bab ii tinjauan pustaka 1.1 konsep kecemasan 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.
Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin
memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi
yang mengancam tersebut terjadi (Murwani, 2008). Sedangkan menurut Struart
(2007), ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Tidak ada objek yang dapat
diidentifikasi sebagai stimulus cemas.
Cemas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,
yang bergantung dengan tingkat cemas, lama cemas yang dialami, dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap cemas. Cemas dapat dilihat dalam rentang
ringan, sedang, dan berat. Setiap tingkat menyebabkan perubahan emosional dan
fisiologis pada individu (Videbeck, 2008)
Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak
dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb,2000). Stuart
(2001) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang
spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut.
Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981
dikutip oleh Purba, dkk.(2009), takut mempunyai sumber penyebab yang spesifik
atau objektif yang dapat diidentifikasi secara nyata, sedangkan cemas sumber
penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan jelas.
Kecemasan adalah kondisi membingungkan yang muncul tanpa alasan dari
kejadian yang akan datang. Kecemasan akan muncul pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya sedang sakit. Bila salah satu anggota keluarga sakit maka hal
tersebut akan menyebabkan terjadinya krisis keluarga. Kecemasan merupakan respon
yang tepat terhadap suatu ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal bila
tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman (Nevid, et al 2005)
2.1.2 Penyebab Kecemasan
Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain (Stuart dan
Sundeen, 1998 : 177) :
1. Teori Psikoanalitik
Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena adanya konflik
yang terjadi antara emosional elemen kepribadian, yaitu id dan super ego. Id
mewakili insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan
menengahi konflik yang tejadi antara dua elemen yang bertentangan.
Timbulnya kecemasan merupakan upaya meningkatkan ego ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap adanya penolakan dan tidak adanya penerimaan interpersonal.
Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan fisik.
3. Teori Perilaku (Behavior)
Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
Sesutu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.
4. Teori Prespektif Keluarga
Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.
Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi yang mal adaptif dalam system
keluarga.
5. Teori Perspektif Biologis
Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khususnya
yang mengatur ansietas, antara lain : benzodiazepines, penghambat asam
amino butirik-gamma neroregulator serta endofirin. Kesehatan umum
seseorang sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Tabel 2.1 Respon fisiologis terhadap ansietas (Stuart & Sundeen 1995)
System Tubuh Respon
Kardiovaskuler
Palpitasi, tekanan darah meninggi, rasa mau
pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi
menurun, jantung seperti terbakar.
Pernafasan
Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada,
nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorok,
sensasi tercekik, terengah-engah.
Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata
berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas,
wajah tegang, kelemahan umum, gerakan yang
janggal.
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan,
abdomen discomfort, mual, diare.
Traktus Urinarius Tidak dapat menahan kencing, sering kencing.
Kulit
Wajah kemerahan, telapak tangan berkeringat,
gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah
pucat.
2.1.3 Tanda dan Gejala Kecemasan
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh
seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh
individu tersebut (Hawari, 2004). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang
saat mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2004), antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Gejala psikologis : pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang,
gelisah, mudah terkejut.
2. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
3. Gangguan konsentrasi daya ingat.
4. Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak
nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan
terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
2.1.4 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2006), ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari, individu masih
waspada serta lapang presepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan.
2. Kecemasan Sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang presepsi
individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif
namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
3. Kecemasan Berat
Lapangan presepsi individu sangat sempit. Individu cenderung berfokus pada
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
4. Panik
Berhubungan dengan ketakutan, dan terror. Hal yang rinci terpecah dari
proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panic
mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktifitas
motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat
ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam
waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
Menurut Hawari (2004), tingkat kecemasan dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating
Scale for Axiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan
mudah tersinggung.
2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang,
mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.
3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang
besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi
yang menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan
daya ingat buruk.
6. Perasaan depresri (murung) : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan
pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah
sepanjang hari.
7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot,
gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging), penglihatan
kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi (denyut
jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa
lesu/ lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/ berhenti
sekejap.
10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa
tercekik, sering menarik nafas pendek/ sesak.
11. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit,
gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB
konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat
badan.
12. Gejala urogenital (perekmihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidak
dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid
berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa
haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi
dingin,ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.
13. Gejala autoimun : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala
pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.
14. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi
berkerut, wajah tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah
merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4,
dengan penilaian sebagai berikut :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
Nilai 1 = gejala ringan
Nilai 2 = gejala sedang
Nilai 3 = gejala berat
Nilai 4 = gejala berat sekali/ panic.
Masing masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan
seseorang, yaitu : total nilai (score) : kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20
kecemasan ringan, 21-27 = kecemasan sedang, 28-41 = kecemasan berat, 42-56 =
kecemasan berat sekali (Hawari, 2001)
2.1.5 Rentang Respon Kecemasan
Menurut Stuart (2001), rentang respon individu terhadap cemas berfluktuasi
antara respon adaptif dan maladaptive. Rentang respon yang paling adaptif adalah
antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin
muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptive adalah panik dimana individu
sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami
gangguan fisik, perilaku maupun kognitif.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Berat Sekali
Gambar 1. Skema Rentang Respon Kecemasan
2.1.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan (Stuart,
2007). Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Teori Psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena
konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan super ego
(nurani). Id mewakili dorongan insting dan imlus primitive seseorang dan
dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari
dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah
meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kelemahan spesifik.
3. Teori Behavior
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
4. Teori Perspektif Keluarga
Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif dalam
keluarga.
5. Teori Perspektif Biologi
Fungsi biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus
Benzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.
b. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus
kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan
fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang.
2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga
1. Umur
Menurut Elisabeth, B.H (1995 cit Nursalam 2001), yaitu umur adalah usia
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Pendapat lain mengemukakan bahwa semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja dari segi kepercayaan masyarakat. Menurut Long (1996 cit Nursalam
2001), yaitu semakin tua umur seseorang semakin konstruktif dalam
menggunakan koping terhadap masalah maka akan sangat mempengaruhi
konsep dirinya. Umur dipandang sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar
kematangan dan perkembangan seseorang.
2. Pendidikan
Pendidikan kesehatan merupakan usaha kegiatan untuk membantu individu,
kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mencapai hidup secara optimal.
Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi,
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Jadi dapat
diasumsikan bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan seseorang tentang hal baru yang belum pernah dirasakan atau
sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang terhadap kesehatannya.
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang banyak tantangan
(Nursalam 2001).
4. Informasi
Informasi adalah pemberitahuan yang dibutuhkan keluarga dari staf ICU
mengenai semua hal yang berhubungan dengan pasien yang dirawat di ruang
ICU. Kebutuhan akan informasi meliputi informasi tentang perkembangan
penyakit pasien, penyebab atau alasan suatu tindakan tertentu dilakukan pada
pasien, kondisi sesungguhnya mengenai perkembangan penyakit pasien,
kondisi pasien setelah dilakukan tindakan/pengobatan, perkembangan kondisi
pasien dapat diperoleh keluarga paling sedikit sehari sekali, rencana pindah
atau keluar dari ruangan, dan informasi mengenai peraturan di ruang ICU.
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi, atau perkawinan (WHO, 1969 dalam Setiadi. 2008: 2)
Keluarga, adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri
dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. (BKKBN, 1992 dalam
Murwani dan Setyowati. 2010 : 28)
Menurut Depkes RI (1998) dalam Setiawati (2008), keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul serta tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Keluarga juga didefinisikan sebagai suatu ikatan atau persekutuan hidup dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau
seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga
(Sayekti, 1994 dalam Suprajitno, 2004).
2.2.2 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (1998).
a. Fungsi afektif
Berhubungan deengan fungsi internal keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
psiko sosial fungsi efektif ini merupakan sumber energy kebahagiaan
keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi dimulai sejak lahir, keberhasilan perkembangan individu dan
keluarga di capai melalui interaksi atau hubungan antar anggota. Anggota
keluarga belajar disiplin, belajar norma, budaya dan perilaku melalui
hubungan interaksi dalam keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi meneruskan keturunan dan menambahkan sumber daya
manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga seperti
kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dll
e. Fungsi keperawatan kesehatan
Kesanggupan keluarga untuk melakukan pemeliharaan kesehatan dilihat dari 5
tugas kesehatan keluarga yaitu :
1) Keluarga mengenal masalah kesehatan.
2) Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi
masalah keessehatan.
3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan.
4) Memodifikasi lingkungan, menciptakan dan mempertahankan suasana
rumah yang sehat.
5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat.
2.2.3 Struktur Keluarga
Friedman 1988, dalam buku Mubarak, 2006 menggambarkan struktur
keluarga terdiri dari :
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan, komunikasi
keluarga bagi pengirim : yakin, mengemukakan pesan, jelas dan berkualitas,
meminta dan menerima umpan balik. Penerima : mendengarkan pesan,
memberikan umpan balik dan valid.
2. Struktur peran
Yang dimaksud struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan
sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bias bersifat
formal atau informal.
3. Struktur kekuatan
Yang dimaksud adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol atau
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain.
4. Struktur nilai dan normal
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima
pada lingkungan sosial tertentu berarti disini adalah lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat sekitar keluarga (Suprajitno, 2004).
2.3 Konsep ICU
2.3.1 Definisi ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien
dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek
fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan
keadaaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya
dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepaat dapat dipantau perubahan
fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Rab,2007).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di
bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus
yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyuli-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
2.3.2 Sejarah ICU
ICU mulai muncul dari ruang pulih sadar paska bedah pada tahun 1950. ICU
modern berkembang dengan mencakup penanganan respirasi dan jantung menunjang
ffal organ dan penanganan jantung koroner mulai 1960. Pada tahun 1970, perhatian
terhadap ICU di Indonesia semakin besar (ICU pertama kali adalah RSCM Jakarta),
terutama dengan adanya penelitian tentang proses patofisiologi, hasil pengobatan
pasien kritis dan program pelatihan ICU. Dalam beberapa tahun terakhir, ICU mulai
menjadi spesialis tersendiri, baik untuk dokter maupun perawatnya.
2.3.3 Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan
Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi atas tiga
tingkatan. Yang pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil yang
dilengkapi dengan perawat, ruang observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka
pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU yang
lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum yang lebih
besar di mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan
dokter tetap, alat diagnose yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi.
Yang ketiga, ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit
rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antaraa lain hemofiltrasi, monitor
invasive termasuk katerisasi dan monitor intracranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter
spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar
belakang keahlian (Rab, 2007).
2.3.4 Kriteria Pasien Masuk dan Keluar ICU
a. Ada 3 prioritas pasien masuk ICU yaitu :
1. Prioritas I
Pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan bantuan ventilasi, monitoring obat
– obatan vosoaktif secara kontinyu. Misalnya : pasien bedah kardiotoraksik,
pasien shock septic.
2. Prioritas II
Pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU, Karen
memerlukan terapi inkusif segera. Misalnya : pada pasien panyakit dasar
jantung, paru / ginjal akut dan berat ataau telah mengalami pebedahan mayor.
3. Prioritas III
Pasien sakit kritis dan tidak stabil dimana kemungkinan kesembuhan atau
mendapat manfaat sakit dari terapi ICU. Misalnya : pasien dengan keganasan
metastase fisik disertai infeksi pericardial tamponade / sumbatan jalan nafas
dll.
b. Ada tiga kriteria pasien keluar ICU
Pasien tidak perlu lagi berada di ICU apabila :
1. Meninggal dunia.
2. Tidak ada kegawatan mengancam jiwa sehingga dirawat di ruang biasa
atau dapat pulang.
3. Atas permintaan keluarga pasien. Untuk kasus seperti ini keluarga atau
pasien harus menandatangani surat keluar ICU atas permintaan sendiri.
2.3.5 Sistem Pelayanan Ruang ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada
Keputusan Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di
rumah sakit meliputi beberap hal, yang pertama etika kedokteran diamana etika
pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah dasar “saya akan senantiasa
mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat secara optimal,
memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
Kedua, indikasi yang benar dimana pasien yang dirawat di ICU harus pasien
yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care, pasien yang
memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh secara terkoordinasi dan
berkelanjutan sehingga dapt dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi
titrasi, dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
Ketiga, kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana
dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari
beberapa ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang
keahliannya dan bekerja sama di dalam tim yang dipimpin oleh seorang dokter
intensivis sebagai ketua tim.
Keempat, kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien
ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi
vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation
(fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ loain, dilanjutkan dengan
diagnosis dan terapi definitif.
Kelima, peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap
tim multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien mislalnya sebelum
masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya
dan member pandangan atau usulan terapi kemudian kepala ICU melakukan evaluasi
menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan nsecara
tertulis dengan mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya serta berkonsultasi
dengan konsultan lain dan dapat mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
Keenam, asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke
ruang ICU harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena
keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi
masuk.
Ketujuh, sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya
koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di rruang ICU yang memerlukan tim
kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas
utamnya memberi masukan dan bekerja sama dengan staf structural ICU untuk selalu
meningkatkan mutu pelayanan ICU.
Kedelapan, kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU
disamping multi disiplin juga antar profesi seperti profesi medic, profesi perawat dan
profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber
Daya Manusia) secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi.
Kesembilan, efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di
ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi
profesi, jadi harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan ekonomis.
Kesepuluh, kontinuitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas,
kesselaamtan dan ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu dikembangkan unti
pelayanan tinggkat tinggi (High Care Unit = HCU). Fungsi utama HCU adalah
menjadi unit perawatan dari bangsal rawat dan ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan
peralatan canggih seperti ICU tetapi yang diperlukan adalah kewaspadaan dan
pemantauan lebih tinggi.
2.3.6 Peralatan ICU
Unit perawatan kritis atau perawatan intensif (ICU) merupakan unit rumah
sakit dimana klien menerima perawatan medis intensif dan mendapat monitoring
yang ketat. ICU memiliki teknologi yang canggih seperti monitor jantung
terkomputerisasi dan ventilator mekanis. Walaupun peralatan tersebut juga tersedia
pada unit perawatan biasa, klien pada ICU dimonitor dan dipertahankan dengan
menggunakan peralatan lebih dari satu. Staf keperawatan dan medis pada ICU
memiliki pengetahuan khusus tentang prinsip dan teknik perawatan kritis. ICU
merupakan tempat pelayanan medis yang paling mahal karena setiap peraawat hanya
melayani satu atau dua orang klien dalam satu waktu dan dikarenakan banyaknya
terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang klien dalam ICU (Potter & Perry, 2009).
Pada prinsipnya alat dalam perawatan intensif dapat dibagi atas dua yaitu alat-
alat pemantau dan alat-alat pembantu termasuk alat ventilator, hemodialisa dan
berbagai alat lainnya termasuk defebrilator. Alat-alat monitor meliputi bedside dan
monitor sentral, EKG, monitor tekanan intravaskuler dan intracranial, computer
cardiac output, oksimeter nadi, monitor faal paru, analiser karbondioksida, fungsi
serebral/monitor EEG, monitor tempratur, analisa kimia darah, analisaa gas dan
elektrolit, radiologi (X-ray viewers, portable X-ray machine, image intensifier), alat-
alat respirasi (Ventilator, humidifiers, terapi oksigen), alat intubasi (airway control
equipment), resuscitator otomotik, fiberoptik bronkoskop, dan mesin anastesi (Rab,
2007).
2.3.7 Perawat ICU
Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama yaitu,
life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat pengobatan
dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperlukan satu
perawat untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik dengan menggunakan
ventilator maupun yang tidak. Di Australia diklasifikasikan empat kriteria perawat
ICU yaitu, perawat ICU yang telah mendapat pelatihan lebih dari duabelas bulan
ditambah dengan pengalaman, perawat yang telah mendapat latihan duabelas bulan,
perawat yang telah mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate),
dan perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007).
Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam Keputusan
Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I
maka perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan
bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh
perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan untuk ICU
level III diperlukan 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat
terlatih dan bersertifikat ICU.
2.4 Kerangka Berpikir
2.4.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Faktor predisposisi kecemasan :
1. Konflik id dan super ego
2. Penolakan interpersonal
3. Frustasi
4. Interaksi maladaptive
5. Gangguan kesehatan
Faktor presipitasi kecemasan :
1. Ancaman integritas biologi
yaitu penurunan aktifitas
sehari- hari
2. Ancaman sistem diri dan
fungsi sosial.
Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat
Kecemasan Keluarga
Pasien
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Informasi
Tingkat Kecemasan
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Panik
2.4.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel Independent
Variabel Dependen
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis Penelitian
HA : Ada pengaruh antara umur, prndidikan, pekerjaan dan informasi
dengan tingkat kecemasan.
H0 : Ada pengaruh antara umur, prndidikan, pekerjaan dan informasi
dengan tingkat kecemasan.
KECEMASAN
KELUARGA
UMUR
PENDIDIKAN
PEKERJAAN
INFORMASI