bab ii ok

50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pedagang Besar Farmasi Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Anonim, 2009). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/VI/2011, Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki seorang Apoteker sebagai penangggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian (Anonim, 2011). Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, apoteker melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan Menteri 5

Upload: farmasi

Post on 27-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ok

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan

hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran

perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan (Anonim, 2009).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/VI/2011,

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum

yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat

dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki seorang

Apoteker sebagai penangggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker

pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian (Anonim, 2011).

Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, apoteker

melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan

Menteri Kesehatan dan menerapkan Standar Prosedur Operasional yang

dibuat secara tertulis dan diperbarui secara terus menerus sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal

yang berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan

mengenai:

a. Perbekalan Farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan

obat dan alat kesehatan.

5

Page 2: BAB II ok

6

b. Sarana pelayanan kesehatan adalah apotek, rumah sakit atau unit

kesehatan lainnya yang ditetapkan Menteri Kesehatan, toko obat

dan pengecer lainnya.

1. Tata Cara Pendirian Izin Pedagang Besar Farmasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1148/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Ketentuan

pemberiizin PBF pada pasal 7 adalah sebagai berikut :

a. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan

kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan

POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM

dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagai mana terlampir.

b. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker

calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif

sebagai berikut:

1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;

2) susunan direksi/pengurus;

3) pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus

tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan

di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;

4) akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan;

5) surat Tanda Daftar Perusahaan;

6) fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;

7) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;

8) surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

9) peta lokasi dan denah bangunan

10) surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung

jawab; dan

11) fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

Page 3: BAB II ok

7

c. Untuk permohonan izin PBF yang akan menyalurkan bahan obat selain

harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

melengkapi surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.

Dalam pasal 8 disebutkan sebagai berikut :

1. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya

tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan

administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat

(3).

2. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya

tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),

Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB.

3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan

memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif

kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM

dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana

terlampir.

4. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit

pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan

pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala

Badan. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima

laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Badan POM

memberikan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada

Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 3

sebagaimana terlampir.

5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima

rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) serta persyaratan

Page 4: BAB II ok

8

lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF

dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir.

6. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4),

ayat (4a) dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon

dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada

Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai

POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan

contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir.

7. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan

sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menerbitkan

izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan

Kepala Balai POM.

Tata cara pemberian pengakuan PBF Cabang disebutkan pada pasal 9 adalah

sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh

Formulir 6 sebagaimana terlampir.

2. Permohonan harus di tanda tangani oleh kepala PBF Cabang dan

apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan

kelengkapan administratif sebagai berikut:

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF

Cabang;

b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;

c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;

Page 5: BAB II ok

9

d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran

peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun

waktu 2 (dua) tahun terakhir;

e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon

penanggung jawab;

f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

g. peta lokasi dan denah bangunan; dan

h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.

3. Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan

menyalurkan bahan obat selain harus memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti

penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.

2. Persyaratan Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/Vi/2011

Tentang Pedagang Besar Farmasi, bahwa dalam setiap pendirian PBF harus

memilki izin dari Direktur Jendral dan permohonan pendirian PBF

diajukan kepada Direktur Jendral Kementerian Kesehatan dengan

tembusan kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

dan Kepala Balai POM dan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;

b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. Memiliki secara tetap apoteker warga Negara Indonesia sebagai

penanggung jawab

d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat

baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan

perundang-undangan di bidang farmasi;

e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat

melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta

dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.

Page 6: BAB II ok

10

f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dan perlengkapan

yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.

g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain

sesuai dengan CDOB.

Izin usaha Pedagang Besar Farmasi berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang

selama memenuhi persyaratan. Sedangkan pengakuan PBF Cabang berlaku

mengikuti jangka waktu izin PBF. Pedagang Besar Farmasi dan setiap

cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan,dan menyalurkan

perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu dan wajib

melaksanakan pengadaan obat, bahan obat, bahan baku obat dan alat

kesehatan dari sumber yang sah berdasarkan peraturan perundang-

undangayang berlaku.

Pedagang besar farmasi dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan

dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanankan pengelolaan,

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi serta dapat

menjamin kelancaran pelaksanaan dan fungsi pedagang besar

farmasi.gudang harus dilengkapi dengan perlengkapan yang menjamin mutu

serta keamanan perbekalan farmasi yang disimpan. Gudang dan kantor

dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi

efektivitas pengawasan intern oleh direksi dan penanggung jawab.

Pedagang besar farmasi wajib melakukan dokumentasi pengadaan,

penyimpanan, dan penyaluran secara tertib di tempat usahanya mengikuti

pedoman teknis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pedagang besar

farmasi menyalurkan bahan baku farmasi wajib menguasai laboratorium

yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan baku yang disalurkan

sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk setiap

pengubahan pada kemasan bahan baku dari kemasan aslinya wajib

dilakukan uji lab untuk identifikasi.

Page 7: BAB II ok

11

Pendirian cabang pedagang besar farmasi di provinsi wajib dilaporkan

kepada kepala dinas kesehatan setempat dengan tembusan kepada menteri

dan kepala BPOM setempat. Izin usaha Pedagang Besar Farmasi dapat

dicabut apabila:

a. Tidak mempekerjakan apoteker dan asisten apoteker penanggung

jawab yang memiliki Surat Izin Kerja.

b. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 tahun.

c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana yang

ditetapkan dalam peraturan.

d. Tidak lagi menyampaikan informasi pedagang besar farmasi tiga kali

berturut-turut.

e. Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran perbekalan farmasi.

3. Peraturan Perundang-Undangan terkait PBF

a. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 34 tahun 2014 tentang

Pendistribusian Farmasi adalah sebagai berikut:

1) Dalam hal terjadi perubahan nama dan/atau alamat PBF serta

perubahan lingkup kegiatan penyaluran obat atau bahan obat,

wajib dilakukan pembaharuan izin PBF.

2) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan

menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi

persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.

3) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung

jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan

obat.

4) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud harus

memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai

direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.

Page 8: BAB II ok

12

6) Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan

tugas, apoteker yang bersangkutan harus menunjuk apoteker lain

sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama untuk

waktu 3 (tiga) bulan.

7) Penggantian sebagai mana dimaksud harus mendapat persetujuan

dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

8) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian

direktur/ketua PBF, wajib memperoleh persetujuan dari Direktur

Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi.

9) PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat

di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya.

10) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud PBF Cabang

dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi

terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan dengan

Surat Penugasan/Penunjukan.

11) Surat Penugasan/Penunjukan disahkan oleh Dinas Kesehatan

Provinsi dimaksud.

12) PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat

berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola

apotek, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis

kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan

mencantumkan nomor SIPA, SIKA, atau SIKTTK.

a. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF, asisten apoteker

penanggung jawab PBF harus memiliki Surat Izin Kerja (SIK). Keputusan

Menteri Kesehatan tentang asisten apoteker adalah:

1) Asisten apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah

asisten apoteker atau sekolah menengah farmasi, Akademi Farmasi,

dan Jurusan farmasi politeknik kesehatan, akademi analis farmasi dan

Page 9: BAB II ok

13

makanan, Politeknik kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

2) Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan

yang diberikan kepada pemegang ijazah sekolah Asisten Apoteker atau

sekolah Menengah Farmasi dan jurusan farmasi politeknik kesehatan,

Akademi Analis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analis Farmasi dan

Makanan Politeknik Kesehatan untuk menjalankan pekerjaan

kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.

3) Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan

kepada pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk melakukan

pekerjaan kefarmasian di sarana kefarmasian.

4) Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan

pekerjaan kefarmasian antara lain industri farmasi, apotek dan toko

obat.

b. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian

dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi menurut pasal 14 dalam

hal ini adalah PBF meliputi:

1) Ayat (1)

Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, PBF harus

memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.

2) Ayat (2)

Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana diatur dalam ayat

(1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis

Kefarmasian.

B. Tugas, Fungsi, dan Tujuan Pedagang Besar Farmasi

1. Tugas PBF

a. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang

meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan.

b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi kesarana

pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi: Apotek, Rumah

Page 10: BAB II ok

14

Sakit, Toko Obat Berizin, sarana pelayan kesehatan masyarakat

yang lain serta PBF lainnya.

c. Sebagai distribusi perbekalan farmasi dan sarana untuk

mengamankan terjadinya penyalahgunaan perbekalan farmasi serta

menjamin penyebaran obat yang merata sesuai dengan yang

dibutuhkan.

d. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,

penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung

jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk Toko Obat Berizin,

pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas

dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, Rumah Sakit dan

PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas

terbatas, obat keras dan obat keras tertentu (DEPKES RI, 2011).

2. Fungsi PBF

a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri.

b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif keseluruh

tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan

kesehatan.

c. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat

kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.

d. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja (DEPKES

RI, 2011).

3. Tujuan PBF

Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi dalam

jumlah kecil maupun jumlah besar sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku adalah tujuan Pedagang besar farmasi.

Pedagang besar farmasi dapat menyalurkan perbekalan farmasi ke

Page 11: BAB II ok

15

apotek, rumah sakit, atau unit pelayanan kesehatan lainnya yang

ditetapkan menteri kesehatan, toko obat dan pengencer lainnya

(DEPKES RI, 2011).

C. Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Pengelolaan sumber daya manusia dalam istilah lain sering disebut:

“personal management / personal administration / resources administration

”(UmiSukamti,1989:4). Beberapa istilah tersebut dalam bidang pendidikan

merupakan salah satu substansi dari manajemen pendidikan.

Pengelolaan sumber daya manusia adalah merupakan aspek yang sangat

penting dalam proses pendidikan secara umum. Oleh karena itu fungsi-

fungsi dalam pengelolaan sumber daya manusia harus dilaksanakan secara

optimal sehingga kebutuhan yang menyangkut tujuan individu,

perusahaan, organisasi ataupun kelembagaan dapat tercapai. EdwinB.

Flippo (1984) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya manusia

merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengendalian dari pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi,

integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud

untuk mencapai tujuan atau sasaran perorangan, organisasi,dan

masyarakat.

Pengelolaan sumber daya manusia pada dasarnya merupakan deskripsi dari

administrasi atau manajemen pendidikan dengan mengidentifikasikan

fungsi-fungsinya sebagai suatu setting proses administrasi atau

manajemen pendidikan yang didesain untuk saling berkaitan antara tujuan

individu maupun organisasi. Menurut Castetter (1981:3) proses administrasi

atau manajemen tersebutmeliputi planning, recruitment, selection,

induction, appraisal, development, compensation, bargaining, security,

continuity, and information. Sedangkan Randall (1987:29)

mengidentifikasikan fungsi-fungsi tersebut ke dalam proses sumber daya

Page 12: BAB II ok

16

manusia yang meliputi “planning, staffing, appraising, compensation,

training”.

Dari beberapa definisi dan konsep pengelolaan sumber daya manusia diatas

dapat dipahami bahwa suatu pengelolaan sumber daya manusia merupakan

suatu proses yang berhubungan dengan implementasi indikator fungsi-

fungsi pengelolaan atau manajemen yang berperan penting dan efektif

dalam menunjang tercapainya tujuan individu, lembaga, maupun organisasi

atau perusahaan.

Bagi suatu organisasi, pengelolaan sumber daya manusia menyangkut

keseluruhan urusan organisasi dan tujuan yang telah ditetapkan.Untuk itu

seluruh komponen atau unsur yang ada didalamnya, yaitu para pengelola

dengan berbagai aktifitasnya harus memfokuskan pada perencanaan yang

menyangkut penyusunan staff, penetapan program latihan jabatan dan lain

sebagainya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan

jangka pendek dan jangka panjang dari suatu organisasi tersebut, khususnya

yang menyangkut kesiapan sumber daya manusianya. Alasan lainya adalah

bahwa suatu pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi tidak

dapat terlepas dari lingkungan internal maupun eksternal, yang pada suatu

saat akan dapat mempengaruhi keberadaan organisasi tersebut.

D. Cara Distribusi Obat yang Baik

Pemerintah menetapkan CDOB sebagai pedoman begi semua pedagang

besar farmasi di Indonesia. CDOB ditetapkan melalui keputusan kepala

BPOM RI No.HK 03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012. Cara distribusi obat

yang baik, yang selanjutnya disingkat CDOB, adalah cara

distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan

mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan

penggunaanya.

Page 13: BAB II ok

17

Untuk dapat terlaksananya jaringan distribusi obat yang baik, maka harus

diperhatikan beberapa aspek penting dalam CDOB, yaitu:

1. Manajemen Mutu

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup

tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan

kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan

bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi

dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi

harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua ada

tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus

divalidasi dan di dokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip

manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung

jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan

kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh

komitmen managemen puncak.

Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat

manajemen. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang

menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi

yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan

secara resmi oleh manajemen.

Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi prosedur,

proses dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk

memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang dikirim tidak

tercemar selama penyimpanan dan/atau transportasi. Totalitas dari

tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu.

Sistem mutu harus mencakup ketentuan untuk memastikan bahwa

pemegang izin edar dan BPOM segera diberitahu dalam kasus obat

dan/atau bahan obat palsu atau dicurigai palsu. Obat dan/atau bahan

Page 14: BAB II ok

18

obat tersebut harus disimpan ditempat yang aman/terkunci, terpisah

dengan label yang jelas untuk mencegah penyaluran lebih lanjut.

Manajemen puncak harus menunjuk penanggung jawab untuk fasilitas

distribusi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah

ditetapkan untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan

dan dipertahankan. Lingkup dan kompleksitas kegiatan fasilitas

distribusi harus dipertimbangkan ketika mengembangkan sistem

manajemen mutu atau memodifikasi sistem mutu yang sudah ada.

Sistem mutu harus didokumentasikkan secara lengkap dan dipantau

efektifitasnya. Semua kegiatan yang terkait dengan mutu harus

didefinisikan dan di dokumentasikan. Harus ditetapkan adanya sebuah

panduan mutu tertulis atau dokumen lainnya yang setara.

2. Organisasi, Managemen dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem menajemen mutu yang baik serta

distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada

personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan

kompeten melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab

fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus

dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami

prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan lanjutan yang sesuai

dengan tanggung jawabnya.

Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dipahami

oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam uraian tugas.

Kegiatan tettentu yang memerlukan perhatian khusus, misalnya

pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan.

Page 15: BAB II ok

19

Personil yang terlibat pada proses distribusi harus diberi penjelasan dan

pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.

Personil yang bertanggung jawab dalam kegiatan manajerial dan teknis

harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk

menyusun, mempertahankan, mengidentifikasikan dan memeperbaiki

penyimpanan sistem mutu.

a. Penanggung jawab

Manajemen puncak difasilitasi distribusi harus menunjuk seorang

penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung

jawabnya bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung jawab

fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu

yang ditentukan, maka harus dilakukan pendelegasian tugas kepada

tenaga teknis kefarmasian. TTK yang mendapat pendelegasian

wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada penanggung

jawab.

Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi

kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.

Disamping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti

pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat

dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi.

b. Personil Lainnya

Harus dipastikan tersedianya personil yang kompeten dalam jumlah

yang memadai disetiap kegiatan yang dilakukan pada proses

distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat

tetap terjaga.

c. Pelatihan

Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan

dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki

Page 16: BAB II ok

20

kompetensi sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu prosedur

tertulis dan sesuai dengan program pelatihan termasuk keselamatan

kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga kompetensinya dalam

CDOB melalui pelatihan rutin berkala. Disamping itu, pelatihan

harus mencakup aspek identifikasi dan menghindari obat dan/atau

bahan obat palsu memasuki rantai distribusi.

d. Higiene

Harus terseda prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil

yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan

pakaian kerja. Dilarang menyimpan makanan, minuman, rokok

atau obat untuk penggunaan pribadi di area penyimpanan.

Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat

harus memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan.

Personil yang menangani obat dan bahan obat berbahaya, termasuk

yang mengandung bahan sangat aktif (misalnya korisif, mudah

meledak, mudah menyala, mudah terbakar), beracun dapat

menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi dengan pakaian

pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan

kerja (K3).

3. Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk

menjamin perlindungan dan distribusi obat dan bahan obat. Bangunan

harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi

penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan

yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan

penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan

dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan

semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.

Page 17: BAB II ok

21

Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka

harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut harus

menjadi tanggung jawab dari fasilitas distribusi. Harus ada area terpisah

dan terkunci antara obat dan bahan obat yang menunggu keputusan

lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan bahan obat yang

diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan

dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadarluarsa dari obat dan bahan

obat yang dapat disalurkan.

Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus

dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua

bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu,

kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan. Harus tersedia

kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan bahan obat yang

membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika). Area penerimaan,

penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi

cuaca, dan harus di desain dengan baik serta dilengkapi dengan

peralatan yang memadai.

Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari

sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program

pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan

pembersih yang dipakai harus sesuai agar tidak menjadi sumber

kontaminasi terhadap obat dan bahan obat.

Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan bahan

obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar

yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan

vital, seperti termometer, genset, dan chiller.

Page 18: BAB II ok

22

Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor

lingkungan penyimpanan obat dan bahan obat harus dikalibrasi, serta

kebenaran dan kesesuai tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala

dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu

tertelusur.

4. Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat

memastikan bahwa identitas obat dan bahan obat tidak hilang dan

distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada

kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan

cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan bahan

obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan fasilitas distribusi

lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk

meminimalkan risiko obat dan bahan obat palsu memasukan rantai

distribusi resmi.

a. Kualifikasi pemasok

Fasillitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan bahan obat

dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari

industri farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa

pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan

pedoman CPOB.

Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain,

maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut

mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB.Jika

obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang

memproduksi bahan obat dengan mutu standar farmasi, maka

fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut

mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB.

Page 19: BAB II ok

23

Pengadaan obat dan bahan obat harus dikendalikan dengan

prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta

didokumentasikan. Kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan

harus dilakukan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan

persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang

penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur

tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara

berkala.

Prosedur tertulis yang mengatur kegiatan administratif dan teknis

terkait wewenang pengadaan dan pendistribusian harus tersedia,

guna memastikan bahwa obat hanya diperoleh dari pemasok yang

memiliki izin dan didistribusikan oleh fasilitas distribusi resmi.

Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas

distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan calon

pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk

memasok obat dan bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis

risiko harus dilakukan dengan mempertimbangkan:

1) Reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan

operasionalnya

2) Obat dan bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan

3) Penawaran obat dan bahan obat dalam jumlah besar yang

biasanya hanya tersedia dalam jumlah terbatas

4) Harga yang tidak wajar

b. Kualifikasi Pelanggan

Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan bahan obat

hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk

menyerahkan obat ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan

harus didokumentasikan dengan baik. Pemeriksaan ulang secara

Page 20: BAB II ok

24

berkala dapat mencakup tetapi tidak terbatas pada permintaan

salinan surat izin pelanggan.

Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan

dan melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola

transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap

penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan

distribusi obat dan bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.

c. Penerimaan

Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman

obat dan bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok

yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama

transportasi.Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika

tidak kadarluarsa, atau mendekati tanggal kadarluarsa sehingga

kemungkinan besar obat dan bahan obat telah kadarluarsa sebelum

digunakan oleh konsumen obat dan bahan obat yang memerlukan

penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera

dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan

pemeriksaan. Jika ditemukan obat dan bahan obat diduga palsu,

batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi

berwenang, dan ke pemegang izin edar.Pengiriman obat dan bahan

obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai

bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup.

Fisik dan fitur kemasan serta label kemasan.

d. Penyimpanan

Penyimpanan dan penanganan obat dan bahan obat harus mematuhi

peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimoanan untuk obat

dan bahan obat harus sesuai rekomendasi dari industri farmasi non-

farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi.

Page 21: BAB II ok

25

Obat dan bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain

obat dan bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak

diinginkan akibat paparan sinar matahari, suhu, kelembaban atau

faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat

dan bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.

Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan bahan obat

harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang di

persyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur

sesuai kategorinya: obat dan bahan obat dalam status karantina,

diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus

diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai

dengan tanggal kadaluarsa obat dan bahan obat mengikuti kaidah

First Expired First Out (FEFO).

Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian

rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan

campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung

diletakan di lantai. Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan

disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan,

kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat yang

kadaluarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan dan

diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat

dan/atau bahan obat kadaluarsa harus dilakukan secara berkala.

Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock

opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan

stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang

ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan

keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan

obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus

disimpan untuk jangka waktu yang ditentukan.

Page 22: BAB II ok

26

e. Pemisahan Obat dan Bahan Obat

Jika diperlukan, obat dan/atau bahan obat yang mempunyai

persyaratan khusus harus disimpan di tempat terpisah dengan label

yang jelas dan akses masuk dibatasi hanya untuk personil yang

berwenang. Sistem komputerisasi yang digunakan dalam

pemisahan secara elektronik harus dapat memberikan tingkat

keamanan yang setara dan harus tervalidasi.

Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman dan

terkunci untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditolak,

kadaluarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat diduga

palsu. Obat dan/atau bahan obat yang ditolak dan dikembalikan ke

fasilitas distribusi harus diberi label yang jelas dan ditangani sesuai

dengan prosedur tertulis.

f. Pemusnahan Obat dan Bahan Obat

Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang

tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan

obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat,

diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta

ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut

harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan

pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat

dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.

g. Pengambilan

Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan

dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk

memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat

dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan

yang cukup sebelum kadaluarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor

batch obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat

diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah

pendistribusian obat dan/atau bahan obat kadaluarsa.

Page 23: BAB II ok

27

h. Pengemasan

Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga

kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan

harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat

dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau

bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel.

i. Pengiriman

Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada

pelanggan yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-

undangan. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke orang/

pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus, seperti

penelitian, special access da uji klinik harus dilengkapi dengan

dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat,

bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama dan alamat pemasok,

nama dan alamat pemesan/penerima. Proses pengiriman dan

kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat

dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus

disimpan dan mempu tertelusur.

Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/bahan obat harus

tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat

dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus.

j. Ekspor dan Impor

Ekspor obat dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas

distribusi yang memiliki izin. Pengadaan obat dan/atau bahan obat

melalui importasi dilaksanakan sesuai peraturan perundang-

undangan. Di pelabuhan masuk, pengiriman obat dan/atau bahan

obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai dalam waktu

sesingkat mungkin. Importir harus memastikan bahwa obat

dan/atau bahan obat ditangani sesuai dengan persyaratan

penyimpanan pada saat di pelabuhan masuk agar terhindar dari

Page 24: BAB II ok

28

kerusakan. Jika diperlukan, personil yang terlibat dalam importasi

harus mempunyai kemampuan melalui pelatihan atau pengetahuan

khusus kefarmasian dan harus dapat dihubungi.

k. Inspeksi Diri

Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan

dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak

lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.

Program inspeksi diri harus dlaksanakan dalam jangka waktu yang

ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur

tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu

saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen

dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh

perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen

dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya

cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB.

l. Keluhan, Obat dan Bahan Obat kembalian, Diduga Palsu dan Obat

Kembalian.

Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat

berotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai

dengan prosedur tertulis.Obat dan /atau bahan obat yang akan

dijual kembali harus melalui persetujuan dari personil yang

bertanggung jawab sesusia dengan kewenangannya.

Diperlukan koordinasi dari setiap instansi, industry farmasi dan

fasilitas distribusi dalam menangani obat dan/atau bahan obat yang

diduga palsu. Jika diperlukan, dibutuhkan suatu system yang

komprehensif untuk menangani semua kasus, termasuk cara

penarikan kembali. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses

penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan

kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

Page 25: BAB II ok

29

m. Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi

yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan

kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.

Metode transportasi yang dipilih, harus digunakan mencakup

transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi. Apapaun

metode transportasi yang dipilh harus dapat menjamin bahwa obat

dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama

transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis

risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi.

Obat dan/atau bahan obat dan container pengiriman harus aman

untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil

yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan

keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat

dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama

transportasi.

Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan dilengkapi

dengan dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi

dan verifikasi kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan.

Kebijakan dan prosedur tertulis harus dilaksanakan oleh semua

personil yang terlibat dalam transportasi.

Prosedur tertulis harus tersedia untuk kegiatan dan pemeliharaan

semua kendaraan dan peralatan yang terlibat dalam proses

distribusi, termasuk pembersihan dan tindakan keselamatan. Harus

diperhatikan bahwa bahan pembersih yang digunakan tidak boleh

menimbulkan efek buruk pada mutu obat dan/atau bahan obat.

Tumpahan harus dibersihkan sesegera mungkin untuk mencegah

Page 26: BAB II ok

30

kemungkinan kontaminasi, kontaminasi silang dan bahaya yang

ditimbulkan. Prosedur tertulis harus tersedia untuk menangani

kejadian tersebut.Peralatan yang digunakan untuk pemantauan suhu

selama transportasi dalam kendaraan dan/atau kontainer, harus

dirawat dan dikalibrasi secara berkala minimal setahun sekali.

n. Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keadaan

mutu obat dan/atau bahan obat:

1) Kontrak antar fasilitas distribusi

2) Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa

antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan

kebersihan dan sebagainya.

Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan

penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan

persyaratan CDOB.

o. Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari system

manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah

kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan

penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur.

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi

(pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur

tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.

Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk,

kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik.

Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk

memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan sesuai

uraian tugas sehingga memperkecil resiko kesalahan.

Page 27: BAB II ok

31

Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup

kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas,

dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis

harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil

yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus

dicetak.

Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus

ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan

informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus

dicatat. Selain itu, dokumen harus disimpan selama minimal 3

tahun.Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan

dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari

perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan

dokumen.

Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu

up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu

sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah

tidak berlaku.Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik untuk

setiap obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan

kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan

pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika

ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan

nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.

Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: tanggal,

nama obat dan/atau bahan obat, nomor batch, tanggal kadaluarsa,

jumlah yang diterima/disalurkan; nama dan alamat

pemasok/pelanggan. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan

berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri.

Page 28: BAB II ok

32

E. Pelayanan Farmasi Di Pedagang Besar Farmasi

Aktivitas perusahaan menentukan besar kecilnya pendapatan perusahaan

tersebut. Kegiatan utama PBF adalah memasarkan obat-obatan yang

diproduksi oleh berbagai pabrik. Daerah pemasaran dari perusahaan adalah

kota dan daerah diluar kota. Obat-obatan yang dipasarkan adalah berbagai

produk yang dihasilkan oleh perusahaan mitra termasuk obat-obatan yang

memiliki label K (obat Keras). Sasaran pemasaran dari PBF adalah dokter-

dokter yang ada di daerah sasaran maupun di luar daerah sasaran apotek-

apotek baik yang lingkungan rumah sakit maupun tidak dalam lingkungan

rumah sakit serta toko-toko obat. Selain obat-obatan, PBF juga memasarkan

berbagai jenis jamu atau obat tradisional, alat-alat kesehatan serta bahan-

bahan kimia. Dengan demikian berarti perusahaan tidak hanya berfokus

pada pemasaran obat-obatan saja tapi juga memasarkan produk-produk

kesehatan lainnya.

1. Pengadaan dan Pemesanan

Pengadaan obat dilakukan berdasarkan jumlah persediaan yang ada di

gudang berdasarkan kartu stok. Jika ada barang yang akan habis maka

segara dilakukan pemesanan barang ke pabrik. Pemesanan barang

dilakukan oleh tenaga kefarmasian dan disetujui oleh pimpinan dengan

mengirim surat pesanan langsung kepada pabrik yang bersangkutan

melalui fax, e-mail. Selanjutnya pabrik akan mengirimkan barang

sesuai dengan pesanan yang disertai faktur pengiriman barang dari

pabrik.

2. Penerimaan barang

Dalam hal ini yang dilakukan adalah pengecekan barang-barang yang

datang dari pabrik mengenai jumlah barang, keadaan barang dan

kecocokan dengan faktur. Barang yang telah masuk dicek, diperiksa

disimpan dan disusun rapi dalam gudang sesuai dengan letaknya.

Apabila terjadi kekurangan atau kekeliruan dari pengirim barang

tersebut, tenaga teknis kefarmasian harus segera mengkonfirmasikan

Page 29: BAB II ok

33

kepada pabrik. Pengecekan yang dilakukan mencakup cek fisik, yaitu

kemasan, keadaan obat, jumlah obat dan tanggal exp. date.

3. Gudang

Barang yang telah diterima oleh PBF dicek kembali oleh tenaga teknis

kefarmasian sebagai penanggung jawab atas barang yang diterima.

4. Penyimpanan

Barang yang masuk dan telah diperiksa, disimpan dan disusun dengan

rapi di rak-rak penyimpanan berdasarkan:

a. Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan pabrik yang

memproduksinya.

b. Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan abjad.

c. Penyusunan dilakukan dengan system FIFO (First In First Out)

dimana barang yang pertama masuk akan keluar lebih dahulu.

d. Untuk obat-obat berbentuk sirup disusun dibagian bawah rak untuk

memudahkan pengambilan dan antisipasi bila sirup tersebut pecah

atau jatuh tidak akan membasahi obat lain.

e. Untuk obat golongan OKT disimpan dalam lemari khusus.

f. Untuk obat berebentuk injeksi, suppositoria dan obat yang

higroskopis disimpan dalam lemari pendingin.

5. Penanganaan Obat Kadaluarsa

Langkah-langkah penanganan obat kadaluarsa adalah sebagai berikut:

a. Obat yang mendekati kadaluarsa dipisahkan dari obat yang belum

mendekati kadarluarsa.

b. Setelah dipisahkan obat dikirimkan ke pabrik untuk mendapatkan

penggantian dengan menyatakan surat pengambilan barang.

F. Pengelolaan Dokumen

Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari system manajemen

mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari

komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah

bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait

Page 30: BAB II ok

34

dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan),

prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.

Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan

dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas

dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil

melaksanakan kegiatan sesuai uraian tugas sehingga memperkecil resiko

kesalahan.

Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas

distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan

tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan

diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis

tangan dan harus dicetak.

Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,

diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika

diperlukan, alasan perubahan harus dicatat. Selain itu, dokumen harus

disimpan selama minimal 3 tahun.Semua dokumentasi harus mudah didapat

kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah

dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen.

Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to

date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk

menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak

berlaku.Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik untuk setiap obat

dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi

penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji

ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan

farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus

dipatuhi.

Page 31: BAB II ok

35

Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: tanggal, nama

obat dan/atau bahan obat, nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah yang

diterima/disalurkan; nama dan alamat pemasok/pelanggan. Dokumentasi

harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk

ditelusuri.

Untuk kemudahan dalam pengawasan barang-barang yang di distribusikan

oleh suatu distributor, hendaklah menggunakan No. ID terhadap satuan

terkecil barang yang akan di terima dan disalurkan. No.ID dapat di-generate

secara otomatis oleh komputer secara unik. Akan tetapi No.ID, karena

merupakan gabungan beberapa nomor sulit diingat oleh operator dalam

penelusuran kembali, No.ID diganti dengan kode produk.

Kode produk dapat merupakan gabungan nama produk, bentuk sediaan dan

lain-lain. Dokumentasi secara komputerisasi akan menjadi semakin efisien

jika program di-instal menggunakan jaringan LAN (Local Area Network).

Seperti halnya dokumentasi manual, desain dokumentasi komputerisasi

tidak jauh berbeda. Dalam sistem komputerisasi, kartu persediaan dan kartu

barang serta kartu gudang dapat dijadikan satu menjadi form mutasi stok.

Penulisan berulang-ulang dapat di hindari sehingga beberapa form dapat di

gabungkan menjadi satu form yang lebih efisien.