bab ii pembahasan dan isi a. pendekatan...

121
BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Struktural Teori struktural yang digunakan untuk menganalisis cerbung ini adalah teori struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi tiga bagian, yaitu: fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Ia membagi unsur fakta cerita menjadi tiga, yaitu alur, tokoh, dan latar. Sedangkan sarana-sarana sastra terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme serta ironi. 1. Wengi Saya Larut a. Fakta Cerita Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22). Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut: (1) Alur Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Cerkak Wengi Saya Larut ini menggunakan alur maju. (a) Alur awal 23

Upload: hatram

Post on 29-Mar-2019

260 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

23

BAB II

PEMBAHASAN DAN ISI

A. Pendekatan Struktural

Teori struktural yang digunakan untuk menganalisis cerbung ini adalah

teori struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi tiga

bagian, yaitu: fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Ia membagi unsur

fakta cerita menjadi tiga, yaitu alur, tokoh, dan latar. Sedangkan sarana-sarana

sastra terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme serta

ironi.

1. Wengi Saya Larut

a. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual

cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah

cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut:

(1) Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam

sebuah cerita. Cerkak Wengi Saya Larut ini menggunakan alur maju.

(a) Alur awal

23

Page 2: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

24

Tahap ini pengarang mengawali cerita dengan memperkenalkan tokoh

yang bernama Nandar. Ia adalah seorang suami dan juga ayah yang mempunyai

lima anak. Pada alur awal ini di ceritakan tentang keadaan keluarganya yang

begitu bahagia, dan rumah yang selalu hangat dihuni oleh ketujuh penghuninya.

Kutipan:

“Wiwit sore mau tivine sengaja dipateni. Luwih seneng ngrungokake radio

amatir. Lawang ngarepan dikunci. Lampu kamar tamu dipateni. Lampu

ngeringan omah diuripake, banjur lungguh ana kamar tengah sing lumrahe

kanggo kumpul-kumpul kala mangsane padha guyonan. Bojone mblater

nyanyi. Utawa ngunekake harmonika banjur anake mbarep mbarengi nyanyi

ora jengos, kepekso dheweke ngguyu. Pancen ora nduweni bakat swara becik”

(ACMA hal 50).

Terjemahan:

“Dari sore tadi tvnya sengaja dimatikan. Lebih suka mendengarkan radio

amatir. Pintu depan dikunci. Lampu kamar tamu dimatikan. Lampu pinggir

rumah dihidupkan, kemudian duduk di kamar tengah yang biasanya untuk

berkumpul jika ingin bercanda. Istrinya bernyanyi. Atau bermain harmonika

lalu anak pertamanya bernyanyi tidak bagus, terpaksa dirinya tertawa. Memang

tidak mempunyai bakat suara bagus” (ACMA hal 50).

(b) Alur Tengah

Pada alur ini Nandar yang sedang bekerja dikagetkan oleh berita istrinya

yang jatuh sakit. Kutipannya sebagai berikut.

“Dhadhane trataban. Awake krasa gemeter. Durung nganti takon maneh, terus

ngringkesi garapane ndhuwur meja” (ACMA hal 52).

Terjemahan:

“Dadanya tiba-tiba tidak karuan. Badannya bergetar. Belum sempat bertanya

lagi, kemudian membereskan pekerjaannya di atas meja” (ACMA hal 52).

(c) Alur akhir

23

Page 3: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

25

Tahap ini pengarang memberikan pemecahan masalah yang dihadapi

Nandar. Akhirnya Nandar lebih mengiklaskan semua keadaannya untuk anak-

anaknya. Kutipannya sebagai berikut.

“Dina-dina candhake banget nggubet uripe. Saupama ora ngelingi yen anak-

anake butuh panggula wentah mesthi mung kenyut karo lelamunane” (ACMA

hal 53).

Terjemahan:

“Hari-hari seperti itu sangat menggangu hidupnya. Kalau tidak ingat apabila

anak-anak membutuhkannya pasti hanya terhanyut dengan lamunannya”

(ACMA hal 53).

(d) Konflik

Konflik dalam cerkak Wengi Saya Larut karya Ariesta Widya

menceritakan istrinya yang jatuh sakit dan satu minggu kemudian meninggal.

Kutipannya sebagai berikut.

“Seminggu candhake bojone wis ora ketulungan. Sanadyan atine bisa pasrah,

nanging rasa kamanungsan ora kena dipenggak. Penyakit sing dikandhakake

dhokter nalika dirawat ing ruwang intensip kaya-kaya ngayawara.

Pendharahan otak. Sawijiing penyakit sing ora nate mlebu pikirane keterangan

saka dhokter sebab lan musababe ora mlebu atine” (ACMA hal 53).

Terjemahan:

“Satu minggu ternyata istrinya tidak dapat ditolong. Meski hatinya bisa pasrah,

namun rasa kemanusiaannya tidak bisa dihindari. Penyakit yang dikatakan oleh

dokter waktu dirawat di ruang intensif tidak bisa dipercaya. Pendarahan otak.

Salah satu penyakit yang tidak pernah masuk dalam pikirannya keterangan dari

dokter sebab dan akibat tidak masuk hatinya” (ACMA hal 53).

(e) Klimaks

Page 4: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

26

Konflik utama dalam cerkak tersebut semakin meningkat karena setelah

istrinya meninggal, dia merasa terpukul akibat perayaan ulangtahun dan supitan

anaknya gagal karena faktor dana.

Kutipan:

“Wis begjamu. Oh, Ted. Ning kowe rak mesakake bapak, ta?” pangrintihe.

Nanging bocahe panggah kethap-kethip.

“Kowe kepengen sekolah, ta? O, ya, tinimbang dhuwit sing samono dinggo

rame-rame muspro luwih becik dicelengi.”

Kabeh dadi amem. Ora ana sing gelem miwiti omong. Apa maneh anak-anake

sing cilik mung mentheleng ora ngerti playunging rembug.

“Kowe mesakake Bapak, ya? Yen mesakake Bapak kudune ora perlu rame-

rame.”

“Tedi manthuk. Sepisan maneh anake dikekep-kekep. Bali luhe

ambrol...”(ACMA hal 55).

Terjemahan:

“Sudah rejekimu. Oh, Ted. Namun kamu kasihan sama bapak kan?”

rintihannya. Namun anaknya hanya berkedip.

“Kamu ingin sekolah kan? O, ya, daripada uangnya untuk ramai-ramai tidak

ada gunanya lebih baik ditabung.”

“Semuanya jadi diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Apalagi anak-

anaknya yang masih kecil hanya melotot tidak tahu lari pembicaraannya

kemana.

“Kamu mengasihani bapak kan? Jika kasihan sama bapak seharusnya tidak

perlu ramai-ramai.

“Tedi menggangguk. Satu kali lagi anaknya dipeluk erat-erat. Kemudian air

matanya tumpah...”.(ACMA hal 55).

(2) Tokoh atau Karakter

(a) Nandar (Suami)

Seorang suami yang sangat mencintai anak-anak dan istrinya. Nandar

adalah sosok suami yang memiliki sifat sabar, iklas, dan pasrah dalam

menghadapi tragedi dalam hidupnya, meski harus dihadapkan dengan kenyataan

bahwa istrinya meninggal, namun dia mencoba untuk tegar demi anak-anknya.

Page 5: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

27

Kutipan:

“Seminggu candhake bojone wis ora ketulungan. Sanadyan atine bisa pasrah,

nanging rasa kamanungsan ora kena dipenggak. Penyakit sing dikandhakake

dhokter nalika dirawat ing ruwang intensip kaya-kaya ngayawara.

Pendharahan otak. Sawijiing penyakit sing ora nate mlebu pikirane keterangan

saka dhokter sebab lan musababe ora mlebu atine” (ACMA hal 53).

Terjemahan:

“Satu minggu ternyata istrinya tidak dapat ditolong. Meski hatinya bisa pasrah,

namun rasa kemanusiaannya tidak bisa dihindari. Penyakit yang dikatakan oleh

dokter waktu dirawat di ruang intensif tidak bisa dipercaya. Pendarahan otak.

Salah satu penyakit yang tidak pernah masuk dalam pikirannya keterangan dari

dokter sebab dan akibat tidak masuk hatinya” (ACMA hal 53).

Kutipan:

“Dina-dina candhake banget nggubet uripe. Saupama ora ngelingi yen anak-

anake butuh panggula wentah mesthi mung kenyut karo lelamunane” (ACMA

hal 53).

Terjemahan:

”Hari-hari seperti itu sangat menggangu hidupnya. Kalau tidak ingat apabila

anak-anak membutuhkannya pasti hanya terhanyut dengan lamunannya”

(ACMA hal 53).

(b) Istri

Mempunyai hati yang lembut dan manja dengan suaminya. Dia juga

seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya.

Kutipan:

“Ora. Aku pengen mlaku-mlaku wong loro.” Swarane ngambang. Sing lanang

mesem. Esem jero sing angel tanggohane. Banjur kelingan jaman pacaran.

Alemane ngudubilah. Yen wis mlaku-mlaku betahe ora jamak. Banjur

ndheprok pinggir dalan cedak makam pahlawan, warung kacang ijo. Suwene

anggone lungguh karo anggone mangan kacang ijo ora sumbut”(ACMA hal

52).

Page 6: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

28

Terjemahan:

“Tidak. Saya ingin jalan-jalan berdua”. Suaranya mengambang. Suaminya

tersenyum. Senyum yang dalam yang sulit ditemukan. Kemudian ingat saat

pacaran. Manjanya. Kalau sudah jalan-jalan sangat betah. Kemudian duduk

dipinggir jalan dekat makam pahlawan warung kacang hijau. Lebih lama

mereka duduk daripada mereka makan kacang hijau” (ACMA hal 52).

(c) Tedi

Ibu mempunyai keinginan untuk merayakan acara sunatan Tedi dan

juga merayakan ulangtahun adiknya yang nomer lima. Namun, semua rencana

tersebut tidak terlaksana karena ibunya meninggal dan ayahnya menyarankan

untuk membatalkan acara tersebut. Tedi mempunyai sifat yang patuh kepada

orangtua meski keinginannya ingin merayakan acara sunatan tetapi melihat

keadaan ayahnya dia mematuhi keinginan ayahnya.

Kutipan:

“Wis begjamu. Oh, Ted. Ning kowe rak mesakake bapak, ta?” pangrintihe.

Nanging bocahe panggah kethap-kethip.

“Kowe kepengen sekolah, ta? O, ya, tinimbang dhuwit sing samono dinggo

rame-rame muspro luwih becik dicelengi.”

Kabeh dadi amem. Ora ana sing gelem miwiti omong. Apa maneh anak-anake

sing cilik mung mentheleng ora ngerti playunging rembug.

“Kowe mesakake Bapak, ya? Yen mesakake Bapak kudune ora perlu rame-

rame.”

“Tedi manthuk. Sepisan maneh anake dikekep-kekep. Bali luhe

ambrol...”(ACMA hal 55).

Terjemahan:

“Sudah rejekimu. Oh, Ted. Namun kamu kasihan sama bapak kan?”

rintihannya. Namun anaknya hanya berkedip.

“Kamu ingin sekolah kan? O, ya, daripada uangnya untuk ramai-ramai tidak

ada gunanya lebih baik ditabung.”

“Semuanya jadi diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Apalagi anak-

anaknya yang masih kecil hanya melotot tidak tahu lari pembicaraannya

kemana.

“Kamu mengasihani bapak kan? Jika kasihan sama bapak seharusnya tidak

perlu ramai-ramai.

Page 7: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

29

“Tedi menggangguk. Satu kali lagi anaknya dipeluk erat-erat. Kemudian air

matanya tumpah...”.(ACMA hal 55).

(3) Latar/ Setting

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

(a) Setting tempat

Cerkak Wengi Saya Larut memiliki setting tempat di Semarang yaitu di

rumah. Hal tersebut dijelaskan pada kutipan berikut:

“Ngarep omah isih rame swarane bocah-bocah dolanan. Ana sing lungguhan

buk cedhak jagan karo gitaran”(ACMA hal 50).

Terjemahan:

“Depan rumah masih ramai suara anak-anak bermain. Ada yang duduk di

gapura dekat teras sambil bermain gitar”(ACMA hal 50).

Setting tempat juga ada di kantor, tempat sang suami bekerja. Saat itu

suaminya yang sedang bekerja di datangi tetangganya dan membawa kabar buruk

tentang istrinya.

Kutipan:

“Sedina iku anggone ngantor rasane aras-arasen. Gawang-gawange bojone.

Nganti anggone gaweyan salah-salah terus... Lagi omong nyawang njaba

weruh, Ganung anake tanggane mara. Bocahe isih lingak-linguk nalikane

dheweke nyedaki.

“Apa Nung?”

“Anu, anu. Pun aturi kondur.”

Dhadhane trataban. Awake krasa gemeter. Durung nganti takon maneh, terus

ngringkesi garapane ndhuwur meja”(ACMA hal 52).

Terjemahan:

“Seharian itu dikantor rasanya tidak tenang. Terbayang-bayang istrinya.

Sampai pekerjannya salah-salah terus... Baru berbicara melihat keluar melihat,

Page 8: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

30

Ganung anak tetanggannya datang. Anaknya masih bingung saat dirinya

mendekat.

“Apa Nung?”

“Begini, begini. Disuruh pulang.”

Dadanya tidak karuan. Badanya gemetar. Belum sampai bertanya lagi,

kemudian membereskan pekerjannya di atas meja” (ACMA hal 52).

Setting tempat lainnya adalah di rumah sakit. Setelah suami pulang dan

mendapati istrinya terbujur lemas tak beradaya, dia membawanya ke rumah sakit.

Satu minggu istrinya berada di rumah sakit sampai akhirnya dia menghembuskan

nafas terakhirnya.

Kutipan:

“Wong-wong sing layat ditakon apa sebab-sebabe ora ana sing bisa aweh

wangsulan. Dina iku putusane mlebu rumah sakit. Dhokter sing praktek cedhak

omahe nayogyakake opname” (ACMA hal 53).

Terjemahan:

“Orang-orang yang datang ditanya apa penyebabnya tidak ada yang

memberikan jawaban. Hari itu keputusannya masuk rumah sakit. Dokter yang

praktek dekat rumahnya menyarankan untuk diopname” (ACMA hal 53).

(b) Setting waktu

Setting waktu dalam Cerkak Wengi Saya Larut adalah sore, malam dan

siang hari. Sore itu istrinya mengajak suaminya membicarakan tentang anak-

anakmya.

Kutipan:

“Sore iku bojone katon sigrak. Wiwit saka kamar mau. Mulihe pancen rata-

rata jam papatan. Kabeh amrih wismane bisa lumaku becik. Nalika bocah-

Page 9: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

31

bocah padha nonton tivi. Dheweke rembungan karo bojone ana kamar

tengah”(ACMA hal 50-51).

Terjemahan:

“Sore itu istrinya tampak bugar. Mulai dari kamar tadi. Pulangnya memang

rata-rata jam empat. Semua karena wismanya berjalan dengan baik. Ketika

anak-anak sedang menonton tv. Dia berbicara dengan suaminya di kamar

tengan” (ACMA hal 50-51).

Setting waktu selanjutnya adalah siang hari. Saat suaminya bekerja dia

didatangi oleh tetangganya utuk memberikan kabar buruk tentang istrinya.

Kutipan:

“Sedina iku anggone ngantor rasane aras-arasen. Gawang-gawange bojone.

Nganti anggone gaweyan salah-salah terus... Lagi omong nyawang njaba

weruh, Ganung anake tanggane mara. Bocahe isih lingak-linguk nalikane

dheweke nyedaki.

“Apa Nung?”

“Anu, anu. Pun aturi kondur.”

Dhadhane trataban. Awake krasa gemeter. Durung nganti takon maneh, terus

ngringkesi garapane ndhuwur meja”(ACMA hal 52).

Terjemahan:

“Seharian itu dikantor rasanya tidak tenang. Terbayang-bayang istrinya.

Sampai pekerjannya salah-salah terus... Baru berbicara melihat keluar melihat,

Ganung anak tetanggannya datang. Anaknya masih bingung saat dirinya

mendekat.

“Apa Nung?”

“Begini, begini. Disuruh pulang.”

Dadanya tidak karuan. Badanya gemetar. Belum sampai bertanya lagi,

kemudian membereskan pekerjannya di atas meja” (ACMA hal 52).

Setting waktunya diakhiri pada malam hari. Disaat anaknya memimpikan

ibunya dan malam yang semakin larut melubungi hatinya.

Kutipan:

Page 10: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

32

“Tembunge anake tetep nemplek ing batine. Banjur bali lungguh maneh ana

kamar tengah. Nganti wengi lungsune lan keprungu jago kluruk. Klunthuh-

klunthuh awake dibrukke ing dhipan. Wengi sangsaya larut”(ACMA hal 55).

Terjemahan:

“Perkataan anaknya tetap membuat perih hatinya. Kemudian kembali lagi di

kamar tengah. Sampai malam kesedihannya dan terdengar suara ayam

berkokok. Sempoyongan badannya di jatuhkan ke tempat tidur. Malam

semakin larut” (ACMA hal 55).

(c) Setting peristiwa

Setting peristiwa atau setting sosial pada cerkak Wengi Saya Larut adalah

berlatar agama Nasrani yang taat. Cerkak ini digambarkan bagaimana tokoh

Nandar menyikapi problematika dalam hidupnya dengan cara sabar, iklas, dan

pasrah kepada Tuhan. Kutipannya sebagai berikut:

“Dina-dina candhake banget nggubet uripe. Saupama ora ngelingi yen anak-

anake butuh panggula wentah mesthi mung kenyut karo lelamunane” (ACMA

hal 53).

Terjemahan:

“Hari-hari seperti itu sangat menggangu hidupnya. Kalau tidak ingat apabila

anak-anak membutuhkannya pasti hanya terhanyut dengan lamunannya”

(ACMA hal 53).

b. Sarana-sarana Sastra

Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih

dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode

semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta

Page 11: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

33

melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut

sehingga pengalaman pun dapat dibagi (Stanton, 2007:46-47).

(1) Judul

Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan

karakter, latar, dan tema. Judul cerkak ini menggambarkan tentang lamunan

seseorang pada malam hari karena ditinggal istrinya meninggal dan mempunyai

lima anak yang masih kecil dan membutuhkan seorang ibu. Lamunan tersebut

digambarkan dengan keadaan malam yang semakin larut.

Kutipan:

“Tembunge anake tetep nemplek ing batine. Banjur bali lungguh maneh ana

kamar tengah. Nganti wengi lungse lan keprungu jago kluruk. Klunthuh-

klunthuh awake dibruke ing dhipan. Wengi sangsaya larut” (ACMA hal 55).

Terjemahan:

“Perkataan anaknya tetap melekat dihati. Kemudian duduk kembali di kamar

tengah. Sampai malam dan terdengar suara ayam berkokok. Sempoyongan

badannya dibaringkan di tempat tidur. Malam semakin larut” (ACMA hal 55).

(2) Sudut Pandang

Cerkak Wengi Saya Larut menggunakan sudut pandang orang ketiga

tidak terbatas. Pengarang menggunakan kata –ne yang dalam bahasa Indonesia

berarti –nya yang menyatakan orang ketiga. Pengarang membuat beberapa

karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat tidak ada satu karakter pun

hadir.

(3) Gaya dan Tone

Page 12: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

34

Gaya pada cerkak ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan

menggunakan bahasa Jawa ngoko, selain itu penggunaan bahasa Indonesia yaitu

penggunaan kata larut dipengaruhi oleh pengarang yang juga merupakan

sastrawan Indonesia dan sudah membuat beberapa karya satra.

Tone yang digunakan pengarang adalah penuh perasaan. Cerita yang

digambarkan penuh dengan amanat-amanat baik untuk selalu bersabar, iklas, dan

pasrah. Cerita yang diangkat penuh dengan penggambaran perasaan seseorang

jika mengalami hal yang sama dengan cerkak Wengi Saya Larut.

(4) Simbolisme

Simbol merupakan salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi

tampak nyata. Ada beberapa simbol yang menarik, diantaranya:

(a) Sakkandang

Sakkandang mempunyai arti satu kandang, dalam kalimat ini di gunakan

untuk menerangkan jumlah anaknya yang banyak yaitu berjumlah lima anak.

Kutipan:

“Kok ora eling yen anake wis sakkandhang,” tembunge sing lanang” (ACMA

hal 52).

Terjemahan:

“Kok tidak ingat anaknya sudah satu kandang,” perkataan sang suami”

(ACMA hal 52).

(b) Disumpet watu

Disumpet watu di sini digunakan untuk memperjelas keadaan suaminya

yang sangat terpukul melihat istrinya terbaring sakit.

Page 13: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

35

Kutipan:

“... Gorokane kaya disumpet watu, nalika weruh sing ana dipan iku bojone

pucet enyet ...” (ACMA hal 53).

Terjemahan:

“... Tenggorokanya seperti disumbat batu, ketika melihat yang ada ditempat

tidur adalah istrinya yang pucat mati ...” (ACMA hal 53).

(c) Mbalung sate

Mbalung daging digunakan untuk menyatakan keadaan yang sendiri,

dalam cerkak ini adalah menjadi duda. Setelah ditinggal mati istrinya Nandar

menjadi seorang duda beranak lima.

Kutipan:

“Pa, arep terus mbalung sate, ta, Dhik? Bocah-bocah rak ora becik dadine yen

mung dipasrahake batur, ta?”

Dheweke mung mesem. Ewuh enggone arep nimbang. Pancen diakoni

salawase iki sarwa kekuk. Kabeh kudu diayahi dhewe. Wiwit kebutuhan pawon

nganti ngurusi bocah-bocah. Nanging suwalike yen ngenut tembunge tangga

mau uga durung bisa ngyakinake yen kabeh bakal beres dadi becik” (ACMA

hal 55).

Terjemahan:

“Apa. Mau sendirian terus, ta, Dik? Anak-anak tidak baik jadinya jika hanya

diserahkan pembantu, ta?”

Dirinya hanya tersenyum. Bingung caranya menimbang. Memang diakui

selamanya memang tidak nyaman. Semua harus dilakukan sendiri. Dari

kebutuhan dapur sampai mengurusi anak-anaknya. Namun sebaliknya jika

mengikuti perkataan tetangganya tadi juga belum bisa mengiyakan jika semua

akan selesai menjadi baik” (ACMA hal 55).

(5) Ironi

Page 14: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

36

Ironi dramatis yang ada di cerkak ini adalah ketika tetangganya menggoda

dengan status Nandar yang duda beranak lima. Karena anaknya bermimpi ditemui

ibunya dan tidak ada yang boleh tinggal di rumahnya, Nandar mengurungkan niat

tersebut.

Kutipan:

“Ngimpi, Ibu rawuh duka-duka. Ngendikane ora pareng ana wong manggon

teng ngriki.”

Atine kaya ditotog. Pancen seminggu kepungkur tangga ngarep omah

nggeguyoni.

“Pa, arep terus mbalung sate, ta, Dhik? Bocah-bocah rak ora becik dadine yen

mung dipasrahake batur, ta?”

Dheweke mung mesem. Ewuh enggone arep nimbang. Pancen diakoni

salawase iki sarwa kekuk. Kabeh kudu diayahi dhewe. Wiwit kebutuhan pawon

nganti ngurusi bocah-bocah. Nanging suwalike yen ngenut tembunge tangga

mau uga durung bisa ngyakinake yen kabeh bakal beres dadi becik” (ACMA

hal 55).

Terjemahan:

“Bermimpi, Ibu datang marah-marah. Ibu bicara tidak boleh ada yang ada

disini.”

Hatinya seperti dipukul. Memang satu minggu yang lalu tetangganya depan

rumah bercanda.

“Apa. Mau sendirian terus, ta, Dik? Anak-anak tidak baik jadinya jika hanya

diserahkan pembantu, ta?”

Dirinya hanya tersenyum. Bingung caranya menimbang. Memang diakui

selamanya memang tidak nyaman. Semua harus dilakukan sendiri. Dari

kebutuhan dapur sampai mengurusi anak-anaknya. Namun sebaliknya jika

mengikuti perkataan tetangganya tadi juga belum bisa mengiyakan jika semua

akan selesai menjadi baik” (ACMA hal 55).

c. Tema

Tema pada cerkak Wengi Saya Larut ini adalah religi. Religiusitas

tersebut mewujudkan kepercayaan adanya kekuatan adikodrati, kekuatan yang

menguasai manusia dan alam semesta. Cerkak Wengi Saya Larut bercerita

kehilangan seorang istri. Bulan Januari, sepasang suami istri bercengkrama

Page 15: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

37

membahas anak-anaknya. Anak keduanya Tedi akan disunat dengan acara ramai-

ramai seperti yang dahulu dilakukan disaat anak pertamanya sunat. Anaknya yang

nomer lima bulan depan akan genap berusia dua tahun. Keduanyapun

merencanakn acara untuk anaknya tersebut.

Kutipan:

“Sore iku anggone omong-omong dipungkasi rancangan kenceng, yen anake

sing nomer lima bakal diulang tahuni. Semono uga anake sing nomer loro

bakal diramek-ramekake kaya dhisik” (ACMA hal 51).

Terjemahan:

“Sore itu pembicaraannya diakhiri rencana matang, anaknya yang nomer lima

akan dirayakan ulang tahunnya. Dan juga anaknya yang nomer dua akan

dirayakan seperti dulu” (ACMA hal 51).

Hari itu seperti biasanya sang ayah bekerja, namun tiba-tiba kedatangan

tamu menyuruhnya untuk segera pulang. Istrinya terbaring lemah dan kemudian

dibawa kerumah sakit. Satu minggu istrinya tidak kuat dan akhirnya meninggal.

Meski hatinya bisa pasrah tapi mendengar penyakit istrinya pendarahan otak,

membuatnya tidak bisa berpikir dan bersedih hati.

Kutipan:

“Seminggu candhake bojone wis ora ketulungan. Sanadyan atine bisa pasrah,

nanging rasa kamanungsan ora kena dipenggak. Penyakit sing dikandhakake

dhokter nalika dirawat ing ruwang intensip kaya-kaya ngayawara.

Pendharahan otak. Sawijiing penyakit sing ora nate mlebu pikirane keterangan

saka dhokter sebab lan musababe ora mlebu atine” (ACMA hal 53).

Terjemahan:

“Satu minggu ternyata istrinya tidak dapat ditolong. Meski hatinya bisa pasrah,

namun rasa kemanusiaannya tidak bisa dihindari. Penyakit yang dikatakan oleh

dokter waktu dirawat di ruang intensif tidak bisa dipercaya. Pendarahan otak.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

38

Salah satu penyakit yang tidak pernah masuk dalam pikirannya keterangan dari

dokter sebab dan akibat tidak masuk hatinya” (ACMA hal 53).

Akhirnya dia sadar bahwa kesedihan tersebut harus dihilangkan dengan

rasa pasrah dan percaya kepada Tuhan karena ada tiga anak yang sekarang sangat

membutuhkannya. Semuanya diserahkan kepada Tuhan, karena Tuhan yang akan

memberikan jalan terbaik.

Kutipan:

“Dina-dina candhake banget nggubet uripe. Saupama ora ngelingi yen anak-

anake butuh panggula wentah mesthi mung kenyut karo lelamunane” (ACMA

hal 53).

Terjemahan:

“Hari-hari seperti itu sangat menggangu hidupnya. Kalau tidak ingat apabila

anak-anak membutuhkannya pasti hanya terhanyut dengan lamunannya”

(ACMA hal 53).

d. Keterkaitan Antarunsur

Unsur struktural yang terdapat dalam cerkak Wengi Saya Larut karya

Ariesta Widya menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait

antara unsur satu dengan unsur yang lain. Unsur struktural dalam cerbung ini

meliputi fakta-fakta cerita yang meliputi alur, tokoh atau karakter, dan latar atau

setting, sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, gaya

Page 17: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

39

dan tone, serta ironi, dan tema yang dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh

sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita.

Berdasarkan fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting

dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait mengkait

membentuk satu kesatuan yang utuh. Tema akan mempengaruhi karakter, latar

serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan tema

tersebut mempengaruhi seorang karakter bertindak sesuai dengan tema yang

diangkat. Tema cerkak Wengi Saya Larutadalah tentang religi. Secara spesifik

mengacu pada religiusitas tokoh Nandar dalam menjalani hidupnya, yaitu dengan

bersikap sabar, iklas, dan pasrah.

Berdasarkan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya

dan tone, simbolisme, ironi adalah model penulisan khas dari Ariesta Widya

sebagai pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah

cerita. Pengarang menggunakan tone penuh perasaan. Sudut pandang yang

digunakan penulis dalam cerkak Wengi Saya Larut karya Ariesta Widya adalah

sudut pandang orang ketiga tidak terbatas, artinya, pengarang sepenuhnya

mengetahui tentang semua seluk beluk dalam cerita. Pengarang dapat membuat

beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir. Pengarang juga dapat

muncul ketika tidak ada satu karakterpun yang hadir. Sarana-sarana sastra

memberikan nuansa keindahan serta warna tersendiri dalam sebuah cerita. Unsur

struktural dalam cerkak Wengi Saya Larut karya Ariesta Widya mempunyai

hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain serta membentuk

satu kesatuan yang utuh.

Page 18: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

40

2. Bandha Gadhuhan

a. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual

cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah

cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut:

(1) Alur

Cerkak Banda Gadhuhan memiliki alur flash back.

(a) Alur awal

Tahap ini pengarang menceritakan tentang persiapan penyambutan hari

Natal. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak yaitu Wilis dan pembantu yang

bernama Mbok Ru. Sedang membuat kue Natal dan bercengkerama penyambutan

hari Natal. Kutipannya sebagai berikut:

“Sapa wae, Wilis?” tembunge nambuhi. Wilis katon sumringah guwayane

krungu pitakone ibune. Ngadeg nyedaki ibune karo tangane loro kaya patrape

deklamasi. Banjur drijine panuduh sing tengen tumuju jempol tangan tengen,

genti driji panuduh lan panunggul.

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dheweke kaya kasertum

anggone nyawang driji lantis-lantis iku. Omongane isih dibacutake maneh.

“Lha, nek Bapak ora kondur, rak Bapak Yusup ora ana. Ibu dadi Ibu Maria,

bapak dadi Bapak Yusup, lan aku ... hahak ... dadi Gusti Yesus” (ACMA hal

58).

Terjemahan:

“Siapa saja, Wilis?” menambahi perkataannya. Wilis dengan gaya yang

gembira mendengar pertanyaan ibunya. Berdiri mendekati ibunya dengan dua

tangan seperti orang yang deklarasi. Kemudian jarinya menunjuk yang kanan

menunjuk jempol tangan kanan, bergantian jarinya menunjuk jari lainnya.

Page 19: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

41

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dirinya seperti kesetrum

melihat jari-jari lentik itu. Perkataannya masih diteruskan lagi.

“Lha, jika Bapak tidak pulang, nanti Bapak Yusup tidak ada. Ibu menjadi Ibu

Maria, bapak menjadi Bapak Yusup, dan saya ... hahak ... menjadi Gusti

Yesus” (ACMA hal 58).

(b) Alur tengah

Tahap ini, pengarang bercerita tentang Wilis yang jatuh sakit dan

kemudian dibawa ke poliklinik. Kutipannya sebagai berikut:

“Wilis mesem dipeksa. Malah banjur isih ngomong sing njalari luhe ambrol.”

“Gusti Yesus ing kayu salib kae luwih lara, lho, Bu?” wong-wong sing krungu

lan ngerti karepe melu runtuh luhe....”(ACMA hal 61).

Terjemahan:

“Wilis senyum dengan terpaksa. Kemudian masih berbicara yang membuat air

matanya tidak bisa ditahan”.

“Tuhan Yesus di kayu salib itu lebih sakit, Bu?” orang-orang yang mendengar

dan mengerti maksudnya ikut menangis...” (ACMA hal 61).

(c) Alur akhir

Tahap ini, bercerita tentang meninggalnya Wilis dan membuat ayah dan

ibunya sedih. Namun, akhirnya semuanya dipasrahkan kepada Tuhan. Kutipannya

sebagai berikut:

“Kaya Ibu Maria wae.”

Nampa cengering bayi ing palungan. Banjur ing sawijining wektu pinunggel

kanthi peksa. Karo-karone perih ing ati. Nanging kanyatan. Mung rasa pasrah

kang bisa mbirat perihing ati” (ACMA hal 62).

Page 20: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

42

Terjemahan:

“Seperti Ibu Maria saja.”

Menerima lahirnya bayi. Kemudian di salah satu waktu diambil dengan paksa.

Sepeti sakit dihati. Namun kenyataan. Hanya rasa pasrah yang bisa

menghilangkan sakit hati” (ACMA hal 62).

(d) Konflik

Konflik yang terjadi pada cerkak ini adalah ketika Wilis jatuh sakit dan

meninggal. Berikut kutipannya:

“Nanging, garis wates mung tekan kono. Barang gadhuhan pengaji iku bali

marang sing kagungan” (ACMS hal 61).

Terjemahan:

“Namun, garis batas hanya sampai di sana. Barang titipan itu kembali kepada

yang punya” (ACMA hal 61).

(e) Klimaks

Konflik utama semakin meningkat, setelah satu tahun setelah

meninggalnya Wilis, sang ibu teringat akan Wilis sehingga membuatnya

merasakan kesedihan dan menangis. Sang ibu teringat bagaimana pesan dokter

dulu setelah Wilis lahir, dokter menyatakan bahwa sang ibu tidak bisa mempunyai

anak lagi.

Kutipan:

“Nanging tembung iku malah kaya nampeg-nampega dhadha. Nalika Wilis iku

lahir dhokter kandha kudu ngati-ati. Iki ateges manut etunge manungsa

Page 21: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

43

dhokter wis nyasmitani. Yen Wilis iku wiji sing kawitan lan pungkasan”

(ACMA hal 62).

Terjemahan:

“Namun perkataan itu malah seperti memukul dadanya. Ketika Wilis lahir

dokter berkata harus hati-hati. Itu artinya menurut perhitungan dokter sudah

memberikan pesan untuk waspada. Jika Wilis itu satu yang pertama dan

terakhir” (ACMA hal 62).

(2) Tokoh atau Karakter

(a) Ibu

Seorang Ibu yang sangat menyayangi anaknya dan juga mempunyai hati

yang lembut.

Kutipan:

“Dhadhane kaya ditotog. Sajake tembunge anake ora trima mandheg tekan

kono. Tembung iku katone arep njanjagi sepira jerone katresnan. Iku gagasane

bareng krungu tembunge anake....” (ACMA hal 57).

Terjemahan:

“Hatinya seperti diketuk. Sepertinya perkataaan anaknya tidak berhenti sampai

disitu. Perkataannya itu sepertinya mengukur berapa banyak kasih sayangnya.

Itu angan-angan setelah mendengar perkataan anaknya....(ACMA hal 57).

Dia adalah ibu yang sabar, iklas, dan pasrah. Meski ditinggal mati anak

satu-satunya yaitu Wilis dia mencoba untuk menjadi kuat dan memasrahkan

semuanya kepada Tuhan.

“Kaya Ibu Maria wae.”

Page 22: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

44

Nampa cengering bayi ing palungan. Banjur ing sawijining wektu pinunggel

kanthi peksa. Karo-karone perih ing ati. Nanging kanyatan. Mung rasa pasrah

kang bisa mbirat perihing ati” (ACMA hal 62).

Terjemahan:

“Seperti Ibu Maria saja.”

Menerima lahirnya bayi. Kemudian disalah satu waktu diambil dengan paksa.

Sepeti sakit dihati. Namun kenyataan. Hanya rasa pasrah yang bisa

menghilangkan sakit hati” (ACMA hal 62).

(b) Ayah

Seorang ayah yang mempunyai iman yang kuat, meski mengalami tragedi

kehidupan yang memilukan yaitu kehilangan seorang anak yaitu Wilis, tetapi dia

menyikapinya dengan sabar, iklas, dan pasrah. Hal ini sesuai dengan kutipan

berikut:

“Kaya Ibu Maria wae.”

Nampa cengering bayi ing palungan. Banjur ing sawijining wektu pinunggel

kanthi peksa. Karo-karone perih ing ati. Nanging kanyatan. Mung rasa pasrah

kang bisa mbirat perihing ati” (ACMA hal 62).

Terjemahan:

“Seperti Ibu Maria saja.”

Menerima lahirnya bayi. Kemudian disalah satu waktu diambil dengan paksa.

Sepeti sakit dihati. Namun kenyataan. Hanya rasa pasrah yang bisa

menghilangkan sakit hati” (ACMA hal 62).

(c) Wilis

Page 23: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

45

Wilis adalah anak yang mempunyai sifat cerdas, meski masih kecil tetapi

daya khayal dan pengetahuannya tentang agama sangat bagus. Dia selalu ingat

tentang kisah Bapak Yusup, Ibu Maria, dan Tuhan Yesus.

Kutipan:

“Sapa wae, Wilis?” tembunge nambuhi. Wilis katon sumringah guwayane

krungu pitakone ibune. Ngadeg nyedaki ibune karo tangane loro kaya patrape

deklamasi. Banjur drijine panuduh sing tengen tumuju jempol tangan tengen,

genti driji panuduh lan panunggul.

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dheweke kaya kasertum

anggone nyawang driji lantis-lantis iku. Omongane isih dibacutake maneh.

“Lha, nek Bapak ora kondur, rak Bapak Yusup ora ana. Ibu dadi Ibu Maria,

bapak dadi Bapak Yusup, lan aku ... hahak ... dadi Gusti Yesus” (ACMA hal

58).

Terjemahan:

“Siapa saja, Wilis?” menambahi perkataannya. Wilis dengan gaya yang gemira

mendengar pertanyaan ibunya. Berdiri mendekati ibunya dengan dua tangan

seperti orang yang deklarasi. Kemudian jarinya menunjuk yang kanan

menunjuk jempol tangan kanan, bergantian jarinya menunjuk jari lainnya.

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dirinya seperti kesetrum

melihat jari-jari lentik itu. Perkataannya masih diteruskan lagi.

“Lha, jika Bapak tidak pulang, nanti Bapak Yusup tidak ada. Ibu menjadi Ibu

Maria, bapak menjadi Bapak Yusup, dan saya ... hahak ... menjadi Gusti

Yesus” (ACMA hal 58).

Bukan hanya itu saja, meski masih kecil Wilis mempunyai sifat sabar dan

iklas. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut:

“Wilis mesem dipeksa. Malah banjur isih ngomong sing njalari luhe ambrol.”

“Gusti Yesus ing kayu salib kae luwih lara, lho, Bu?” wong-wong sing krungu

lan ngerti karepe melu runtuh luhe....”(ACMA hal 61).

Terjemahan:

“Wilis senyum dengan terpaksa. Kemudian masih berbicara yang membuat air

matanya tidak bisa ditahan”.

Page 24: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

46

“Tuhan Yesus dikayu salib itu lebih sakit, Bu?” orang-orang yang mendengar

dan mengerti maksudnya ikut menangis...” (ACMA hal 61).

(d) Mbok Ru

Seorang pembantu yang mempunyai selera humor yang baik.

Kutipan:

“Mosok kula dados lare angen. Ngke wedhuse rak nyedhak terus dikira

rencange” (ACMA hal 59).

Terjemahan:

“Masak saya jadi teman hewan ternak. Nanti kambingnya mendekat terus

dikira temannya” (ACMA hal 59).

(3) Latar/ Setting

(a) Setting tempat

Setting tempat pada cerkak Bandha Gaduhan ini adalah di Minahasa.

Setting pertama berada di rumah dan di rumah sakit. Di rumah itu Ibu, Wilis dan

pembantunya Mbok Rus sedang sibuk membuat roti untuk menyambut datangnya

Natal.

Kutipan:

“Bali wong telu ngguyu latah. Omah sing wektu iku mung isi wong telu katon

sigrak. Sigrak nlusuri ati kang kebak katresnan”(ACMA hal 59).

Terjemahan:

Page 25: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

47

“Kembali mereka bertiga tertawa lepas. Rumah yang waktu itu hanya di

tempati tiga orang terlihat bahagia. Bahagia menulusuri hati yang banyak

cinta”(ACMA hal 59).

Kebahagian tersebut kemudia hilang setelah Wilis sakit dan dia harus

dibawa ke rumah sakit.

Kutipan:

“Tangga nunggal ndhadhah sing sidane melu cawe-cawe. Wilis digladhang

bablas menyang rumah sakit. Nanging awak sing panas iku ora enggal ento

panggonan. Isih pirang-pirang aturan sing kudu dilakoni...”(ACMA hal 60).

Terjemahan:

“Tetangga yang seperti saudara yang akhirnya ikut membantu. Wilis diantar ke

rumah sakit. Namun badannya yang panas itu tidak langsung mendapat tempat.

Masih banyak aturan yang harus dilakukan...” (ACMA hal 60).

(b) Setting waktu

Latar waktu pada cerkak Bandha Gaduhan siang dan pagi hari. Siang itu

Ibu, Wilis dan Mbok Rus pembantunya sedang membuat roti dan bercanda di

dapur.

Kutipan:

“Ayo, sakiki Wilis ora pareng ngrusuhi. Cuk ben rotine enggal rampung, ya."

Mripat suci bening isih kraket mrepegi ibune....”(ACMA hal 57).

Terjemahan:

“Ayo, sekarang tidak boleh menganggu. Supaya rotinya cepat selesai, ya.”

Mata suci bening masih melekat diingatan ibunya....” (ACMA hal 57).

Page 26: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

48

Wilis yang kelelahan membantu ibunya membuat roti membuatnya jatuh

sakit dan pada pagi harinya dia dibawa ibuya kerumah sakit.

Kutipan:

“Esuk iku mruput lunga dhokter langganane. Iba kagete nalika dhokter iku

mrayogakake supaya langsung rumah sakit....”(ACMA hal 60).

Terjemahan:

“Pagi itu pergi ke dokter langganannya. Betapa kagetnya ketika dokter itu

menyarankan supaya langsung ke rumah sakit...”(ACMA hal 60).

(c) Setting peristiwa

Setting peristiwa atau latar sosial pada cerkak ini adalah latar agama

Nasrani. Cerkak ini digambarkan bagaimana mereka menyambut hari Natal dan

betapa religinya tokoh Wilis, ibu dan suaminya yang iklas dengan pilihan jalan

dari Tuhan. Wilis yang masih kecil berusia kurang dari lima tahun sudah

memahami hari Natal dan mengetahui cerita Tuhan Yesus dan Ibu Maria.

Kutipan:

“Lha, nek Bapak ora kondur, rak Bapak Yusup ora ana. Ibu dadi Ibu Maria,

bapak dadi Bapak Yusup, lan aku.... hahak ... dadi Gusti Yesus.”

Guyu renyah cilik iku njalari kentir melu ngguyu. Wong loro katon gayeng.

Saka mburi Mbok Ru, mencungul terus ndeprok ana sandhinge” (ACMA hal

58).

Terjemahan:

“Kalau, Bapak tidak pulang, nanti Bapak Yusup tidak ada. Ibu menjadi Ibu

Maria, bapak menjadi Bapak Yusup, dan saya ... hahak ... menjadi Tuhan

Yesus.”

Tertawa renyah kecil itu membuat gila ikut tertawa. Mereka berdua terlihat

asik. Dari belakang Mbok Ru, datang kemudian duduk disebelahnya”(ACMA

hal 58).

b. Sarana-sarana Sastra

Page 27: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

49

Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih

dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode

semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta

melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut

sehingga pengalaman pun dapat dibagi (Stanton, 2007:46-47).

(1) Judul

Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan

karakter, latar, dan tema.Judul cerkak ini menggambarkan tentang titipan dari

Tuhan yaitu anak yang tidak mau dirawat atau meninggal. Anak merupakan harta

yang berharga dan anak tersebut hanyalah titipan (gadhuhan) dari Tuhan. Sesuai

hal tersebut cerkak ini mengisahkan anak yang meninggal.

(2) Sudut Pandang

Cerkak ini menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Pengarang

menggunakan kata –ne dalam bahasa Indonesia berarti –nya yang menyatakan

orang ketiga. Pengarang mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai

orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan

dipikirkan oleh satu karakter saja.

(3) Gaya dan Tone

Gaya pada cerkak ini menggunakan bahasa yang tidak rumit, lugas

sehingga mudah untuk dipahami. Kata-kata yang digunakan sederhana meski

terdapat beberapa perumpamaan.

Kutipan:

“Arep pamer bandha sing paling pengaji” (ACMA hal 57).

Terjemahan:

Page 28: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

50

“Ingin pamer harta yang paling berharga” (ACMA hal 57).

Tone yang digunakan pengarang adalah penuh perasaan. Cerita yang

digambarkan penuh dengan amanat-amanat baik untuk selalu bersabar, iklas, dan

pasrah.

Kutipan:

“Kaya Ibu Maria wae.”

Nampa cengering bayi ing palungan. Banjur ing sawijining wektu pinunggel

kanthi peksa. Karo-karone perih ing ati. Nanging kanyatan. Mung rasa pasrah

kang bisa mbirat perihing ati” (ACMA hal 62).

Terjemahan:

“Seperti Ibu Maria saja.”

Menerima lahirnya bayi. Kemudian disalah satu waktu diambil dengan paksa.

Sepeti sakit dihati. Namun kenyataan. Hanya rasa pasrah yang bisa

menghilangkan sakit hati” (ACMA hal 62).

(4) Simbolisme

Simbol merupakan salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi

tampak nyata. Ada beberapa simbol yang menarik, diantaranya:

(a) Barang gadhuhan pengaji

Barang gadhuhanpengaji di sini digunakan untuk menggambarkan harta

yang paling berharga yaitu seorang anak.

Kutipan:

“Nanging, garis wates mung tekan kono. Barang gadhuhan pengaji iku bali

marang sing kagungan” (ACMS hal 61).

Terjemahan:

Page 29: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

51

“Namun, garis batas hanya sampai di sana. Barang titipan itu kembali kepada

yang punya” (ACMA hal 61).

(b) Benang sutra

Benang sutra di sini digambarkan ikatan batin antara seorang ibu dan anak.

Kutipan:

“Nanging ing slempitane atine sing lanang ora ngerti. Tandang gawe kaya

ngono iku ateges njalari tabet lawas. Ana rasa gemes sing mrambat ing

dhadha. Ana rasa jengkel sing nyenengake. Ana rasa sing gumandheng ing

alam sing angel digambarake. Kabeh sinambung kanthi benang sutra sing ora

kasat mata” (ACMA 59).

Terjemahan:

“Akan tetapi dalam hatinya suaminya tidak tahu. Pekerjaan membuat kue

seperti itu yang membuka luka lama. Dahulu pekerjaan seperti ini ada suara

anak kecil yang hangat menyentuh hati. Ada rasa jengkel yang menyenangkan.

Ada rasa yang bergandengan di alam yang susah digambarkan. Semua

disambung dengan benang sutra sing ora kasat mata” (ACMA hal 59).

(5) Ironi

Ironi dramatis yang ada di cerkak ini adalah ketika suaminya menyuruh

untuk membuat roti untuk perayaan Natal. Meski mengiyakan namun hatinya

sangat sakit teringat dahulu waktu Wilis masih hidup pasti anak membuat suasana

menjadi ramai.

Kutipan:

“Dheweke banjur ndungkluk. Saben-saben mengkono carane sing lanang yen

ngakon. Ora tau cumeplos. Iku sing njalari atine sumanggem. Kaya wektu iku.

Nanging ing slempitane atine sing lanang ora ngerti. Tandang gawe kaya

ngono iku ateges njalari tabet lawas. Ana rasa gemes sing mrambat ing

dhadha. Ana rasa jengkel sing nyenengake. Ana rasa sing gumandheng ing

alam sing angel digambarake. Kabeh sinambung kanthi benang sutra sing ora

kasat mata” (ACMA 59).

Terjemahan:

Page 30: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

52

“Dirinya langsung merunduk. Ketika seperti itu cara suaminya menyuruh.

Tidak pernah terucap. Itu yang membuat hatinya mengiyakan. Seperti waku

itu.

“Akan tetapi dalam hatinya suaminya tidak tahu. Pekerjaan membuat kue

seperti itu yang membuka luka lama. Dahulu pekerjaan seperti ini ada suara

anak kecil yang hangat menyentuh hati. Ada rasa jengkel yang menyenangkan.

Ada rasa yang bergandengan di alam yang susah digambarkan. Semua

disambung dengan benang sutra sing ora kasat mata” (ACMA hal 59).

c. Tema

Tema pada cerkak Banda Gadhuhan ini adalah religi. Religiusitas tersebut

mewujudkan kepercayaan adanya kekuatan adikodrati, kekuatan yang menguasai

manusia dan alam semesta. Cerkak yang menggambarkan unsur religi ini

merupakan ciri khas dari seorang pengarang yang bernama Ariesta Widya yang

mempunyai latar belakang penganut agama Nasrani (Katolik) yang taat.

Seorang anak perempuan yang sangat manis sedang bermanja-manja

membantu ibunya yang sedang membuat roti. Anak yang bernama Wilis ini

bercengkerama dengan ibu dan pembantunya membahas penyambutan datangnya

Natal. Dengan daya khayal seorang anak kecil, Wilis berkhayal dalam

pertunjukan nanti ayahnya akan berperan sebagai Bapak Yusup, Ibunya akan

menjadi Ibu Maria, dan Wilis sendiri berperan sebagai Tuhan Yesus.

Kutipan:

“Sapa wae, Wilis?” tembunge nambuhi. Wilis katon sumringah guwayane

krungu pitakone ibune. Ngadeg nyedaki ibune karo tangane loro kaya patrape

deklamasi. Banjur drijine panuduh sing tengen tumuju jempol tangan tengen,

genti driji panuduh lan panunggul.

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dheweke kaya kasertum

anggone nyawang driji lantis-lantis iku. Omongane isih dibacutake maneh.

“Lha, nek Bapak ora kondur, rak Bapak Yusup ora ana. Ibu dadi Ibu Maria,

bapak dadi Bapak Yusup, lan aku ... hahak ... dadi Gusti Yesus” (ACMA hal

58).

Page 31: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

53

Terjemahan:

“Siapa saja, Wilis?” menambahi perkataannya. Wilis dengan gaya yang gemira

mendengar pertanyaan ibunya. Berdiri mendekati ibunya dengan dua tangan

seperti orang yang deklarasi. Kemudian jarinya menunjuk yang kanan

menunjuk jempol tangan kanan, bergantian jarinya menunjuk jari lainnya.

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dirinya seperti kesetrum

melihat jari-jari lentik itu. Perkataannya masih diteruskan lagi.

“Lha, jika Bapak tidak pulang, nanti Bapak Yusup tidak ada. Ibu menjadi Ibu

Maria, bapak menjadi Bapak Yusup, dan saya ... hahak ... menjadi Gusti

Yesus” (ACMA hal 58).

Khayalan tersebut musnah karena tiba-tiba Wilis sakit panas dan

kemudian dibawa ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit Wilis diopname, ibunya

yang khawatir menghibur anaknya. Dengan kepolosan dan hati yang masih suci

Wilis mengatakan sesuatu yang membuat hati bergetar.

Kutipan:

“Wilis mesem dipeksa. Malah banjur isih ngomong sing njalari luhe ambrol.”

“Gusti Yesus ing kayu salib kae luwih lara, lho, Bu?” wong-wong sing krungu

lan ngerti karepe melu runtuh luhe....”(ACMA hal 61).

Terjemahan:

“Wilis senyum dengan terpaksa. Kemudian masih berbicara yang membuat air

matanya tidak bisa ditahan”.

“Tuhan Yesus dikayu salib itu lebih sakit, Bu?” orang-orang yang mendengar

dan mengerti maksudnya ikut menangis...” (ACMA hal 61).

Beberapa hari dirawat di poliklinik, Wilis meninggal dan membuat ibunya

sedih berlarut-larut. Namun suaminya menasehatinya dengan mengisahkan cerita

Ibu Maria.

Kutipan:

Page 32: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

54

“Kaya Ibu Maria wae.”

Nampa cengering bayi ing palungan. Banjur ing sawijining wektu pinunggel

kanthi peksa. Karo-karone perih ing ati. Nanging kanyatan. Mung rasa pasrah

kang bisa mbirat perihing ati” (ACMA hal 62).

Terjemahan:

“Seperti Ibu Maria saja.”

Menerima lahirnya bayi. Kemudian disalah satu waktu diambil dengan paksa.

Sepeti sakit dihati. Namun kenyataan. Hanya rasa pasrah yang bisa

menghilangkan sakit hati” (ACMA hal 62).

d. Keterkaitan Antarunsur

Unsur struktural yang terdapat dalam cerkak Banda Gadhuhan karya

Ariesta Widya menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait

antara unsur satu dengan unsur yang lain. Unsur struktural dalam cerbung ini

meliputi fakta-fakta cerita yang meliputi alur, tokoh atau karakter, dan latar atau

setting, sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, gaya

dan tone, serta ironi, dan tema yang dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh

sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita.

Berdasarkan fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting

dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait mengkait

membentuk satu kesatuan yang utuh. Tema akan mempengaruhi karakter, latar

serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan tema

tersebut mempengaruhi seorang karakter bertindak sesuai dengan tema yang

diangkat. Tema cerkak Banda Gadhuhan adalah tentang religi. Secara spesifik

Page 33: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

55

mengacu pada religiusitas tokoh Ibu dalam menjalani hidupnya, yaitu dengan

bersikap sabar, iklas, dan pasrah.

Berdasarkan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya

dan tone, simbolisme, ironi adalah model penulisan khas dari Ariesta Widya

sebagai pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah

cerita. Pengarang menggunakan tone penuh perasaan. Sudut pandang yang

digunakan penulis dalam cerkak Banda Gadhuhan karya Ariesta Widya adalah

sudut pandang orang ketiga terbatas. Pengarang menggunakan kata –ne dalam

bahasa Indonesia berarti –nya yang menyatakan orang ketiga. Pengarang mengacu

pada semua karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja.

Adanya sarana-sarana sastra memberikan nuansa keindahan serta warna tersendiri

dalam sebuah cerita. Unsur struktural dalam cerkak Banda Gadhuhankarya

Ariesta Widya mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu

sama lain serta membentuk satu kesatuan yang utuh.

1. Cathetan Desember

a. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual

cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah

cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut:

Page 34: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

56

(1) Alur

(a) Alur awal

Tahap ini, pengarang bercerita tentang kesibukan Lusia Renwarin sebagai

anggota koor di salah satu gereja di Maluku. Kesibukan tersebut, anaknya

dititipkan kepada adiknya. Kutipannya sebagai berikut:

“Lusia Renwarin suwarane pancen ungkung. Iku sing njalari banjur dadi

lengganan solise greja cilik sing dumunung ing teluk sing dipayungi wit-wit

klapa. Banjur solise putra Thomas Rahaded, jebolan seminari Pineleng

Menado....” (ACMA hal 87).

Terjemhan:

“Lusia Renwarin suaranya memang bagus. Itu yang membuat dirinya menjadi

solis gereja kecil yang berada di teluk yang dipayungi pohon-pohon kelapa.

Kemudia solis putra adalah Thomas Rahaded, lulusan seminari Pineleng

Manado....” (ACMA hal 87).

(b) Alur tengah

Lusia Renwari berlatih hingga sore hari, dia lupa bahwa harus segera

bertemu dengan anaknya. Setelah pulang dia menemukan anaknya terbaring sakit,

dan kemudian dibawa ke rumah sakit. Kutipannya sebagai berikut:

“Urip pancen kebak pacoban. Kebak salib. Sapa wonge sing ora sedhih.

Nanging rak ora cukup ngono thok sing tundhone bakal akeh rugine.”

“Pancen, ning sapa sing bisa ngilangake tabet kui?”

“Awake dhewe iku kudu bisa kaya Ibu Maria, nalika pirsa putrane disalib. Iku

tepa palupi sing kudu dadi kaca benggala” (ACMA hal 92).

Terjemahan:

Page 35: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

57

“Hidup itu penuh cobaan. Banyak salib. Siapa yang tidak sedih. Namun tidak

cukup seperti itu karena akan merugi saja”.

“Memang, tetapi siapa yang bisa menghilangkan ini?”

“Kita sendiri harus bisa seperti Ibu Maria, disaat melihat anaknya disalib.

Menerima dengan iklas yang harus dijadikan contoh” (ACMA hal 92).

(c) Alur akhir

Menggunakan alur mundur atau flash back, cerita ini diakhiri dengan

berpasrah kepada Tuhan dan mencoba melupakan kejadian yang terjadi satu tahun

lalu. Kutipannya sebagai berikut:

“Krungu tembunge sing lanang lambene blangkeman. Tembung iku nunjem

atine. Banjur pupus. Lelakon sing mungkur setaun iku dicoba dikipatake”

(ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Mendengar perkataan suaminya mulutnya terdiam. Perkataan yang mengena

hati. Kemudian selesai. Mencoba melupakan kejadian yang sudah terjadi satu

tahun yang lalu” (ACMA hal 92).

(d) Konflik

Konflik pada cerkak ini adalah ketika Aldo jatuh sakit kemudian Lusia

membawanya ke klinik.

Kutipan:

“Aldo ngapa?”

Sing ditakoni isih njethu ana pawon. Banjur nalika krungu pitakon, atine

sakala trataban. Mau pancen bocah iku awake rada anget.” (ACMA hal 91).

Page 36: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

58

Terjemahan:

“Aldo kenapa?”

Yang dipertanyai masih diam di dapur. Kemudian ketika mendengar

pertanyaan, hatinya bergetar. Tadi anak ini agak hangat” (ACMA hal 91).

(e) Klimaks

Konflik utama semakin meningkat yaitu ketika Aldo jatuh sakit kemudian

dibawa ke klinik, namun setelah itu Aldo meninggal.

Kutipan:

“Sidane bengi iku ndekem ana poliklinik susteran. Lan ya mung sewengi.

Marga esuke kudu bali kanthi ati sing ajur mumur. Aldo wis adhem. Adhem

banget. Lan omah iku dadi rame dadakan. Nanging kerameyan iku ndadekake

atine bungah. Kepara suwalike. Nyedhihake” (ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Jadinya malam itu menginap di poliklinik suster. Dan hanya satu malam.

Karena paginya harus pulang dengan perasaan yang hancur. Aldo sudah dingin.

Dingin sekali. Dan rumah itu menjadi ramai. Tetapi keramaian itu membuat

hati sedih. Karena sebaliknya. Menyedihkan” (ACMA hal 92).

(2) Tokoh atau Karakter

(a) Lusia Renwarin

Seorang ibu yang sangat bertanggungjawab dengan pekerjaannya yaitu

menjadi anggota koor sebuah gereja di Manado. Seperti hari itu Lusia pulang sore

karena latihan koor dan menitipkan anakanya kepada adiknya.

Kutipan:

Page 37: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

59

“Srengenge wis ngglewang ngulon. Pagaweyan sing dipasrahake wis

rampung. Banjur pikirane lagi kelingan yen kudu nggoleki Aldo. Kabeh

ubarampe ditata....” (ACMA hal 90).

Terjemahan:

“Matahari sudah pindah ke barat. Pekerjaan yang dikerjakannya sudah selesai.

Kemudian pikirannya teringat kalau harus mencari Aldo. Semua peralatan

ditata....” (ACMA hal 90).

Lusia juga seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya Aldo. Sore

setelah pulang dari pekerjaannya, Lusia terkejut melihat anakanya yang sakit,

cepat-cepat dia membawa anaknya ke poliklinik untuk mendapatkan pertolongan.

Kutipan:

“Ana rasa bingung sing teka dadakan. Sakala nyandhak lendhang. Aldo

disaut. Ing batin mung kepengin enggal tekan poloklinik. Karo suster kepala

poloklinik iku tepung becik....” (ACMA hal 91).

Terjemahan:

“Ada perasaan bingung datang tiba-tiba. Tanpa pikir panjang mengambil

selendang. Aldo digendong. Di dalam hati hanya ingin segera sampai

poloklinik. Dia kenal baik dengan suster....” (ACMA hal 91).

Kematian anaknya Aldo, Lusia menjadi Ibu yang kuat. Dia mengiklaskan

kematian anaknya dan memasrahkan semuaya kepada Tuhan.

Kutipan:

“Krungu tembunge sing lanang lambene blangkeman. Tembung iku nunjem

atine. Banjur pupus. Lelakon sing mungkur setaun iku dicoba dikipatake”

(ACMA hal 92).

Page 38: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

60

Terjemahan:

“Mendengar perkataan suaminya mulutnya terdiam. Perkataan yang mengena

hati. Kemudian selesai. Mencoba melupakan kejadian yang sudah terjadi satu

tahun yang lalu” (ACMA hal 92).

(b) Aldo

Merupakan anak yang patuh dan sangat dekat dengan Ibunya. Hari itu

Aldo seperti biasanya bermanja-manja dengan ibunya, namun karena ibunya

berlatih koor dia bermain dengan temannya.

Kutipan:

“Ayo dolan sik.”

Suwarane sereng. Sing diatag panggah meneng.

“Cepet dolan sik. Kana lho dienteni Beni.”

Sikile jumangkah nyampar-nyampar jogan saka watu karang sing durung

diejur. Bola-bali mripate nyawang ibune, nanging disawang api-api ora

ngerti....” (ACMA hal 89).

Terjemahan:

“Ayo bermain dulu.”

Suaranya serak. Yang diajak bicara terdiam.

“Sana bermain dulu. Itu ditunggu Beni.”

Kakinya berjalan menendang lantai yang terbuat dari karang yang belum halus.

Bolak-balik matanya melihat ibunya, namun yang dilihat tidak mengerti....”

(ACMA hal 89).

(c) Adik Lusia

Seorang bibi yang sayang terhadap keponakannya, dia juga orang yang

bertanggungjawab.

Kutipan:

“Aldo manthuk. Sirahe banjur diselehake ing pundhake. Piring iku babarpisan

ora kalong....” (ACMA hal 91).

Page 39: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

61

Terjemahan:

“Aldo menunduk. Kemudian kepala Aldo didekapkan di pundaknya. Piring itu

tidak berkurang sama sekali...” (ACMA hal 91).

(d) Suami Lusia

Seorang suami yang kuat menghadapi kenyataan bahwa anaknya telah

meninggal. Dia suami yang sabar, iklas dan pasrah mempercayakan semuanya

kepada Tuhan.

Kutipan:

“Urip pancen kebak pacoban. Kebak salib. Sapa wonge sing ora sedhih.

Nanging rak ora cukup ngono thok sing tundhone bakal akeh rugine.”

“Pancen, ning sapa sing bisa ngilangake tabet kui?”

“Awake dhewe iku kudu bisa kaya Ibu Maria, nalika pirsa putrane disalib. Iku

tepa palupi sing kudu dadi kaca benggala” (ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Memang hidup banyak cobaan. Banyak salib. Siapa orang yang tidak sedih.

Namun, tidak cukup bersedih saja yang menyebabkan kerugian.”

“Memang, namun siapa yang bisa menghilangkan kesedihan itu?”

“Kita itu harus bisa seperti Ibu Maria, ketika melihat anaknya disalib. Itu

nasehat yang bisa dijadikan contoh baik” (ACMA hal 92).

(3) Latar/ Setting

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

(a) Setting tempat

Cerkak ini mempunyai setting tempat di Manado.

Kutipan:

“Lusia Renwarin suwarane pancen ungkung. Iku sing njalari banjur dadi

lengganan solise greja cilik sing dumunung ing teluk sing dipayungi wit-wit

Page 40: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

62

klapa. Banjur solise putra Thomas Rahaded, jebolan seminari Pineleng

Menado....” (ACMA hal 87).

Terjemhan:

“Lusia Renwarin suaranya memang bagus. Itu yang membuat dirinya menjadi

solis gereja kecil yang berada di teluk yang dipayungi pohon-pohon kelapa.

Kemudia solis putra adalah Thomas Rahaded, keluaran dari seminari Pineleng

Manado....”(ACMA hal 87).

Pulang berlatih, Lusia menemukan anaknya yang sedang sakit kemudian

dia membawanya ke poliklinik.

Kutipan:

“Ana rasa bingung sing teka dadakan. Sakala nyandhak lendhang. Aldo

disaut. Ing batin mung kepengen enggal tekan poliklinik. Karo suster kepala

poliklinik iku tepung becik. Tepung wiwit isih ana vonis. Karana iku nalika

teka poliklinik terus njujug kantor” (ACMA hal 91).

Terjemahan:

“Ada rasa bingung yang datang tiba-tiba. Kemudian langsung mengambil

selendang. Aldo digendong. Dalam hati hanya ingin cepat sampai poliklinik.

Dengan suster kepala poliklinik sudah kenal baik. Perkenalannya dari dulu

waktu masih di vonis. Karena itu ketika sampai poliklinik langsung ke

kantor”(ACMA hal 91).

(b) Setting waktu

Setting waktu pada cerkak Cathetan Desember ini diawali di siang hari.

Saat itu Lusia berlatih dengan teman-temannya. Karena anakanya ikut maka dia

menyuruhnya untuk bermain dengan teman-temannya.

Page 41: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

63

Kutipan:

“Ayo, Aldo dolan sik, ta. Ja ngrusuhi mama. Ngko ra dadai kukis.”

Nangging bocah iku durung gelem mingket. Malah lendhet-lendhet ibune.

Banjur sepisan maneh tembunge metu.

“Ayo, dolan sik.”

Suwarane sereng. Sing diatag panggah meneng.

“Cepet dolan sik. Kana lho dienteni Beni” (ACMA hal 89).

Terjemahan:

“Ayo, Aldo main dulu. Jangan menganggu mama. Nanti jadi kukis.”

“Ayo, main dulu.”

Suwaranya meninggi. Yang diajak bicara langsung diam.

“Cepat main dulu. Itu ditunggu Beni” (ACMA hal 89).

Sore hari Lusia pulang setelah pekerjaannya selesai semua.

Kutipan:

“Srengenge wis ngglewang ngulon. Pagaweyane sing dipasrahake wis

rampung. Banjur pikirane lagi kelingan yen kudu nggoleki Aldo. Kabeh

ubarampe ditata. Sawise nginep lawang mburisemperat lunga nyabrang

lapangan....”(ACMA hal 90).

Terjemahan:

“Matahari sudah pindah ke barat. Pekerjaan yang diberikan sudah selesai.

Kemudian pikirannya baru ingat harus mencari Aldo. Semua peralatan ditata.

Setelah menutup pintu belakang lalu pergi menyebrang lapangan....”(ACMA

hal 90).

(c) Setting peristiwa

Setting peristiwa atau latar sosial pada cerkak ini adalah penganut Nasrani.

Nasrani yang taat, sampai mengorbankan waktu untuk mengabdi di gereja. Meski

sedih karena kehilangan anak laki-lakinya Aldo dia kemudian mengiklaskan

anaknya dengan mengingat cerita Ibu Maria yang juga kehilangan anaknya Yesus.

Page 42: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

64

Kutipan:

“Urip pancen kebak pacoban. Kebak salib. Sapa wonge sing ora sedhih.

Nanging rak ora cukup ngono thok sing tundhone bakal akeh rugine.”

“Pancen, ning sapa sing bisa ngilangake tabet kui?”

“Awake dhewe iku kudu bisa kaya Ibu Maria, nalika pirsa putrane disalib. Iku

tepa palupi sing kudu dadi kaca benggala” (ACMA hal 92)

Terjemahan:

“Memang hidup banyak cobaan. Banyak salib. Siapa orang yang tidak sedih.

Namun, tidak cukup bersedih saja yang menyebabkan kerugian.”

“Memang, namun siapa yang bisa menghilangkan kesedihan itu?”

“Kita itu harus bisa seperti Ibu Maria, ketika melihat anaknya disalib. Itu

nasehat yang bisa dijadikan contoh baik” (ACMA hal 92)

b. Sarana-sarana Sastra

Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih

dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode

semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta

melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut

sehingga pengalaman pun dapat dibagi (Stanton, 2007:46-47).

(1) Judul

Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan

karakter, latar, dan tema.Judul cerkak ini menggambarkan tentang catatan bulan

Desember. Dimana pada bulan ini orang-orang Katholik di Maluku sedang

mempersiapkan perayaan Natal dengan berlatih koor. Lusia Renwari yang aktif di

gerejanya tiba-tiba kehilangan seorang anaknya yang bernama Aldo. Hal ini

menjadikannya sebuah Catatan di bulan Desember, yaitu kehilangan anak

bernama Aldo.

(2) Sudut Pandang

Page 43: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

65

Cerkak ini menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Pengarang

menggunakan kata –ne dalam bahasa Indonesia berarti –nya yang menyatakan

orang ketiga. Pengarang mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai

orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan

dipikirkan oleh satu karakter saja.

(3) Gaya dan Tone

Gaya pada cerkak ini menggunakan bahasa yang tidak rumit, lugas

sehingga mudah untuk dipahami. Kata-kata yang digunakan sederhana dan

menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita .

tone biasa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,

misterius, senyap, bagai mimpi, ataupun penuh perasaan. Tone yang digunakan

pengarang adalah penuh perasaan. Cerita yang digambarkan penuh dengan

amanat-amanat baik untuk selalu bersabar, iklas, dan pasrah.

Kutipan:

“Urip pancen kebak pacoban. Kebak salib. Sapa wonge sing ora sedhih.

Nanging rak ora cukup ngono thok sing tundhone bakal akeh rugine.”

“Pancen, ning sapa sing bisa ngilangake tabet kui?”

“Awake dhewe iku kudu bisa kaya Ibu Maria, nalika pirsa putrane disalib. Iku

tepa palupi sing kudu dadi kaca benggala” (ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Memang hidup banyak cobaan. Banyak salib. Siapa orang yang tidak sedih.

Namun, tidak cukup bersedih saja yang menyebabkan kerugian.”

“Memang, namun siapa yang bisa menghilangkan kesedihan itu?”

“Kita itu harus bisa seperti Ibu Maria, ketika melihat anaknya disalib. Itu

nasehat yang bisa dijadikan contoh baik” (ACMA hal 92).

(4) Simbolisme

Page 44: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

66

Simbol merupakan salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi

tampak nyata. Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki

kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Ada

beberapa simbol yang menarik, diantaranya:

(a) Adem

Adem di sini digunakan untuk menggambarkan keadaan Aldo yang sudah

meninggal yaitu dingin pucat.

Kutipan:

“Sidane bengi iku ndekem ana poliklinik susteran. Lan ya mung sewengi.

Marga esuke kudu bali kanthi ati sing ajur mumur. Aldo wis adhem. Adhem

banget. Lan omah iku dadi rame dadakan. Nanging kerameyan iku ndadekake

atine bungah. Kepara suwalike. Nyedhihake” (ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Jadinya malam itu menginap di poliklinik suster. Dan hanya satu malam.

Karena paginya harus pulang dengan perasaan yang hancur. Aldo sudah dingin.

Dingin sekali. Dan rumah itu menjadi ramai. Tetapi keramaian itu membuat

hati sedih. Karena sebaliknya. Menyedihkan” (ACMA hal 92).

(b) Kebak salib

Kebak salib di sini digunakan untuk menggambarkan keadaan yang

banyak cobaan, banyak rasa sakit. Seperti penggambaran dalam cerkak ini di

mana banyak sekali cobaan hidup seperti kehilangan seorang anak.

“Urip pancen kebak pacoban. Kebak salib. Sapa wonge sing ora sedhih.

Nanging rak ora cukup ngono thok sing tundhone bakal akeh rugine.”

“Pancen, ning sapa sing bisa ngilangake tabet kui?”

Page 45: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

67

“Awake dhewe iku kudu bisa kaya Ibu Maria, nalika pirsa putrane disalib. Iku

tepa palupi sing kudu dadi kaca benggala” (ACMA hal 92)

Terjemahan:

“Memang hidup banyak cobaan. Banyak salib. Siapa orang yang tidak sedih.

Namun, tidak cukup bersedih saja yang menyebabkan kerugian.”

“Memang, namun siapa yang bisa menghilangkan kesedihan itu?”

“Kita itu harus bisa seperti Ibu Maria, ketika melihat anaknya disalib. Itu

nasehat yang bisa dijadikan contoh baik” (ACMA hal 92).

(5) Ironi

Ironi dramatis yang ada di cerkak ini adalah ketika suaminya menyuruh

untuk membuat roti untuk perayaan Natal. Meski mengiyakan namun hatinya

sangat sakit teringat dahulu waktu Wilis masih hidup pasti anak membuat suasana

menjadi ramai.

Kutipan:

“Dheweke banjur ndhungkluk. Saben-saben mengkono carane sing lanang yen

ngakon. Ora tau cumeplos. Iku sing njalari atine sumanggem. Kaya wektu iku.

Nanging ing slempitane atine sing lanang ora ngerti. Tandang gawe kaya

ngono iku ateges njalari tabet lawas. Ana rasa gemes sing mrambat ing

dhadha. Ana rasa jengkel sing nyenengake. Ana rasa sing gumandheng ing

alam sing angel digambarake. Kabeh sinambung kanthi benang sutra sing ora

kasat mata” (ACMA 59).

Terjemahan:

“Dirinya langsung merunduk. Ketika seperti itu cara suaminya menyuruh.

Tidak pernah terucap. Itu yang membuat hatinya mengiyakan. Seperti waku

itu.

“Akan tetapi dalam hatinya suaminya tidak tahu. Pekerjaan membuat kue

seperti itu yang membuka luka lama. Dahulu pekerjaan seperti ini ada suara

anak kecil yang hangat menyentuh hati. Ada rasa jengkel yang menyenangkan.

Ada rasa yang bergandengan di alam yang susah digambarkan. Semua

disambung dengan benang sutra sing ora kasat mata” (ACMA hal 59).

c. Tema

Page 46: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

68

Menceritakan sebuah keluarga di Maluku, keluarga tersebut kehilangan

seorang anak laki-laki yang bernama Aldo. Lusia Renwarin, ibu dari Aldo

merupakan anggota koor di gereja kecil di Maluku.

Kutipan:

“Lusia Renwarin suwarane pancen ungkung. Iku sing njalari banjur dadi

lengganan solise greja cilik sing dumunung ing teluk sing dipayungi wit-wit

klapa. Banjur solise putra Thomas Rahaded, jebolan seminari Pineleng

Menado....” (ACMA hal 87).

Terjemhan:

“Lusia Renwarin suaranya memang bagus. Itu yang membuat dirinya menjadi

solis gereja kecil yang berada di teluk yang dipayungi pohon-pohon kelapa.

Kemudia solis putra adalah Thomas Rahaded, keluaran dari seminari Pineleng

Manado....” (ACMA hal 87).

Rasa tanggungjawab dengan gerejanya membuat dia berlatih sampai sore

menjelang. Dia lupa bahwa anaknya Aldo sedang menunggu kepulangannya.

Kutipan:

“Srengenge wis ngglewang ngulon. Pagaweyane sing dipasrahake wis

rampung. Banjur pikirane lagi kelingan yen kudu nggoleki Aldo. Kabeh

ubarampe ditata. Sawise nginep lawang mburisemperat lunga nyabrang

lapangan....”(ACMA hal 90).

Terjemahan:

“Matahari sudah pindah ke barat. Pekerjaan yang diberikan sudah selesai.

Kemudian pikirannya baru ingat harus mencari Aldo. Semua peralatan ditata.

Page 47: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

69

Setelah menutup pintu belakang lalu pergi menyebrang lapangan....”(ACMA

hal 90).

Sampai di rumah Lusia dikagetkan oleh kondisi Aldo yang sakit panas.

Cepat-cepat dia membawa anaknya ke poliklinik, kemudian Aldo dirawat inap

disana. Aldo dirawat di poliklinik hanya satu hari. Karena keesokan harinya harus

pulang dengan hati yang hancur. Aldo memang sudah tidak panas lagi, Aldo

sudah dingin, dingin sekali, dan rumah tersebut dadakan menjadi ramai. Namun

keramaian tersebut menandakan hatinya sedih, karena Aldo meninggal. Hidup

memang banyak cobaan, banyak salib, siapa orang yang tidak sedih, namun tidak

cukup hanya bersedih saja, karena hal tersebut sangatlah rugi. Semua harus bisa

seperti Ibu Maria, ketika melihat anaknya disalib. Itu adalah ajaran yang bisa

dijadikan cermin. Dari cerkak ini bisa kita petik hikmahnya bahwa kita harus iklas

dan percaya kepada Tuhan. Semua milik Tuhan dan akan kembali kapada-Nya.

Kutipan:

“Urip pancen kebak pacoban. Kebak salib. Sapa wonge sing ora sedhih.

Nanging rak ora cukup ngono thok sing tundhone bakal akeh rugine”.

“Pancen, ning sapa sing bisa ngilangake tabet iku?”

“Awake dhewe iku kudu bisa kaya Ibu Maria, nalika pirsa putrane disalib. Iku

tepa palupi sing kudu dadi kaca benggala” (ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Hidup itu penuh cobaan. Banyak salib. Siapa yang tidak sedih. Namun tidak

cukup seperti itu karena akan merugi saja”.

“Memang, tetapi siapa yang bisa menghilangkan ini?”

“Kita sendiri harus bisa seperti Ibu Maria, disaat melihat anaknya disalib.

Menerima dengan iklas yang harus dijadikan contoh” (ACMA hal 92).

d. Keterkaitan Antarunsur

Unsur struktural yang terdapat dalam cerkak Cathetan Desember karya

Ariesta Widya menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait

Page 48: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

70

antara unsur satu dengan unsur yang lain. Unsur struktural dalam cerbung ini

meliputi fakta-fakta cerita yang meliputi alur, tokoh atau karakter, dan latar atau

setting, sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, gaya

dan tone, serta ironi, dan tema yang dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh

sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita.

Berdasarkan fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting

dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait mengkait

membentuk satu kesatuan yang utuh. Tema akan mempengaruhi karakter, latar

serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan tema

tersebut mempengaruhi seorang karakter bertindak sesuai dengan tema yang

diangkat. Tema cerkak Cathetan Desemberadalah tentang religi. Secara spesifik

mengacu pada religiusitas tokoh Lusia Renwarin dalam menjalani hidupnya, yaitu

dengan bersikap sabar, iklas, dan pasrah.

Berdasarkan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya

dan tone, simbolisme, ironi adalah model penulisan khas dari Ariesta Widya

sebagai pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah

cerita. Pengarang menggunakan tone penuh perasaan. Sudut pandang yang

digunakan penulis dalam cerkak Cathetan Desember karya Ariesta Widya

adalahsudut pandang orang ketiga terbatas. Pengarang menggunakan kata –ne

dalam bahasa Indonesia berarti –nya yang menyatakan orang ketiga. Pengarang

mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja.

Adanya sarana-sarana sastra memberikan nuansa keindahan serta warna tersendiri

dalam sebuah cerita. Unsur struktural dalam cerkak Cathetan Desember karya

Page 49: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

71

Ariesta Widya mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu

sama lain serta membentuk satu kesatuan yang utuh.

4. Ganda Semboja

a. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual

cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah

cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut:

(1) Alur

Alur pada cerkak Ganda Semboja ini adalah alur maju.

(a) Alur awal

Tahap ini bercerita tentang kebaikan seorang ibu tiri terhadap anak-anak

tirinya. Ayah kandung mereka sudah meninggal, namun ibu tirinya masih saja

mengasihi anak-anaknya. Kutipannya sebagai berikut:

“Sanadyan bapakmu wis ora ana aja banjur ngowah-owahi. Omah iki ya

omahe bapakmu. Kebon mburi sekolahan kae. Apamaneh tegalan sing

rambutan lan durene sing nyenengake. Kabeh kuwi darbekmu. Aku wis

nglenggana.”

“Akh, Ibu, ra sah ngendika ngono,” adhine sing dadi Kepala Sekolah

ngrangkul karo prembik-prembik.

“Tilikana aku. Ra sah kokoleh-olehi. Oleh-olehana katresnan sing salawase iki

tinalenan. Aja nganti rantas” (ACMA hal 95).

Terjemahan:

“Walaupun bapakmu sudah tidak ada jangan dirubah. Rumah ini rumahnya

bapakmu. Kebun belakang sekolah itu. Apalagi ladang yang rambutan dan

durennya menyenangkan. Semua itu milikmu. Saya sudah jujur.”

Page 50: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

72

“Akh, Ibu, jangan berbicara seperti itu,” adiknya yang menjadi Kepala Sekolah

memeluk dengan mata berkaca-kaca.

“Jenguklah saya. Tidak perlu kalian membawakan oleh-oleh. Bawalah kasih

sayang yang kekal ini terjalin. Jangan sampai putus” (ACMA hal 95).

(b) Alur tengah

Menceritakan ibu tirinya yang jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit.

Ibunya kemudian meninggal dan membuat anak-ankanya bersedih. Kutipannya

sebagai berikut:

“Setu ngarepake subuh, ibune sida kapundhut. Kabeh mung sumarah.

Tumungkul sedhih. Nanging kabeh kudu dumadi. Kabeh bakal ngawaki.

Sanadyan mung ngenteni wektu wae” (ACMA hal 98).

Terjemahan:

“Sabtu waktu subuh, ibunya meninggal. Semua harus dipasrahkan. Merasa

kesedihan. Namun, semua harus terjadi. Semua akan mengalami juga.

Walaupun hanya menunggu waktu saja” (ACMA hal 98).

(c) Alur akhir

Tahap ini menceritakan anaknya yang bersedih dengan meninggal ibunya.

Setelah bercengkerama dengan sahabatnya dan berbagi pengalaman hidup, anak

tersebut sadar dan memasrahkan semuanya kepada Tuhan. Kutipannya sebagai

berikut:

“Anakku mbarep. Durung lawas Dhik Nur. Njenengan mesthi pirsa. Nuryanti

sing senengane ndhalang. Bubar iku durung nganti setaun anakku sing nomer

loro. Uripku kayadene kleyang kabur-kanginan. Urip ora ana tegese.”

Tembung-tembunge mlebu prungone. Cetha. Cetha banget.

“Matur nuwun.”

Ukarane cekak. Bubar iku wong loro dadi amem. Sareyan wis mungkur.

Gandane kembang semboja wis ora nyogok irung....” (ACMA hal 99).

Terjemahan:

Page 51: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

73

“Anak saya yang pertama. Belum lama dik Nur. Kamu pasti tahu. Nuryanti

yang suka mendalang. Setelah itu belum satu tahun anak saya yang nomer dua.

Hidup saya seperti tidak ada artinya.

Kata-kata yang masuk dalam pendengarannya. Jelas. Jelas sekali.

“Terima kasih.”

Kalimat pendek. Setelah itu mereka terdiam. Pergi dari pemakaman. Bau

kamboja sudah tidak menyenggat dihidung....” (ACMA hal 99).

(d) Konflik

Menceritakan sang anak mendapatkan kabar bahwa ibunya masuk rumah

sakit.

Kutipan:

“Nanging Kemis awan bali ponakane teka menggeh-menggeh. Ngandhakake

yen wong wadon sing nggulawenthah iku mlebu rumah sakit” (ACMA hal 97).

Terjemahan:

“Namun Kamis siang kembali keponakannya datang terengah-enggah.

Mengatakan bahwa perempuan yang merawatnya masuk rumah sakit” (ACMA

hal 97).

(e) Klimaks

Konflik yang memuncak yaitu setelah ibunya masuk rumah sakit satu

minggu kemudian beliau meninggal.

Kutipan:

“Setu ngarepake subuh, ibune sida kapundhut. Kabeh mung sumarah.

Tumungkul sedhih. Nanging kabeh kudu dumadi. Kabeh bakal ngawaki.

Sanadyan mung ngenteni wektu wae” (ACMA hal 98).

Terjemahan:

Page 52: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

74

“Sabtu waktu subuh, ibunya meninggal. Semua harus dipasrahkan. Merasa

kesedihan. Namun, semua harus terjadi. Semua akan mengalami juga.

Walaupun hanya menunggu waktu saja” (ACMA hal 98).

(2) Tokoh atau Karakter

(a) Ibu

Seorang Ibu tiri yang sangat menyayagi anak-anak tirinya. Dia adalah

orang yang taat kepada Tuhan, dia meyakini cara dia berbakti kepada Tuhan

adalah dengan menyayangi anak-anak tirinya.

Kutipan:

“Wong wadon sing sakiki sumare pancen dudu wong wadon sing lantaran

ngungak jagad iki. Dudu wong wadon sing ngregiyeg nggembol sangan sasi

sepuluh dina. Dudu wong wadon sing neteki kalane ngelak lan ngelih.

Mengkono sesambungan batin iku ora bisa diinggati. Dina iki rumangsa

gothang...” (ACMA hal 95).

Terjemahan:

“Wanita yang sekarang ini bukanlah wanita yang melahirkannya. Bukan wanita

yang mengandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari. Bukan wanita yang

memberinya asi ketika dia lapar dan haus. Seperti itu kata hatinya. Hari itu

seperti kosong....” (ACMA hal 95).

(b) Sadmoko

Dia adalah anak yang sangat sayang kepada ibunya dan paling bersedih

saat ditinggal ibu tirinya.

Kutipan:

“Setu ngarepake subuh, ibune sida kapundhut. Kabeh mung sumarah.

Tumungkul sedhih. Nanging kabeh kudu dumadi. Kabeh bakal ngawaki.

Sanadyan mung ngenteni wektu wae” (ACMA hal 98).

Terjemahan:

Page 53: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

75

“Sabtu waktu subuh, ibunya meninggal. Semua harus dipasrahkan. Merasa

kesedihan. Namun, semua harus terjadi. Semua akan mengalami juga.

Walaupun hanya menunggu waktu saja” (ACMA hal 98).

Dia juga merupakan orang yang sabar, iklas, dan pasrah yakin akan jalan

yang diberikan Tuhan.

Kutipan:

“Anakku mbarep. Durung lawas Dhik Nur. Njenengan mesthi pirsa. Nuryati

sing senengane ndhalang. Bubar iku durung nganti setaun anakku sing nomer

loro. Uripku kayadene kleyang kabur-kanginan. Urip ora ono tegese.

Tembung-tembung mlebu prungone. Cetha. Cetha banget”(ACMA hal 90).

Terjemahan:

“Anak saya yang pertama. Belum lama dik Nur. Kamu pasti tahu. Nuryanti

yang suka mendalang. Setelah itu belum satu tahun anak saya yang nomer dua.

Hidup saya seperti tidak ada artinya. Kata-kata yang menusuk hati. Jelas. Jelas

sekali” (ACMA hal 90).

(b) Maryati

Merupakan teman yang baik, mau berbagi kisah hidupnya yang kehilangan

orang-orang yang disayanginya. Dia mempunyai sifat sabar, iklas, dan pasrah

dalam menghadapi problematika hidup.

Kutipan:

“Anakku mbarep. Durung lawas Dhik Nur. Njenengan mesthi pirsa. Nuryati

sing senengane ndhalang. Bubar iku durung nganti setaun anakku sing nomer

loro. Uripku kayadene kleyang kabur-kanginan. Urip ora ono tegese.

Tembung-tembung mlebu prungone. Cetha. Cetha banget”(ACMA hal 90).

Page 54: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

76

Terjemahan:

“Anak saya yang pertama. Belum lama dik Nur. Kamu pasti tahu. Nuryanti

yang suka mendalang. Setelah itu belum satu tahun anak saya yang nomer dua.

Hidup saya seperti tidak ada artinya. Kata-kata yang masuk dalam

pendengarannya. Jelas. Jelas sekali” (ACMA hal 90).

(3) Latar/ Setting

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

(a) Setting tempat

Setting tempat pada cerkak ini adalah di Semarang yaitu di rumah. Setelah

ayahnya meninggal anak-anaknya pulang kerumah masing-masing, beliau

berpesan untuk selalu menjenguk ibunya.

Kutipan:

“Sanadyan bapakmu wis ora ana aja banjur ngowah-owahi. Omah iki ya

omahe bapakmu. Kebon mburi sekolahan kae. Apamaneh tegalan sing

rambutan lan durene sing nyenengake. Kabeh kuwi darbekmu. Aku wis

nglenggana” (ACMA hal 95).

Terjemahan:

“Walaupun bapakmu sudah tidak ada jangan merubahnya. Rumah ini

rumahnya bapakmu. Kebun belakang sekolah itu. Apalagi ladang yang

rambutan dan durennya menyenangkan. Semua itu milikmu. Saya sudah

jujur”(ACMA hal 95).

Page 55: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

77

Setting tempat pada cerkak ini adalah di rumah sakit. Ibunya yang sakit

dibawa ke rumah sakit dimana ibu kandung dan ayah kandungnya juga meninggal

di rumah sakit tersebut.

Kutipan:

“... Yen ibune wis pindhah panggonan. Dipindhah mlebu ICCU. Dadakan

atine trataban. Bubar saka pagaweyan terus bablas. Lontrang-lontrang rumah

sakit iku wis apal banget. Wiwit rumah sakit iku isih kuna tinggalan zaman

Landa....”(ACMA hal 98).

Terjemahan:

“... Jika ibunya sudah pindah ruangan. Dipindah masuk ICCU. Tiba-tiba

hatinya deg-degan. Setelah pulang kerja kemudian pergi. Kesana-kesini rumah

sakit itu sudah hafal sekali. Dari rumah sakit itu masih kuno tinggalan zaman

Belanda....”(ACMA hal 98).

Setting tempat selanjutnya adalah di makam. Ketika ibunya meninggal Nur

mengantarkan pemakaman ibunya dan merasa kosong hatinya melihat dan

mencium bau kembang kamboja.

Kutipan:

“Wong-wong ing sareyan wis entek. Ora krasa wong-wong sing padha

nglancangi laku”(ACMA hal 98)

Terjemahan:

“Orang-orang di makam sudah tidak ada. Tidak terasa orang-orang yang sudah

mendahului jalan”(ACMA hal 98).

Page 56: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

78

(b) Setting waktu

Setting waktu pada cerkak ini adalah pada pagi hari. Saat itu anak pertama

melamun di depan rumahnya.

Kutipan:

“Mau bengi lek-lekan. Sakjane bisa ninggal. Wong kangmas sing wis ora

ngasta wis ngganteni tengah wengi. Akh, ati iki sing menging.”

“Ngebyar ya, mas?”(ACMA hal 94).

Terjemahan:

“Tadi malam begadang. Sebenarnya bisa pergi. Kakak yang tidak bekerja

sudah menggantikan tengah malam. Akh, hati ini yang menolak.”

“Sampai pagi ya mas?” (ACMA hal 94).

(c) Setting peristiwa

Setting peristiwa atau latar sosial pada cerkak ini adalah keluarga yang

religius beragama Nasrani yang taat. Meski banyak cobaan dengan adanya

peristiwa ditinggal mati orang-orang yang dicintainya. Meski ganda semboja atau

bau kematian masih jelas melekat, gambaran orang-orang baik dan jahat ketika

mati.

Kutipan:

“Tumlawang donga ilang kabuncang bebarengan gandaning kembang

semboja. Pang-pange kaya wewangunan tangan-tangan ngranggeh langit.

Banjur wit-wite memangung wong-wong sing polah marga lagi nandhang

kalaran.”

“Pikirane mabur menyang langit sap pitu. Apa kaya ngono iku wong-wong

sing nampa pasiksan ing genining neraka marga urip sing ora mapan. Urip

sing nalisir saka tataning kabecikan. Banjur mung bisa polah sarta pangrintih

bebarengan suwara sing nyedhihake. Sedhih, pangrintih sing nuwuhake ati

miris sing ora ngerti kapan wusanane. Tanpa sengaja pangangkluhe kawetu.

Marga kaya-kaya dhirine sing tetangisan ing antarane wewayangan ing

tengahing geni sing tansah murup” (ACMA hal 94).

Page 57: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

79

Terjemahan:

“Terdengar doa hilang samar-samar bersamaan dengan bau bunga kamboja.

Ranting-ranting seperti tangan-tangan yang menggapai langit. Kemudian

pohon-pohonnya seperti orang-orang yang bergerak karena sedang mengalami

kesakitan.”

“Pikirannya terbang ke langit tujuh. Apa seperti itu orang-orang yang

menerima siksaan di api neraka karena hidup yang tidak baik. Hidup yang jauh

dari kebaikan. Sedih, rintihan yang membuat hati miris yang tidak tahu kapan

selesainya. Perkataan di dalam hatinya tanpa sengaja keluar. Karena seperti

dirinya yang menangis di antara keadaaan di tengah api yang selalu menyala”

(ACMA hal 94).

b. Sarana-sarana Sastra

(1) Judul

Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan

karakter, latar, dan tema. Ganda semboja memiliki arti bau kamboja yang

menandakan tentang kesedihan dengan adanya kematian. Cerkak ini bercerita

tentang kesedihan karena kematian ibu tiri yang baik. Penggambaran tersebut

sesuai dengan judul cerkak yaitu ganda semboja (bau atau kesedihan karena

kematian).

(2) Sudut Pandang

Cerkak ini menggunakan sudut pandang orang ketiga tidak terbatas.

Pengarang menggunakan kata –ne yang dalam bahasa Indonesia berarti –nya yang

menyatakan orang ketiga. Pengarang membuat beberapa karakter melihat,

mendengar, atau berpikir atau saat tidak ada satu karakter pun hadir.

(3) Gaya dan Tone

Gaya pada cerkak ini menggunakan bahasa yang tidak rumit, lugas

sehingga mudah untuk dipahami. Kata-kata yang digunakan sederhana namun ada

beberapa perumpamaan dalam cerkak ini.

Page 58: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

80

Kutipan:

“Tumlawung donga ilang kabuncang bebarengan gandaning kembang

semboja. Pang-pange kaya wewangunan tangan-tangan ngranggeh langit.

Banjur wit-wite memangung wong-wong sing polah marga lagi nandhang

kalaran.”

“Pikirane mabur menyang langit sap pitu. Apa kaya ngono iku wong-wong

sing nampa pasiksan ing genining neraka marga urip sing ora mapan. Urip

sing nalisir saka tataning kabecikan. Banjur mung bisa polah sarta pangrintih

bebarengan suwara sing nyedhihake. Sedhih, pangrintih sing nuwuhake ati

miris sing ora ngerti kapan wusanane. Tanpa sengaja pangangkluhe kawetu.

Marga kaya-kaya dhirine sing tetangisan ing antarane wewayangan ing

tengahing geni sing tansah murup” (ACMA hal 94).

Terjemahan:

“Terdengar doa hilang samar-samar bersamaan dengan bau bunga kamboja.

Ranting-ranting seperti tangan-tangan yang menggapai langit. Kemudian

pohon-pohonnya seperti orang-orang yang bergerak karena sedang mengalami

kesakitan.”

“Pikirannya terbang ke langit tujuh. Apa seperti itu orang-orang yang

menerima siksaan di api neraka karena hidup yang tidak baik. Hidup yang jauh

dari kebaikan. Sedih, rintihan yang membuat hati miris yang tidak tahu kapan

selesainya. Perkataan di dalam hatinya tanpa sengaja keluar. Karena seperti

dirinya yang menangis di antara keadaaan di tengah api yang selalu menyala”

(ACMA hal 94).

Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita .

tone biasa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,

misterius, senyap, bagai mimpi, ataupun penuh perasaan. Tone yang digunakan

pengarang adalah penuh perasaan. Cerita yang digambarkan penuh dengan

amanat-amanat baik untuk selalu bersabar, iklas, dan pasrah.

(4) Simbolisme

Simbol merupakan salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi

tampak nyata. Ada beberapa simbol yang menarik, diantaranya:

Page 59: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

81

(a) Gandha kembang semboja

Ganda di sini digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sedih

karena sebuah kematian.

Kutipan:

“Ukarane cekak. Bubar iku wong loro dadi amem. Sareyan wis mungkur.

Gandane kembang semboja wis ora nyogok irung...” (ACMA hal 99).

Terjemahan:

“Kalimat pendek. Setelah itu mereka berdua jadi diam. Pergi dari pemakaman.

Bau bunga kamboja sudah tidak tercium lagi...” (ACMA hal 99).

(b) Mambu ati

Mambu ati digunakan untuk menggambarkan tentang perasaan yang masih

menyukai.

Kutipan:

“Akh, aja ngendhika ngono, Mas. Sapa ngerti bubar saka kondur iki bisa

mucuki nyerat manh. Akh, aku melu seneng. Seneng banget.” Sadmoko ora

wangsulan. Mung mesem sing diempet. Isih mambu ati” (ACMA hal 100).

Terjemahan:

“Akh, jangan berkata seperti itu, Mas. Siapa tahu setelah pulang ini bisa

kembali mengarang. Akh, saya ikut senang. Senang sekali.” Sadmoko tidak

menjawab. Hanya senyum yang ditahan. Perasaan itu masih ada” (ACMA hal

100).

Page 60: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

82

(5) Ironi

Ironi dramatis yang ada di cerkak ini adalah ketika Maryati bertanya

tentang kegemarannya menulis, sebenarnya Sadmoko senang dengan perkataan

Maryati yang senang jika ia menulis kembali, namun hal tersebut ditahan karena

masih menyipmpan perasaan.

Kutipan:

“Akh, aja ngendhika ngono, Mas. Sapa ngerti bubar saka kondur iki bisa

mucuki nyerat maneh. Akh, aku melu seneng. Seneng banget.” Sadmoko ora

wangsulan. Mung mesem sing diempet. Isih mambu ati” (ACMA hal 100).

Terjemahan:

“Akh, jangan berkata seperti itu, Mas. Siapa tahu setelah pulang ini bisa

kembali mengarang. Akh, saya ikut senang. Senang sekali.” Sadmoko tidak

menjawab. Hanya senyum yang ditahan. Masih menyukai” (ACMA hal 100).

c. Tema

Orang-orang yang menerima siksaan di api neraka karena hidupnya

melenceng dari tata kehidupan yang baik digambarkan seperti pohon kamboja

dimana ranting-rantingnya seperti tangan yang menggapai langit dan merasa

kesakitan. Gambaran seperti ini ada dalam cerkak Ganda Semboja.

Kutipan:

“Tumlawung donga ilang kabuncang bebarengan gandaning kembang

semboja. Pang-pange kaya wewangunan tangan-tangan ngranggeh langit.

Banjur wit-wite memangung wong-wong sing polah marga lagi nandhang

kalaran.”

“Pikirane mabur menyang langit sap pitu. Apa kaya ngono iku wong-wong

sing nampa pasiksan ing genining neraka marga urip sing ora mapan. Urip

sing nalisir saka tataning kabecikan. Banjur mung bisa polah sarta pangrintih

bebarengan suwara sing nyedhihake. Sedhih, pangrintih sing nuwuhake ati

Page 61: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

83

miris sing ora ngerti kapan wusanane. Tanpa sengaja pangangkluhe kawetu.

Marga kaya-kaya dhirine sing tetangisan ing antarane wewayangan ing

tengahing geni sing tansah murup” (ACMA hal 94).

Terjemahan:

“Terdengar doa hilang samar-samar bersamaan dengan bau bunga kamboja.

Ranting-ranting seperti tangan-tangan yang menggapai langit. Kemudian

pohon-pohonnya seperti orang-orang yang bergerak karena sedang mengalami

kesakitan.”

“Pikirannya terbang ke langit tujuh. Apa seperti itu orang-orang yang

menerima siksaan di api neraka karena hidup yang tidak baik. Hidup yang jauh

dari kebaikan. Sedih, rintihan yang membuat hati miris yang tidak tahu kapan

selesainya. Perkataan di dalam hatinya tanpa sengaja keluar. Karena seperti

dirinya yang menangis di antara keadaaan di tengah api yang selalu menyala”

(ACMA hal 94).

Cerkak ini menceritakan kesedihan yang mendalam seorang anak dengan

kematian. Setelah ditinggal mati ibu kandungnya, dia dan kedua adiknya ditinggal

mati pula ayah kandungnya. Sebelum ayah mereka meninggal, dia meninggalakan

seorang ibu tiri yang sangat baik. Dia merawat anak-anaknya sampai mereka

menjadi orang yang sukses. Namun, suatu hari sang anak mendengar kabar buruk

yaitu kematian sang ibu tiri. Perasaannya sangat sedih dan sangat terpukul.

Kutipan:

“Wong wadon sing sakiki sumare pancen dudu wong wadon sing lantaran

ngungak jagad iki. Dudu wong wadon sing ngregiyeg nggembol sangan sasi

sepuluh dina. Dudu wong wadon sing neteki kalane ngelak lan ngelih.

Mengkono sesambungan batin iku ora bisa diinggati. Dina iki rumangsa

gothang...” (ACMA hal 95).

Terjemahan:

“Wanita yang sekarang ini bukanlah wanita yang melahirkannya. Bukan wanita

yang mengandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari. Bukan wanita yang

memberinya asi ketika dia lapar dan haus. Seperti itu kata hatinya. Hari itu

seperti kosong....” (ACMA hal 95).

Dia sangat menyesali kematian ibunya, namun dia disadarkan oleh seorang

sahabatnya yang menceritakan kehidupannya yang ditinggal mati oleh anak-

Page 62: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

84

anaknya. Hidup ini tidak berarti setelah ditinggal mati orang-orag yang disayangi,

namun hidup harus dijalani dan jangan sampai berlarut-larut dalam kesedihan

karena sebuah kematian.

Kutipan:

“Anakku mbarep. Durung lawas Dhik Nur. Njenengan mesthi pirsa. Nuryanti

sing senengane ndhalang. Bubar iku durung nganti setaun anakku sing nomer

loro. Uripku kayadene kleyang kabur-kanginan. Urip ora ana tegese.”

Tembung-tembunge mlebu prungone. Cetha. Cetha banget.

“Matur nuwun.”

Ukarane cekak. Bubar iku wong loro dadi amem. Sareyan wis mungkur.

Gandane kembang semboja wis ora nyogok irung....” (ACMA hal 99).

Terjemahan:

“Anak saya yang pertama. Belum lama dik Nur. Kamu pasti tahu. Nuryanti

yang suka mendalang. Setelah itu belum satu tahun anak saya yang nomer dua.

Hidup saya seperti tidak ada artinya.

Kata-kata yang masuk dalam pendengarannya. Jelas. Jelas sekali.

“Terima kasih.”

Kalimat pendek. Setelah itu mereka terdiam. Pemakaman sudah pergi. Bau

kamboja sudah tidak menyenggat lagi....” (ACMA hal 99).

d. Keterkaitan Antarunsur

Unsur struktural yang terdapat dalam cerkak Ganda Semboja karya

Ariesta Widya menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait

antara unsur satu dengan unsur yang lain. Unsur struktural dalam cerbung ini

meliputi fakta-fakta cerita yang meliputi alur, tokoh atau karakter, dan latar atau

setting, sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, gaya

dan tone, serta ironi, dan tema yang dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh

sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita.

Berdasarkan fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting

dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait mengkait

membentuk satu kesatuan yang utuh. Tema akan mempengaruhi karakter, latar

Page 63: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

85

serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan tema

tersebut mempengaruhi seorang karakter bertindak sesuai dengan tema yang

diangkat. Tema cerkak Ganda Sembojaadalah tentang religi. Secara spesifik

mengacu pada religiusitas tokoh Sadmoko dalam menjalani hidupnya, yaitu

dengan bersikap sabar, iklas, dan pasrah.

Berdasarkan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya

dan tone, simbolisme, ironi adalah model penulisan khas dari Ariesta Widya

sebagai pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah

cerita. Pengarang menggunakan tone penuh perasaan. Sudut pandang yang

digunakan penulis dalam cerkak Ganda Sembojakarya Ariesta Widya adalahsudut

pandang orang ketiga tidak terbatas. Pengarang menggunakan kata –ne yang

dalam bahasa Indonesia berarti –nya yang menyatakan orang ketiga. Pengarang

membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat tidak ada

satu karakter pun hadir.

Adanya sarana-sarana sastra memberikan nuansa keindahan serta warna

tersendiri dalam sebuah cerita. Unsur struktural dalam cerkak Ganda

Sembojakarya Ariesta Widya mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat

dipisahkan satu sama lain serta membentuk satu kesatuan yang utuh.

5. Oh Renan, Oh Yaman

a. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual

Page 64: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

86

cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah

cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut:

(1) Alur

Cerkak ini menggunakan alur flash back.

(a) Alur awal

Tahap ini bercerita tentang awal bertemunya Albert dan Rebeka.

Kutipannya sebagai berikut:

“Tetepungan iku mucuki laku sing jablas nganti saiki iki. Cathetan wengi saka

datasemen nggungah rasa lanange kepingin mecaki dalan penguripan

bebarengan. Nanging....” (ACMA hal 129).

Terjemahan:

“Perkenalan itu yang berlanjut hingga sekarang. Catatan malam dari pertemuan

membuat rasa laki-lakinya ingin membina rumah tangga. Namun....” (ACMA

hal 129).

(b) Alur tengah

Tahap ini menceritakan orangtua Albert yang mendengar kabar buruk di

luar tentang anakanya.

Kutipan:

“Bert, Albert. Aku lan bapakmu kepriye wae rak ya melu cawe-cawe yen ing

njaba kabar-kabar sing rinasa ora kepenak.” Ibune omong sareh, ngendeh

tembunge bapake. Kanthi ati adem, sing ditakoni mbacut kandha” (ACMA hal

130).

Page 65: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

87

Terjemahan:

“Bert, Albert. Sayadan bapakmu bagaimanapun megikutimu jika di luar ada

kabar yang tidak enak.” Ibunya berkata lirih, menghindari perkataan ayahnya.

Dengan hati yang dingin, yang ditanyai kemudian menjawab” (ACMA hal

130).

(c) Alur akhir

Tahap ini diakhiri dengan Albert dan Rebeka yang memutuskan untuk

menikah dan meninggalkan rasnya masing-masing. Mereka pergi menjauh dari

lingkungan asal mereka untuk meredam masalah. Kutipannya sebagai berikut:

“Kanggo nginggati kahanan Sakramen Perkawinan ditindhakake ing

panggonan liya kanthi sesidheman, amrih ora gawe laraning atine liyan.

Katresnan sing diwangun kanthi ati lan karep sarta sumarah ing ngarsaning

Gusti kang paring dalan....” (ACMA hal 131).

Terjemahan:

“Untuk menghindari keadaan buruk Pesta Perkawinan dilakukan ditempat lain,

untuk tidak membuat sakit hati orang lain. Cinta yang dibangun dengan hati

dan niat ibadah Tuhan yang memberikan jalan....” (ACMA hal 131).

(d) Konflik

Konflik mulai terjadi, Albert dan Rebeka mulai jatuh cinta, namun

perbedaan ras mereka membuat keduanya tidak bisa bersama. Kutipannya sebagai

berikut:

“Albert, Albert anakku. Aku sing luput. Aku sing luput. Saupama aku ora lair

saka trah sing diingggati ing pasrawungan yaiku mbedak-mbedakake,

Page 66: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

88

mesthine sing kokrasakake iku ora bakal dadi pepalang. Ora kalebu trah sing

dianggep asor, trah in-reri” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Albert, Albert anak saya. Saya yang salah. Saya yang salah. Jika saya tidak

lahir dari ras yang dihindari dalam masyarakat yaitu membeda-bedakan,

harusnya yang kamu rasakan sekarang tidak akan menjadi penghalang. Tidak

termasuk yang dianggap rendah, ras in-reri” (ACMA hal 130).

(e) Klimaks

Konflik utama mulai memuncak yaitu Rebeka dibuang oleh keluarganya

dan rasnya karena lebih memilih Albert.

Kutipan:

“Iya, aku metu apa diculake kaya dene barang dibuwang.”

“Tenan, tenan kuwi?”

Beka mung manthuk karo ndhungkluk. Kreteg tuwasaka kayu besi sing sok

dienggo mandheg kapal motore misi Katolik ditinggal....” (ACMA hal 131).

Terjemahan:

“Iya. Saya keluar atau dikeluarkan seperti barang yang dibuang.”

“Benar, benar itu?”

Beka hanya mengangguk. Jembatan tuayang terbuat dari kayu besi yang

biasanya dipakai untuk berhenti kapal motornya Katolik ditinggal...” (ACMA

hal 131).

Page 67: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

89

(2) Tokoh atau Karakter

(a) Albert

Seorang pemuda yang baik, dengan keyakinannya kepada Tuhan dia

berani mengambil resiko dengan menikahi Beka yang berbeda ras dengannya.

Meski menimbulkan masalah besar tapi dia mempercayakan semuanya kepada

Tuhan.

Kutipan:

“Renan lan Yaman. Anggonku wiwit ngingati rak merga Beka banget kaiket

dening tata carane. Kanggoku, muga akeh nom-noman, kudu nduweni gagasan

sing sakiki iki dadi cekelan urip. Ora malah isih ngugemi sing njalari mancahi

Pangandikane Gusti.”

“Pancem kudune trah-trah iku wis kudu ora lumaku kalane dalan padhang wis

gumelar. Ya, wis yen mengkono aku lan ibumu percaya marang caramu

ngadhepi urip, anakku” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Ibu dan Bapak. Alasan saya menghindari karena Beka masih terikat dengan

tata cara adatnya. Harapan saya. Semoga banyak anak muda, harus mempunyai

pemikiran yang sekarang menjadi pegangan hidup. Tidak hanya masih

meyakini yang bertentangan dengan perintah Tuhan.”

“Memang seharusnya ajaran-ajaran ini sudah tidak dijalankan, jalan yang

terang sudah tersedia. Iya, sudah kalau seperti itu saya dan ibumu percaya

dengan caramu menghadapi hidup, anak saya” (ACMA hal 130).

Albert memiliki sifat yang sabar, iklas, dan pasrah dibuktikan dengan

dirinya yang kemudian menikah dan hidup jauh dari rasnya dengan memasrahkan

semuanya kepada Tuhan.

Kutipan:

“Kanggo nginggati kahanan Sakramen Perkawinan ditindhakake ing

panggonan liya kanthi sesidheman, amrih ora gawe laraning atine liyan.

Katresnan sing diwangun kanthi ati lan karep sarta sumarah ing ngarsaning

Gusti kang paring dalan....” (ACMA hal 131).

Page 68: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

90

Terjemahan:

“Untuk menghindari keadaan buruk Pesta Perkawinan dilakukan ditempat lain,

untuk tidak membuat sakit hati orang lain. Cinta yang dibangun dengan hati

dan niat ibadah Tuhan yang memberikan jalan....” (ACMA hal 131).

(b) Rebeka

Seorang gadis yang mempunyai keberanian untuk melangkah kepelamina

meski tidak mendapatkan restu orang tuanya. Dia juga merupakan orang yang

percaya akan takdir dari Tuhan sehingga dia mempercayakan semuanya kepada

Tuhan.

Kutipan:

“Iya, aku metu apa diculake kaya dene barang dibuwang.”

“Tenan, tenan kuwi?”

Beka mung manthuk karo ndhungkluk. Kreteg tuwasaka kayu besi sing sok

dienggo mandheg kapal motore misi Katolik ditinggal....” (ACMA hal 131).

Terjemahan:

“Iya. Saya keluar atau dikeluarkan seperti barang yang dibuang.”

“Benar, benar itu?”

Beka hanya mengangguk. Jembatan tuayang terbuat dari kayu besi yang

biasanya dipakai untuk berhenti kapal motornya Katolik ditinggal...” (ACMA

hal 131).

(c) Ayah Albert

Seorang ayah yang baik dan percaya dengan semua keputusan anaknya.

Dia juga seorang ayah yang pengertian, memberikan restu kepada anaknya meski

hal tersebut akan menjadi masalah besar karena perbedaan ras.

Page 69: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

91

Kutipan:

“Renan lan Yaman. Anggonku wiwit ngingati rak merga Beka banget kaiket

dening tata carane. Kanggoku, muga akeh nom-noman, kudu nduweni gagasan

sing sakiki iki dadi cekelan urip. Ora malah isih ngugemi sing njalari mancahi

Pangandikane Gusti.”

“Pancem kudune trah-trah iku wis kudu ora lumaku kalane dalan padhang wis

gumelar. Ya, wis yen mengkono aku lan ibumu percaya marang caramu

ngadhepi urip, anakku” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Renan dan Yaman. Alasan saya menghindari karena Beka masih terikat

dengan tata cara adatnya. Harapan saya. Semoga banyak anak muda, harus

mempunyai pemikiran yang sekarang menjadi pegangan hidup. Tidak hanya

masih meyakini yang bertentangan dengan perintah Tuhan.”

“Memang seharusnya ajaran-ajaran ini sudah tidak dijalankan, jalan yang

terang sudah tersedia. Iya, sudah kalau seperti itu saya dan ibumu percaya

dengan caramu menghadapi hidup, anak saya” (ACMA hal 130).

(d) Ibu Albert

Seorang ibu yang baik dan juga sabar, mencoba untuk bertanggungjawab

akan anaknya yang menjalin cinta dengan ras lain.

Kutipan:

“Bert, Albert. Aku lan bapakmu kepriye wae rak ya melu cawe-cawe yen ing

njaba kabar-kabar sing rinasa ora kepenak.” Ibune omong sareh, ngendeh

tembunge bapake. Kanthi ati adem, sing ditakoni mbacut kandha” (ACMA hal

130).

Terjemahan:

“Bert, Albert. Saya dan bapakmu bagaimanapun megikutimu jika di luar ada

kabar yang tidak enak.” Ibunya berkata lirih, menghindari perkataan ayahnya.

Dengan hati yang dingin, yang ditanyai kemudian menjawab” (ACMA hal

130).

Page 70: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

92

(3) Latar/ Setting

(a) Setting tempat

Setting tempat pada cerkak Oh Renan, Oh Yaman ini adalah di Manado,

tepatnya di rumah.

Kutipan:

“Anggone ngenam gagasan wis wiwit esuk mau. Banjur metu ing tritisan karo

nyawang wit cemara gunung sing ngadeg renteng-renteng mbanjeng ing

pinggir lapangan. Dadakan saka njero bojone nyusul ngadeg ing lambe

lawang karo ngucap” (ACMA hal 126).

Terjemahan:

“Caranya merencanakan gagasan sudah dari tadi pagi. Kemudian keluar di

pinggiran dengan melihat pohon cemara gunung yang berdiri berjajar di

pinggir lapangan. Tiba-tiba dari dalam istrinya menyusul berdiri di bibir pintu

dengan berbicara” (ACMA hal 126).

Setting tempat lainnya berada di jalan, dimana Albert dan Rebeka mulai

bertemu, berkenalan, dan mulai tumbuh rasa cinta.

Kutipan:

“Sakiki lakune wis ora kaya wong wadon mlaku bebarengan. Apamaneh sing

mlaku bebarengan iku wadon lan lanang. Nalika anggone mlaku wis rada

adoh lan jangkahe kaya wong balapan lagi kawetu tembunge alon” (ACMA

hal 128).

Terjemahan:

“Sekarang jalannya sudah tidak seperti perempuan berjalan bersama. Apalagi

yang berjalan bersama itu perempuan dan laki-laki. Ketika berjalan sudah

Page 71: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

93

sedikit jauh dan langkahnya seperti orang balapan baru keluar perkataan pelan”

(ACMA hal 128).

(b) Setting waktu

Setting waktu pada cerkak ini adalah pada malam hari. Dimana Albert dan

Rebeka bertemu. Kutipannya sebagai berikut:

“Nalika iku lakune arep ngliwati jaratan lakune sajak aweh sasmita. Marga

gandane kembang semboja sing ngambar nerak-nerak wengi. Anggone mlaku

wis reruntungan tanpa ukara. Nalika jaratan wis kliwatan kemput lakune lagi

kaya ...” (ACMA hal 129).

Terjemahan:

“Ketika itu jalannya akan melewati jaratan langkahnya mulai waspada. Karena

bau bunga kemboja yang menggambarkan suasana malam. Langkah kakinya

sudah bergandengan tanpa ukara. Ketika jaratan sudah terlewati langkahnya

baru seperti ...” (ACMA hal 129).

Selain itu setting waktu lainnya adalah pada siang hari. Kutipannya

sebagai berikut:

“Anggone ngenam gagasan wis wiwit esuk mau. Banjur metu ing tritisan karo

nyawang wit cemara gunung sing ngadeg renteng-renteng mbanjeng ing

pinggir lapangan. Dadakan saka njero bojone nyusul ngadeg ing lambe

lawang karo ngucap” (ACMA hal 126).

Terjemahan:

“Caranya merencanakan gagasan sudah dari tadi pagi. Kemudian keluar di

pinggiran dengan melihat pohon cemara gunung yang berdiri berjajar di

Page 72: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

94

pinggir lapangan. Tiba-tiba dari dalam istrinya menyusul berdiri di bibir pintu

dengan berbicara” (ACMA hal 126).

(c) Setting Peristiwa

Setting peristiwa atau latar sosial pada cerkak ini dipengaruhi oleh

kebudayaan masyarakat Minahasa yang masih dibeda-bedakan anatara ras satu

dengan yang lain. Dua insan manusia menjalin hubungan dengan rasa yang

berbeda, maka akan dikucilkan oleh masyarakatnya. Hal itu tidak sesuai dengan

ajaran agama Katholik yang tidak membeda-bedakan umatnya. Albert dan

Rebeka mengambil keputusan untuk menikah dan memasrahkan semuanya

kepada Tuhan. Kutipannya sebagai berikut:

“Renan lan Yaman. Anggonku wiwit ngingati rak merga Beka banget kaiket

dening tata carane. Kanggoku, muga akeh nom-noman, kudu nduweni gagasan

sing sakiki iki dadi cekelan urip. Ora malah isih ngugemi sing njalari mancahi

Pangandikane Gusti.”

“Pancem kudune trah-trah iku wis kudu ora lumaku kalane dalan padhang wis

gumelar. Ya, wis yen mengkono aku lan ibumu percaya marang caramu

ngadhepi urip, anakku” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Ibu dan Bapak. Alasan saya menghindari karena Beka masih terikat dengan

tata cara adatnya. Harapan saya. Semoga banyak anak muda, harus mempunyai

pemikiran yang sekarang menjadi pegangan hidup. Tidak hanya masih

meyakini yang bertentangan dengan perintah Tuhan.”

“Memang seharusnya ajaran-ajaran ini sudah tidak dijalankan, jalan yang

terang sudah tersedia. Iya, sudah kalau seperti itu saya dan ibumu percaya

dengan caramu menghadapi hidup, anak saya” (ACMA hal 130).

b. Sarana-sarana Sastra

(1) Judul

Menceritakan tentang pertentangan pernikahan karena perbedaan ras.

Namun, Renan dan Yaman atau ayah dan ibu memberikan restu kepada anaknya

untuk menikah, maka dari itu cerkak ini sesuai dengan judul yang dibuat. Karena

Page 73: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

95

terjadi di Minahasa, maka bahasa yang digunakanpun menggunakan bahasa

Minahasa.

(2) Sudut Pandang

Cerkak ini menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Pengarang

menggunakan kata –ne dalam bahasa Indonesia berarti –nya yang menyatakan

orang ketiga. Pengarang mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai

orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan

dipikirkan oleh satu karakter saja.

(3) Gaya dan Tone

Gaya pada cerkak ini menggunakan bahasa yang sedikit rumit untuk

bahasa yang digunakan pada judul, namun untuk bahasa cerita lugas sehingga

mudah untuk dipahami. Kata-kata yang digunakan sederhana namun ada beberapa

perumpamaan dalam cerkak ini.

Kutipan:

“Urip iki kaya prau ing tengahing segara” (ACMA hal 127).

Terjemahan:

“Hidup ini seperti perahu di tengah laut” (ACMA hal 127).

Perumpaan ini digunakan untuk menjelaskan tentang kehidupan Albert

dan Rebeka yang penuh dengan kesulitan terombang-ambing oleh kerasnya

kehidupan.

Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita .

tone biasa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,

misterius, senyap, bagai mimpi, ataupun penuh perasaan. Tone yang digunakan

Page 74: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

96

pengarang adalah penuh perasaan. Cerita yang digambarkan penuh dengan

amanat-amanat baik untuk selalu bersabar, iklas, dan pasrah. Berikut kutipannya:

“Kanggo nginggati kahanan Sakramen Perkawinan ditindhakake ing

panggonan liya kanthi sesidheman, amrih ora gawe laraning atine liyan.

Katresnan sing diwangun kanthi ati lan karep sarta sumarah ing ngarsaning

Gusti kang paring dalan....” (ACMA hal 131).

Terjemahan:

“Untuk menghindari keadaan buruk Pesta Perkawinan dilakukan ditempat lain,

untuk tidak membuat sakit hati orang lain. Cinta yang dibangun dengan hati

dan niat ibadah Tuhan yang memberikan jalan....” (ACMA hal 131).

(4) Simbolisme

Simbol merupakan salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi

tampak nyata. Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki

kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Ada

beberapa simbol yang menarik, diantaranya:

(a) Lambe lawang

Lambe lawang di sini digunakan untuk menjelaskan posisi istrinya yang

sedang berdiri di pinggir pintu.

Kutipan:

“Dadakan saka njero bojone nyusul ngadeg ing lambe lawang karo ngucap”

(ACMA hal 126).

Terjemahan:

“Tiba-tiba dari dalam istrinya datang berdiri di bibir pintu dengan mengucap”

(ACMA hal 126).

Page 75: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

97

(b) Adu swara

Adu swara di sini digunakan untuk menggambarkan suara lonceng yang

nyaring.

Kutipan:

“Gumlonthanging lonceng kaya adu swara” (ACMA hal 131).

Terjemahan:

“Suara lonceng yang nyaring seperti beradu suara” (ACMA hal 131).

(5) Ironi

Ironi dramatis yang ada di cerkak ini adalah ketika Albert menanyakan

keputusan Rebeka, meski senang bisa bersama laki-laki yang disayangi yaitu

Albert namun, kenyataan lain yang membuat Rebeka sedih adalah Rebeka

dibuang oleh keluarga dan rasnya.

Kutipan:

“Iya, aku metu apa diculake kaya dene barang dibuwang.”

“Tenan, tenan kuwi?”

Beka mung manthuk karo ndhungkluk. Kreteg tuwasaka kayu besi sing sok

dienggo mandheg kapal motore misi Katolik ditinggal....” (ACMA hal 131).

Terjemahan:

“Iya. Saya keluar atau dikeluarkan seperti barang yang dibuang.”

“Benar, benar itu?”

Beka hanya mengangguk. Jembatan tuayang terbuat dari kayu besi yang

biasanya dipakai untuk berhenti kapal motornya Katolik ditinggal...” (ACMA

hal 131).

Page 76: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

98

c. Tema

Menceritakan kisah cinta yang berbeda status sosial, hampir seperti

keadaan kasta di Bali. Keadaan ini dianggap tidak sesuai dengan ajaran Tuhan.

Latar cerkak ini berada di Manado, Maluku. Suatu ketika AURI yang mempunyai

lapangan yang luas dan besar kedatangan rombongan seniman dari Jakarta.

Rombongan tersebut mengadakan pertunjukan untuk tempat-tempat terpencil,

sehingga para warga berkumpul untuk melihatnya. Berawal dari pertunjukan

inilah yang menjadikan keduanya saling bertemu dan jatuh cinta, laki-laki yang

berasal dari kampung Ohoijong yaitu Albert Henan dan perempuan yang berasal

dari kampung Langgur yaitu Beka Renwarin. Albert yang berasal dari kasta

rendah dan Beka yang berasal dari kasta tinggi menjadikan percintaan mereka

terhalang.

Kutipan:

“Albert, Albert anakku. Aku sing luput. Aku sing luput. Saupama aku ora lair

saka trah sing diingggati ing pasrawungan yaiku mbedak-mbedakake,

mesthine sing kokrasakake iku ora bakal dadi pepalang. Ora kalebu trah sing

dianggep asor, trah in-reri” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Albert, Albert anak saya. Saya yang salah. Saya yang salah. Seandainya saya

tidak lahir dari garis keturunan yang dihindari dalam masyarakat yaitu

membeda-bedakan, harusnya yang kamu rasakan sekarang tidak akan menjadi

penghalang. Tidak termasuk yang dianggap rendah, ras in-reri” (ACMA hal

130).

Page 77: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

99

Albert mengambil keputusan untuk menentang perbedaan garis keturunan

di Maluku, karena bagi Albert yang beragama Katholik perbedaan ras tersebut

tidak sesuai dengan ajaran agamanya.

Kutipan:

“Renan lan Yaman. Anggonku wiwit ngingati rak merga Beka banget kaiket

dening tata carane. Kanggoku, muga akeh nom-noman, kudu nduweni gagasan

sing sakiki iki dadi cekelan urip. Ora malah isih ngugemi sing njalari mancahi

Pangandikane Gusti” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Ibu dan Bapak. Alasan saya menghindari karena Beka masih terikat dengan

tata cara adatnya. Harapanku. Semoga banyak anak muda, harus mempunyai

pemikiran yang sekarang menjadi pegangan hidup. Tidak hanya masih

meyakini yang bertentangan dengan perintah Tuhan” (ACMA hal 130).

Albert dan Beka kemudian menikah, mereka yakin cinta yang dibangun

dengan hati dan tujuan yang baik diberikan jalan yang terbaik dari Tuhan. Dan

merekapun hidup bahagia dengan berkat dari Tuhan.

Kutipan:

“Kanggo nginggati kahanan Sakramen Perkawinan ditindakake ing

panggonan liya kanthi sesidheman, amrih ora gawe laraning atine liyan.

Katresnan sing diwangun kanthi ati lan karep sarta sumarah ing ngarsaning

Gusti kang paring dalan....” (ACMA hal 131).

Page 78: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

100

Terjemahan:

“Untuk menghindari keadaan buruk Pesta Perkawinan dilakukan ditempat lain,

untuk tidak membuat sakit hati orang lain. Cinta yang dibangun dengan hati

dan niat ibadah Tuhan yang memberikan jalan....” (ACMA hal 131).

d. Keterkaitan Antarunsur

Unsur struktural yang terdapat dalam cerkak Oh Renan, Oh Yaman karya

Ariesta Widya menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait

antara unsur satu dengan unsur yang lain. Unsur struktural dalam cerbung ini

meliputi fakta-fakta cerita yang meliputi alur, tokoh atau karakter, dan latar atau

setting, sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, gaya

dan tone, serta ironi, dan tema yang dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh

sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita.

Berdasarkan fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting

dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait mengkait

membentuk satu kesatuan yang utuh. Tema akan mempengaruhi karakter, latar

serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan tema

tersebut mempengaruhi seorang karakter bertindak sesuai dengan tema yang

diangkat. Tema cerkak Oh Renan, Oh Yaman adalah tentang religi. Secara

spesifik mengacu pada religiusitas tokoh Albert dan Rebeka dalam menjalani

hidupnya, yaitu dengan bersikap sabar, iklas, dan pasrah.

Berdasarkan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya

dan tone, simbolisme, ironi adalah model penulisan khas dari Ariesta Widya

sebagai pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah

Page 79: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

101

cerita. Pengarang menggunakan tone penuh perasaan. Sudut pandang yang

digunakan penulis dalam cerkak Oh Renan, Oh Yaman karya Ariesta Widya

adalahsudut pandang orang ketiga terbatas. Pengarang menggunakan kata –ne

dalam bahasa Indonesia berarti –nya yang menyatakan orang ketiga. Pengarang

mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja.

Adanya sarana-sarana sastra memberikan nuansa keindahan serta warna tersendiri

dalam sebuah cerita. Unsur struktural dalam cerkak Oh Renan, Oh Yaman karya

Ariesta Widya mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu

sama lain serta membentuk satu kesatuan yang utuh.

6. Ing Citarum Mecaki Urip

a. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual

cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah

cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagai berikut:

(1) Alur

Cerkak yang berjudul Ing Citarum Mecaki Urip menggunakan alur maju.

Page 80: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

102

(a) Alur awal

Tahap ini diawali dengan Ibu Mari berdoa untuk kelancaran malam nanti

untuk mengantar suaminya Pak Wid cek up ke rumah sakit Citarum. Kutipannya

sebagai berikut:

“Sore iku langite bening. Mau esuk grimise rada deres. Anggone donga ing

ngarsane Gusti ndremimil, “Dhuh Gusti, mugi sonten mangkeh Paduka

paringi terang. Kula namung matur, sedaya wonten asta Paduka” (ACMA hal

166).

Terjemahan:

“Sore itu langitnya cerah. Tadi pagi gerimis saja. Caranya berdoa kepada

Tuhan dengan berbisik, “Oh Tuhan, semoga sore nanti Tuhan memberikan

cuaca yang terang. Saya hanya meminta, semua ada ditangan Tuhan” (ACMA

hal 166)

(b) Alur tengah

Pada tahap ini Ibu Mari pergi mengantar Pak Wid cek up di rumah sakit

Citarum. Berikut kutipannya:

“Bangku dawa ngarepan, ngarepane praktik daklungguhi. Jam lagi nuduhake

jam pitu luwih seprapat. Yen kahanan normal mesthine rawuhe dhokter

Arwedhi setengah wolu. Jam mrambat nganti jam wolu” (ACMA hal 168).

Terjemahan:

“Bangku panjang di depan, duduk di depan tempat praktik. Waktu baru

menunjukkan jam tujuh lebih lima belas menit. Apabila keadaan normal

harusnya datangnya dokter Arwedhi pukul setengah delapan. Waktu berjalan

sampai pukul delapan” (ACMA hal 168).

Page 81: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

103

(c) Alur akhir

Setelah menjenguk teman-temannya yang sakit, Ibu Mari dan Pak Wid

merasa lebih beruntung. Mereka lebih memasrahkan kepada Tuhan. Kutipannya

sebagai berikut:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, lha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

(d) Konflik

Tahap ini bercerita tentang keadaan suaminya yang kurang baik. Ginjalnya

mulai melemah. Kutipannya sebagai berikut:

“Sedaya sae. Nanging sajakipun radi lemah, nggih?”. “Inggih, Dhok. Saking

ruang HI prayoganipun 55 kilo. Lha, kok...” (ACMA hal 169).

Terjemahan:

“Semua baik. Namun sepertinya sedikit lemah, ya?”. “Iya, Dok. Dari ruang HI

seharusnya 55 kg. Namun,...” (ACMA hal 169).

(e) Klimaks

Konflik mulai memuncak ketika menjenguk temannya yaitu Pak Marjo,

cobaan yang dialami oleh Bu Marjo dan Pak Marjo membuat Ibu Mari merasa

bersyukur atas kehidupan yang diberikan.

Page 82: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

104

Kutipan:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, ha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

(2) Tokoh atau Karakter

(a) Ibu Mari

Seorang Katolik yang taat, dia tidak pernah mengeluh, selalu sabar, iklas

akan cobaan yang dihadapinya yaitu suaminya mengidap penyakit ginjal.

Kutipan:

“Sore iku langite bening. Mau esuk grimise rada deres. Anggone donga ing

ngarsane Gusti ndremimil, “Dhuh Gusti, mugi sonten mangkeh Paduka

paringi terang. Kula namung matur, sedaya wonten asta Paduka” (ACMA hal

166).

Terjemahan:

“Sore itu langitnya cerah. Tadi pagi gerimis saja. Caranya berdoa kepada

Tuhan dengan berbisik, “Oh Tuhan, semoga sore nanti Tuhan memberikan

cuaca yang terang. Saya hanya meminta, semua ada ditangan Tuhan” (ACMA

hal 166).

Page 83: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

105

Ibu Mari mempunyai jiwa sosial yang tinggi, meski dirinya sedang

mendapatkan cobaan yang besar dia masih mau menjenguk bahkan mendoakan

teman-temannya yang sedang dirawat di rumah sakit.

Kutipan:

“Mas Wid dakajak tumuju ruange Pak Ngationo. Saelingku nomor 4. Tenan

gumantung jeneng iku. Lawang dakthothok. Menga” (ACMA hal 169).

Terjemahan:

“Mas Wid saya ajak menuju ruangan Pak Ngationo. Seingatku nomor 4. Benar

terpasang nama itu. Pintu saya ketuk. Terbuka” (ACMA hal 169).

Tidak hanya itu saja Ibu Mari merupakan orang yang pandai bersyukur,

ditengah keadaanya yang sulit dia masih merasa beruntung dibandingkan dengan

temannya Bu Marjo yang memgalami banyak cobaan hidup.

Kutipan:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, ha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

(b) Pak Wid

Merupakan orang yang suka bergurau, tidak berlarut-larut dalam

kesedihan dengan penyakit ginjalnya. Penyakit ginjalnya diterima dengan iklas,

sabar, dan memasrahkan kepada Tuhan.

Page 84: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

106

Kutipan:

“Aku karo Bu Ngationo umyeng dhewe. Mas Wid gayeng-gayengan karo Pak

Ngationo” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Saya dan Bu Ngationo sibuk sendiri. Mas Wid bercanda dengan Pak

Ngationo” (ACMA hal 170).

(c) Bu Marjo

Sosok ibu dan istri yang kuat, sabar, iklas, dan pasrah. Meski baru saja

mengalami kecelakaan, suaminya sakit keras bahkan anak kesayangannya

meninggal namun dia adalah wanita yang kuat menghadapi semuanya.

Kutipan:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, ha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

(3) Latar/ Setting

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Page 85: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

107

(a) Setting tempat

Setting tempat pada cerkak ini adalah di Semarang diawali di jembatan

pasar, di mana tokoh mencari alat transportasi menuju rumah sakit. Kutipannya

sebagai berikut:

“Setengah pitu, mlaku mrambat tekan kreteg pasar mung ana becak siji.

Daktolah-toleh ora ana sing nglakokake. Dadakan saka warung iku, ana nom-

noman metu” (ACM hal 166).

Terjemahan:

“Setengah tujuh, berjalan pelan sampai jembatan pasar hanya ada satu becak.

Sayamenengok sana-sini tidak ada tukang becaknya. Tiba-tiba dari warung itu,

ada pemuda keluar” (ACMA hal 166).

Setting tempat berada di rumah sakit Citarum. Tokoh Ibu Mari mengantar

suaminya Pak Wid memeriksa penyakitnya dan sekaligus menjenguk teman-

temannya yang dirawat di rumah sakit tersebut. Kutipannya sebagai berikut:

“Bangku dawa ngarepan, ngarepane praktik daklungguhi. Jam lagi nuduhake

jam pitu luwih seprapat. Yen kahanan normal mesthine rawuhe dhokter

Arwedhi setengah wolu. Jam mrambat nganti jam wolu” (ACMA hal 168).

Terjemahan:

“Bangku panjang di depan, duduk di depan tempat praktik. Waktu baru

menunjukan jam tujuh lebih seperempat. Apabila keadaan normal harusnya

datangnya dokter Arwedhi pukul setengah delapan. Waktu berjalan sampai

pukul delapan” (ACMA hal 168).

Page 86: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

108

(b) Setting waktu

Setting waktu pada cerkak ini pada sore hari, dimana Ibu Mari berdoa

kepada Tuhan agar tidak hujan.

Kutipan:

“Sore iku langite bening. Mau esuk grimise rada deres. Anggone donga ing

ngarsane Gusti ndremimil, “Dhuh Gusti, mugi sonten mangkeh Paduka

paringi terang. Kula namung matur, sedaya wonten asta Paduka” (ACMA hal

166).

Terjemahan:

“Sore itu langitnya cerah. Tadi pagi gerimis saja. Caranya berdoa kepada

Tuhan dengan berbisik, “Oh Tuhan, semoga sore nanti Tuhan memberikan

cuaca yang terang. Saya hanya meminta, semua ada ditangan Tuhan” (ACMA

hal 166).

Setting waktu pada cerkak ini adalah pada malam hari. Kutipannya sebagai

berikut:

“Rumah sakit Citarum daktinggal sawise golek taksi ing ngarepan. Iki wis meh

setengah sepuluh bengi” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Saya meninggalkan Rumah sakit Citarum setelah mencari taksi di depan. Ini

sudah pukul setengah sepuluh malam” (ACMA 170).

(c) Setting peristiwa

Setting peristiwa atau latar sosial pada cerkak ini adalah beragama katholik

yang religius. Pak Wid dan Ibu Mari mempunyai sifat sabar, iklas, dan pasrah

dalam menghadapai problematika hidupnya. Banyak dirundung masalah, Ibu Mari

Page 87: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

109

selalu bersyukur melihat keadaan teman-temannya yang juga memiliki

problematika dalam hidupnya.

Kutipan:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, ha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

b. Sarana-sarana Sastra

(1) Judul

Keadaan Pak Wid yang menderita sakit ginjal membuatnya sedih istrinya.

Namun, mereka kemudian mendapatkan pelajaran yang berharga setelah

menjenguk teman-temannya yang dirawat disana. Mereka bersyukur dengan

keadaan yang mereka jalani. Mereka harus tetapi menjalani hidup meski harus

melewati perantara Citarum yaitu untuk berobat.

(2) Sudut Pandang

Cerkak ini menggunakan sudut pandang orang pertama-utama. Pengarang

menggunakan kata aku yang menyatakan orang pertama. Pengarang mengacu

sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri.

Page 88: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

110

(3) Gaya dan Tone

Gaya pada cerkak ini menggunakan bahasa yang tidak rumit, lugas

sehingga mudah untuk dipahami. Kata-kata yang digunakan sederhana dan tidak

ada perumpamaan

Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita .

tone biasa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,

misterius, senyap, bagai mimpi, ataupun penuh perasaan. Tone yang digunakan

pengarang adalah penuh perasaan. Cerita yang digambarkan penuh dengan

amanat-amanat baik untuk selalu bersabar, iklas, dan pasrah. Berikut kutipannya:

“Sore iku langite bening. Mau esuk grimise rada deres. Anggone donga ing

ngarsane Gusti ndremimil, “Dhuh Gusti, mugi sonten mangkeh Paduka

paringi terang. Kula namung matur, sedaya wonten asta Paduka” (ACMA hal

166).

Terjemahan:

“Sore itu langitnya cerah. Tadi pagi gerimis saja. Caranya berdoa kepada

Tuhan dengan berbisik, “Oh Tuhan, semoga sore nanti Tuhan memberikan

cuaca yang terang. Saya hanya meminta, semua ada ditangan Tuhan” (ACMA

hal 166).

(4) Simbolisme

Simbol merupakan salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi

tampak nyata. Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki

kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Ada

beberapa simbol yang menarik, diantaranya sebagai berikut:

Page 89: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

111

(a) Langite bening

Langite bening di sini digunakan untuk menjelaskan cuaca yang cerah.

Kutipan:

“Sore iku langite bening” (ACMA hal 166).

Terjemahan:

“Sore itu langitnya bening” (ACMA hal 166).

(b) Ngambang

Ngambang di sini digunakan untuk menggambarkan keadaan Pak Marjo

yang tidak sepenuhnya sadar.

Kutipan:

“Pak Marjo sing sareyan katon pasuryane ngambang” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Pak Marjo yang terbaring terlihat wajahnya mengambang” (ACMA hal 170).

(5) Ironi

Ironi dramatis yang ada di cerkak ini adalah ketika Ibu Mari menjenguk

Pak Marjo, meski ia merasa sedih dengan penyakit suaminya melihat keadaan Pak

Marjo dan Bu Marjo membuat Ibu Mari sangat terpukul, meski di dalam hatinya

terucap rasa syukur tidak mengalami cobaan seberat Pak Marjo. Berikut

kutipannya:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

Page 90: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

112

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, lha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

c. Tema

Bercerita tentang kepasrahan kepada Tuhan atas penyakit yang diderita.

Mereka berdoa dan beribadah meminta kesembuhan dan jalan terbaik dari Tuhan.

Sudah lima bulan Ibu Mari tidak mengontrol penyakitnya suaminya, dan sore itu

dia pergi ke rumah sakit Arwendi.

Kutipan:

“Sore iku langite bening. Mau esuk grimise rada deres. Anggone donga ing

ngarsane Gusti ndremimil, “Dhuh Gusti, mugi sonten mangkeh Paduka

paringi terang. Kula namung matur, sedaya wonten asta Paduka” (ACMA hal

166).

Terjemahan:

“Sore itu langitnya cerah. Tadi pagi gerimis saja. Caranya berdoa kepada

Tuhan dengan berbisik, “Oh Tuhan, semoga sore nanti Tuhan memberikan

cuaca yang terang. Saya hanya meminta, semua ada ditangan Tuhan” (ACMA

hal 166)

Penyakit suami Ibu Mari adalah ginjal, dan saat diperiksa oleh dokter

penyakitnya semakin parah. Mendengar perkataan dokter Ibu Mari dan Pak Wid

suaminya terlihat sedih. Mereka keluar dari ruangan dokter menuju lorong pasien,

mereka menjenguk temannya yang sedang dirawat di rumah sakit yaitu Pak

Ngationo. Pak Ngationo sakit demam berdarah dan tipes.

Page 91: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

113

Kutipan:

“Piye bal-balane, Pak?” Iku hobine Pak Ngationo bal-balan. Anggone mlebu

Citarum iya lagi mecaki bal-balan,

“Wuah, aku ora ngira. Ya kuwi kaya biasane melu bal-balan. Dadakan awakku

lemes. Mula bablas digawe mrene. Bareng dipriksa jebul kena DB isih

ketambah tipes barang. Lha, iya njur klekaran kaya saiki iki”(ACMA hal 169).

Terjemahan:

“Bagaimana main bolanya, Pak?” Itu hobi Pak Ngationo bermain bola. Alasan

masuk Citarum adalah bermain bola.

“Wuah, saya tidak mengira. Ya itu seperti biasanya ikut bermain bola. Tiba-

tiba badanku lemas. Maka langsung dibawa kesini. Setelah diperiksa ternyata

sakit DB dan masih ditambah sakit tipes. Lha, iya langsung rebahan seperti

sekarang” (ACMA hal 169).

Usai menjenguk Pak Ngationo Ibu Mari dan Pak Wid menuju ruangan

nomor 7. Keduanya masuk dan menjenguk temannya yang sakit juga yaitu Pak

Marjo. Didalam hati Ibu Mari sedih dan sekaligus merasa beruntung daripada Bu

Marjo. Bu Marjo baru saja mengalami kecelakaan, luka-luka akibat kecelakaan

belum sembuh dan bahkan dia harus kehilangan dua jari kaki, sekarang harus

menghadapi suaminya yang terbaring sakit selama 38 hari dan tidak bisa makan

karena sakit ditenggorokannya. Kenyataan lain yang tidak kalah menyakitkan

karena anak kesayangan Ibu Marjo yang berprofesi sebagai dokter meninggal. Ibu

Mari kemudian mengajak semuanya berdoa untuk kesembuahan Pak Marjo dan

Bu Marjo. Dari cerita inilah bisa kita petik bahwa kehidupan tidak selamanya

bahagia, ada kesedihan, ada sakit, ada kehilangan karena ditinggal mati orang

yang disayangi, namun semua dipasrahkan dan diiklaskan kepada Tuhan niscaya

akan diberikan kelapangan dan jalan terbaik.

Kutipan:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

Page 92: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

114

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170).

Terjemahan:

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, lha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

d. Keterkaitan Antarunsur

Unsur struktural yang terdapat dalam cerkak Ing Citarum Mecaki Urip

karya Ariesta Widya menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling

mengkait antara unsur satu dengan unsur yang lain. Unsur struktural dalam

cerbung ini meliputi fakta-fakta cerita yang meliputi alur, tokoh atau karakter, dan

latar atau setting, sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang,

simbolisme, gaya dan tone, serta ironi, dan tema yang dirangkum menjadi satu

kesatuan yang utuh sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan

cerita.

Berdasarkan fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting

dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait mengkait

membentuk satu kesatuan yang utuh. Tema akan mempengaruhi karakter, latar

serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan tema

tersebut mempengaruhi seorang karakter bertindak sesuai dengan tema yang

diangkat. Tema cerkak Ing Citarum Mecaki Urip adalah tentang religi. Secara

spesifik mengacu pada religiusitas tokoh Ibu Mari dan Pak Wid dalam menjalani

hidupnya, yaitu dengan bersikap sabar, iklas, dan pasrah.

Page 93: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

115

Berdasarkan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya

dan tone, simbolisme, ironi adalah model penulisan khas dari Ariesta Widya

sebagai pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah

cerita. Pengarang menggunakan tone penuh perasaan. Sudut pandang yang

digunakan penulis dalam cerkak Ing Citarum Mecaki Urip karya Ariesta Widya

adalah sudut pandang orang pertama-utama. Pengarang menggunakan kata aku

yang menyatakan orang pertama. Pengarang mengacu sang karakter utama

bercerita dengan kata-katanya sendiri. Adanya sarana-sarana sastra memberikan

nuansa keindahan serta warna tersendiri dalam sebuah cerita. Unsur struktural

dalam cerkak Ing Citarum Mecaki Urip karya Ariesta Widya mempunyai

hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain serta membentuk

satu kesatuan yang utuh.

B. Sosiohistoris dan Ideologi Pengarang

1. Sosiohistoris Ariesta Widya

Lingkungan sosial Ariesta Widya sebagai salah satu pengarang atau

sastrawan mempunyai keterkaitan langsung yang mempengaruhi suatu karya

sastra yang dibuat. Sebuah karya sastra dibuat memiliki kaitan erat dengan

keadaan masyarakat. Seperti yang dilakukan Ariesta Widya sebagai pengarang

membuat gagasan-gagasan pembuatan karya sastranya berasal dari masyarakat

sekitar. Masyarakat Manado dan Semarang yang memiliki tradisi dan sisi

kehidupan yang berbeda, selain itu pengalaman hidup sendiri juga merupakan

gagasan-gagasan beliau menciptakan karyanya. Lingkungan sosial Ariesta Widya

Page 94: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

116

dibagi menjadi dua, yaitu afiliasi Ariesta Widya sebagai sastrawan Jawa, dan

lingkungan sosial Ariesta Widya yang berhubungan dengan ACMA.

2. Afiliasi Ariesta Widya

Afiliasi mempunyai arti pertalian sebagai anggota (KBI, 2011: 6). Dalam

sebuah karya sastra afiliasi mempunyai arti dan maksud yang berbeda. Sebagai

pencipta, dengan ciri-ciri aktivitas kreatif di satu pihak yang lain, maka yang lebih

bermakna adalah latar belakang sebagai akibat afiliasi, sebagai kelahiran yang

kedua. Bentuk afiliasi bermacam-macam, sesuai dengan kompleksitas struktur

sosial, seperti: keluarga, profesi, intelektual, religi, ekonomi, hukum, dan

sebagaimya. Pengarang dapat melepaskan diri dari kelompok asal, terlibat dalam

kelompok lain, demikian seterusnya (Goldmann, 1981: 17).

Ariesta Widya merupakan nama samaran dari Agustinus Moelyono

Widyatama. Lahir di Semarang tanggal 12 April 1938 pada hari Senin Wage.

Beliau seorang penganut agama Katholik, dan sudah berkeluarga dengan Dyah

Maringin, S. H, yang dinikahinya pada tahun 1974 dan dikaruniai seorang anak

perempuan yang bernama Catharina Dimasanti. Riwayat pendidikan beliau

dimulai ketika bersekolah di Sekolah Rakyat dari tahun 1946 dan lulus tahun

1952, dilanjutkan ke SMP bagian B, tamat tahun 1955. kemudian dari SMP

dilanjutkan ke SPG, dan lulus tahun 1958. Pada tahun 1958- 1961 mengajar di

Katolik Langgur, dan pada tahun 1961-1964 Ariesta Widya melanjutkan ke

tingkat Perguruan Tinggi dan lulus sebagai sarjana muda, jurusan Bahasa

Indonesia di IKIP Manado. Tahun 1964-1967 beliau menjadi Kepala Sekolah di

Katolik Langgur. Ariesta Widya dipindah ke SMP Ungaran pada tahun 1978.

Page 95: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

117

Keinginannya untuk belajar tidak pernah berhenti, pada tahun 1984 kemudian

Ariesta Widya melanjutkan kuliah di Universitas Terbuka, jurusan Administrasi

Negara. Untuk mengisi kesibukannya Ariesta Widya sehari-hari selain

menghasilkan tulisan-tulisan, beliau juga menjadi guru di SMA Negeri V di

Semarang. Kegemarannya bermain drama hingga sekarang masih ditekuninya.

Cerita ACMA menurut pengarang ditulis bermula dari suatu keharusan meskipun

kemudian berubah arah. Ketika itu diawali dengan sebuah tugas sekolah pada

tahun 1957, saat itu Ariesta Widya masih duduk di kelas 2 SPG, Don Bosko

Semarang bersama dengan kawan-kawannya mendirikan majalah sekolah,

kemudian oleh sekolahnya dipercayakan untuk mengasuh dan menjalankan agar

majalah tersebut dapat terbit. Ariesta Widya merasakan betapa beratnya

mendirikan majalah sekolah tersebut, karena merasa bertanggung jawab atas

terbitnya Gema Keluarga Don Bosko (nama majalah tersebut), yang merupakan

media komunikasi antarsekolah yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

Berawal dari keharusan itulah, kemudian terciptalah sebuah karangan yang

berbentuk cerita pendek. Keinginannya yang kuat untuk terus berkarya, membuat

Ariesta Widya selalu bersemangat dan berkembang. Namun, sayang pada waktu

itu belum terbit majalah berbahasa Jawa seperti pada saat ini. Hasil karyanya yang

pertama kali diterbitkan ketika itu adalah naskah puisi anak-anak dimuat di

Pembimbing Putra Jakarta asuhan Pak Pus tahun 1958.

Tahun 1958, setelah lulus dari SPG rasa pengabdiannya pada masyarakat

semakin tebal. Ketika itu Ariesta Widya memutuskan berangkat ke gugusan

pulau-pulau Kei di Indonesia Timur yaitu tepatnya di Langgur, inilah awal

Page 96: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

118

kehidupannya sebagai guru di SMP pada yayasan Katholik. Keinginannya

berkarya di daerah terpencil tidak luntur, tapi sayangnya komunikasi pada waktu

itu tidak lancar, sehingga hasil karyanya banyak yang tidak sampai ke alamat

tujuan apalagi pada waktu itu sisa-sisa gerombolan pengacau Permesta masih

mengancam. Selama di Langgur, hanya sedikit karyanya yang terkirim dan dimuat

di majalah, salah satunya beruba cerkak yang berjudul Rujak, dimuat di majalah

Praba (majalah Katholik berbahasa Jawa) Yogyakarta, pada tahun 1960. Tahun

1961 Ariesta Widya mendapat tugas belajar di IKIP Manado, jurusan Bahasa

Indonesia yang akhirnya berhasil menyandang gelar sarjana muda. Selama tinggal

di Manado dan menjadi mahasiswa, tercatat kegiatannya banyak dilakukan seperti

menulis puisi, mendirikan grup Studi Drama Mahasiswa (SDM), kemudian

menjadi pengarang naskah drama. Tahun 1964, setelah menyelesaikan tugas

belajarnya, Ariesta Widya kembali ke Langgur, dan diangkat sebagai kepala

sekolah di sebuah SMP. Dalam hati kecilnya beliau ingin sekali dapat meneruskan

kuliah hingga lulus, akan tetapi karena tidak lolos dari Inspeksi Pendidikan dan

Kebudayaan Maluku, dengan berat hati beliau terpaksa menerima keputusan

tersebut. Sebagai imbalannya, beliau diangkat menjadi kepala sekolah pada

sebuah SMP. Selama menjadi Kepala Sekolah kegiatannya menulis untuk

sementara dihentikan karena waktunya yang sangat padat. Tahun 1967, Ariesta

Widya kembali ke Pulau Jawa, dan menjadi awal kebangkitannya di dunia karya

sastra. Dengan perhatiannya yang sangat besar terhadap perkembangan dunia

sastra Jawa, maka Ariesta Widya tergugah ingin berkarya melalui media bahasa

Jawa. Sambil menungu Surat Keputusan dari yang berwenang untuk mengajar,

Ariesta Widya telah mencipatkan beberapa karya di antaranya, Angin Lembah

Page 97: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

119

Gunung Klabat, Dudu Piwales, Dina-dina Kawuri Ora Bakal Lali yang terakhir

dimuat di mingguan Dharma Kandha Solo.

Tahun 1970 Ariesta Widya menetap di Semarang hingga saat ini,

harapannya ingin melanjutkan ke IKIP Semarang (sekarang berubah menjadi

UNNES), meskipun pada akhirnya tidak dapat tercapai. Untuk mengisi waktu

luangnya, di samping gemar menulis, beliau terjun ke dunia radio sebagai penyiar

radio swasta niaga pada tahun 1970-1974 milik Brigade 17 yang kemudian

karyanya yang berbentuk cerkak dengan judul Pandanaran 17 tercipta. Selain itu

beliau juga mengasuh acara pembacaan puisi dan cerita pendek pada akhir siaran

radio di Brigade 17, tentu saja tidak ketinggalan mengasuh acara geguritan di

akhir siarannya. Karya-karyanya yang mendapat apresiasi anatara lain dari DKS

(Dewan Kesenian Surabaya), yang berjudul Srengenge Tengange tahun 1978, dan

Ing Antarane Ombak-ombak tahun 1979. Kemudian dari Keluarga Penulis

Semarang (KPS) yang berjudul Tempuling tahun 1982, serta dari Lembaga

Javanologi Yogyakarta yang berjudul Dheweke Butuh Katresnan tahun 1983.

Ariesta Widya juga telah menerbitkan naskah drama yang berjudul Di antara

Baku-baku di Solo. Pada bulan April 1998 Ariesta Widya pensiun dari SMA

Negeri V Semarang dan pada tahun 1998-2010 beliau kembali mengajar di SMA

Masehi Semarang. 2010-sekarang berada dirumah karena sakit ginjal, namun

masih aktif berkarya menciptakan berbagai karya sastra berupa prosa maupun

puisi.

Latar belakang kehidupan sosial pengarang perlu untuk diketahui, karena

hal itu tentunya akan mewarnai hasil karyanya. Pengarang seperti halnya anggota

masyarakat yang lain, tidak lepas dari sistem stratifikasi sosial dalam

Page 98: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

120

masyarakatnya. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengarang berasal dari

kalangan stratifikasi sosial menengah ke atas, hal ini dapat diketahui berdasarkan

pengamatan yang telah dilakukan. Lebih jauh Soerjono Soekanto (1990: 231)

berpendapat bahwa barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga di dalam

jumlahnya yang banyak, akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang

menduduki lapisan atas. Dilihat dari latar kehidupan pengarang, tentu sikapnya

lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan diri dengan

perubahan sosial dan keadaan sosial tertentu. Karena kebudayaan di kota

menciptakan pergaulan hidup yang setiap individu diserahkan untuk mengurus

nasibnya sendiri-sendiri. Ariesta Widya yang dilahirkan sebelum jaman

kemerdekaan tentunya boleh disebut ikut mengalami masa penjajahan serta

revolusi fisik, meskipun saat itu masih kecil, sedikit banyak ikut mewarnai hasil

karyanya.

Sejak kecil Ariesta Widya telah menunjukkan kegemarannya dalam hal

tulis menulis (mengarang). Pada mulanya karangan yang digemarinya berupa

cerita cekak, geguritan, puisi, cerita landhung. Antara lain yang sudah diterbitkan

melalui majalah Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Jaya Baya. Karyanya yang

berupa cerkak dengan judul Setoran dimuat pada majalah Dharma Kandha Sala

tahun 1979, bahkan mendapat perhatian yang cukup besar dari seorang kritikus

sastra Jawa Murya Lelana. Cerita ini dengan berani mengisahkan jatuhnya

seorang punggawa (Pamong) atau Lurah, karena berkaitan dengan masalah

korupsi, yaitu seorang Lurah yang menyelewengkan setoran “Bimas” dari

masyarakat. Menurut Ariesta Widya masalah ini timbul karena masalah sosial

budaya pada masa itu, yaitu adanya ungkapan melik nggendhong lali, dan

Page 99: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

121

kebetulan terjadi pada diri seorang Lurah yang dipecat dari jabatannya. Ariesta

Widya mengakui akan kekurangannya, yakni tidak semuanya disusun berupa file,

karena sebelumnya ia sering berpindah tempat tinggal.

3. Ideologi Pengarang Ariesta Widya

Marx (1947: 167) disebutkan bahwa dalam pengertian ideologi termuat

segi memenuhi kebutuhan. Belum tentu kebutuhan tertentu itu diutarakan secara

eksplisit dalam ideologi, yang sering dan biasanya berupa sistem gagasan

penggambaran dunia atau pengungkapan patokan-patokan dan perasaan. Ideologi

atau gagasan-gagasan pengarang Ariesta Widya berasal dari realitas kehidupannya

dan juga masyarakat sekitar yang dijadikannya pedoman dan cita-cita hidup.

“Sebenarnya kitab Injil dan Serat Ranggawarsita memiliki isi yang sama

tentang manusia yang harus sabar, iklas, dan pasrah kepada Tuhan. Sebagai

Katholik saya ingin menjadi Katholik yang taat dan menjadi orang Jawa yang

baik pula sesuai yang dicantumkan pada Serat Ranggawarsita”(hasil

wawancara dengan Ariesta Widya tanggal 2 Mei 2015).

a. Wengi Saya Larut

Pengalaman pribadi pengarang Ariesta Widya dituangkan dalam cerkak

yang berjudul Wengi Saya Larut. Pengarang mengalami tragedi kehidupan seperti

yang diceritakan dalam cerkak ini. Kehilangan seorang ibu di umurnya yang

masih kecil. Kesedihan seorang ayah yang kehilangan seorang istri dan

mempunyai anak yang masih kecil, membuat cerkak ini terlihat tragis. Kejadian

yang ingin merayakan sunatan anaknya menjadikannya masalah dan membuat

ayahnya bersedih berlarut-larut. Namun, semuanya diyakini bahwa kehilangan itu

bukanlah akhir segalanya, Tuhan mempunyai rencana lain yang lebih indah. Hal

ini sesuai dengan dengan ideologi pengarang Ariesta Widya.

Page 100: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

122

Kutipan:

“Dina-dina candhake banget nggubet uripe. Saupama ora ngelingi yen anak-

anake butuh panggula wentah mesthi mung kenyut karo lelamunane” (ACMA

hal 53).

Terjemahan:

“Hari-hari seperti itu sangat menggangu hidupnya. Kalau tidak ingat apabila

anak-anak membutuhkannya pasti hanya terhanyut dengan lamunannya”

(ACMA hal 53).

b. Bandha Gaduhan

Melihat masyarakat di Kei Langgur Minahasa yang selalu berantusias

merayakan Natal, pengarang Ariesta Widya mendapatkan gagasan menciptakan

cerkak Bandha Gaduhan. Menceritakan sebuah keluarga yang kehilangan seorang

anak yang cantik bernama Wilis. Meski nama yang digunakan bukanlah nama

orang Minahasa melainkan nama Jawa, tetapi hal ini terjadi di Minahasa. Wilis

yang dalam arti Jawa hijau tua, menandakan bahwa seorang Wilis adalah anak

yang pintar seperti rumput yang tumbuh subur berwarna hijau tua. Seperti dalam

kutipan berikut, meski Wilis masih kecil tapi cara dia berbicara mencerminkan

anak yang pintar.

Kutipan:

“Wilis mesem dipeksa. Malah banjur isih ngomong sing njalari luhe ambrol.”

“Gusti Yesus ing kayu salib kae luwih lara, lho, Bu?” wong-wong sing krungu

lan ngerti karepe melu runtuh luhe....”(ACMA hal 61)

Page 101: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

123

Terjemahan:

“Wilis senyum dengan terpaksa. Kemudian masih berbicara yang membuat air

matanya tidak bisa ditahan”.

“Tuhan Yesus dikayu salib itu lebih sakit, Bu?” orang-orang yang mendengar

dan mengerti maksudnya ikut menangis...” (ACMA hal 61).

Perayaan Natal di Minahasa kebanyakan menampilkan teater yang

mengisahkan Yesus dan Ibu Maria, maka dari itu Wilis juga berencana merayakan

Natal dan membuat pertunjukan tentang Yesus dan Ibu Maria. Cerita ini sesuai

dengan ideologi pengarang Ariesta Widya. Hal tersebut dijelaskan pada kutipan

berikut:

“Lha, nek Bapak ora kondur, rak Bapak Yusup ora ana. Ibu dadi Ibu Maria,

bapak dadi Bapak Yusup, lan aku.... hahak ... dadi Gusti Yesus.”

Guyu renyah cilik iku njalari kentir melu ngguyu. Wong loro katon gayeng.

Saka mburi Mbok Ru, mencungul terus ndeprok ana sandhinge” (ACMA hal

58).

Terjemahan:

“Kalau, Bapak tidak pulang, nanti Bapak Yusup tidak ada. Ibu menjadi Ibu

Maria, bapak menjadi Bapak Yusup, dan saya ... hahak ... menjadi Tuhan

Yesus.”

Tertawa renyah kecil itu membuat gila ikut tertawa. Mereka berdua terlihat

asik. Dari belakang Mbok Ru, datang kemudian duduk disebelahnya”(ACMA

hal 58).

c. Cathetan Desember

Pengarang Ariesta Widya menciptakan cerkak ini berasal dari

kehidupannya di Manado, Maluku. Setting tempat cerkak Cathetan Desember

berada di Manado, Maluku. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:

“Lusia Renwarin suwarane pancen ungkung. Iku sing njalari banjur dadi

lengganan solise greja cilik sing dumunung ing teluk sing dipayungi wit-wit

Page 102: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

124

klapa. Banjur solise putra Thomas Rahaded, jebolan seminari Pineleng

Menado....” (ACMA hal 87).

Terjemhan:

“Lusia Renwarin suaranya memang bagus. Itu yang membuat dirinya menjadi

solis gereja kecil yang berada di teluk yang dipayungi pohon-pohon kelapa.

Kemudia solis putra adalah Thomas Rahaded, keluaran dari seminari Pineleng

Manado....”(ACMA hal 87).

Nama-nama yang dipakai sebagai peraga adalah nama-nama orang

Maluku, seperti Lusia Renwarin, Aldo, Anastasia Kelanit, Thomas Anastasia, dan

Beni. Ariesta Widya merupakan seorang Katholik sehingga cerkak ini juga

menggunakan istilah-istilah seperti seminari yang mempunyai arti sekolah untuk

calon-calon pastur, novis yang mempunyai arti calon suster atau biarawan,

novisiat yang mempunyai arti tempat atau asrama calon suster. Pengarang

mendapatkan ide membuat cerkak ini, karena melihat lingkungan di Maluku

banyak sekali kejadian orang-orang yang aktif di gereja kehilangan anak-anaknya,

sehingga terciptalah cerkak Cathetan Desember.Cerita ini sesuai dengan ideologi

pengarang Ariesta Widya.

d. Ganda Semboja

Ide pembuatan cerkak ini berasal dari pengalaman pengarang sendiri.

Kesedihan akan kematian ayah, ibu kandung, dan ibu tirinya, membuat pengarang

bersedih berlarut-larut hingga membuat kisahnya sendiri menjadi sebuah cerkak

yang sangat bagus. Cerita ini menceritakan kisahnya di Semarang yang

kehilangan ibu tirinya, sehingga setting dalam cerita ini adalah di Semarang.

Amanat yang disampaikan merupakan pedoman hidup pengarang, gagasan-

Page 103: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

125

gagasan pembuatan cerkak ini berasal dari pedoman hidup pengarang Ariesta

Widya.

“Wong wadon sing sakiki sumare pancen dudu wong wadon sing lantaran

ngungak jagad iki. Dudu wong wadon sing ngregiyeg nggembol sangan sasi

sepuluh dina. Dudu wong wadon sing neteki kalane ngelak lan ngelih.

Mengkono sesambungan batin iku ora bisa diinggati. Dina iki rumangsa

gothang...” (ACMA hal 95)

Terjemahan:

“Wanita yang sekarang ini bukanlah wanita yang melahirkannya. Bukan wanita

yang mengandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari. Bukan wanita yang

memberinya asi ketika dia lapar dan haus. Seperti itu kata hatinya. Hari itu

seperti kosong....” (ACMA hal 95).

e. Oh, Renan, Oh, Yaman

Istilah yang digunakan pengarang ini sangat asing, Oh, Renan, Oh, Yaman,

bukan istilah dari Jawa melainkan berasal dari Kota yang bernama Kei di

Minahasa. Kata-kata tersebut mempunyai arti Oh, Ibu, Oh, Bapak. Potret

masyarakat Minahasa dalam cerkak digambarkan dari sudut sosial dan budaya

suatu masyarakat dipengaruhi oleh beberapa unsur, misalnya unsur ras, akan dapat

menimbulkan konflik sentimen, sehingga akan mempengaruhi suatu tata

kehidupan bermasyarakat. Bahwa masyarakat Minahasa sejak dulu merupakan

campuran dari berbagai pendatang yang berasal dari daerah sekitarnya. Seperti

halnya kasta di Langgur yang menjadi kasta-kasta yang berbeda di sana tidak

dapat menikah. Namun setelah agama Katholik masuk ke Langgur hal tersebut

dapat dicegah, karena menurut agama Khatolik manusia tidak dibeda-bedakan

karena suatu ras. Nama-nama tokoh juga terinspirasi dari nama-nama orang

Minahasa seperti Albert dan Rebeka. Setting tempat juga berada di Kei Langgur

tempat pengarang hidup di Minahasa.

Page 104: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

126

f. Ing Citarum Mecaki Urip

Pengalaman pribadi pengarang Ariesta kembali dituangkan dalam cerkak

ini. Nama-nama tokoh adalah nama yang sebenarnya, nama Ibu Mari adalah

anama istrinya sendiri yaitu Dyah Maringin, nama tokoh Pak Wid adalah nama

asli pengarang yaitu Agustinus Moelyono Widyatama, dan nama-nama seperti

Pak Marjo dan Bu Marjo merupakan nama asli sahabat dari pengarang yang

mempunyai cerita sama dengan cerita, serta nama Pak Ngationo juga merupakan

nama asli dari sahabat pengarang Ariesta Widya. Cerita yang dituangkan

merupakan kisah nyata yang dihadapi pengarang dan sahabat-sahabatnya.

Pengarang memiliki ideologi dari kisah realita hidupnya sendiri dan melihat

masyarakat sekitar

.

C. Pandangan Dunia Pengarang

Karya sastra sebagai struktur bermakna itu mewakili pandangan dunia

(vision du monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai wakil

golongan masyarakatnya (Goldmann: 1981).

Goldmann mengembangkan konsep tentang pandangan dunia (vision du

monde, world vision) yang terwujud dalam semua karya sastra dan filsafat yang

besar. Yang dimaksud dengan pandangan dunia pengarang ialah suatu struktur

global yang bermakna. Suatu pemahaman total terhadap dunia yang mencoba

menangkap maknanya, dengan segala kerumitannya dan keutuhannya. Pandangan

dunia ini, tidaklah sama dengan ideologi, bukan juga merupakan fakta empiris

yang langsung, tetapi esensinya merupakan struktur gagasan, aspirasi, dan

Page 105: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

127

perasaan yang dapat menyatukan suatu kelompok sosial di hadapan kelompok

sosial yang lain. Pendeknya: pandangan dunia itu merupakan abstraksi yang akan

konkret dalam karya sastra dan filsafat.

Pengarang Ariesta Widya mengalami kejadian yang sebenarnya, sehingga

pengarang dapat menulis cerkak ini dengan pemahaman total terhadap dunia yang

mencoba menangkap maknanya, dengan segala kerumitannya dan keutuhannya.

Makna, kerumitan, dan keutuhan tersebutlah yang menjadikan pengarang

mendapatkan gagasan dan aspirasi yang menyatukan suatu kelompok sosial di

hadapan kelompok sosial lainnya.

1. Wengi Saya Larut

Cerita cerkak ini berasal dari pengalaman hidupnya, sehingga pandangan

pengarang tentang cerkak ini sesuai dengan keadaan hidupnya di Semarang.

Pengarang menceritakan pahitnya hidupnya dan keluarganya setelah ditinggal

mati ibunya. Setelah kesedihan ditinggal ibunya, terjadi konflik baru dengan

anaknya karena persoalan sunatan. Keadaan ayahnya pada saat itu digambarakan

dalam cerkak ini. Berikut kutipannya:

“Dina-dina candhake banget nggubet uripe. Saupama ora ngelingi yen anak-

anake butuh panggula wentah mesthi mung kenyut karo lelamunane” (ACMA

hal 53).

Page 106: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

128

Terjemahan:

”Hari-hari seperti itu sangat menggangu hidupnya. Kalau tidak ingat apabila

anak-anak membutuhkannya pasti hanya terhanyut dengan lamunannya”

(ACMA hal 53).

Pengarang membuat tokoh Tedi untuk menggambarkan dirinya, sebagai

anak yang menjadi konflik setelah ibunya meninggal. Sebelum ibunya meninggal

beliau mempunyai keinginan untuk merayakan acara sunatannya. Tedi merupakan

anak yang patuh kepada orangtua, terbukti dengan kutipan berikut:

“Wis begjamu. Oh, Ted. Ning kowe rak mesakake bapak, ta?” pangrintihe.

Nanging bocahe panggah kethap-kethip.

“Kowe kepengen sekolah, ta? O, ya, tinimbang dhuwit sing samono dinggo

rame-rame muspro luwih becik dicelengi.”

Kabeh dadi amem. Ora ana sing gelem miwiti omong. Apa maneh anak-anake

sing cilik mung mentheleng ora ngerti playunging rembug.

“Kowe mesakake Bapak, ya? Yen mesakake Bapak kudune ora perlu rame-

rame.”

“Tedi manthuk. Sepisan maneh anake dikekep-kekep. Bali luhe

ambrol...”(ACMA hal 55)

Terjemahan:

“Sudah rejekimu. Oh, Ted. Namun kamu kasihan sama bapak kan?”

rintihannya. Namun anaknya hanya berkedip.

“Kamu ingin sekolah kan? O, ya, daripada uangnya untuk ramai-ramai tidak

ada gunanya lebih baik ditabung.”

“Semuanya jadi diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Apalagi anak-

anaknya yang masih kecil hanya melotot tidak tahu lari pembicaraannya

kemana.

“Kamu mengasihani bapak kan? Jika kasihan sama bapak seharusnya tidak

perlu ramai-ramai.

“Tedi menggangguk. Satu kali lagi anaknya dipeluk erat-erat. Kemudian air

matanya tumpah...”.(ACMA hal 55).

Cerita yang diangkat pengarang ini, sesuai dengan keadaan dirinya dan

ayahnya yang sabar, iklas, dan pasrah ditinggal mati oleh ibunya. Selain itu, untuk

Page 107: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

129

mengobati rasa rindu kepada alamarhum ibunya, pengarang menciptakan tokoh

ibu, penggambaran tokoh ibu ini sesuai dengan sifat ibu pengarang sesungguhnya.

Kutipan:

“Ora. Aku pengen mlaku-mlaku wong loro.” Swarane ngambang. Sing lanang

mesem. Esem jero sing angel tanggohane. Banjur kelingan jaman pacaran.

Alemane ngudubilah. Yen wis mlaku-mlaku betahe ora jamak. Banjur

ndheprok pinggir dalan cedak makam pahlawan, warung kacang ijo. Suwene

anggone lungguh karo anggone mangan kacang ijo ora sumbut” (ACMA hal

52).

Terjemahan:

“Tidak. Saya ingin jalan-jalan berdua”. Suaranya mengambang. Suaminya

tersenyum. Senyum yang dalam yang sulit ditemukan. Kemudian ingat saat

pacaran. Manjanya. Kalau sudah jalan-jalan sangat betah. Kemudian duduk

dipinggir jalan dekat makam pahlawan warung kacang hijau. Lebih lama

mereka duduk daripada mereka makan kacang hijau” (ACMA hal 52).

Pengarang mempunyai cita-cita yang agung dalam menciptakan karya

sastranya, selain berbagi kisah hidup dengan pembaca, pengarang menginginkan

pembaca dapat memetik amanat yang baik dalam membaca karyanya dalam hal

ini adalah sabar, iklas, dan pasrah yang dijadikan pengarang Ariesta Widya

sebagai ideologinya menciptakan karya-karyanya.

2. Bandha Gaduhan

Pandangan dunia pengarang tentang cerkak ini, merupakan kedaan

masyarakat Minahasa yang semuanya beragama Katholik. Mempunyai cerita yang

hampir sama dengan cerkak Cathetan Desember, dalam cerkak ini pengarang

memasukkan unsur Jawa. Pengarang memandang nama Wilis merupakan nama

Jawa yang mempunyai filosfi yang bagus. Mempunyai arti hijau tua, pengarang

mendeskripsikan Wilis seperti pohon yang tumbuh dengan baik memiliki daun

yang banyak dan berwarna hijau tua, selain itu melihat warna daun tersebut dapat

Page 108: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

130

menentramkan hati, pohon yang mempunyai daun yang rindang berfungsi untuk

berteduh dari panasnya matahari dan menyejukkan yang kepanasan. Sesuai

filosofi yang dibuat pengarang dengan nama tokoh yang bernama Wilis, tokoh

Wilis memiliki watak yang sesuai dengan hal tersebuat yaitu anak yang cerdas,

cerdas dalam banyak hal yang membuat orangtua dan orang disekelilingnya

merasakan bahagia dan menilai berharganya anak yang bernama Wilis tersebut.

Semua keistimewaan tokoh Wilis digambarkan dengan kutipan berikut:

“Sapa wae, Wilis?” tembunge nambuhi. Wilis katon sumringah guwayane

krungu pitakone ibune. Ngadeg nyedaki ibune karo tangane loro kaya patrape

deklamasi. Banjur drijine panuduh sing tengen tumuju jempol tangan tengen,

genti driji panuduh lan panunggul.

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dheweke kaya kasertum

anggone nyawang driji lantis-lantis iku. Omongane isih dibacutake maneh.

“Lha, nek Bapak ora kondur, rak Bapak Yusup ora ana. Ibu dadi Ibu Maria,

bapak dadi Bapak Yusup, lan aku ... hahak ... dadi Gusti Yesus” (ACMA hal

58).

Terjemahan:

“Siapa saja, Wilis?” menambahi perkataannya. Wilis dengan gaya yang

gembira mendengar pertanyaan ibunya. Berdiri mendekati ibunya dengan dua

tangan seperti orang yang deklarasi. Kemudian jarinya menunjuk yang kanan

menunjuk jempol tangan kanan, bergantian jarinya menunjuk jari lainnya.

“Bapak Yusup, Ibu Maria, lan .... Gusti Yesus.” Dirinya seperti kesetrum

melihat jari-jari lentik itu. Perkataannya masih diteruskan lagi.

“Lha, jika Bapak tidak pulang, nanti Bapak Yusup tidak ada. Ibu menjadi Ibu

Maria, bapak menjadi Bapak Yusup, dan saya ... hahak ... menjadi Gusti

Yesus” (ACMA hal 58).

Pengarang menggambarkan tokoh Wilis anak yang cerdas, perkatannya

yang lembut dan sangat menyentuh hati. Umurnya masih kecil tapi pengetahuan

dan rasa cintanya kepada agamanya membuat Wilis sangat mengidolakan Bapak

Yusup, Ibu Maria, dan Gusti Yesus. Bahkan, di saat dia sakit dia selalu

menguatkan dirinya dengan mengingat kisah Ibu Maria dan Tuhan Yesus.

Kutipannya sebagai berikut:

Page 109: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

131

“Wilis mesem dipeksa. Malah banjur isih ngomong sing njalari luhe ambrol.”

“Gusti Yesus ing kayu salib kae luwih lara, lho, Bu?” wong-wong sing krungu

lan ngerti karepe melu runtuh luhe....”(ACMA hal 61)

Terjemahan:

“Wilis senyum dengan terpaksa. Kemudian masih berbicara yang membuat air

matanya tidak bisa ditahan”.

“Tuhan Yesus dikayu salib itu lebih sakit, Bu?” orang-orang yang mendengar

dan mengerti maksudnya ikut menangis...” (ACMA hal 61).

Pandangan pengarang melihat keadaan orang-orang Katholik yang taat dan

sangat aktif di gereja, mengalami banyak tragedi seperti kehilangan anak

membuat pengarang mendapatkan inspirasi seperti cerita cerkak ini. Pengarang

membuat tokoh Ibu dengan maksud untuk memberikan gambaran bagaimana

menjalani kehidupan yang baik sesuai ajaran agamanya yaitu Katholik. Dalam

menghadapi hidup ini haruslah bersikap sabar, iklas ,dan pasrah kepada Tuhan.

Kutipannya sebagai berikut:

“Kaya Ibu Maria wae.”

Nampa cengering bayi ing palungan. Banjur ing sawijining wektu pinunggel

kanthi peksa. Karo-karone perih ing ati. Nanging kanyatan. Mung rasa pasrah

kang bisa mbirat perihing ati” (ACMA hal 62).

Terjemahan:

“Seperti Ibu Maria saja.”

Menerima lahirnya bayi. Kemudian disalah satu waktu diambil dengan paksa.

Sepeti sakit dihati. Namun kenyataan. Hanya rasa pasrah yang bisa

menghilangkan sakit hati” (ACMA hal 62).

Page 110: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

132

Pengarang memiliki pandangan hidup, bahwa sesungguhnya Tuhan

merencanakan hal lain yang lebih baik, meski tidak sesuai dengan keinginan kita.

3. Cathetan Desember

Pengarang Ariesta Widya setelah lulus SPG, rasa pengabdiannya pada

masyarakat semakin tebal. Ariesta Widya memutuskan berangkat ke gugusan

pulau-pulau Kei Manado tepatnya di Langgur, inilah awal kehidupannya sebagai

guru di SMP pada yayasan Katholik. Hidup bertahun-tahun di Manado Ariesta

mengamati dan memahami kehidupan masyarakat Manado. Kehidupan

dilingkunga gereja Langgur, banyak sekali tragedi kehidupan seperti halnya yang

diceritakan pada cerkak ini. Orang-orang Katholik yang taat di Langgur

kebanyakan dari mereka mengalami tragedi yaitu kehilangan seorang anak

dikarenakan sakit. Pengarang mengisahkan cerita ini mewakili kelas sosial di

Langgur Manado. Di dalam cerkak Cathetan Desember menggambarkan keadaan

masyarakat Manado melalui tokoh Lusia Renwarin, Aldo, adik Lusia, dan suami

Lusia. Problematika penting yang dijelaskan dalam cerkak ini yaitu mengenai

tragedi kehidupan dimana tokoh-tokoh digambarkan sebagai orang yang sabar,

iklas, dan pasrah.

Pengarang menciptakan tokoh Lusia Renwarin sebagai tokoh Katholik

yang taat dilihat dari tanggungjawabnya sebagai anggota koor gereja di Langgur.

Pandangan dunia pengarang melalui tokoh Lusia Renwarin mengandung amanat

yaitu sabar, iklas, dan pasrah terhadap tragedi kehidupannya. Seperti hari itu Lusia

pulang sore karena latihan koor dan menitipkan anakanya kepada adiknya.

Page 111: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

133

Kutipan:

“Srengenge wis ngglewang ngulon. Pagaweyan sing dipasrahake wis

rampung. Banjur pikirane lagi kelingan yen kudu nggoleki Aldo. Kabeh

ubarampe ditata....” (ACMA hal 90).

Terjemahan:

“Matahari sudah pindah ke barat. Pekerjaan yang dikerjakannya sudah selesai.

Kemudian pikirannya teringat kalau harus mencari Aldo. Semua peralatan

ditata....” (ACMA hal 90).

Rasa tanggungjawab Lusia Renwarin membuatnya berlatih sampai sore

hingga menimbulkan problematika. Anaknya Aldo sakit, cepat-cepat dia

membawa anaknya ke poliklinik untuk mendapatkan pertolongan.

Kutipan:

“Ana rasa bingung sing teka dadakan. Sakala nyandhak lendhang. Aldo

disaut. Ing batin mung kepengin enggal tekan poloklinik. Karo suster kepala

poloklinik iku tepung becik....” (ACMA hal 91).

Terjemahan:

“Ada perasaan bingung datang tiba-tiba. Tanpa pikir panjang mengambil

selendang. Aldo digendong. Di dalam hati hanya ingin segera sampai

poloklinik. Dia kenal baik dengan suster....” (ACMA hal 91).

Aldo anaknya meninggal setelah dibawa ke poliklinik. Kematian anaknya,

Lusia mengalami kesedihan mendalam, namun pengarang membuatnya menjadi

tokoh yang iklas dan pasrah kepada Tuhan dengan perkataan suaminya sebagai

berikut.

Page 112: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

134

Kutipan:

“Krungu tembunge sing lanang lambene blangkeman. Tembung iku nunjem

atine. Banjur pupus. Lelakon sing mungkur setaun iku dicoba dikipatake”

(ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Mendengar perkataan suaminya mulutnya terdiam. Perkataan yang mengena

hati. Kemudian selesai. Mencoba melupakan kejadian yang sudah terjadi satu

tahun yang lalu” (ACMA hal 92).

Cerkak ini menggambarkan manusia yang sabar, iklas, dan pasrah dalam

menghadapi tragedi kehidupan. Sesuai dengan hal tersebut, pengarang

menceritakan keadaan masyarakat ketika kehilangan seorang anak dengan

menciptakan tokoh suami Lusia Renwarin. Suami Lusia digambarkan sebagai

seorang Katholik yang taat dengan memasrahkan semua tragedi dalam hidupnya

kepada Tuhan.

Kutipan:

“Urip pancen kebak pacoban. Kebak salib. Sapa wonge sing ora sedhih.

Nanging rak ora cukup ngono thok sing tundhone bakal akeh rugine.”

“Pancen, ning sapa sing bisa ngilangake tabet kui?”

“Awake dhewe iku kudu bisa kaya Ibu Maria, nalika pirsa putrane disalib. Iku

tepa palupi sing kudu dadi kaca benggala” (ACMA hal 92).

Terjemahan:

“Memang hidup banyak cobaan. Banyak salib. Siapa orang yang tidak sedih.

Namun, tidak cukup bersedih saja yang menyebabkan kerugian.”

“Memang, namun siapa yang bisa menghilangkan kesedihan itu?”

“Kita itu harus bisa seperti Ibu Maria, ketika melihat anaknya disalib. Itu

nasehat yang bisa dijadikan contoh baik” (ACMA hal 92).

Page 113: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

135

4. Ganda Samboja

Cerkak ini merupakan pengalaman yang dialami pengarang Ariesta Widya

sendiri. Setelah ditinggal mati ibu kandungnya, ayahnya menikah dengan

perempuan yang sekarang menjadi ibu tirinya. Dirinya yang masih kecil

terpengaruhi oleh omongan orang tentang kejamnya ibu tiri. Hal tersebut yang

membuat pengarang berpikir bahwa ibu tirinya adalah ibu yang kejam. Dengan

susah payah pengarang pergi menjauh dari ibu tirinya dengan pergi ke Langgur

Manado. Namun, semua yang dipikirkan oleh pengarang merupakan kesalahan

besar. Ibu tiri yang dianggapnya ibu yang kejam merupakan ibu yang sangat baik

terhadap anak-anaknya. Meski ayah kandungnya meninggal, ibu tirinya tetap

bersikap baik dan menyayangi anak-anaknya. Pengarang menciptakan tokoh ibu

dengan maksud menggambarkan ibu tirinya yang baik, hal ini di gambarakan pada

kutipan berikut:

“Wong wadon sing sakiki sumare pancen dudu wong wadon sing lantaran

ngungak jagad iki. Dudu wong wadon sing ngregiyeg nggembol sangan sasi

sepuluh dina. Dudu wong wadon sing neteki kalane ngelak lan ngelih.

Mengkono sesambungan batin iku ora bisa diinggati. Dina iki rumangsa

gothang...” (ACMA hal 95)

Terjemahan:

“Wanita yang sekarang ini bukanlah wanita yang melahirkannya. Bukan wanita

yang mengandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari. Bukan wanita yang

memberinya asi ketika dia lapar dan haus. Seperti itu kata hatinya. Hari itu

seperti kosong....” (ACMA hal 95).

Kutipan tersebut merupakan curahan hati pengarang setelah ditinggal mati

ibu tirinya. Bahkan setelah ayah kandung pengarang meninggal, pengarang

menggambarkan kasih sayang kepadanya dan adik-adiknya dengan kutipan

berikut:

Page 114: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

136

“Sanadyan bapakmu wis ora ana aja banjur ngowah-owahi. Omah iki ya

omahe bapakmu. Kebon mburi sekolahan kae. Apamaneh tegalan sing

rambutan lan durene sing nyenengake. Kabeh kuwi darbekmu. Aku wis

nglenggana.”

“Akh, Ibu, ra sah ngendika ngono,” adhine sing dadi Kepala Sekolah

ngrangkul karo prembik-prembik.

“Tilikana aku. Ra sah kokoleh-olehi. Oleh-olehana katresnan sing salawase iki

tinalenan. Aja nganti rantas” (ACMA hal 95).

Terjemahan:

“Walaupun bapakmu sudah tidak ada jangan diganti-ganti. Rumah ini

rumahnya bapakmu. Kebun belakang sekolah itu. Apalagi ladang yang

rambutan dan durennya menyenangkan. Semua itu milikmu. Saya sudah jujur.”

“Akh, Ibu, jangan berbicara seperti itu,” adiknya yang menjadi Kepala Sekolah

memeluk dengan mata berkaca-kaca.

“Jenguklah saya. Tidak perlu kalian membawakan oleh-oleh. Bawalah kasih

sayang yang kekal ini terjalin. Jangan sampai putus” (ACMA hal 95).

Ariesta Widya menceritakan dirinya lewat tokoh yang dibuatnya, beliau

sangat sedih dengan kematian ibu tirinya. Beliau menggambarkan keadaannya

setelah tragedi kematian ibunya dengan percakapannya dengan temannya,

kutipannya sebagai berikut:

“Anakku mbarep. Durung lawas Dhik Nur. Njenengan mesthi pirsa. Nuryati

sing senengane ndhalang. Bubar iku durung nganti setaun anakku sing nomer

loro. Uripku kayadene kleyang kabur-kanginan. Urip ora ono tegese.

Tembung-tembung mlebu prungone. Cetha. Cetha banget”(ACMA hal 90).

Terjemahan:

“Anak saya yang pertama. Belum lama dik Nur. Kamu pasti tahu. Nuryanti

yang suka mendalang. Setelah itu belum satu tahun anak saya yang nomer dua.

Hidup saya seperti tidak ada artinya. Kata-kata yang menusuk hati. Jelas. Jelas

sekali” (ACMA hal 90).

Page 115: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

137

Sesuai dengan kejadian sebenarnya, setelah mangalami tragedi dalam

hidupnya pengarang memasrahkan semuanya kepada Tuhan. Amanat yang ingin

disampaikan pengarang supaya sabar, iklas, dan pasrah digambarakan dengan

kutipan berikut:

“Setu ngarepake subuh, ibune sida kapundhut. Kabeh mung sumarah.

Tumungkul sedhih. Nanging kabeh kudu dumadi. Kabeh bakal ngawaki.

Sanadyan mung ngenteni wektu wae” (ACMA hal 98).

Terjemahan:

“Sabtu waktu subuh, ibunya meninggal. Semua harus dipasrahkan. Merasa

kesedihan. Namun, semua harus terjadi. Semua akan mengalami juga.

Walaupun hanya menunggu waktu saja” (ACMA hal 98).

Seorang Katholik yang taat beliau ingin menyampaikan bagaimana

menjadi orang Katholik yang taat yang sabar, iklas, dan pasrah menghadapi

tragedi dalam hidup dengan cerkak ini.

5. Oh Renan, Oh Yaman

Potret masyarakat Minahasa dalam cerkak ini digambarkan dari sudut

sosial dan budaya suatu masyarakat dipengaruhi oleh beberapa unsur, seperti

unsur ras, akan dapat menimbulkan konflik sentimen, sehingga akan

mempengaruhi suatu tata kehidupan bermasyarakat. Bahwa masyarakat Minahasa

sejak dulu merupakan campuran dari berbagai pendatang yang berasal dari daerah

sekitarnya. Orang-orang yang berbeda ras tidak bisa menikah kecuali membuang

derajat rasnya ke yang lebih rendah.

Page 116: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

138

Pengarang menulis cerkak ini menggunakan istilah Minahasa yaitu di Kei

Langgur. Oh Renan, Oh Yaman mempunyai arti Oh Ibu, Oh Ayah. Penggunaan

istilah ini dipengaruhi oleh bahasa Minahasa. Problematika Minahasa yang

dipengaruhi oleh ras tidak sesuai dengan ajaran Katholik yang tidak pernah

membeda-bedakan umatnya dengan adanya ras. Pengarang membuat tokoh

Albert, Rebeka, ayah, dan ibu untuk manggambarakan perubahan masyarakat

Minahasa setalah agama Katholik masuk.

Keadaan masyarakat Minahasa digambarkan melalui tokoh ayah,

masyarakat Minahasa dibedakan melalui ras-rasa seperti kasta di Bali, sehingga

jika dua manusia memiliki ras yang berbeda tidak dapat menjalin pernikahan.

Kutipannya sebagai berikut:

“Albert, Albert anakku. Aku sing luput. Aku sing luput. Saupama aku ora lair

saka trah sing diingggati ing pasrawungan yaiku mbedak-mbedakake,

mesthine sing kokrasakake iku ora bakal dadi pepalang. Ora kalebu trah sing

dianggep asor, trah in-reri” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Albert, Albert anak saya. Saya yang salah. Saya yang salah. Jika saya tidak

lahir dari ras yang dihindari dalam masyarakat yaitu membeda-bedakan,

harusnya yang kamu rasakan sekarang tidak akan menjadi penghalang. Tidak

termasuk yang dianggap rendah, ras in-reri” (ACMA hal 130).

Melihat keadaan masyarakat Minahasa yang seperti itu pengarang

membuat tokoh bernama Albert yang menggambil keputusan untuk menentang

perbedaan ras tersebut. Meski menimbulkan masalah besar tapi dia

mempercayakan semuanya kepada Tuhan.

Page 117: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

139

Kutipan:

“Renan lan Yaman. Anggonku wiwit nginggati rak merga Beka banget kaiket

dening tata carane. Kanggoku, muga akeh nom-noman, kudu nduweni gagasan

sing sakiki iki dadi cekelan urip. Ora malah isih ngugemi sing njalari mancahi

Pangandikane Gusti.” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Ibu dan Bapak. Alasan saya menghindari karena Beka masih terikat dengan

tata cara adatnya. Harapan saya. Semoga banyak anak muda, harus mempunyai

pemikiran yang sekarang menjadi pegangan hidup. Tidak hanya masih

meyakini yang bertentangan dengan perintah Tuhan.” (ACMA hal 130).

Tokoh ayah menyetujui keputusan anaknya untuk menentang perbedaan

garis keturunan tersebut sesuai dengan ajaran agamanya Katholik. Kutipannya

sebagai berikut:

“Pancem kudune trah-trah iku wis kudu ora lumaku kalane dalan padhang wis

gumelar. Ya, wis yen mengkono aku lan ibumu percaya marang caramu

ngadhepi urip, anakku” (ACMA hal 130).

Terjemahan:

“Memang seharusnya ajaran-ajaran ini sudah tidak dijalankan, jalan yang

terang sudah tersedia. Iya, sudah kalau seperti itu saya dan ibumu percaya

dengan caramu menghadapi hidup, anak saya” (ACMA hal 130).

Pandangan dunia pengarang, tentang keadaan masyarakat yang membuang

masyarakatnya yang menikah dengan garis keturunan yang lebih rendah,

digambarkan melalui tokoh Rebeka. Rebeka merupakan seorang gadis yang

mempunyai keberanian untuk melangkah ke pelaminan meski tidak mendapatkan

Page 118: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

140

restu orang tuanya. Dia juga merupakan orang yang percaya akan takdir dari

Tuhan sehingga dia mengambil keputusan terberatnya yaitu meninggalkan

keluarga dan rasnya.

Kutipan:

“Iya, aku metu apa diculake kaya dene barang dibuwang.”

“Tenan, tenan kuwi?”

Beka mung manthuk karo ndhungkluk. Kreteg tuwasaka kayu besi sing sok

dienggo mandheg kapal motore misi Katolik ditinggal....” (ACMA hal 131).

Terjemahan:

“Iya. Saya keluar atau dikeluarkan seperti barang yang dibuang.”

“Benar, benar itu?”

Beka hanya mengangguk. Jembatan tuayang terbuat dari kayu besi yang

biasanya dipakai untuk berhenti kapal motornya Katolik ditinggal...” (ACMA

hal 131).

Keputusan Albert, Rebeka, Renan, dan Yaman, membuat Albert dan

Rebeka menikah. Meski harus meningglkan tempat tinggal mereka dan pergi jauh

dari pemukiman agar tidak menimbulkan konflik baru, mereka hidup bahagia

dengan memasrahkan hidupnya kepada Tuhan.Mereka yakin cinta yang dibangun

dengan hati dan tujuan yang baik diberikan jalan yang terbaik dari Tuhan. Berikut

kutipannya:

“Kanggo nginggati kahanan Sakramen Perkawinan ditindhakake ing

panggonan liya kanthi sesidheman, amrih ora gawe laraning atine liyan.

Katresnan sing diwangun kanthi ati lan karep sarta sumarah ing ngarsaning

Gusti kang paring dalan....” (ACMA hal 131).

Page 119: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

141

Terjemahan:

“Untuk menghindari keadaan buruk Pesta Perkawinan dilakukan ditempat lain,

untuk tidak membuat sakit hati orang lain. Cinta yang dibangun dengan hati

dan niat ibadah Tuhan yang memberikan jalan....” (ACMA hal 131).

6. Ing Citarum Mecaki Urip

Pengarang mengalami kejadian sebenarnya yaitu sakit dari tahun 2010-

sekarang. Sakit yang diderita pengarang adalah ginjal, oleh karena itu beliau harus

cuci darah setiap hari Senin dan Kamis. Citarum merupakan tempat pengarang

melakukan cek up dan cuci darah. Pengarang membuat nama tokoh sesuai nama

sebenarnya, seperti Pak Wid berasal dari namanya sendiri Widyatama, Ibu Mari

berasala dari nama istrinya Dyah Maringin, serta nama Pak Ngationo, Pak Marjo

dan Bu Marjo.

Biasanya pengarang melakukan cek up di Rumah Sakit Citarum diantar

istrinya Bu Mari. Sore itu sebelum berangkat ke rumah sakit Citarum, istrinya

bedoa:

“Sore iku langite bening. Mau esuk grimise rada deres. Anggone donga ing

ngarsane Gusti ndremimil, “Dhuh Gusti, mugi sonten mangkeh Paduka

paringi terang. Kula namung matur, sedaya wonten asta Paduka” (ACMA hal

166).

Terjemahan:

“Sore itu langitnya cerah. Tadi pagi gerimis saja. Caranya berdoa kepada

Tuhan dengan berbisik, “Oh Tuhan, semoga sore nanti Tuhan memberikan

Page 120: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

142

cuaca yang terang. Saya hanya meminta, semua ada ditangan Tuhan” (ACMA

hal 166).

Pengarang menceritakan keadaan sebenarnya tentang penyakit ginjalnya,

dengan membuat tokoh sopir taksi dan bercakap-cakap dengannya:

Kutipan:

“Gerah punapa, ta, Bu?”

“Sakit ginjel criyose dhokter.”

“Kraose kados pundi, Pak?”

“Pripun nggih? Mpun pokoke mboten sekeca.”

Aku nugel rembug.

“Criyose dhokter niku ginjel sampun risak. Lha, risake mboten ngerti. Sedaya

niku awit margi tetedhan makanan” (ACMA hal 167).

Terjemahan:

“Sakit apa, Bu?”

“Kata dokter sakit ginjal.”

“Rasanya seperti apa, Pak?”

“Bagaimana ya? Pokoknya tidak enak.”

Saya memotong pembicaraan.

“Kata dokter ginjalnya sudah rusak. Lha, rusaknya tidak tahu. Semua berawal

karena makanan” (ACMA hal 167).

Pengarang menunjukkan pandangannya mengenai keadaan hidup manusia

yang pasrah. Pandangan pengarang pasrah merupakan harga mahal, harga mati.

Pengarang mengangkat cerita dirinya sendiri agar orang lain dapat memetik ajaran

dalam cerkak ini. Penggambaran ini selain bercerita tentang hidup pribadi

pengarang, terdapat pula cerita dari teman pengarang sendiri. Pak Ngationo yang

mempunyai hobi bermain bola, tiba-tiba masuk rumah sakit. Berikut kutipannya:

“Piye bal-balane, Pak?” Iku hobine Pak Ngationo bal-balan. Anggone mlebu

Citarum iya lagi mecaki bal-balan,

“Wuah, aku ora ngira. Ya kuwi kaya biasane melu bal-balan. Dadakan awakku

lemes. Mula bablas digawe mrene. Bareng dipriksa jebul kena DB isih

ketambah tipes barang. Lha, iya njur klekaran kaya saiki iki”(ACMA hal 169).

Page 121: BAB II PEMBAHASAN DAN ISI A. Pendekatan Strukturalabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111033_bab2.pdf · Teori struktural yang digunakan untuk ... anak-anak membutuhkannya pasti

143

Terjemahan:

“Bagaimana main bolanya, Pak?” Itu hobi Pak Ngationo bermain bola. Alasan

masuk Citarum adalah bermain bola.

“Wuah, saya tidak mengira. Ya itu seperti biasanya ikut bermain bola. Tiba-

tiba badan saya lemas. Maka langsung dibawa kesini. Setelah diperiksa

ternyata sakit DB dan masih ditambah sakit tipes. Lha, iya langsung rebahan

seperti sekarang” (ACMA hal 169).

Pandangan pengarang mengenai problematika hidup digambarakan dengan

tokoh Ibu Mari, meski beliau mendapatkan cobaan yang besar dengan sakitnya

Pak Wid, tokoh Ibu Mari masih merasa bersyukur dengan hidup yang dijalaninya.

Kutipan:

“Ah, ana rasa ati sing nganjel, ha, piye Bu Marjo lagi mentas wae kacilakan

ditabrak bocah nganti saiki samparane ing dlamakan durung waras. Isih

kelangan driji sikil loro. Nanging kanyatane kudu ngadhepi Pak Marjo sing

ana rumah sakit 38 dina. Putra sing digadhang dadi dhokter dipundhut Gusti.

Aku ngejak ndedonga....” (ACMA hal 170)

Terjemahan:

“Ah. Ada perasaan yang mengganjal, ha, bagaimana Bu Marjo baru saja

kecelakaan ditabrak anak muda sampai kakinya terluka belum sembuh. Masih

kehilangan dua jari kaki. Namun kenyataan harus dihadap Pak Marjo yang

berada dirumah sakit 38 hari. Anak kesayangannya yang menjadi dokter

dipanggil Tuhan. Saya mengajak berdoa....” (ACMA hal 170).

Seperti yang dijelaskan oleh pengarang tentang pasrah merupakan harga

yang mahal, harga mati. Tokoh-tokoh yang ada merupakan penjelasan tentang

keadaan dirinya, dan orang disekelilingnya. Selain itu, pengarang yang beragama

Katholik yang taat selain menggambarkan tentang religiusitasnya, juga

menggambarkan tentang ajaran orang Jawa.