bab ii landasan teori...kepemimpinan adalah kemampuan individu dengan menggunakan kekuasaannya...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kepemimpinan
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Dalam bahasa inggris pemimpin disebut dengan leader, sedangkan
kegiatannya disebut kepemimpinan atau leadership. Kepemimpinan atau Leadership
adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruh orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Terdapat banyak pandangan mengenai pengertian
kepemimpinan atau leadership.
Menurut Greenberg dan Baron dalam (Wibowo, 2017) memberikan definisi
kepemimpinan sebagai proses dimana satu individu mempengaruhi anggota
kelompok lain menuju pencapaian tujuan kelompok atau organisasional yang
di definisikan. Sedangkan pemimpin adalah individu dalam kelompok atau
organisasi yang paling berpengaruh terhadap orang lain.
Robbins dan Judge dalam (Wibowo, 2017) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok menuju
pencapaian sebuah visi atau serangkaian tujuan.
Sementara itu, Kreitner dan Kinicki dalam (Wibowo, 2017) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai proses dimana seorang individu mempengaruhi orang lain
untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan McShane dan Von Glinow dalam (Wibowo, 2017) menyatakan
kepemimpinan adalah tentang memengaruhi, memotivasi dan memungkinkan orang
lain memberikan konstribusi kearah efektivitas dan keberhasilan organisasi dimana
mereka menjadi anggotanya.
8
Menurut Newstrom dalam (Wibowo, 2017) kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi dan mendukung orang lain untuk bekerja secara antusias
menuju pada pencapaian sasaran. Kepemimpinan merupakan faktor penting
yang membantu individu atau kelompok mengidentifikasi tujuannya, dan
kemudian memotivasi dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Colquitt, LePine, dan Wesson dalam (Wibowo, 2017) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk
mengarahkan aktivitas pengikut kearah pencapaaian tujuan. Arah tersebut
dapat memengaruhi interpretasi kejadian pengikut, organisasi aktivitas
pekerjaan mereka, komitmen mereka terhadap tujuan utama, hubungan
mereka dengan pengikut, atau akses mereka pada kerja sama dan dukungan
dari uni kerja lain.
Dari beberapa pengertian Kepemimpinan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Kepemimpinan adalah kemampuan individu dengan menggunakan kekuasaannya
melakukan proses mengarahkan, mempengaruhi, memotivasi dan mendukung usaha
yang memungkinkan orang lain memberikan konstribusi pada pencapaian tujuan
organisasi yang telah di tetapkan.
2.1.2. Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan merupakan beberapa teori yang mencakup beberapa hal-
hal dasar mengenai kepemimpinan. Secara garis besar teori kepemimpinan dibagi
menjadi tiga pendekatan, yaitu teori sifat, teori perilaku, teori kepemimpinan
situasional (Anwar, 2017).
Berikut penjelasan singkat dari masing-masing teori :
1. Teori Sifat
Sutrisno menjelaskan bahwa teori sifat adalah seseorang yang dilahirkan sebagai
pemimpin karena memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Penganut teori sifat
berpendapat bahwa keberhasilan seseorang menjadi menjadi pemimpin ditentukan
oleh kualitas sifat atau karakter tertentu yang ada dalam diri pemimpin tersebut.
9
Karakter tersebut berhubungan dengan fisik, mental, psikologis, personalitas, dan
intelektualitas.
2. Teori Perilaku
Teori perilaku didasarkan pada bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antara
pemimpin dan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikut yang menganalisis
dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak kepemimpinannya. Dalam
teori ini mampu mengidentifikasi perilaku yang membedakan pemimpin yang
efektif dan tidak efektif. Terdapat dua orientasi dalam teori perilaku, yaitu
perilaku pemimpin yang berorientasi tugas sehingga menampilkan gaya
kepemimpinan autokratik dan perilaku pemimpin yang mengutamakan penciptaan
hubungan manusiawi sehingga menghasilkan gaya kepemimpinan demokratis
atau partisipatif.
3. Teori Kepemimpinan Situasional
Teori kepemimpinan situasional awal mula dikembangkan oleh Hersey dan
Blachard. Dalam teori ini mereka berusaha mengembangkan kepemimpinan
sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Menurut pandangan penganut teori
situasional, hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan kebutuhan organisasi
yang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Kepemimpinan yang efektif
dipengaruhi oleh motivasi, kemampuan melaksanakan tugas, dan kepuasan dari
pengikutnya.
2.1.3. Tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan menunjukan secara langsung atau tidak langsung
tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan bawahannya untuk
10
mempengaruhi kinerja karyawannya. Ada beberapa tipe kepemimpinan menurut
Kartono dalam (Bahrum, 2015)
1. Kepemimpinan Pribadi
Pemimpin mengadakan hubungan langsung dengan bawahan sehingga tercipta
hubungan pribadi yang intim.
2. Kepemimpinan Non – Pribadi
Dalam tipe ini hubungan antara pimpinan dengan bawahannya melalui
perencanaan dan instruksi-instruksi tertulis.
3. Kepemimpinan Otoriter
Dalam tipe ini pimpinan melakukan hubungan dengan bawahannya dengan
sewenang-wenang sehingga sebetulnya bawahannya melakukan semua perintah
bukan karena tanggung jawab tetapi lebih karena rasa takut.
4. Kepemimpinan Kebapakan
Tipe kepemimpinan ini tidak memberikan tanggung jawab kepada bawahan untuk
bisa mengambil keputusan sendiri karena selalu dibantu oleh pemimpinnya.
5. Kepemimpinan Demokratis
Dalam setiap permasalahan pemimpin selalu menyertakan pendapat para
bawahannya dalam pengambilan keputusan, sehingga mereka akan merasa
dilibatkan dalam setiap permasalahan yang ada dan merasa bahwa pendapatnya
selalu diperhitungkan.
6. Kepemimpinan Bakat
Pemimpin tipe ini memiliki kemampuan dalam mengajak orang lain, dan diikuti
oleh orang lain.
11
2.1.4. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpin dalam sebuah organisasi sangat penting bagi keberadaan
dan kemajuan sebuah organisasi yang bersangkutan.
Menurut Nawawi dalam (Busro, 2018) secara operasional dapat dibedakan
lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Instruktif
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah),
bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai,
melaksanakan, dan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan
perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif, sehingga fungsi orang
yang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
2. Fungsi Konsultatif
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah.
Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan
yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang
yang di pimpinnya.
3. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi partisipasi, pemimpin berusahaan mengaktifkan orang-
orang yang di pimpinnya, baik dalam mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-
tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.
4. Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memeberikan pelimpahan
wewenang membuat atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya
12
adalah kepercayaan seorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan
untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggung
jawab. Fungsi pendelegasiaan ini harus diwujudkan karena kemajuan dan
perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin
seorng diri.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif haus mampu
mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif,
sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam
melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui
kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Dari penjelasan fungsi kepemimpinan, dapat disimpulkan bahwa sebagai
seorang pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja, harus mampu
memberikan perintah atau petunjuk yang jelas, mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan, serta mengarahkan atau mengawasi anggotanya secara
terarah, sehingga memungkinkan tercapainnya tujuan bersama secara maksimal.
2.1.5. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang
dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk
mecapai suatu tujuan tertentu. Di bawah ini beberapa definisi gaya kepemimpinan,
yaitu :
Gaya Kepemimpinan didefinisikan sebagai pola menyeluruh dari tindakan
seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya.
Rivai dalam (Ambarwati, 2015).
13
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia lihat. Thoha dalam (Ambarwati, 2015).
Gaya kepemimpinan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya,
agar mereka mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan
oraganisasi. Hasibuan dalam (Ambarwati, 2015).
Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau tindakan seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manajerial. Hasibuan dalam (Ambarwati, 2015).
Dari beberapa pengertian gaya kepemimpinan tersebut dapat disimpulkan
bahwa gaya kepemimpinan adalah norma perilaku atau tindakan seorang pemimpin
untuk mempengaruhi orang lain dalam melaksanakan tugas secara produktif untuk
mencapai tujuan organisasi.
2.1.6. Ciri dan Sifat Pemimpin
Seorang pemimpin harus memiliki sifat atau karakteristik yang baik, agar
dapat menjadi teladan bagi karyawannya. Menurut Terry dalam (Priasa, 2018) ciri
dan sifat pemimpin terdiri atas delapan komponen.
1. Energik
Pemimpin organisasi harus memiliki kekuatan mental dan fisik yang kuat. Ia
merupakan pribadi energik yang senantiasa menunjukkan kemampuannya untuk
bekerja dengan keras dan memberikan keteladanan yang baik kepada pegawai atas
kerja kerasnya
2. Stabilitas Emosi
Pemimpin tidak boleh berprasangka buruk terhadap pegawai. Ia tidak boleh cepat
marah ketika melihat pegawainya melakukan kesalahan. Pemimpin harus mampu
14
mngendalikan emosinya. Ia pun merupakan pribadi yang senantiasa memiliki
kepercayaan diri bahwa dia adalah pribadi yang mampu mengelola emosi dengan
tepat.
3. Hubungan Sosial
Pemimpin harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang cara
bermasyarakat secara baik dan tepat sehingga ia mampu berbaur dengan
masyarakat, baik masyarakat tempat ia tinggal maupun tempat ia kerja.
4. Motivasi Pribadi
Pemimpin harus memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin besar serta dapat
memotivasi diri sendiri untuk menjadi pemimpin yang sukses.
5. Keterampilan Komunikasi
Pemimpin harus mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi, karena komunikasi
merupakan salah satu modal penting pemimpin untuk menerima dan menyalurkan
informasi kepada pegawai. Pemimpin harus terampil dalam model-model
komunikasi yang baik.
6. Keterampilan Mengajar
Pemimpin memiliki kecakapan untuk mengajarkan, menjelaskan, dan
mengembangkan pegawai.
7. Keterampilan Sosial
Pemimpin harus memiliki keterampilan sosial karena keterampilan ini mampu
membngun kepercayaan. Pemimpin harus suka menolong, senang jika
pegawainya maju dan berkembang, serta luwes dalam menjalin hubungan dengan
masyarakat luas.
8. Komponen Teknis
15
Pemimpin harus mempunyai kecakapan dalam menganalisis, merencanakan,
menyusun konsep, mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, dan mengambil
keputusan.
2.2. Kinerja Karyawan
2.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja dalam bahasa inggris disebut dengan job performance atau actual
performance atau level of performance, yang merupakan tingkat keberhasilan
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja merupakan hasil kerja yang
dicapai pegawai dalam mengemban tugas dan pekerjaan yang berasal dari
perusahaan.
Menurut Byars dan Rue dalam (Daryanto, 2017) kinerja merupakan derajat
penyusunan tugas yang mengatur pekerjaan seseorang. Jadi, kinerja adalah
kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan kegiatan atau
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti
yang diharapkan.
Menurut Dessler dalam (Daryanto, 2017) Kinerja merupakan prestasi kerja,
yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan.
Menurut Mangkunegara dalam (Daryanto, 2017) kinerja adalah hasil kerja
baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan.
Menurut Rivai dan Basri dalam (Daryanto, 2017) kinerja adalah hasil atau
tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu
dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama.
Berdasarkan beberapa pengertian kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa
kinerja adalah perbandingan antara hasil kerja dan tingkat keberhasilan baik secara
16
kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dengan hasil sesuai yang diharapkan.
2.2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kepemimpinan, lingkungan kerja, gaji, dan lain-lain (dll). Faktor tersebut dapat
menentukan meningkat atau menurunnya kinerja seorang karyawan.
Menurut Mathis dan Jackson dalam (Priasa, 2017) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai, sebagai berikut:
1. Kemampuan Individual
Mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan merupakan
bahan mentah yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, kecakapan interpersonal, kecakapan teknis. Dengan demikian,
kemungkinan seorang pegawai mempunyai kinerja yang baik, jika kinerja
pegawai tersebut memiliki tingkat keterampilan baik, pegawai tersebut akan
menghasilkan yang baik pula.
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan bagi pegawai adalah ketika kerja, kehadiran, dan
motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan
pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, jika
pegawai memiliki tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, ia tidak
akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan antara tingkat keterampilan dan tingkat upaya. Tingkat keterampilan
merupakan cerminan dari kemampuan yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya
merupakan cermin dari sesuatu yang dilakukan.
17
3. Lingkungan Organisasional
Di lingkungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi pegawai
yang meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi, dan manajemen.
2.2.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Dalam suatu organisasi atau perusahaan tentunya tidak terlepas dari proses
penilaian kinerja karyawan. Kegiatan penilaian kinerja karyawan dilaksanakan untuk
mengevaluasi kinerja yang ada, untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kinerja
karyawannya untuk berbagai tujuan perusahaan. Menurut Kaswan dalam (Sari,
2018), diantaranya :
1. Penilaian memberi justifikasi organisasi secara resmi untuk pengambilan
keputusan pekerjaan, yaitu mempromosikan karyawan yang berkinerja
menonjol;membina karyawan berkinerja kurang; melatih, memindahkan, atau
mendisiplinkan yang lain; meningkatkan imbalan (atau tidak); dan sebagai
landasan mungurangi jumlah tenaga kerja. Singkatnya, penilaian berfungsi
sebagai input kunci untuk melaksanakan sistem imbalan dan hukuman organisasi
yang sifatnya resmi.
2. Penilaian digunakan sebagai kriteria dalam validasi tes. Yaitu, hasil tes
dikorelasikan dengan hasil penilain untuk menilai hipotesis bahwa skor tes
memprediksi kinerja pekerjaan. Akan tetapi, jika pekerjaan tidak dilakukan
dengan cermat, atau jika pertimbangan diluar kinerja mempengaruhi hasil kinerja,
penilai tidak dapat digunkan untuk tujuan itu.
3. Penilaian memberikan umpan balik kepada karyawan, dan dengan demikian
berfungsi sebagai sarana untuk pengembangan pribadi dan karir.
18
4. Penilaian dapat membantu mengidentifikasi kebutuhan pengembangan karyawan
dan juga untuk meneguhkan tujuan-tujuan untuk program pelatihan.
5. Penilaian dapat mendiagnosis masalah-masalah organisasi dengan
mengidentifikasi kebutuhan pelaihan, dan karakteristik-karakteristik pribadi untuk
dipertimbangkan dalam mempekerjakan, dan penilaian juga menyediakan
landasan untuk membedakan antara karyawan yang berkinerja efektif dengan
yang berkinerja tidak efektif. Oleh karena itu, penilaian menggambarkan awal
suatu proses, daripada produk akhir.
6. Penilaian bersifat memotivasi, yaitu mendorong inisiatif, mengembangkan rasa
tanggung jawab, dan merangsang usaha-usaha untuk berkinerja lebih baik.
7. Penilaian merupakan wahana komunikasi, sebagai dasar diskusi tentang hal-hal
yang berhubungan dengan pekerjaan antara atasan dan bawahan. Melalui diskusi,
kedua pihak dapat mengenal lebih baik lagi.
8. Penilaian dapat berfungsi sebagai dasar untuk perencanaan sumber daya manusia
(SDM) dan pekerjaan, yaitu memberikan input yang berharga untuk inventarisasi
keterampilan, dan perencanaan SDM.
9. Penilain dapat dijadikan dasar penelitian manajemen sumber daya manusia
(MSDM), yaitu untuk menentukan apakah program MSDM yang ada efektif.
2.2.4. Indikator Kinerja
Indikator kinerja merupakan aspek yang menjadi ukuran dalam menilai
kinerja. Kinerja karyawan pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan
perusahaan dan mempertimbangkan karyawan yang dinilainya
Robbins dalam (Daryanto, 2017) mengemukakan bahwa indikator untuk
mengukur kinerja karyawan secara individu, yaitu:
19
a. Kualitas (quality)
Kualitas kerja diukur dari presepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan
karyawan.
b. Kuantitas (quantity)
Kuantitas adalah segala bentuk satuan ukuran yang terkait dengan jumlah hasil
kerja dan dinyatakan dalam ukuran angka atau yang dapat dipadankan dengan
angka, kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dengan istilah
seperti jumlah unit, siklus aktivitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan Waktu (Timeliness)
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan,
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu
yang tersedia untuk aktivitas lain.
d. Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness),
Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit
dalam penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian (Independent)
Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan
fungsi kerjanya, komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan
mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab kayawan
terhadap perusahaan dimana dia bekerja.
20
2.3. Konsep Dasar Operational dan Perhitungan
2.3.1. Kisi – Kisi Operational Variabel
Dalam kisi-kisi operational variabel, penulis jelaskan variabel kepemimpinan
(X) dan kinerja karyawan (Y). Dimana variabel kepemimpinan dan kinerja terdapat
indikator yang dapat dikembangkan menjadi pernyataan untuk dijadikan bahan
kuesioner.
1. Variabel Kepemimpinan
Tabel II.1
Kisi-Kisi Operational Variabel Kepemimpinan (X)
Variabel Dimensi Indikator Butir
Kepemimpinan
1. Instrutif a. Sebagai komunikator
b. Menggerakan dan memotivasi
1,2
2. Konsultatif c. Berkonsultasi dengan bawahan
d. Mendengarkan pendapat
3, 4
3. Partisipasi e. Inisiatif
f. Ketersediaan mengambil resiko
5, 6
4. Delegasi g. Percaya pada bawahan
h. Sikap terbuka dan lugas
7, 8
5.Pengendalian i. Mengarahkan bawahan
j. Mengevaluasi kondisi
9, 10
Sumber : (Busro, 2018)
2. Variabel Kinerja Karyawan
Tabel II.2
Kisi-Kisi Operational Variabel Kinerja (Y)
Variabel Indikator Dimensi Butir
Kinerja
1. Kualitas a. Kualitas yang dihasilkan 1
2. Kuantitas b. Jumlah unit dan jumlah siklus
kegiatan yang dihasilkan
2
3. Ketepatan Waktu
c. Pekerjaan yang dapat
diselesaikan pada waktu yang
ditentukan
3,4
4. Efektivitas Biaya d. Tingkat kegunaan sumber daya
organisasi
5,6,7
5.Kemandirian e. Tingkat tanggung jawab 8,9,10
Sumber : (Daryanto, 2017)
21
2.3.2. Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Menurut (Duwi, 2014) uji validasi item merupakan uji instrumen data untuk
mengetahui seberapa cermat suatu item dalam mengukur apa yang ingin diukur, item
dapat dikatakan valid jika adanya korelasi yang signifikan dengan skor totalnya, hal
ini menunjukkan adanya dukungan item tersebut dalam mengungkap suatu yang
ingin diungkap. Item biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang ditujukan
kepada responden dengan menggunakan bentuk kuesioner dengan tujuan untuk
mengungkapkan sesuatu.
2. Uji Reliabilitas
Menurut (Duwi, 2014) uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui
konsistensi alat ukur yang biasanya menggunakan kuesioner, maksudnya apakah alat
ukur tersebut akan mendapatkan pemgukuran yang tetap konsisten jika pengukuran
diulang kembali. Metode yang sering digunakan dalam penelitian untuk mengukur
skala rentangan adalah Cronbach Alpha. Uji reliabilitas merupakan kelanjutan dari
uji validitas, dimana item yang masuk pengujian adalah item yang valid saja. Untuk
menemukan apakah instrumen reliabel atau tidak menggunakan batasan 0,6.
Tabel II.3
Skala Alpha Cronbach
Nilai Alpha Cronbach Keterangan
0,5 Tidak dapat digunakan
0,5 – 0,6 Jelek (poor)
0,6 – 0,7 Cukup dapat diterima (fair)
0,7 – 0,9 Bagus (good)
>0,9 Luar biasa bagus (excellent)
Sumber : (Silalahi, 2015)
22
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
1. Populasi
Menurut (Sugiyono, 2016) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
2. Sampel
Menurut (Sugiyono, 2016) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini penulis menggunakan
Sampel Jenuh.
Dimana menurut (Sugiyono, 2016) Sampel Jenuh adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila
jumlah populasi realtif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin buat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sample jenuh adalah
sensus, dimana semua nggota populasi dijadikan sampel.
3. Skala Likert
Menurut (Sugiyono, 2016) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan presepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial. Dalam
penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
4. Uji Koefisien Korelasi
Uji koefisien korelasi adalah teknik yang digunakan untuk mencari hubungan dan
membuktikan hipetesis hubungan dua variabel berbentuk interval dan dari sumber
data yang sama. Sugiyono dalam (Widiyanti & Fitriani, 2017) Rumus korelasi
Product Moment dari Pearson, sebagai berikut:
23
r =
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ √ ∑ ∑
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi
n = Jumlah Responden
∑X = Total jumlah variabel X
∑Y = Total jumlah variabel Y
∑X2 = Kuadrat dari total jumlah variabel X
∑Y2
= Kuadrat dari total jumlah variabel Y
∑XY = Hasil perkalian dari total jumlah variabel X dan Y
Adapun interpretasi dari hasil uji korelasi seperti tabel, berikut:
Tabel II.4
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,19 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1.000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono dalam (Widiyanti & Fitriani, 2017)
5. Uji Koefisien Determinasi
Menurut (Supardi, 2017) koefisien determinasi adalah tingkat pengaruh variabel
X terhadap variabel Y yang dinyatakan dalam persentase (%). Persentase diperoleh
24
dengan terlebih dahulu mengkuadratkan koefisien korelasi dikalikan 100%.
Dengan rumus, sebagai berikut :
(KD) = r2
x 100
Keterangan:
KD = Koefisien Determinasi
r = Koefisien Korelasi
6. Uji Persamaan Regresi
Menurut (Gunawan, 2016) analisis regresi digunakan untuk tujuan peramalan dan
menganalisis bentuk hubungan antara dua variabel dengan mengembangkan
estimating equation (persamaan regresi). Regresi yang terdiri dari satu variabel
prediktor dan satu variabel kriterium disebut regresi linear sederhana (bivariate
regression). Bentuk persamaan regresi untuk analisis regresi linear sederhana,
adalah:
Keterangan:
= subjek dalam variabel dependen yang diprediksi
a = harga Y bila X = 0 (konstan)
b = angka arah/koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan
(+) atau penurunan (-) variabel kriterium yang didasarkan pada variabel
prediktor
X = subjek pada variabel prediktor yang mempunyai nilai tertentu.