bab ii tinjauan pustaka 1. tinjauan mengenai anti...

74
27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Mengenai Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat a. Pengertian Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa : “Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.” Jadi dalam pasal tersebut mendefinisikan monopoli sebagai suatu penguasaan atas sebuah usaha atau bisnis tertentu. Hal tersebut tentu dapat memperkuat posisinya dan melemahkan posisi pesaingnya, sehingga semakin lama ia akan semakin menguasai pasaran. Monopoli ini dapat dilakukan baik perseorangan maupun kelompok. Kata “ monopoli “ berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual tunggal “. Disamping itu istilah monopoli sering disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang sepandan dengan istilah antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah monopoli “ dikekuatan pasar. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk

Upload: lediep

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Mengenai Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat

a. Pengertian Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan

bahwa :

“Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau

atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku

usaha.”

Jadi dalam pasal tersebut mendefinisikan monopoli sebagai suatu

penguasaan atas sebuah usaha atau bisnis tertentu. Hal tersebut tentu dapat

memperkuat posisinya dan melemahkan posisi pesaingnya, sehingga semakin

lama ia akan semakin menguasai pasaran. Monopoli ini dapat dilakukan baik

perseorangan maupun kelompok.

Kata “ monopoli “ berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual

tunggal “. Disamping itu istilah monopoli sering disebut juga

“Antitrust” untuk pengertian yang sepandan dengan istilah “

antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh

masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah “

monopoli “ dikekuatan pasar. Dalam praktek keempat istilah

tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah

dominasi saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut

dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang

menguasai pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk

28

subtitusi atau produk subtitusi yang potensial dan terdapatnya

kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk

tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar

atau hukum tentang permintaan pasar.19

Jadi ketika seseorang telah mampu menguasai pasar atau berhasil

melakukan monopoli, maka orang tersebut dapat menaikkan harga sesuai

keinginannya tanpa melihat permintaan pasar, hal ini dapat dilakukan karena tidak

adanya pesaing yang berarti baginya.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 1 ayat(6) UU

menyatakan bahwa :

“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang

dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha.”

Jadi persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan usaha dalam

berbisnis yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau curang atau melawan

hukum yang tindakannya tersebut telah menghambat pesaingnya dalam

melakukan usaha yang serupa.

b. Ruang Lingkup Aturan Hukum Antimonopoli

Dalam Undang-undang Fair Trading di Inggris tahun 1973, istilah

Monopoli diartikan sebagai keadaan di mana sebuah perusahaan

atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang- kurangnya 25 %

penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan.

Sementara dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu

monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan

19

http://avnasution.blogspot.com/2011/05/kegiatan-dan-perjanjian-yang-dilarang.html, makalah

antimonopoly dan persaingan curang, diakses pada tanggal 28 November 2013 pukul 09.54 WIB.

29

pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pasal 17 ayat (2)

juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999.20

Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli menyatakan

bahwa:

“Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau

pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan tidak sehat.”

Kemudian dalam pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa :

Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi

dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

apabila:

a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada

subtitusinya;atau

b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam

persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;atau

c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

mengusasai lebih dari 50 % (lima puluh persen) pangsa pasar

satu jenis barang atau jasa tertentu.”

Dalam pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa :

“Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak

mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam

kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha

mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar

bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,

kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan

untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa

tertentu.”

Dalam sidang-sidang masyarakat di Eropa, mengartikan posisi dominan

adalah sebagai berikut :

20

Ibid

30

1. Kemampuan untuk bertindak secara merdeka dan bebas dari

pengendalian harga, dan

2. Kebergunaan pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam

pasar, yang bagi mereka perusahaan yang dominan tersebut

merupakan rekan bisnis yang harus ada,

3. Dalam ilmu hukum monopoli beberapa sikap monopolistik

yang mesti sangat dicermati dalam rangka memutuskan apakah

suatu tindakan dapat dianggap sebagai tindakan monopoli. 21

Menurut William R. Andersen, sebagaimana dikutip dalam sebuah blog,

Sikap monopolistik tersebut adalah :

a. Mempersulit masuknya para pesaing ke dalam bisnis yang

bersangkutan

b. Melakukan pemasungan sumber suplai yang penting atau suatu

outlet distribusi yang penting.

c. Mendapatkan hak paten yang dapat mengakibatkan pihak

pesaingnya sulit untuk menandingi produk atau jasa tersebut.

d. Integrasi ke atas atau ke bawah yang dapat menaikkan

persediaan modal bagi pesaingnya atau membatasi akses

pesaingnya kepada konsumen atau supplier.

e. Mempromosikan produk secara besar-besaran

f. Menyewa tenaga-tenaga ahli yang berlebihan.

g. Perbedaan harga yang dapat mengakibatkan sulitnya bersaing

dari pelaku pasar yang lain

h. Kepada pihak pesaing disembunyikan informasi tentang

pengembangan produk, tentang waktu atau skala produksi.

i. Memotong harga secara drastis.

j. Membeli atau mengakuisisi pesaing- pesaing yang tergolong

kuat atau tergolong prospektif.

k. Menggugat pesaing-pesasingnya atas tuduhan pemalsuan hak

paten, pelanggaran hukum anti monopoli dan tuduhan-tuduhan

lainnya. 22

c. Tujuan Hukum Anti Monopoli

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terdapat tujuan dari

dibentuknya hukum anti monopoli. Pasal 3 Undang-Undang tersebut menyatakan

bahwa :

21

Ibid 22

Ibid

31

Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:

a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi

ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan

persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya

kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha

besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan

d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

d. Perjanjan Yang Dilarang

Untuk mencapai tujuan hukum anti monopoli, ada beberapa perjanjian

yang dilarang dan kegiatan yang dilarang yang dapat mengakibatkan praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Dalam pasal1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatkan

bahwa :

“Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk

mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun

baik secara tertulis maupun secara lisan.”

Perjanjian yang dilarang dalam hukum anti monopoli yang dapat

mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terdapat dalam

bab III Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Perjanjian yang dilarang tersebut

antara lain :

1. Oligopoli

32

Oligopoli adalah sebuah keadaan pasar dimana jumlah dari produsen dan

pembeli barang hanya sedikit,sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat

mempengaruhi harga pasar.23

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 4 menyatakan

bahwa:

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan

penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau

jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-

sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran

barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila

2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku

usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen)

pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Dari pasal 4 tersebut dapat kita ketahui bahwa perjanjian oligopoli yang

dilarang adalah perjanjian oligopoli yang dapat menyebabkan adanya persaingan

usaha tidak sehat. Indikator untuk membuktikan adanya oligopoli terdapat dalam

ayat (2) pasal tersebut, yaitu apabila 2 atau 3 atau sekelompok pengusaha

melakukan suatu perjanjian yang hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya

penguasaan pangsa pasar lebih dari 75 %.

Karakteristik barang- barang yang biasa diperdagangkan di pasar oligopoli

adalah:

a. Barang barang homogen, misalnya bensin, minyak mentah,

tenaga listrik, batu bara, kaca, bahan bangunan, pupuk, pipa

dan baja.

23

Op.Cit, http://avnasution.blogspot.com/2011/05/kegiatan-dan-perjanjian-yang-dilarang.html

33

b. Struktur pasar oligopoly biasanya ditandai dengan kekuatan

pasar pelaku usaha yang kurang lebih sebanding dengan pelaku

usaha sejenis, baik dari segi modal maupun dari segi segmen

c. Hanya sedikit perusahaan dalam industri.

d. Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi

e. Kompetisi nonharga.24

Menurut Ayudha D. Prayoga sebagaimana dikutip dalam buku karangan

Rachmadi Usman, menyatakan bahwa :

Perjanjian oligopoli dilarang apabila dapat merugikan persaingan, jadi

bukan per se illegal. Hal ini menarik karena larangan oligopoli hanya dimasukkan

ke dalam perjanjian yang dilarang, yang dapat mempersempit cakupan larangan

tersebut, mengingat keterbatasan arti perjanjian.25

2. Penetapan Harga

Perjanjian penetapan harga yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 meliputi empat jenis perjanjian yaitu:

a. Penetapan harga (price fixing)

Larangan perjanjian penetapan harga terdapat dalam Pasal 5 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya

untuk menetapkan harga atas mutu suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar

oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”

24

Ibid 25

Rachmadi Usman,2004, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, hlm 43

34

Penetapan harga ini dilarang karena penetapan harga bersama sama akan

menyebabkan tidak berlakunya hukum pasar tentang harga yang terbentuk dari

adanya penawaran dan permintaan.

Larangan adanya penetapan harga ini tidak berlaku terhadap 2 hal. Yaitu

sebagaimana terdapat dalam pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999, yang menyatakan bahwa :

a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau

b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Jadi larangan adanya penetapan harga ini dikecualikan terhadap usaha

yang dilakukan secara patungan dan Perjanjian yang didasarkan oleh UU yang

berlaku, termasuk penetapan harga yang diizinkan atau dikordinasi terlebih dahulu

dengan pemerintah.

b. Diskriminasi harga (price discrimination)

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang

satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar

oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.”

Jadi dalam pasal ini adalah adanya sebuah perjanjian antar pelaku usaha

yang mengakibatkan adanya perlakukan yang berbeda antara pembeli satu dengan

pembeli yang lain. Pembeli yang satu harus membayar lebih tinggi atau lebih

murah dari pembeli yang lain terhadap barang atau jasa yang sama. Hal ini tidak

35

diperbolehkan karena akan menyebabkan adanya persaingan usaha yang tidak

sehat antara pelaku usaha.

Menurut Ayudha D. Prayoga sebagaimana dikutip dalam buku karangan

Rachmadi Usman membagi diskriminasi harga kedalam 3 tingkatan. Dalam setiap

tingkatan menuntut informasi yang berbeda mengenai konsumen, yaitu :

1. Diskriminasi harga sempurna, dimana produsen akan

menetapkan harga yang berbeda untuk setiap konsumen. Setiap

konsumen akan dikenakan harga tertinggi yang sanggup

dibayarnya. Dengan menerapkan strategi ini hanya dapat di

implementasikan pada kasus tertentu saja, karena menuntut

produsen untuk mengetahui secara tepat berapa jumlah

maksimum yang ingin dibayarkan oleh konsumen untuk

jumlah barang yang ditawarkan.

2. Pada situasi dimana produsen tidak dapat mengidentifikasi

maksimum harga yang dapat dikenakan untuk setiap

konsumen, atau situasi dimana produsen tidak dapat

melanjutkan struktur harga yang sama untuk tambahan unit

penjualan, maka produsen dapat menetapkan strategi

diskriminasi tingkat harga kedua, dimana produsen akan

menerapkan sebagian dari surplus konsumen, pada strategi ini

produsen menerapkan harga yang berbeda untuk setiap

pembelinya berdasarkan jumlah barang yang dibeli, pembeli

yang bersedia membeli barang lebih banyak diberikan harga

per unit lebih murah. Makin sedikit yang dibeli, harga

perunitnya makin mahal. Strategi ini banyak dilakukan pada

penjual grosir atau pasar swalayan besar.

3. Bentuk terakhir diskriminasi harga umumnya diterapkan

produsen yang mengetahui bahwa permintaan atas produk

mereka beragam secara sistematik, berdasarkan karakteristik

konsumen dan kelompok demografis. Pada kondisi ini

produsen dapat memperoleh keuntungan dengan mengenakan

tarif yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen yang

berbeda.26

c. Penetapan harga dibawah harga pasar atau jual rugi (predatory price)

Dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :

26

Ibid, hlm 49-50

36

“ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya

untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

Pada satu sisi, penetapan harga dibawah biaya marginal akan

menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, tetapi di pihak

lain akan sangat merugikan pesaing (produsen lain). Predatory

pricing ini sebenarnya merupakan hasil dari perang harga tidak

sehat antara pelaku usaha dalam rangka merebut pasar. Strategi

yang tidak sehat ini pada umumnya beralasan bahwa harga yang

ditawarkan merupakan hasil kinerja peningkatan efisiensi

perusahaan. Oleh karena itu, hal itu tidak akan segera terdeteksi

sampai pesaing dapat mengukur dengan tepat berapa harga

terendah yang sesunguhnya dapat ditawarkan pada konsumen

(dimana harga = biaya marginal). Strategi ini akan menyebabkan

produsen menyerap pangsa pasar yang lebih besar, yang

dikarenakan berpindahnya konsumen pada penawaran harga yang

lebih rendah. Sementara produsen pesaing akan kehilangan pangsa

pasarnya. Pada jangka yang lebih panjang, produsen pelaku

predatory pricing akan dapat bertindak sebagai monopolis.27

d. Pengaturan harga jual kembali (resale price maintenance)

Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang

memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau

memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang

lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

Dalam pasal ini telah ditetapkan bahwa suatu perjanjian penetapan harga

secara vertikal hanya dilarang apabila perjanjian tersebut mengakibatkan adanya

persaingan usaha tidak sehat.

27

Ibid, hlm 50

37

Amerika Serikat dan Australia mengkategorikan baik price fixing

maupun resale price maintenance sebagai per se illegal. Baik price

fixing maupun resale price maintenance sama-sama merugikan

persaingan dan konsumen. Salah satu perbedaan antara keduanya

adalah di dalam resale price maintenance ada korban yang lebih

langsung, yakni retailer yang tergeser karena tidak menyukai

resale price maintenance. Pengalaman di Australia menunjukan

bahwa resale price maintenance lebih mudah di buktikan dari pada

price fixing, karena biasanya retailer (yang biasanya sukar

memberikan diskon) tersebut akan melaporkan dan memberikan

bukti-bukti langsung.28

3. Pembagian Wilayah

Dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang

bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang

dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat.”

Berdasarkan pasal 9 ini, perjanjian pembagian wilayah yang terkena

larangan adalah jika isi perjanjian pembagian wilayah yang dimaksud bertujuan

membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap suatu produk barang dan

/atau jasa, dimana perjanjian itu dapat menimbulkan praktik monopoli dan /atau

persaingan usaha tidak sehat.29

Perjanjian ini dilarang karena dengan adanya pembagian wilayah maka

dapat mentiadakan persaingan usaha antar pelaku usaha. “Para pesaing dapat

bersepakat untuk tidak memproduksi produk-produk tertentu atau meninggalkan

28

Ibid, hlm 51-52 29

Ibid, hlm 52-53

38

wilayah-wilayah tertentu yang lain untuk mencapai economies of scale dan

spesialis. Dengan kata lain efisiensi yang lebih besar akan tercapai. namun,

efisiensi ini baru bisa tercapai dengan adanya perjanjian antar pesaing.”30

4. Pemboikotan

Pemboikotan ini merupakan perjanjian horizontal antara pelaku usaha

pesaing untuk menolak mengadakan hubungan dagang dengan pelaku usaha

lain.31

Dalam pasal 10 UU Nomor 5 Tahun 2010 menyatakan bahwa :

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku

usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain

untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar

dalam negeri maupun pasar luar negeri.

(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan

atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:

a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku

usaha lain; atau

b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli

setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

5. Kartel

Larangan perjanjian kartel diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 pasal 11 yang berbunyi:

”pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang

bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau

pemasaran suatu barang yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

atau persaingan usaha tidak sehat.”

30

Ibid, 53 31

Ibid, 54

39

Secara sederhana, kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan

pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan diantara

keduanya. Dengan kata lain, kartel (cartel) adalah kerjasama dari produsen-

produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan,

serta harga untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.

Praktik kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha

untuk dapat memengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka.

Mereka berasumsi apabila produksi mereka di dalam pasar dikurangi, sedangkan

permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap maka akan berakibat

pada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila di dalam

pasar produk mereka melimpah, sudah tentu akan berdampak terhadap penurunan

harga produk mereka di pasar.

Membanjirnya pasokan dari produk tertentu di dalam sebuah pasar dapat

membuat harga produk tersebut di pasar menjadi lebih murah, kondisi ini akan

menguntungkan pihak konsumen, tetapi tidak sebaliknya bagi pelaku usaha

(produsen atau penjual). Semakin murah harga produk mereka di pasar, membuat

keuntungan yang akan di peroleh oleh pelaku usaha tersebut menjadi berkurang

atau bahkan rugi apabila produk mereka tidak terserap oleh pasar.

Agar harga produk di pasar tidak jatuh dan harga produk dapat

memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pelaku usaha, pelaku usaha

biasanya membuat perjanjian di antara mereka untuk mengatur jumlah produksi

sehingga jumlah produksi mereka di pasar tidak berlebih. Tujuannya adalah agar

tidak membuat harga produk mereka di pasar menjadi lebih murah. Namun

40

terkadang, praktik kartel tidak hanya bertujuan untuk menjaga stablitas harga

produk mereka di pasar, tetapi juga untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-

besarnya dengan mengurangi produk mereka secara signifikan di pasar sehingga

menyebabkan di dalam pasar mengalami kelangkaan. Akibatnya, konsumen harus

mengeluarkan biaya yang lebih untuk dapat membeli produk pelaku usaha

tersebut di pasar, atau dapat di lakukan tujuan utama dari praktik kartel adalah

untuk mengeruk sebanyak mungkin surplus konsumen ke produsen.

6. Trust

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan

perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga

dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing

perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk

mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa,

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat.”

Untuk dapat mengontrol produksi atau pemasaran produk di pasar, para

pelaku usaha ternyata tidak hanya cukup dengan membuat perjanjian kartel di

antara mereka, tetapi juga mereka terkadang membentuk gabungan perusahaan

atau perseroan yang lebih besar (trust), dengan tetap menjaga dan

mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan

anggotanya. Trust merupakan wadah antar perusahaan yang di desain untuk

membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industri tertentu. Gabungan antara

beberapa perusahaan dalam bentuk trust di maksudkan untuk mengendalikan

41

pasokan secara kolektif, dengan melibatkan trustee sebagai koordinator penentu

harga.

7. Oligopsoni

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama

menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat

mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar

bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama

menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku

usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75%

(tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau

jasa tertentu.

Oligopsoni adalah struktur pasar yang di dominasi oleh sejumlah

konsumen yang memiliki kontrol atas pembelian. Struktur pasar ini memiliki

kesamaan dengan struktur pasar oligopoli. Hanya saja struktur pasar ini terpusat di

pasar input. Dengan demikian, distorsi yang di timbulkan oleh kolusi antar pelaku

pasar akan mendistorsi pasar input. Oligopsoni merupakan salah satu bentuk

praktik antipersaingan yang cukup unik. Hal ini karena dalam praktik oligopsoni,

yang menjadi korban adalah produsen atau penjual, sedangkan biasanya untuk

bentuk-bentuk praktik antipersaingan lain (seperti penetapan harga, diskriminasi

harga, dan kartel) yang menjadi korban umum nya adalah konsumen. Dalam

oligopsoni, konsumen membuat kesepaktan dengan konsumen lain dengan tujuan

agar mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau penerimaan

pasokan yang pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa

42

pada pasar yang bersangkutan. Dengan demikian, secara sederhana dapat di

katakan bahwa ologopsoni adalah keadaan ketika dua atau lebih pelaku usaha

menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang

dan/atau jasa dalam sebuah pasar komoditas.

Dengan adanya praktik oligopsoni, produsen atau penjual tidak memiliki

alternatif lain untuk menjual produk mereka selain kepada pihak pelaku usaha

yang telah melakukan perjanjian oligopsoni. Tidak adanya pilihan lain bagi

pelaku usaha untuk menjual produk mereka selain kepada pelaku usaha yang

melakukan praktik oligopsoni, mengakibatkan mereka hanya dapat menerima

harga yang sudah ditentukan oleh pelaku usaha yang melakukan praktik

oligopsoni.

Dalam oligopsoni, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yakni

kemungkinan-kemungkinan perjanjian tersebut memfasilitasi kolusi penetapan

harga sehingga menimbulkan efek antipersaingan. Perjanjian tersebut tidak akan

memfasilitasi kolusi harga apabila pembelian produk yang di lakukan dengan

perjanjian ini hanya berjumlah relatif kecil terhadap total pembelian di pasar

tersebut. Selain itu, apabila perjanjian tidak menghalangi anggotanya untuk

melakukan pembelian kepada pihak lain secara independen maka joint purchasing

tersebut tidak merugikan persaingan.

8. Integrasi Vertikal

Dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa:

43

“pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain

yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk

dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tetentu yang mana setiap

rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik

dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau

merugikan masyarakat.”

Integrasi vertikal merupakan perjanjian yang terjadi antara beberapa

pelaku usaha yang berada pada tahapan produksi atau operasi dan/atau distribusi

yang berbeda, namun saling terkait. Bentuk perjanjian yang terjadi berupa

penggabungan beberapa atau seluruh keigatan operasi yang berurutan dalam

sebuah rangkaian produksi atau operasi.

Mekanisme hubungan antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan usaha

lainnya yang bersifat integrasi vertikal dalam perspektif hukum persaingan,

khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 di gambarkan dalam suatu

rangkaian produksi atau operasi. Rangkaian ini merupakan hasil pengolahan atau

proses lanjutan, baik dalam suau rangkaian langsung maupun tidak langsung

(termasuk juga rangkaian produksi barang dan/atau jasa substitusi dan/atau

komplementer). Lebih lanjut, mekanisme hubungan kegiatan usaha yang bersifat

integrasi vertical dapat dilihat pada skema produksi yang menggambarkan

hubungan dari atas ke bawah, yang sering di sebut juga dengan istilah dari suatu

kegiatan usaha yang di kategorikan sebagai integrasi vertical ke belakang, yaitu

apabila kegiatan tersebut mengintegrasikan beberapa kegiatan yang mengarah

pada penyediaan bahan baku dari produk utama.

9. Perjanjian Tertutup

44

Larangan perjanjian tetutup diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa:

(1) Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha lain memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima

barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok

kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu

dan/atau jasa ke pada tempat tertentu.

(2) Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain

yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang

dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau

jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

(3) Pelaku usaha di larang membuat perjanjian mengenai harga

atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang

memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima

barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok:

a. Harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari

pelaku usaha pemasok,

b. Tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang asama atau

sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari

pelaku usaha pemasok.

Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian yang terjadi antara mereka

yang berada pada level yang berbeda pada proses produksi atau jaringan

distribusi suatu barang atau jasa. Perjanjian tertutup ini terdiri atas exlusive

distribution agreement dan tying agreement.

10. Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri

Peranjian dengan pihak luar negeri menjadi terlarang jika melakukan

perjanjian yang dapat merusak persaingan usaha dan melakukan tindak monopoli.

Larangan perjanjian dengan pihak luar negeri dalam pasal 16 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa :

45

“Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang

memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat”.

Berdasarkan pasal tersebut, terdapat ketentuan khusus untuk melakukan

perjanjian dengan pelaku usaha lain. Adapun pengguna pasal ini adalah pada

kasus bilamana suatu perusahaan asing tidak melakukan kegiatan di pasar

Indonesia, tetapi berpengaruh dengan pasar Indonesia melalui perjanjian. Dengan

kata lain, pasal 16 Undang-Undang ini, tidak dapat di terapkan terhadap perjanjian

bilamana kedua belah pihak berkedudukan di luar negeri, sedangkan dampaknya

hanya terasa di Indonesia.

e. Perjanjian-Perjanjian Yang Dikecualikan

Selain mengadakan pengecualian berlakunya pasal-pasal tertentu dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, UU ini juga memberikan pengecualian

terhadap semua ketentuan yang ada dalam UU ini untuk perjanjian-perjanjian

tertentu. Hal ini sebagaimana terdapat dalam pasal 50 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 yang menyatakan bahwa :

Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah :

a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan

peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual

seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk

industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang,

serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau

c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau

jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;

atau

d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat

ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa

46

dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah

diperjanjikan; atau

e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau

perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau

f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah

Republik Indonesia; atau

g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor

yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar

dalam negeri; atau

h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau

i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk

melayani anggotanya.

Disayangkan bahwa penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tidak menjelaskan perjanjian-perjanjian tersebut lebih lanjut. Padahal pasal

pengecualian ini penting, terutama bagi pelaku usaha yang ingin

memanfaatkannya. Disamping ketidakjelasannya, dikhawatirkan hal ini juga dapat

menimbulkan penyalahgunaan.32

f. Kegiatan Yang Dilarang

Menurut Gunawan Widjaja sebagaimana dikutip dalam buku karangan

Rachmadi Usman mendefinisikan kegiatan sebagai berikut :

“Kegiatan adalah tindakan atau perbuatan hukum “sepihak” yang

dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa ada

keterkaitan hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha lainnya.”33

Dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 terdapat beberapa bentuk kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha

yaitu monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dumping, manipulasi biaya dan

persengkokolan.

1. Monopoli

32

Ibid, hlm 63 33

Ibid, hlm 67

47

Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap

pembahasan pembentukan hukum persaingan usaha. Monopoli itu sendiri

sebenarnya bukan merupakan suatu kejahatan atau bertentangan dengan hukum

apabila diperoleh dengan cara-cara yang adil dan tidak melanggar hukum. Oleh

karena itu,monopoli belum tentu dilarang oleh hukum persaingan usaha yang

dilarang justru adalah perbuatan-perbuatan dari perusahaan yang mempunyai

monopoli untuk menggunakan kekuatannya di pasar bersangkutan yang biasa

disebut sebagai praktik monopoli. Sebuah perusahaan dikatakan telah melakukan

monopoli apabila pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau

mematikan perusahaan lain dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau

mempunyai tujuan untuk melakukannya.

Definisi monopoli dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 adalah:

”Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan

jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.”

Selanjutnya,peraturan mengenai monopoli diatur pasal 17 Undang-

UndangNomor 5 Tahun 1999menyatakan bahwa :

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi

dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat

mengsakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan usah tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan

penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau

jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:

a. Barang dan jasa yang bersangkutan belum ada

substitusinya

48

b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke

dalam persaingan usaha barang dan jasa yang sama

c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang

dan jasa tertentu.

Pengertian monopoli secara umum adalah apabila ada satu pelaku

usaha (penjual) yang ternyata adalah satu-satunya penjual bagi

produk barang dan jasa tertentu dan pada pasar tersebut tidak

terdapat produk substitusi (pengganti).

Praktik monopoli merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh

satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya

produksi dan pemasaranbarang atau jasa tertentu sehingga dapat

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan

kepentingan umum.34

Monopoli yang dilarang menurut pasal 17 ini jika monopoli tersebut

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Melakukan kegiatan penguasaan atas penguasaan atas produk

barang, jasa atau barang dan jasa tertentu;

b. Melakukan kegiatan penguasan atas pemasaran produk barang,

jasa atau barang dan jasa tertentu;

c. Penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli;

d. Penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat.35

Pada dasarnya kemungkinan terjadinya monopoli tidak hanya pada pihak

swasta saja melainkan juga badan usaha negara. Hal ini sebagaimana terdapat

dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang “memberikan dasar filosofis

dan hukum kemungkinan monopoli dan/atau penguasaan atas cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta

34

Op. Cit http://avnasution.blogspot.com/2011/05/kegiatan-dan-perjanjian-yang-dilarang.html, 35

Op.cit, Rachmadi Usman, hlm 68

49

penguasaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya oleh

negara”36

2. Monopsoni

Monopsoni merupakan sebuah pasar di mana hanya terdapat seorang

pembeli atau pembeli tunggal. Dalam pasar monopsoni,harga barang atau jasa

biasanya akan lebih rendah dari harga pada pasar yang kompetitif. Pembeli

tunggal ini pun biasanya akan menjual dengan cara monopoli atau dengan harga

lebih tinggi. Pada kondisi inilah potensi kerugian masyarakat akan timbul karena

pembeli harus membayar dengan harga yang mahal dan juga terdapat potensi

persaingan usaha yang tidak sehat.

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara khusus

menyatakan bahwa :

1. Pelaku usaha dilarang mengusasai penerimaan pasokan atau

menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar

bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Pelaku usaha patit diduga atau dianggap menguasai

penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku

usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari

50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Berdasarkan isi pasal 18 tersebut, dapat dikatakan bahwa monopsoni

merupakan suatu keadaan bilamana suatu kelompok usaha menguasai pangsa

pasar yang besar untuk membeli sebuah produk sehingga perilaku pembeli

tunggal tersebut akan dapat mengakikbatkan terjadinya praktik monopoli atau

36

Ibid hlm 71

50

persaingan tidak sehat dan apabila pembeli tunggal tersebut juga menguasai lebih

dari 50% pangsa pasar suatu jenis produk atau jasa.

3. Penguasaan Pasar

Penguasaan pasar merupakan keinginan dari hampir semua pelaku usaha.

Hal ini karena penguasaan pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif

dengan tingkat keuntungan yang mungkin dapat diperoleh oleh pelaku usaha.

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang

penguasaan pasar. Dalam pasal tersebut menyatakan sebagai berikut :

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik

sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat berupa:

a. Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk

melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.

b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha tertentu

untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha

pesaingnya itu.

c. Membatasi peredaran dan penjualan barang dan jasa pada

pasar bersangkutan.

d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha

tertentu.

4. Dumping

Dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa:

“pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang atau jasa dengan

cara melakukan jual beli atau menetapkan harga yang sangat rendah

dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di

51

pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.”

Dalam kamus hukum ekonomi ELIPS sebagaimana di kutip dalam buku

karangan Rachmadi Usman menyatakan bahwa :

Dumping dinyatakan sebagai praktik dagang yang dinyatakan sebagai

praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual barang, jasa, atau barang

dan jasa di pasar internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau

lebih rendah dari pada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada

harga jual kepada negara lain.37

Jadi dumping ini merupakan perbuatan pelaku usaha yang menjual barang

atau jasanya dengan sangat murah atau banting harga, dengan harapan dapat

mematikan usaha pesaingnya.

5. Manipulasi Biaya

Dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa:

“Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi

dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa

yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

Contoh pelanggaran pasal 21 UU Nomor 1999 menurut Insan Budi

Maulana, sebagaimana di kutip dalam buku karangan Rachmadi Usman adalah

“melanggar Undang-Undang Perpajakan, karena konsekuensi penetapan biaya

37

Ibid, hlm 75

52

produksi dan biaya lainnya dalam menentukan harga barang dan/atau jasa yang

dilakukan secara curang akan menimbulkan pengaruh terhadap jumlah besar atau

kecilnya pajak yang harus dibayar.”

6. Persekongkolan

Pengertian Persekongkolan usaha yang diatur dalam pasal 1 butir 8

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa:

”Sebagai bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan

pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi

kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”

Tiga bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut:

1. Persekongkolan tender

Penjelasan pasal 22 UU Antimonopoli menyatakan bahwa tender

merupakan tawaran untuk mengajukan harga, memborong suatu

pekerjaan, mengadakan barang-barang, atau menyediakan jasa.

2. Persekongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan

Sebagaimana diketahui yang namanya “rahasia perusahaan”

adalah property dari perusahaan yang bersangkutan. Karena tidak

boleh dicuri, dibuka atau dipergunakan oleh orang lain tanpa

seijin pihak perusahaan yang bersangkutan. Ini adalah prinsip

hukum bisnis yang sudah berlaku secara universal.

Larangan bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan dalam

Pasal 23 tersebut menekankan kepada rahasia perusahaan

tersebut. Artinya apabila dapat dibuktikan ada rahasia perusahaan

yang didapati secara bersekongkol, maka larangan oleh pasal

pasal tersebut sudah dapat diterapkan, karena “demi hukum”

telah dianggap adnya suatu persaingan usaha tidak sehat, tanpa

perlu harus dibuktikan lagi persaingan usaha tidak sehat tersebut.

3. Persekongkolan untuk menghambat pasokan produk.

53

Salah satu strategi tidak sehat dalam berbisnis adalah dengan

berupaya agar produk-produk dari si pesaing menjadi tidak baik

dari segi mutu, jumlah atau ketetapan waktu ketersedianya atau

waktu yang telah dipersyratkan.38

Karena itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan tegas melarang

terhadap setiap persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain yang dibuat

dengan tujuan untuk menghambat produksi dan atau pemasaran suatu produk

dari pelaku usaha pesaingnya dengan harapan agar produk yang dipasok atau

ditawarkan tersebut menjadi kurang baik dari segi kualitasnya, dari segi

jumlahnya, maupun dari segi ketetapan waktu yang dipersyaratkan.

2. Tinjauan Umum Mengenai Waralaba

a. Pengertian Waralaba

Dalam Black’s Law Dictionary yang juga diakui dalam Kamus Istilah

Keuangan dan Investasi karya John Downes dan Jordan Elliot Goodman39

,

Franchise atau Waralaba diartikan sebagai berikut:

“Suatu hak khusus yang diberikan kepada dealer oleh suatu usaha

manufaktur atau organisasi jasa waralaba, untuk menjual produk

atau jasa pemilik waralaba di suatu wilayah tertentu, dengan atau

tanpa eksklusifitas.

Pengaturan seperti itu kadang kala diresmikan dalam suatu

FranchiseAgreement (perjanjian hak kelola), yang merupakan

kontrak antara pemilik hak kelola dan pemegang hak kelola.

Kontrak menggariskan bahwa yang disebutkan pertama dapat

menawarkan konsultasi, bantuan promosional, pembiayaan dan

manfaat lain dalam pertukaran dengan suatu persentase dari

penjualan atau laba.

38

Op.Cit, http://avnasution.blogspot.com/2011/05/kegiatan-dan-perjanjian-yang-dilarang.html 39

Gunawan Widjaja, 2001, Seri Hukum Bisnis: Waralaba, Raja Grafinda Persada, Jakarta, hlm.9

54

Bisnis dimiliki pemegang hak kelola yang biasanya harus

memenuhi suatu persyaratan investasi tunai awal.”

Dari pengertian waralaba yang ada dalam kamus istilah dan investasi,

dapat kita ketahui bahwa dalam waralaba adalah kerjasama antara pemilik hak

kelola dan pemegang hak kelola untuk memasarkan produk atau jasa yang

diwaralabakan dengan ketentuan adanya prosentase pembagian keuntungan atau

royalty.

Dalam buku Gunawan Widjaja menyatakan bahwa pengertian diatas

“lebih menekankan pada pemberian konsultasi, bantuan promosional dan

pembiayaan serta manfaat lain yang diberikan oleh pemberi waralaba kepada

penerima waralaba dengan pertukaran atau suatu presentase dari penjualan atau

laba (royalty) dari penerima waralaba kepada pemberi waralaba.”40

Jack P. Friedmann didalam dalam Dictionary of business term

menjelaskan bahwa waralaba adalah suatu izin yang di berikan oleh

sebuah perusahaan (franchisor) kepada seorang atau kepada

perusahaan (franchisee) untuk mengoperasikan suatu outlet retail,

makanan atau supermarket dimana pihak frenchisee setuju untuk

menggunakan milik franchisor berupa nama, produk, servis,

promosi, penjualan, distribusi, metode untuk display, dan yang

lain-lain yang berkenaan dengan company support. Didalam kamus

tersebut juga dijelaskan bahwa sebuah franchisee merupakan

perseorangan dan atau perusahaan lain yang dipilih oleh franchisor

atau yang disetujui permohonannya menjadi franchisee oleh pihak

franchisor untuk menjalankan usaha dengan menggunakan nama

dagang, merek, atau sistem usaha milik franchisor, dengan syarat

imbalan kepada franchisor berupa uang dalam jumlah tertentu pada

awal kerjasama dan atau pada selang waktu tertentu selama jangka

waktu kerjasama (royalty). Selain itu, dalam kamus tersebut juga

usaha waralaba di definisikan sebagai hak untuk memasarkan

barang-barang atau jasa perusahaan (company’s good and service)

dalam suatu wilayah tertentu. Hak tersebut diberikan oleh

perusahaan kepada seseorang atau kelompok individu, kelompok

marketing, pengecer, atau grosir.41

40

Ibid, hlm 10 41

M. Fuady,1997, Pembiayaan Perusahaan masa kini : Tinjauan Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 135

55

Pengertian dari waralaba dapat juga kita lihat dalam Pasal 1 Angka 1

Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba menyatakan

bahwa:

“Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk

memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau

penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan

berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa.”

Kemudian pada tahun 2007 Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun

1997 tersebut telah dicabut dan digantikan oleh Peraturan Pemerintah RI Nomor

42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Dalam Pasal 1 Angka 1 peraturan tersebut juga

membahas mengenai pengertian waralaba, pasal tersebut menyatakan bahwa:

“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang

perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri

khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan atau jasa yang

telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan atau digunakan

oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.”

Dalam pasal ini dinyatakan bahwa sebuah waralaba adalah sebuah hak

khusus dibidang bisnis, yang telah mempunyai ciri khas tersendiri, dan

penggunaan oleh pihak lain didasarkan atas perjanjian waralaba.

Pada dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian

lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada

umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk

mempergunakan sistem, metode, tata cara, prosedur, metode

pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah

ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak

boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi

melakukan kegiatan lain yang sejenis atau yang berada dalam suatu

lingkungan yang mungkin menimbulkan persaingan dengan

kegiatan usaha waralaba yang diperolehnya dari pemberi

56

waralabanon competition merupakan suatu issue yang sangat

penting dalam waralaba.42

Pengertian dari waralaba dapat juga kita jumpai dalam Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Pembatasan Usaha Waralaba

Minimarket Dikota Yogakarta. Dalam pasal 1 ayat (10) menyatakan bahwa :

“Usaha Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau

badan usaha yang sudah mempunyai jaringan secara nasional terhadap sistem

bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa

yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh

pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.”

Jadi dalam Peraturan Walikota tersebut menyatakan bahwa untuk

dikatakan waralaba, sebuah usaha harus mempunyai ciri khas tertentu dan

mempunyai jaringan secara nasional. Pengertian ini hanya mempunyai sedikit

perbedaan dibandingkan dengan pengertian waralaba yang terdapat dalam

Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2007. Perbedaan tersebut adalah dalam

adanya unsur jaringan secara nasional.

Meskipun terdapat perbedaan dalam merumuskan definisi waralaba

sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi pada umumnya, seperti

dikemukakan oleh Jetro K. Libermenn dan George J. Siadel, waralaba memiliki

unsur-unsur, yaitu sebagai berikut:

1. Franchise merupakan perjanjian timbal balik antara franchisor

dan franchisee.

2. Franchisee mempunyai kewajiban membayar fee kepada

franchisor.

3. Franchisee diizinkan menjual dan mendistribusikan barang

atau jasa franchisor menurut cara yang telah ditentukan

42

Op.cit, Gunawan Widjaja, hlm. 12.

57

franchisor atau mengikuti metode bisnis yang dimiliki

franchisor.

4. Franchisee menggunakan merek nama perusahaan atau juga

simbol-simbol komersial franchisor.43

b. Jenis-jenis Waralaba

Waralaba dibedakan menjadi beberapa jenis. Para ahli pun mempunyai

pendapat sendiri-sendiri terhadap pembagian jenis waralaba tersebut.

Menurut buku yang berjudul aneka masalah hukum dan hukum acara

perdata karangan setiawan, membagi jenis waralaba kedalam 3 jenis yaitu :

1. Distributorship (Product Franchise)

Dalam waralaba ini, franchisor memberikan lisensi kepada

franchise untuk menjual barang-barang hasil produksinya.

Pemberian lisensi ini bisa bersifat eksklusif ataupun noneksklusif.

Sering sekali terjadi franchise diberikan hak eksklusif untuk

memasarkan di suatu wilayah tertentu.

2. Chain-Style Business

Jenis waralaba inilah yang paling banyak dikenali masyarakat.

Dalam jenis ini, franchisee mengoperasikan suatu kegiatan bisnis

dengan memakai nama franchisor. Sebagai imbalan dari

penggunaan nama franchisor, maka franchisee harus mengikuti

metode-metode standar pengoperasian dan berada dibawah

pengawasan Franchisor dalam hal bahan-bahan yang digunakan,

pilihan tempat usaha, desain tempat usaha, jam penjualan,

persyaratan para karyawan, dan lain-lain

3. Manufacturing atau Processing Plants

Dalam waralaba jenis ini, franchisor memberitahukan bahan-

bahan serta tata cara pembuatan suatu produk, termasuk

didalamnya formula-formula rahasianya. Franchisee

memproduksi, kemudian memasarkan barang-barang itu sesuai

standar yang ditetapkan franchisor.44

43

F. Sinambela, 2000, Perana Perjanjian Kerja antara Pengusaha dan Pekerja pada perusahaan waralaba(frenchise) di Kotamadya Medan, tesis Universitas Sumatera Utara, hlm. 50. 44

Setiawan, 1992, Aneka Masalah Hukum dan Masalah Hukum Acara Perdata, Bandung : PT Alumni, hlm 157

58

Menurut Juandir Sumardi sebagaimana dikutip dalam buku hukum

waralaba Adrian Sutedi, usaha bisnis waralaba usaha bisnis waralaba dibagi

menjadi dua jenis, yaitu waralaba format bisnis dan waralaba format distribusi

pokok. Maksud dari kedua jenis waralaba tersebut adalah :

1. Waralaba Format Bisnis

Dalam waralaba format bisnis, pemegang waralaba (franchisee)

memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau

pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi yang spesifik dengan

menggunakan standar operasional dan pemasaran dari franchisor.

Dalam bentuk ini terdapat 3 jenis waralaba, yaitu waralaba format

pekerjaan, format usaha dan format investasi.

a. Waralaba Format Pekerjaan

Waralaba yang menjalankan usaha berupa format pekerjaan

sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya sendiri,

misalnya bisnis penjualan jasa penyetelan mesin mobil

dengan merek waralaba tertentu. Bentuk usaha waralaba

seperti itu cenderung paling mudah dan umumnya

membutuhkan modal yang kecil karena tidak menggunakan

tempat dan perlengkapan yang berlebihan.

b. Waralaba Format Usaha

Waralaba format usaha termasuk bisnis waralaba yang

berkembang paling pesat. Bentuknya berupa toko eceran

yang menyediakan barang/jasa atau restoran cepat saji (fast

food). Biaya yang dibutuhkan untuk waralaba format itu lebih

besar dari waralaba format pekerjaan karena dibutuhkan

temapt usaha dan peralatan khusus.

c. Waralaba Format Investasi

Ciri utama yang membedakan waralaba format ini dari

waralaba format usaha dan pekerjaan adalah besarnya usaha,

khususnya besarnya investasi yang dibutuhkan perusahaan

yang menggunakan waralaba format investasi biasanya ingin

melakukan diversifikasi atau penganekaragaman pengelolaan,

tetapi karena menejemennya tidak berpengalaman dalam

mengelola usaha baru sehingga ia memilih jalan dengan

mengambil waralaba Format ini. Contoh waralaba format

investasi adalah usaha hotel dengan menggunakan nama dan

standar pelayanan hotel franchisor.

2. Waralaba Format Distribusi Pokok

59

Dalam waralaba format ini franchisee memperoleh lisensi untuk

memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi

yang spesifik. Franchisor juga dapat memberikan franchisee

wilayah tertentu, dimana franchisee wilayah mempunyai hak

untuk menjual kepada sub-franchisee di wilayah geografis

tertentu. Franchisee bertanggung jawab atas beberapa atau

seluruh pemasaran sub-franchisee, melatih dan membentuk sub-

franchisee baru, dan melakukan pengendalian dukungan operasi,

serta program penagihan royalty.45

Stephen Fox mengemukakan ada 3 jenis waralaba format bisnis,yaitu

waralaba pekerjaan, waralaba usaha dan waralaba investasi.46

Pendapat ini adalah

sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Juandir Sumardi.

Berdasarkan jumlah usaha yang berhak dimiliki franchisee, ada beberapa

format waralaba yaitu sebagai berikut :

1. Single Unit Franchisee

Format ini adalah format yang paling sederhana dan paling

banyak digunakan karena kemudahannya. Franchisor

memberikan hak kepada franchisee untuk menjalankan usaha atas

nama usahanya serta dengan panduan prosedure yang telah

ditetapkan sebelumnya. Franchisee hanya diperkenankan untuk

manjalankan usahanya pada sebuah cabang atau unit yang telah

disepakati.

2. Area franchisee

Pada format ini franchisee memperoleh hak untuk menjalankan

usahanya dalam sebuah wilayah tertentu, misalkan pada sebuah

provinsi atau kota, dengan jumlah unit usaha/cabang yang lebih

dari satu.

3. Master Franchise

Format master Franchise memberikan hak kepada franchisee

untuk menjalankan usahanya di sebuah wilayah atau sebuah

negara negara dan bukan hanya membuka usaha. Franchiseedapat

45

Adrian Sutedi, 2008, Hukum Waralaba, Bogor : Ghalia Indonesia, Hlm. 17-18. 46

S. Fox,1993, seri bisnis : membeli dan menjual bisnis dan franchise, Jakarta : Elex Media Komputindo, hlm 18.

60

menjual lisensi kepada sub-franchisee dengan ketentuan yang

telah disepakati.47

c. Karakteristik Waralaba

Dalam bisnis waralaba terdapat 3 komponen pokok yaitu :

1. Franchisor yaitu pihak yang memiliki sistem atau cara

berbisnis.

2. Franchisee yaitu pihak yang membeli waralaba atau sistem

dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan

bisnis dengan cara yang dikembangkan oleh franchisor.

3. Franchise atau waralaba yaitu sistem dab cara bisnis itu

sendiri yang merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha

dari franchisor yang di jual kepada franchisee.48

Suatu bisnis waralaba selain mempunyai tiga komponen diatas juga

mempunyai cirri-ciri, yaitu adanya :

1. Franchisor yang menawarkan paket usaha,

2. Franchisee yang mempunyai unit usaha (outlet) yang

memanfaatkan paket usaha milik franchisor.

3. Ada kerjasama antara franchisee dan franchisor dalam hal

pengelolaan unit usaha

4. Ada kontrak tertulis yang mengatur kerjasama.49

Ada empat faktor utama dalam bisnis waralaba yang tidak akan dijumpai

dalam melakukan kegiatan usaha atau bisnis secara independen diluar bisnis

secara waralaba, yaitu sebagai berikut :

1. Keberadaan franchisor dan franchisee dalam suatu hubungan

yang terus-menerus.

2. Kewajiban untuk menggunakan nama dan sistem franchisor

serta patuh pada pengendalinya.

3. Terdapat resiko yang dapat merusak bisnis waralaba yang

terdapadt di luar kemampuan dan kesiapan franchisee untuk

menghadapinya, misalnya kegagalan bisnis franchisor atau

tindakan franchisee lain yang membuat reputasi waralaba

tersebut menjadi buruk.

4. Kemampuan franchisor untuk tetap memberikn jasa sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan, yang dianggap bernilai

dan wajar yang bisa membuat bisnis waralaba itu berhasil.50

47

Adrian sutedi, Op.Cit, Hlm 19. 48

Ibid, hlm 48 49

Ibid, hlm 48-49

61

Menurut international franchise association sebagaimana dikutip dari

buku Adrian Sutedi, menyatakan bahwa waralaba pada hakikatnya melibatkan

tiga elemen, yaitu merek, sistem bisnis dan biaya. Maksud dari ketiga hal tersebut

adalah :

1. Merek

Dalam setiap perjanjian waralaba, franchisor selaku pemilik

dari sistem waralaba memberikan lisensi kepada frenchisee

untuk dapat menggunakan merek dagang atau jasa dan logo

yang dimiliki franchisor.

2. Sistem bisnis

Keberhasilan dari suatu usaha waralaba tergantung dari

penerapan sistem atau metode bisnis yang sama antara

franchisor dan franchisee. Sistem bisnis tersebut berupa

pedoman yang mencakup standarisasi produk, metode untuk

mempersiapkan atau mengolah produk atau metode jasa,

standar rupa dari fasilitas bisnis, standar periklanan, sistem

reservasi, sistem akuntansi, sistem control persediaan,

kebijakan dagang dan lain-lain.

3. Biaya (fee)

Dalam setiap format bisnis waralaba, franchisor baik secara

langsung atau tidak langsung, menarik pembayaran dari

Franchisee atau penggunaan merek dan atas partisipasi dalam

sistem waralaba yang dijalankan. Biaya biasanya terdiri dari

biaya awal, biaya royalty, biaya jasa, biaya lisensi, dan /atau

biaya pemasaran berssama. Biaya lainnya juga dapat berupa

biaya atas jasa yang diberikan kepada franchisee, misalnya

biaya menejemen.51

Jadi secara sederhana karakteristik bisnis waralaba tidak lain adalah

penggunaan merek dagang dan identitas satu pihak ke pihak lainnya, yang disertai

dengan pengawasan yang berkelanjutan dari franchisor dan kewajiban

pembayaran biaya (fee) oleh franchisee yang disertai dengan ketaatan terhadap

ketentuan-ketentuan dalam perjanjian waralaba yang telah disepakati.52

50

Ibid, hlm 49 51

Ibid, hlm 49-50 52

Ibid, hlm 50

62

Dari segi yuridis, dapat dikemukakan beberpa karakteristik yuridis dari

suatu bisnis waralaba, yaitu sebagai berikut :

1. Unsur dasar

a. Ada pihak franchisor

b. Ada pihak franchisee

c. Bisnis waralaba itu sendiri

2. Keunikan produk

3. Konsep bisnis total

4. Franchisee memakai atau menjual produk

5. Franchisor menerima fee atau royalty

6. Adanya pelatihan menejemen dan ketrampilan khusus

7. Pendaftaran merek dagang, paten, atau hak cipta

8. Bantuan pendanaan franchisee dari franchisor atau lembaga

keuangan

9. Pembelian produk langsung dari franchisor

10. Bantuan promosi dan periklanan dari franchisor

11. Daerah pemasaran yang eksklusif

12. Pengendalian dan penyeragaman mutu

13. Mengandung unsur merek dan sistem bisnis tertentu53

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2007 dan

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 tahun 2010 memberikan kriteria

waralaba yang sama. Yaitu sebagai berikut :

a. memiliki ciri khas usaha;

b. terbukti sudah memberikan keuntungan;

c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa

yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;

d. mudah diajarkan dan diaplikasikan;

e. adanya dukungan yang berkesinambungan;

f. hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar.

Jadi kriteria dari sebuah waralaba adalah adanya ciri khas atau keunikan

tersendiri dari produk yang diwaralabakan, adanya dukungan berkesinambungan

antara franchisor dengan franchisee, adanya hak kekayaan intelektual yang telah

di waralabakan, yang dijadikan sebagai waralaba, serta terbukti telah memberikan

sebuah keuntungan.

53

Ibid, hlm 51

63

3. Tinjauan Umum Mengenai Minimarket

Minimarket adalah bagian dari pasar/toko modern, sehingga sebelum

melihat definisi dari minimarket kita lihat dulu definisi dari toko medern. Dalam

Pasal 1 ayat angka 5 Peraturan Presiden RI Nomor 112 Tahun 2007 Tentang

Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

dikatakan bahwa :

”Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai

jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department

Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan”.

Dari pasal tersebut kita ketahui bahwa pasar modern terdiri dari beberapa

bentuk, dan minimarket merupakan salah satu bentuk dari pasar modern.

Sedangkan dalam sebuah blog juga memberikan definisi mengenai

minimarket. Dalam blog tersebut mengatakan bahwa:

“Minimarket adalah semacam “toko kelontong” atau yang menjual segala macam

barang dan makanan, namun tidak selengkap dan sebesar sebuah supermarket.

Berbeda dengan toko kelontong, minimarket menerapkan sistem swalayan,

dimana pembeli mengambil sendiri barang yang dibutuhkan dari rak-rak

dagangan dan membayar di kasir.”54

Pengertian yang serupa juga terdapat dalam Wikipedia yaitu :

“Sebuah minimarket sebenarnya adalah semacam "toko kelontong"

atau yang menjual segala macam barang dan makanan, perbedaan

nya disini biasa nya minimarket menerapkan sebuah sistem mesin

kasir point of sale untuk penjualannya, namun tidak selengkap dan

sebesar sebuah supermarket. Berbeda dengan toko kelontong,

54

http ://ridhass.blogspot.com/2011/03/perbedaan-minimarket.html diakses pada tanggal 8 Januari

2014 pukul 9.18 WIB

64

minimarket menerapkan sistem swalayan, dimana pembeli

mengambil sendiri barang yang ia butuhkan dari rak-rak

minimarket dan membayarnya di meja mesin kasir. Sistem ini juga

membantu agar pembeli tidak berhutang.”55

Menurut Hendri Ma’rufsebagaimana dikutip dalam buku karangan Laila

Nurul Fajri, pengertian minimarket adalah:

“Toko yang mengisi kebutuhan masyarakat akan warung yang berformat modern

yang dekat dengan permukiman penduduk sehingga dapat mengungguli toko atau

warung.” 56

Dalam Peraturan Walikota Yogyakarta nomor 79 tahun 2010 telah secara

tegas memberikan definisi Minimarket. Dalam pasal 1 ayat (11) Peraturan tersebut

menyatakan bahwa :

“Minimarket adalah toko modern dengan batasan luas lantai penjualan kurang dari

400 m2 (empat ratus meter persegi)”

Jadi dalam pasal ini telah secara jelas memberikan definisi tentang

minimarket. Minimarket adalah sebuah toko modern yang mempunyai luas kurang

dari 400 M2. Adanya penentuan luas ini tentunya bertujuan untuk memberikan

perbedaan pendefinisian minimarket dengan pasar modern lain seperti

supermarket, hypermarket, departemen store dan pasar modern lainnya.

55

http://id.wikipedia.org/wiki/Supermarket#Minimarket, Supermarket, diakses pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 15.43 WIB 56

Laila Nurul Fajri, 2012, Analisis Kesesuaian Lokasi Minimarket Di Kecamatan Lembang

Kabupaten Bandung Barat, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, hlm.15.

65

4. Tinjauan Umum Mengenai Pasar

a. Pengertian Pasar

Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang

Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

mendifinisikan pasar sebagai berikut :

“Pasar” adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu

baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,

plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya;

Jadi dalam pasal tersebut mendefinisikan pasar sebagai tempat

dilakukannya jual-beli yang di dalam tempat tersebut penjualnya tidak hanya satu

melainkan lebih dari satu, definisi pasar dalam pasal ini meliputi semua jenis atau

bentuk pasar.

Pengertian pasar atau definisi pasar dalam arti sempit adalah

tempat bertemunya calon penjual dan calon pembeli barang dan

jasa. Sedangkan dalam arti luas pasar adalah tempat bertemunya

permintaan dan penawaran. Pasar adalah salah satu dari berbagai

sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial, dan infrastruktur

dimana usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-

orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual

menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang fiat. Kegiatan

ini merupakan bagian dari perekonomian. Ini adalah pengaturan

yang memungkinkan pembeli dan penjual untuk item pertukaran.

Persaingan sangat penting dalam pasar, dan memisahkan pasar dari

perdagangan. Dua orang mungkin melakukan perdagangan, tetapi

dibutuhkan setidaknya tiga orang untuk memiliki pasar, sehingga

ada persaingan pada setidaknya satu dari dua belah pihak. Pasar

bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis, lokasi jenis

dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang

diperdagangkan. Beberapa contoh termasuk pasar petani lokal yang

diadakan di alun-alun kota atau tempat parkir, pusat perbelanjaan

dan pusat perbelanjaan, mata uang internasional dan pasar

66

komoditas, hukum menciptakan pasar seperti untuk izin polusi, dan

pasar ilegal seperti pasar untuk obat-obatan terlarang.57

Jadi pada intinya pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan

pembeli guna melakukan sebuah transaksi yang dilakukan dengan menggunakan

alat pembayaran yang sah, serta dibutuhkan pula penjual yang lebih dari satu agar

tercipta sebuah persaingan dalam pasar, yang tentunya persaingannya adalah

persaingan yang sehat.

Dalam ilmu ekonomi mainstream, konsep pasar adalah setiap

struktur yang memungkinkan pembeli dan penjual untuk menukar

jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran barang atau jasa untuk

uang adalah transaksi. Pasar peserta terdiri dari semua pembeli dan

penjual yang baik yang memengaruhi harga nya. Pengaruh ini

merupakan studi utama ekonomi dan telah melahirkan beberapa

teori dan model tentang kekuatan pasar dasar penawaran dan

permintaan. Ada dua peran di pasar, pembeli dan penjual. Pasar

memfasilitasi perdagangan dan memungkinkan distribusi dan

alokasi sumber daya dalam masyarakat. Pasar mengizinkan semua

item yang diperdagangkan untuk dievaluasi dan harga. Sebuah

pasar muncul lebih atau kurang spontan atau sengaja dibangun oleh

interaksi manusia untuk memungkinkan pertukaran hak

(kepemilikan) jasa dan barang.58

Sedangkan jika dilihat dari segi historisnya, pasar biasanya berasal dari

komunitas kecil para pedagang yang menjual barangnya dalam satu tempat secara

bersama-sama, sehingga menarik para pembeli untuk datang dan melakukan

transaksi yang kemudian berkembang menjadi sebuah pasar pada umumnya.

Syarat-syarat untuk adanya sebuah pasar yaitu:

1. adanya penjual,

2. adanya pembeli,

3. tersedianya barang yang diperjualbelikan,

57

http://moehammadrian.blogspot.com/2012/06/pengertian-pasar-dan-macam-macam-jenis.html, pengertian pasar dan macam-macam jenis pasar, diakses pada tanggal 21 Januari 2014 pukul 19.28 WIB 58

Ibid

67

4. terjadinya kesepakatan antara penjual dan pembeli.59

b. Fungsi Pasar

Dilihat dari kegiatan yang dilakukan pasar mempunyai tiga fungsi yaitu:

1. Fungsi Distribusi

Pasar memiliki fungsi distribusi menyalurkan barang-barang

hasil produksi kepada konsumen. Dalam fungsi distribusi,

pasar berperan memperlancar penyaluran barang dan jasa dari

produsen kepada konsumen. Melalui transaksi jual beli,

produsen dapat memasarkan barang hasil produksinya baik

secara langsung maupun tidak langsung kepada konsumen atau

kepada pedagang perantara lainnya.

2. Fungsi Pembentukan Harga

Sebelum terjadi transaksi jual beli terlebih dahulu dilakukan

tawar menawar, sehingga diperoleh kesepakatan harga antara

penjual dan pembeli. Dalam proses tawar menawar itulah

keinginan kedua belah pihak (antara pembeli dan penjual)

digabungkan untuk menentukan kesepakatan harga, atau

disebut harga pasar.

3. Fungsi Promosi

Pelaksanaan promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara,

misalnya memasang spanduk, membagikan leaflet atau brosur

penawaran, membagikan sampel atau contoh produk kepada

calon pembeli, dan sebagainya.60

Jadi fungsi pasar yaitu sebagai tempat distribusi, pembentukan harga dan

promosi. Hanya saja hampir dalam semua pasar modern tidak akan kita jumpai

adanya fungsi kedua yaitu fungsi pembentukan harga, karena pada umumnya

dalam pasar modern tidak ada tawar-menawar karena harganya sudah ditetapkan

oleh penjual.

c. Jenis-Jenis Pasar

Pasar yang merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli di bedakan

dalam beberapa jenis. Jenis-jenis pasar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bentuk Pasar menurut Sifat/Wujud Barang dan Cara Penyerahannya 59

http://fastrans22.blogspot.com/2013/10/pasar-pengertian-fungsi-dan-bentuk.html, Pasar (Pengertian, Fungsi dan Bentuk), diakses pada tanggal 21 Januari 2014 pukul 19.41 WIB. 60

Ibid

68

a. Pasar konkret

Pasar konkret adalah pasar di mana barang yang diperjualbelikan

benar-benar ada dan penjual dan pembeli bertemu langsung.

Contoh dari pasar konkret adalah pasar tradisional, minimarket, dan

mall.

Ciri-ciri pasar konkret:

1. transaksi dilakukan secara tunai,

2. barang dapat dibawa/diambil saat itu juga,

3. barang yang diperjualbelikan benar-benar ada/nyata,

4. penjual dan pembeli bertemu langsung.61

Jadi pasar kongkret adalah pasar yang benar-benar nyata dimana penjual

dan pembeli bertemu langsung untuk melakukan transaksi jual beli, dan pada saat

itu juga barang dapat langsung dibawa setelah melakukan pembayaran.

b. Pasar abstrak

Pasar abstrak, yaitu pasar di mana barang yang diperjualbelikan

tidak tersedia secara langsung dan antara penjual dan pembelinya

tidak bertemu secara langsung. Contoh pasar abstrak adalah pasar

bursa saham dan pasar on-line.

Ciri-ciri pasar abstrak:

1. penjual dan pembeli berada di tempat yang berbeda dan

berjauhan jaraknya,

2. transaksi dilandasi oleh rasa saling percaya,

3. barang yang diperjualbelikan tidak tersedia, hanya contoh saja,

4. transaksi dilakukan dalam partai besar.62

Jadi pasar abstrak ini adalah lewan dari pasar kongkret, yaitu dimana

penjual dan pembeli tidak bertemu langsung, pembeli dan penjual berada ditempat

yang berbeda, transaksi biasanya dilakukan via online, atau mungkin via telepon

saja.

2. Bentuk Pasar menurut Luas Wilayah Kegiatannya

61

Ibid 62

ibid

69

a. Pasar lokal

Pasar lokal adalah pasar yang daerah pemasarannya hanya

meliputi daerah tertentu, dan pada umumnya menawarkan

barang yang dibutuhkan masyarakat di sekitarnya. Misalnya

Pasar Klewer di Solo yang menyediakan berbagai jenis kain

batik, karena masyarakat di Solo dan sekitarnya banyak yang

mengenakan batik.

b. Pasar nasional

Pasar nasional adalah pasar yang daerah pemasarannya

meliputi wilayah satu negara. Pasar ini menjual barang-barang

yang dibutuhkan oleh masyarakat negara tersebut.

c. Pasar regional

Pasar regional adalah pasar yang daerah pemasarannya

meliputi beberapa negara pada wilayah tertentu. Pasar ini

biasanya di bawah naungan wadah kerja sama regional,

misalnya di kawasan Asia Tenggara dibentuk AFTA.

d. Pasar internasional

Pasar internasional adala pasar yang daerah pemasarannya

mencakup seluruh kawasan dunia. Pasar ini juga disebut pasar

dunia, karena menjual produk-produk yang dibutuhkan oleh

semua masyarakat dunia, misalnya pasar kopi di Brasil, pasar

wol di Sidney, Australia.63

3. Bentuk Pasar menurut Organisasi Pasar atau Hubungan antara

Pembeli dan Penjual.

a. Pasar persaingan sempurna(perfect competition market)

Pasar persaingan sempurna adalah pasar yang terdapat banyak

penjual dan pembeli, sehingga harga tidak bisa ditentukan oleh

masing-masing penjual/pembeli.

Ciri-ciri pasar persaingan sempurna yaitu:

1. penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar tanpa

hambatan,

2. pengetahuan penjual dan pembeli tentang pasar sempurna,

3. penjual dan pembeli banyak,

4. barang yang diperjualbelikan bersifat homogen.64

63

Ibid 64

Ibid

70

Dalam blog lain mendefinisikan pasar persaingan sempurna sebagai berikut :

Pasar persaingan sempurna merupakan sebuah jenis pasar dengan

jumlah penjual dan pembeli yang sangat banyak dan produk yang

dijual bersifat homogen. Harga terbentuk melalui mekanisme pasar

dan hasil interaksi antara penawaran dan permintaan sehingga

penjual dan pembeli di pasar ini tidak dapat mempengaruhi harga

dan hanya berperan sebagai penerima harga (price-taker). Barang

dan jasa yang dijual di pasar ini bersifat homogen dan tidak dapat

dibedakan. Semua produk terlihat identik. Pembeli tidak dapat

membedakan apakah suatu barang berasal dari produsen A,

produsen B, atau produsen C? Oleh karena itu, promosi dengan

iklan tidak akan memberikan pengaruh terhadap penjualan

produk.65

Jadi dapat disimpulkan bahwa pasar persaingan sempurna adalah sebuah

pasar yang menjual produk yang sejenis atau homogen, yang dalam pasar tersebut

terdapat sangat banyak penjual dan pembeli. Mereka bersaing untuk menjual

produknya masing-masing. Selain itu penjual dan pembeli tidak dapat

menentukan harga, karena harga terbentuk melalui mekanisme pasar dari hasil

penawaran dan permintaan.

b. Pasar persaingan tak sempurna(imperfect competition market)

Pasar persaingan tidak sempurna adalah pasar di mana jumlah

pembeli lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penjualnya,

sehingga pasar dikuasai oleh satu atau beberapa penjual saja.

Ciri-cirinya pasar persaingan tidak sempurna yaitu:

1. terdapat hambatan untuk memasuki pasar,

2. pengetahuan pembeli tentang pasar terbatas,

3. jumlah penjual sedikit,

4. barang yang diperjualbelikan bermacam-macam.66

65

Op. cit, http://moehammadrian.blogspot.com/2012/06/pengertian-pasar-dan-macam-macam-jenis.html 66

Op.cit, http://fastrans22.blogspot.com/2013/10/pasar-pengertian-fungsi-dan-bentuk.html,

71

Dalam pasar persaingan tidak sempurna, masih dapat digolongkan ke

dalam beberapa bentuk lagi. Bentuk pasar yang termasuk pasar persaingan tidak

sempurna adalah:

1. Pasar Monopoli

Pasar monopoli ialah pasar yang dikuasai sepenuhnya oleh penjual.

Contoh: PLN menguasai listrik di Indonesia, PT Pos Indonesia memonopoli

penjualan benda-benda pos di Indonesia.

Ciri-ciri pasar monopoli, antara lain:

1. terdapat satu penjual dan banyak pembeli,

2. harga ditentukan secara sepihak oleh penjual,

3. tidak ada barang lain yang dapat menggantikan barang yang

dijualbelikan dengan sempurna,

4. ada halangan yang kuat bagi penjual baru untuk masuk

dalam pasar.

Hambatan-hambatan yang sering terjadi pada pasar monopoli

antara lain:

1. penetapan harga serendah mungkin,

2. adanya kepemilikan terhadap hak paten atau hak cipta dan

hak eksklusif,

3. pengawasan yang ketat terhadap agen pemasaran dan

distributor,

4. adanya skala ekonomis yang sangat besar,

5. memiliki sumber daya yang unik.

2. Pasar duopoli

Pasar duopoli, yaitu pasar di mana penawaran suatu barang dikuasai oleh

dua perusahaan.Contoh: penawaran minyak pelumas yang dikuasai oleh Caltex

dan Pertamina.

Ciri-ciri pasar duopoli, yaitu:

1. terdapat dua penjual dan banyak pembeli,

2. harga ditentukan secara sepihak oleh kedua penjual.

3. Pasar oligopoli

72

Pasar oligopoli ialah pasar di mana beberapa perusahaan menguasai

penawaran satu jenis barang. Beberapa perusahaan yang menguasai pasar ini

saling mempengaruhi satu sama lain. Sifat ini menyebabkan satu perusahaan

harus mengambil keputusan secara hati-hati dalam mengubah harga, mengubah

desain produk atau mengubah teknik produksi. Contoh: penawaran sepeda

bermotor yang dikuasai oleh beberapa perusahaan di antaranya Honda, Suzuki,

Yamaha, dan Kawasaki.

Ciri-ciri pasar oligopoli, yaitu:

1. terdapat banyak pembeli di pasar,

2. hanya ada beberapa penjual,

3. produk yang dijual bersifat,

4. terdapat hambatan untuk memasuki pasar bagi perusahaan

baru,

5. adanya saling ketergantungan,

6. penggunaan iklan sangat intensif.

4. Pasar monopolistik

Pasar monopolistik adalah suatu struktur pasar di mana terdapat banyak

produsen yang menjual produk yang sama, tetapi dengan berbagai macam variasi.

Contoh: produsen elektronik seperti handphone, smartphone atau laptop.

Ciri-ciri pasar monopolistik

1. Terdapat banyak produsen.

2. Produk yang dijualbelikan sama (homogen), tetapi dengan

berbagai macam variasi.67

4. Menurut Waktu Penyelenggaraannya

a. Pasar harian

67

Ibid

73

Pasar harian adalah pasar yang dilakukan setiap hari. Contohnya pasar-

pasar tradisional di lingkungan rumah yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari,

pasar induk, di Jakarta dan lain-lain.

b. Pasar mingguan

Pasar mingguan adalah pasar yang dilakukan hanya setiap seminggu

sekali. Biasanya nama pasar ini diambil dari nama hari pelaksanaan, contohnya

Pasar Senin, Pasar Minggu,Pasar Rebo, dan lain-lain.

c. Pasar bulanan

Pasar bulanan adalah pasar yang dilakukan sebulan sekali. Pasar bulanan

biasanya terdapat di sekitar pabrik dan dibuka setiap kali karyawan pabrik

tersebut menerima gaji.

d. Pasar tahunan

Pasar tahunan adalah pasar yang dilakukan setahun sekali. Pasar ini

diselenggarakan berkaitan dengan acara atau kegiatan dan sering digunakan

sebagai ajang pameran atau promosi. Contohnya Pekan Raya Jakarta (PRJ), Pasar

Sekaten di Jogjakarta dan Solo.68

Jadi pasar-pasar tersebut dilaksanakan dalam periode tertentu, dan untuk

penggolongannya disesuikan dengan waktu pasar tersebut dibuka.

5. Menurut Jenis Barang yang Diperjual-belikan

a. Pasar barang produksi

Pasar barang distribusi adalah pasar yang menjual faktor-faktor

produksi. Misalnya bursa tenaga kerja, pasar modal, pasar mesin-

mesin produksi, dan lain-lain.

b. Pasar barang konsumsi

68

ibid

74

Pasar barang konsumsi adalah pasar yang menjual barangbarang

yang secara langsung dapat dikonsumsi/dipakai. Contohnya pasar

buah, pasar ikan, pasar pakaian, dan lain-lain.69

6. Jenis pasar menurut cara transaksinya.

Menurut cara transaksinya, jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional

dan pasar modern.

a. Pasar Tradisional

Pasar tradisional adalah pasar yang bersifat tradisional dimana

para penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar

secara langsung. Barang-barang yang diperjual belikan adalah

barang yang berupa barang kebutuhan pokok.

b. Pasar Modern

Pasar modern adalah pasar yang bersifat modern dimana

barang-barang diperjual belikan dengan harga pas dan

denganm layanan sendiri. Tempat berlangsungnya pasar ini

adalah di mal, plaza, dan tempat-tempat modern lainnya.70

Dalam Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 juga memberikan

definisi mengenai pasar tradisional. Pasal 1 ayat (2) peraturan tersebut

menyatakan bahwa :

“Pasar Tradisional” adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah,Swasta, Badan Usaha Milik

Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan

swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya

masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan

dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar;

Dari dua definisi pasar tradisonal, semua menyatakan bahwa dalam pasar

tradisional terdapat tawar-menawar. Karena memang hal tersebutlah yang menjadi

unsur dan ciri khas dalam pasar tradisional.

69

ibid 70

http://liquidred.wordpress.com/2011/04/09/jenis-jenis-pasar/, jenis-jenis pasar, di akses pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 22.32 WIB

75

Perbedaan pasar tradisional dan pasar modern adalah :

1. Pasar modern menawarkan diskon sedangkan pasar tradisional

tidak ada.

2. Pasar modern lebih bersih dari pasar tradisional.

3. Jenis-jenis barang yang dijual pada pasar tradisonal terfokus

pada kebutuhan sandang-pangan sehari-hari dan kebutuhan

premier, sedangkan pasar modern jenis-jenis barangyang di

jual adalah beragam dari barang-barang premis, subtitusi

bahkan ekslusif.

4. Pembeli yang datang pada pasar modern berasal dari

masyarakat setempat danmasyarakat luar daerah sedangkan

pasar tradisional pembelinya hanya dari masyarakatsetempat.

5. Penjual yang beraktifitas dalam pasar modern pada dasar nya

telah memilikipengalaman dalam pengatahuan bisnis

sedangkan penjual yang beraktifitas dalam pasar tradisional

hanya berharap pada nasib keuntungan.

6. Modal yang di miliki oleh penjual di pasar modal jumlah nya

relative besar sedang penjual di pasar tradisional memiliki

modal yang relative rendah.

7. Pembeli yang datang pada pasar tradisional pada umumnya

masyarakat menengahkebawah dan masyarakat berekonomi

rendah. Sedangkan pembeli pada pasar modern umumnya

masyarakat menengah ke atas dan masyarakat ekonomi tinggi.

8. Pasar modern tidak dapat tawar menawar sedangkan pasar

tradisional dapat tawar-menawar.71

Namun seiring perkembangan dari pasar tradisional, hal-hal tersebut sudah

tidak sepenuhnya benar. Pasar tradisional perlahan-lahan memperbaiki

kualitasnya. Kita lihat saja Pasar Beringharjo Yogyakarta, disana tempatnya

bersih, menyediakan berbagai kebutuhan, pembelinya juga berasal dari berbagai

daerah serta dari berbagai kalangan masyarakat. Hanya saja memang sebagian

kecil pasar tradisional masih tertinggal dari perkembangan yang ada.

71

http://www.scribd.com/doc/45486501/Perbedaan-Pasar-Tradisional-Dengan-Pasar-Modren, perbedaan pasar tradisional dan pasa rmodern, diakses pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 22.53 WIB.

76

5. Tinjauan Umum Mengenai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

a. Usaha Mikro

Pengertian Usaha Mikro menurut Keputusan Menteri Keuangan

No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003 adalah:

“Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia

dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta

rupiah) pertahun.“

Peraturan tersebut diperbarui dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2008

tentang UMKMyang memberikan pengertian usaha mikro sebagai berikut :

“Usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan

yang memenuhi kriteria usaha mikro, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp

50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah).“

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, Usaha Mikro adalah :

“Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang

perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah

atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil.

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 , tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil

penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00sampai dengan paling

banyak Rp. 2.500.000.000,00.

77

b. Usaha Kecil

Dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil pada pasal 1 ayat

(1) memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan usaha kecil. Pasal tersebut

menyatakan bahwa :

"Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi

kriteria kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan serta kepemilikan

sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 5 ayat (1) UU nomor 9 tahun 1995 memberikan kriteria agar suatu

usaha dapat dikatakan sebagai usaha kecil. Pasal tersebut menyakan bahwa :

Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

c. Milik warga negara indonesia

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah dan

usaha besar, dan

e. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk

koperasi.

Jadi pelaku usaha kecil adalah pelaku usaha yang menjalankan usahanya

seperti pada pasal 1 ayat (1). Untuk dapat dikatakan sebagai usaha kecil harus

memenuhi kriteria-kriteria dalam pasal 5 ayat (1) ini.

c. Usaha Menengah

Pengertian usaha menengah menurut Inpres No.10 tahun 1998 :

Usaha Menengah adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi

kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00

78

sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00,tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 sampai

dengan Rp.5.000.000.000,00.

Pengertian usaha menengah Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008, Usaha

Menengah yaitu :

Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan

usaha kecil atau usaha besar.

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 sampai

dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah

dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan

lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp.

10.000.000.000,00.

Tabel 2.1

Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Ukuran Usaha

Kriteria

Asset Omset

Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta

Usaha Kecil > 50 juta – 500 juta Maksimal 300 juta

Usaha Menengah > 500 juta – 10 milyar > 2,5 – 50 milyar

Sumber : UU No.20 tahun 2008

79

d. Data Jumlah UMKM di Kota Yogyakarta

Kondisi umum Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kota

Yogyakarta saat ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah di Kota Yogyakarta

Tahun 2009-2011

No. Jenis Usaha 2009 2010 2011

1 Industri 4.545 4.569 4.569

2 Perdagangan dan jasa 13.127 16.853 16.967

3 Koperasi 546 550 555

Sumber : data dari Disperindagkoptan

Tabel 2.3

Jumlah Koperasi Aktif dan Pasif di Kota Yogyakarta

Tahun 2009-2011

No. Koperasi 2009 2010 2011

1 Aktif 443 447 451

2 Pasif 103 103 104

Jumlah 546 550 555

Sumber : data dari Disperindagkoptan

Tabel 2.4

Pertumbuhan Ekonomi dari Tahun 2007-2009

No. Tahun 2007 2008 2009

80

1. Pertumbuhan ekonomi (%) 4.46 4.73 4.72

Sumber : data dari Disperindagkoptan

Jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berizin pada tahun 2011

sebanyak 1.945 orang.

6. Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Sumber : dinas.jogjakota.go.id

A. Sejarah Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, berdasarkan SE

Mendagri NO 503/125/PUOD tahun 1997 perihal Pembentukan Unit Pelayanan

Terpadu Perijinan di Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta membentukUnit

Pelayanan Terpadu Satu Atap dengan Keputusan Walikota Yogyakarta No 01

tahun 2000 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA)

Kota Yogyakarta.

Lembaga UPTSA hanya merupakan front office sedangkan untuk proses

perizinannya tetap di instansi/SKPD tehnis. Untuk operasional UPTSA di tunjuk

81

Koordinator UPTSA diberi tunjangan Daerah yang disetarakan dengan eselon

IIIB, sekretaris UPTSA disetarakan dengan Eselon IVB.

Jenis pelayanan yang ada di UPTSA : Akta Capil, HO, TDI, TDG, SIUP,

IMBB, SAL , SAK, In-gang, IPPT, IPL, Sewa alat berat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman

Organisasi Perangkat Daerah , Pemerintah Kota Yogyakarta membentuk lembaga

pelayanan perizinan yang definitif berupa Dinas Perizinan.

Dasar Pembentukan Dinas Perizinan adalah Peraturan Daerah Kota

Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata

Kerja DinasPerizinan, dengan susunan Organisasi :

1. Kepala Dinas

2. Kepala Bagian Tata Usaha yang membawahi :

- Kasubbag Umum

- Kasubbag Keuangan, Perencanaan dan Evaluasi

3. Kepala Bidang Pelayanan yang membawahi :

- Kasie Administrasi Perizinan

- Kasie Koordinasi dan Penelitian Lapangan

4. Kepala Bidang Sistem Informasi dan Pengaduan yang

membawahi :

- Kasie Sistem Informasi

- Kasie Pengaduan dan Advokasi

5. Kepala Bidang Data dan Pengembanga

- Kasie Data dan Penelitian

- Kasie Pengembangan Kinerja72

Jenis Pelayanan Pada Dinas Perizinan berdasarkan Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 09 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Pada

Pemerintah Kota Yogyakarta ada 35 jenis Izin.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang

Organisasi Perangkat Daerah dan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta 72

Dinas perizinan kota Yogyakarta, http://perizinan.jogjakota.go.id/home.php?mode=content&id=181, diakses pada tanggal 1 Mei 2014 pukul 10.23 WIB.

82

Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas

Pokok Dinas Daerah , Susunan organisasi Dinas Perizinan berubah menjadi :

1 Kepala Dinas

2. Sekretaris yang membawahi :

- Kasubbag Umum dan Kepegawaian

- Kasubbag Keuangan

- Kasubbag Administrasi Data dan Pelaporan

3. Kepala Bidang Pelayanan yang membawahi :

- Kasie Advis Planing dan Administrasi Perizinan

- Kasie Koordinasi Lapangan dan Penelitian

4. Kepala Bidang Data dan Sistem Informasi yang membawahi :

- Kasie Data

- Kasie Sistem Informasi

5. Kepala Bidang Pengawasan dan Pengaduan Perizinan

- Kasie Pengawasan

- Kasie Pengaduan Perizinan dan Advokasi

6. Kepala Bidang Regulasi dan Pengembangan Kinerja

- Kasie Regulasi

- Kasie Pengembangan Kinerja73

Jenis Pelayanan Pada Dinas Perizinan berdasarkan Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Pada

Pemerintah Kota Yogyakarta ada 34 jenis Izin.

B. Tujuan Dibentuknya Dinas PerizinanKota Yogyakarta

Dinas Perizinan dibentuk adalah dengan tujuan:

1. Tidak adanya overlapping Pelayanan izin yang sama dari

beberapa instansi;

2. Keterpaduan persyaratan dalam pelayanan izin;

3. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi

standar waktu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

4. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang

telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

5. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui

setiap tahapan proses pemberian perizinan sesuai dengan urutan

prosedurnya;

6. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang

sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan;

73

Data dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

83

7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi

dalam kaitannya dengan peyelenggaraan pelayanan.

Dengan adanya Dinas Perizinan diharapkan dapat mempermudah

masyarakat dalam memperoleh izin. Karena masyarakat jadi tidak perlu lagi

datang berbagai dinas untuk memperoleh izin, cukup hanya di satu dinas saja. Jika

untuk memperoleh izin mudah, masyarakat pun tidak segan untuk mengurus izin.

C. Struktur Organisasi Dinas PerizinanKota Yogyakarta

Struktur organisasi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta adalah sebagai

berikut:74

Bagan 2.1

Struktur Organisasi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Sumber : Data dari Dinas Perizinan

74

Ibid

84

Jadi di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta jabatan tertingginya adalah

Kepala Dinas Perizinan. Dinas ini dibagi kedalam tiga Sub Bagian yang dibawahi

oleh Sekretariat dan empat bidang yang dibawahi oleh Kepala Dinas secara

langsung. Dari empat bidang tersebut dibagi lagi menjadi delapan seksi. Selain itu

ada juga Unit Pelaksana Teknis yang bertugas melaksanakan tugas-tugas

keteknisan.

D. Kedudukan Dinas PerizinanKota Yogyakarta

Kedudukan Dinas Perizianan adalah sebagai berikut :

1. Dinas Perizinan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota

Yogyakarta di bidang perizinan.

2. Dinas Perizinan dipimpin oleh seorang kepala Dinas yang berada

di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui

Sekretaris Daerah.

3. Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada butir (2) diangkat dan

diberhentikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku. 75

E. Fungsi Dinas PerizinanKota Yogyakarta

Dinas perizinan mempunyai fungsi utama yaitu :

“Melaksanakan sebagian kewenangan dalam bidang perizinan.“

Jadi Dinas Perizinan mempenyai fungsi sebagai bidang yang melaksanan

kewenangan di bidang perizinan. Dikatakan sebagian karena tidak semua

perizianan di limpahkan ke Dinas Perizinan. Yang dilimpahkan hanya 34 izin

saja.

F. Tugas Dinas PerizinanKota Yogyakarta

75

Ibid

85

Tugas Dinas Perizinan adalah :

1. Merumuskan dan merencanakan kebijakan teknis di

bidangperizinan.

2. Melaksanakan pembinaan, pemberian dan pembatalan perizinan.

3. Menyelenggarakan pelayanan perizinan sesuai dengan

kewenangannya.

4. Melaksanakan Pengawasan dan Penyelesaian Pengaduan

Perizinan

5. Melaksanakan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi

6. Melaksanakan Pengkajian perizinan/regulasi dan Pengembangan

kinerja

7. Melaksanakan pemungutan retribusi sesuai dengan kewenangan

yang diberikan.

8. Melaksanakan koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan

tugas di bidang perizinan.

9. Melaksanakan Ketatausahaan Dinas 76

G. Kode Etik Pegawai Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Kode etik Perizinan Kota Yogyakarta terdepat pada Keputusan Dinas

Perizinan Kota Yogyakarta Nomor: 109/KEP/DINZIN/ 2011 tentang Kode Etik

Pegawai Dinas Perizinan Kota Yogyakarta:

1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945;

3. Menjaga nama baik Korp Pegawai Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta;

4. Mentaati ketentuan jam kerja dan melaksanakan tugas kedinasan

dengan penuh dedikasi dan rasa tanggung jawab dalam

memberikan pelayanan prima kepada masyarakat;

5. Tidak menyalahgunakan jabatan, wewenang dan tidak melakukan

pungutan yang tidak sah dalam memberikan pelayanan perizinan;

6. Tidak menerima pemberian /gratifikasi dalam bentuk apapun

yang berkaitan dengan pemberian pelayanan perizinan;

7. Saling menghormati, mampu bekerja sama dan menciptakan

suasana hubungan kerja yang harmonis sesame pegawai dalam

memberikan pelayanan perizinan;

8. Melaksanakan budaya kerja yang ramah, rapi, disiplin, cermat,

inovatif dan tanggung jawab 77

76

Ibid

86

H. Visi Dinas PerizinanKota Yogyakarta

Visi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta adalah :

“ Terwujudnya Pelayanan Yang Pasti Dalam Biaya, Waktu,

Persyaratan dan Akuntabel Di bidang Perizinan “78

I. Misi Dinas PerizinanKota Yogyakarta

Dalam mewujudkan Visi Dinas Perizinan, maka dilakukan misi sebagai

berikut :

1. Melaksanakan Pelayanan Internal;

2. Meningkatkan SDM yang Berkualitas;

3. Melaksanakan Pelayanan Perizinan sesuai dengan

Kewenanggannya

4. Melaksanakan Pengawasan dan Penyelesaian Pengaduan

Perizinan dan Advokasi

5. Melaksanakan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi

6. Melaksanakan Pengkajian Perizinan/regulasi dan Pengembangan

kinerja

J. Motto Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Motto Dinas Perizinan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

adalah sebagai berikut :

77

Ibid 78

Ibid

87

Sumber : Data dari dinas Perizinan

Maksud dari kata “Bukan Janji Tapi Pasti” adalah :

1. Pasti dalam biaya yang harus dibayarkan dalam proses perolehan izin.

2. Pasti dalam jangka waktu kapan permohonan izin yang dimohonkan

akan dikeluarkan.

3. Pasti dalam syarat-syarat yang harus di penuhi untuk pengajuan izin.

4. Pasti ditolak jika memang tidak memenuhi syarat. Jadi ada kejelasan

mengenai permohonan yang di ajukan.

5. Pasti Terbit Ijin jika memang memenuhi syarat.

K. Pelimpahan Kewenganan Penyelenggaraan Perizinan Kepada Dinas

Perizinan Kota Yogyakarta

PelimpahanKewenganan Penyelenggaraan Perizinan Kepada Dinas

Perizinan Kota Yogyakarta Meliputi:

1. Pemberian Izin;

2. Penolakan Izin;

3. Pembatalan;

4. Pencabutan Izin;

5. Legalisasi Izin;

88

6. Duplikat Izin

7. Pengawasan Izin 79

L. Jenis-JenisPerizinan Yang DilimpahkanKe Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta

Berikut ini adalah jenis-jenis perizinan yang menjadi kewenangan dari

Dinas Perizinan Kota Yogyakarta :

1. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

2. Izin In Gang( Izin pembuatan jalan masuk)

3. Izin Saluran Air Limbah (SAL)

4. Izin Penyambungan Saluran Air Hujan (SAH)

5. Izin Gangguan (HO)

6. Izin Usaha Industri (IUI) dan Tanda Daftar Industri (TDI)

7. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

8. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB)

9. Izin Usaha Angkutan

10. Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK)

11. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T)

12. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP)

13. Izin Usaha Pasar Modern (IUTM)

14. Tanda Dartar Usaha Pariwisata (TDUP)

15. Izin Pemakaian Air Tanah

16. Pengusahaan Air Tanah

17. Izin Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah

18. Izin Juru Bor Air Bawah Tanah

19. Izin Pemakaman Untuk :

20. Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum Swasta

21. Pengelolaan Krematorium Milik Swasta

22. Pngelolaan Tempat Penyimpanan Abu Jenasah Milik Swasta

23. Izin Salon Kencatikan

24. Izin Pendirian Lembaga Pendidikan Formal

25. Izin Pendirian Lembaga Pendidikan Non Formal

26. Izin Penjual Daging

27. Izin Pengusaha Penggilingan Daging

28. Izin Pengusaha Penyimpanan Daging

29. Izin Penelitian

30. Izin Praktek Kerja Lapangan (PKL)

31. Izin Kuliah Kerja Nyata (KKN)

32. Tanda Daftar Gudang (TDG)

33. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

34. Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW)

79

Ibid

89

M. Standar Waktu Proses Penyelesaian Izin

Untuk memberikan kepastian terkait jangka waktu permohonan izin, maka

penulis buat tabel sebagai berikut :

Tabel 2.5

Jangka Waktu Pengurusan Izin

No. Jenis Izin

Waktu (hari kerja)

Penyelesaian Respon

Izin Legali-

sir

Dupli-

kat Pengaduan

1 Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

a.Bangunan sederhana 10 4 7 3

b.Bangunan tidak pakai hitungan konstruksi 14 4 7 3

c.Bangunan pakai hitungan konstruksi 17 4 7 3

2 Izin Penyambungan Saluran Air Hujan 6 2 3 3

3 Izin In Gang 6 2 3 3

4 Izin Saluran Air Limbah 6 2 3 3

5 Izin Gangguan (HO)

a.Gangguan kecil dan Sedang 8 2 3 3

b.Gangguan Besar 11 2 3 3

6 Izin Usaha Industri(IUI) dan Tanda Daftar

Industri (TDI) 7 2 3 3

7 Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 3 2 3 3

8 Izin Usaha Perdagangan Minuman

Beralkohol (SIUP MB) 3 2 3 3

9 Izin Usaha Angkutan 6 2 3 3

10 Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) 7 2 3 3

11 IUP2T 3 2 2 3

12 IUPP 3 2 2 3

13 IUTM 3 2 2 3

14 TDUP 5 2 3 3

15 Izin Pemakaian Air Tanah 5 2 3 3

16 Izin Pengusahaan Air Tanah 5 2 3 3

17 Izin Perusahaan Pengeboran Air Bawah

Tanah 4 2 3 3

18 Izin Juru Bor Air Bawah Tanah 4 2 3 3

19 Izin Pemakaman:

a.Pengelola Tempat Pemakaman Umum

Swasta 5 2 3 3

90

b.Pengelola Krematorium Milik Swasta 5 2 3 3

c.Pengelolaan Penyimpanan Abu Jenasah

Milik Swasta 5 2 3 3

20 Izin Salon Kencatikan 7 2 3 3

21 Izin Pendirian Lembaga Pendidikan Formal 10 2 3 3

22 Izin Pendirian Lembaga Pendidikan Non

Formal 7 2 3 3

23 Izin Penjual Daging 5 2 3 3

24 Izin Pengilinggan Daging 5 2 3 3

25 Izin Penyimpanan Daging 5 2 3 3

26 Izin Penelitian 2 2 2 3

27 Izin Pratek Kerja Lapangan (PKL) 2 2 2 3

28 Izin Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2 2 2 3

29 Tanda Daftar Gudang (TDG) 3 2 2 3

30 Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 3 2 2 3

31 Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) 3 2 2 3

Sumber : data dari dinas Perizinan

7. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Pertanian Kota

Yogyakarta

A. Tugas, Fungsi Dan Struktur Organisasi Dinas Perindustrian,

Perdagangan, Koperasi dan PertanianKota Yogyakarta

Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 82 Tahun 2008

tentang Fungsi, Rincian Tugas dan Tata Kerja Dinas Perindustrian, Perdagangan,

Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kedudukan Fungsi dan Tugas

Disperindagkoptan adalah sebagai berikut :

1. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian adalah

unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang perindustrian,

perdagangan, koperasi dan pertanian.

2. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian

dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

91

3. Kepala Dinas sebagaimana dimaksud ayat (2) diangkat dan

diberhentikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.80

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 82 Tahun 2008 Bab I sampai

dengan Bab V pasal 1 sampai dengan 32, Dinas Perindustrian, Perdagangan,

Koperasi dan Pertanian mempunyai fungsi pelaksanaan sebagian kewenangan

daerah di bidang perindustrian perdagangan koperasi dan pertanian. Sedangkan

pada pasal 3 Perwal tersebut di atas, untuk melaksanakan fungsi sebagaimana

dimaksud dalam Bab III, Dinas perindustrian, perdagangan, koperasi dan

pertanian mempunyai tugas :

a. Melaksanakan fungsi pelaksanaan umum, kepegawaian,

administrasi data dan pelaporan.

b. Melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan di bidang perindustrian,

perdagangan, koperasi,usaha mikro kecil menengah dan

pertanian.81

Susunan Organisasi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan

Pertanian terdiri dari :

1. Kepala Dinas.

2. Sekretariat, terdiri dari:

a. Sub BagianUmum dan Kepegawaian

b. Sub Bagian Keuangan

c. Sub Bagian Administrasi Data dan Pelaporan

3. Bidang Perindustrian, terdiri dari :

a. Seksi Bimbingan Teknis Produksi;

b. Seksi Bimbingan Sarana Produksi;

4. Bidang Perdagangan, terdiri dari :

a. Seksi Bimbingan Usaha Perdagangan;

b. Seksi Pemasaran.

5. Bidang Koperasi, terdiri dari :

a. Seksi Bimbingan Kelembagaan;

b. Seksi Pengembangan Usaha;

6. Bidang Pengembangan Sumber Daya UMKM, terdiri dari :

a. Seksi Kajian dan Pengembangan;

80

Data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta 81

Ibid

92

b. Seksi Kerjasama Usaha;

7. Bidang Pertanian, terdiri dari :

a. Seksi Bimbingan Usaha dan Budidaya

b. Seksi Pengawasan Mutu Komoditas dan Kesehatan Hewan

8. UPT Pelayanan Pertanian dan Perikanan

9. UPT Logam

10. UPT Pelayanan Kehewanan

11. Kelompok Jabatan Fungsional82

B. Visi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan PertanianKota

Yogyakarta

Berdasarkan faktor internal dan eksternal, kondisi umum daerah serta

tugas dan fungsi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota

Yogyakarta yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2010 tentang

Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah maka Misi

Disperindagkoptan yaitu :

”TERWUJUDNYA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI

(UMKMK), INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) DAN MASYARAKAT

PERTANIAN PERKOTAAN BERBASIS AGROBISNIS YANG MANDIRI,

BERDAYA SAING TINGGI DAN KETERSEDIAAN PANGAN YANG

BERKUALITAS ”

C. MisiDinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota

Yogyakarta

Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota

Yogyakarta mempunyai misi sebagai berikut:

82

ibid

93

1. Mewujudkan keterpaduan dan pemanfaatan potensi daerah

untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Mengembangkan sistem informasi pelayanan kepada

masyarakat yang sederhana, jelas dan pasti, aman, terbuka,

efisien, ekonomis, adil dan merata serta tepat waktu sesuai

standar pelayanan.

3. Meningkatakan sumberdaya Koperasi dan UMKM melalui

pengembangan SDM, aset, teknologi dan kemitraan.

4. Mengembangkan regulasi yang berorientasi kepada KUMKM.

5. Meningkatkan promosi dan pengembangan pasar bagi

KUMKM.

6. Mengembangkan usaha mikro dan kecil berbasis wilayah.

7. Mengembangkan industri mikro dan menengah berbasis

komoditas unggulan.

8. Mengembangkan sentra-sentra industri kecil.

9. Menciptakan Kota Yogyakarta yang sehat melalui penyediaan

pangan yang berkualitas dan ”ASUH” (Aman, Sehat, Utuh,

Halal).

10. Mengembangkan pertanian pola perkotaan yang bernuansa

agribisnis, serta bersifat rekreatif, edukatif dan hobies.

11. Menciptakan Kota Yogyakarta yang bebas dari penyakit

Zoonosa (penyakit yang ditularkan lewat binatang).

12. Menciptakan Kota Yogyakarta yang ramah lingkungan dengan

mempertahankan ruang terbuka hijau dan konsevasi lahan.83

D. Tujuan Dan Sasaran Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan

PertanianKota Yogyakarta

1. Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai untuk mewujudkan visi dan misi Dinas

Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta adalah

”Meningkatkan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil,

Menengah, masyarakat Pertanian Pekotaan berbasis agribisnis yang mandiri

dan berdaya saing tinggi serta ketersedian pangan yang berkualitas ”

2. Sasaran

83

Ibid

94

Tujuan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian

Kota Yogyakarta diterjemahkan dalam sasaran sebagai berikut:

a. Terselenggaranya peningkatan pelayanan urusan kedinasan

dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat

b. Terselenggaranya peningkatan kualitas sumberdaya manusia

Industri Mikro Kecil dan Menengah (IMKM)

c. Terselenggaranya peningkatan teknologi, mutu dan disain

produk IMKM.

d. Terselenggaranya peningkatan managemen dan kelembagaan

IMKM.

e. Terselenggaranya peningkatan kualitas sumberdaya pelaku

UMKMK melalui fasilitasi permodalan, promosi, kerjasama

usaha dan informasi usaha.

f. Terselenggaranya fasilitasi bagi perlindungan konsumen.

g. Terselenggaranya peningkatan budidaya pertanian pola

perkotaan, usaha pengolahan hasil pertanian, promosi dan

informasi agribisnis dan pengembangan UPT Pelayanan

Pertanian dan UPT Pelayanan Kehewanan.

h. Terselenggaranya peningkatan ketahanan pangan, pengawasan

kualitas bahan makanan asal pertanian yang berasaskan

”ASUH” (Aman, Sehat, Utuh, Halal) serta pengendalian

penyakit yang bersumber dari hewan (Zoonosa).84

E. Strategi Kebijakan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan

Pertanian Kota Yogyakarta

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi Dinas Perindustrian,

Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta mengambil kebijakan

sebagai berikut:

1. Mempertahankan predikat kota pendidikan berkualitas melalui

peningkatan standar kelulusan, kompetensi SDM, serta

peningkatan dan pemerataan sarana prasarana pendidikan.

2. Mewujudkan keunggulan daya saing kota dalam pelayanan jasa

melalui basis pertumbuhan ekonomi daerah yang terpadu antara

84

Ibid

95

sistem produksi dan distribusi yang berpihak pada kepentingan

ekonomi rakyat dengan basis potensi kewilayahan.

3. Mengembangkan sarana dan prasarana pemasaran berbasis

pertanian bernuansa rekreatif, edukatif dan hobies.

4. Mengembangkan fasilitas pelayanan pertanian dan kehewanan

yang menunjang pengembangan iptek.

5. Mempercepat pertumbuhan wilayah Yogyakarta bagian selatan.

6. Penataan pedagang kaki lima (PKL).

7. Memberdayakan usaha-usaha ekonomi KUMKM melalui

promosi, peningkatan kualitas SDM, peningkatan desain dan

bantuan akses permodalan. 85

8. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Sumber : kppu.go.id

A. AnggotaKomisi Pengawas Persaingan Usaha

85

Ibid

96

Sumber : kppu.go.id

Anggota Komisioner KPPU-RI periode 2012 – 2017 yang ditetapkan

berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 112/P Tahun 2012 :

1. Ir. Muhammad Nawir Messi, M.Sc.;

2. Prof. Dr. Ir. Tresna Priyana Soemardi, S.E., M.S.;

3. Dr. Sukarmi, S.H., M.H.;

4. Dr. Syarkawi Rauf, S.E., M.E.;

5. Drs. Munrokhim Misanam, M.A., Ec., Ph.D.;

6. Saidah Sakwan, M.A.;

7. R. Kurnia Sya’ranie, S.H., M.H.;

8. Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M.;

9. Kamser Lumbanradja, M.B.A.

B. Tugas Dan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan

wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:

a. Tugas

97

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai

dengan Pasal 16;

2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan

pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana

diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya

penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi

sebagaimana diatur dalam Pasal 36;

5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan

Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat;

6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan

Undang-undang ini;

7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi

kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Wewenang 1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha

tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat;

2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan

atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus

dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau

yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;

4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang

ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat;

5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang

yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan

undang-undang ini;

7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,

saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e

dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;

98

8. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya

dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha

yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

9. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau

alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;

10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di

pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;

11. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang

diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat;

12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku

usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

C. Visi dan Misi Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya memerlukan adanya arah pandang yang jelas, sehingga apa yang

menjadi tujuannya dapat dirumuskan dengan seksama dan pencapaiannya dapat

direncanakan dengan tepat dan terinci. Adapun arah pandang KPPU tersebut

kemudian dirumuskan dalam suatu visi dan misi KPPU sebagai berikut:

a. VISI Komisi Pengawas Persaingan Usaha Visi KPPU sebagai lembaga independen yang mengemban

amanat UU No. 5 Tahun 1999 adalah:

“Terwujud Ekonomi Nasional yang Efisien dan Berkeadilan

untuk Kesejahteraan Rakyat”.

b. MISI Komisi Pengawas Persaingan Usaha Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka dirumuskan misi

KPPU sebagai berikut:

Pencegahan dan Penindakan

Internalisasi Nilai-nilai Persaingan Usaha

Penguatan Kelembagaan

c. NILAI – NILAI DASAR

Profesional

Profesional adalah sikap pegawai yang bekerja sesuai dengan

standar moral dan etika yang ditentukan oleh pekerjaan tersebut.

Implementasi nilai dasar adalah dengan membangun nilai-nilai

profesionalisme dengan menerapkan asas kehati-

hatian,kecermatan dan ketelitian,

berdasarkan kepada standar moral dan etika yang berlaku.

Independen

99

Independen adalah posisi yang mandiri dan bebas dari sikap

intervensi atau tekanan dari pihak lain. Implementasi nilai dasar

adalah dengan menjunjung tinggi independensi secara

kelembagaan, organisasi, maupun individu, yang berkaitan

dengan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan amanah Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999.

Kredibel

Kredibel adalah kualitas, kemampuan Pegawai atau KPPU untuk

dapat menimbulkan kepercayaan dari pemangku kepentingan.

Transparan

Transparan adalah prinsip keterbukaan dalam mekanisme kerja

KPPU untuk menjalankan tugas dan wewenangnya. Implementasi

nilai dasar adalah dengan menerapkan keterbukaan, obyektif,

tegas dan menjunjung tinggi nilai keadilan dalam setiap

keputusan sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999.

Bertanggungjawab

Bertanggungjawab adalah kesadaran untuk menanggung akibat

yang ditimbulkan. Nilai dasar tersebut diimplementasikan dalam

menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diemban oleh setiap

penyelenggara kegiatan di KPPU dengan selalu memegang teguh

pada peraturan dan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat

dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan.86

D. Struktur Organisasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, KPPU didukung oleh sebuah

Sekretariat dengan pimpinan dan barisan staf profesional yang tangguh. KPPU

terdiri dari sembilan anggota yang diangkat Presiden atas persetujuan DPR. Ketua

dan Wakil Ketua dipilih dan diangkat dari dan oleh anggota.

Bagan 2.2

Struktur Organisasi KPPU

86

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/visi-dan-misi/, Diakses pada tanggal 1 Mei 2014 Pukul 12.19 WIB.

100

Sumber : kppu.go.id