bab ii tinjauan pustaka · 2017. 3. 30. · (2000) mencakup a) supervisi yang dilakukan oleh kepala...
TRANSCRIPT
-
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Mengajar Guru
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah satu kata yang sering banyak
orang mengidentikan dengan hasil pekerjaan seseorang.
Hal ini ditegaskan oleh Wirawan (2009) yang
menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang
dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator
suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu
tertentu. Artinya dalam hal ini kinerja juga dapat
definisikan sebagai hasil yang melekat di dalam diri
seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukan.
pendapat ini dikuatkan oleh Rivai (2008) yang
menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama
periode tertentu di dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kinerja.
Kinerja bukan hanya melekat pada diri pribadi
seseorang, akan tetapi suatu lembaga, organisasi,
kelompok kerja, dan perusahaan juga memiliki bentuk
kinerja masing-masing sesuai dengan bidang yang
digelutinya. Fahmi (2011) menyatakan bahwa definisi
kinerja menurutnya adalah hasil yang diperoleh oleh
suatu organisasi baik organisasi yang bersifat profit
oriented maupun non profit oriented yang dihasilkan
selama kurun waktu tertentu. Dalam konteks ini,
-
11
definisi kinerja lebih kepada suatu kegiatan yang
menghasilkan keuntungan. Wibowo (2013) juga
mendefinisikan kinerja itu tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut, juga tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana mengerjakanya. Sehingga di sini Wibowo
menegaskan bahwa kinerja juga merupakan proses
tentang bagaimana pekerjaan dilakukan serta hasil dari
pekerjaan itu. Dari penjelasan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kinerja adalah suatu proses dan
hasil yang diperoleh dari pekerjaan seseorang dan atau
kelompok, organisasi, perusahaan serta lembaga baik
yang bersifat menguntungkan ataupun hanya bersifat
jasa melalui kegiatan dan pengalaman dalam kurun
waktu tertentu.
2.1.2 Kinerja Mengajar Guru
Guru yang baik, setidaknya memiliki empat
kompetensi yang harus dikuasai. Empat kompetensi
tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
professional. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan di
dalam amanat Undang-Undang Guru dan Dosen Bab VI
tentang standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
pasal 28.
Keempat kompetensi tersebut dapat dijelaskan
secara singkat sebagai berikut. Kompetensi pedagogik
berupa pemahaman terhadap peserta didik,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan
mengembangkan potensi peserta didik dengan
pengeksplorasian kemampuan yang dimiliki guru.
-
12
Kompetensi kepribadian merupakan pencerminan dari
kepribadian guru yang mantab, dewasa, berwibawa,
bijaksana, berakhlak mulia sebagai contoh (tauladan)
peserta didik. Kompetensi sosial merupakan
kemampuan guru dalam rangka komunikasi dengan
peserta didik, sesama guru, orang tua wali, dan
masyarakat sekitar. Dan kompetensi profesional,
kemampuan guru dalam penguasaan materi,
kurikulum, dan metode pembelajaran secara
mendalam.
Dari keempat kompetensi di atas, pedagogik
merupakan kompetensi yang erat hubunganya dengan
kinerja mengajar guru, karena di dalam kompetensi ini
guru harus mampu menguasai setidaknya kemampuan
untuk merencanaan, melaksanaan, serta mengevalusai
proses pembelajaran. Dan kemampuan-kemampuan
itulah yang harus dimiliki seorang guru dalam
mengajar. Seperti halnya yang di paparkan beberapa
tokoh di bawah ini dalam mendefinisikan kata
mengajar.
Mengajar menurut Moedjiono dan Hasibuan
(2012) adalah penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar
(perencanaan). Sedang Hamalik (2004) mendefinisikan
mengajar keranah yang lebih teknis, yaitu usaha guru
untuk mengorganisasi lingkungan sehingga
menciptakan kondisi belajar bagi anak didik
(pelaksanaan). Suparman (2010) mendefinisikan
mengajar keranah yang lebih aksiologis yaitu mengajar
merupakan proses pengangkatan potensi-potensi yang
-
13
terdapat dalam diri anak didik yang tujuanya untuk
menemukan dan mengarahkan anak didik menjadi
dirinya sendiri (evaluasi).
Sehingga dapat disimpulkana bahwa istilah
kinerja mengajar guru dapat diartikan kemampuan
yang harus dimiliki seorang guru dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi peserta didik.
Maksudnya, merencanakan program mengajarnya
dengan baik, teratur dan disiplin. Kemudian
menyajikan materi pengajaran dan membimbing
kegiatan belajar peserta didik serta mengevalusi atau
memberikan penilaian hasil belajar siswa dengan baik
sesuai dengan aturan.
2.1.3 Upaya Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru
Upaya peningkatan kinerja guru saat ini sedang
terus dilaksanakan oleh pihak pengelola pendidikan
baik yang berada di tingkat pusat, daerah maupun
pada tingkat pelaksana. Tujuan dari pada peningkatan
kinerja ini menurut Mulyasa (2003) tidak lain adalah
untuk mewujudkan niat dan keinginan mencapai
prestasi siswa yang berkualitas baik dalam rangka
merealisasikan visi reformasi pendidikan, yaitu
pendidikan harus menghasilkan manusia yang
beriman, berakhlak mulia, cerdas serta manusia yang
mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk
meningkatkan kinerja seorang guru, terutama kinerja
dalam mengajar. Akan tetapi di sini peneliti
mengklasifikasikan kegiatan itu menjadi dua yaitu
kegiatan yang dilakukan di dalam sekolah dan di luar
-
14
sekolah. Kegiatan yang dilakukan sekolah untuk
meningkatkan kinerja gurunya menurut Suhertian
(2000) mencakup a) supervisi yang dilakukan oleh
kepala sekolah dan para pengawas dari kantor Dinas
Pendidikan setempat, b) program Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) yang dilaksanakan secara
teratur dan berkelanjutan, c) pemberian motivasi dari
kepala sekolah kapada para guru dan pemberian
kesempatan kepada guru untuk dapat mengikuti
seminar, lokakarya dan penataran dalam bidang yang
terkait dengan keahlian. Sedangkan kegiatan
peningkatan kinerja mengajar guru yang berasal dari
luar sekolah (eksternal) dapat dilakukan dengan
mengikuti seminar dan atau penataran yang
dilaksanakan di tingkat kabupaten atau kota, propinsi
dan tingkat nasional.
Selain berbentuk kegiatan konkrit, pemerintah
juga berupaya meningkatkan profesionalisme dan
kinerja soerang guru dengan membuat peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan
tersebut tertuang dalam PP (Peraturan Pemerintah)
nomor 19 tahum 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang di dalamnya diatur beberapa hal yaitu:
guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikasi pendidik, sehat jasamani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
-
15
2.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Peneliti mengklasifikasikan menjadi dua faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja seorang guru. Faktor
yang pertama adalah faktor yang dapat meningkatkan
kinerja, sedang faktor yang kedua adalah faktor yang
dapat menurunkan kinerja seorang guru dalam
mengajar. Faktor yang pertama adalah faktor yang
dapat meningkatkan kinerja guru. Mulyasa (2006)
menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kinerja seorang guru diantaranya adalah
dorongan (motivasi) untuk bekerja, tanggung jawab
terhadap tugas, minat terhadap tugas, pengahargaan
atas tugas, peluang untuk berkembang, perhatian dari
kepala sekolah dan hubungan interpersonal dengan
sesama guru.
Selain faktor yang disebutkan Mulyasa, dalam
penelitian karya Jakobus (2005) dengan judul “Studi
Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling”
ada empat penyebab atau faktor yang membuat
seseorang atau karyawan atau guru mau lebih
berprestasi dalam bekerja. Dari keempat faktor itu
antara lain: 1) seseorang akan bekerja lebih baik
apabila seseorang tersebut merasa diperlukan dalam
organisasi; 2) merasa jelas mengenai apa yang
diharapkan dan sesekali memiliki wewenang untuk
mengubah harapan-harapan itu; 3) mengetahui bahwa
organisasi memberi peluang untuk berkembang sejauh
mungkin mempergunakan kemampuan yang dimiliki;
4) diberi kepercayaan dan diperlakukan dengan
hormat.
-
16
Apa yang disampaikan Jakobus dalam
penelitianya tersebut menurut peneliti menggambarkan
faktor yang mempengaruhi kinerja pada aspek psikologi
seseorang. Berbeda dengan Jakobus, Siagian (2002)
menyatakan faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang pada aspek fisik. Menurutnya kenerja
seseorang dipengarui oleh kondisi fisik. Seseorang yang
memiliki kondisi fisik yang baik dan prima akan
memiliki pula daya tahan tubuh yang kuat sehingga
akan tercermin pada kegairahan bekerja dengan tingkat
produktivitas yang tinggi.
Selain faktor psikologi dan fisik, ternyata
kompetensi yang dimiliki seseorang juga berpengaruh
terhadap kinerjanya. Herman (2011) dalam Jurnal
penelitian yang berjudul “Hubungan Kompetensi
dengan Kinerja Guru Ekonomi SMA” menyimpulkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi
yang dimililki oleh seorang guru dengan kinerja guru
tersebut. Jadi semakin guru itu bekerja (mengajar)
sesuai kompetensinya maka kinerja guru tersebut akan
semakain baik, begitu pula sebaliknya.
Mengenai faktor yang dapat menurunkan kinerja,
secara logika apabila seseorang tidak memiliki faktor-
faktor yang dapat meningkatkan kinerja seperti yang
dituliskan di atas maka dengan otomatis hal itu yang
dapat menurunkan kinerja seseorang. Sebagai contoh
jika seseorang yang memiliki kondisi fisik yang baik
dan daya tahan tubuh yang kuat akan menghasilkan
tingkat produktifiatas kerja yang tinggi, sebaliknya
-
17
apabila seseorang tersebut kondisi fisiknya sedang
sakit maka tingkat produktivitas kerjanya akan rendah.
2.1.5. Pengukuran Kinerja Mengajar Guru
Pengukuran kinerja terdapat dalam pedoman
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun
2005 tentang instrumen penilaian kinerja sekolah
khususnya dalam komponen kinerja guru. Kinerja guru
meliputi dua bidang, yaitu bidang akademik dan bidang
non akademik. Adapun bidang akademik meliputi tiga
unsur, yaitu 1) pengembangan pribadi yang memiliki
tiga aspek yaitu aspek pengajaran, aspek kegiatan
ekstra kulikuler dan aspek pribadi guru; 2) Unsur
pembelajaran, memiliki tiga aspek yaitu aspek
perencanaan, aspek pelaksanaan dan aspek evaluasi;
3) unsur sumber belajar memiliki dua aspek yaitu
aspek ketersediaan bahan ajar dan aspek pemanfaatan
sumber belajar. Sedang bidang non akademik memiliki
satu unsur yaitu unsur kepribadian yang memiliki
tujuh aspek, yaitu aspek kedisiplinan, etos kerja, kerja
sama, tanggung jawab, kejujuran dan prestasi kerja.
Fokus penelitian ini adalah kinerja mengajar
guru atau dengan kata lain proses pembelajaran.
Proses pembelajaran di sini meliputi tiga aspek sesuai
uraian pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru
tahun 2012 yaitu perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Dalam ranah atau aspek perencaanaan
pembelajaran, ada empat indikator yang menunjang
dibawahnya. Indikator perencanaan pembelajaran
tersebut yaitu memformulasikan tujuan pembelajaran
dalam RPP sesuai dengan silabus atau kurikulum dan
-
18
memperhatikan karakteristik peserta didik, menyusun
bahan ajar secara runut, kontekstual, mutakhir dan
logis, merencanakan kegiatan pembelajaran secara
efektif, memilih sumber belajar atau media
pembelajaran sesuai materi dan strategi pembelajaran.
Aspek pelaksanaan terdapat tujuh indikator
yaitu: memulai pembelajaran dengan efektif, menguasai
materi pembelajaran, menerapkan pendekatan atau
strategi pembelajaran yang efektif, memanfaatkan
sumber belajar atau media dalam pembelajaran,
memicu dan atau memelihara keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, menggunakan bahasa yang benar dan
tepat dalam pembelajaran, mengakhiri pembelajaran
dengan efektif.
Unsur pembelajaran yang terakhir adalah
evaluasi. Aspek evaluasi terdiri dari tuga indikator,
yaitu merancang alat evaluasi untuk mengukur
kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik,
menggunakan berbagai strategi dan metode penilaian
untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta
didik dalam mencapai kompetensi tertentu
sebagaimana yang tertulis dalam RPP, memanfaatkan
berbagai hasil penilaian untuk memberikan umpan
balik bagi peserta didik tentang kemajuan belajarnya
dan bahan penyusunan rancangan pembelajaran
selanjutnya.
2.1.6. Profesionalisme Guru
Menjadi guru yang profesional itu tidaklah
mudah. Banyak persyaratan atau prinsip yang harus
ada pada diri guru terebut untuk dapat menyandang
-
19
“gelar” guru profesional. Sebagaimana yang telah
disampaikan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
nomor 14 tahun 2005 tentang prinsip profesionalitas
guru bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip sebagai berikut: 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme 2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai bidang tugas
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajr
sepanjang hayat
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru (UU Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen)
Sehingga diharapkan dengan banyaknya guru yang
telah memenuhi prinsip-prinsip di atas akan
berdampak pada peningkatan kualitas guru pada
khusunya dan kualitas pendidikan nasional pada
umumnya.
Selain proses untuk menjadi guru profesional
yang relatif berat, tanggung jawab profesionalnya pun
juga berat. Menurut Kunandar (2007) guru profesional
harus memiliki tanggung jawab spiritual dan moral
yang diwujudkan melalui penampilan guru sebagai
makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak
menyimpang dari norma-norma agama dan moral.
-
20
2.2 Evaluasi Kinerja Mengajar Guru
Penilaian dan atau pengukuran merupakan satu
rangkaian dalam proses evaluasi. Hal ini ditegaskan
oleh Arikunto (2012) dimana dalam evaluasi terdapat
proses penilaian dan pengukuran terlebih dahulu.
Sehingga dalam pelaksanaan di lapangan penilaian dan
evaluasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Beberapa tokoh juga mendefinisikan tentang
evaluasi. Aries (2011) dalam bukunya yang berjudul
asissmen dan evaluasi memiliki pendapat bahwa
evaluasi yaitu pengujian tingkat penguasaan ilmu
untuk menentukan hasil akhir dari capaian prestasi
pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat penguasaan materi yang telah diterima selama
beberapa waktu. Sehingga diakhir proses akan terlihat
siapa saja yang telah menguasi dan siapa saja yang
belum menguasai materi atau dengan kata yang lebih
sederhana lulus dan tidak lulus.
Selain proses penilaian dan pengukuran yang
diungkapkan oleh Aries dan Arikunto tentang definisi
evaluasi di atas, ada satu lagi proses yang terkandung
dalam evaluasi yaitu mengumpulkan informasi
mengenai objek evalusi. Pendapat ini di ungkapkan
oleh Wirawan (2009) bahwa evaluasi adalah proses
mengumpulkan informasi mengenai objek evaluasi dan
menilai objek evaluasi dengan membandingkanya
dengan standar evaluasi. Kayanya informasi tentang
objek evaluasi yang didapat sebelum melakukan
evaluasi mempermudah proses evaluasi itu sendiri. Hal
ini dikarenakan evaluator telah mengetahui lebih
-
21
mendalam tentang berbagai informasi dari objek
evaluasi, sehingga sejauh mana kemampuan objek
evaluasi telah diketahui oleh evaluator sebelumnya.
Untuk menghasilkan tenaga yang profesional,
baik guru ataupun karyawan (pegawai) yang
berpengaruh dalam peningkatan mutu, perlu adanya
proses evaluasi, lebih spesifik adalah evaluasi kinerja.
Hilal (2012) dalam jurnal yang berjudul, ”Teacher
Performance Evaluation In Oman As Perceived By
Evaluators” mengatakan bahwa penilaian atau evaluasi
kinerja dianggap penting karena dapat meningkatkan
kinerja guru.
Banyak orang yang berkecimpung dalam bidang
manajemen sumber daya manusia berpendapat bahwa
evaluasi kinerja bagi para pegawai atau karyawan
penting dilakukan. Hal ini disebabkan karena peran
evaluasi sebagai umpan balik atas berbagai hal seperti
kemampuan, keletihan, kekurangan, dan potensi yang
ada pada diri pegawai dalam kurun waktu tertentu.
Selain peran terhadap pegawai, menurut Siagian (2002)
evaluasi kinerja juga memiliki peran terhadap
organisasi, lembaga atau keolompok dalam mengambil
sebuah kebijakan atau keputusan seperti identifikasi
kebutuhan program pendidikan dan pelatihan,
rekrutmen tenaga kerja, seleksi, penempatan, promosi
sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari
keseluruhan program sumber daya manusia secara
efektif.
Sehingga dari uraian diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa evaluasi kinerja mengajar pada guru
-
22
adalah pengukuran atau penilaian yang dilakukan
terhadap semua guru yang ada di dalam suatu
organisasi pendidikan yang hanya mencakup tentang
bagaimana perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
dan sistem evaluasi yang diterapkan guru terhadap
peserta didik dalam kurun waktu tertentu guna
mengetahui kekurangan, keletihan atau kejenuhan dan
prestasi yang ada pada diri seorang guru.
2.2.1 Komponen Evaluasi Kinerja Mengajar Guru
1. Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran merupakan salah satu
komponen dalam kegiatan pembelajaran. Perencanaan
ini harus mencerminkan tujuan dan nilai dari adanya
kegiatan itu. Sehingga prinsip-prinsip dalam membuat
perencanaan pembelajaran haruslah selalu dipegang
oleh seorang guru. Prinsip itu antara lain menurut
Mulyasa (2004), yaitu:
1. Rumusan kompetensi dalam persiapan mengajar
yang jelas. Semakin konkret kompetensi, semakin mudah
diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.
2. Persiapan mengajar yang sederhana dan fleksibel
serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran
dan pembentukan kompetensi peserta didik.
3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar setidaknya menunjang dan
sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.
4. Persiapan mengajar yang dikembangkan utuh dan
menyeluruh, serta jelas pencapaiannya.
5. Koordinasi antara komponen pelaksana program
sekolah harus diadakan, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class
Selain prinsip yang dikemukakan oleh Mulyasa
(2004), di dalam kutipan undang-undang no 14 tahun
-
23
2005 tentang guru dan dosen pasal 20 poin “a” yang
menyebutkan bahwa, ”Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran”. Kutipan di atas
nampak jelas bahwa guru berkewajiban merencanakan
pembelajaran sehingga akan lebih siap ketika masuk
dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran.
Dalam perencanaan pembelajaran atau sebelum
melakasanakan kegiatan pembelajaran, setidaknya ada
beberapa poin yang harus dikerjakan oleh seorang
guru. Pertama, guru membuat dan atau memiliki
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara
personal. RPP ini penting bagi seorang guru karena
sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran.
Selain itu juga sebagai tolok ukur tentang seberapa
dalam guru memahami keadaan baik siswa, sekolah
maupun lingkungan sekitar. Terkait hal ini Majid
(2011) menguatkan bahwa dalam menyusun rencana
pembelajaran,secara personal guru dituntut untuk
mempertimbangkan keadaan-keadaan yang
menlingkupinya seperti karakteristik siswa, sarana
prasarana sekolah dan keadaan lingkungan sekitar.
Kedua, dalam menyusun bahan ajar, setidaknya
harus logis, runut, kontekstual dan mutakhir. Sanjaya
(2010) memberikan penjelasan tentang logis yang
artinya ada kesesuaian atau relevansi antara
kedalaman materi yang akan disampaiakan dengan
kondisi atau kemampuan atau potensi peserta didik
serta bakat, minat dan gaya belajarnya. Kemuidan
-
24
Runut berarti penyusunan bahan ajar dimulai dari
yang mudah kepada yang sulit, dari yang ringan
kepada yang berat dan dari yang simpel kepada yang
rumit. Lalu kontekstual berarti disesuaikan dengan
keadaan kehidupan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dan terakhir
mutakhir yang menurut Majid (2011) berarti
penyusunan bahan ajar tidak hanya berpacu pada
buku akan tetapi lebih kepada sumber-sumber ilmu
pengetahuan lain sesuai keadaan saat ini dengan
bentuk yang tidak terbatas.
Ketiga, merencanakan pembelajaran yang efektif.
menurut Dunne dan Wragg (1996) ciri pembelajran
efektif adalah memudahkan siswa dalam belajar.
Artinya ketika siswa merasa mudah dalam menerima
dan memahami materi yang telah disampaikan oleh
guru maka itulah yang disebut pembelajaran efektif.
Hal ini terlihat dari hasil tes yang dilakukan guru
terhadap siswa seusai menyampaikan materi. Jika
hasilnya baik (siswa dapat menjawab pertanyaan yang
dilontarkan guru) maka dapat diartika siswa dapat
menerima materi dari guru dengan baik begitupun
sebaliknya.
Terakhir yang keempat, memilih sumber dan atau
media pembelajaran yang sesuai dengan materi serta
metode. Menurut Sanaky (2009), pemilihan sumber
belajar dan media pembelajaran yang disesuaikan
dengan materi serta metode bertujuan untuk
mempermudah proses pembelajaran, meningkatkan
efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara
-
25
materi dengan tujuan, serta membantu konsentrasi
kegiatan belajar mengajar. Selain apa yang diutarakan
Sanaky, Sadiman (2012) juga mengutarakan terkait
kegunaan atau tujuan dari pada pemilihan media atau
sumber belajar tersebut. Sadiman (2012) mengatakan
bahwa media atau sumber belajar juga memiliki
kegunaan yang salah satunya untuk menimbilkan
kegairahan siswa dalam belajar. Hal ini disebabkan
karena ada nilai kreatifitas ketika menggunakan media-
media yang ada seperti LCD, alat-alat peraga dan lain
sebagainya yang tentu menarik keingintahuan siswa
untuk selalu memperhatikan.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Implementasi dari perencanaan yang dibuat oleh
seorang guru adalah pada pelaksanaan proses
pembelajaran. Usman (2010) mengemukakan
pelaksanaan pembelajaran mengikuti prosedur
memulai pelajaran, mengelola kegiatan belajar
mengajar, mengorganisasikan waktu, siswa, dan
fasilitas belajar, melaksanakan penilaian proses dan
hasil pelajaran, dan mengakhiri pelajaran. Proses ini
harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
tertuang dalam perencanaan yang telah dibuat oleh
guru sebelumnya. Dalam proses pembelajaran, tututan
guru relatif besar. Guru harus bisa mengelola kelas
dengan baik, guru harus melibatkan siswa aktif dalam
setiap kegiatan belajar yang ada, guru harus bisa
memanfaatkan berbagai media guna menunjang
kelancaran proses pembelajaran dan juga harus
-
26
menggunakan bahasa yang baik ketika berkmunikasi
dengan peserta didik.
Kegiatan awal yang dilakukan dan harus dikuasai
oleh seorang guru dalam pelaksanaan pembelajaran
adalah membuka pelajaran. Dalam kegiatan membuka
pelajaran, menurut Sa’ud (2011) setidaknya ada
beberapa komponen yang harus dilakukan oleh guru.
Pertama guru harus bisa menarik perhatian siswa.
Banyak jalan yang dapat digunakan guru untuk
menarik perhatian siswa diantaranya dengan
menggunakan peralatan pembantu yang menunjang
kegiatan kreatifitas guru dan melaksanakan berbagai
strategi atau metode yang bervariasi. Komponen yang
harus dilakukan guru saat membuka pelajaran yang
kedua adalah guru harus mampu menimbulkan
motifasi siswa untuk dapat mengikuti mata pelajaran
yang akan disampaikanya dengan baik. Komponen
yang terakhir adalah guru harus memberikan acuan
atau garis-garis besar tentang pelajaran yang akan
disampaikan agar tidak keluar dari pembahasan.
Setelah guru malakukan kegiatan awal, baru
masuklah pada kegiatan utama yaitu transfer ilmu
pengetahuan yang dimiliki guru kepada para siswa.
Dalam kegiatan ini tuntutan terbesar guru terletak
pada bagaimana guru mengelola aspek-aspek yang
mendukung agar apa yang disampaiakanya dapat
diterima dengan mudah oleh siswa (efektif). Tuntutan
pertama guru harus menguasai materi pelajaran yang
akan disampaikanya. Hal ini erat hubunganya dengan
kematangan guru dalam mempersiapkan materi-materi
-
27
yang akan disampaikan kepada siswa serta kompetensi
yang dimiliki. Pada tataran ini sesuai dengan amanat
undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen, pada bab 3 pasal 7 poin “d”, mengatakan
bahwa, ”guru memiliki kompetensi yang
diperlukan,sesuai dengan bidang tugasnya”. Artinya
ketika guru ditugaskan untuk membidangi satu mata
pelajaran, maka guru tersebut wajib menguasai mata
pelajaran yang ditugaskanya.
Tuntutan guru yang kedua ialah guru menerapkan
pendekatan atau strategi pembelajaran yang dapat
mempermudah siswa dalam menerima pelajaran.
Penerapan strategi pembelajaran yang tepat tentu
berpengaruh terhadap daya terima siswa akan
pelajaran yang disampaikan guru. Pendapat ini
dibenarkan Hamruri (2012) yang menyatakan bahwa
makin tepat metode yang digunakan guru dalam
mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran.
Artinya kepiawaian guru terkait pemilihan metode atau
strategi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan
agar kegiatan pembelajaran atau materi yang
disampaikan guru dapat diterima dengan mudah oleh
siswa-siswanya.
Selanjutnya guru dituntut untuk dapat
memanfaatkan media pembelajaran sebagai penunjang
atau pendukung terjadinya pembelajaran yang efektif.
Pada tataran praktis, tidak semua materi pelajaran
dapat disajikan guru secara langsung. Sebagai contoh
ketika guru harus menerangkan kepada siswa tentang
keadaan yang terjadi di luar angkasa. Sebaik apapun
-
28
kemampuan verbal guru dalam menyampaiakan tentu
hal ini kurang efektif tanpa adanya media yang
mendukung. Siswa hanya membayangkan hal-hal
abstrak dari apa yang disampaikan guru tanpa tahu
wujud konkretnya. Oleh karena itu Sanjaya (2008)
mengatakan, “media dapat digunakan agar lebih
memberikan pengetahuan yang konkret dan tepat agar
mudah difahami karena tidak semua pengalaman
belajar dapat diperoleh secara langsung”.
Berikutnya, guru dituntut untuk dapat memicu dan
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Pelibatan
siswa dalam pembelajaran merupakan satu upaya
untuk membentuk karakter yang aktif, berani dan
kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamruri (2012)
yang menyatakan bahwa pembalajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dapat membangun
pengetahuan, sikap dan perilaku. Tentu guru tidak
dapat terlepas dari kegiatan ini meski nantinya siswa
telah secara aktif memberikan pendapat, saling tukar
pengetahuan dan saling sanggah. Namun guru tetap
pada koridor membimbing, mengarahkan, dan menjaga
agar pembelajaran tetap dinamis.
Terakhir sebelum masuk pada kegiatan penutup,
tidak lupa guru dituntut untuk menggunakan bahasa
yang baik dan tepat dalam proses pembelajaran.
Penggunaan bahasa yang baik dan tepat tentu akan
mempermudah siswa dalam menerima pelajaran yang
disampaikan guru. Apalagi dengan redaksi-redaksi
yang membuat siswa tertarik untuk selalu
memperhatikan. Pada konteks ini, penggunaan bahasa
-
29
daerah dalam menyampaikan materi pembelajaran
diperbolehkan, selama dapat difahami oleh siswa dan
penyampaianya pun dengan baikk dan tepat. Hal ini
diatur di dalam undang-undang sisdiknas no. 20 tahun
2003 bab VII pasal 33 tentang bahasa pengantar poin
(b), yang mengatakan bahwa, “bahasa daerah dapat
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal
pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian
pengetahuan dan atau keterampilan tertentu”.
Kegiatan yang paling akhir dalam proses
pelaksanaan pembelajaran yaitu menutup atau
mengakhiri pelajaran. Dalam kegiatan ini, sebisa
mungkin guru mengambil alih sepenuhnya aktifitas
pembelajaran untuk dapat merangkum, memberikan
penekanan pada materi yang telah disampaikan lalu
kemudian menarik kesimpulan sehingga akan muncul
satu kajelasan tentang pentingnya siswa mengikuti
mengikuti pelajaran tersebut. terkait hal ini, Usman
(2010) juga mengemukakan pendapat bahwa salah satu
bentuk usaha guru dalam menutup pelajaran ialah
dengan merangkum atau membuat garis-garis besar
persoalan yang baru dibahas atau dipelajari
(menyimpulkan) sehingga siswa memperoleh gambaran
yang jelas tentang makna serta esensi pokok persoalan
yang baru saja dipelajari.
3. Evaluasi
Evaluasi dalam proses pembelajaran merupakan
kegiatan penting yang harus dilakukan oleh seorang
guru. Setiap pembelajaran harus ada penilaian, karena
penilaian merupakan indikator penting untuk
-
30
mengetahui kualitas hasil pembelajaran serta
mengetahui tingkat pencapaian penerimaan mata
pelajaran oleh peserta didik/siswa. Hal ini ditegaskan
oleh Purwanto (2013) yang menyatakan bahwa fungsi
evaluasi adalah untuk mengetahui kemajuan dan
perkembangan serta keberhasilan siswa setelah
mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama
kurun waktu tertentu.
Salah satu hal penting dalam pelaksanaan proses
evaluasi adalah prisip keadilan. Menurut Mulyasa
(2011) prinsip keadilan diikuti oleh prinsip lain agar
penilaian dapat dilakukan secara objektif, karena
penilaian yang adil tidak dipengaruhi oleh faktor
keakraban, menyeluruh, memiliki criteria yang jelas,
dilakukan dalam kondisi yang tepat dan dengan
instrument yang tepat pula sehingga diharapkan
mampu menunjukan prestasi peserta didik
sebagaimana adanya.
Kegiatan evaluasi pembelajaran terdapat enam
tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan
menurut Sudijono (2008). Langkah tersebut adalah:
1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
2. Menghimpun data
3. Melakukan verifikasi data
4. Mengolah data dan menganalisis data
5. Memberikan Interpretasi dan Menarik Kesmpulan
6. Tindak Lanjut Hasil Evaluasi
2.3 Model Evaluasi
Setiap penelitian evaluatif memiliki model evaluasi
sendiri-sendiri berdasarkan karakteristik dan tujuan
-
31
yang akan dicapai. Arikunto (2012) membagi model-
model penelitian evaluasi menjadi delapan model, yaitu:
1. Goal Oriented Evaluation Model yang dikembangkan oleh Tyler. 2. Goal Free Evaluation Model yang dikembangkan oleh Scriven. 3. Formatif Summatif Evaluation Model yang dikembangkan oleh
Michael Scriven. 4. Countenance Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 5. Responsive Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 6. CSE-UCLA Evaluation Model yang menekankan pada “kapan”
evaluasi dilakukan. 7. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam. 8. Discrepancy Model yang dikembangkan oleh Provus.
Dalam melaksanakan sebuah kegiatan evaluasi, pada
dasarnya dibutuhkan sebuah model yang cocok untuk
mempermudah melakukan kegiatan evaluasi.Dilihat dari
beberapa substansinya bahwa evaluasi ini juga berupaya
untuk melihat beberapa hal yang melatar belakangi
penyelenggaraan kinerja, desain perencanaan kinerja
pelaksanaan kinerja dan produk yang dihasilkan dari
kinerja tersebut.
Selain dilihat dari keempat substansi tersebut, yang
pada akhirnya evaluasi ini akan memberikan rekomendasi
terhadap keberadan sebuah kinerja. Apabila dilihat dari
beberapa substansi yang ada, maka tidak semua model
evaluasi cocok untuk digunakan sebagai model evaluasi
kinerja tersebut.
2.3 Model Evaluasi Descrepancy
Descrepancy Evaluation Model dikembangkan oleh
Malcolm Provus.Model evaluasi ini menekankan
pandangan adanya kesenjangan didalam pelaksanaan
program. Evaluator menggambarkan ketimpangan antara
-
32
standar kinerja dengan kinerja riil yang sudah
dilaksanakan (Arikunto,2008: 48).
Adapun terdapat tahapan-tahapan yang harus
dilaksanakan dalam model evalusi kesenjangan menurut
Wirawan (2011:106) adalah :
1)Merencanakan evaluasi menggunakan model
diskrepansi, Menentukan informan yang diperlukan
untuk membandingkan implementasi yang
sesungguhnya dengan standar yang mendefinisikan
kinerja obyek evaluasi.2)Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasil-hasil
kuantitatif dan kualitatif, 3)Mengidentifikasi
ketimpangan-ketimpangan antara standar pelaksanaan
dengan hasil pelaksanaan objek evaluasi sesungguhnya
dan menentukan rasio ketimpangan,4)Menentukan
penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja objek evaluasi, 5)Menghilangkan ketimpangan dengan
membuat perubahan-perubahan terhadap implementasi
objek evaluasi.
Evaluasi model kesenjangan Malcolm Provus memiliki
tahapan pengembangan sebagai berikut :
1.Design and refers to the nature of the program, its objectives, students, staff and other resources required for the program, and the actual activities designed to promote attainment of the objectives. The program design that emerges becomes the standard against which the program is compared in the next stage, 2.Installation involves determining whether an implemented program is congruent with its implementation plan, 3. Process, in which evaluator serves in a formative role, comparing performance with standards and focusing on the extent to which the interim or enabling objectives have been achieved, 4. Product is concerned with comparing actual attainments against the standards (objectives) derived during stage 1 and noting the discrepancies (Clare Rose & Glenn F Nyre, 1977: 15).
Melalui beberapa pendapat diatas mengenai
pengertian dan komponen yang menjadi tahapan dalam
-
33
pelaksanaan evaluasi dengan menggunakan Descrpancy
Model, maka dapat dipahami bahwa model evaluasi
dskrepansi merupakan jenis model evaluasi yang
dilakukan dengan mengukur atau mendeskripsikan
antara standar yang digunakan dengan kondisi riil/nyata
dalam penyelenggaraan suatu program. Komponen yang
perlu diperhatikan atau menjadi prosedur dalam
pelaksanaan Descrepancy Model menurut Provus (dalam
Wirawan, 2012) meliputi tahapan sebagai berikut: 1).
Desain merupakah tahapan kegiatan untuk merumuskan
tujuan, proses, tujuan dan pengalokasian sumber daya
dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, 2). Instalasi merupakan rancangan yang
digunakan sebagai standar guna mempertimbangkan
langkah-langkah operasional program, 3). Proses yaitu
merupakan kegiatan evaluasi yang dipusatkan pada
upaya memperoleh data tentang kemajuan program, guna
menentukan apakah program telah sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, 4). Produk yakni evaluasi untuk
menentukan apakah tujuan program sudah tercapai. 5).
Analisis biaya dan manfaat yakni menganalisis hasil yang
diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Model evaluasi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Discrepancy evaluation model (DEM).
Evaluasi difokuskan untuk mengetahui kesenjangan atau
ketidaksesuaian antara standar evaluasi kinerja mengajar
-
34
guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2012.Berdasarkan standar yang
digunakan sebagai tolak ukur evaluasi kinerja, sehingga
dapat memberikan masukan untuk terhadap kinerja
mengajar guru MI di Kecamatan Sidorejo.
Pada penelitian ini model evaluasi Discrepancy
merupakan model yang menurut peneliti paling cocok
untuk mengungkap fakta dan data dibalik kinerja
mengajar guru di MI se-Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga dibandingkan model-model yang lainya. Hal ini
disebabkan karena karakteristik dari penelitian ini
adalah mengungkapkan kesesuaian antara fakta dari
satu kegiatan yang terjadi dengan acuan-acuan atau
ketentuan yang ada di dalam satu pedoman (pedoman
penilaian kinerja guru dari kemendiknas) untuk
menemukan ada tidaknya kesenjangan. Kesenjangan
yang dimaksud adalah kesenjangan antara yang terjadi
dilapangan dengan apa yang menjadi acuan program
atau teori.
Model Descrepancy dikembangkan oleh Malcolm
Provus (1971) dalam bukunya yang berjudul
Discrepancy Evaluation.Discrepancy atau kesenjangan
menekankan adanya perbedaan yang terjadi di dalam
pelaksanaan evaluasi program.Pada model evaluasi ini,
tugas evaluator (peneliti) menurut Arikunto (2010)
mungukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap
komponen. Sehingga akan didapat data-data yang
menggambarkan seberapa jauh kesenjangan itu telah
terjadi.
-
35
Penelitian dengan model evaluasi descrepancy ini
tidak hanya berhenti setelah data-data digali dan
ditemukan adanya kesenjangan saja, akan tetapi proses
identifikasi atas kesenjangan antara standar dan fakta
di lapangan merupakan kegiatan penting dalam
penelitian ini. Data diidentifikasi secara rinci dan
mendalam guna mendapatkan hasil yang akurat dan
terpercaya, baru kemudian peneliti dapat mengetahui
letak ketimpangan lalu kemudian menentukan rencana
tindak lanjut untuk mempersempit atau
menghilangkan rentan kesenjanganya.Banyak bentuk
rencana tindak lanjut yang dapat digunakan peneliti,
sebagai contoh tindak lanjut berupa pembuatan modul
oleh peneliti yang berisi standar, permasalahan atau
kesenjangan dan solusi untuk mengatasinya.Rencana
tindak lanjut berupa pembuatan modul ini cukup
membantu kepala sekolah (jika objek penelitian
bertempat di sekolah) dan manajer (jika objek penelitian
bertempat di perusahaan) dalam menindak lanjuti hasil
analisis.
Kemudian yang lain adalah berupa butir-butir
rekomendasi dari peneliti kepada stake holder(kepala
sekolah)yang berisi apa-apa saja yang perlu
diperhatikan lebih intensif terhadap program yang telah
berjalan di sekolahnya atau perusahaan serta
penambahan kegiatan apa saja yang perlu di adakan
dan digiatkan untuk meminimalisir kesenjangan
(masalah) atau bahkan menghilnagkanya dari sekolah
dan perusahaan. Adapun tujuan dari tindak lanjut ini
secara umum adalah sebagai tindakan awal dari
-
36
bentuk perbaikan yang nantinya dapat dilanjutkan
dengan kegiatan-kegiatan yang relevan demi
tercapainya suatu program yang sesuai dengan
standar.
Wirawan (2012) juga merumuskan beberapa
langkah dalam melaksanakan model evaluasi ini.ada
enam langkah yang dapat digambarkan wirawan
sebagai berikut.
Gambar 1. Langkah Model Evaluasi Deskrepancy munurut
Wirawan (2012)
2.4 Penelitian Relevan
Penelitian tentang evaluasi kinerja di luar sana
memang sudah tidak sedikit. Bahkan terkadang
substansi dari penelitian-penelitian evaluasi kinerja
banyak yang sama. Hanya subjek dan tempat
penelitianya saja yang terkadang berbeda. Akan tetapi
hal itu bukanlah suatu permasalahan yang
menghambat penulisan karya ilmiah dengan topik
evaluasi kinerja. Penelitian-penelitian yang sudah ada
sebelumnya menjadi reverensi dan bahan kajian untuk
1. Mengembangkan desain dan standar program
2. Merencanakan evaluasi menggunakan model evaluasi
ketimpangan
3. menjaring data mengenai kinerja program
4. Mengidentifikasi ketimpangan antara kinerja dengan standar
5. Menentukan alasan penyebab ketimpangan
6. Menyusun aktifitas untuk menghilangkan ketimpangan
-
37
penelitian evaluasi kinerja selanjutnya. Sehingga
ditemukan celah-celah dimana penelitian itu harus
ditempatkan. Untuk itu di sini peneliti akan
memaparkan penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan sebagai bahan kajian. Pertama Penelitian
Suratno (2010) dengan judul Evaluasi Kinerja Guru
Profesional (Studi Kasus Guru Sekolah Dasar di Kota
Jambi). Hasilny bahwa rata-rata guru SD professional
di Kota Jambi dalam beberapa indikator kinerja
menunjukan kategori yang baik, namun dalam hal
tanggung jawab professional ada tigal yang belum
memenuhi standar, yaitu penulisan Karya Ilmiah,
Keaktifan dalam Forum Ilmiah dan Pengembangan
profesi.
Kedua Penelitian dari Rahmatan (2004) dengan
judul Analisis Kinerja Mengajar Guru Perbantuan
Sementara (GPS) Biologi SLTP dan SMU se-Provinsi
Nanggro Aceh Darussalam. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa dari 24 guru GPS yang diteliti
dalam aspek merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran berada pada kategori “Cukup” dan “Baik”.
Ketiga Penelitian dari Kustantini (2005) dengan
judul Analisis Kinerja Guru di Sekulah Menengah
Pertama Negeri 2 Ungaran Kabupaten Semarang.
Kustantini dalam penelitian menyimpulkan bahwa pada
umumnya kinerja guru di SMP N 2 Ungaran
Kabupaten Semarang masih kurang baik hal ini
tampak dari data-data yang diutarakan di dalam
tesisnya.
-
38
Keempat Penelitian dari Hilal (2012) yang
berjudul “Teacher Performance Evaluation In Oman As
Perceived By Evaluators”. Hilal menyimpulkan dalam
jurnalnya bahwa penilaian kinerja guru dianggap
penting untuk masyarakat oman karena hal itu dapat
meningkatkan kinerja guru, akan tetapi banyak
kendala yang dihadapi untuk melakukan evaluasi
diantaranya kurangnya waktu, ambiguitas standar,
kurangnya insentif.
Kelima penelitian dari Yusrizal (2011) yang
berjudul Evaluasi Kinerja Guru Fisika, Biologi, dan
Kimia SMA Yang Sudah Lulus Sertifikasi. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa guru fisika dan biologi yang telah
lulus sertifikasi belum seluruhnya berkinerja tinggi.
Sedang guru kimia yang telah lulus sertifikasi relatif
lebih tinggi kinerjanya dibandingkan guru fisika dan
biologi.
Dari penelitian-penelitian yang relevan di atas
maka perlu ditegaskan bahwa posisi penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi kinerja guru yang mengajar
tidak sesuai antara bidang tugas dan latar belakang
pendidikanya terdahulu sehingga hasil dari penelitian
ini dapat digunakan sebagai acuan tentang apa-apa
saja yang perlu diperbaiki, dipertahankan dan
ditingkatkan terkait dengan proses pembelajaran.
2.5 Kerangka Pikir Penelitian
Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu
komponen yang ada dalam dunia pendidikan. Fokus
kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah
tentang bagaimana kinerja mengajar guru yang
-
39
didalamnya terdapat perencanaan, pelaksanaan
pembelajaran dan evaluasi. Ketiga aspek ini sebagai
tolok ukur tentang bagaimana kinerja guru dalam
mengajar. Pemerintah melalui dinas pendidikan dan
kebudayaan telah membuat pedoman yang di dalamnya
berisi kisi-kisi atau standar proporsional bagi guru
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kaitanya
dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi bagi
peserta didik atau peneliti menyebutnya pedoman
evalausi kinerja mengajar guru.
Berikut adalah bagan kerangka berfikir dalam
penelitian ini:
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Perencanaan
Pembelajran
Pelaksanaan Pembelajran
Evaluasi
Pembelajaran
Evalauasi Kierja
Mengajar Guru
Hasil Evaluasi dan saran
Kegiatan Mengajar Guru
Tahap Evaluasi : Desain, Instalsai, Proses, Hasil