bab ii sajian data dan pembahasan a. sajian data · 29 a. kutipan: …/ tuladha carita kuna / kang...
TRANSCRIPT
28
BAB II
Sajian Data dan Pembahasan
A. Sajian Data
Berikut ini disajikan data yang telah dikumpulkan meliputi : a.) Struktur
naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem yang meliputi lapis bunyi,
lapis arti, lapir objek, lapis dunia, dan lapis metafisis. b.) resepsi pembaca tentang
ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon. c.) resepsi intensitas penghayatan
pembaca yang terdiri atas : tema, kondisi social, relevansi konflik, amanat, bahasa,
tokoh, karakter, imajinasi, ironi, ketegangan cerita, dan keseluruhan cerita.
1. Struktur naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem
Serat Kresna Kembang berbentuk tembang macapat (puisi Jawa lama).
Roman Ingarden (dalam Wellek, 1968: 151) menyebutkan norma-norma dalam
puisi terdiri atas lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis.
1.1 Lapis Bunyi
Puisi berupa satuan-satuan suara: suara suku kata, kata, dan
berangkai merupakan seluruh bunyi/suara sajak: suara frasa dan suara
kalimat. Analisis puisi lapis bunyi ditujukan pada bunyi-bunyi atau pola
bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu yang dipergunakan
untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Berikut beberapa lapis
bunyi dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.
29
a. Kutipan:
…/ tuladha carita kuna / kang utama…(pupuh
Dhandhanggula bait 1)
Terjemahan:
…contoh cerita lama yang utama… (pupuh Dhandhanggula
bait 1)
Baris ke-8 dan ke-9 pupuh Dhandhanggula pada 1 ini
mengandung asonansi a, asonansi a dalam puisi ini dipergunakan
untuk memperindah bahasa atau estetika sastra.
b. Kutipan:
/ wus pinacang sang rêtna / nênggih dhaupipun /kalawan
Pandhita Drona/
Terjemahan:
sudah dijodohkan sang wanita canti yaitu pernikahannya
dengan Pandhita Drona
Baris di atas menunjukkan asonansi a, asonansi a dalam
kutipan di atas juga digunakan untuk memperindah bahasa dan untuk
memenuhi konvensi tembang.
c. Kutipan:
// kagyat sang wiku umulat / praptaning wayah sang pêkik /
karuna kalara- lara / kadya patraping pawèstri / nungkêmi
suku kalih / marma sang wiku agupuh / andangu krananira /
aris dènira sang rêsi / atatanya
ing wayah kang lagya
prapta // ( pupuh v sinom pada 1)
30
Terjemahan:
kaget sang resi melihat, kedatangan cucunya yang tampan,
tampak tersakiti, seperti datangnya wanita, menghimpit
kedua kaki, sang resi segera menyapa,bertanya perihal
kedatangannya, halus sang resi, bertanya kepada cucunya
yang baru datang(pupuh V sinom, bait 1)
Bait di atas menggunakan asonansi a untuk menunjukkan sauna
penuh keterkejutan, dalam hal ini kalimat kagyat sang wiku umulat
ditandingkan dengan kalimat karuna kalara-lara dan kadya praptaning
pawestri. Kalimat-kalimat tersebut menunjukkan bentuk keterkejutan
tokoh melihat apa yang ada di hadapannya dimana cucunya datang
dengan tampak tersakiti dan bertingkah layaknya perempuan menangis.
d. Kutipan:
// kadya obah kang pratala / sing gêtêring swara kagiri-
giri / nanging tan arsa ru biru / sikara marang janma /
datan nana tumbak kang arsa tumanduk / brahala kinèn
dhingina / wus tita dadya abali // (pupuh pangkur, bait ke-
52)
Terjemahan:
seperti bergeraknya tanah, yang bergetar swara menyeramkan,
tetapi tidak segera berlari, bertindak kasar kepada mahkluk
tidak ada tombak yang akan mengenai, raksasa diminta,
sudah menjadi (pupuh pangkur, bait ke-52)
31
Asonansi a pada bait pertama, keempat dan kelima yang
kemudian ditandingkan dengan kalimat setelahnya dipergunakan untuk
memperkuat suasana seram untuk menumbuhkan rasa takut.
e. Kutipan:
sirna dèning wak mami /sukuné sun sêmpal / bauné ingsun
pokah(pupuh Durma, bait ke-34, baris ke 2-3)
Terjemahan:
hilang olehku, kakinya aku putus , pundaknya aku
patahkan. (pupuh Durma, bait ke-34, baris ke 2-3)
Kutipan di atas terdapat aliterasi s untuk menguatkan
perkataan sebelumnya dan diperjelas lagi di baris selanjutnya. Hal
ini digunakan untuk menunjukkan sebuah kesungguhan atau untuk
menumbuhkan kepercayaan lawan bicara.
Lapis bunyi juga terdapat dalam pola persajakan atau
konvensi dari tembang-tembang yang ada di dalam karya sastra ini.
Berikut sajian pola persajakan pada setiap pupuh dalam karya
sastra ini:
a. Pupuh Dhandhanggula
Pupuh Dhandhanggula memiliki konversi tembang berupa 10i, 10a,
8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a, artinya pada setiap baris memiliki
aturan yang berbeda. Tembang Dhandhanggula terdiri atas sepuluh
baris. Baris pertama terdiri atas 10 suku kata dan vocal terakhir
berupa huruf (i), baris kedua juga memiliki 10 suku kata dengan
32
huruf vocal akhir (a), baris ketiga terdiri atas 8 suku kata dan huruf
vocal terakhir (e), baris ke-empat memiliki 7 suku kata dengan
huruf vocal akhir (u), baris kelima terdiri atas 9 suku kata dan
huruf vocal akhir (i), baris ke-enam mempunyai jumlah suku kata 7
dan huruf vocal akhir (a), baris ke-tujuh memiliki 6 suku kata
dengan dan huruf vocal akhir (u), baris kedelapan mempunyai 8
suku kata dengan huruf vocal akhir (a), baris kesembilan
mempunyai julah suku kata sebanyak 12 dan huruf vocal akhir (i),
baris terakhir mempunyai 7 suku kata dan vocal akhir (a). Berikut
ini kutipan tembang Dhandhanggula yang terdapat dalam Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem.
Kutipan:
// Lir brêmara dènira mangungsir / amarsudi maduning
kusuma / lumrèng kisma panuruté / mangkana dènya
ngapus / ing kintaka mawa kakawin
/ mrih jênak kang
nupiksa / nênggih critanipun / tuladha carita kuna / kang
utama pinèt lupiyani mangkin / pinirit prayoganya // (Pupuh
I Dhandhanggula, bait 1)
Terjemahan:
Seperti kumbang ketika berburu, mencari madunya bunga,
sampai lelah menuruti, seperti itu caranya mengikat, di dalam
surat sebagai kakawin, agar nyaman yang membaca, contoh
cerita jaman dulu, yang baik supaya menjadi contoh nanti,
dicontoh sebaik-baiknya. (Pupuh I Dhandhanggula, bait 1)
33
b. Pupuh Pangkur
Pupuh pangkur memiliki konsversi tembang berupa 8a, 11i, 8u, 7a,
12u, 8a,8i. Artinya pada setiap bait pupuh pangkur akan terdiri atas
7 baris dengan aturan, baris pertama terdiri atas 8 suku kata dan
vocal akhir (a), baris kedua memiliki 11 suku kata dengan huruf
vocal akhir (i), baris ketiga terdiri atas 8 suku kata dengan huruf
vocal akhir (u), baris ke-empat mempunyai jumlah suku kata
sebanyak 7 dan vocal akhir (a), baris kelima memiliki 12 suku kata
dengan vocal akhir (u), baris ke-enam terdiri atas 8 suku kata
dengan vocal akhir (a), baris terakhir ata ketujuh memiliki jumlah
suku kata 8 dan huruf vocal akhir (i)
Kutipan:
// ingkang kapungkur wus lama / Sri Naréndra Madura
Narapati / dupi miyarsa ing dangu / Kumbina wartanira /
putri nata among sajuga sang ayu/ Dyah Rugmini parabira /
kalangkung èndah kang warni // (pupuh pangkur, bait ke-1)
Terjemahan:
Yang dahulu telah lama sang Raja Madura ketika melihat
berita dari negara Kumbina, putri raja hanya satu-satunya
sang ayu Dyah Rukmini namanya, terlalu indah rupanya.
(pupuh pangkur, bait ke-1)
34
c. Pupuh Mijil
Pupuh mijil memiliki 6 baris di setiap baitnya dengan aturan
penulisan 10i, 6o,10e,10i,6i,6u. Bait pertama mempunyai 10 suku
kata dan huruf vocal akhir (i), bait kedua terdiri atas 6 suku kata
dengan huruf vocal akhir (o), bait ketiga memiliki 10 suku kata dan
huruf vocal akhir (e), bait ke-empat mempunyai 10 suku kata
dengan vocal akhir (i), bait kelima memiliki jumlah suku kata
sebanyak 6 dengan huruf vocal akhir (i), bait terakhir terdiri atas 6
suku kata dengan huruf vocal akhir (u)
Kutipan:
// aturira sang rêtna anangis / anglês ingkang batos / dhuh
kakang mas wau ngandikané / sru jumurung lamun amba
panggih / kalawan sang rêsi / sulaya ing kayun // (pupuh
mijil, bait ke-1)
Terjemahan:
Katanya si cantik sambil menangis, lega di hati, duh kakak
tadi berkata tegas jika aku bertemu dengan sang resi, tidak
damai di hati. (pupuh mijil, bait ke-1)
d. Pupuh Pocung
Pupuh pocung memiliki 5 baris di setiap baitya, aturan penulisan
tembang pocung adalah 4u, 8u,6a,8i,12a. intinya pada setiap bait
ada aturan berupa baris pertama mempunyai 4 suku kata dengan
huruf vocal akhir (u), baris kedua harus berisi 8 suku kata dengan
huruf vocal akhir (u), baris ketiga terdiri atas 6 suku kata dengan
35
huruf vocal akhir (a), baris selanjutnya berisi 8 suku kata dan huruf
vocal akhir (i), bait terakhir memiliki 12 suku kata dengan huruf
vocal akhir (a).
Kutipan:
// kang tinutur / lêmah bang sanggrahanipun / Madura
Dyan Arya / Narayana miwah ari / Dyah Sumbadra
ingadhêp lawan Udawa // (pupuh pocung, bait ke 1)
Terjemahan:
Yang diceritakan tanah merah tempat tinggalnya Madura
Raden Narayana dan adiknya Dyah subadra dihadap oleh
Udawa. (pupuh pocung, bait ke 1)
e. Pupuh Sinom
Pupuh sinom mempunyai aturan penulisan 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a,
8i, 12a. Baris dalam satu bait tembang sinom berjumlah 9. Baris
pertama sampai dengan ke-empat terdiri atas 8 suku kata dengan
huruf vocal akhir (a) dan (i). Baris kelima mempunyai 7 suku kata
dengan vocal akhir (i). Baris ke-enam jumlah suku katanya 8 dan
vocal akhirnya (u). Baris ke-tujuh memiliki 7 suku kata dan vocal
akhir (a). Baris kedelapan mempunyai jumlah suku kata sebanyak
8 dengan vocal akhir (i). Baris terkahir terdiri atas 12 suku kata
dengan vocal akhir (a). Pupuh sinom memiliki keunikan lain yaitu
di setiap baris genap mempunyai suku kata sebanyak 8. Berikut
36
satu kutipan tembang sinom dalam Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem:
Kutipan:
// kagyat sang wiku umulat / praptaning wayah sang pêkik /
karuna kalara- lara / kadya patraping pawèstri / nungkêmi
suku kalih / marma sang wiku agupuh / andangu krananira /
aris dènira sang rêsi / atatanya
ing wayah kang lagya
prapta // (pupuh sinom, bait ke-1)
Terjemahan:
kaget sang resi melihat, kedatangan cucunya yang tampan,
tampak tersakiti, seperti datangnya wanita, menghimpit kedua
kaki, sang resi segera menyapa,bertanya perihal
kedatangannya, halus sang resi, bertanya kepada cucunya
yang baru datang. (pupuh sinom, bait ke-1)
f. Pupuh Durma
Pupuh Durma mempunyai aturan penulisan baitnya berupa 12a, 7i,
6a, 7a, 8i, 5a, 7i. Baris pertama terdiri atas 12 suku kata dengan
vocal akhir (a). Baris kedua memiliki jumlah suku kata sebanyak 7
dan huruf vocal akhir (i). Baris ketiga mempunyai 6 suku kata
dengan vocal akhir (a). Baris ke-empat memiliki jumlah suku kata
7 dengan huruf vocal akhir (a). Baris kelima berisikan 8 suku kata
dengan huruf vocal akhir (i). Baris ke-enam mempunyai suku kata
sebanya 5 dan huruf vocal akhir (a). baris terakhir terdiri atas 7
37
suku kata dengan vocal akhr (i). Berikut salah satu bait tembang
Durma dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem:
Kutipan:
// Brataséna wus cakêt pan adu muka / lawan brahala nuli
/ mancêrêng tumingal / andik ing nétranira / mung nganti
dipundhingini / ing yudanira / nging lumuh andhingini //
(pupuh Durma, bait ke-1)
Terjemahan:
Bratasena sudah dekat sekali saling berhadapan, lalu segera
menyembah, terlihat menyeramkan,dekat dengan matanya,
waspada jika diawali, dalam pertarungannya, tetapi tidak mau
memulainya(pupuh Durma, bait ke-1)
g. Pupuh Asmaradana
Tembang asmaradana terdiri atas 7 baris di setiap bait dengan
susunan 8i, 8a, 8e, 8a, 7a, 8u, 8a. Baris pertama sampai dengan
baris ke-empat terdiri atas 8 baris dengan urutan huruf vocal akhir
(i), (a), (e), (a). Baris kelima merupakan baris dengan jumlah suku
kata 7 dan huruf akhir (a). Baris ke-enam dan ke-tujuh juga terdiri
atas 8 suku kata dengan vukal akhir (u) dan (a). Berikut salah satu
bait pupuh asmaradana dalam Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem:
Kutipan:
// kunèng gantya kang winilis / nênggih nagari Ngamarta /
Dyan Kunthi pinarêk mangké / lan putra sang Arya Parta /
38
déné piniji têngga / umèntar sing ngêndi kulup / têka daléya
ing karya // (pupuh VIII Asmaradana, bait ke 1)
Terjemahan:
berganti yang diceritakan yaitu Negara Ngamarta, Dewi
Kunti duduk di singgasana, dan putranya Arya Parta, sedang
melakukan tugas untuk menunggu negara, yang mana anakku,
sampai pada tugas. (pupuh VIII Asmaradana, bait ke 1)
h. Pupuh Kinanthi
Pupuh Kinanthi memiliki 6 baris disetiap baitnya, aturan
penulisannya adalah 8u, 8i, 8a, 8i, 8a, 8i. ada keunikan tersendiri
dari pupuh kinanthi daripada tembang macapat lainnya yaitu dalam
setiap barisnya memiiki 8 suku kata dengan urutan huruf vocal
akhir (u), (i), (a), (i), (a), (i). Keunikan lainnya disetiap baris yang
genapa atau baris 2, 4, dan 6 mempunyai huruf vocal yang sama
yaitu (i). berikut salah satu kutipan bait pupuh Kinanthi:
Kutipan:
// mung raka ingayun-ayun / Dyanira wisatèng ratri /
sabênira byar rahina / kondurira sang apêkik / déné ing
mangkya alama / kongsi nyipêng tigang ratri // (Pupuh IX
Kinanthi bait ke-1)
Terjemahan:
Hanya kakak (laki-laki) yang diharapkan, lalu ia pergi di
waktu malam, setiap tiba di pagi hari, pulangnya sang
39
kekasih, adapun di waktu beikutnya, sampai menginap
selama tiga malam. (Pupuh IX Kinanthi bait ke-1)
1.2 Lapis Arti
Satuan terkecil arti disebut dengan fonem. Satuan fonem berupa
kata serta suku kata. Kata bergabung menjadi kelompok kata, kalimat,
alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Kesemuanya merupakan satuan arti.
Lapis arti dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem diantaranya
sebagai berikut:
a. Kutipan:
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh /
sajatining priya ing yêktiné / iya priya kang among ing èstri
/ kang bisa ngayomi / karya sukèng kalbu //. (pupuh mijil bait
ke-11)
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa mengarahkan
dan membimbing istrinya, mengayominya, dan membuat hati
istrinya senang.
Suami yang mampu mengarahkan dan membimbing
istrinya adalah laki-laki yang menempatkan dirinya sebagai kepala
keluarga, dimana ia mengarahkan keluarganya menjadi keluarga
yang baik intinya keluarga yang tahu adat istiadat di lingkungan
tempat tinggalnya, pada dasarnya suami harus mampu mendidik
keluarganya menjalani kehidupan sesuai dengan norma yang
berlaku di masryakat, selain itu, juga menjadi keluarga religius
40
sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianut. Seorang suami
juga harus mengayomi keluarganya (istri dan anak-anaknya)
maksudnya seorang suami itu mampu memberikan rasa nyaman
kepada keluarganya sehingga merasa aman dan terlindungi jika
berada di sampingnya atau di rumah tinggalnya. Suami juga harus
mampu membuat keluarganya bahagia intinya bertanggungjawab
dan mampu memberi nafkah lahir batin, kehidupan harmonis, serta
keluarga yang hangat penuh kasih sayang.
b. Kutipan :
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon /
marang priya anggusti patrabe / ora cidra kang suci ing galih /
gumati nlgadѐni / marang kakungipun //. (pupuh Mijil bait ke-
12)
Terjemahan:
sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti kepada
Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak berbeda dengan
baktinya kepada Tuhan YME, tidak berbohong dan suci hatinya,
serta perhatian terhadap suaminya. (pupuh Mijil bait ke-12)
Wanita itu seharusnya menjadi pribadi yang taat kepada
Tuhan dan memiliki kepribadian sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya. Wanita juga harus berbakti kepada laki-laki (suaminya)
layaknya ia berbakti kepada Tuhan sebagai simbol bahwa suami itu
adalah wakil Tuhan di dunia ini, harus patuh pada apa dikatakan
suami yang menuju pada kebaikan, tetapi jika perintah itu merujuk
41
pada pelanggaran norma-norma sebagai seorang istri haruslah bisa
menasehati suami agar kembali ke jalan yang sesuai dan tidak diikuti
keinginan yang menjerumuskan itu, selain itu juga harus bisa
mendidik putra dan putrinya. Seorang istri juga tidak boleh
berbohong harus suci hatinya intinya dia memiliki sifat santun dan
terbuka terhadap keluarganya apapun itu. Istri juga harus perhatian
dan mampu melayani suaminya baik secara lahir maupun batin.
c. Kutipan :
// kadya gulêt mangun yuda / sang Sangkuni réwa-réwa kasêlip
/ grêgêtên sajro tyasipun / wong tuwa luru karya / arsa
krama wanudya yu kênya tulus / têmahan dadya drawala /
karya gègèring para ji // (pupuh pangkur, bait ke-42)
Terjemahan:
seperti bertempur dalam peperangan/ sang Sangkuni dibuat
sibuk/jengkel di dalam hatinya/ orang sudah tua mencari
masalah/ ingin menikahi wanita cantik jelita/ sehingga menjadi
masalah/ sehingga ramai para raja// (pupuh pangkur, bait ke-42)
Cuplikan di atas menunjukkan keinginan yang berdasarkan
nafsu kemudian dituruti itu akan membuat masalah, bukan hanya
kepada diri sendiri tetapi juga orang sekitar. Seperti keinginan Drona
yang sudah tua tetapi mengharapkan istri yang cantik dan muda, yang
kemudian malah membuat suasana ricuh. Sebagai orang tua atau
sesepuh harusnya dapat menahan nafsunya dan menjadi tauladan yang
baik bagi generasi dibawahnya.
42
1.3 Lapis Objek
Lapis yang ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan, latar,
pelaku, dan dunia pengarang. Pelaku atau tokoh misalkan si aku. Latar
waktu contohnya malam terang bulan. Latar tempat seperti laut yang
terang (tidak berkabut), berangin kencang (angin buritan). Dunia
pengarang yang dimaksudkan adalah ceritanya, yang merupakan dunia
yang diciptakan oleh pengarang. Hal ini merupakan gabungan dan jalinan
antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur cerita
(alur). Lapis objek dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem diantara
lain sebagai berikut :
Pelaku atau tokoh yaitu Narayana dan Dewi Rukmini, salah
satunya dapat diambil dari kutipan berikut:
a. Kutipan:
// yata Raden Narayana / duk umulat solahira kang rayi /
ing driya wêlas kalangkung / miwah nandhang asmara /
dadya madêg samana suraning kalbu / dènirarsa nanggêl
lampah / angalap sang Dyah Rukmini // (Pupuh II Pangkur,
bait ke 12)
Terjemahan:
raden Narayana, ketika melihat tindakan adiknya, hatinya
merasa kasihan, dan juga jatuh cinta, menjadi tekad dalam
hatinya, dirinya memutuskan, menculik Dyah Rukmini.
(Pupuh II Pangkur, bait ke 12)
43
b. Kutipan:
// Dyah Rukmini wanudya linuwih / lantip ing pasêmon /
tajêm limpat nênggih graitané / susila rum parigêl ing kardi
/ wuwusé mrak ati / patitis ing tanduk // (pupuh III Mijil, bait
ke 22)
Terjemahan:
Dyah Rukmini wanita yang memiliki kelebihan, lantip cara
berpikirnya, tajam tanggap hatinya, kelakuannya penuh tata
karma, kata-katanya menyenangkan hati, tepat dalam
perbuatan. (pupuh III Mijil, bait ke 22)
Selain menyebutkan tokoh juga dijelaskan karakter dari tokoh
tersebut misal Raden Narayana dikatakan ketika melihat saudranya,
hatinya merasa kasihan, dan tengah jatuh cinta, mengebu-gebu perasannya,
ingin sekali memotong jalan untuk menculik sang Dyah Rukmini.
Narayana melihat apa yang terjadi pada saudaranya yaitu Dewi Rukmini
timbul rasa kasihan dan cinta mencerminkan Narayana sebagai pemuda
yang welas asih terhadap sesama, dan timbul keinginannya untuk
menolong walau pada akhirnya yang terlintas adalah ingin menculiknya.
c. Kutipan:
// kunèng gantya kang winilis / nênggih nagari Ngamarta /
Dyan Kunthi pinarêk mangké / lan putra sang Arya Parta /
déné piniji têngga / umèntar sing ngêndi kulup / têka daléya
ing karya // (pupuh VIII Asmaradana, bait ke 1)
44
Terjemahan:
berganti yang diceritakan yaitu Negara Ngamarta, Dewi
Kunti duduk di singgasana, dan putranya Arya Parta (Arjuna),
sedang melakukan tugas untuk menunggu negara, yang mana
anakku, sampai pada tugas. (pupuh VIII Asmaradana, bait ke
1)
Kutipan di atas menunjukkan salah satu objek yaitu tokoh di dalam
cerita. Tokoh tersebut adalah Dewi Kunti dan Arya Parta atau Arjuna.
Kutipan tersebut menunjukkan adegan yang dilakoni oleh Dewi Kunti dan
Arjuna di Negara Ngamarta sebagai latar tempat.
Latar juga dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
a. Kutipan:
// sinigêg wau lampahnya / samana jroning wanadri / ana
ditya sasomahan/ yèku rasêksa rasêksi / marma mangkya
kang margi / tan kambah janma asêrung / gawat kaliwat-
liwat / samana wau rasêksi / asasambat mring priya
aminta têdha //. (Pupuh V Pangkur, bait ke 20)
Terjemahan:
singkat cerita, begitulah yang ada di dalam hutan, ada
sepasang raksasa, yaitu rasaksa laki-laki dan rasaksa
perempuan, begiulah yang ada di jalan, tidak terjamah oleh
manusia, sangat berbahaya, ketika itu raksasa perempua,
45
mengeluh kepada laki-lakinya meminta makan. (Pupuh V
Pangkur, bait ke 20)
Latar tempat yang diutarakan adalah di dalam hutan, selain tempat
dalam kutipan di atas pengarang juga menunjukkan latar suasana di dalam
hutan seperti hutan sebagai tempat tinggal rasaksa maupun raseksi yang
ada di dalamnya tidak pernah terjamah manusia, keadaannya gawat
menyeramkan, rasaksi merintih pada suaminya meminta makan. Suasana
yang tergambar jelas dalam kutipan adalah bagaimana menyeramkannya
keadaan hutan yang akan dilewati Arjuna, sudah tidak pernah terjamah
manusia yang ada suara raseksi (raksaksa perempuan) yang terus-terusan
meminta makan pada suaminya.
b. Kutipan:
// agêtêr sasambatira / ing jro puri ana kang gigiris
/
rupa dudu rupanipun / lir ditya Sang Hyang Kala / saprabata
gêngira dahana murub /kagyat wau duk miyarsa / Dyan
Rukmara angèndhangi // (pupuh VI pangkur, bait ke 34)
Terjemahan:
bergetar tangisannya, di dalam puri yang menakutkan, rupa
bukan rupanya, seperti raksasa Bathara Kala, sebegitu besarnya
api menyala, kaget ketika melihat, Raden Rukmara yang
menyambangi. (pupuh VI pangkur, bait ke 34)
46
Kutipan di atas menunjukkan latar tempat dan latar suasana dimana
latar tempat adalah puri dan suasananya mencekam. Diceritakan suasana
dalam puri begitu menyeramkan karena adanya raksasa serupa dengan
Bathara Kala (Dewa Raksasa) besar menyala-nyala seperti api yang
membara membuat kaget yang melihat.
c. Kutipan:
// kunèng gantya kang winilis / nênggih nagari Ngamarta
/ Dyan Kunthi pinarêk mangké / lan putra sang Arya Parta /
déné piniji têngga / umèntar sing ngêndi kulup / têka daléya
ing karya // (pupuh VIII Asmaradana, bait 1)
Terjemahan:
berganti yang diceritakan yaitu Negara Ngamarta, Dewi
Kunti duduk di singgasana, dan putranya Arya Parta (Arjuna),
sedang melakukan tugas untuk menunggu negara, yang mana
anakku, sampai pada tugas. (pupuh VIII Asmaradana, bait 1)
Kutipan di atas menunjukkan latar tempat yaitu Negara Ngamarta,
dimana diceritakan bahwa yang ada disana adalah Dewi Kunti dan Arjuna
yang sedang menunggui kerajaan.
d. Kutipan:
//ingiring parêpat katri /datan winarna ing marga
/Kumbina kocap ing mangka/ sadangunya ngarsa-arsa /
47
marang Sang Dananjaya / samana pêpak pra ratu
/alênggah anèng pandhapa // (pupuh VIII Asmaradana, bait
ke 9)
Terjemahan:
menggiring seperempat malam, tanpa diduga di jalan,
Kumbina yang diceritakan, selamanya mengharap, kepada
Dananjaya, ketika itu lengkap para raja, duduk di pendhapa.
(pupuh VIII Asmaradana, bait ke 9)
Bait di atas menunjukkan latar waktu seperempat malam, dan juga
latar tempat di jalan dan di pendhapa kerajaan Kumbina.
Dunia pengarang merupakan cerita yang diungkap oleh pengarang.
Dunia pengarang dapat tercermin dalam berbagai aspek di intensitas
penghayatan pembaca seperti tema, amanat, karakter, alur, bahasa, ironi,
kekompleksan cerita, tokoh, keterlibatan emosi pembaca, dan imajiasi.
Tema dalam karya sastra ini dapat diambil dari kesimpulan setelah
membaca isi karya sastra. Tema karya sastra ini,diungkapkan repsonden
diantaranya seperti berikut:
Kutipan:
Dari segi tema ya, kalau menurut saya tema karya sastra yang
berjudul Kresna Kembang itu temanya itu lebih menitikberatkan
pada perjuangan dalam pencarian pasangan hidup seperti itu..
(Ghonimatul B, 19 April 2015)
48
Ghonimatul mengungkapkan tema dari karya sastra ini adalah
pencarian pasangan hidup antara Naryana dengan Dewi Rukmini.
Kutipan:
Tema di dalam karya sastra yang berjudul Serat Kresna Kembang
ini menceritakan tentang perjodohan. (Syafirilla Sari M, 19 April
2016)
Syarilla menyampaikan tema tentang perjodohan.
Kutipan:
Dari segi tema naskah yang berjudul Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem ini umumnya menggambarkan tentang percintaan
yaitu percintaan tentang Narayana atau Prabu Kresna dengan
Dewi Rukmini. (Purwanti, 15 April 2016).
Purwanti mengutarakan tema berupa percintaan.
Disimpulkan tema yang diangkat oleh pengarang dalam karya
sastranya antara lain berupa pencarian pasangan hidup, perjodohan,
dan percintaan.
Alur yang digunakan dalam karya sastra ini sama dengan alur
cerita pewayangan pada umumnya dengan menggunakan alur spiral
dimana suatu kejadian diceritakan berkelanjutan tetapi dikatakan
terjadi bersamaan, hal ini dibuktikan dengan penggunakan kata-kata
bergantilah yang diceritakan ataupun sementara itu. Kata-kata tersebut
menunjukkan bahwa kejadian itu berada dalam kurun waktu yang
hampis bersamaan tetapi diceritakan dalam kurun waktu yang
bekelanjutan.
49
Amanat utama dalam karya sastra ini tersurat dalam pupuh mijil
bait ke-11 dan ke-12, sebagai berikut:
Kutipan;
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh /
sajatining priya ing yêktiné / iya priya kang among ing èstri
/ kang bisa ngayomi / karya sukèng kalbu //. (pupuh mijil bait
ke-11)
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa mengarahkan
dan membimbing istrinya, mengayominya, dan membuat hati
istrinya senang. (pupuh mijil bait ke-11)
Kutipan:
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon /
marang priya anggusti patrabe / ora cidra kang suci ing galih /
gumati nlgadѐni / marang kakungipun //.(pupuh mijil bait ke-12)
Terjemahan:
sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti kepada
Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak berbeda dengan
baktinya kepada Tuhan YME, tidak berbohong dan suci hatinya,
serta perhatian terhadap suaminya. (pupuh mijil bait ke-12)
Ajaran ini memberikan penjelasan mengenai kwajiban antara laki-
laki dan perempuan dalam sebuah rumah tangga.
50
Pandangan pengarang lainnya juga tercermin dari aspek
penggunaan bahasa di mana bahasa yang digunakan adalah bahasa
tembang yang menyesuaikan dengan konversi tembang yang dipakai.
Kutipan:
Untuk bahasanya mungkin kebanyakan karya satra jawa memang
menyisipkan bahasa arkais yaitu sebuah diksi yang diperuntukkan
bagi karya satra agar menambah estetikanya. (Purwanti, 15 April
2016)
Penggunaan kata-kata arkais menurut Purwanti diperuntukkan
untuk menambah estetika suatu karya sastra
Untuk kekompleksan cerita dapat dilihat dari konflik-konfil yang
diangkat oleh pengarang seperti yang diungkapkan oleh Ghonimatul
berikut ini:
Kutipan:
Kalau menurut saya cerita ini kompleks mengapa? Konflik dalam
cerita tersebut, banyak konflik-konflik kecil yang muncul. Bagian
akhir ceritanya terselesaikan dengan baik sehingga menurut saya
sangat kompleks cerita tersebut. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Menurut Ghonimatul cerita ini kompleks dengan konflik-konflik
yang dimunculkan serta adanya penyelesaian cerita yang baik dari
pengarang.
Tokoh utama dalam naskah ini adalah Raden Narayana (Kresna)
dan Dewi Rukmini, karena naskah ini bentuk wayang maka ada beberapa
tokoh dengan nama lain seperti Narayana yaitu Kresna, Arjuna yang
51
disebut dengan Janaka atau Arya Parta. Informan masih tetap dapat
memahaminya dengan bantuan kamus dan juga terjemahan sinopsisnya.
Keterlibatan emosi pembaca juga menjadi dunia pengarang
tersendiri dimana pengarang mengemas cerita itu dan membuat pembaca
merasakan atau terbawa emosi. Pembaca memiliki keterbawaan emosi
sendiri-sendiri saat membaca, contohnya seperti berikut ini:
Kutipan:
Ya saya terbawa perasaan saat itu, si Narayana atau Kresna itu,
seolah-olah saya itu kalau melihat hal yang seperti itu saya juga ingin
melakukan seperti Narayana, melihat wanita yang cantik pintar tapi
kok dijodohkan sama orang tua yang dia itu nggak dicintai oleh
Rukmini gitu lho. Terus saya mikirnya kaya merasa ingin sekali, saya
itu seperti Narayana ya saya akan menjadi seperti dia, apa yang dia
lakukan. (Kusuma W, 20 April 2016)
Kusuma terbawa suasana atau lebih tepatnya terbawa emosi atau
perasaannya dengan apa yang dilakukan oleh tokoh Narayana di dalam
cerita.
Kutipan:
Iya saya ikut merasakan alurnya, seperti rasa sebal, kecewa, marah,
sedih, campur aduk pokoknya. (Anita Retno M, 18 Mei 2015)
Anita lebih terbawa pada alur cerita yang membuatnya merasakan
rasa sebal, kecewa, marah, dsb.
Ironi merupakan suatu yang berkebalikan dengan dugaan dari
pembaca. Biaasanya saat membaca pembaca akan menduga atau
memprediksi kisah selanjutnya, namun apa yang diduga tersebut ternyata
berbeda dengan yang ditampilkan pengarang maka saat itu pembaca
mendapatkan ironi di dalam karya sastra yang dibacanya. Berikut salah
52
satu contoh ironi dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem yang
dirasakan oleh pembaca:
Kutipan:
Naskah ini mengandung unsur ironi. Ada pemikiran bahawa akhir
cerita Rukmini menikah dengan Janaka, tetapi ternyata Narayana
yang saya pikir itu sudah meninggal itu kemudian hidup lagi dan bisa
menikah dengan Rukmini.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla menduga Rukmini akan menikah dengan Janaka di akhir
cerita tetapi nyatanya Narayana tidak meninggal dan menikah dengan
Rukmini. Hal ini merupakan salah satu bentuk ironi
Imajinasi juga merupakan salah satu dunia pengarang yang ada
dalam karya sastra. Sering kali pengarang mengimajinasikan sesuatu yang
sangat berbeda dengan apa yang ada di kehidupan pembaca. Bagaimana
pengarang memulai cerita menunjukkan konflik dan mengakhiri cerita
dengan imajinasinya menjadi salah satu daya tarik pembaca untuk
membaca karya sastra tersebut. Berikut penuturan salah satu pembaca
terhadap imajinasi yang ada dalam Serat Kresna Kembang waosan
Pakem:
Kutipan:
Cukup imajinatif karena ini kan cerita wayang, dan disitu banyak hal-
hal yang terkadang dalam kehidupan sehari-hari itu itu diluar nalar
tapi kan yang namanya wayang pasti disitu ada filosofinya tidak secra
langsung diungkapkan seperti itu.(Binti Nur K, 27 April 2016)
53
Binti menunjukkan bahwa karya sastra ini memiliki penggambaran
hal-hal di luar nalar dan tidak ada di kehidupan nyata, tetapi dalam wujud
kisah pewayangan hal-hal tersebut tentunya memiliki sebuah filosofi.
1.4 Lapis Dunia
Lapis dunia yang tak usah dinyatakan atau dikemukakan, tetapi
sudah implisit ada di dalam cerita sebagai berikut :
Jika dicermati lebih dalam naskah wayang Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem ini tidak hanya berisi tentang kisah perjodohan antara
Dewi Rukmini dengan Narayana (Kresna) saja tetapi juga ada beberapa
nilai lain misalkan:
a.) adanya hubungan antar negara seperti yang ada pada pupuh
Dhandhanggula bahwa Prabu Bismaka menyuruh Rukmara untuk
mengantarkan surat ke Ngamarta, Mandura, dan Lesanpura yang
kemudian diadakannya pertemuan membahas pernikahan Rukmini yang
entah kapan terselenggaranya karena mengajukan pertanyaan.
Kutipan:
nênggih Radyan Rukmara
/ nêmbé praptanipun / saking
dinuta ing rama / mring Ngamarta kinèn angulêm ulêmi /
Sang Prabu Yudhisthira // (pupuh dhandhanggula, bait ke-5)
Terjemahan:
Yaitu Raden Rukmara, baru saja datang setelah diutus
ayahnyake Ngamarta untuk memberikan undangan kepada
Prabu Yudhistira. (pupuh dhandhanggula, bait ke-5)
54
b.) ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon pada pupuh
mijil sebagai syarat yang diajukan Dewi Rukmini sebagai salah satu
bentuk nilai moral yang ada dalam karya sastra ini, tidak hanya ajarannya
saja yang sangat bermanfaat tetapi tindakan Rukmini ini juga
menunjukkan bahwa sebagai seorang wanita harus memiliki kriteria
tersendiri dalam menentukan pasangan.
Kutipan:
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh / sajatining
priya ing yêktiné / iya priya kang among ing èstri / kang bisa
ngayomi / karya sukèng kalbu //. (pupuh mijil bait ke-11)
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon /
marang priya anggusti patrabe / ora cidra kang suci ing galih /
gumati nlgadѐni / marang kakungipun //.(pupuh mijil bait ke-12)
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa mengarahkan
dan membimbing istrinya, mengayominya, dan membuat hati
istrinya senang. (pupuh mijil bait ke-11)
sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti kepada
Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak berbeda dengan
baktinya kepada Tuhan YME, tidak berbohong dan suci hatinya,
serta perhatian terhadap suaminya. (pupuh mijil bait ke-12)
Nilai moral lain yang disampaikan seperti saat Narayana
mengatakan kepada Dewi Rukmini jika telah mengajukan persyaratan
dan ada yang bisa menjawabnya siapapun itu harus menepati janjinya
untuk melayani atau mau dipersunting orang yang menjawab, ini
menunjukkan pada kita bahwa kita harus menepati janji yang diucapkan.
55
Kutipan:
// yèn sang rêsi ambatang tumuli / kumudu linakon / tan
amêksa iku salawasé / ing uripé jumênêng pribadi / walaka
mandhiri / lir suksma linuhung //( pupuh mijil bait ke 13)
Terjemahan:
Jika sang resi bisa menjawab, harus dijalani, tidak memaksa itu
selamanya, di hidupnya pribadi, jujur mandiri, seperti sukma
yang luhur. (pupuh mijil bait ke 13)
Tindakan Arjuna yang ketika bertemu dengan Kresna juga
menunjukkan nilai moral yang baik diman sebagai seorang ksatria dia
harus memenuhi janji yang telah dianggupinya, jika tidak cacatlah gelar
ksatria yang dimilikinya.
Kutipan:
// kalamun ulun sêdani / amba priyôngga kécalan / lamun
ulun ladosaké / nama wiring amba barang / amba katut
awirang / among tapa ngungun ulun / kadi / paran karsa
tuwan //
// dènè karsa anglampahi / alampah dhusta lir kumpra /
dènè satriya wataké / saking kondhênging tyas amba / kadi
paran ing mangkya / luhung kawula kang lampus èwêting
driya kawula //
// mangkana dupi miyarsi / Narayana aturira / ari makatên
aturé / nulya angrangkul karuna / pêgat-pêgat ngandika /
adhuh yayi ariningsun / satuhu satriya tama // (pupuh
asmaradana, bait ke 60-62)
Terjemahan:
Jika aku bunuh, aku sendiri yang kehilangan, jika aku lanjutkan,
namaku juga yang akan tercoreng, aku ikut malu, hanya berdoa
harapanku seperti apa keinginanmu
56
Jika bersedia menjalani, berlaku dusta, tetapi watak ksatriya
berdasarkan pemikiran yang matang, bagaimanapun saat ini,
lebih baik aku yang mati menjaga diriku sendiri
Begitu melihat adiknya seperti itu, Raden Narayana segera
merangkut dengan erat, sambil berkata, dhuh adikku, kau
memang ksatriya sejati. (pupuh asmaradana, bait ke 60-62)
1.5 Lapis Metafisis
Lapis kelima adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca
berkontemplasi/merenung. Berikut contoh lapis metafisis yang ada dalam
Serat Kresna Kembang Waosan Pakem:
a. Kutipan:
// tanpa rangu / kalihira wus sarujuk / kênthêl
ciptanira / sang kalih pratignyèng galih / labuh pati tan
mawi aringa-ringa // (pupuh IV Pocung, bait ke 27)
Terjemahan:
tanpa ragu, keduanya telah sepakat, kuat tekadnya, keduanya
teguh hatinya, rela mati tanpa takut. (pupuh IV Pocung, bait
ke 27)
Kutipan di atas menunjukkan lapis metafisis yang membuat kita
merenung tentang labuh pati atau rela mati tanpa takut. Bagaiman
seseorang rela menyerahkan nyawa demi orang yang dicintai.
b. Kutipan:
// datan nyana kakang sira sarèh arja / ingsun miyarsa
warti / lamun sira sirna / campuh lawan brahala / tan étung
57
ingsun labuhi / samangkya panggya / ing mau ana ngêndi //
(pupuh 7 Durma, bait ke 7)
Terjemahan:
tanpa terduga kakak engkau sabar, aku melihat berita, jika
kau tiada, bertarung dengan raksasa, tanpa berkikir aku
membela,sekarang juga bertemu, di mana tadi. (pupuh 7
Durma, bait ke 7)
Cuplikan bait di atas menunjukkan kita bagaimana seorang tanpa
takut membela saudaranya ketika mendengar saudaranya menderita
bahkan telah dikabarkan mati. Hal ini membuat kita merenung bagaimana
ikatan saudara itu penting, saudara yang menjaga kita, dan saudara pula
yang rela berkorban untuk kita.
Berdasarkan apa yang ditemukan penulis mengenai lapis bunyi, lapis arti,
lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem terdapat semua unsur itu di dalamnya. Unsur-unsur yang ada menunjukkan
bahwa karya sastra ini mampu memenuhi norma-norma puisi berdasarkan teori
Roman Ingarden.
2. Resepsi Pembaca Tentang Ajaran Sejatining Lanang lan Sejatining
Wadon
Kutipan:
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh / sajatining
priya ing yêktiné / iya priya kang among ing èstri / kang bisa
ngayomi / karya sukèng kalbu //
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon / marang
priya anggusti patrapé / ora cidra kang suci ing galih / gumati
ngladèni / marang kakungipun //(pupuh III mijil bait ke 11 dan 12)
58
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa mengarahkan dan
membimbing istrinya, mengayominya, dan membuat hati istrinya
senang. Lalu sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti
kepada Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak berbeda dengan
baktinya kepada Tuhan YME, tidak berbohong dan suci hatinya, serta
perhatian terhadap suaminya. (pupuh III mijil bait ke 11 dan 12)
Berikut ini penjabaran dari tugas atau kewajiban suami sejati yaitu:
a. Kutipan:
priya kang among ing èstri (pupuh III mijil bait ke 11)
Terjemahan:
Laki-laki yang membimbing perempuan. (pupuh III mijil bait ke 11)
Artinya suami yang dapat mendidik dan membimbing istri, pria
yang berperan sebagai seorang kepala rumah tangga bertugas
memberikan penjelasan dan pengarahan kepada sang istri dalam
membina kehidupan rumah tangga dan mengasuh anak-anaknya.
b. Kutipan:
priya kang bisa ngayomi (pupuh III mijil bait ke 11)
Terjemahan:
Laki-laki yang bisa mengayomi (pupuh III mijil bait ke 11)
Artinya suami yang dapat mengayomi istri. Dalam hal ini seorang
suami sebagi tempat perlindungan serta selalu menolong istrinya baik
dalam keadaan suka maupun duka.
59
c. Kutipan:
priya kang karya sukèng kalbu (pupuh III mijil bait ke 11)
Terjemahan:
Laki-laki yang bisa membuat hati senang (pupuh III mijil bait ke 11)
Artinya suami yang dapat menyenangkan hati istri. Seorang suami
harus dapat membahagiakan hati istri dengan menyayangi serta
mengasihi sang istri, serta membuat hatinya bersuka cita baik secara
moril maupun fisik. (Estuningsih, 2010)
Berikut ini penjabaran dari tugas atau kewajiban istri sejati yaitu:
a. Kutipan:
pawèstri kang bêkti Hyang Manon (pupuh III mijil bait ke 12)
Terjemahan:
Perempuan yang berbakti kepada Tuhan (pupuh III mijil
bait ke 12)
Artinya istri yang berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang
istri taat beribadah dan selalu memohon petunjuk kepada Tuhan YME
dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya, dengan melakukan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan agama dan
keyakinan yang dianut.
b. Kutipan
pawèstri kang bêkti marang priya anggusti patrapé (pupuh III
mijil bait ke 12)
60
Terjemahan:
Perempuan yang berbakti kepasa laki-laki (suami) seperti
layaknya Berbakti kepada Tuhan. (pupuh III mijil bait ke 11)
Artinya istri yang berbakti kepada sang suami, sama halnya ketika
seorang istri berbakti kepada Tuhan YME. Seorang istri harus
hormat dan memiliki sifat setia kepada sang suami, mematuhi dan
menaati perintahnya dalam bergai keadaan. Hal tersebut tidak ubahnya
dengan bakti seorang istri terhadap Tuhan YME.
c. Kutipan:
pawèstri ora cidra kang suci ing galih (pupuh III mijil bait
ke 11)
Terjemahan:
Perempuan tidak berbohong yang suci hatinya (pupuh III mijil
bait ke 11)
Artinya istri yang tidak berbohong, selalu jujur serta suci hatinya.
maksudnya seorang istri harus selalu tulus dan jujur dalam berbakti
kepada sang suami.
d. Kutipan:
pawèstri gumati ngladèni marang kakungipun (pupuh III mijil
bait ke 11)
Terjemahan:
Perempuan yang cekatan dalam melayani suaminya (pupuh III
mijil bait ke 11)
61
Artinya istri yang dapat merawat, memberikan perhatian serta dapat
melayani sang suami. Maksudnya seorang istri harus dapat
mengetahui bagaimana caranya merawat diri sendiri, suami, maupun
merawat anak-anaknya, dan selalu memperhatikan segala kebutuhan
suami dan anak-anaknya, serta mengetahui bagaimana caranya dapat
melayani suami baik secara moril maupun fisik. (Estuningsih,2010)
Ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon dalam karya sastra
Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini terdapat pada pupuh III berupa
tembang Mijil. Berikut ini disajikan data resepsi informan mengenai ajaran
sejatining lanang dan sejatining wadon :
Informan memiliki beragam pendapat mengenai ajaran sejatining
lanang dan sejatining wadon dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.
Berikut pendapat-pendapat informan tentang ajaran tersebut :
Kutipan:
Menurut saya perlu karena sekarang cowok eh pria sekarang tuh agak
tidak paham mengenai sejatining pria ya kalau dari cerita di atas kan
pria itu harus bisa menafkahi, melindungi, mengayomi, terus menjadi
panutan istri, dan sabar. Hal itu sangat perlu dicontoh oleh pria-priya
jaman sekarang karena pria jaman sekarang malah yang matre itu
bukan cewek tapi malah pria itu sendiri, cari cewek yang harus gini-
gini. Wanita sendiri ya seperti karya diataskan wanita itu memang
harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ketaatan itu, taatnya
kepada pria itu harus sesuai dengan sama seperti patuh kepada Tuhan
Yang Maha Esa, terus sabar dalam menghadapi suami tapi wanita itu
juga harus berani, menurut saya wanita itu juga harus berani. Berani
yang saya maksud adalah berani mengingatkan jika suami itu salah.
(Kharisma P., 13 April 2016)
Informan di atas berpendapat bahwa ajaran seperti ini perlu karena si
informan melihat realita banyak laki-laki yang menurutnya tidak paham
mengenai sejatinya laki-laki yang harus menafkahi, melindungi, mengayomi,
62
menjadi panutan istri, dan sabar. Secara langsung informan membeberkan apa
yang dianggapnya sebagai kwajiban seorang pria dalam berumah tangga.
Menurutnya keadaan saat ini tidak lagi wanita yang matre tetapi si prialah
yang matre dan terlalu menuntut kepada perempuan dalam berbagai bentuk.
Dapat disimpulkan informan dalam memahami ajaran ini, ia
cerminkan langsung dengan apa yang ada di masyarakat kemudian
membandingkannya. Selanjutnya penulis mengajukan pertanyaan tentang
bagamanakah laki-laki yang bisa membimbing dalam rumah tangga, berikut
jawaban Kharisma :
Kutipan:
Menurut saya lelaki yang bisa memberi rasa nyaman ya jadi kita tidak
khawatir seumpama kita bakal hidup sama dia nggak perlu khawatir
walaupun besok itu kita akan hidup susah tapi kan karena nyaman
jadi susah itu hilang. Kenyamanan dulu. (Kharisma , 13 April 2016)
Informan menyampaikan satu kriteria sederhani tentang laki-laki yang
menurutnya bisa mengayomi ialah laki-laki yang bisa memberi rasa nyaman,
mampu menghilangkan segala rasa khawatir ketika kita memutuskan untuk
dengan laki-laki itu. Menurutnya, bahkan ketika susah jika laki-laki mampu
memberi rasa nyaman, susah atau musibah yang dialami itu terasa ringan atau
hilang. Intinya kenyamanan yang menjadi prioritas utama.
Berbeda dengan Kharisma, informan berikutnya manjabarkan ajaran
sejatining lanang dan sejatining wadon berdasarkan dua perbedaan pendapat
63
yang ditemukannya dalam karya sastra, yaitu pendapat antara Pandhita Drona
dan Narayana.
Berikut tanggapan oleh Syafirilla :
Kalau mengomentari cerita yak an ada satu pertanyaan yang diajukan
oleh Dewi Rukmini. Apasih sejatinya lanang dan sejatinya wadon?
Terus kemudian dua orang menjawab yaitu Panditha Drona dan
Narayana. Nah Pandhita Drona itu menjawab seperti kayu jati,
ibaratnya kayu jati yang utuh dan yang memiliki lubang. Nah kemudian
untuk yang Narayana itu menjawab bahawa laki-laki itu harus ysng bisa
mengayomi, kemudian bisa menjaga seorang peremuan, nah untuk yang
untuk perempuan sendiri itu sejatinya perempuan adalah berbakti
kepada Tuhan dan juga kepada suaminya. Itu kalau menurut saya dua-
duanya itu benar, ya pendapatnya antara Pandhita Drona dan
Narayana tapi beda pendapat gitu lho. Kalau yang pendapatnya Drona
itu lebih ke fisik, mungkin penggambaran secar fisik dan realitas gitu.
Kalau yang pandangan jawaban Narayana itu lebih ke fisik lagi
melainkan sifat batiniyah seorang laki-laki dan perempuan seperti itu.
(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Pendapat Syafirilla, berdasarkan apa yang diperolehnya dari membaca
karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan pakem bahwa dua pendapat
antara Pandhita Drona dan Narayana itu sama-sama benar.
Tanggapan:
Kalau menurut saya mengarahkan dan membimbing istri itu lebih kepada
bagaimana dia itu bisa berperan dalam statusnya. Kan dalam kehidupan
ini, berumah tangga ya berarti, dalam kehidupan rumah tangga itu
seorang istri kemudian seorang suami itu memiliki perannya masing-
masing kemudian juga tugasnya masing-masing dan kwajibannya masing-
masing. (Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Menurut Syafirilla yang dinamakan dengan mengarahkan dan
membimbing itu lebih kepada peran dalam statusnya dalam kehidupan rumah
tangga dimana ada tugas dan kwajiban masing-masing anggota keluarga.
Pendapat berikutnya datang dari Siti Amanah sebagai berikut :
Sejatining lanang yang mampu menjadi imam yang baik mampu menuntun
istrinya juga selain itu bisa memenuhi lahir dan batin, sejatining wadon
64
mampu berbakti kepada suami itu seperti dia bakti pada Tuhan yang
dipaparkan disini selain itu juga sama bisa memenuhi kebutuhan lahir
dan batin. (Siti Amanah, 27 April 2016)
Berdasarkan Siti Amanah, sejatining lanang ialah imam yang baik
mampu menuntun istrinya dan juga bisa memberi nafkah lahir dan batin.
Sejatining wadon menurut Siti Amanah adalah wanita yang berbakti kepada
suami seperti berbakti kepada Tuhan dan bisa memenuhi kebutuhan lahir dan
batin keluarganya. Lebih lanjut informan mengatakan naskah ini perlu
disebarluaskan melihat kondisi sosial dan moral yang menurut informal dalam
tahap miris atau kritis.
Kutipan tanggapan Siti Amanah:
Ya perlu banget soalnya ya kondisi sekarang ini miris kondisi soasialnya,
moralnya seperti itu. (Siti Amanah, 27 April 2016)
Menanggapi tentang ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon
Purwanti memaparkan naskah ini berisikan bagaimana cara dan pentingnya
memiliki pendamping hidup dengan ajaran utama sejatining lanang dan
sejatining wadon. Ajaran yang sepengetahuannya telah dianggap kolot oleh
generasi muda saat ini padahal ajaran ini mengandung suatu kebenaran
bahwasannya seorang perempuan harus memenuhi kodratnya sebagai
pendamping laki-laki dalam artian menjadi seorang istri yang kepribadiannya
selalu menuruti keinginan suami dalam hal kebaikan, dan seorang laki-laki
harus bisa memberikan perlindungan, pengayoman, dan keadilan bagi seorang
istri. Fenomena sekarang banyak yang lebih mementingkan karir tetapi
informan berharap walaupun karir itu penting tetap mempunyai kwajiban
65
untuk mendidik anak, mengasuh anak, dan menjaga kepercayaan agar
keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.
Berikut tanggapan Purwanti:
Naskah ini memang mengisahkan tentang gimana sih cara dan pentingnya
memiliki pendamping hidup yang baik biar rumah tangganya romantis
dengan ajaran utamaya yaitu sejatining lanang dan sejatining wadon .
dalam budaya jawa sejak dahulu mungkin kalau generasi sekarang
menganggapnya ajaran itu kolot tetapi memang benar bahwa seorang
perempuan itu harusnya memenuhi kodratnya sebagai perempuan sebagai
pendamping laki-laki terutama seorang istri itu harusnya menuruti
keinginan laki-laki atau suaminya dalam hal kebaikan, dan seorang laki-
laki harus bisa memberikan perlindungan pengayoman dan keadilan bagi
seorang istri. Ya mungkin kalau sekarang jaman sekarang wanita karir
lebih penting tetapi ingat bahwa wanita karir sekalipun mempunyai
kwajiban untuk mendidik anaknya, mengasuh anaknya dan menjaga
kepercayaan suaminya agar rumah tangganya tetap berjalan
harmonis.(Purwanti, 15 April 2016)
Selaras dengan Purwanti, Nila Purwani juga mengatakan kwajiban
individu-indivdu dalam rumah tangga.
Berikut tanggapan yang diberikan Nila :
Kalau menurut saya, saya setuju dengan penjelasan tentang Narayana
mengenai sejatining lanang dan sejatining wadon itu karena memang
seperti itu kwajiban seorang istri selayaknya dalam rumah tangga ya
seperti itu dan begitu juga dengan seorang suami harus membimbing
dalam keluarga.(Nila Purwani, 20 April 2016)
Nila mengungkapkan bahwa penjabaran sejatining lanang dan
sejatining wadon sesuai yang diungkapkan Narayana merupakan kwajiban
seorang istri dan seorang suami dalam rumah tangga. Perilaku seorang istri
harusnya sesuai dengan apa yang ditulis dalam ajaran tersebut, begitu pula
seorang suami harus mampu membimbing keluarganya. Lebih lanjutnya
66
ketika diberi pertanyaan masih perlukah ajaran ini untuk dilestarikan,
jawabannya sebagai berikut :
Kutipan:
Kalau saya masih perlu ini karena memang ajarannya kan baguss jadi
kalau diterapkan pada era sekarangpun masih relevan masih sesuai,
mungkin juga karena memang banyak kasus-kasus yang ada dalam
keluarga mengenai perceraian dan sebagainya mungkin dengan ajaran-
ajaran seperti ini bisa untuk menimalisir konflik-konflik permasalahan
dalam rumah tangga. (Nila Purwani, 20 April 2016)
Menurutnya ajaran ini sangat perlu dilestarikan dan diterapkan,
melihat bagaimana saat ini banyak kasus-kasus rumah tanggaseerti perceraian
dan sebagainya. Ajaran ini dapat digunakan untuk mengurangi ataupun
mencegah terjadinya konflik rumah tangga dengan mengetahui bagaimana
individu-individu dalam rumah tangga itu bersikap.
Tanggapan Binti Nur K:
Kalau saya sangat setuju juga dengan apa yang disampaikan dalam
naskah Kresna Kembang karena dalam agamapun ajaran agama juga
disampaikan kalau laki-laki itu sebagai suami juga harus mengarahkan
dan membimbing istrinya, melindungi dan membuat istrinya senang nah
yang perempuan juga harus berbakti kepada Tuhan, berbakti kepada
suami dan harus bersih hatinya nah itukan apa istilahnya menurut saya
pribadi juga sangat-sangat bagus gitu lho dan ajaran agama pun di
kehidupan sehari-hari juga begitu. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Binti menganggap ajaran ini sesuai dengan ajararan agama yang
dianutnya, menurutnya laki-laki sebagai suami itu juga harus mengarahkan
dan membimbing istrinya, melindungi dan membuat istrinya senang. Begitu
pula dengan seorang perempuan juga harus berbakti kepada Tuhan, berbakti
kepada suami, dan harus bersih hatinya. Ajaran-ajaran seperti ini sangat bagus
apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
67
Kutipan:
Yang mengayomi ya yang seperti melindungi lah biasanya kan yang tidak
lepas dari tanggungjawabnya sebagaimana suami itu tanggung jawabnya
seperti apa, menafkahi lahir batin. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Binti menambahkan yang disebut dengan mengayomi itu seperti
melindungi dan tidak lepas dari tanggung jawab. Tanggung jawab suami itu
juga termasuk memberi nafkah lahir dan batin.
Selanjutnya adalah tanggapan dari Kusuma:
Menurut saya ini sangat bagus karena memberikan ajaran sejatining
lanang, bagaimanakah menjadi seorang laki-laki yang sesungguhnya dan
menjadi sejatining wadon juga menjadi wanita yang sesungguhnya itu
bagaimana. Sebagai laki-laki saya sangat setuju emang kwajiban laki-laki
harus menjadi imam yang baik untuk istrinya dan keluarganya, anak-
anaknya, dia itu harus menjadi pemimpin yang bagus atau yang baik dan
itu akan menjai suri tauladan bagi anak-anaknya. Jadi laki-laki itu harus
menjadi pemimpin keluarga itu yang adil, kalau dalam islam itu harus
yang sholeh, untuk shalatnya itu harus juga. Jadi pemimpin sesungguhnya
itu harus yang apa-apa itu serba yang baik.
Ya menurut saya tidak salah menjadi wanita karir tapi dia juga harus
ingat dia itu kodratnya adalah sebagai wanita dan nantinya harus menjai
ibu. Jadi dia itu harus seimbang antara mengurus karirnya dan mengurus
keluarganya karena memang kodratnya wanita itu nantinya akan menjadi
seorang ibu dan mengurus rumah tangga. Kalau pilihan dia menjadi
wanita karir itu juga tidak karena emang kan setelah terjadinya
emansipasi wanita kan wanita bisa bekerja, maksunya derajatnya sama
seperti laki-laki. Tapi wanita itu tidak bisa melawan kodratnya sebagai
seorang wanita itu sendiri an sebagai seorang ibu. Jadi kalau wanita
karir di juga harus mengimbangi bisa mengurus rumah tangganya dengan
baik seperti itu.
Menurut saya ini sangat bermanfaat sekali ya karya sastra ini,.
Contohnya Kresna Kembang ini kan karena emang untuk jaman sekarang
ini banyak terdapat kekerasan dalam rumah tangga karena emang nggak
tau tentang ajaran kalau mereka itu membaca ini pasti mereka tahu
bagaimana sejatinya seorang laki-laki itu harus bersikap bagaimana
menjadi seorang peminpin. Mungkin karena sudah tergerus jaman jadinya
banyak terpengaruh budaya-budaya luar akhirnya mereka itu menjadi
kekerasan rumah tangga seperti ini. Seharusnya emang kalau ingin
belajar itu membaca karya sastra lama. Terus kalau untuk perempuan
menurut saya itu seharusnya mereka juga tahu ya menjadi perempuan itu
68
bagaimana tapi kalau perempuan sekarang itukan kadang-kadang
melupakan kodratnya sebagai wanita, mereka malah sibuk bekerja
kadang-kadang anaknya itu udah kaya terlantar nggak diurusin, nggak
banyak diawasin orang tua, jarang mendiik anak kadang-kadang malah
anaknya itu diberikan kepada babysitter atau dititipkan neneknya seperti
itu. Mereka itu sibuk dengan pekerjaan dan mereka itu melupakan sebagai
seorang istri jadinya menurut saya sebaiknya generasi sekarang itu
marilah kita membaca karya sastra Jawa karena karya sastra Jawa
banyak sekali mengandung ajaran-ajaran norma-norma untuk kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari. (Kusuma Wardana, 20 April 2016)
Kusuma memberi penjelasan tentang sejatining lanang dan sejatining
wadon lebih pada ajaran ini dikaitkan dengan kwajiban dalam rumah tangga.
Suami atau laki-laki dianggap harus menjadi pemimpin yang baik sesuai
dengan ajaran agama yang diyakini. Kusuma juga merelevansikan apa yang
ada di dalam naskah dengan kehidupan nyata dimana banyak fenomena-
fenomena rumah tangga yang terjadi, misalkan wanita karir yang kadang
meninggalkan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, pengaruh budaya luar yang
menyebabkan adanya kekerasaan, kesibukan orang tua yang membuat
anaknya tidak terurus kehidupannya.
Sejalan dengan Binti, Anita Retno juga menjabarkan sejatining lanang
dan sejatining wadon melihat dari ajaran agama yang dianutnya.
Berikut pemaparan dari Anita :
Seperti yang saya ungkapkan tadi, seorang suami itu harus mengarahkan
dan membimbing istrinya apalagi mengayomi dan yang paling penting itu
membuat istrinya senang. Kalau saya berlandaskan islam jadi kalau
mengarahkan dan membimbing itu mungkin dari segi keagamaan dia
dapat membimbing kita untuk jadi lebih baik, kemudian melaksanakan
shalat, pokoknya yang berhubungan dengan yang berhubungan dengan
Tuhan. Kalau mengayomi dia bisa memberikan rasa aman untuk kita.
Kalau konsep suami istri itu biasanya workshop, suami yang work kita
yang shopping.(Anita Retno M, 18 Mei 2016)
69
Informan di atas mengungkapkan sejatining lanang dan sejatining
wadon apa yang seperti diungkapkan dalam karya sastra Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem. Berdasarkan pada keyakinan yang dianutnya, yang
disebut dengan mengarahkan dan membimbing itu dapat membimbing kita
menjadi lebih baik, melaksanakan kwajiban agama dan yang berhubungan
dengan Tuhan. Kriteria mengayomi menurutnya bisa memberikan rasa aman
untuk kita, konsep suami istri yang diinginkannya ialah suami yang bekerja
untuk kebutuhan rumah tangganya dan istri membelanjakan hasil kerja suami
untuk keperluan rumah tangganya, yang artinya adanya tanggung jawab dari
kedua belah pihak.
Anita juga menjelasakan istri yang baik dalam rumah tangga seperti
berbakti kepada Tuhan itu sebagai hasil bimbingan atau pengarahan dari
suami, tidak berbohong berusaha terbuka, suci hatinya, hamper sama dengan
suami hanya saja dalam kapasitas yang berbeda.
Berikut apa yang diungkapkan Anita Retno:
Kalau untuk sejatinya perempuan istri yang berbakti kepada Tuhan itu
hasil dari bimbingan atau pengarahan dari suami tadi sehingga menjadi
istri yang berbakti kepada suami layaknya berbakti kepada Tuhan
kemudian tidak berbohong, suci hati, perhatian, hampir sama cuma
porsinya yang berbeda.Saya sangat setuju dengan apa yang diutarakan
dalam naskah dan sangat perlu untuk dishare, soalnya kurang kan
nasihat-nasihat jaman dulu dilupakan jadi adanya naskah ini serat ini,
dan adanya nasehat yang ada disini juga perlu dipublikasikan ke
masyarakat luas supaya dapat menjadi pelajaran bagi mereka yang akan
berumah tangga ataupun yang sudah berumah tangga. (Anita Retno, 18
Mei 2016)
Anita menambahkan apa yang ada ada di dalam naskah ini perlu
dibagikan kepada masyarakat luas karena di masyarakat pepatah-pepatah
70
jaman dulu masih sering dilupakan dan dengan di publisasikan ke masyarakat
dapat menjadi pelajaran untuk mereka yang akan atau telah berumah tangga.
Pendapat selanjutnya datang dari Veris Doni yang menjelaskan sejatining
lanang dan sejatining wadon berdasarkan dua persepektif yaitu sebagai
pasangan suami istri dan muda-mudi.
Berikut tanggapan Veris Doni:
Menurut saya sejatining lanang sejatining wadon ini ya apa itu seperti
kalau keluarga sejatining lanang juga harus memimpin keluarga dengan
baik kemudian menasehatinya dengan baik, tidak keras kepala sendiri
sebagai kepala keluarga. Contohnya kemudian membimbing anaknya
pada saat shalat, pada saat mengaji, sinau, belajar diingatkanlah
dibimbinglah, diajaklah. Ajak dengan halus bagaimana caranya supaya
anaknya, istrinya itu kejalan yang baik. Oh, ini nggak baik harusnya gini
tetapi mengingatkan dengan bahasa yang sopan dan yang santun.
Sejatining lanang ya seperti itu menurut saya, dan sebagai kepala
keluarga ya harus menafkahi. Sejatining lanang untuk para pemuda
itukan harusnya banyak mencari ilmu dan bertindak yang baik, kalau
dijaman dulu kana da istilah sapa nandur bakal ngunduh. Kalau
pemudanya sekarang baik-baik insyaalah ke depannya akan ngunduh atau
akan menuai hasilnya juga, baik nanti walaupun sekarang belum nampak
insyaallah nanti pas saat keluarga pas saat itu insyaallah hasilnya akan
datang sendiri.(Veris Doni L, 13 Mei 2016)
Sejatining lanang menurut Veris Doni dalam konteks keluaraga atau
suami harus bisa memimpin keluarga dengan baik, memberikan nasehat-
nasehat yang baik, tidak keras kepala ketika masalah menghampiri rumah
tangganya. Hal lain yang harus dilakukan suami sebagai kepala keluarga
seperti membimbing anaknya melaksanakan kwajiban agama, mengajaknya
secara halus, mengingatkan dengan bahasa yang sopan apa yang harus
dilakukan anggota keluarganya., selain itu juga harus memberi nafkah.
Sejatining lanang untuk konteks remaja harusnya menjadi pemuda yang
banyak menuntut ilmu dan bertindak baik dimana kebaikan itu akan dituai
71
hasilnya nanti ketika dia berumah tangga, mungkin tidak saat itu juga manfaat
atau timbal baliknya ada tapi mungkin pada masa-masa selanjutnya.
Kutipan:
Untuk sejatining wadon untuk perempuan. Perempuan itu kan sebagai
kalau keluarga kan pasangan yang harus bisa mensuport, bisa memberi,
saling kepada keluarga saling memberi ya masukan, memberi bimbingan
kepada anaknya. Sejatining wadon itu kan harus bagaimana ya? Kalau
wadon itu harusnya ya seperti orang perempuan yang harus sopan santun
gitulah intinya. (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
Untuk sejatining wadon, perempuan dalam keluarga itu sebagai
pasangan suami harus bisa memberi dukungan, saling memberi masukan,
saling memberi bimbingan kepada anak. Sejatining wadon ya seorang
perempuan itu harus bertingkah sopan dan santun. Selanjutnya Informan 9
memberikan ulasan perlunya ajaran ini.
Berikut kutipan pendapat dari Veris Doni:
Perlu, karena apa? Banyak malah anak-anak muda sekarang itu
kan sejatining lanang sejatining wadon itukan hilang karena globalisasi
masuk budaya-budaya luar. Budaya-budaya luar masuk sehingga
memasuki sejatine orang Indonesia, kan orangnya baik-baik, sopan
santun masuk budaya luarcontoh minuman, contoh kenakalan remaja,
tawuran itukan budaya luar yang masuk kedalam di negara ini, harusnya
itu kita perlu disampaikn kepada kalangan-kalangan muda. Perlu juga
tingkatan SD, tingkatan SMP perlu diberkan suatu eskstra atau tambahan
pelajaran atau waktu yang mengangkat nilai-nilai moral, nilai-nilai sopan
santun, nilai-nilai kebaikan sehingga nanti pertumbuhan, perkembangan
anak itu oh dia baik terhadap sesama manusia , orang tuanya, baik
terhadap ibunya. Itu kan perlu juga di SD dan SMP dikasihkan suatu
tambahan waktu mengenai pendidikan tentang moral karena moral
sekarang menurun. (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
Ajaran ini dianggap perlu karena Veris Doni melihat banyak anak-
anak muda saat ini hilang kepribadiannya karena arus globalisasi dimana
masuknya budaya-budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia. Contoh-contoh dampak negatif dari globalisasi disampaikan oleh
72
Veris adalah kenakalan remaja seperti tawuran. Perlu juga di tingat pendidikan
dasar dan pendidikan menengah diberi tambahan pelajaran tentang nilai-nilai
moral, nilai-nilai sopan santun, dan nilai-nilai kebaikan. Hal ini perlu
dilakukan agar perkembangan menjadi pribadi yang baik kepada sesama dan
orang tuanya dan melihat menurunnya moral generasi muda saat ini.
Tanggapan terakhir dari Ghonimatul Badriyah yang mengatakan sebagai
berikut:
Menurut saya perlu dilestarikan. Mengapa? Karena kita kan sudah
melihat bahwa di era sekarang banyak orang yang tidak mengetahui
tentang wayang, bahasa wayang, dan juga kurang minat kalau ada pesta
rakyat wayangan kaya di UNS sendiri itu. Jadi kita perlu mengembangkan
bagaimana menambah daya tarik bagaimana wayang tersebut bisa
menjadi nilai plus masyarakat dan semuanya juga menyukainya.Menurut
saya yang sejatining lanang dan sejatining wadon itu saya sependapat
dengan Kresna. Mengapa? Karena sebagai seorang laki-laki yang akan
mempersunting perempuan harus memiliki apa ya membimbing istri,
mengayomi, dan juga tanggung jawab kepada istrinya, nah itu perlulah
sesuai dengan keadaan sekarang juga. Nah yang dari seginya istri, sisi
perempuan itu harus manut kepada laki-laki sesuai dengan ajaran islam.
(Ghonimatul B, 19 April 2016)
Menurut Ghonimatul karya sastra ini perlu dilestarikan mengingat
sudah berkurangnya masyarakat yang mengetahui tentang wayang, bahkan di
kampus UNS yang berada di Surakarta sebagai pusat budaya Jawa pesta
rakyat wayangan masih kurang diminati. Untuk sejatining lanang dan
sejatining wadon informan 10 sependapat dengan apa yang dijelaskan oleh
Narayana dalam karya sastra. Sebagai laki-lakiyang akan mempersunting
wanita harus bisa membimbing, mengayomi, dan tanggung jawab, dan itu
sangat perlu dilakukan. Seorang perempuan juga harus patuh kepada laki-laki
yang menjadi suaminya.
73
Berdasarkan pengumpulan data melalui wawancara diperoleh penilaian
terhadap informan yang menangkap ajaran tentang sejatining lanang dan
sejatining wadon dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.
3. Intensitas Penghayatan
Intensitas penghayatan pembaca terhadap Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem karya Jayasuwignya ini meliputi tema, kondisi sosial, relevansi konflik,
bahasa, amanat, karakter, tokoh yang terdiri atas tokoh utama dan tokoh
protagonis, aktualisasi tokoh utama, keterlibatan emosi pembaca, makna,
imajinasi, ironi dan ketegangan cerita. Pembahasan bagian ini juga ditambah
dengan norma penilaian responden terhadap keseluruhan cerita.
3.1 Tema
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wawancara terhadap
10 responden dari mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2012 dan 2013
ditemukan tema yang berbeda-beda. Berdasarkan wawancara 4 responden
mengatakan tema dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini adalah
percitaan, 2 lainnya mengatakan temanya berupa perjodohan, 1 responden
mengatakan tema dalam karya sastra ini berupa percintaan atau pernikahan,
1 orang responden lagi mengungkapkan tema berupa keteguhan hati dalam
mempertahankan keinginan, 1 responden mengatakan tema berupa
percintaaan dan perjuangan , dan 1 orang responden menjelaskan bahwa
tema dari karya sastra yang dibacanya adalah perjuangan pencarian
pasangan hidup. Berikut pemaparan dari beberapa informan mengenai
tema dalam karya sastra Serat kresna Kembang Waosan Pakem ini :
Kutipan Tanggapan Syafirilla Sari:
74
Tema di dalam karya sastra yang berjudul Serat Kresna Kembang ini
menceritakan tentang perjodohan. Tema itu saya berpikiran
perjodohan karena cerita itu mengandung perbedaan pendapat antara
keinginan orang tua, anak, dan hati nurani yang ada pada anaknya
sehingga tema tersebut masih relevan dengan jaman sekarang.
(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Informan di atas mengutarakan bahwa tema dalam Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem ini adalah perjodohan dimana ada pertentangan
dari anak yang akan dijodohkan sehingga membuat tema itu masih relevan
dengan lingkungan kehidupan saat ini, dimana jarang sekali anak mau
dijodohkan oleh orang tuanya.
Tanggapan selanjutnya dari Purwanti, berikut kutipannya:
Dari segi tema naskah yang berjudul Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem ini umumnya menggambarkan tentang percintaan yaitu
percintaan tentang Narayana atau Prabu Kresna dengan Dewi
Rukmini yang pada saat itu Prabu Kresna ini sudah beristrikan
Jembawati. Dalam serat ini atau cerita ini Dewi Rukmini sebagai
tokoh utamanya dan Dewi Jembawati sebagai tokoh protagonis, lalu
kenapa temanya percintaan, mungkin tema percintaan ini popular ya
dalam karya sastra Jawa dan topiknya tentang cara mendapatkan
kebahagiaan dalam menjalani cinta dalam kehidupan sehari-hari
dalam berumah tangga. (Purwanti, 15 April 2016)
Menurut penulis informan di atas mengutarakan tema dalam karya
sastra ini adalah percintaan seseorang dengan orang yang telah beristri
(antara Dewi rukmini dengan Narayana yang telah beristrikan Dewi
Jembawati). Tema yang seperti ini popular di masyarakat dimana topiknya
berupa cara mendapatkan kebahagiaan dalam mengarungi hidup berumah
tangga.
Tanggapan berbeda diutarakan oleh Binti, berikut ini :
Saya sih temanya setelah membaca Serat Kresna Kembang itu
menunjukkan kepada kita semacam keteguhan hati. Jadikan si Dyah
Rukmini itu dijodohkan tetapi dia tidak mau nah tapi dia itu istilahnya
75
mencari cara untuk mempertahankan keinginannya itu. Sebagai
manusia jugakan dia ingin bahagia dengan pilihannya sendiri.
Temanya ya cukup menarik tetapi itu tadi penyampaiannya kurang
bisa memahami. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Informan di atas memberikan tema lain yaitu keteguhan hati
dimana disitu seorang dewi Rukmini mempertahankan keinginannya
karena dia juga ingin bahagia dengan pilihannya sendiri. Ditangkap dari
pendapat tersebut bahwasannya kita harus memperjuankan apa yang kita
anggap benar dan itulah jalan kebahgiaan yang ingin ditempuh. Tema
tersebut dianggap menarik walaupun informan sendiri menganggap kurang
bisa memahami penyampaiannya.
Kutipan pernyataan Veris Doni:
Temanya kalo gak salah percintaan atau pernikahan Rukmini yang
dijodohkan dengan pemuda atau distilahkanlah pemuda atau laki-laki
pilihannya bapaknya yaitu Bismaka. (Veris Doni, 13 Mei 2016)
Veris Doni memberi gambaran tema sedikit bingung antara
percintaan atau pernikahan namun jika dilihat dari alasannya temanya
lebih merujuk pada perjodohan yang dilakukan oleh ayah Rukmini yaitu
Prabu Bismaka.
Kutipan:
Dari segi tema ya, kalau menurut saya tema karya sastra yang
berjudul Kresna Kembang itu temanya itu lebih menitikberatkan pada
perjuangan dalam pencarian pasangan hidup seperti itu. Mengapa
demikian? Ini itu merupakan tema yang sangat menarik karena untuk
pencarian pasangan hidup haruslah sesuai dengan harapan dan dapat
menjadi pemimpin, pengayom, serta menentramkan jiwa pasangan
apabila syarat-syarat untuk menjadi pasangan hidup seperti itu yang
tadi itu terpenuhi dengan segala kelebihannya nah itu akan muncullah
76
kebahagiaan yang akan dicapai dalam hidupnya seperti itu.
(Ghonimatul B, 19 April 2016)
Melihat apa yang diungkapkan oleh informan di atas informan
menunjukkan kriteria-kriteria yang sesuai dari ajaran sejatining lanang
yang berupa laki-laki harus menjadi pemimpi, pengayom serta
menentramkan jiwa pasangan di dalam kehidupan rumah tangga yang
akan dijalani oleh tokoh dalam cerita.
Berdasarkan hasil wawancara, tema-tema yang ditemukan oleh
informan kemudian diresepsi kembali oleh penulis untuk mengetahui
tertarik atau tidaknya informan tema yang ada dalam Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem. Berdasarkan dari hasil wawancara 8 informan
mengatakan tema itu menarik tetapi 1 informan mengatakan tidak menarik.
1 informan lainnya tidak berkomentar tentang ketertarikannya.
Kutipan tanggapan Kharisma:
Karya sastra ini menurut saya menarik karena dari temanya sendiri
kan perjodohan, dilingkungan kita sendiri kan banyak tuh anak yang
harus anak yang dijodohin sama orang tuanya pokoknya perjodohan
itu sesuai karakter orang tuanya itu, menarik kok. (Kharisma P, 13
April 2016)
Informan di atas berpendapat bahwa Serat Kresna Kembang itu
menarik dan menghubungkannya dengan realitas yang ada di
kehidupannya, dimana ia melihat banyak anak yang dijodohkan oleh orang
tuanya agar mendapatkan kriteria pasangan hidup yang sesuai dengan
kehendak orang tuanya.
77
Tanggapan berikutnya dari Siti Amanah, berikut kutipannya:
Ya menurut saya sulit ya mbk mbulet-mbulet gak paham, tentang kisah
percintaan dan perjuanggan, nggak, ceritanya mbulet. (Siti Amanah,
27 April 2016)
Informan 3 mengutarakan bahwa karya sastra Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem ini tidak menarik karena sulit untuk dipahami
dan tidak begitu jelas dengan tema kisah percintaan dan perjuangan ini
tidak menarik menurutnya.
Berbeda dengan Siti Amanah, Nila Purwani mengutarakan bahwa
karya sastra ini menarik dari segi temanya.
Kutipan pernyataan Nila:
Kalau menurut saya tema dari karya sastra Kresna Kembang ini
menarik, menurut saya temanya percintaan dan hal seperti ini seperti
hal percintaan itu merupakan bahasan yang tidak akan pernah habis
untuk dibahas atau diperbincangkan. (Nila Purwani, 20 April 2016)
Informan di atas mengungkapakan ketertarikannya berdasarkan
ceritanya yang berisi tentang kisah percintaan dan menurut informan dunia
percintaan dengan segala apa yang ada didalamnya menjadi sebuah bahsan
yang selalu dan akan terus menjadi perbincangan hangat.
Senada dengan Nila, Kusuma dan Anita juga mengungkapkan
ketertarikannya berdasarkan tema yang diusung dalam karya sastra,
menurutnya temanya adalah percintaan. Kusuma juga menganggap tema
78
percintaan masih menjadi hal yang hangat dan menarik untuk
diperbincangkan.
Berikut tanggapan dari Kusuma:
Temanya itu menarik yak arena tema percintaan itu masih banyak
menarik pembaca soalnya kan cinta itu masil menjadi hal yang hangat
dan menarik untuk diperbincangkan, tak akan pernah orang bosan
membahas percintaan.(Kusuma W, 20 April 2016)
Tanggapan lainnya datang dari Anita sebagai berikut:
Temanya saya pikir percintaan ya soalnya disini banyak dibubuhi
intrik-intrik yang berhubungan dengan perjodohan kemudian
pernikahan, perkawinan, ada adegan yang katanya itu bermesraan
jadi saya pikir temanya percintaan, emm sangat menarik apalagi
cinta anak muda. (Anita Retno, 18 Mei 2016)
Ada perbedaan dari Anita yakni Anita lebih menyoroti isi di dalam
karya sastra dimana percintaan yang dipenuhi intrik-intrik seperti
perjodohan, pernikahan, bermesraan, dan sebagai seorang remaja tema
yang diusung berupa percintaan ini sangat menarik terutama percintaan di
kalangan anak muda.
Tanggapan lain datang dari Binti, berikut tanggapannya :
Sebenarnya menarik sih mbk, tapi saya sendiri kan pengetahuan
wayang itu masih terbatas juga, jadi untuk memahami itu lebih sulit,
tetapi kalau kita udah masuk keceritanya itu ajarannya itu sangat
bagus mungkin butuh lebih banyak apa istilahnya? Lebih banyak
membaca lagi kayak gitu. Cukup menarik ya cuma ya itu tadi
penyampaiannya kurang bisa memahami. (Binti Nur K, 27 April 2016)
79
Ketertarikan Binti lebih kepada ajaran yang ada dalam karya sastra.
Binti merasa tidak terlalu memahami karena penyampaiannya dalam
bentuk cerita wayang sebab pengetahuan wayang yang dimilikinya
terbatas sehingga untuk memahami karya sastra ini sedikit sulit. Dari yang
disampaikan Binti menunjukkan bahwa tidak semua orang yang berada
atau tumbuh di budaya Jawa tahu akan kisah pewayangan yang menjadi
cerita khas atau warisan budaya nenek moyangnya.
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh informan-informan di atas
dapat disimpulkan bahwa tema dalam karya sastra ini adalah percintaan,
perjodohan, dan perjuangan pencarian pasangan hidup. Tema tersebut
menarik karena apa yang dibahas di dalamnya diminati banyak orang
serta ajaran yang ada di dalamnya jika diterapkan dalam kehidupan
sangatlah berguna.
3.2 Kondisi sosial
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wawancara dapat
diperoleh hasil resepsi informan atau pembaca mengenai kondisi sosial
dalam karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini. Dari 10
informan sebagian besar menyatakan bahwa tidak memiliki kedekatan
dengan kondisi sosial dalam karya satra ini. 4 informan mengtakan tidak, 3
informan mengatakan tidak mengalami tetapi ada dilingkungannya, 2
informan mengatakan ya, dan 1 informan tidak berkomentar mengenai
kondisi sosial dalam karya sastra ini. Berikut tanggapan-tanggapan dari
informan mengenai kondisi sosial yang ada dalam karya sastra Serat
Krena Kembang Waosan Pakem :
80
Kutipan tanggapan Syafirilla:
Kondisi sosial tidak. Untuk perjodohan ada walaupun bukan saya
yang mengalami tetapi untuk sama dengan naskah ini belum
pernah terjadi.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengatakan kondisi sosial yang ada dalam karya sastra
ini tidak memiliki kedekatan dengan kehidupannya. Untuk hal perjodohan
seperti yang ada dalam karya sastra itu terjadi meskipun bukan dia yang
mengalami tetapi untuk sama persis kasusnya seperti yang terjadi dalam
karya sastra sepengetahuannya belum pernah terjadi. Informan lainnya
yang mengatakan tidak adalah Siti Amanah, Nila Purwani dan Binti Nur K.
Siti Amanah hanya mengatakan tidak tanpa memberi penjelasan apapun
dati pernyataannya.
Kutipan:
Nggak.(Siti Amanah, 27 April 2016)
Berbeda dari Siti Amanah, Nila mengungkapkan seperti Kharisma
dimana sepengetahuannya kondisi sosial yang ada dalam karya sastra tidak
ada atau belum pernah terjadi dalam kehidupannya.
Berikut tanggapan Nila :
Dari kondisi sosial yang tercermin dalam Serat Kresna Kembang ini
tidak ada atau belum pernah terjadi dalam kehidupan saya. (Nila
Purwani, 20 April 2016)
81
Sama seperti informan sebelumnya Binti juga mengatakan tidak
memiliki kedekatan dengan kondisi sosial yang tercermin dalam karya
sastra.
Kutipan:
Untuk sekarang mungkin sih tidak karena berbeda ya mbk, karena
sekarang itu udah jaman udah beda. Jadi untuk orang tua sama anak
itu mungkin tidak ada unsur kawin paksa, dijodohkan itu mungkin
kalaupun ada ya jarang. Kan kalau untuk urusan seperti inipun bisa
dikomunikasikan lagi, jadi tidak terlalu melihat seperti itu. (Binti Nur
K, 27 April 2016 )
Binti mengatakan berdasarkan apa yang ia ketahui bahwa jaman
sekarang itu sudah berbeda, antara orang tua dan anak itu tidak ada lagi
yang namanya kawin paksa, kalapun ada yang dijodohkan itu jarang. Binti
menambahkan untuk urusan seperti itu bisa diperbincangkan atau
didiskusikan, tidak seperti yang ada dalam karya sastra.
Informan lainnya yang menyatakan kondisi sosial ini berdekatan
dengan kehidupannya adalah Purwanti dan Kusuma.
Berikut adalah kutipan tanggapan dari Purwanti :
Hal ini sesuai dengan kondisi sosial saya yang berlatar belakang
jawa. (Purwanti, 15 April 2016)
Singkat adalah kata yang tepat untuk menggambarkan penjelasan
Purwanti, menurutnya kondisi sosial karya sastra sesuai dengan
kehidupannya yang berlatar belakang budaya Jawa. Untuk Kusuma sedikit
lebih banyak memberikan penjabaran tentang kondisi sosial yang
berdekatan dengan kehidupannya.
82
Berikut ini tanggapan dari Kusuma:
Ya kalau kondisi sosial masih banyak ya terdapat. Di tempat saya itu
masih ada perjodohan, maksudnya kalau masih ada anak yang kalu
mereka itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya, jadi mereka itu kaya
mencari pasangan itu agak terlambat jadi orang tuanya itu ikut
campur dan akhirnya mencarikan jodoh seperti itu karena kebanyakan
masyarakat di tempat saya itu kan wanita karir jadi ya mereka ada
yang banyak dijodohkan dengan orang tuanya. (Kusuma W, 20 April
2016)
Kedekatan kondisi sosial yang dialami oleh Kusuma bukan berasal
dari pengalamannya pribadi melainkan dia melihat apa yang terjadi di
lingkungan sekitarnya, dia merasa kondisi sosial ini dekat karena dia
tinggal di lingkungan itu. Salah satu bentuk kedekatan itu berupa
banyaknya wanita yang mngejar karir sehingga terlambat menikah
kemudian dijodohkan oleh orang tuanya.
Anita mengatakan kalau kondisi sosial dalam karya sastra ini tidak
dekat dengan dirinya tetapi memberikan alasan yang hampir sama dengan
Kusuma dengan melihat apa yang ada di lingkungannya ada kondisi sosial
yang sama yaitu perjodohan dan bermesraan di tempat umum.
Berikut ini adalah kutipan penjelasan dari Anita:
Kalau dari saya sendiri belum ada, tetapi orang-orang di sekitar
mungkin banyak misalnya perjodohan kemudian bermesraan di tempat
umum sebelum menjadi pasangan suami istri seperti itu.(Anita Retno
M, 18 Mei 2016)
Seperti Anita, Veris Doni dan Ghonimatul juga menyatakan hal
yang sama, dimana kondisi sosial yang ada pada karya sastra tidak secara
langsung dialaminya tetapi terjadi di lingkungan sekitarnya dengan
83
persektif yang berbeda. Di bawah ini pemaparan dan pernyataan dari Veris
Doni dan Ghonimatul.
Kutipan pernyataan Veris Doni:
Kalau dilingkungan saya itu belum, saya Cuma cerita-cerita dari
orang tua itu ada tapi saya belum menjumpai pada saat saya besar ini.
Belum menjumpai kenyataannnya orang ini dijodohkan dengan orang
ini tetapi orang ini tidak mau tetapi harus dijodohkan, itu belum saya
ketahui. Tetapi cerita-cerita di jaman dahulu, jaman orang tua saya,
simbah saya itu pernah ada, apalagi laki-laki yang mempunyai istri 2
istri 3 itu ada. (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
Veris Doni mengatakan kondisi sosial yang ada pada naskah itu
menurut cerita dari orang tua maupun sesepuh keluarganya ada.
Kenyataannya ada orang yang dijodohkan namun menolak perjodohan itu.
Laki-laki yang mempunyai istri 2 ataupun 3 juga ada. Sementara itu,
Ghonimatul mengatakan ada kedekatan tetapi dalam latar yang berbeda.
Pencarian pasangan hidup itu ada tepai untuk peperangan dan kasta-kasta
itu tidak ada.
Kutipan tanggapan Ghonimatul:
Memiliki kedekakatan akan tetapi gimana ya? Beda settingan, kalau
dalam cerita itu settingnya dalam kerajaan-kerajaan akan tetapi
dalam kehidupan nyata itu, benar ada pencarian pasangan hidup
bagaimana caranya, akan tetapi berbeda tidak ada peperangan, tidak
ada perjodohan juga kasta-kasta yang seperti ada dalam karya sastra
tersebut. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Berdasarkan apa yang disampaikan informan-informan di atas
kondisi sosial dalam karya sastra ini tidak semuanya ada di lingkungan
pembaca. Hanya beberapa saja yang sama seperti perjodohan,
percintaan, perjuangan. Tetapi bentuk perjuangan sampai adanya
84
perang, kehidupan kerajaan itu tidak ada dalam kondisi sosial pembaca.
Kalaupun ada yang hampir sama tetap memiliki perbedaan setting.
3.3 Relevansi konflik
Berdasarkan data wawancara yang dilakukan dengan informan,
karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem masih dianggap ada
relevansinya dengan kehidupan saat ini. Berikut beberapa tanggapan
beberapa informan tentang relevansi konflik Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem dengan keadaan saat ini :
Tanggapan pertama dari Syafirilla yang menyatakan konfliknya
masih relevan alsannya dalam kehidupan pasti selalu ada halangan,
rintangan, dan masalah. Jika dalam karya sastra ada raksasa sebagai slah
satu bentuk halangannya, maka relevansinya untuk saat ini bukan raksasa
sebenarnya tetapi manusia yang memiliki watak seperti raksasa.
Berikut yang diungkapkan oleh Syafirilla :
Dalam kehidupan pasti ada halangan, rintangan kemudian juga
masalah tetapi tidak berupa raksasa tetapi bentuk manusia yang
sifatnya seperti raksasa.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Purwanti menanggapi lebih berdasar pada amanatnya. Berikut
tanggapannya :
Ada dalam budaya jawa itu memang ditekankan untuk seorang istri
untuk mematuhi perintah suami dengan amanat utama yang ada pada
karya sastra ini. (Purwanti, 15 April 2016)
85
Menurut Purwanti, relevansi konflik dalam karya sastra ini lebih
pada relevansi amanatnya, baik dulu maupun sekarang seorang istri itu
dituntut untuk mematuhi perintah suami.
Berbeda dengan sebelumnya menurut Nila, konflik yang diangkat
relevan karena sebagian pasti pernah dialami oleh orang-orang. Jika
disimpulkan Nila ini melihat apa yang terjadi dalam karya sastra
merupakan cerminan yang dialami oleh banyak orang.
Berikut komentar dari Nila Purwani:
Ya menurut saya masih relevan karena sebagian hal tersebut pernah
dialami oleh kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari.(Nila
Purwani, 27 April 2016)
Bagi Kusuma konflik yang diangkat juga masih relevan setelah
melihat apa yang ada di lingkungan sekitarnya contohnya teman-temannya
sesama mahasiswa yang lebih meminta untuk dijodohkan setelah pusing
memikirkan skripsi, ada juga yang menolak walaupun memikirkan karir
tetap ingin mencari pasangan hidupnya sendiri tanpa lewat perjodohan.
Disimpulkan Kusuma ini menangkap konflik-konflik yang terjadi di
sekitarnya dan membandingkannya dengan apa yang ada dalam karya
sastra.
Berikut kutipan tanggapan dari Kusuma:
Kalau untuk relevansi konflik ada ya di lingkungan saya, tetapi itu
khususnya pada teman-teman saya contohnya kalangan
mahasiswawalaupun bercanda tapi kan kadang mereka pusing
memikirkan skripsi, karena mereka pusing akhirnya mereka jodohkan
saja kepada siapa. Jadinya masih ada sih terus di masyarakat juga
mereka kadang-kadang dijodohkan nggak mau, walaupun mereka itu
wanita karis tapi kalau dijodohkan tetap mereka itu nggak mau,
86
pinginnya mencari sendiri walaupun disibukkan menjadi wanita
karir.(Kusuma W, 20 April 2016)
Anita menganggap beberapa part saja yang masih relevan. Di
bawah ini pendapat dari Anita:
Mungkin masih Cuma di beberapa bagian saja, tidak semua part-part
relevan seperti itu. Perjodohan masis, terus adegan saling membunuh
nggak, peperangan juga nggak.(Anita Retno M, 18 Mei 2016)
Bentuk relevansi yang diungkapkan Anita yang masih sesuai
dengan kehidupan saat ini adalah perjodohan, sedangkan untuk saling
membunuh ataupun peperangan di dalam cerita sudah tidak relevan
dengan saat ini. Ghonimatul juga menjelaskan bahwa masih ada relevansi
konflik dengan masa sekarang.
Berikut tanggapan yang diberikan oleh Ghonimatul:
Kalau relevansi itu sangat ada dalam kehidupan sekarang karena
cerita itu secara sepintas kan temanya pencarian pasangan hidup, itu
kan pasti semua orang kan mencari pasangan hidup dan harus ideal
sesuai dengan keinginan. Dan juga yang kedua relevansinya adalah
perjuangan dalam pencapaian tujuan, nah dalam perjuangan
kehidupan dalam mencari pasangan hidup kita membutuhkan
pengorbanan sudah kita lakukan akan mencapai tujuan. (Ghonimatul
B, 19 April 2016)
Berdasarkan apa yang diungkapkan informan 10 relevansi
konfiknya yaitu proses pencarian pasangan hidup yang pasti dilakukan
oleh semua orang, dimana yang akan dicari adalah pasangan yang ideal
sesuai keinginan. Selain itu, relevansi lainnya berupa perjuangan untuk
mencapai tujuan, terutama perjuangan untuk mencari pasangan hidup.
87
1.4 Bahasa
Berdasarkan data penelitian yang terkumpul, unsur bahasa yang
dinilai berdasarkan pada mudah atau sulitnya bahasa dalam karya sastra
Serat Kresna Kembang Waosan Pakem diperoleh data sebagai berikut: 7
informan mengatakan bahasanya sulit dipahami berdasrkan tingkat
kesulitan tertentu, 2 informan memberikan tanggapan lain, dan 1 informan
menganggap bahasa dalam karya sastra ini mudah untuk dipahami. Berikut
sajian data berupa tanggapan dari informan untuk bahasa dalam Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem:
Kutipan tanggapan Syafirilla:
Bahasanya lumayan sulit karena bahasa yang digunakan ada
percampuran bahasa kuna yang tidak digunakan dalam keseharian
masyarakat hanya dipakai pada konteks estetika satra, misal
pertunjukan wayang, mantra upacara adat, dan sebagainya.(Syafirilla
Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengatakan bahasa dalam karya ssatra ini lumayan sulit
karena menggunakan bahasa campuran bahasa jawa kuna yang tidak
digunakan dalam keseharian. Konteks penggunaan bahasa yang seperti ini
biasanya hanya untuk estetika sastra terutama seperti pertunjukkan wayang
dan mantra upacara adat. informan lainnya yaitu Siti Amanah menganggap
bahasa dalam karya sastra ini sedikit sulit dipahami.
Berikui ini alasan yang diberikan oleh Siti Amanah:
Sedikit sulit sih kan bahasanya bahasa tembang ya bahasa sastra tapi
ya masih bisa dipahami. (Siti Amanah, 27 April 2016)
88
Siti Amanah mengalami kesulitan memahami bahasa dalam karya
sastra ini dikarenakan bahasanya merupakan bahasa tembang, meskipun
demikian Amanah masih bisa memahaminya. Jika dilihat Siti Amanah ini
juga mulai menyinggung bentuk dari karya satra yang tentunya
mempunyai ciri penggunaan bahasa tersendiri dari karya sastra lain.
Selanjutnya Kharisma mengatkan bentuk bahasa yang berbeda dari
informan sebelumnya.
Berikut ini ucapan dari Kharisma:
Bahasanya, saya sendiri kan kurang paham jawa klasik. Jadi kan
kalau menggunakan terjemahan atau trasletenya itu saya sedikit
paham, jadi lebih menarik kalau ada terjemahan bahasa jawanya
sendiri. (Kharisma P, 13 April 2016)
Kharisma menyimpulkan penggunaan bahasa dalam karya sastra
ini adalah bahasa jawa klasik, yang mana bahsa jawa seperti ini kurang
dipahami oleh informan. Untuk membaca karya sastra ini Kharisma sangat
membutuhkan terjemahan dan juga kamus bahasa jawa. Tanggapan yang
berbeda juga diberikan oleh Purwanti yang menganggap bahwa bahasa
dalam karya sastra Jawa seperti ini sudah lazim menggunakan bahasa
arkais untuk menambah estetikanya.
Tanggapan dari Purwanti dapat dilihat di bawah ini:
Untuk bahasanya mungkin kebanyakan karya satra jawa
memang menyisipkan bahasa arkais yaitu sebuah diksi yang
diperuntukkan bagi karya satra agar menambah estetikanya.
(Purwanti, 15 April 2016)
89
Tingkat pemahaman bahasa cukup sulit dialami oleh Nila Purwani
dan Binti Nur K, alasannya sama dengan Siti Amanah yakni teks yang
berbentuk tembang memiliki diksi tersendiri.
Berikut apa yang diutarakan oleh Nila Purwani:
Kalau menurut saya cukup sulit karena bahasa dalam teks berbentuk
puisi atau tembang sehingga ada diksi yang sulit dipahami.(Nila
Purwani, 20 April 2016)
Selanjutnya adalah tanggapan dari Binti Nur K:
Kurang bisa memahami kalau saya, karena inikan bentuknya tembang
saya tidak paham. Jadi saya membaca terjemahnnya untuk bisa
memahami lagi. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Binti secara terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak paham
dengan tembang dan untuk memahaminya perlu terjemahan. Lain halnya
bagi Kusuma bahasanya agak sulit dipahami karena menggunakan bahasa
Jawa kuna.
Berikut apa yang dikatakan Kusuma:
Agak sulit ya soalnya kan menggunakan bahasa jawa kuna, terus
bahasa jawa kuna itu sulit, kalau nggak mempelajari dulu nggak bakal
tahu artinya itu apa. Jadi ya sulit untuk dipahami.(Kusuma W, 20
April 2016)
Kusuma juga mengatakan untuk memahami bahasa dalam karya
sastra ini terlebiha dahulu harus mempelajari bahasa jawa kuna, kalu
belum mempelajari ya tidak bisa.
90
Tanggapan Anita:
Nggak. Saya harus baca dari bausastra jawa atau dari kata-kata, oh
ini maksudnya apa sih, ini maksudnya apa seperti itu. (Anita Retno M,
18 Mei 2016)
Informan di atas tidak bisa memahami dan membutuhkan bausastra
jawa (kamus bahasa jawa) untuk mengerti maksud dari kata yang tertulis
di dalam karya sastra. Berikutnya Veris mengungkapkan bahasanya
kurang dapat dipahami jika hanya sekali dibaca tetapi jika sering membaca
akan cepat memahami, selain itu dalam pewayangan biasanya tokoh-
tokohnya tidak hanya memiliki satu nama sehingga harus sering membaca
untuk mengetahui itu.
Di bawah ini pendapat dari Veris Doni:
Bahasanya itu kalau dibaca sekali itu pemahamannya ya gak kurang
cepat paham, tapi kalau sering-sering membaca insyaallah cepat
paham dan karena pada tokoh-tokohnya itukan nama-namanya itu
banyak contohnya kaya Pandhita Drona diganti sama pandhita
Sokalima kalau nggak sering-sering membaca banyakannya lupa. Jadi
intinya yang tercantum di dalam kisahnya itu kalau nggak sering-
sering membaca artinya, akan lupa. (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
Berbeda dari informan-informan lain, informan 10
mengungkapkan secara pribadi bahwa mudah mengerti dan paham
mengenai bahasa yang ada dalam karya sastra Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem, berikut alasan yang diberikan oleh Ghonimatul:
Kalau saya pribadi mudah mengerti dan paham seperti itu
mengapa?karena saya kan pernah mempelajari bahasa kuna sehingga
pelajaran bahasa kuna tersebut bisa membantu pemahaman dan
pengartian karya sastra dan mungkin bagi orang yang awam dan
belum pernah belajar bahasa kuna masih memerlukan terjemahan
untuk memahami karya sastra tersebut. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
91
Informan Ghonimatul mengatakan mudah mengerti dan paham
karena dia pernah mempelajari bahasa kuna dan dari itulah membantu
pemahamannya terhadap karya sastra ini yang bagi orang-orang awam
sulit dipahami dan memerlukan terjemahan untuk pemahamannya.
1.5 Amanat
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari wawancara kepada
informan ditemukan amanat-amanat dari sudut pandang yang berbeda dari
setiap informan. Informan mengatakan amanat dapat ditangkap dengan
baik karena ada yang tersurat dan untuk mencari amanat tersiratnya dapat
diambil dari jalan ceritanya. 3 informan menyimpulkan ajaran sejatining
lanang dan sejatining wadon yang ada dalam cerita sebagai amanatnya,
sedangkan sisanya menyimpulkan secara berbeda. Melalui tanggapan yang
berbeda-beda itu dapat disimpulkan amanat yang terkandung dalam Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem sebagai berikut:
a. Ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon yang
mengungkapkan bahawa kwajiban suami dan kwajiban istri
yang tertera pada pupuh mijil bait ke 11 dan 12, sebgai berikut:
Kutipan pupuh mijil bait ke 11 dan 12:
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh /
sajatining priya ing yêktiné / iya priya kang among ing
èstri / kang bisa ngayomi / karya sukèng kalbu //. (pupuh
mijil bait ke-11)
92
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa
mengarahkan dan membimbing istrinya, mengayominya, dan
membuat hati istrinya senang. (pupuh Mijil bait ke-11)
Kutipan:
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon /
marang priya anggusti patrabe / ora cidra kang suci ing
galih / gumati nlgadѐni / marang kakungipun //. (pupuh
Mijil bait ke-12)
Terjemahan:
sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti
kepada Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak
berbeda dengan baktinya kepada Tuhan YME, tidak
berbohong dan suci hatinya, serta perhatian terhadap
suaminya. (pupuh Mijil bait ke-12)
b. Perlu mengetahui bibit, bebet, dan bobot yang jelas untuk
menentukan masa depan, seperti yang diucapkan Kharisma
Pratidina berikut ini:
Kutipan:
kita perlu adanya bibit, bebet, bobot dalam menentukan
masa depan, sehingga, pada karya sastra itu kan
memberikan pertanyaan pada suami mengenai sejatinya
lelaki dan sejatinya wanita, jawaban dari pertanyaan itu
akan mencerminkan sifat atau intelektual dari sang
penjawab(Kharismma P, 13 April 2016)
93
c. Ketika memilih atau menjatuhkan pilihan harus berserah diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan harus berbakti kepada orang
tua dan saudara tua seperti yang diungkapkan oleh Syafirilla
Yang pertama itu, seorang manusia itu dalam memilih,
dalam menjatuhkan pilihannya harus berserah diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kemudian juga kita itu berdoa
meminta pertolongan kepada Tuhan yang Maha Esa.
Kemudian yang kedua itu kepada orang tua harus berbakti
seperti apa yang dilakukan Rukmini kepada ayahnya. Terus
yang ketiga berbakti kepada saudara yang lebih tua karena
yang dilakukan saudara yang lebih tua itu pastinya yang
terbaik untuk adik-adiknya. (Syafirilla Sari M, 19 April
2016)
d. Harus menepati janji yang diucapkan.
Terdapat pada kutipan berikut:
Kutipan:
// yèn sang rêsi ambatang tumuli / kumudu linakon /
tan amêksa iku salawasé / ing uripé jumênêng pribadi /
walaka mandhiri / lir suksma linuhung // (pupuh mijil bait
ke 13)
Terjemahan:
Jika sang resi bisa menjawab, harus dijalani, tidak memaksa
itu selamanya, di hidupnya pribadi, jujur mandiri, seperti
sukma yang luhur. (pupuh mijil bait ke 13)
e. Tanggung jawab, kesetiaan, perjuangan, dan pengorbanan
adalah nilai-nilai yang ada dalam kehidupan sehari-hari seperti
yang diungkapkan Nila Purwani berikut ini:
94
Kutipan:
menyampaikan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari
misalnya seperti tanggung jawab, kesetiaan, perjuangan
dan pengorbanan seperti yang dilakukan Kresna. (Nila
Purwani, 20 April 2016)
f. Antara anak dan orang tua harus saling memahami, seperti
yang diungkapkan Binti Nur K berikut ini:
yang pertama, antara orang tua sama anak itu harus saling
memahami (Binti Nur K, 27 April 2016)
g. Jika menyukai seseorang hendaknya diungkapkan secara baik-
baik, seperti yang diungkapkan oleh Siti Amanah sebagai
berikut:
Amanatnya ya jika suka dengan seseorang hendaknya
disampaikan dengan baik tidak dengan cara kasar dengan
menculik gitu, semua itu memang butuh perjuangan (Siti
Amanah, 27 April 2016)
h. Jangan merendahkan dan menganggap remeh kemampuan
orang lain, usaha maksimal akan menghasilkan apa yang
diharapkan, perjuangan selalu membutuhkan pengorbanan,
pernikahan harus dilandasi dengan rasa sayang, seperti apa
yang diungkapkan oleh Ghonimatul berikut ini:
pertama jangan merendahkan dan menganggap remeh
kemampuan orang lain. Yang kedua usaha maksimal akan
menghasilkan harapan yang diinginkan, yang ketiga
95
perjuangan membutuhkan pengorbanan, dan yang terakhir
pernikahan harus dilandaskan rasa sayang. (Ghonimatul B,
19 April 2016)
Tanggapan-tanggapan dari informan mengenai amanat dalam karya
sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem antara lain sebgai berikut :
Tanggapan dari Purwanti:
Di dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini juga ada
amanat yang disampaikan melalui pemilihan kata-katanya
langsung di dalam teksnya itu. Ada . Amanat utamanya yaitu
sejatining lanang dan sejatining wadon. Jadi, seorang wanita itu
sudah kodratnya menuruti apa kata laki-laki yang konteksnya
dalam cerita ini adalah suami. Tapi seorang suami itu memerintah
istrinya bukan untuk dijadikan budak ataupun wanita yang bisa
diperlakukan seenaknya tetapi juga harus adil dan mengayomi
supaya kehidupan rumah tangganya dapat berjalan harmonis.
Kalau dalam kehidupan rumah tangga kan saya belum berumah
tangga jadi ya belum bisa merasakan manfaat dari karya sastra ini,
tetapi melihat dari kehidupan-kehidupan rumah tangga yang
harmonis itu biasanya memang seorang istri harusnya patuh pada
perintah suami dalam hal kebaikan. (Purwanti, 15 April 2016)
Purwanti menyampaikan amanat dalam karya sastra ini adalah
ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon. Sebagai contoh sudah
kodrat seorang wanita menuruti apa yang dikatakan suami, suami juga
harus mengayomi istrinya agar kehidupan rumah tangga berjalan harmonis.
Lebih lanjutnya Purwanti belum bisa merasakan manfaat dari amanat ini
karena belum berumah tangga, sebagai tambahan perintah yang harus
dipatuhi adalah perintah dalam hal kebaikan.
Senada dengan Purwanti, Kusuma juga mengungkapkan ajaran
sejatining lanang dan sejatining wadon sebagai amanat tersurat dalam
karya sastra.
96
Berikut ini pemaparan yang disampaikan oleh Kusuma:
Amanatnya banyak ya ada yang disampaikan secara tersurat juga ada
secara tersirat. Tersuratnya itu tentang ajaran pertanyaan yang
diajukan Rukmini tentang sejatinya wong lanang dan sejatinya wong
wadon, itukan pertanyaan bagaimana sejatinya laki-laki dan sejatinya
perempuan. Kalau amanat tersirat itu seperti Rukmini kan
memberikan persyaratan kalau menjadi suaminya itu harus bisa
menjawabpertanyaan, lha yang bisa menjawab itu Narayana atau
Kresna berarti dia harus menepati janjinya.(Kusuma W, 20 April
2016)
Berdasarkan pemahaman Kusuma selain amanat tersurat berupa
ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon, juga ada amanat tersurat
ketika Rukmini mengajukan persyaratan itu sudah selayaknya dia
menepatinya, dan Rukmini benar-benar menepatinya dengan memilih
Krena sebagai pendamping hidupnya.
Selanjutnya tanggapan yang seirama juga dibeberkan Anita:
Amanatnya tersampaikan, seperti yang diutarakan keinginan Rukmini
terkait dengan pertanyaan sejatining lanang dan sejatining wadon.
Saya kira ini sesuai dengan keadaan saat ini. Misalnya sejatinya
orang laki-laki yang diutarakan Narayana adalah suami yang bisa
mengarahkan dan membimbing istrinya, mengayomi dan membuat
hati istrinya senang. Sejatinya seorang perempuan adalah istri yang
berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbakti kepada suami tidak
berbeda dengan baktinya kepadaTuhan Yang Maha Esa, tidak
berbohong, suci hatinya, terus perhatian terhadap suami, namun
disini yang saya tidaka sukai Rukmini merasa lega dan berbahagia
kemudian mereka bermesraan layaknya suami istri padahal mereka
belum menikah.(Anita Retno M, 18 Mei 2016)
Tidak hanya amanat yang disampaikan dalam ajaran sejatining
lanang dan sejatining wadon, Anita juga menyoroti tindakan tokoh yang
seharusnya tidak dilakukan ketika belum sah menjadi suami istri berupa
kegiatan bermesraan.
97
Tanggapan yang berbeda muncul dari Nila yang meringkas
amanatnya berdasrkan apa yang telah dibacanya.
Berikut tanggapan yang diberikan oleh Nila:
Kalau dari amanat Kresna Kembang cukup baik menurut saya karena
hal ini dapat menyampaikan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari
misalnya seperti tanggung jawab, kesetiaan, perjuangan dan
pengorbanan seperti yang dilakukan Kresna. (Nila Purwani, 20 April
2016)
Singkat dan jelas bahwa Nila berharap pembaca dapat mencontoh
Kresna dalam kehidupan sehari-hari seperti sikap tanggung jawab, setia,
perjuangan, dan juga pengorbananya.
Kharisma lebih memandang amanat yang ada dalam karya sastra
berdasarkan pada fungsinya sesuai dengan kehidupan sekarang dan dapat
digunakan untuk menentukan masa depan. Bibit, bebet, dan bobot itu perlu
dipertimbangkan, selain itu jawaban dari pertanyaan juga memcerminkan
intelektual dari orang yang menjawab tersebut.
Berikut apa yang diungkapkan Kharisma:
Untuk amanat, amanat ini bagus karena kan sesuai dengan apa ya,
sesuai dengan keadaan pada masa sekarang. Jadi kita tuh, amanatnya
bisa untuk menentukan masa depan kita gitu lho. Kita itu perlu adanya
bibit, bebet, dan bobot dalam menentukan masa depan sehingga pada
karya sastra itu kan memberikan pertanyaan pada suami mengenai
sejatining lelaki dan sejatining wanita. Lha itu tuh jawaban dari
pertanyaan itu tuh akan mencerminkan apa namanya ya mbk?
Mencerminkan sifat atau intelektual dari sang penjawab itu sendiri,
makanya perlu, amanat itu sangat bagus. (Kharisma P, 13 April 2016)
98
Tanggapan berbeda diutarakan oleh Siti Amanah sebagai berikut:
Cukup. Amanatnya ya jika suka dengan seseorang hendaknya
disampaikan dengan baik tidak dengan cara kasar dengan menculik
gitu, semua itu memang butuh perjuangan. Ya ada manfaatnya. (Siti
Amanah, 27 April 2016)
Menurut Siti Amanah yang diharapkannya dari karya sastra ini
pembaca menyimpulkan bahwa jika menyukai seseorang harus
disampaikan atau diutaraka secara baik-baiktidak dengan cara kasar
dengan menculik karena semua itu butuh perjuangan. Selanjutnya Binti
mengatakan butuh memahami berulang –ulang untuk menangkap amanat
yang ada dalam karya sastra.
Hal ini dapat diketahui dari pernyataan dari Binti sebagai berikut:
Ya bisa tapi ya itu butuh memahami berulang-ulang lagi. Amanat
yang saya dapat dari Kresna Kembang itu kayak : yang pertama,
antara orang tua sama anak itu harus saling memahami begitu lho,
nah jadi keinginan orang tua seperti apa, keinginan anak itu seperti
apa jadi kan sekarang itu kan tidak ada jarak gitu lho mbk. Kemudian
kalau kita punya keinginan itu ya sebisa mungkin ya kita mencoba
usahakan tapi ya dengan cara yang baik. Ya bermanfaat karena setiap
karya sastra itu kana da sesuatu yang disampaikan itu pasti ada hal
baik yang bisa diambil dari cerita tersebut. (Binti Nur K, 27 April
2016)
Binti menanggapi bahwa amanat dalam karya sastra ini adalah
antara orang tua dan anak harus saling memahami, lalu jika kita memiliki
keingian sebisa mungkin berusaha untuk mendapatkannya. Amanat ini
bermanfaat menurut Binti karena setiap karya sastra yang disampaikan
pasti ada hal baik yang bisa diambil darinya.
99
Hampir selaras dengan Binti, Ghonimatul juga menyinggung tentang
perlunya usaha untuk mencapai tujuan, yang disampaikan sebagai berikut:
Ya tersampaikan dengan baik dalam karya sastra. Dan menurut saya
dalam karya sastra tersebut antara lain yang pertama jangan
merendahkan dan menganggap remeh kemampuan orang lain. Yang
kedua usaha maksimal akan menghasilkan harapan yang diinginkan,
yang ketiga perjuangan membutuhkan pengorbanan, dan yang
terakhir pernikahan harus dilandaskan rasa sayang. Dalam tokoh itu
ada secara implisit ada ini saya kerucutkan sebagai berikut atau
sebagai tadi. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Ghonimatul mengemukakan empat amanat yang ada dalam karya
sastra yaitu: jangan merendahkan dan menganggap remeh kemampuan
orang lain, usaha maksimal akan menghasilkan harapan yang diinginkan,
perjuangan membutuhkan pengorbanan, pernikahan harus dilandaskan
rasa sayang. Amanat ini diperoleh dari hasil simpulan pembaca dari jalan
cerita karya sastra yang dibacanya. Sama halnya dengan Ghonimatul,
Syafirilla juga memberikan banyak simpulan sebagai amanat dari karya
sastra yang dibacanya.
Berikut yang diungkapkan oleh Syafirilla:
Karena amanat yang disampaikan melalui cerita relevan dengan
kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan bagaimana cara
seorang perempuan memutuskan suatu pilihan untuk kehidupan masa
depannya. Yang pertama itu, seorang manusia itu dalam memilih,
dalam menjatuhkan pilihannya harus berserah diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa, kemudian juga kita itu berdoa meminta pertolongan
kepada Tuhan yang Maha Esa. Kemudian yang kedua itu kepada
orang tua harus berbakti seperti apa yang dilakukan Rukmini kepada
ayahnya. Terus yang ketiga berbakti kepada saudara yang lebih tua
karena yang dilakukan saudara yang lebih tua itu pastinya yang
terbaik untuk adik-adiknya. Kemudian yang keempat itu menepati janji
yang sudah diucapkan.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla memahami amanatnya dari cerita yang disampaikan itu
relevan dengan kehidupan sekarang. Amanat dari informan 2 terdiri atas:
100
ketika memilih atau menjatuhkan pilihan harus berserah diri kepada Tuhan
dengan ters berdoa, harus berbakti kepada orang tua dan saudara tua, dan
yang terakhir harus menepati janji. Ulasan tentang amanat yang terakhir
dipaparkan oleh Veris Doni, menurutnya orang tua harusnya merestui dan
mendoakan yang terbaik atas jodoh yang dipilih oleh anaknya,bukan
memaksanya untuk menikah dengan orang yang tidak disukai anak nanti
akan menyebabkan anak itu membantah orang tuanya.
Berikut pemaparan dari Veris Doni:
Amanatnya kan pada jaman dahulu kan banyak raja-raja, raja-raja itu
kan kemungkinan sebagai pokok utama, siapa yang menentang pasti
aka nada sangsinya, ada hukumannya, walaupun yang melaksanakan
itu ya nggak enak hainya untuk melaksanakannya. Menurut saya
amanat ini ambil yang positifnya ajayang enaknya aja seumpama ini
kan perjodohan kiranya putinya sudah mempunyai calon ya sebagai
orang tua ya sebagai sesepuh cuma merestui dan mendoakannya saja
semoga putrinya mendapat jodoh ini dengan baik, berkeluarga dengan
baik, mendapat anak yang baik gitu aja kalu menerpkan seperti jaman
raja ya kemungkinan banyak nanti putri-putrinya tau anak-anaknya
itu akan apa maksudnya nggak suka sama orang tuanya, akan
membantah seperti itu kalau menurut saya. (Veris Doni L, 13 Mei
2016)
Veris Doni dinilai lebih memberikan masukan-masukan kepada
masyarakat dalam hubungan antara anak dan orang tua. Orang tua
dianggap sebagai sesepuh diharapkan mampu mendukung keinginan
baik anaknya, dan berdoa untuk kebahagiaan anak dengan apa yang
dipilih anaknya.
1.6 Kekompleksan Cerita
Hasil pengumpulan data melalui wawancara mengenai
kekompleksan cerita wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem dapat
disimpulkan bahwa 7 responden mengatakan bahwa cerita ini kompleks, 2
101
responden mengatakan cerita ini sederhana, sedangkan 1 lainnya
mengatakan ceritanya rumit. Berikut tanggapan beberapa informan
mengenai kekompleksan cerita :
Kutipan pemaparan Kharisma:
Ini menarik sekali, kekompleksan dulu kan dia itu sangat kompleks
dari karya satra ini tokoh-tokohnya unik, tidak terduga alur
ceritanyaitu tidak di duga oleh pembaca. (Kharisma P, 13 April 2016)
Kharisma mengatakan cerita ini kompleks ditambah dengan tokoh-
tokoh yang unik, dan alur cerita yang tidak terduga. Senada dengan
Kharisma, Siti Amanah juga mengatakan bahwa cerita ini kompleks dilihat
dari babak-babak yang ada dalam ceritanya dengan kata lain alur cerita
tersebut.
Berikut tanggapan dari Siti Amanah:
Ya kompleks babak-babak ceritanya itu jelas. (Siti Amanah, 27
April 2016)
Sama seperti informan sebelumnya, Veris Doni juga menyatakan
cerita ini kompleks karena konflik yang diangkat terjadi sejak dimulainya
yaitu saat rencana perjodohan Rukmini dan Pandhita Drona, konfliknya
ketika Rukmini ingin menolak perjodohan tersebut karena tidak menyukai
pilihan orang tuanya.
Ada. Ceritanya ini agak rumit dan sekali membaca mungkin nilainya,
klimaksnya atau konfliknya itu nggak bisa kita ambil. Kalau sering-
sering membaca itu ada. Pertama dari pupuh pertama tadi ya
mungkin langsung ada antara Rukmini sama ayahnya yaitu Bismaka,
kan dicalonkan atau dijodohkan dengan ini tetapi Rukmininya nggak
mau karena pandhitanya sudah tua pikun. Kan itu sudah mulai ada
konflik, jadi intinya ini cerita cukup menarik cukup kompleks tetapi
102
ada agak rumit kalau tidak sering-sering membaca. (Veris Doni L, 13
Mei 2016)
Ghonimatul juga mengungkapkan kekompleksan cerita karena
munculnya konflik-konflik lainnya disamping konflik utama dan untuk
bagian akhir cerita itu terselesaikan dengan baik.
Kutipan percakapan Ghonimatul:
Kalau menurut saya cerita ini kompleks mengapa? Konflik dalam
cerita tersebut, banyak konflik-konflik kecil yang muncul. Bagian akhir
ceritanya terselesaikan dengan baik sehingga menurut saya sangat
kompleks cerita tersebut. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Pandangan berbeda datang dari Anita yang menyatakan ceritanya
sederhana, namun sayangnya informan tidak mengulas lebih lanjut
alasannya mengapa cerita ini dikatakan sederhana.
Tanggapan Anita:
Ceritanya sederhana tapi tokoh-tokohnya sangat kompleks.(Anita
Retno M, 18 Mei 2015)
Sama seperti Anita, Purwanti juga mengatakan cerita ini sederhana
dengan menampilkan gambaran cerita dimana dalam cerita itu karakter
dalam tokoh dijelaskan dalam jalan ceritanya.
Berikut pendapat dari Purwanti:
Dalam cerita ini tergambar sangat sederhana dirangkum menyatu
dalam jalan cerita yang ada dengan karakter para tokoh yang
tergambar dalam kutipannya.(Purwanti, 15 April 2016)
103
Dapat disimpulkan dari tanggapan-tanggapan di atas bahwa cerita
ini kompleks dari segi alur ceritanya dan konflik-konflik yang ada di
dalamnya.
1.7 Karakter
Hasil wawancara informan mengenai pemaparan karakter dalam
Serat Kresna Kembang Waosan Pakem dapat dikatakan 7 informan
mengatakan jelas, 1 informan mengatakan tidak jelas, dan 2 informan
tidak dimintai pendapatnya tentang karakter, tentunya informan-informan
tersebut memberikan tanggapan-tanggapan yang berbeda. Berikut
tanggapan-tanggapan dari beberapa informan :
Kutipan pemaparan dari Syafirilla:
Karakter dari tokoh itu tidak dipaparkan secara jelas, namun di awal
cerita itu sudah dijelaskan bahwa Dewi Rukmini itu menikah, akan
dinikahkan dengan Pandhita Drona yaitu yang digambarkan secara
fisik yaitu pandhita tua seperti itu.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengatakan karakter tokoh tidak dipaparkan secara jelas,
namun masih ada pemaparan mengenai fisik tokoh di awal cerita. Berbeda
dengan Syafirilla, Kusuma mengatakan sebaliknya.
Berikut kutipan pernyataan Kusuma:
Kalau untuk karakter itu di karya sastra ini dijelaskan secara tersurat
tentang karakter tokoh yaitu di sebelum dimulainya adegan. Jadi itu
sudah dipaparkan secara jelas.(Kusuma W, 20 April 2016)
104
Menurut Kusuma karya sastra ini memberikan pemaparan tokoh
yang jelas, informan menangkap karakter tokoh dari apa yang dilakukan
oleh tokoh dengan kata lain tindakan tokoh. Sama halnya dengan Nila,
Purwanti menganggap cerita ini tergambar sederhana dengan jalan cerita
yang menampilkan yang menampilkan karakter tokohnya secara jelas.
Berikut kutipan tanggapan dari Purwanti:
Dalam cerita ini tergambar sangat sederhana dirangkum menyatu
dalam jalan cerita yang ada dengan karakter para tokoh yang
tergambar dalam kutipannya. Misal : //Dyah Rukmini wanodya
linuwih/ lantip ing pasepmon/ limpat neggih graitane/ susila rum
prigel ing kardi/ wuwuse merak ati/ patitis ing tanduk//. Ya watak baik
dari Dewi Rukmini adalah wanita yang memiliki kelebihan,
kepandaian, dia itu cerdik sekaligus tanggap, limpat. (Purwanti, 15
April 2016)
Purwanti ini sangat baik dalam menangkap karakter tokoh salah
satunya dia memberi contoh karakter Dewi Rukmini yang tertulis dalam
cerita, seperti wanita yanag pandai, cerdik dan tanggap. Informan juga
menyatakan karakter tokoh terlihat secara jelas karena ada penjelasan
mengenai tokoh-tokoh dalam cerita sebelum dimulainya adegan.
Pendapat tentang karakter yang tergambar jelas juga datang dari
Ghonimatul Badriyah yang menyatakan karakter tokoh tercantum di dalam
cerita dan diperkuat oleh perilaku dan tindak tutur tokoh.
Tanggapan dari Ghonimatul B:
Dan juga karakter, karakter tokoh tercantumkan dengan jelas karena
didukung oleh perilaku dan tindak tutur tokoh, sehingga karakter
tokoh dapat terbaca dengan jelas. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
105
1.8 Tokoh
Hasil dari wawancara dengan informan mengenai tokoh dalam
cerita terdiri atas tokoh utama dan tokoh protagonis. Berikut hasil dari
wawancara mengenai siapa tokoh utama dan tokoh protagonis dalam cerita
wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem :
a. Tokoh Utama
1. Raden Narayana (Kresna)
2. Dewi Rukmini
3. Raden Narayana dan Dewi Rukmini
b. Tokoh Protagonis
1. Raden Arjuna (Janaka)
2. Dewi Rukmini
3. Raden Narayana
4. Prabu Bismaka
5. Prabu Baladewa
1.9 Aktualisasi tokoh utama
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang aktualisasi
tokoh utama, responden mengatakan ada aktualiasi dari tokoh utama.
Bentuk aktualisasinya beragam seperti yang disebutkan beberapa informan
di bawah ini :
Tanggapan Syafirilla:
Aktualisasi tokoh utama berupa Dewi Rukmini memberikan
pertanyaan kepada laki-laki yang ingin melamarnya itu berupa
pertanyaan sejatinya lanang dan sejatinya wadon. Tokoh utama itu
memberikan pertanyaan itu benar-benar serius seolah menanyakan
106
visi dan misi untuk menjalani pernikahan seperti itu.(Syafirilla Sari M,
19 April 2016)
Menurut Syafirilla salah satu bentuk aktualisasi tokoh utama yang
dilakukan oleh Dewi Rukmini adalah adanya syarat berupa pertanyaan
yang diajukannya, ini menunjukkan bahwa tokoh utama tidak serta merta
menerima perjododohan yang dilakukan oleh orang tuanya tetapi dia juga
ingin melihat bibit, bebet, dan bobot calonnya. Pertanyaan yang diajukan
seolah merujuk pada visi dan misi seorang laki-laki yang akan dijodohkan
dengannya, hal ini juga dapat dipai untuk melihat keseriusan pasangan.
Sama halnya dengan Syafirilla, Kusuma juga menyatakan bentuk
aktualisasi tokoh utama yaitu Rukmini adalah memberikan syarat berupa
pertanyaan yang sulit dijawab.
Kutipan jawaban Kusuma:
Ada yaitu kan Rukmini tokoh utamanya, dia itukan mau djodohkan
tapi dia tidak tinggal diam untuk pasrah dijodohkan maka dia itu
memberikan syarat yaitu pertanyaan itu yang sulit dijawab oleh laki-
laki yang ingin menjadi suaminya itu,(Kusuma W, 20 April 2016)
Bentuk aktualisasi Rukmini menurut Kusuma adalah karena dia
ingin menolak perjodohan ia memberikan pertanyaan yang sulik dijawab
oleh mempelai laki-laki.
Pandangan lain datang dari Purwanti yang menyatakan salah satu
bentuk aktualisasi tetapi bukan yang dilakukan tokoh melainkan apa yang
harus dilakukan tokoh. Purwanti salah satu bentuk aktualisasai yang harus
dilakukan tokoh dalam hal ini adalah Dewi Rukmini yaitu dengan
107
mengikuti ajaran atau nasehat yang disampaikan Narayana untuk
melakukan kegiatan yang baik.
Berikut kutipan pernyataan Purwanti:
Aktualisasi dalam serat ini tergambar jelas bahwa seorang perempuan
yang dalam hal ini Dewi Rukmini seharusnya melakukan kegiatan
atau apapun yang baik sebagai seorang wanita melalui ajaran atau
nasehat-nasehat dari Narayana atau Kresna. (Purwanti, 15 April
2016)
Tanggapan yang senada dilontarkan oleh Binti dan Ghonimatul
yang menyatakan bahwa tokoh utama itu bisa mencari solusi dari masalah
yang dihadapinya.
Berikut tanggapan dari Binti:
Ya ada. Tokoh utama itu kan dia punya masalah bisa mencari solusi
untuk memecahkan masalahnya itu. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Binti hanya menanggapi secara singkat bahwa tokoh utama
memiliki masalah dan dapat menemukan solusi dari masalahnya. Pendapat
lebih detail disampaikan oleh Ghonimatul.
Berikut ini pendapat dari Ghonimatul:
Ya mampu dari awal hingga akhir ceritanya tergambarkan dengan
baik dan kiprah tokoh utama tersebut menjadi sebuah jalinan alur
yang sangat baik. Bentuk aktualisasi tokoh utama menurut saya itu,
memutuskan persoalan dalam hidup, nah itu tercermin dalam cerita,
yang kedua adalah cara untuk menghadapi konflik yang mengampiri
tokoh utama tersebut itu sangat baik. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Ghonimatul menunjukkan bahwa dari awal sampai akhir cerita
tokoh utama mampu menunjukkan kiprahnya. Beberapa bentuk aktualisasi
108
yang dilakukan tokoh utama antara lain cara tokoh utama dalam
memutuskan persoalan yang dihadapinya dan cara tokoh utama tersebut
menghadapi konflik yang terjadi.
1.10 Keterlibatan Emosi Pembaca
Hasil wawancara informan mengenai keterlibatan emosi ketika
membaca karya sastra menunjukkan 6 informan mengatakan terbawa
suasana ketika membaca, 3 informan mengatakan tidak bisa merasakan
keterlibatan emosi ketika membaca, dan 1 informan tidak berpendapat
tentang keterlibatan emosi ini. Berikut tanggapan-tanggapan informan
mengenai keterlibatan emosi ketika membaca karya sastra Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem:
Kutipan tanggapan Purwanti tentang kererlibatan emosi:
Dan karya satra ini melibatkan emosi pembaca yaitu dengan adanya
diksi yang dirangkum pengarang dalam naskah yang begitu elok dan
bermakna sesuai dengan horizon harapan pembaca dengan makna
yang mudah dipahami karena kata-katanya memang arkais tetapi
sudah lazim didunakan dalam karya sastra jawa. (Purwanti, 15 April
2016)
Menurut Purwanti karya sastra ini melibatkan emosi pembaca
degan diksi yang digunakan pengarang melalui kata-kata arkais (bahasa
sastra) yang sudah lazim digunakan dalam karya sastra seperti ini. Berbeda
dengan sebelumya 3 informan lain Siti Amanah, Nila Purwani, dan Binti
Nur K tidak merasakan adanya keterlibatan emosi ketika membaca.
Tanggapan Siti Amanah:
Nggak.(Siti Amanah, 27 April 2016)
109
Singkat sekali yang dilontarkan oleh Siti Amanah bahwa informan
sama sekali tidak merasakan keterlibatan emosi ketika membaa karya
sastra ini.
Kutipan penjelasan dari Nila:
Sebenarnya cukukup menarik Cuma mungkin karena kendala bahasa
saya kurang memahami dalam hal itu jadi ya cukup sulit juga tetapi
menarik juga untuk dibahas. (Nila Purwani, 20 April 2016)
Menurut Nila karya sastra ini sebenarnya cukup menarik tetapi
karena informan terkendala pemahaman bahasa belum bisa menikmati alur
cerita yang disampaikan. Binti belum merasa belum terlalu terbawa emosi
ketika membaca karena menurutnya pengemasan karya sastra ini sulit
untuk dipahami.
Tanggapan dari Binti:
Sejauh ini belum terlalu itu mbak, soalnya cara pengemasan dari
karya sastra itu masih sulit untuk dipahami jadi ya belum bisa
terbawa. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Tanggapan lainnya datang dari Kusuma, Anita Retno , dan
Ghonimatul yang merasakan adanya keterlibatan emosi ketika membaca
Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.
Berikut ini tanggapan dari Kusuma:
Ya saya terbawa perasaan saat itu, si Narayana atau Kresna itu,
seolah-olah saya itu kalau melihat hal yang seperti itu saya juga ingin
melakukan seperti Narayana, melihat wanita yang cantik pintar tapi
kok dijodohkan sama orang tua yang dia itu nggak dicintai oleh
Rukmini gitu lho. Terus saya mikirnya kaya merasa ingin sekali, saya
itu seperti Narayana ya saya akan menjadi seperti dia, apa yang dia
lakukan. (Kusuma W, 20 April 2016)
110
Kusuma merasakan terbawa emosi dengan tindakan-tindakan
Narayana untuk menolong Dewi Rukmini, sebagai seorang laki-laki
Kusuma juga akan melakukan hal yang sama jika melihat keadaan yang
menimpa Rukmini. Seperti Kusuma, Anita juga merasakan keterlibatan
emosi tetapi bukan kepada tindakan satu orang tokoh melainkan segala
rasa seperti marah, sedih, kecewa, semuanya.
Kutipan tanggapan Anita
Iya saya ikut merasakan alurnya, seperti rasa sebal, kecewa, marah,
sedih, campur aduk pokoknya. (Anita Retno M, 18 Mei 2016)
Ghonimatul juga merasakan emosi ketika menurutnya karena cerita
yang kompleks dan jalan ceritanya juga sulit ditebak serta kepiawaian
pengarang dalam mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
adegan cerita.
Kutipan tanggapan dari Ghonimatul:
Ya ikut terbawa ke dalam suasana karena cerita jawa itukan memang
sangat kompleks juga susah ditebak juga alurnya. Dan dalam cerita
tersebut pengarang itu sangat piawai dalam mendeskripsikan rentang
peristiwa yang terjadi dan penggambarannya juga seperti kejadian
aslinya seperti itu. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Pada intinya dapat diimpulkan bahwa cerita wayang Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem ini mampu membuat pembaca terbawa suasana
yang digambarkan dengan diksi yang digunakan dan kepiawaian
pengarang dalam mengatur jalan ceritanya.
111
1.11 Makna
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 informan mengenai
pemahaman menangkap unsur makna yang ada dalam karya sastra Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem dapat disajikan data 3 informan
mengatakan mudah untuk menangkap makna dalam karya sastra, 4
informan mengatakan sulit untuk menangkap makna karya sastra, dan 3
informan tidak dimintai keterangan mengenai makna. Berbagai pendapat
muncul tentang makna yang terdapat dapam karya sastra Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem. Berikut beberapa tanggapan dari informan
mengenai unsur makna:
Tanggapan Syafirilla:
Makna yang terkandung itu agak susah, bukan tidak ada tapi agak
susah. Karena saya baru memahami setelah beberapa kali
membaca.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengungkapakan untuk mendapatkan atau menangkap
makna yang terkandung dalam karya sastra Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem ini susah karena untuk memahaminya informan perlu
berkali-kali membaca. Begitu pula yang di ungkapkan oleh Siti amanah.
Berikut tanggapan dari Siti amanah:
Nggak. Harus baca berulang-ulang. Cuma satu kali makanya nggak
paham. (Siti Amanah, 27 April 2016)
112
Siti Amanah merasa perlu berulang kali membaca akan tetapi
karena hanya satu kali membaca informan tidak bisa menangkap makna
yang terkandung di dalam karya sastra ini.
Pendapat di atas berbanding terbalik dengan pendapat Purwanti
yang mengutarakan pembaca akan sangat mudah menangkap makna serat
ini berupa karya sastra bertemakan percintaan dengan ajaran yang bagus.
Untuk ajarannya sendiri lebih merujuk pada sejatining lanang dan
sejatining wadon.
Kutipan tanggapan dari Purwanti:
Pembaca itu mudah menangkap makna bahwasannya serat ini
bertemakan percintaan dengan suatu ajaran yang bagus.(Purwanti, 15
April 2016)
Begitupun Kusuma juga mengatakan bahwa makna dalam karya
sastra ini mudah dipahami karena kata-kata ajarannya jelas tercantum di
dalam karya sastra.
Kutipan:
Ya ini maknanya dapat kita jumpai dengan cukup mudah karena kata-
kata yang terdapa tdi dalamnya maksudnya wejangan-wejangan ada
dalam karya sastra ini.(Kusuma W, 20 April 2016)
Ghonimatul mengatakan untuk memahami makna dalam karya
sastra ini setidaknya memerlukan 2 kali membaca namun jika membaca
terjemahannya langsung bisa menangkap maknanya.
113
Berikut tanggapan dari Ghonimatul :
Secara sepintas utamanya dalam bahasa kunanya itu saya perlu baca
mungkin 2 kali baru menangkap maknanya karena membutuhkan
pemikiran yang lebih daripada terjemahannya, kalau terjemahannya
langsung bisa dipahami.(Ghonimatul B, 19 April 2016)
1.12 Imajinasi
Hasil wawancara dengan informan mengenai unsur imajinasi
dalam karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem, diperoleh data
7 informan mengtakan karya sastra ini memiliki imajinasi yang tinggi, 1
informan bingung akan tingkat imajinasinya, dan 2 informan tidak
memberikan komentar tetang unsur imajinasi. Berikut beberapa tanggapan
informan mengenai unsur imajinasi dalam Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem:
Kutipan pernyataan Syafirilla:
Karya sastra ini memiliki imajinasi yang tinggi? Menurut saya iya.
Karena cerita pewayangan atau cerita wayang terkesan sebagai cerita
yang imajinatif dibuktikan dalam karya sastra ini yaitu dengan
bertemunya manusia dengan dewa atau raksasa.(Syafirilla Sari m, 19
April 2016)
Syafirilla menangkap kesan yang ada pada masyarakat
bahwasannya karya sastra dalam bentuk cerita wayang selalu imajinatif,
misalnya bertemunya manusia dengan deta atau rakasasa. Syafirilla
mampu menunjukkan contoh bentuk imajinasi yang menurutnya tidak
mungkin terjadi di dunia nyata.
114
Tanggapan Siti Amanah:
Imajinasinya cukup tinggi pada umumnya wayang banyak dewa terus
raksasa, hal-hal yang tidak ada dalam kehidupan nyata.(Siti Amanah,
27 April 2016)
Purwanti juga mengatakan karya sastra ini menggunakan imajinasi
yang tinggi. Informan juga memaparkan fungsi dan dampak digunakannya
imajinasi yang tingi dalam karya sastra diantara dengan imajinasi yang
diungkapkan dengan bahasa yang luwes memudahkan pembaca untuk
menangkap hal lain dalam karya sastra seperti tema dan ajarannya.
Berikut ini kutipan tanggapan dari Purwanti:
Dengan imajinasi yang tergolong tinggi sih, karena memang imaji
yang apik itu dengan bahasa yang luwes sehingga pembaca itu mudah
menangkap makna bahwasannya serat ini bertemakan percintaan
dengan suatu ajaran yang bagus.(Purwanti, 15 April 2016)
Kusuma memberikan alasan lain yang lebih merujuk pada salah
satu tokoh penting dalam karya sastra. Tokoh yang dimaksud adalah
Narayana yang mampu merubah wujudnya menjadi raksasa. Sama seperti
Syafirilla, Kusuma juga dianggap mampu menunjukkan hal-hal imajinatif
yang menurutnya menarik dan tidak masuk akal di dunia nyata.
Berikut pemaparan Kusuma:
Ya imajinasinya tinggi, soalnya ada imajinasi yang tidak masuk akal
contohnya Narayana saat dia itu merubah dirinya menjadi raksasa, itu
kan kalau di kehidupan nyata tidak ada. Jadi tingkat imajinasina ya
cukup tinggi di sini.(Kusuma W, 20 April 2016)
115
Tanggapan selanjutnya dari informan Ghonimatul:
Selanjutnya dari segi imajinasi, menurut saya cerita ini memiliki
imajinasi yang sangat tinggi. Mengapa? Karena banyak kejadian
dalam cerita itu mempergunakan setting kerajaan sehingga kita juga
ikut berimajinasi bagaimana keadaan kerajaan jaman dahulu dan
pertikaian, peperangan jaman dahulu seperti itu. (Ghonimatul B, 19
April 2016)
Tanggapan lainnya dari Ghonimatul ini lebih menitikberatkan
pada setting yang dipaparkan dalam karya sastra. Informan menunjukkan
bahwa setting kerajaan yang diangkat dalam cerita mampu membuat
pembaca membayangkan bagaimana kehidupan jaman kerajaan termasuk
juga pertikaian dan peperangan antar kerajaan yang pada masa ini sudah
tidak ada lagi masa itu. Ghonimatul ini secara tidak langsung
mengungkapkan fungsi social dari penggunaan imajinasi dalam suatu
karya sastra.
Lain halnya dengan Binti yang mengutarakan karena bentuknya
berupa cerita pewayangan sudah pasti banyak hal-hal di luar nalar atau
tidak mungkin terjadi di kehidupan sehari-hari, tetapi apa yang
disampaikan dalam wayang memiliki filosofi-filosofi sebagai gambaran
atau pengibaratan dari tingkah laku manusia di kehidupan sehari-hari.
Tanggapan Binti Nur K:
Cukup imajinatif karena ini kan cerita wayang, dan disitu banyak hal-
hal yang terkadang dalam kehidupan sehari-hari itu itu diluar nalar
tapi kan yang namanya wayang pasti disitu ada filosofinya tidak secra
langsung diungkapkan seperti itu.(Binti Nur K, 27 April 2016)
116
Menyangkut unsur imajinasi dalam Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem, Nila mengungkapkan bahwa untuk membayngkan
imajinasi dalam karya sastra ini tidak rumit tetapi juga tidak sederhana,
tetapi dapat dipahami lewat alur ceritanya. Pembaca mengungkapkan
ketika membaca langsung bisa mengimajinasikan gambaran konflik yang
diangkat.
Kutipan pernyataan Nila:
Kalau menurut saya kalau terlalu rumit untuk membayangkan itu juga
tidak tetapi ya sederhana tapi mudah untuk dipahami alur ceritanya
juga pada saat saya membaca Serat Kresna Kembang ini saya
langsung bisa mengimajinasi bagaimana gambaran kejadian
konfliknya seperti itu. (Nila Purwani, 20 April 2016)
Nila Purwani ini menurut penulis tidak dapat menentukan tingkat
imajinasi dalam karya sastra ini namun secara langsung informan hampir
sependapat dengan Ghonimatul yang bisa mengimajinasikan konflik-
konflik yang terjadi di dalam karya sastra.
1.13 Ironi
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui
tentang unsur ironi dalam karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem. 6 informan mengatakan ada unsur ironi dalam karya sastra ini, 1
informan mengatakan ironinya biasa saja, dan 3 lainnya tidak menanggapi
unsur ironi. Berikut beberapa tanggapan informan mengenai unsur ironi:
Tanggapan dari Kharisma:
117
Biasanya kan kalau karya satra cuma monoton-monoton aja tapi
kalau ini itu sasya sudah menebak jalan ceritanya akan tetapi tuh
ternyata beda gitu lho. Ironinya sangat tinggi terus intensitas ironinya
tinggi juga.(Kharisma P, 13 April 2016)
Menurut Kharisma unsur ironi dalam karya sastra ini memiliki
intensitas yang tinggi alasannya karena informan sebagai pembaca saat
membaca karya sastra membayangkan jalan ceritanya seperti apa,
nyatanya jalan cerita yang disampaikan berbeda dengan apa yang
dibayangkan informan sebelumnya.
Pendapat informan satu tentang adanya unsur ironi dalam karya
sastra ini juga disetujui Syafirilla, akan tetapi Syafirilla memberikan
contoh konkrit bagian yang tidak terduga olehnya.
Berikut pemaparan dari Syafirilla:
Kemudian ironi, naskah ini mengandung unsur ironi. Ada
pemikiran bahawa akhir cerita Rukmini menikah dengan Janaka,
tetapi ternyata Narayana yang saya pikir itu sudah meninggal itu
kemudian hidup lagi dan bisa menikah dengan Rukmini.(Syafirilla
Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengatakan bahwa ada unsur ironi ketika membaca
karya sastra ini. Sebelumnya infororman menyangka Rukmini akan
menikah dengan Arjuna setelah Arjuna membunuh Narayana, nyatanya
Narayana masih hidup dan kemudian menikahi Rukmini. Bisa ditangkap
bahwa Syafirilla jeli dalam memberikan informasi kepada penulis, hal ini
118
terlihat dari informan mampu memberikan contoh bagian yang
menurutnya menunjukkan unsur ironi seperti apa yang diminta penulis.
Beberapa informan lain juga memberikan contoh bagian atau
adegan yang tidak terduga saat membaca, salah satunya adalah Siti
Amanah. Siti Amanah menduga setelah Narayana menculik Dewi
Rukmini cerita itu akan berakhir ternyata masih ada konflik lain diman ada
keterlibatan Arjuna di dalamnya.
Kutipan penyataan Siti Amanah:
Ya ada. Saat Narayana menculik itu saya kira udah, terus hidup,
ternyata masih ada keterlibatan Arjuna dalam karya sastra.
Sedang.(Siti Amanah, 27 April 2016)
Contoh lain juga diungkapkan Binti:
Ada semacam hal-hal yang tidak terduga kayak si Kresna padahal
biasanya happy ending menurut saya tpi ternyata dia malah terbunuh
oleh Arjuna. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Contoh ironi atau hal yang tidak terduga dialami oleh informan 6
ketika informan merasa cerita itu berakhir bahagia begitu saja ternyata ada
babak baru dimana Kresna malah terbunuh oleh Arjuna.
Kesan lain tentang ironi disampaikan oleh Ghonimatul:
Ironi dalam sebuah cerita, cerita Kresna Kembang ini sangat bagus
dan tidak mudah ditebak sehingga kita kalau membaca itu pengen
lanjut dan lanjut terus, nah itu bagaimana akhirnya seperti itu.
Intensitas ironi menurut saya tinggi karena dilihat dari kekompleksan
cerita alurnya itu membuat ceritanya sulit ditebak. (Ghonimatul B, 19
April 2016)
119
Menurut Ghonimatul ironi dalam cerita ini sangat bagus, karena
cerita yang tidak mudah ditebak membuat pembaca semakin penasaran
dengan akhir ceritanya, dan rasa penasaran itu menuntun pembaca untuk
terus lanjut membaca sampai akhir. Tanggapan berbeda datang dari
Purwanti yang menyatakan unsur ironi dalam karya sastra ini biasa saja.
Berikut tanggapannya:
Akan tetapi naskah ini mungkin unsur ironinya biasa saja karena
Kresna Kembang Waosan Pakem ini sama jalan ceritanya dengan
pertunjukan wayang yang sering berjudul Narayana dadi Ratu. Dan
teks ini sangat popular sehingga tidak hanya tersimpan dalam satu
tempat saja tetapi beberapa tempat dengan koleksi naskah lebih dari
satu eksemplar.(Purwanti, 15 April 2016)
Purwanti menganggap unsur ironi dalam naskah ini bisa saja
karena setelah membaca informan tidak asing dengan ceritanya. Jalan
cerita dari Serat Kresna Kembang waosan Pakem ini mirip dengan lakon
pertunjukkan wayang yang pernah ditontonnya dengan judul Narayana
Dadi Ratu.
1.14 Ketegangan Cerita
Hasil pengumpulan data melalui wawancara terhadap 10 responden
mengenai unsur keteganyan cerita dapat diperoleh beberapa pendapat dari
informan sebagai berikut:
Kutipan pendapat Kharisma:
Untuk ketegangan ya lumayan tegang soalnya kan awalnya sedikit
tidak tertarikakan tetapi waktu mulai pembahasan mengenai perang-
perang itu mengangkat saya untuk wow ternyata ceritanya bagus juga
gitu.(Kharisma P, 13 April 2016)
120
Kharisma menganggap karya sastra ini memiliki ketegangan cerita
yang lumayan baik. Sebelumnya informan kurang tertarik pada karya
sastra dalam bentuk seperti ini namun setelah membaca dan melihat
adegan-adegan peperangan yang membuatnya merasakan ketegangan
cerita, informan lantas menganggap bahwa cerita ini menarik.
Informan selanjutnya adalah Syafirilla. Berikut kutipan tanggapan
Syafirilla:
Kemudian ketegangan cerita, menurut saya cerita ini cukup
menegangkan tetapi berhubung dengan cerita yang menggunakan
bahasa lama, ejaan lama itu jadi sedikit mengurangi ketegangan
dalam naskah karena perlu berpikir juga gitu untuk
menikmatinya.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengutarakan bahwa sebenarnya cerita ini menegangkan
hanya saja karena kendala bahasa yang menggunakan bahasa lama
membuat informan berpikir lebih keras untuk memahami dan berefek pada
kurang bisa untuk menikmati ketengangan dari cerita. Informan lain yang
mengatakan bahwa cerita ini memiliki unsur ketegangan cerita yang kuat
adalah Ghonimatul, berikut komentar dari Ghonimatul:
Kutipan:
Selanjutnya dari segi ketegangan cerita menurut saya cerita memiliki
ketegangan cerita yang kuat. Mengapa? Karena ada proses
peperangan juga antara dua kerajaan seperti itu, nah itu menambah
gentingnya peristiwa. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
121
Menurut Ghonimatul ketegangan cerita dalam karya sastra ini
diperkuat dengan adanya peperangan antara kerajaan. Ghonimatul lebih
terkesan merasakan ketengangan cerita melalui adegan yang ditampilkan.
Berbeda pendapat dengan informan sebelumnya Purwanti dan Binti
mengutarakan ketegangan cerita ini biasa saja.
Berikut tanggapan dari Purwantii:
Kalau untuk ketegangan ceritanya biasa aja sih karena memang
budaya jawa itu sejak jaman dulu di kenal dengan budaya yang gitu-
gitu aja, sudah ditata sedemikian rupa sehingga kalau ada perubahan
itu dari masa ke masa tidak terlalu signifikan begitu.(Purwanti, 15
April 2016)
Purwanti memandang ketengangan cerita ini biasa saja alasannya
karena informan melihat bahwa yang terjadi dalam cerita sudah umum ada
di dalam budaya Jawa dimana ia berada, informan juga merelevansikan
bahwa ada perubahan di dalamnya tetapi tidak signifikan atau masih
diterima oleh masyarakat. Walaupun berpendapat sama dengan Purwanti,
Binti mengutarakan alasan yang berbeda, ketegangan cerita ini tidak
terlalu bisa dirasakan karena informan kurang bisa memahami karya sastra
ini dari berbagai aspek.
Tanggapan dari Binti:
Ketegangan cerita ya biasa aja mbk karena kurang paham tadi, masih
sulit untuk memahami. (Binti Nur K, 27 April 2016)
122
1.15 Norma Penilaian Responden terhadap Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem Secara Keseluruhan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wawancara diperoleh
penilaian secara keseluruhan oleh pembaca Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem. Hanya ada satu informan yang tidak menanggapi
keselurah dari karya sastra ini yaitu informan 1. Dari semua informan
dapat diambil beberapa parameter yang membuat karya sastra Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem ini bagus, menarik, dan unik sampai
perlu untuk dilestarikan. Berikut parameter yang dapat diambil :
1. Imajinasi. Contohnya pengambaran pertemuan manusia dengan
dewa maupun dengan raksasa yang tidak ada dalam dunia
nyata.
Kutipan:
Cerita pewayangan atau cerita wayang terkesan sebagai cerita
yang imajinatif dibuktikan dalam karya sastra ini yaitu dengan
bertemunya manusia dengan dewa atau raksasa. (Syafirilla
Sari M, 19 April 2016)
2. Amanat yang bermanfaat, seperti yang disampaikan Syafirilla:
Kutipan:
Amanat dalam pewayangan sangat mendidik dan
bermanfaat dalam kehidupan nyata.(Syafirilla Sari M, 19
April 2016)
3. Tokoh utama yang tidak terduga seperti yang diungkapkan Siti
amanah.
123
Kutipan:
tidak terduga tokoh utamanya bisa jadi apa-apa.(Siti
Amanah, 27 April 2016)
4. Tema percintaan yang kental akan konflik dan relevan dengan
kehidupan sekarang. Seperti dalam kutipan berikut:
kisah percintaan itu kalau di jawa kental akan konflik.(Nila
Purwani, 15 April 2016)
5. Diksi yang digunakan, seperti yang diungkapkan oleh Purwanti
Kutipan:
adanya diksi yang dirangkum pengarang dalam naskah
yang begitu elok dan bermakna (Purwanti, 15 April 2016)
6. Ajaran-ajaran moral atau nilai-nilai yang disampaikan.
Berikut kutipannya:
banyak muatan-muatan atau nasehat-nasehat yang ada di
dalamnya.(Anita Retno M, 18 Mei 2016 )
7. Kisah yang disampaikan bagus untuk diterapkan dalam sebuah
pertunjukan, seperti yang diungkapkan Veris Doni berikut ini:
Kutipan:
cerita sangat bagus atau maksudnya kisah yang bagus
seumpama ini diterapkan kepada suatu teater atau suatu
kethoprak (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
8. Setting yang diambil pada jaman kerajaan dan konfliknya pada
jaman dulu, seperti pernyataan Ghonimayul berikut ini:
124
Kutipan:
dari segi setting ini mengambil setting kerajaan, sehingga
ini dapat mengimajinasi pembaca mengenai kerajaan-
kerajaan jaman dahulu dan juga(Ghonimatu B, 19 April
2016)
Berikut ini tanggapan 9 informan tentang Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem yang telah dibacanya :
Kutipan tanggapan dari Syafirilla:
Kalau menurut saya secara keseluruhan Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem bagus ya, dengan parameter unsur imajinatif dalam
cerita wayang membuat kita itu harus mampu menyerap makna dan
amanat dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian untuk alasannya
sendiri karena amanat dalam pewayangan sangat mendidik dan
bermanfaat dalam kehidupan nyata. (Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla menganggap cerita ini bagus dengan parameter unsur
imajinasi yang membuat pembaca menyerap makna dan amanat yang
dapat diterapkan dalam kehidup sehari-hari. Amanat dalam karya sastra ini
dianggap sangat mendidik dan bermanfaat. Tanggapan lain datang dari
dari Siti Amanah yang menganggap karya sastra ini unik, tokohnya tidak
terduga dan bisa berubah ke bentuk lain.
Komentar Siti Amanah sebagai berikut :
Ya unik sih bagus, tidak terduga tokoh utamanya bisa jadi apa-apa.
(Siti Amanah, 27 April 2016)
Selanjutnya pendapat lain datang dari Purwanti, berikut ini :
Ya menarik karena kisah percintaan itu kalau di jawa kental akan
konflik seperti misalnya dua orang yang saling jatuh cinta tetapi tidak
bisa disatukan di dunia tetapi konon katanya bersatu di akherat
ataupun ini yang awalnya tidak mempunyai keinginan untuk memadu
125
cinta atau memadu kasih dengan seseorang tetapi pada akhirnya
karena memang kuasa Tuhan mereka bisa saling menyatu dalam
kehidupan sehari-hari. (Purwanti, 15 April 2016)
Berdasarkan apa yang diungkapkan Purwanti, karya sastra ini
menarik dari segi tema percintaan yang kentah akan konflik. Contoh kisah
percintaan yang menarik menurutnya seperti kisah dua orang yang saling
jatuh cinta tetapi tidak dapat bersatu di dunia kemudian bersatu di akherat,
kisah lainnya seorang yang tidak berkeinginan menjalin cinta malah jatuh
cinta karena itu sudah takdir Tuhan. Senada dengan Purwanti , Anita juga
mengutarakan karya sastra ini bagus karena tema yang diangkat. Tema itu
mengajarkan pembaca tentang kehidupan percintaan dengan nasehat-
nasehat yang ada di dalamnya.
Kutipan tanggapan dari Purwanti:
Secara keseluruhan bagus, karena mengajarkan kita kehidupan
percintaan itu, seperti apa kehidupan asmara itu utamanya, banyak
muatan-muatan atau nasehat-nasehat yang ada di dalamnya. (Anita
Retno M, 18 Mei 2016)
Tanggapan berbeda datang dari Nila Purwani. Berikut tanggapan yang
diberikan oleh Nila:
Kalau menurut saya, Karya sastra Kresna Kembang ini bagus ya. Itu
bisa dilihat dari kalau untuk yang aslinya itu dari diksi yang dipakai
dengan berbagai metrum yang telah dipakemkan, kemudian alasannya
alurnya cukup mudah sehingga mudah pula untuk dipahami. (Nila
Purwani, 20 April 2016)
126
Menurut Nila, karya sastra ini dinilai bagus dilihat dari diksi yang
digunakan dengan berbagai metrum di dalamnya, selain itu alur yang
mudah dipahami menjadi nilai tersendiri dari karya sastra ini. Hampir
sama dengan Purwanti dan Nila, Ghonimatul juga menggunakan tema,
alur, dan seting sebagai parameter untuk karya sastra ini dinyatakan bagus.
Berikut pemaparan dari Ghonimatul:
Menurut saya secara keseluruhan cerita tersebut bagus. Mengapa?
Karena dilihat dari segi alur nah alurnya itu sangat kompleks dari
awal sampai akhir. Dari segi tema itu sesuai dengan kehidupan
sekarang, dan juga dilihat dari segi setting ini mengambil setting
kerajaan, sehingga ini dapat mengimajinasi pembaca mengenai
kerajaan-kerajaan jaman dahulu dan juga kejadian-kejadian konflik
pada jaman dahulu. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Ghonimatul memberikan pemaparan parameter berdasarkan alur
yang kompleks dari awal sampai akhir cerita, tema yang diangkat juga
relevan dengan kehidupan sekarang, dan dari segi setting karena
mengambil latar belakang kehidupan kerajaan dan juga konflik-konflik
pada jaman dulu membuat pembaca berimajinasi tentang kehidupan
kerajaan pada jaman dulu.
Tanggapan berikutnya dari Binti, berdasrkan pada nilai yang
disampaikan. Untuk nilai-nilainya tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Binti.
Berikut ini adalah tanggapan dari Binti Nur K:
Secara keseluruhan ya cukup bagus karena nilai yang disampaikan itu
juga. (Binti Nur K, 27 April 2016)
Tanggapan yang menyatakan karya sastra ini bagus juga datang
dari Kusuma. Menurut pendapatnya malah sangat bagus.
127
Berikut penjelasan Kusuma :
Sangat bagus ya karya sastra ini contohnya kan Kresna Kembang ini
bagus karena di dalamnya itu terdapat ajaran-ajaran moral, amanat-
amanatnya itu bagus, juga terdapat ajaran-ajaran adiluhung di
dalamnya seperti itu. Jadi menurut saya ini adalah karya sastra yang
sangat bagus.(Kusuma W, 20 April 2016 )
Karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini sangat
bagus karena didalamnya terdapat ajaran-ajaran moral atau amanat-amanat
yang adiluhung. Penjelasan yang sangat berbeda dengan yang lain
diungkapkan oleh Veris Doni, menurutnya cerita ini atau kisah ini bagus
jika diterapkan kepada suatu pertunjukkan seperti teater atau kethoprak
penonton akan lebih mudah mengambil amanat atau pesan yang
disampaikan dalam karya sastra.
Di bawah ini adalah tanggapan Veris Doni:
Perlu ini cerita sangat bagus atau maksudnya kisah yang bagus.
Seumpama ini diterapkan kepada suatu teater atau suatu kethoprak
yang serng kali kita jumpai jumpai pada masyarakat jawa kan
kethoprak , itu diterapkan ke kethoprak ditampilkan kan penontonnya
mengetahui, oh harusnya gini,gini,gini. Kan bisa mengambil
amanatnya sendiri, bisa mengambil oh ya harusnya kan ceritanya gini
gini gini. Kemudian konflik-konfliknya, harusnya seorang istri itu
harus bisa begini, seorang suami harus seperti ini. Ya bagus itu kalau
diterapkan sebagai tampilan ke masyarakat. (Veris Doni L, 13 Mei
2016)
Veris mengatakan ajaran dalam cerita ini dapat jika diterapkan
dalam sebuah pertunjukan dan ditampilkan pada masyarakat, masyarakat
akan menilai sendiri bagaimana berperilaku sebagai suami istri yang
seharusnya.
Berdasarkan pada data-data di atas dapat diperoleh gambaran kemampuan
pembaca atau informan dalam menangkap unsur-unsur intensitas penghayatan
128
karya sastra. Lewat penelitian ini dapat diketahui bahwa mahasiswa sastra daerah
angkatan 2012 dan 2013 mampu menangkap unsur-unsur yang terkandung dalam
karya sastra dan merelevansikannya dalam kehidupan nyata. Mahasiswa Sastra
Daerah angkatan 2012 dan 2013 juga dapat dikategorikan sebagai pemabaca yang
memiliki nilai penghayatan dan pemahaman intensitas baik.
B. Pembahasan
1. Struktur Serat Kresna Kembang Waosan Pakem berdasarkan
Teori Sruktural Roman Ingarden
Berdasarkan apa yang ditemukan penulis mengenai struktur
berdasarkan Terori Roman Ingarden yang terdiri atas: lapis bunyi, lapis arti,
lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis dalam Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem, terdapat semua unsur itu di dalamnya. Unsur-unsur yang ada
menunjukkan bahwa karya sastra ini mampu memenuhi norma-norma puisi
berdasarkan teori Roman Ingarden. Kelengkapan struktur ini menunjukkan
bahwa karya sastra ini bagus.
Struktur-strukur itu juga menunjukkan berbagai macam informasi
bahasa kepada pembaca misal lapis bunyi menunjukkan penggunaan asonansi
dalam karya sastra, lapis arti menunjukkan maksud dari karya sastra, lapis
objek menunjukkan unsur-unsur instrinsik seperti tokoh dan latar, lapis dunia
menunjukkan sisi imajinasi dan penggambaran dunia pengarang, serta lapis
metafisis menunjukkan renungan atau ajaran yang dapat diambil.
129
Pada lapis bunyi penggunaan asonansi ataupun aliterasi maupun
konversi (tata aturan penulisan) memberikan nilai estetika, memperjelas
sesuatu, dan juga ciri tersendiri sebuah karya sastra. Berikut contoh lapis
bunyi yang ada dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem:
Kutipan:
/ wus pinacang sang rêtna / nênggih dhaupipun /kalawan
Pandhita Drona/ (pupuh Dhandhanggula, bait ke-2)
Terjemahan:
sudah dijodohkan sang wanita cantik yaitu pernikahannya dengan
Pandhita Drona (pupuh Dhandhanggula, bait ke-2)
Baris di atas menunjukkan asonansi a, asonansi a dalam kutipan di atas
juga digunakan untuk memperindah bahasa dan untuk memenuhi konvensi
tembang.
Kutipan:
sirna dèning wak mami /sukuné sun sêmpal / bauné ingsun
pokah (pupuh Durma, bait ke-34, baris ke 2-3)
Terjemahan:
hilang olehku, kakinya kup atahkan, pundaknya saya
putus. (pupuh Durma, bait ke-34, baris ke 2-3)
Kutipan di atas terdapat aliterasi s untuk menguatkan perkataan
sebelumnya dan diperjelas lagi di baris selanjutnya. Hal ini digunakan untuk
menunjukkan sebuah kesungguhan atau untuk menumbuhkan kepercayaan
lawan bicara.
130
Lapis bunyi juga terdapat dalam pola persajakan atau konvensi dari
tembang-tembang yang ada di dalam karya sastra ini. Contonya tembang
pocung di bawah ini:
Kutipan:
// kang tinutur / lêmah bang sanggrahanipun / Madura
Dyan Arya / Narayana miwah ari / Dyah Sumbadra ingadhêp
lawan Udawa // (pupuh pocung, bait ke 1)
Terjemahan:
Yang diceritakan tanah merah tempt tinggalnya Madura Raden
Narayana dan adiknya Dyah subadra dihadap oleh Udawa. (pupuh
pocung, bait ke 1)
Lapis arti Satuan terkecil arti disebut dengan fonem. Satuan fonem
berupa kata serta suku kata. Kata bergabung menjadi kelompok kata, kalimat,
alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Kesemuanya merupakan satuan arti.
Berikut contoh salah satu bait lapis arti dalam Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem diantaranya sebagai berikut:
Kutipan:
// kadya gulêt mangun yuda / sang Sangkuni réwa-réwa kasêlip /
grêgêtên sajro tyasipun / wong tuwa luru karya / arsa krama
wanudya yu kênya tulus / têmahan dadya drawala / karya
gègèring para ji // (pupuh pangkur, bait ke-42)
131
Terjemahan:
seperti bertempur dalam peperangan,sang Sangkuni dibuat sibuk,
jengkel di dalam hatinya,orang sudah tua mencari masalah ingin
menikahi wanita cantik jelita, sehingga menjadi masalah, sehingga
ramai para raja(pupuh pangkur, bait ke-42)
Cuplikan di atas menunjukkan keinginan yang berdasarkan nafsu
kemudian dituruti itu akan membuat masalah, bukan hanya kepada diri sendiri
tetapi juga orang sekitar. Seperti keinginan Drona yang sudah tua tetapi
mengharapkan istri yang cantik dan muda, yang kemudian malah membuat
suasana ricuh. Sebagai orang tua atau sesepuh harusnya dapat menahan
nafsunya dan menjadi tauladan yang baik bagi generasi dibawahnya.
Lapis yang ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku,
dan dunia pengarang. Latar objek dapat menunjukkan unsur-unsur lain yang
ada di dalam cerita misal, tokoh, latar, alur, karakter, amanat, imajinasi,
kekompleksan cerita, bahasa, ironi, dsb. Berikut contoh latar objek yang
dikemukakan dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem:
Pelaku atau tokoh yaitu Narayana dan Dewi Rukmini, Selain
menyebutkan tokoh juga dijelaskan karakter dari tokoh tersebut, salah satunya
dapat diambil dari kutipan berikut:
Kutipan:
// yata Raden Narayana / duk umulat solahira kang rayi / ing
driya wêlas kalangkung / miwah nandhang asmara / dadya madêg
samana suraning kalbu / dènirarsa nanggêl lampah / angalap sang
Dyah Rukmini // (Pupuh II Pangkur, bait ke 12)
132
Terjemahan:
Raden Narayana, ketika melihat tindakan adiknya, hatinya merasa
kasihan, dan juga jatuh cinta, menjadi tekad dalam hatinya, dirinya
memutuskan, menculik Dyah Rukmini. (Pupuh II Pangkur, bait ke
12)
Latar menunjukkan tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah adegan.
Biasanya penggambaran atau pengimajinasian dari latar inilah yang membuat
pembaca terbawa suasana dalam cerita. Berikut contoh latar yang
dikemukakan dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem:
Kutipan:
// sinigêg wau lampahnya / samana jroning wanadri / ana ditya
sasomahan/ yèku rasêksa rasêksi / marma mangkya kang margi /
tan kambah janma asêrung / gawat kaliwat-liwat / samana wau
rasêksi / asasambat mring priya aminta têdha //. (Pupuh V
Pangkur, bait ke 20)
Terjemahan:
singkat cerita, begitulah yang ada di dalam hutan, ada sepasang
raksasa, yaitu rasaksa laki-laki dan rasaksa perempuan, begiulah
yang ada di jalan, tidak terjamah oleh manusia, sangat berbahaya,
ketika itu raksasa perempuan, mengeluh kepada laki-lakinya
meminta makan. (Pupuh V Pangkur, bait ke 20)
Latar tempat yang diutarakan adalah di dalam hutan, selain tempat
dalam kutipan di atas pengarang juga menunjukkan latar suasana di dalam
hutan seperti hutan sebagai tempat tinggal rasaksa maupun raseksi,
133
keadaannya gawat menyeramkan, rasaksi merintih pada suaminya meminta
makan. Suasana yang tergambar jelas dalam kutipan adalah bagaimana
menyeramkannya keadaan hutan yang akan dilewati Arjuna, sudah tidak
pernah terjamah manusia. Pembaca akan merasakan sedikit ketegangan ketika
membayangkan apa yang dibaca dalam bait tersebut.
Dunia pengarang merupakan cerita yang diungkap oleh pengarang.
Dunia pengarang dapat tercermin dalam berbagai aspek di intensitas
penghayatan pembaca seperti tema, amanat, karakter, alur, bahasa, ironi,
kekompleksan cerita, tokoh, keterlibatan emosi pembaca, dan imajiasi. Hal-
hal itu dapat diambil dari kesimpulan setelah membaca isi karya sastra.
Disimpulkan tema yang diangkat oleh pengarang dalam karya
sastranya antara lain berupa pencarian pasangan hidup, perjodohan, dan
percintaan. Alur yang digunakan dalam karya sastra ini sama dengan alur
cerita pewayangan pada umumnya dengan menggunakan alur spiral dimana
suatu kejadian diceritakan berkelanjutan tetapi dikatakan terjadi bersamaan.
Amanat utama dalam karya sastra ini tersurat dalam pupuh mijil bait ke-11
dan ke-12. Aspek penggunaan bahasa di mana bahasa yang digunakan adalah
bahasa tembang yang menyesuaikan dengan konversi tembang yang dipakai,
penggunakan kata-kata arkais diperuntukkan untuk menambah estetika suatu
karya sastra. Untuk kekompleksan cerita dapat dilihat dari konflik-konfil yang
diangkat oleh pengarang. Tokoh utama dalam naskah ini adalah Raden
Narayana (Kresna) dan Dewi Rukmini. Keterlibatan emosi pembaca juga
menjadi dunia pengarang tersendiri dimana pengarang mengemas cerita itu
dan membuat pembaca merasakan atau terbawa emosi. Ironi merupakan suatu
134
yang berkebalikan dengan dugaan dari pembaca. Imajinasi juga merupakan
salah satu dunia pengarang yang ada dalam karya sastra., bagaimana
pengarang memulai cerita menunjukkan konflik dan mengakhiri cerita dengan
imajinasinya menjadi salah satu daya tarik pembaca untuk membaca karya
sastra tersebut.
Lapis dunia yang tak usah dinyatakan atau dikemukakan, tetapi sudah
implisit ada di dalam cerita sebagai berikut :
Jika dicermati lebih dalam naskah wayang Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem ini tidak hanya berisi tentang kisah perjodohan antara Dewi
Rukmini dengan Narayana (Kresna) saja tetapi juga ada beberapa nilai lain
misalkan:
a.) adanya hubungan antar negara seperti yang ada pada pupuh
Dhandhanggula bahwa Prabu Bismaka menyuruh Rukmara untuk
mengantarkan surat ke Ngamarta, Mandura, dan Lesanpura yang
kemudian diadakannya pertemuan membahas pernikahan Rukmini
yang entah kapan terselenggaranya karena mengajukan pertanyaan.
b.) ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon pada pupuh mijil
sebagai syarat yang diajukan Dewi Rukmini sebagai salah satu
bentuk nilai moral yang ada dalam karya sastra ini. Nilai moral lain
yang disampaikan seperti saat Narayana mengatakan kepada Dewi
Rukmini jika telah mengajukan persyaratan dan ada yang bisa
menjawabnya siapapun itu harus menepati janjinya untuk melayani
atau mau dipersunting orang yang menjawab, ini menunjukkan
pada kita bahwa kita harus menepati janji yang diucapkan.
135
Tindakan Arjuna yang ketika bertemu dengan Kresna juga
menunjukkan nilai moral yang baik diman sebagai seorang ksatria
dia harus memenuhi janji yang telah disanggupinya, jika tidak
cacatlah gelar ksatria yang dimilikinya.
Lapis kelima adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca
berkontemplasi/merenung. Berikut lapis metafisis yang ada dalam Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem:
Kutipan:
// tanpa rangu / kalihira wus sarujuk / kênthêl
ciptanira / sang kalih pratignyèng galih / labuh pati tan
mawi aringa-ringa // (pupuh IV Pocung, bait ke 27)
Terjemahan:
tanpa ragu, keduanya telah sepakat, kuat tekadnya, keduanya
teguh hatinya, rela mati tanpa takut. (pupuh IV Pocung, bait
ke 27)
Kutipan di atas menunjukkan lapis metafisis yang membuat kita
merenung tentang labuh pati atau rela mati tanpa takut. Bagaiman
seseorang rela menyerahkan nyawa demi orang yang dicintai.
2. Resepsi Ajaran Sejatining Lanang Dan Sejatining Wadon
Berdasarkan pengumpulan data melalui wawancara diperoleh
penilaian terhadap informan yang menangkap ajaran tentang sejatining lanang
dan sejatining wadon dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.
Mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2012 dan 2013 mampu menangkap apa
yang terkandung di dalam ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon yang
136
terdapat dalam karya sastra ini. Seluruh informan memberikan penilaian yang
alasan atau pemaparan yang berbeda. Informan menangkap apa yang
dimaksudkan dalam ajaran ini dan merelevansikan ke kehidupan nyata tentang
pentingnya ajaran dan maksud dari ajaran tersebut. Ajaran sejatining lanang
dan sejatining wadon dalam karya sastra ini dapat dijadikan pedoman
pendidikan bagi mereka yang akan dan telah berumah tangga, ajaran ini
menunjukkan bagaimana individu dalam keluarga (dalam hal ini pihak laki-
laki dan pihak perempuan) seharusnya bersikap, bagaiman kwajiban laki-laki
dan kwajiban perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Berikut ini
pemaparan informan yang mendukung pernyataan penulis:
Kutipan:
Kalau mengomentari cerita yak an ada satu pertanyaan yang
diajukan oleh Dewi Rukmini. Apasih sejatinya lanang dan
sejatinya wadon? Terus kemudian dua orang menjawab yaitu
Panditha Drona dan Narayana. Nah Pandhita Drona itu
menjawab seperti kayu jati, ibaratnya kayu jati yang utuh dan
yang memiliki lubang. Nah kemudian untuk yang Narayana itu
menjawab bahawa laki-laki itu harus ysng bisa mengayomi,
kemudian bisa menjaga seorang peremuan, nah untuk yang
untuk perempuan sendiri itu sejatinya perempuan adalah
berbakti kepada Tuhan dan juga kepada suaminya. Itu kalau
menurut saya dua-duanya itu benar, ya pendapatnya antara
Pandhita Drona dan Narayana tapi beda pendapat gitu lho.
Kalau yang pendapatnya Drona itu lebih ke fisik, mungkin
penggambaran secar fisik dan realitas gitu. Kalau yang
pandangan jawaban Narayana itu lebih ke fisik lagi melainkan
sifat batiniyah seorang laki-laki dan perempuan seperti itu.
Kalau menurut saya mengarahkan dan membimbing istri itu
lebih kepada bagaimana dia itu bisa berperan dalam statusnya.
Kan dalam kehidupan ini, berumah tangga ya berarti, dalam
kehidupan rumah tangga itu seorang istri kemudian seorang
suami itu memiliki perannya masing-masing kemudian juga
tugasnya masing-masing dan kwajibannya masing-masing.
(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
137
Pendapat Syafirilla, berdasarkan apa yang diperolehnya dari membaca
karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan pakem bahwa dua pendapat
antara Pandhita Drona dan Narayana itu sama-sama benar.
Kutipan:
Naskah ini memang mengisahkan tentang gimana sih cara dan
pentingnya memiliki pendamping hidup yang baik biar rumah
tangganya romantis dengan ajaran utamaya yaitu sejatining
lanang dan sejatining wadon . dalam budaya jawa sejak dahulu
mungkin kalau generasi sekarang menganggapnya ajaran itu kolot
tetapi memang benar bahwa seorang perempuan itu harusnya
memenuhi kodratnya sebagai perempuan sebagai pendamping
laki-laki terutama seorang istri itu harusnya menuruti keinginan
laki-laki atau suaminya dalam hal kebaikan, dan seorang laki-laki
harus bisa memberikan perlindungan pengayoman dan keadilan
bagi seorang istri. Ya mungkin kalau sekarang jaman sekarang
wanita karir lebih penting tetapi ingat bahwa wanita karir
sekalipun mempunyai kwajiban untuk mendidik anaknya,
mengasuh anaknya dan menjaga kepercayaan suaminya agar
rumah tangganya tetap berjalan harmonis.(Purwanti, 15 April
2016)
Purwanti memaparkan naskah ini berisikan bagaimana cara dan
pentingnya memiliki pendamping hidup dengan ajaran utama sejatining
lanang dan sejatining wadon.
Kutipan:
Menurut saya ini sangat bagus karena memberikan ajaran
sejatining lanang, bagaimanakah menjadi seorang laki-laki
yang sesungguhnya dan menjadi sejatining wadon juga
menjadi wanita yang sesungguhnya itu bagaimana. Sebagai
laki-laki saya sangat setuju emang kwajiban laki-laki harus
menjadi imam yang baik untuk istrinya dan keluarganya, anak-
anaknya, dia itu harus menjadi pemimpin yang bagus atau
yang baik dan itu akan menjai suri tauladan bagi anak-
anaknya. Jadi laki-laki itu harus menjadi pemimpin keluarga
itu yang adil, kalau dalam islam itu harus yang sholeh, untuk
shalatnya itu harus juga. Jadi pemimpin sesungguhnya itu
harus yang apa-apa itu serba yang baik.
Ya menurut saya tidak salah menjadi wanita karir tapi dia juga
harus ingat dia itu kodratnya adalah sebagai wanita dan nantinya
138
harus menjai ibu. Jadi dia itu harus seimbang antara mengurus
karirnya dan mengurus keluarganya karena memang kodratnya
wanita itu nantinya akan menjadi seorang ibu dan mengurus
rumah tangga. Kalau pilihan dia menjadi wanita karir itu juga
tidak karena emang kan setelah terjadinya emansipasi wanita kan
wanita bisa bekerja, maksunya derajatnya sama seperti laki-laki.
Tapi wanita itu tidak bisa melawan kodratnya sebagai seorang
wanita itu sendiri an sebagai seorang ibu. Jadi kalau wanita karir
di juga harus mengimbangi bisa mengurus rumah tangganya
dengan baik seperti itu. (Kusuma W, 20 April 2016)
Kusuma memberi penjelasan tentang sejatining lanang dan sejatining
wadon lebih pada ajaran ini dikaitkan dengan kwajiban dalam rumah tangga.
Suami atau laki-laki dianggap harus menjadi pemimpin yang baik sesuai
dengan ajaran agama yang diyakini
Kutipan:
Menurut saya sejatining lanang sejatining wadon ini ya apa itu
seperti kalau keluarga sejatining lanang juga harus memimpin
keluarga dengan baik kemudian menasehatinya dengan baik, tidak
keras kepala sendiri sebagai kepala keluarga. Contohnya
kemudian membimbing anaknya pada saat shalat, pada saat
mengaji, sinau, belajar diingatkanlah dibimbinglah, diajaklah.
Ajak dengan halus bagaimana caranya supaya anaknya, istrinya
itu kejalan yang baik. Oh, ini nggak baik harusnya gini tetapi
mengingatkan dengan bahasa yang sopan dan yang santun.
Sejatining lanang ya seperti itu menurut saya, dan sebagai kepala
keluarga ya harus menafkahi. Sejatining lanang untuk para
pemuda itukan harusnya banyak mencari ilmu dan bertindak yang
baik, kalau dijaman dulu kana da istilah sapa nandur bakal
ngunduh. Kalau pemudanya sekarang baik-baik insyaalah ke
depannya akan ngunduh atau akan menuai hasilnya juga, baik
nanti walaupun sekarang belum nampak insyaallah nanti pas saat
keluarga pas saat itu insyaallah hasilnya akan datang sendiri.
Untuk sejatining wadon untuk perempuan. Perempuan itu kan
sebagai kalau keluarga kan pasangan yang harus bisa mensuport,
bisa memberi, saling kepada keluarga saling memberi ya masukan,
memberi bimbingan kepada anaknya. Sejatining wadon itu kan
harus bagaimana ya? Kalau wadon itu harusnya ya seperti orang
perempuan yang harus sopan santun gitulah intinya.(Veris Doni L,
13 Mei 2016)
139
Sejatining lanang menurut Veris Doni dalam konteks keluaraga atau
suami harus bisa memimpin keluarga dengan baik, memberikan nasehat-
nasehat yang baik, tidak keras kepala ketika masalah menghampiri rumah
tangganya. Untuk sejatining wadon, perempuan dalam keluarga itu sebagai
pasangan suami harus bisa memberi dukungan, saling memberi masukan,
saling memberi bimbingan kepada anak. Sejatining wadon ya seorang
perempuan itu harus bertingkah sopan dan santun.
Perbedaan pendapat terlihat jelas dari apa yang diungkapkan informan
di atas. Syafirilla dan Purwanti selaku seorang perempuan memandangnya
lebih pada sisi perempuan, dimana Syafirilla melihat apa maksud dari
Rukmini meminta syarat ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon,
sementara itu Purwanti lebih pada tugas seorang suami dan istri. Purwanti juga
lebih menekankan pada sisi perempuan yang seorang wanita karir itu
diperbolehkan dengan syarat tetap memenuhi kodratnya sebagai seorang istri.
Kusuma dan Veris sebagai seorang laki-laki juga memberikan
pengertian berbeda. Kusuma memberikan penjelasan tentang satu presepsi
mengenai sejatining lanang dan sejatining wadon yaitu kwajiban laki-laki dan
perempuan dalam rumah tangga. Veris memberikan penjabaran sejatining
lanang dan sejatining wadon pada dua aspek berbeda yaitu lelaki dan wanita
dalam aspek sebagai suami istri sebuah rumah tangga dan laki-laki serta
perempuan sebagai seorang remaja di lingkungan masyarakat.
3. Intensitas penghayatan
Resepsi sastra yang diberikan kepada Mahasiswa Sastra Daerah
angkatan 2012 dan 2013 dimaksudkan untuk mengetahui tanggapan
140
Mahasiswa Sastra Daerah terhadap Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.
Resepsi didasarkan atas intensitas penghayatan pembaca ditambah dengan
nilai dan norma penilaian responden terhadap karya sastra secara keseluruhan.
Intensitas penghayatan yang dimaksud disini adalah kemampuan pembaca
dalam menghayati karya sastra dari berbagai unsur. Unsur-unsur yang
digunakan untuk mengetahui intensitas penghayatan diantaranya adalah tema,
kondisi sosial, relevansi konflik, bahasa, amanat,kekompleksan dan
kesederhanaan cerita, karakter, tokoh, aktualisasi tokoh utama, keterlibatan
emosi pembaca, makna, imajinasi, ironi, dan ketegangan cerita. Norma dan
penilaian responden mencakup bagaimana pendapat informan atau pembaca
terhadap keseluruhan cerita dengan parameter informan dapat menangkap
unsur-unsur yang disebutkan dengan tanggapan yang berbeda-beda.
Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebagian besar informan
memiliki penghayatan yang baik, dapat menjawab pertanyaan yang diberikan
dengan alasan jelas. Informan juga meresepsikan karya sastra dengan
kehidupan nyata atau dapat dikatakan informan merelevansikan apa yang ada
dalam karya sastra dengan lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
sekitarnya saat ini. Cara pandang informan dalam hal ini adalah Mahasiswa
Sastra Daerah dapat dikatakan luas karena latar belakang mereka yang
mempelajari dan mendalami kasusastraan Jawa dari berbagai bidang seperti
sastra, linguistik, dan filologi.
Mulai dari segi tema, informan mengemukakan tema dari sudut
pandang yang berbeda. Berikut tanggapan beberapa informan mengenai segi
tema:
141
Kutipan:
Dari segi tema ya, kalau menurut saya tema karya sastra yang
berjudul Kresna Kembang itu temanya itu lebih menitikberatkan
pada perjuangan dalam pencarian pasangan hidup seperti itu.
menentramkan jiwa pasangan apabila syarat-syarat untuk menjadi
pasangan hidup seperti itu yang tadi itu terpenuhi dengan segala
kelebihannya nah itu akan muncullah kebahagiaan yang akan
dicapai dalam hidupnya seperti itu. (Ghonimatul B, 19 April
2016)
Informan di atas memberi tema pada karya sastra ini adalah
perjuangan pencarian pasangan hidup. Ghonimatul menunjukkan kriteria-
kriteria yang sesuai dari ajaran sejatining lanang yang berupa laki-laki harus
menjadi pemimpin, pengayom serta menentramkan jiwa pasangan di dalam
kehidupan rumah tangga yang akan dijalani oleh tokoh dalam cerita.
Kutipan:
Temanya kalo gak salah percintaan atau pernikahan Rukmini yang
dijodohkan dengan pemuda atau distilahkanlah pemuda atau laki-
laki pilihannya bapaknya yaitu Bismaka. (Veris Doni L, 13 Mei
2016)
Veris Doni memberi gambaran tema sedikit bingung antara percintaan
atau pernikahan namun jika dilihat dari alasannya temanya lebih merujuk pada
perjodohan yang dilakukan oleh ayah Rukmini yaitu Prabu Bismaka.
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh informan-informan di atas dapat
disimpulkan bahwa tema dalam karya sastra ini adalah percintaan, perjodohan,
dan perjuangan pencarian pasangan hidup
142
Berdasarkan dari hasil wawancara 8 informan mengatakan tema itu
menarik tetapi 1 informan mengatakan tidak menarik. 1 informan lainnya
tidak berkomentar tentang ketertarikannya.
Kutipan:
Ya menurut saya sulit ya mbk mbulet-mbulet gak paham, tentang
kisah percintaan dan perjuanggan, nggak, ceritanya mbulet. (Siti
Amanah, 27 April 2016)
Siti Amanah mengutarakan bahwa karya sastra Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem ini tidak menarik karena sulit untuk dipahami dan tidak begitu
jelas dengan tema kisah percintaan dan perjuangan ini tidak menarik
menurutnya.
Kutipan:
Temanya itu menarik ya karena tema percintaan itu masih banyak
menarik pembaca soalnya kan cinta itu masil menjadi hal yang
hangat dan menarik untuk diperbincangkan, tak akan pernah
orang bosan membahas percintaan.(Kusuma W, 20 April 2016)
Kusuma juga menganggap tema percintaan masih menjadi hal
yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan.
Kutipan:
Sebenarnya menarik sih mbk, tapi saya sendiri kan pengetahuan
wayang itu masih terbatas juga, jadi untuk memahami itu lebih
sulit, tetapi kalau kita udah masuk keceritanya itu ajarannya itu
sangat bagus mungkin butuh lebih banyak apa istilahnya? Lebih
banyak membaca lagi kayak gitu. Cukup menarik ya cuma ya itu
tadi penyampaiannya kurang bisa memahami. (Binti Nur K, 27
April 2016)
143
Ketertarikan Binti lebih kepada ajaran yang ada dalam karya sastra.
Binti merasa tidak terlalu memahami karena penyampaiannya dalam bentuk
cerita wayang sebab pengetahuan wayang yang dimilikinya terbatas sehingga
untuk memahami karya sastra ini sedikit sulit. Dari yang disampaikan Binti
menunjukkan bahwa tidak semua orang yang berada atau tumbuh di budaya
Jawa tahu akan kisah pewayangan yang menjadi cerita khas atau warisan
budaya nenek moyangnya.
Adanya perbedaan pendapat dari informan seperti ini wajar karena
informan memiliki cara pandang atau selera masing-masing dalam
menghayati sebuah bacaan. Tema-tema percintaan, perjodohan seperti ini bagi
Siti Amanah kurang menarik karena tidak adanya rasa suka pada tema
semacam ini, sedangkan bagi Ghonimatul yang bergender sama dengan Siti
Amanah mengungkapkan hal sebaliknya tema-tema seperti ini dapat
membantu pembaca untuk menentukan pilihan-pilihan yang berkaitan dengan
masa depan, bisa dikatakan sebagai pernikahan. Bagi Kusuma tema ini
menarik karena bahasannya tidak pernah habis di masyarakat. Kusuma lebih
melihat bukan lagi selera pribadi tetapi apa yang ada di masyarakat,
sedangkan Binti lebih tertarik dengan ajaran yang ada di dalamnya. Di tengah
kesulitannya dalam membaca karya sastra ini, Binti tetap berusaha membaca
karena ketertarikannya pada sebuah ajaran yang dapat diambil dalam karya
sastra.
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wawancara dapat
diperoleh hasil resepsi informan atau pembaca mengenai kondisi sosial dalam
karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini. Dari 10 informan
144
sebagian besar menyatakan bahwa tidak memiliki kedekatan, ada juga
informan yang mengatakan tidak mengalami tetapi ada dilingkungannya., da
nada yang memiliki kedekatan. Berikut pemaparan beberapa informan
mengenaia kondisi sosial:
Kutipan:
Untuk perjodohan ada walaupun bukan saya yang mengalami
tetapi untuk sama dengan naskah ini belum pernah
terjadi.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengatakan kondisi sosial yang ada dalam karya sastra ini
tidak memiliki kedekatan dengan kehidupannya. Untuk hal perjodohan seperti
yang ada dalam karya sastra itu terjadi meskipun bukan dia yang mengalami
tetapi untuk sama persis kasusnya seperti yang terjadi dalam karya sastra
sepengetahuannya belum pernah terjadi.
Kutipan:
Hal ini sesuai dengan kondisi sosial saya yang berlatar
belakang jawa. (Purwanti, 15 April 2016)
Singkat adalah kata yang tepat untuk menggambarkan penjelasan
Purwanti, menurutnya kondisi sosial karya sastra sesuai dengan kehidupannya
yang berlatar belakang budaya Jawa. Purwanti menunjukkan hal-hal yang ada
dalam karya sastra itu wajar terjadi di lingkungannya yang berkebudayaan
Jawa.
145
Kutipan:
Kalau dilingkungan saya itu belum, saya Cuma cerita-cerita dari
orang tua itu ada tapi saya belum menjumpai pada saat saya besar
ini. Belum menjumpai kenyataannnya orang ini dijodohkan dengan
orang ini tetapi orang ini tidak mau tetapi harus dijodohkan, itu
belum saya ketahui. Tetapi cerita-cerita di jaman dahulu, jaman
orang tua saya, simbah saya itu pernah ada, apalagi laki-laki yang
mempunyai istri 2 istri 3 itu ada. (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
Veris Doni mengatakan kondisi sosial yang ada pada naskah itu
menurut cerita dari orang tua maupun sesepuh keluarganya ada. Kenyataannya
ada orang yang dijodohkan namun menolak perjodohan itu. Laki-laki yang
mempunyai istri 2 ataupun 3 juga ada
Berdasarkan apa yang disampaikan informan-informan di atas kondisi
sosial dalam karya sastra ini tidak semuanya ada di lingkungan pembaca.
Hanya beberapa saja yang sama seperti perjodohan, percintaan, perjuangan.
Tetapi bentuk perjuangan sampai adanya perang, kehidupan kerajaan itu tidak
ada dalam kondisi sosial pembaca. Kalaupun ada yang hampir sama tetap
memiliki perbedaan setting.
Berdasarkan data wawancara yang dilakukan dengan informan, karya
sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem masih dianggap ada
relevansinya dengan kehidupan saat ini walaupun tidak semua relevan.
Berikut beberapa tanggapan beberapa informan tentang relevansi konflik
Serat Kresna Kembang Waosan Pakem dengan keadaan saat ini :
Kutipan:
Dalam budaya jawa itu memang ditekankan untuk seorang istri
untuk mematuhi perintah suami dengan amanat utama yang ada
pada karya sastra ini. (Purwanti, 15 April 2016)
146
Menurut Purwanti, relevansi konflik dalam karya sastra ini lebih pada
relevansi amanatnya, baik dulu maupun sekarang seorang istri itu dituntut
untuk mematuhi perintah suami.
Kutipan:
Kalau untuk relevansi konflik ada ya di lingkungan saya, tetapi itu
khususnya pada teman-teman saya contohnya kalangan
mahasiswawalaupun bercanda tapi kan kadang mereka pusing
memikirkan skripsi, karena mereka pusing akhirnya mereka
jodohkan saja kepada siapa. Jadinya masih ada sih terus di
masyarakat juga mereka kadang-kadang dijodohkan nggak mau,
walaupun mereka itu wanita karis tapi kalau dijodohkan tetap
mereka itu nggak mau, pinginnya mencari sendiri walaupun
disibukkan menjadi wanita karir.(Kusuma W, 20 April 2016)
Disimpulkan Kusuma ini menangkap konflik-konflik yang terjadi di
sekitarnya dan membandingkannya dengan apa yang ada dalam karya sastra.
Perbedaan pendapat antara informan dapat dilihat ketika Purwanti
menjawab lebih memposisikan dirinya sebagai seorang wanita yang nantinya
sebagai seorang istri harus patuh pada suaminya, sementara itu Kusuma
memposisikan dirnya sebagai seorang pemuda yang melihat apa yang ada di
lingkungannya, apa yang terjadi di lingkungannya.
Kutipan:
Kalau relevansi itu sangat ada dalam kehidupan sekarang karena
cerita itu secara sepintas kan temanya pencarian pasangan hidup,
itu kan pasti semua orang kan mencari pasangan hidup dan harus
ideal sesuai dengan keinginan. Dan juga yang kedua relevansinya
adalah perjuangan dalam pencapaian tujuan, nah dalam
perjuangan kehidupan dalam mencari pasangan hidup kita
membutuhkan pengorbanan sudah kita lakukan akan mencapai
tujuan. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Berdasarkan apa yang diungkapkan Ghonimatul relevansi konfiknya
yaitu proses pencarian pasangan hidup yang pasti dilakukan oleh semua orang,
147
dimana yang akan dicari adalah pasangan yang ideal sesuai keinginan. Selain
itu, relevansi lainnya berupa perjuangan untuk mencapai tujuan, terutama
perjuangan untuk mencari pasangan hidup.
Kutipan:
Mungkin masih cuma di beberapa bagian saja, tidak semua part-
part relevan seperti itu. Perjodohan masih, terus adegan saling
membunuh nggak, peperangan juga nggak.(Anita Retno M, 18 Mei
2016)
Bentuk relevansi yang diungkapkan Anita yang masih sesuai dengan
kehidupan saat ini adalah perjodohan, sedangkan untuk saling membunuh
ataupun peperangan di dalam cerita sudah tidak relevan dengan saat ini
Persamaan antara Anita dan Gonimatul adalah sama-sama
mengungkapkan hal-hal yang relevan dari karya sastra tetapi bentuk
relevansinya berbeda.
Informan mengatakan bahasa dalam Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem sulit dipahami berdasarkan tingkat kesulitan tertentu, 2 informan
memberikan tanggapan lain, dan 1 informan menganggap bahasa dalam karya
sastra ini mudah untuk dipahami. Berikut sajian data berupa tanggapan dari
informan untuk bahasa dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem:
Kutipan:
Kurang bisa memahami kalau saya, karena inikan bentuknya
tembang saya tidak paham. Jadi saya membaca terjemahnnya
untuk bisa memahami lagi. (Binti Nur K, 27 April 2016)
148
Binti secara terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak paham
dengan tembang dan untuk memahaminya perlu terjemahan
Kutipan:
Bahasanya itu kalau dibaca sekali itu pemahamannya ya gak
kurang cepat paham, tapi kalau sering-sering membaca insyaallah
cepat paham dan karena pada tokoh-tokohnya itukan nama-
namanya itu banyak contohnya kaya Pandhita Drona diganti sama
pandhita Sokalima kalau nggak sering-sering membaca
banyakannya lupa. Jadi intinya yang tercantum di dalam kisahnya
itu kalau nggak sering-sering membaca artinya, akan lupa. (Veris
Doni L, 13 Mei 2016)
Berbeda dari informan-informan lain, informan 10
mengungkapkan secara pribadi bahwa mudah mengerti dan paham
mengenai bahasa yang ada dalam karya sastra Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem, berikut alasan yang diberikan oleh Ghonimatul:
Kalau saya pribadi mudah mengerti dan paham seperti itu
mengapa?karena saya kan pernah mempelajari bahasa kuna
sehingga pelajaran bahasa kuna tersebut bisa membantu
pemahaman dan pengartian karya sastra dan mungkin bagi orang
yang awam dan belum pernah belajar bahasa kuna masih
memerlukan terjemahan untuk memahami karya sastra tersebut.
(Ghonimatul B, 19 April 2016 )
Informan Ghonimatul mengatakan mudah mengerti dan paham
karena dia pernah mempelajari bahasa kuna dan dari itulah membantu
pemahamannya terhadap karya sastra ini yang bagi orang-orang awam sulit
dipahami dan memerlukan terjemahan untuk pemahamannya.
Jadi secara keseluruhan bahasa dalam karya sastra ini sulit
dipahami karena adanya penggunaan bahasa kuna dan juga bentuk karya
sastra yang berupa tembang sering kali menggunakan kata-kata arkais untuk
memenuhi konversi tembang itu. Di sisi lain karena naskah ini bentuk wayang
149
maka ada beberapa tokoh yang memiliki banyak nama. Walaupun sulit
dipahami informan masih tetap dapat memahaminya dengan bantuan kamus
dan juga terjemahan sinopsisnya.
Perbedaan pendapat mengenai bahasa hanya pada pemahaman
akan bahasa yang dipakai di dalamnya. Binti kurang memahami bahasa
tembang sehingga mengalami kesulitan, untuk Veris lebih perlu berulang kali
membaca dan menelaah kata-kata yang digunakan, sementara itu Ghonimatul
memiliki pemahaman bahasa jawa kuna lebih daripada informan lain tidak
mengalami kesulitan dalam membaca. Dapat disimpulkan bahwa bukan
bahasanya yang sulit dimengerti tetapi kosa kata bahasa jawa kuna dan klasik
pembacalah yang harusnya ditingkatkan. Ini dibuktikan dengan adanya
pembaca yang bisa memahami bahasa yang digunakan karena pengetahuan
tata bahasanya yang baik.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari wawancara kepada
informan ditemukan amanat-amanat dari sudut pandang yang berbeda dari
setiap informan. Berikut amanat-amanat yang dapat disimpulkan penulis dari
tanggapan-tanggapan informan:
a. Ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon yang
mengungkapkan bahawa kwajiban suami dan kwajiban istri yang
tertera pada pupuh mijil bait ke 11 dan 12, sebgai berikut:
Kutipan :
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh /
sajatining priya ing yêktiné / iya priya kang among ing èstri
/ kang bisa ngayomi / karya sukèng kalbu //.
150
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon /
marang priya anggusti patrabe / ora cidra kang suci ing galih
/ gumati nlgadѐni / marang kakungipun //.
(pupuh mijil bait ke-11 dan 12)
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa
mengarahkan dan membimbing istrinya, mengayominya, dan
membuat hati istrinya senang.
sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti kepada
Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak berbeda dengan
baktinya kepada Tuhan YME, tidak berbohong dan suci
hatinya, serta perhatian terhadap suaminya.
b. Perlu mengetahui bibit, bebet, dan bobot yang jelas untuk
menentukan masa depan, seperti yang diucapkan Kharisma
Pratidina.
Kutipan:
amanatnya bisa untuk menentukan masa depan kita, kita perlu
adanya bibit, bebet, bobot dalam menentukan masa depan,
sehingga, pada karya sastra itu kan memberikan pertanyaan
pada suami mengenai sejatinya lelaki dan sejatinya wanita,
jawaban dari pertanyaan itu akan mencerminkan apa ya mbak,
mencerminkan sifat atau intelektual dari sang penjawab
(Kharisma P, 13 April 2016)
c. Ketika memilih atau menjatuhkan pilihan harus berserah diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan harus berbakti kepada orang tua
dan saudara tua seperti yang diungkapkan oleh Syafirilla.
151
Kutipan:
Yang pertama itu, seorang manusia itu dalam memilih, dalam
menjatuhkan pilihannya harus berserah diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa, kemudian juga kita itu berdoa meminta
pertolongan kepada Tuhan yang Maha Esa. Kemudian yang
kedua itu kepada orang tua harus berbakti seperti apa yang
dilakukan Rukmini kepada ayahnya. Terus yang ketiga berbakti
kepada saudara yang lebih tua karena yang dilakukan saudara
yang lebih tua itu pastinya yang terbaik untuk adik-adiknya.
(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
d. Harus menepati janji yang diucapkan.
Kutipan:
// yèn sang rêsi ambatang tumuli / kumudu linakon / tan
amêksa iku salawasé / ing uripé jumênêng pribadi / walaka
mandhiri / lir suksma linuhung // (pupuh mijil bait ke 13)
Terjemahan:
Jika sang resi bisa menjawab, harus dijalani, tidak memaksa itu
selamanya, di hidupnya pribadi, jujur mandiri, seperti sukma
yang luhur
e. Tanggung jawab, kesetiaan, perjuangan, dan pengorbanan adalah
nilai-nilai yang ada dalam kehidupan sehari-hari seperti yang
diungkapkan Nila Purwani berikut ini:
152
Kutipan:
menyampaikan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari
misalnya seperti tanggung jawab, kesetiaan, perjuangan
dan pengorbanan seperti yang dilakukan Kresna. (Nila
Purwani, 20 April 2016)
f. Antara anak dan orang tua harus saling memahami, seperti yang
diungkapkan Binti Nur K berikut ini:
Kutipan:
yang pertama, antara orang tua sama anak itu harus saling
memahami (Binti Nur K, 27 April 2016)
g. Jika menyukai seseorang hendaknya diungkapkan secara baik-baik,
seperti yang diungkapkan oleh Siti Amanah sebagai berikut:
Kutipan:
Amanatnya ya jika suka dengan seseorang hendaknya
disampaikan dengan baik tidak dengan cara kasar dengan
menculik gitu, semua itu memang butuh perjuangan (Siti
Amanah, 27 April 2016)
h. Jangan merendahkan dan menganggap remeh kemampuan orang
lain, usaha maksimal akan menghasilkan apa yang diharapkan,
perjuangan selalu membutuhkan pengorbanan, pernikahan harus
dilandasi dengan rasa sayang, seperti apa yang diungkapkan oleh
Ghonimatul berikut ini:
153
Kutipan:
pertama jangan merendahkan dan menganggap remeh
kemampuan orang lain. Yang kedua usaha maksimal akan
menghasilkan harapan yang diinginkan, yang ketiga
perjuangan membutuhkan pengorbanan, dan yang terakhir
pernikahan harus dilandaskan rasa sayang. (Ghonimatul B, 19
April 2016)
Hasil pengumpulan data melalui wawancara mengenai kekompleksan
cerita wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem dapat disimpulkan
bahwa 7 responden mengatakan bahwa cerita ini kompleks, 2 responden
mengatakan cerita ini sederhana, sedangkan 1 lainnya mengatakan ceritanya
rumit. Kekompleksan cerita dapat dilihat dari konflik yang diangkat dan cara
penyelesaiannya, dengan kata lain bagaimana pengarang mengemas ceritanya
menjadi cerita yang kompleks alurnya.
Kutipan:
Ceritanya ini agak rumit dan sekali membaca mungkin nilainya,
klimaksnya atau konfliknya itu nggak bisa kita ambil. Kalau
sering-sering membaca itu ada. Pertama dari pupuh pertama tadi
ya mungkin langsung ada antara Rukmini sama ayahnya yaitu
Bismaka, kan dicalonkan atau dijodohkan dengan ini tetapi
Rukmininya nggak mau karena pandhitanya sudah tua pikun. Kan
itu sudah mulai ada konflik, jadi intinya ini cerita cukup menarik
cukup kompleks tetapi ada agak rumit kalau tidak sering-sering
membaca. (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
Veris Doni juga menyatakan cerita ini kompleks karena konflik yang
diangkat terjadi sejak dimulainya. Ghonimatul juga mengungkapkan
kekompleksan cerita karena munculnya konflik-konflik lainnya disamping
konflik utama dan untuk bagian akhir cerita itu terselesaikan dengan baik.
154
Kutipan:
Kalau menurut saya cerita ini kompleks mengapa? Konflik dalam
cerita tersebut, banyak konflik-konflik kecil yang muncul. Bagian
akhir ceritanya terselesaikan dengan baik sehingga menurut saya
sangat kompleks cerita tersebut. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Sebagian besar informan mampu menangkap unsur penggambaran
tokoh dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem. Hal tersebut juga
membuktikan intensitas penghayatan penggambaran karakter cukup baik.
Kutipan:
Dalam cerita ini tergambar sangat sederhana dirangkum menyatu
dalam jalan cerita yang ada dengan karakter para tokoh yang
tergambar dalam kutipannya. Misal : //Dyah Rukmini wanodya
linuwih/ lantip ing pasepmon/ limpat neggih graitane/ susila rum
prigel ing kardi/ wuwuse merak ati/ patitis ing tanduk//. Ya watak
baik dari Dewi Rukmini adalah wanita yang memiliki kelebihan,
kepandaian, dia itu cerdik sekaligus tanggap, limpat. (Purwanti,
15 April 2016)
Purwanti ini sangat baik dalam menangkap karakter tokoh salah
satunya dia memberi contoh karakter Dewi Rukmini yang tertulis dalam cerita,
seperti wanita yanag pandai, cerdik dan tanggap. Informan juga menyatakan
karakter tokoh terlihat secara jelas karena ada penjelasan mengenai tokoh-
tokoh dalam cerita sebelum dimulainya adegan.
Kutipan:
Kalau untuk karakter itu di karya sastra ini dijelaskan secara
tersurat tentang karakter tokoh yaitu di sebelum dimulainya
adegan. Jadi itu sudah dipaparkan secara jelas.(Kusuma W, 20
April 2016)
155
Menurut Kusuma karya sastra ini memberikan pemaparan tokoh yang
jelas, informan menangkap karakter tokoh dari apa yang dilakukan oleh tokoh
dengan kata lain tindakan tokoh
Kesimpulan yang dapat diambil dari tanggapan-tanggapan di atas
adalah karakter tokoh yang ada dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem
ini tergambar secara jelas baik melalui perilaku ataupun pemaparan yang
disampaikan sebelum dimulainya adegan di dalam cerita.
Tokoh utama dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem adalah
Raden Narayana (Kresna) dan Dewi Rukmini. Untuk tokoh protagonis antara
lain Raden Arjuna, Raden Narayana, Dewi Rukmini, Prabu Bismaka, Prabu
Baladewa.
Aktualisasi tokoh utama adalah bagaiman tokoh utama dalam ceria itu
mampu mengaktualkan dirinya dengan tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya. Tokoh utama dalam Serat Kresna
Kembang Waosan Pakem menurut informan dianggap mampu mengaktualkan
dirinya. Berikut tanggapan beberapa informan:
Kutipan:
Ada yaitu kan Rukmini tokoh utamanya, dia itukan mau djodohkan
tapi dia tidak tinggal diam untuk pasrah dijodohkan maka dia itu
memberikan syarat yaitu pertanyaan itu yang sulit dijawab oleh
laki-laki yang ingin menjadi suaminya itu,(Kusuma W, 20 April
2016)
156
Bentuk aktualisasi Rukmini menurut Kusuma adalah karena dia
ingin menolak perjodohan ia memberikan pertanyaan yang sulik dijawab
oleh mempelai laki-laki.
Kutipan:
Ya mampu dari awal hingga akhir ceritanya tergambarkan dengan
baik dan kiprah tokoh utama tersebut menjadi sebuah jalinan alur
yang sangat baik. Bentuk aktualisasi tokoh utama menurut saya itu,
memutuskan persoalan dalam hidup, nah itu tercermin dalam
cerita, yang kedua adalah cara untuk menghadapi konflik yang
mengampiri tokoh utama tersebut itu sangat baik. (Ghonimatul B,
19 April 2016)
Ghonimatul menunjukkan bahwa dari awal sampai akhir cerita tokoh
utama mampu menunjukkan kiprahnya.
Perbedaan antara Kusuma dengan Ghonimatul dalam menjawab adalah
Kusuma cenderung merujuk pada tokoh dan satu hal yang dilakukan tokoh di
dalam cerita. Lain halnya dengan Ghonimatul yang menujukkan aktualisasi
tokoh secara umum dalam keseluruhan cerita. Perbedaan ini menunjukkan
adanya pemahaman yang berbeda di antara pembaca walaupun keduanya
sama-sama mahasiswa Sastra Daerah bidang sastra.
Hasil wawancara informan mengenai keterlibatan emosi ketika
membaca karya sastra menunjukkan 6 informan mengatakan terbawa suasana
ketika membaca, 3 informan mengatakan tidak bisa merasakan keterlibatan
emosi ketika membaca, dan 1 informan tidak berpendapat tentang keterlibatan
emosi ini. Berikut beberapa tanggapan informan mengenai keterlibatan emosi
pembaca:
157
Kutipan:
Dan karya satra ini melibatkan emosi pembaca yaitu dengan
adanya diksi yang dirangkum pengarang dalam naskah yang
begitu elok dan bermakna sesuai dengan horizon harapan
pembaca dengan makna yang mudah dipahami karena kata-
katanya memang arkais tetapi sudah lazim didunakan dalam
karya sastra jawa. (Purwanti, 15 April 2016)
Menurut Purwanti karya sastra ini melibatkan emosi pembaca
degan diksi yang digunakan pengarang melalui kata-kata arkais (bahasa
sastra) yang sudah lazim digunakan dalam karya sastra seperti ini.
Kutipan:
Ya saya terbawa perasaan saat itu, si Narayana atau Kresna
itu, seolah-olah saya itu kalau melihat hal yang seperti itu saya
juga ingin melakukan seperti Narayana, melihat wanita yang
cantik pintar tapi kok dijodohkan sama orang tua yang dia itu
nggak dicintai oleh Rukmini gitu lho. Terus saya mikirnya kaya
merasa ingin sekali, saya itu seperti Narayana ya saya akan
menjadi seperti dia, apa yang dia lakukan. (Kusuma W, 20
April 2016)
Kusuma merasakan terbawa emosi dengan tindakan-tindakan
Narayana untuk menolong Dewi Rukmini, sebagai seorang laki-laki Kusuma
juga akan melakukan hal yang sama jika melihat keadaan yang menimpa
Rukmini.
Binti belum merasa belum terlalu terbawa emosi ketika membaca
karena menurutnya pengemasan karya sastra ini sulit untuk dipahami.
Kutipan:
Sejauh ini belum terlalu itu mbak, soalnya cara pengemasan dari
karya sastra itu masih sulit untuk dipahami jadi ya belum bisa
terbawa. (Binti Nur K, 27 April 2016)
158
Kelerlibatan emosi ini meuncul adanya perasaan terbawa suasana oleh
pembaca ketika membaca sebuah karya sastra. Purwanti terbawa suasana dari
diksi atau keindahan bahasa yang digunakan pengarang untuk bercerita, ini
terjadi secara naluriah sebagai pembaca dan pastinya tahu yang dimaksudkan
di dalam cerita. Sementara itu Kusuma secara naluriah sebagai laki-laki ingin
melakukan seperti yang dilakukan oleh Narayana, ini lebih mengacu adanya
kesamaan gender tokoh dalam cerita dengan si pembaca. Adanya keterbatasan
pemahaman bahasa juga berpengaruh terhadap bagaimana pembaca terbawa
dengan cerita yang disuguhkan, hal ini dialami oleh Binti karena kurangnya
pemahaman Binti tidak terlalu menikmati apalagi untuk jauh terbawa emosi
ketika membaca.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 informan mengenai
pemahaman menangkap unsur makna yang ada dalam karya sastra Serat
Kresna Kembang waosan Pakem dapat disajikan data 3 informan mengatakan
mudah untuk menangkap makna dalam karya sastra, 4 informan mengatakan
sulit untuk menangkap makna karya sastra, dan 3 informan tidak dimintai
keterangan mengenai makna
Ghonimatul mengatakan untuk memahami makna dalam karya sastra
ini setidaknya memerlukan 2 kali membaca namun jika membaca
terjemahannya langsung bisa menangkap maknanya.
Kutipan:
Secara sepintas utamanya dalam bahasa kunanya itu saya perlu
baca mungkin 2 kali baru menangkap maknanya karena
membutuhkan pemikiran yang lebih daripada terjemahannya,
159
kalau terjemahannya langsung bisa dipahami.(Ghonimatul B, 19
April 2016)
Kutipan:
Makna yang terkandung itu agak susah, bukan tidak ada tapi
agak susah. Karena saya baru memahami setelah beberapa
kali membaca.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
Syafirilla mengungkapakan untuk mendapatkan atau menangkap
makna yang terkandung dalam karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem ini susah karena untuk memahaminya informan perlu berkali-kali
membaca.
Makna dalam karya sastra ini jika disimpulkan dari hasil wawancara
informan dapat dipahami setelah beberapa kali membaca baik dari teks bahasa
jawa maupun teks terjemahannya.
Imajinasi merupakan sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dalam
pembentukan sebuah karya sastra. Pada dasarnya karya sastra adalah imajinasi
pengarang yang dituangkan ke dalam sebuah tulisan untuk dibaca. Hasil
wawancara dengan informan mengenai unsur imajinasi dalam karya sastra
Serat Kresna Kembang Waosan Pakem, diperoleh data 7 informan mengtakan
karya sastra ini memiliki imajinasi yang tinggi, 1 informan bingung akan
tingkat imajinasinya, dan 2 informan tidak memberikan komentar tetang unsur
imajinasi
Kutipan:
Ya imajinasinya tinggi, soalnya ada imajinasi yang tidak
masuk akal contohnya Narayana saat dia itu merubah dirinya
160
menjadi raksasa, itu kan kalau di kehidupan nyata tidak ada.
Jadi tingkat imajinasina ya cukup tinggi di sini.(Kusuma W, 20
April 2016)
Kusuma memberikan alasan lain yang lebih merujuk pada salah satu
tokoh penting dalam karya sastra. Tokoh yang dimaksud adalah Narayana
yang mampu merubah wujudnya menjadi raksasa. Sama seperti Syafirilla,
Kusuma juga dianggap mampu menunjukkan hal-hal imajinatif yang
menurutnya menarik dan tidak masuk akal di dunia nyata.
Kutipan:
Selanjutnya dari segi imajinasi, menurut saya cerita ini memiliki
imajinasi yang sangat tinggi. Mengapa? Karena banyak kejadian
dalam cerita itu mempergunakan setting kerajaan sehingga kita
juga ikut berimajinasi bagaimana keadaan kerajaan jaman dahulu
dan pertikaian, peperangan jaman dahulu seperti itu. (Ghonimatul
B, 19 April 2016)
Tanggapan lainnya dari Ghonimatul ini lebih menitikberatkan pada
setting yang dipaparkan dalam karya sastra. Informan menunjukkan bahwa
setting kerajaan yang diangkat dalam cerita mampu membuat pembaca
membayangkan bagaimana kehidupan jaman kerajaan termasuk juga
pertikaian dan peperangan antar kerajaan yang pada masa ini sudah tidak ada
lagi masa itu.
Kutipan:
Imajinasinya cukup tinggi pada umumnya wayang banyak dewa terus
raksasa, hal-hal yang tidak ada dalam kehidupan nyata.(Siti Amanah, 27
April 2016)
161
Dapat dimpulkan bahwa Serat Kresna Kembang Waosan Pakem
memiliki imajinasi yang tinggi apalagi keberadaannya sebagai naskah cerita
pewayangan, sudah layaknya cerita sebagai cerita imajinatif penuh filosofi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui tentang
unsur ironi dalam karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem. 6
informan mengatakan ada unsur ironi dalam karya sastra ini, 1 informan
mengatakan ironinya biasa saja, dan 3 lainnya tidak menanggapi unsur ironi.
Kutipan:
Biasanya kan kalau karya satra cuma monoton-monoton aja
tapi kalau ini itu sasya sudah menebak jalan ceritanya akan
tetapi tuh ternyata beda gitu lho. Ironinya sangat tinggi terus
intensitas ironinya tinggi juga.(Kharisma P, 13 April 2016)
Menurut Kharisma unsur ironi dalam karya sastra ini memiliki
intensitas yang tinggi alasannya karena informan sebagai pembaca saat
membaca karya sastra membayangkan jalan ceritanya seperti apa, nyatanya
jalan cerita yang disampaikan berbeda dengan apa yang dibayangkan
informan sebelumnya.
Siti Amanah menduga setelah Narayana menculik Dewi Rukmini
cerita itu akan berakhir ternyata masih ada konflik lain diman ada keterlibatan
Arjuna di dalamnya.
Kutipan:
Ya ada. Saat Narayana menculik itu saya kira udah, terus
hidup, ternyata masih ada keterlibatan Arjuna dalam karya
sastra. Sedang.(Siti Amanah, 27 April 2016)
162
Purwanti menganggap unsur ironi dalam naskah ini bisa saja
karena setelah membaca informan tidak asing dengan ceritanya. Jalan
cerita dari Serat Kresna Kembang waosan Pakem ini mirip dengan lakon
pertunjukkan wayang yang pernah ditontonnya dengan judul Narayana
Dadi Ratu. Selain pertunjukan wayang informan juga melihat karya sastra
ini memiliki beberapa versi dalam bentuk karya tulis dan juga tersimpan
tidak hanya dalam satu eksemplar di beberapa tempat. Informan 4 dinilai
kritis dalam mengingat dan melihat, informan dapat menunjukkan bahwa
cerita ini sebenarya popular walaupun dengan judul maupun versi yang
berbeda.
Kutipan:
Akan tetapi naskah ini mungkin unsur ironinya biasa saja
karena Kresna Kembang Waosan Pakem ini sama jalan
ceritanya dengan pertunjukan wayang yang sering berjudul
Narayana dadi Ratu. Dan teks ini sangat popular sehingga
tidak hanya tersimpan dalam satu tempat saja tetapi beberapa
tempat dengan koleksi naskah lebih dari satu
eksemplar.(Purwanti, 15 April 2016)
Melihat tanggapan-tanggapan yang diberikan informan mengenai
unsur ironi dapat disimpulkan informan sebagai pembaca memiliki
pengalaman atau tempat-tempat tersendiri dalam merasakan hal yang tidak
terduga di dalam karya sastra, adapula yang dapat menebak keseluruhan cerita
karena berdasarkan pengalaman pernah melihat sebelumnya.
Ketengangan cerita ini tidak menentu berdasarkan pengalaman pebaca
saat membaca. Ada kalanya pembaca merasakan ketegangan di tempat yang
sama ada kalanya juga tidak.
163
Kutipan:
Selanjutnya dari segi ketegangan cerita menurut saya cerita
memiliki ketegangan cerita yang kuat. Mengapa? Karena ada
proses peperangan juga antara dua kerajaan seperti itu, nah itu
menambah gentingnya peristiwa. (Ghonimatul B, 19 April 2016)
Menurut Ghonimatul ketegangan cerita dalam karya sastra ini
diperkuat dengan adanya peperangan antara kerajaan. Ghonimatul lebih
terkesan merasakan ketengangan cerita melalui adegan yang ditampilkan
Kutipan:
Kalau untuk ketegangan ceritanyaya biasa aja sih karena memang
budaya jawa itu sejak jaman dulu di kenal dengan budaya yang
gitu-gitu aja, sudah ditata sedemikian rupa sehingga kalau ada
perubahan itu dari masa ke masa tidak terlalu signifikan
begitu.(Purwanti, 15 April 2016)
Purwanti memandang ketengangan cerita ini biasa saja alasannya
karena informan melihat bahwa yang terjadi dalam cerita sudah umum ada di
dalam budaya Jawa dimana ia berada, informan juga merelevansikan bahwa
ada perubahan di dalamnya tetapi tidak signifikan atau masih diterima oleh
masyarakat
Perbedaan antara Ghonimatul dengan Purwanti dalam merasakan
ketegangan cerita adalah pengalaman alasannya Purwanti merasakan pernah
melihat pertujukkan wayang dengan lakon cerita yang alurnya hampir sama
dengan Serat Kresna Kembang Waosan Pakem jadi sudah tidak terkejut lagi
164
dengan yang ada di dalam cerita, sementara itu Ghonimatul yang baru
mengetahui cerita ini merasakan ketegangan pada adegan peperangan yang
digambarkan oleh pengarang. Berdasarkan data yang diperoleh dari informan
dapat disimpulkan jika ada beberapa bagian dalam cerita yang mampu
membuat pembaca merasakan ketegangan yang ada, namun karena cerita yang
diangkat sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari
menjadikan ketegangan cerita itu sudah bisa ditebak sebelumnya oleh
pembaca. Untuk bisa memperoleh ketegangan cerita yang ada juga sangat
diperlukan adanya pemahaman terhadap karya sastra yang dibaca.
Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh penilaian secara
keseluruhan oleh pembaca. Informan yang diwanwancarai mnganggap Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem ini bagus dan menarik. Berdasarkan data
yang ada dapat diambil beberapa parameter yang membuat karya sastra Serat
Kresna Kembang Waosan Pakem ini bagus, menarik, dan unik sampai perlu
untuk dilestarikan. Berikut parameter yang dapat diambil :
1. Imajinasi. Contohnya pengambaran pertemuan manusia dengan
dewa maupun dengan raksasa yang tidak ada dalam dunia nyata.
Kutipan:
Karena cerita pewayangan atau cerita wayang terkesan
sebagai cerita yang imajinatif dibuktikan dalam karya sastra
ini yaitu dengan bertemunya manusia dengan dewa atau
raksasa.(Syafirilla Sari M, 19 April 2016)
2. Amanat yang bermanfaat, seperti yang disampaikan Syafirilla:
165
Kutipan:
Amanat dalam pewayangan sangat mendidik dan bermanfaat
dalam kehidupan nyata.(Syafirilla, 19 April 2016)
3. Tokoh utama yang tidak terduga seperti yang diungkapkan Siti
amanah.
Kutipan:
tidak terduga tokoh utamanya bisa jadi apa-apa.(Siti Amanah,
27 April 2016)
4. Tema percintaan yang kental akan konflik dan relevan dengan
kehidupan sekarang. Seperti dalam kutipan berikut:
kisah percintaan itu kalau di jawa kental akan konflik (Nila
Purwani, 20 April 2016)
5. Diksi yang digunakan, seperti yang diungkapkan oleh Purwanti
Kutipan:
adanya diksi yang dirangkum pengarang dalam naskah yang
begitu elok dan bermakna (Purwanti, 15 April 2016)
6. Ajaran-ajaran moral atau nilai-nilai yang disampaikan. Berikut
kutipannya:
banyak muatan-muatan atau nasehat-nasehat yang ada di
dalamnya.(Anita Retno M, 18 Mei 2016)
7. Kisah yang disampaikan bagus untuk diterapkan dalam sebuah
pertunjukan, seperti yang diungkapkan Veris Doni berikut ini:
166
cerita sangat bagus atau maksudnya kisah yang bagus
seumpama ini diterapkan kepada suatu teater atau suatu
kethoprak (Veris Doni L, 13 Mei 2016)
8. Setting yang diambil pada jaman kerajaan dan konfliknya pada
jaman dulu, seperti pernyataan Ghonimayul berikut ini:
dari segi setting ini mengambil setting kerajaan, sehingga ini
dapat mengimajinasi pembaca mengenai kerajaan-kerajaan
jaman dahulu dan juga(Ghonimatul B, 19 April 2016)
Perbedaan pandangan parameter tentang keseluruhan cerita karena
salera atau apa yang menjadi hal menonjol dalam cerita itu setiap pembaca
mempunyai kesan sendiri-sendiri. Kebanyakan dari pembaca menentukan
berdasarkan yang dipahaminya.
Penulis dapat memberikan penilaian berdasarkan data yang diperoleh
dari informan dan telah diuraikan berdasarkan penghayatan dan pemahaman
yang telah diberikan informan, meskipun tidak semua tanggapan dari
informan ditampilkan dan dipaparkan. Penulis berkesimpulan Mahasiswa
Sastra Daerah angkatan 2012 dan 2013 Fakultas Ilmu Budaya tergolong
memiliki intensitas penghayatan yang baik.
C. Resepsi Sastra Penulis
Pada bagian ini pembahasan difokuskan pada resepsi sastra berdasarkan
pandangan penulis tentang: a.) Ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon. b.)
intensitas penghayatan terhadap serat Kresna Kembang Waosan Pakem.
167
1. Resepsi Ajaran Sejatining Lanang dan Sejatining Wadon
Tentang ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon penulis
mempunyai pendapat sebagi berikut:
a. Kutipan:
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh /
sajatining priya ing yêktiné / iya priya kang among ing èstri
/ kang bisa ngayomi / karya sukèng kalbu //. (pupuh mijil bait
ke-11)
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa mengarahkan
dan membimbing istrinya, mengayominya, dan membuat hati
istrinya senang.
Suami yang mampu mengarahkan dan membimbing
istrinya adalah laki-laki yang menempatkan dirinya sebagai kepala
keluarga, dimana ia mengarahkan keluarganya menjadi keluarga
yang baik intinya keluarga yang tahu adat istiadat di lingkungan
tempat tinggalnya, pada dasarnya suami harus mampu mendidik
keluarganya menjalani kehidupan sesuai dengan norma yang
berlaku di masryakat, selain itu, juga menjadi keluarga religius
sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianut. Seorang suami
juga harus mengayomi keluarganya (istri dan anak-anaknya)
maksudnya seorang suami itu mampu memberikan rasa nyaman
kepada keluarganya sehingga merasa aman dan terlindungi jika
berada di sampingnya atau di rumah tinggalnya. Suami juga harus
168
mampu membuat keluarganya bahagia intinya bertanggungjawab
dan mampu memberi nafkah lahir batin, kehidupan harmonis, serta
keluarga yang hangat penuh kasih sayang.
b. Kutipan:
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon /
marang priya anggusti patrabe / ora cidra kang suci ing galih /
gumati nlgadѐni / marang kakungipun //. (pupuh Mijil bait ke-
12)
Terjemahan:
sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti kepada
Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak berbeda dengan
baktinya kepada Tuhan YME, tidak berbohong dan suci hatinya,
serta perhatian terhadap suaminya. (pupuh Mijil bait ke-12)
Wanita itu seharusnya menjadi pribadi yang taat kepada
Tuhan dan memiliki kepribadian sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya. Wanita juga harus berbakti kepada laki-laki (suaminya)
layaknya ia berbakti kepada Tuhan sebagai simbol bahwa suami itu
adalah wakil Tuhan di dunia ini, harus patuh pada apa dikatakan
suami yang menuju pada kebaikan, tetapi jika perintah itu merujuk
pada pelanggaran norma-norma sebagai seorang istri haruslah bisa
menasehati suami agar kembali ke jalan yang sesuai dan tidak diikuti
keinginan yang menjerumuskan itu, selain itu juga harus bisa
mendidik putra dan ptrinya. Seorang istri juga tidak boleh berbohong
harus suci hatinya intinya dia memiliki sifat santun dan terbuka
169
terhadap keluarganya apapun itu. Istri juga harus perhatian dan
mampu melayani suaminya baik secara lahir maupun batin
2. Intensitas penghayatan penulis terhadap Serat Kresna Kembang
Waosan Pakem.
2.1 Tema
Tema dalam karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem ini meurut penulis adalah romance, keluarga, dan perjuangan.
Romance yang dimaksudkan adalah kisah percintaan antara Raden
Narayana dan Dewi Rukmini. Tema keluarga dapat disimpulkan dari
hubungan tokoh-tokohnya yang masih dalam lingkup keluarga atau
saudara, dimana ayah Dewi Rukmini yaitu Prabu Bismaka adalah adik
dari Prabu Basudewa ayah dari Narayana, lalu hubungannya dengan
Pandawa dan Kurawa, dimana Pandawa adalah anak dari Dewi Kunti
dan Prabu Pandu. Dewi Kunti adalah adik dari Prabu Basudewa dan
kakak dari Prabu Bismaka, sedangkan Kurawa adalah adalah anak dari
kakak Prabu Pandu. Sementara itu perjuangan dapat dilihat dari apa
yang dilakukan Kresna untuk Dewi Rukmini yang dicintainya, ia
melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan Dewi Rukmini dari
perjodohan dengan Pandhita Durna yang tidak diinginkannya.
Tema tersebut menarik menurut penulis, konflik yang diangkat
dari hubungan keluarga yang sedikit rumit, lalu ada nilai-nilai yang
disampaikan seperti ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon
yang ada di dalamnya. Tidak hanya sebatas kisah cinta picisan tetapi
penuh nilai-nilai moral semacam hubungan persaudaraan, lalu
170
keteguhan hati, kebimbangan ketika kita harus memilih keluarga atau
tugas sebagai ksatria untuk memenuhi janji yang sudah diucapkan
seperti yang dialami Arjuna ketika harus memenuhi janjinya kepada
gurunya untuk menangkap maling yang tak lain adalah saudara tuanya,
tetapi disisi lain tidakk ingin nama keluarganya dan kakanya menjadi
buruk mengingat apa yang dilakukan kakaknya juga tidak sepenuhnya
bisa dipersalahkan. Penulis rasa cerita-cerita dengan tema seperti ini
masih menjadi tema yang menarik di masyarakat.
2.2 Kondisi Sosial
Kondisi sosial yang tercermin dalam karya sastra ini tidak
memiliki kedekatan dengan kehidupan saya, ditempat saya tinggal
sudah tidak ada lagi yang namanya dijodohkan. Banyak dari remaja-
remaja itu diberi kebebasan oleh orang tuanya untuk berhubungan
dengan siapapun tetapi tetap dijaga, biasanya anaknya sendiri akan
langsung memperkenalkan calonnya kepada orang tua jika sudah
dirasa cocok.
2.3 Relevansi Konflik
Menurut saya konflik yang diangkat dalam karya sastra ini
masih relevan alasannya konflik tentang percintaan itu masih banyak
ada di masyarakat walaupun bentuknya tidak sama seperti yang ada
pada naskah, begitu pula permaslahan-permasalahan keluarga juga
masih marak ada di masyarakat. Untuk seperti syarat sebelum
pernikahan biasanya orang tualah yang menentukan untuk melihat
171
bibit,bebet,dan bobot calon menantunya, biasanya lebih pada kejelasan
pekerjaan, asal-usul, pendidikan yang menjadi masalah utama.
2.4 Bahasa
Bahasa dalam karya sastra ini sebenarnya cukup sulit untuk
dipahami karena penggunaannya untuk memenuhi konvensi tembang
yang digunakan, akan tetapi ketika membaca penulis mengerti maksud
dalam bait itu walaupun tidak semua kata pada bait itu diketahui
artinya. Bahasa yang dipakai dalam karya sastra ini campuaran antara
bahasa jawa baru, bahasa jawa tengahan, bahasa jawa kuna, dan
bahasa kawi. Contoh penggunaan bahasa jawa kuna seperti penyebuta
sun untuk menyebut aku, penyebutan bahasa kawi misalnya
penyebutan kusuma untuk bunga.
2.5 Amanat
Amanat dalam karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan
Pakem dapat diketahui secara tersurat maupun tersirat. Contoh amanat
yang tersurat antara lain:
a. Ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon pada pupuh mijil
bait ke 11 dan ke 12, sebagai berikut:
Kutipan:
// wruhanira babatangané yêkti / tan mêksa tinamboh /
sajatining priya ing yêktiné / iya priya kang among ing
èstri / kang bisa ngayomi / karya sukèng kalbu //.
// sajatining pawèstri sayêkti / kang bêkti Hyang Manon /
marang priya anggusti patrabe / ora cidra kang suci ing galih
172
/ gumati nlgadѐni / marang kakungipun //. (pupuh mijil bait ke-
11)
Terjemahan:
sejatinya seorang lelaki itu adalah suami yang bisa
mengarahkan dan membimbing istrinya, mengayominya, dan
membuat hati istrinya senang.
sejatinya seorang perempuan adalah istri yang berbakti kepada
Tuhan YME, berbakti kepada suaminya tidak berbeda dengan
baktinya kepada Tuhan YME, tidak berbohong dan suci
hatinya, serta perhatian terhadap suaminya. (pupuh mijil bait
ke-11)
b. Jika berjanji harus ditepati.
Kutipan:
// yèn sang rêsi ambatang tumuli / kumudu linakon / tan
amêksa iku salawasé / ing uripé jumênêng pribadi / walaka
mandhiri / lir suksma linuhung // (pupuh mijil bait ke 13)
Terjemahan:
Jika sang resi bisa menjawab, harus dijalani, tidak memaksa itu
selamanya, di hidupnya pribadi, jujur mandiri, seperti sukma
yang luhur. (pupuh mijil bait ke 13)
c. Ketika bertindak tidak boleh gegabah. Seperti yang diungkapkan
pada pupuh X pangkur bait ke-27 sebagai berikut:
Kutipan:
173
// durung prapta mangsanira / ora wurung têmbê sapa
darbéni / among aywa grusa grusu / nandangi kadang
ingwang / aturira Arjuna aris mu guyu / aywa sandéya
maring wang / dahat rumêksa wak mami // (pupuh X pangkur
bait ke-27)
Terjemahan:
Belum sampai pada waktunya, nantinya siapa juga yang akan
memiliki, hanya jangan terburu-buru, melawan sadaramu,
perkataan Arjuna halus sambil tersenyum, jangan bersembunyi
dariku, sehingga menjaga diri. (pupuh X pangkur bait ke-27)
d. Menghormati dan menyayangi mereka yang lebih tuwa seperti
pada pupuh X pangkur bait ke 43, sebagai berikut:
Kutipan:
// Dyah Rukmini panganggêpnya / marang Sang Dyah
Jêmbawati abêkti / pinindha kadangnya sêpuh / dadya guru
sanyata / amamardi para marta réh rahayu / tamat wuryaning
carita / tuladha laku utami // (pupuh X pangkur bait ke 43)
Terjemahan:
Dyah Rukmini menganggap Dyah Jembawati berbakti seperti
saudara tuanya, menjadi guru yang nyata, menjaga segala
sesuatu agar selamat, selesai akhir cerita, contoh perbuatan
baik. (pupuh X pangkur bait ke 43)
Amanat tersirat dalam karya sastra ini salah satunya dapat diambil
dari adegan Arjuna bertemu dengan Kresna kemudian dilanda
174
kebimbangan antara memenuhi darma satriya tetapi nantinya akan malu
karena menyerahkan saudaranya sendiri sebagai pencuri yang tentunya
membuat nama keluarganya tercoreng atau tidak menyerahkan Narayana
yang malah membuat darmanya sebagai satriya hilang, sampai akhirnya
memilih untuk mati bersama saja. Ini mengajarkan pada kita bahwa tugas
dan kwajiban, janji yang telah diucapkan itu harus ditepati untuk
membuktikan bahwa kita memiliki jiwa seorang ksatriya.
2.6 Kekompleksan dan Kesederhanaan Cerita
Menurut penulis cerita ini kompleks karena konfliknya yang
rumit tidak hanya sekedar perjodohan tetapi merambat pada hal-hal
lain dan saling berkaitan. Dari ketidakinginan Rukmini dijodohkan
kemudian menumbuhkan jalinan cinta dan rasa sayang dengan
kakaknya Narayana yang menimbulkan kecurigaan saudaranya
Sumbadra dan Baladewa.
Konflik kemudian naik lagi ketika Narayana sampai menjadi
raksasa untuk menyelamatkan Rukmini yang dikejar-kejar oleh
Pandhita Drona. Konflik semakin kuat ketika tidak ada yang mampu
mengalahkan raksasa jelmaan Narayana walaupun sampai Puntadewa
dan Bratasena turun tangan. Kemudian puncak konflik ketika Arjuna
mengetahui bahwa yang menculik Rukmini adalah kakaknya Narayana,
terjadi perbincangan yang menguras emosi, di satu sisi Arjuna tidak
ingin menodai darmanya sebagai seorang ksatriya yang harus menepati
janji, di sisi lain ia juga tak mampu menyalahkan apa yang dilakukan
Narayana karena Rukmini juga mencintainya.
175
Kemudian ada titik terang dari masalah ketika Arjuna memilih
cara agar tidak menodai sumpah ksatrianya tetapi juga bisa menolong
kakaknya dari Kurawa. Akhirnya Narayana dan Rukmini dapat bersatu
menikah di Mandura atas bantuan Arjuna. Melihat babak-babak yang
ditampilkan penulis rasa cerita ini kompleks.
2.7 Karakter
Karya sastra ini memberikan pemaparan karakter secara jelas
terhadap hampir keseluruhan tokohnya. Penulis berpendapat demikian
berdasarkan apa yang ada dalam naskah wayang Serat Kresna
Kembang Waosan, naskah ini memberikan pemaparan mengenai
karakter fisik maupun watak dari tokoh-tokohnya sebelum adegan
berlangsung, walaupun tidak semua dipaparkan secara fisik maupun
watak pasti ada penjelasan salah satu iantaranya. Berikut contoh bait
yang menerangkan karakter watak dari tokoh Dewi Rukmini.
Kutipan:
// Dyah Rukmini wanudya linuwih / lantip ing pasêmon
/ tajêm limpat nênggih graitané / susila rum parigêl ing
kardi / wuwusé mrak ati / patitis ing tanduk // (pupuh III
Mijil, bait ke 22)
Terjemahan:
Dyah Rukmini wanita yang memiliki kelebihan, lantip
cara berpikirnya, tajam tanggap hatinya, kelakuannya
penuh tata karma, kata-katanya menyenangkan hati, tepat
dalam perbuatan. (pupuh III Mijil, bait ke 22)
176
2.8 Tokoh
-Tokoh utama dalam karya sastra ini adalah Raden Narayana (Kresna)
-Tokoh Protagonis dalam karya sastra ini adalah Arjuna
2.9 Aktualisasi Tokoh Utama
Aktualisasi yang dilakukan tokoh utama dalam karya sastra ini
adalah Narayana yang berusaha untuk mempertahankan orang yang
disayangi, ingin melindungi sesuai dengan janjinya pada Rukmini. Dia
bahkan berubah menjadi raksasa untuk menyelamatkan Rukmini.
Ketika penyamarannya terbongkar oleh Arjuna, dia tetap berusaha
mencari jalan terbaik agar tetap bersama Rukmini, melepaskan
Rukmini dari perjodohan dengan Pandhita Drona, dan tetap
mempertahankan harga diri keluarganya, serta menghindari adanya
peperangan dengan Kurawa terungkap dialah penculiknya.
2.10 Keterlibatan Emosi Pembaca
Keterlibatan emosi pembaca dirasakan penulis dari awal cerita
dimana ada rasa kaget atau tidak terima jika Rukmini menikah dengan
Pandhita Drona, lalu merasa terbawa suasana ketika Narayana dan
Rukmini bahagia. Emosi ketika dalam peperangan Duryudana
menuduh yang tidak-tidak pada Bratasena padahal dia sendiri yang
kabur dari peperangan. Ikut membayangkan bagaimana penggambaran
suasana di tengah hutan yang Arjuna lewati. Lalu tersentuh ketika
Arjuna dan Narayana bertemu dan harus melewati hal sulit memilih
menyelamatkan keluarganya atau berpegang teguh pada janji yang
177
diucapkannya. Penulis rasa pada bagian-bagian itu penulis mengalami
keterlibatan emosi yang tinggi daripada bagian-bagian yang lain.
2.11 Makna
Untuk memahami makna dalam karya sastra ini penulis
membutuhkan beberapa kali membaca ulang karya sastranya. Pertama
kali membaca hanya sekedar tahu maksud dari paragraph-paragraf
yang disampaikan tetapi untuk arti dan makna secara keseluruhan
butuh berulang kali membaca.
2.12 Imajinasi
Imajinasi dalam karya sastra ini menurut penulis tergolong
tinggi banyak hal-hal yang tidak ada di dunia nyata digambarkan di
sini dengan jelas dan seolah-olah itu nyata dan ada. Contoh
imajinasinya antara lain manusia berubah menjadi raksasa seperti yang
dilakukan Narayana, Arjuna yang membunuh Narayana dengan
membakar jasadnya nyatanya Narayana masih hidup, dsb. Selain itu
imajinasi pengarang juga tercermin dalam alur dan konflik yang
dirangkai dalam cerita, menurut penulis cerita ini rumit ketika
membayangkan hubungan kekeluargaan antara tokoh-tokohnya, lalu
pemilihan tokoh Drona yang akan mempersunting Rukmini menurut
penulis bagaimana pengarang menghubungkan antara Narayana-
Rukmini-Drona-Arjuna begitu tepat membentuk cerita yang bagus.
2.13 Ironi
Ironi atau hal tak terduga yang penulis rasakan saat membaca
karya sastra Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini pada bagian
178
akhir cerita ketika Arjuna memilih membantu Kresna tanpa harus
menyebabkan peperangan, malu, dan tanpa mengurangi darmanya
sebagai ksatria. Ketika Arjuna membakar Kresna itu penulis mengira
Rukmini juga akan ikut mati nyatanya Rukmini tetap dibiarkan hidup
meskipun dituntut untuk menjalani hukuman mati. Lebih mengejutkan
lagi ketika Kresna dinyatakan hidup penulis mengira pernikahan akan
dilaksanakan di Kumbina ternyata di Mandura. Intensitas ironi
menurut penulis sedang karena hanya sedikit bagian yang tidak
terduga oleh penulis ketika membaca.
2.14 Ketegangan Cerita
Ketegangan cerita dirasakan penulis pada setiap adegan
peperangan baik itu di Kumbina maupun di tengah hutan ketika Arjuna
bertemu dengan raksasa. Ketengan selanjutnya dirasakan saat
pertemuan Arjuna dan Narayana di taman ketika Arjuna memergoki
bahwa Narayana yang menjadi penculik. Berikutnya saat bagian akhir
Rukmini yang akan dihukum mati kemudian tidak jadi itu juga
menimbulkan ketegangan.
2.15 Serat Kresna Kembang Waosan Pakem Secara Keseluruhan
Secara keseluruhan karya sastra ini bagus dengan parameter
tema yang diangkat cukup menarik judulnya saja membuat pembaca
bertanya maksunya seperti apa, kelengkapan unsur structural yang ada
di dalamnya berupa lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis metafisis,
an lapis dunia yang menunjukkan karya sastra ini banyak mengandung
179
diksi sebagai salah satu unsur penting dalam estetika karya sastra.
Parameter lainnya adalah nilai-nilai moral atau amanat yang
disampaikan sangatlah bermanfaat dalam kehidupan sehari-sehari
sebagai contoh yaitu ajaran sejatining lanang dan sejatining wadon
yang diungkapkan Narayana kepada Rukmini, cerita ini juga kompleks
dengan konflik-konflik yang saling terkait sehingga membuat karya
sastra itu menarik. Imajinasi yang digambarkan pengarang juga dapat
menjadi salah satu tolak ukur dari karya sastra ini, pengarang mampu
membangun konflik keluarga yang rumit dan menarik untuk dibaca.