ialah grafik mengenai rata-rata skor bagi wilayah Amerika

(mencakup Amerika Selatan, Tengah, dan Utara), Asia-Pasifik, Eropa, Afrika

Utara dan Timur Tengah, Sub Sahara Afrika, dan skor rata-rata dunia:

Grafik 2.1 Indeks Rata-Rata antar Wilayah Tahun 2010-2017

Sumber: The Heritage Foundation

Dari Grafik 2.1 di atas, dapat kita ketahui bahwa wilayah Sub-sahara

Afrika dengan Asia & Pasifik yang mana terdapat banyak negara berkembang,

memiliki rata-rata indeks kebebasan ekonomi yang masih di bawah rata-rata

dunia.

Adapun The Heritage Foundation dan Wall Street Journal

mengklasifikasikan skor/indeks ke dalam lima jenis yakni, skor akhir dengan

kisaran 0-49,9 artinya ditekan (repressed), kisaran 50-59,9 artinya sebagian besar

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Americas

Asia & Pasific

Europe

North Africa & middleEastSub-saharan Africa

World

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

17

tidak bebas (mostly unfree), kisaran 60-69,9 artinya cukup bebas (moderately

free), kisaran 70-79,9 artinya kebanyakan bebas (mostly free), dan kisaran 80-100

artinya paling bebas (free).

Kebebasan ekonomi telah diteliti oleh (Eiras, 2003), ia menemukan bahwa

kebebasan ekonomi dapat memberikan panduan mengenai bagaimana suatu

persaingan untuk negara terbuka, tingkat intervensi ekonomi yang dilakukan oleh

pemerintah, serta otonomi dan kekuatan sistem peradilan dalam implementasi

aturan dan hukum. Selanjutnya, Ia juga berpendapat bahwa negara yang kurang

memiliki kebebasan ekonomi maka akan memicu korupsi, hal ini disebabkan

karena aturan hukum yang minim, regulasi yang berlebihan, dan keterlibatan

besar oleh sektor publik yang merupakan situasi krusial bagi perilaku korupsi.

Suatu negara yang mempunyai banyak peraturan (regulasi) menandakan kecilnya

kebebasan ekonomi yang ada di negara tersebut yang mana berpotensi untuk

memicu aktivitas korupsi yang cukup tinggi yang dilakukan oleh pejabat

pemerintah di dalam negara tersebut (Paldam, 2002; Park, 2003).

2.1.3 Globalisasi

Globalisasi ialah suatu proses integrasi yang mencakup penyebab dan

konsekuensi dari adanya integrasi antar negara satu dengan negara lainnya, antar

kultural satu dengan lainnya, yang mana melibatkan semua aktivitas manusia dan

non mausia (Al-Rodhan & Stoudmann, 2006).

Intergrasi internasional dapat mempengaruhi peluang dari kerangka

ekonomi-politik dan nilai budaya masyarakat. Meskipun demikian, proses

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

18

globalisasi dapat mengurangi kontrol pejabat publik dalam hal administratif

seperti lisensi kuota dan perizinan lainnya, hal ini bertujuan agar dapat menekan

perilaku korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik. Akan tetapi, ketika aktivitas

administratif tersebut memiliki hambatan (bribery) maka akan menimbulkan

perilaku suap kepada pejabat publik sehingga proses globalisasi secara tidak

langsung dapat mempengaruhi korupsi (Lalountas, Manolas, & Vavouras, 2011).

(Ades & Di Tella, 1999) menemukan bahwa keterbukaan (globalisasi) memiliki

hubungan yang negatif dengan korupsi.

Dalam studi ini, penulis menggunakan indeks globalisasi yang didapatkan

dari KOF Globalization Index yang mana diukur berdasarkan tiga dimensi yakni,

dimensi ekonomi, sosial, dan politik. Penggunaan indeks globalisasi ini karena

KOF Globalization Index sudah mengukur hampir seluruh negara dari tahun 1970

dan telah menjadi indeks globalisasi yang paling banyak digunakan (Potrafke,

2015). Selain itu, indeks ini juga mencakup kebebasan ekonomi sebesar 36

persen, kebebasan sosial sebesar 38 persen, dan kebebasan politik sebesar 26

persen.

Gambar 2.2 Indeks Globalisasi di Low Income Gambar 2.3 Indeks Globalisasi di Lower-

Middle

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

19

Sumber: KOF Globalization Index Sumber: KOF Globalization Index

Gambar 2.4 Indeks Globalisasi di Upper-Middle Gambar 2.5 Indeks Globalisasi di High Income

Sumber: KOF Globalization Index Sumber: KOF Globalization Index

Pada keempat gambar di atas menunjukkan bahwa negara-negara yang

tergolong ke dalam low income dan lower-middle income memiliki indeks

globalisasi yang masih minim dan di bawah indeks rata-rata dunia. Sedangkan

negara-negara yang tergolong ke dalam upper-middle income dan high income

memiliki indeks globalisasi di atas rata-rata dunia. Meskipun negara-negara

upper-middle sebelum tahun 2003 memiliki indeks di bawah rata-rata dunia,

namun mulai tahun 2003 indeks rata-rata negara upper-middle income sudah

berada di atas indeks rata-rata dunia.

2.1.4 Tingkat Perkembangan

Dalam studi ini, tingkat perkembangan atau level of development

menggunakan GDP per kapita sebagai variabel proxy. Tingkat perkembangan

memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkat korupsi. Negara-negara yang

memiliki tingkat perkembangan yang rendah biasanya sedikit peduli bahkan

hampir tidak peduli terhadap sebagian warga miskin. Di samping itu, beberapa

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

20

penelitian biasanya menggunakan tingkat perkembangan ekonomi untuk

menjelaskan tingkat korupsi (Damania, Fredriksson, & Mani, 2004; Persson,

Tabellini, & Trebbi, 2003).

(Mustapha, 2014) mengemukakan bahwa korupsi berpengaruh negatif

terhadap GDP per kapita. Ia menguji tingkat korupsi dengan GDP per kapita

melalui tiga estimasi, yakni Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan

Random Effect Model. Namun, hasil ketiga estimasi tersebut menunjukan bahwa

tingkat korupsi memiliki korelasi negatif dengan GDP per kapita secara

signifikan.

Dari tahun ke tahun, GDP per kapita dipublikasikan oleh World Bank.

World Bank menghitung GDP per kapita berdasarkan hasil bagi antara produk

domestik bruto dengan populasi di pertengahan tahun. Berikut di bawah ini adalah

peta dari GDP per kapita (current US$):

Gambar 2.6 Peta GDP per Kapita (current US$)

Sumber: World Bank

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

21

2.1.5 Kebebasan Pers

Kebebasan berbicara dan pers diperlukan dalam kehidupan masyarakat di

suatu negara. Ini bertujuan agar masyarakat bisa mendapatkan akses mengenai

berbagai informasi (baik langsung maupun tidak langsung).

Menurut (Brunetti & Weder, 2003), kebebasan pers memiliki korelasi

postif yang rendah dengan korupsi secara keseluruhan. Namun, hadirnya

kebebasan pers memungkinkan media untuk mengeluarkan berita yang berimbang

mengenai pemerintah, termasuk berita tentang korupsi yang dilakukan oleh

pejabat publik. Dengan diterbitkannya media, maka diharapkan masyarakat

menjadi lebih mengetahui mengenai informasi yang ada serta media dapat

mempromosikan mekanisme pemerintah yang lebih akuntabel, yang mana

bertujuan untuk menekan angka korupsi yang ada.

Freedom House mempublikasikan laporan mengenai indeks kebebasan

pers yang mencakup tingkat kebebasan media cetak, siaran, dan digital pada 199

negara sejak tahun 1980. Indeks tersebut berdasarkan hasil dari evaluasi

lingkungan hukum untuk media, tekanan politik, serta pengaruh faktor ekonomi

terhadap akses berita dan informasi (Freedom House, 2017). Serta memiliki skala

0-100 yang menandakan 0 sebagai negara dengan pers yang terbuka, dan 100

sebagai negara dengan kebebasan pers yang buruk (tertutup). Indeks ini

diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yakni bebas (free), sebagian bebas (partly

free), dan tidak bebas (not free). Di bawah ini merupakan peta mengenai

kebebasan pers di seluruh dunia:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

22

Gambar 2.7 Peta Kebebasan Pers Dunia

Sumber: Freedom House

2.1.6 Kebebasan Pers Kuadrat

Dalam penelitian ini, penulis memperkirakan adanya hubungan yang non

linear (kuadratik) antara kebebasan pers terhadap tingkat korupsi yang dirasakan

sehingga perlu adanya variabel kebebasan pers yang dikuadratkan untuk

menangkap hubungan tersebut.

Berikut ini merupakan persamaan umum dari fungsi kuadratik:

Dengan adanya hubungan non linear ini, maka perlu dilakukannya

pencarian titik puncak untuk mengetahui titik balik mengenai kebebasan pers

dalam estimasi yang akan dilakukan, yakni sebagai berikut:

(Churchill, Agbodohu, & Arhenful, 2013) mengungkapkan bahwa pada

awalnya, naiknya kebebasan pers mampu menurunkan kontrol korupsi. Namun

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

23

saat berada di titik tertentu, kebebasan pers memiliki hubungan yang positif

dengan kontrol korupsi. Dengan kata lain, pada awalnya kebebasan pers yang

bertambah akan menaikan tingkat korupsi, namun akhirnya kebebasan pers

mampu menurunkan tingkat korupsi. Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh

(Klitgaard, 1998) bahwa secara negatif korupsi dipengaruhi oleh lemahnya

akuntabilitas dan kewenangan yang terlalu luas oleh negara, serta terjadinya

monopoli kekuasaan yang kuat oleh seseorang atau beberapa oknum pemerintah.

2.1.7 Demokrasi

Demokrasi merupakan mekanisme sistem pemerintahan suatu negara yang

memiliki tujuan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh

pemerintah. Berdasarkan penelitian (Treisman, 2000), demokrasi dapat berfungsi

sebagai pembatas atas kekuasaan pemerintah melalui pemeriksaaan dan

penyeimbangan kekuasaan. Akan tetapi, (Shabbir & Anwar, 2008)

mengungkapkan bahwa demokrasi memiliki korelasi yang positif dengan tingkat

korupsi. Di samping itu, (Serra, 2006) juga mengemukakan bahwa melalui

penjaminan hak-hak yang mendasar seperti kebebasan rakyat dalam

berdemokrasi, dapat mencegah perilaku pejabat yang korup. Akan tetapi, pejabat

yang korup cenderung melakukan kontrol terhadap kebebasan demokrasi tersebut

dengan cara diberlakukannya pembatasan-pembatasan tertentu kepada

masyarakat.

Indeks demokrasi diterbitkan oleh The Economist Intelligence Unit yang

didasari oleh pandangan mengenai ukuran demokrasi yang mencerminkan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

24

keadaan politik dan sipil yang tidak sederhana. Indeks ini didasarkan pada lima

kategori yang saling terkait satu sama lain, diantaranya: proses pemilihan umum

dan pluralisme, partisipasi politik, budaya politik, kebebasan sipil, dan

berfungsinya pemerintahan.

Indeks demokrasi ini memiliki skala dari 0 hingga 10, dimana 10

merupakan negara dengan demokrasi yang tinggi. Nilai indeks tersebut digunakan

untuk menetapkan suatu negara ke dalam satu dari empat jenis rezim, diantaranya:

1. Demokrasi penuh (skor indeks 8-10)

2. Demokrasi yang cacat (skor indeks 6-7,9)

3. Rezim hibrid (skor indeks 4-5,9)

4. Rezim otoriter (skor indeks di bawah 4)

Berikut tabel yang menunjukkan indeks demokrasi berdasarkan wilayah:

Tabel 2.2 Indeks Demokrasi tiap Wilayah

Sumber: The Economist Intelligence Unit

2.1.8 Stabilitas Politik

Kestabilan merupakan prasyarat yang penting untuk mengurangi perilaku

korupsi. Dengan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil maka

memungkingkan pemerintah dan penduduk sipil untuk mempromosikan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

25

mekanisme yang transparan dan pemantauan demi pengendalian (Aleksandar,

2000). Di samping itu, suatu negara yang mengalami ketidakstabilan politik akan

menimbulkan keresahan dan keraguan dalam bidang ekonomi yang mana dapat

memicu terjadinya kerusuhan di kalangan masyarakat dan memberikan tekanan

pada rakyat untuk melakukan apapun demi melindungi kebutuhan mereka,

termasuk melakukan aktivitas korup yang mana akan berimbas pada kenaikan

tingkat korupsi (Lipset & Raab, 1970; Alesina & Perotti, 1996). Dengan

demikian, (Alesina & Perotti, 1996) mengemukakan bahwa kestabilan politik

memiliki korelasi yang negatif dalam mempengaruhi tingkat korupsi. Selanjutnya

(Persson, Tabellini, & Trebbi, 2003) berpendapat bahwa peran sistem partai di

suatu negara dapat berpengaruh terhadap tingkat korupsi. Suatu negara yang

memiliki persaingan pemilu melalui banyak partai politik cenderung lebih korup

jika dibandingkan dengan negara yang memiliki sedikit partai atau persaingan

pemilu secara perorangan.

Dalam studi ini, penulis menggunakan indeks stabilitas politik yang

diperoleh dari The Global Economy dengan nilai indeks -2,5 (lemah) hingga 2,5

(kuat) yang didasarkan pada kemungkinan terjadinya pengalihan kekuasaan

pemerintah, konflik bersenjata, demonstrasi dengan kekerasan, kerusuhan sosial,

ketegangan internasional, terorisme, serta konflik etnis, agama atau regional (The

Global Economy, 2017). Di bawah ini merupakan grafik mengenai rata-rata

indeks stabilitas politik berdasarkan wilayah:

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

26

Grafik 2.2 Rata-Rata Indeks Stabilitas Politik berdasarkan Wilayah pada

Tahun 2014-2017

Sumber: theglobaleconomy.com

-0,8

-0,6

-0,4

-0,2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

2014 2015 2016 2017

Eropa

Asia

Afrika

Amerika Utara

Amerika Selatan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

27

2.2 Kajian Empiris

Berikut ini merupakan tabel perbandingan penelitian:

Tabel 2.3 Perbandingan Penelitian

No. Nama

Peneliti

Judul

Penelitian Hipotesis Metode Model VARIABEL Hasil

1. Ghulam

Shabbir dan

Mumtaz

Anwar

(2008)

Determinants

of Corruption

in Developing

Countries

Meneliti

pengaruh

ekonomi dan

non ekonomi

pada 41

negara

berkembang

Regresi

cross

section,

cross

country

Tingkat korupsi

yang dirasakan,

kebebasan

ekonomi,

globalisasi, level

of development,

distribusi

pendapatan,

kebebasan pers,

demokrasi,

proporsi

penduduk

beragama tertentu

(Muslim, Katolik,

Protestan, dan

Hindu)

Faktor ekonomi

merupakan

faktor yang lebih

penting dan

terbukti lebih

kuat dalam

mengurangi

tingkat persepsi

korupsi yang

dirasakan bagi

negara

berkembang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

28

2. Ransford

Quarmyne

Churchill,

William

Agbodohu,

dan Peter

Arhenful

(2013)

Determining

Factors

Affecting

Corruption: A

Cross Country

Analysis

Hubungan

antara 10

variabel

dengan

kontrol

korupsi di

133 negara

Analisis

Panel

Data

Kontrol korupsi,

keterbukaan

ekonomi,

anggaran publik,

ketergantungan

SDA, kebebassan

ekonomi,

demokrasi,

kebebasan pers,

stabilitas politik,

populasi

perkotaan,

keragaman etnis,

regulasi,

kebebasan pers

kuadrat, populasi

perkotaan kuadrat,

dummy time &

dummy country

Kontrol korupsi

akan semakin

kuat ketika

beberapa faktor

ditangani

dengan tepat

seperti stabilitas

politik dan

aturan hukum.

Untuk itu,

pemerintah perlu

membuat alat

kebijakan yang

bekerja paling

baik

3. Hoon Park

(2003)

Determinants

of Corruption:

A Cross-

National

Analysis

Untuk

memahami

gambaran

lengkap

mengenai

tingkat

korupsi yang

timbul dari

berbagai

Regresi

cross

section,

cross

country

Revisi indeks

persepsi korupsi,

GNP per capita,

revisi socio-

political

instability,

kebebasan

ekonomi,

Uncertainly

Tingkat korupsi

menurun ketika

kebebasan

ekonomi, revisi

socio-political

instability,

power distance

index, dan

masculine-

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

29

faktor

masyarakat

Avoidance Index,

indeks

individualisme-

kolektualisme,

power distance

index, masculine-

feminime index,

sistem hukum,

upper 20% of

distribution

income

feminime index

meningkat

4. Danilla

Serra

(2006)

Empirical

determinants

of corruption:

A sensitivity

analysis

Untuk

mengetahui

apakah

perkiraan

dampak dari

estimasi

faktor-faktor

penentu

terhadap

korupsi kuat

dalam

konteks

perubahan

set informasi

Analisis

Extreme-

Bounds

C = α + βM + γiI + δzZ Tingkat korupsi,

M = variabel

menarik yang

ingin diuji, I =

seperangkat

variabel kontrol

(GDP per kapita),

dan Z = tiga

variabel yang

paling relevan

(pembangunan

ekonomi, political

rights, newspaper

circulation)

Tingkat korupsi

lebih rendah di

negara yang

kaya, negara

dengan politik

yang tidak stabil

cenderung

negara yang

korup, serta

budaya hukum

dari warisan

kolonial

berkorelasi

dengan tingkat

korupsi saat ini

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

30

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian teoritis dan empiris, maka dapat dilihat bentuk dari

kerangka pemikiran seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran

Sumber: Kajian teoritis dan empiris

Gambar 2.8 menjelaskan bagaimana variabel yang akan diuji yaitu faktor

ekonomi dan faktor non ekonomi mempunyai pengaruh terhadap tingkat korupsi

yang dirasakan di 60 negara-negara berkembang.

Hasil studi empiris yang ada dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa

terdapat korelasi negatif antara kebebasan ekonomi, globalisasi, level of

development, kebebasan pers kuadrat, dan stabilitas politik terhadap tingkat

korupsi. Serta adanya korelasi yang positif antara demokrasi dan kebebasan pers

terhadap tingkat korupsi.

Dalam penelitan ini, penulis berasumsi bahwa kontrol korupsi yang

digunakan sebagai variabel dependen dari penelitian (Churchill, Agbodohu, &

Faktor Ekonomi:

1. Keterbukaan

Ekonomi

2. Globalisasi

3. Level of

Development

Korupsi

Faktor Non

Ekonomi:

1. Kebebasan

Pers

2. Kebebasan

Pers

Kuadrat

3. Demokrasi

4. Stabilitas

Politik

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 …media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150027_2_4964.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tingkat Korupsi

31

Arhenful, 2013) merupakan kebalikan dari tingkat korupsi yang dirasakan sebagai

variabel dependen dari penelitian (Shabbir & Anwar, 2008).

2.4 Hipotesis

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kajian teoritis dan studi empiris

yang telah dijelaskan, maka hipotesis dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

1. Faktor ekonomi dan non ekonomi memiliki pengaruh terhadap tingkat

korupsi di negara-negara berkembang pada tahun 2014-2017.

2. Variabel kebebasan ekonomi, globalisasi, level of development, kebebasan

pers kuadrat, dan stabilitas politik berpengaruh negatif terhadap tingkat

korupsi di negara-negara berkembang pada tahun 2014-2017.

3. Variabel kebebasan pers dan demokrasi berpengaruh positif terhadap tingkat

korupsi di negara-negara berkembang pada tahun 2014-2017.