bab ii tinjauan pustaka 2.1 hipertensi 2.1.1 definisieprints.umm.ac.id/63594/3/bab ii.pdf · 2020....
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi bukan hanya faktor risiko yang terkenal untuk penyakit
kardiovaskular tetapi juga tantangan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Lebih
dari 1,5 miliar orang diperkirakan saat ini memiliki hipertensi. Studi telah
menunjukkan bahwa nilai tekanan darah 120-139/80-89 mmHg dikaitkan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dibandingkan dengan kadar
tekanan darah di bawah 120/80 mmHg (Hu et al., 2017). Berdasarkan laporan
WHO (World Health Organization) sekitar 40% orang yang berusia lebih dari 25
tahun mengalami hipertensi. Hipertensi secara umum diartikan dimana tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Secara alami tekanan darah manusia berfluktuasi sepanjang hari, dan tekanan darah
disebut persisten apabila menjadi masalah. Tekanan darah tersebut membuat organ
dan sistem sirkulasi yang yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak)
menjadi tegang (Manuntung, 2018) .
2.1.2 Penyebab
Berdasarkan hubungannya dengan faktor penyebab munculnya penyakit
tekanan darah seseorang dibedakan menjadi hipertensi esensial / primer dan
hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah kondisi dimana tekanan darah tinggi
yang penyebabnya tidak diketahui. Akan tetapi meskipun tidak diketahui
penyebabnya diduga bahwa munculnya hipertensi ini berkaitan dengan peningkatan
8
tekanan darah dari waktu ke waktu, sehingga dapat mempengaruhi perubahan pada
jantung dan pembuluh darah. Pada penderita sekitar 90% adalah hipertensi primer,
sedangkan pada hipertensi sekunder diperkirakan sekitar 5% - 10% disebabkan oleh
penyakit ginjal, lalu sekitar 1% - 2% diakibatkan oleh kelainan hormonal atau juga
dapat diakibatkan oleh pemakaian obat tertentu seperti pil KB (Ridwan, 2017).
Berikut beberapa fakor yang menyebabkan hipertensi.
Faktor yang dapat diubah :
1. Ras
Hipertensi di Amerika Serikat paling banyak dialami oleh orang kulit
hitam keturunan Afrika-Amerika dibandingkan dengan kelompok
ras lain. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebabnya,
akan tetapi pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih
rendah dan sensitivitas terhadap vasopresin lebih besar.
2. Usia
Penambahan usia dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi..
Hal ini disebabkan adanya perubahan alami pada jantung, kadar
hormon, dan pembuluh darah.
3. Riwayat keluarga
Hipertensi adalah penyakit keturunan. Jika salah satu dari orang tua
menderita hipertensi maka ia memiliki risiko terkena hipertensi
sebesar 25% dan apabila kedua orangtua menderita hipertensi
kemungkinan terkena penyakit ini sebesar 60%.
9
4. Jenis Kelamin
Diantara orang dewasa dan setengah baya, laki-laki lebih banyak
yang menderita hipertensi. Namun, hal ini akan terjadi sebaliknya
setelah umur 55 tahun hipertensi lebih banyak dijumpai pada wanita
ketika mengalami menopause.
Faktor yang dapat diubah :
1. Obesitas
Merupakan faktor risiko lain yang turut menentukan keparahan
hipertensi. Semakin besar massa tubuh seseorang, semakin banyak
darah yang dibutuhkan untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke otot
jaringan lain.
2. Merokok
Zat kimia dalam tembakau dapat merusak lapisan dalam dinding
arteri sehingga arteri lebih rentan terhadap penumpukan plak.
Keadaan ini terjadi karena karbonmonoksida dalam asap rokok
akan menggantikan oksigen dalam darah. Akibatnya, tekanan darah
akan meningkat karena jantung dipaksa bekerja lebih keras untuk
memasok oksigen ke seluruh organ dan jaringan tubuh.
3. Sensitivitas natrium
Natrium merupakan salah satu mineral atau elektrolit yang
berpengaruh terhadap tekanan darah.
4. Stress
Hubungan antara stres dan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf
(Junaedi, 2013).
10
2.1.3 Manifestasi Klinis
Pada dasarnya hipertensi tidak memberikan gejala spesifik. Gejala
umumnya yang dikeluhkan berkaitan dengan :
1. Peningkatan tekanan darah : sakit kepala (pada hipertensi berat),
paling sering di daerah occipital dan dikeluhkan pada saat bangun
pagi, selanjutnya berkurang secara spontan setelah beberapa jam,
dizziness, palpitasi, mudah lelah.
2. Gangguan vaskuler : epistaksis, hematuria, penglihatan kabur karena
perubahan di retina, episode kelemahan atau dizziness oleh karena
transient cerebral ischemia, angina pektoris, sesak karena gagal jantung.
3. Penyakit yang mendasari : pada hiperaldosteronisme primer
didapatkan ppoliuria, polidipsi, kelemahan otot karena hipokalemia,
pada sindroma Cushing didapatkan peningkatan berat badan, emosi
labil, pada Pheochromocytoma bisa didapatkann sakit kepala episodik,
palpitasi, diaphoresis, postural dizzines (Tjokroprawiro, 2015).
2.1.4 Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa (>18 tahun)
No Kategori Tekanan Darah Sistolik (Mmhg)
Tekanan Darah Diastolik (Mmhg)
1 Optimal < 120 < 80 2 Normal 120-129 80-84 3 Normal-tinggi 130-139 85-89 4 Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 5 Hipertensi derajat 2 160-179 100-109 6 Hipertensi derajat 3 ≥ 180 ≥ 110 7 Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90
(Hypertension, 2019)
11
2.1.5 Komplikasi
Pada penderita hipertensi patut diwaspadai dengan adanya komplikasi
ataupun penyakit penyerta yang kemungkinan terjadi. Berikut komplikasi dari
hipertensi :
a. Stroke
Merupakan salah satu konsesekuensi hipertensi yang paling parah dan
berakibat kematian dini atau kecacatan yang cukup serius. Sekitar 80%
stroke pada pasien hipertensi iskemik disebabkan oleh trombosis intra-
arterial atau embolisasi dari jantung atau arteri karotid. Sisanya, 20 % kasus
adalah hasil dari berbagai penyebab hemoragik
b. Fibrilasi atrium
Hipertensi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko atrial fibrillation.
Kehadiran kedua kondisi tersebut aditif terhdap risiko stroke.
c. Demensia
Lansia dengan hipertensi berisiko terhadap semua bentuk stroke dan
sering mengalami infark serebral kecil tanpa gejala yang dapat
menyebabkan hilngnya fungsi intelektual dan kognitif secara progresif.
Selain itu, juga ditemukan adanya hubungan antara kejadian hipertensi
dengan penyakit alzheimer.
d. Penyakit Jantung Koroner
Pada penderita hipertensi, penyakit jantung koroner lebih sering terjadi
daripada stroke, namun tren terkini menunjukkan kebalikannya.
Pengobatan hipertensi yang memadai mengurangi risiko serangan jantung
sekitar 20%, meskipun angka ini didasarkan pada penurunan tekanan darah
oleh thiazides dan β blocker daripada agen antihipertensi yang lebih baru.
12
e. Gagal jantung
Hipertensi adalah penybab utama gagal jantung. Seperti yang dikemukan
oleh Framingham Heart Study. Orang yang bertekanan darah > 160/95
mmHg memiliki kejadian gagal jantung enam kali lipat lebih tinggi daripada
orang yang bertekanan darah <140/90 mmHg.
f. Penyakit ginjal
Hipertensi sering menyebabkan gagal ginjal progresif. Hampir semua
penyakit ginjal primer menyebabkan peningkatan tekanan darah, yang
dimediasi oleh kadar renin dan angiotensin tinggi, serta retensi natrium dan
air. Pasien dengan gagal ginjal, dengan atau tanpa dialisiss atau
transplantasi, memiliki peningkatan risiko terkena PJK atau stroke
(Susetyowati, 2019).
2.1.6 Patofisiologi
Kekakuan arteri tergantung pada komponen struktural dan fungsional arteri.
Dinding arteri terdiri dari intima, media, dan adventitia. Intima terdiri dari
endotelium dan membran basement tipis. Lamina elastis internal terutama terdiri
dari kolagen tipe IV. Sangat sedikit menambah sifat elastis arteri. Media ini terdiri
elastin, kolagen, oto polos, dan bahan dasar yang disebut gel mucopolysaccharide.
Rasio elastin ke kolagen tertinggi di aorta dan menurun ketika seseorang menjauh
dari jantung ke arteri perifer. Sel-sel otot polos dalam arteri meningkat ketika
jantung ke arteri perifer. Adventia terdiri dari jaringan fibrosa. Pada tekanan arteri
rendah sampai normal, kekakuan disebabkan oleh serat elastin. Namun pada
tekanan (sistolik > 200 mmHg), serat kolagen berkontribusi terhadap kekakuan.
Rasio elastin yang rendah terhadap kolagen membuat arteri menjadi lebih kaku dan
sebaliknya. Pensinyalan endotel dan sel otot polos pembuluh darah juga
13
memengaruhi kekakuan pembuluh darah. Hipertensi sistolik terisolasi dan
peningkatan kecepatan gelombang denyut nadi (PWV) adalah risiko stroke, infark
miokard, gagal jantung dan angka kematian secara keseluruhan pada orang dewasa
yang lebih tua. Untuk setiap 2 mm Hg peningkatan tekanan sistolik ada peningkatan
risiko stroke fatal sebesar 7% dan kejadian penyakit jantung koroner fatal sebesar
5%. Selain perubahan struktural pada arteri sentral, ada faktor lain yang
berkontribusi terhadap kekakuan arteri sentral. Faktor-faktor ini termasuk disfungsi
endotel, pensinyalan neuroendokrin, glukosa tinggi, resistensi insulin dan
kecenderungan genetik. Disfungsi memberikan kontribusi endotel dengan kekakuan
arteri melalui ketidakseimbangan antara vasodilator nitrat oksida (NO) dan
vasokonstriktor (hormon, siklooksigenase, nikotinamida adenin dinukleotida fosfat
oksidase dan xantin oksidase). Faktor neuroendokrin meliputi angiotensin II dan
aldosteron. Angiotensin II meningkatkan pembentukan kolagen, memicu
remodeling matriks dan hipertrofi vaskular, menekan pensinyalan yang tidak
bergantung pada NO dan mengurangi sintesis elastin. Aldosteron menginduksi
kekakuan pada dinding arteri melalui fibrosis dan ekspresi fibronektin dan
hipertrofi sel-sel halus pembuluh darah (Prasad & Mishra, 2017).
Seiring bertambahnya usia, kekakuan arteri meningkat mengurangi elastisitas
pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada dasarnya,
penyedia layanan kesehatan mendiagnosis hipertensi dan meresepkan terapi. Tindak
lanjut janji temu adalah metode pemantauan respon pasien terhadap pengobatan.
Orang percaya bahwa minum obat hanya dapat mengendalikan hipertensi. Namun
ada metode farmakologis dan non farmakologis untuk mengelola hipertensi.
Perawatan farmakologis bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian risiko penyakit kardiovaskular dan ginjal. Terlepas dari aksesibilitas obat
14
hipertensi yang efektif, tekanan darah tidak dapat dikontrol dengan baik di sekitar
70% dari penderita hipertensi yang hanya mendapatkan perawatan farmasi.
Manajemen hipertensi memiliki banyak segi. Komitmen pasien, keluarga, penyedia
perawatan kesehatan, dan masyarakat efektif memainkan peran penting dalam
mengontrol tekanan darah tinggi. Intervensi non farmakologis menargetkan
perilaku gaya hidup. Modifikasi perilaku menggabungkan gerakan menuju atau
mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan aktivitas fisik, berhenti merokok,
membatasi konsumsi alkohol dan menerima intervensi diet sehat. Akbarpour dan
rekan (2018) menemukan hubungan penting antara obat-obatan antihipertensi,
modifikasi gaya hidup, dan kontrol hipertensi. Kontrol hipertensi yang lebih baik
adalah diamati di antara individu yang bergantung pada perilaku gaya hidup sehat
tetapi tidak mengambil obat antihipertensi daripada yang menggunakan obat
antihipertensi saja. Orang dengan hipertensi yang hanya bergantung pada obat
antihipertensi tidak terkontrol dengan baik tekanan darahnya. Maka, orang yang
hipertensi harus mengadopsi perilaku modifikasi gaya hidup bersama dengan obat
antihipertensi untuk mencapai kontrol hipertensi yang memadai (Durga Mishra,
2019).
2.2 Pendidikan Kesehatan
2.2.1 Definisi
Pendidikan kesehatan merupakan usaha atau kegiatan untuk
membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan
kemampuan (perilaku) nya untuk mencapai kesehatan secara optimal
(Alhamda & Sriani, 2015).
15
Pendidikan kesehatan yaitu suatu proses dimana dalam pelaksanaan
dan pemahaman praktik hidup sehat yang membudaya dapat menciptakan
perubahan perilaku. Dimana perubahan tersebut untuk mengetahui
perubahan perilaku dalam diri individu atau masyarakat yang bersangkutan
secara berkesinambungan dan bukan ditujukan semata-mata hanya untuk
tujuan transfer material atau pengetahuan dari seseorang kepada orang lain .
2.2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan
Merupakan suatu konsep pendidikan yang diaplikasikan kedalam bidang
kesehatan, berupa penyampaian pesan kesehatan kepada masyarakat, dimana
terjadi suatu proses pertumbuhan, perubahan dan perkembangan pada diri
individu ke arah yang lebih baik dan lebih matang (Harnani, 2015).
Ruang lingkup pendidikan kesehatan :
a. Pendidikan kesehata individual, dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas
2.2.3 Media
Merupakan alat bantu yang dapat dijadikan untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan dengan tujuan :
1. Menanamkan pengetahuan, pendapat dan konsep- konsep
2. Mengubah persepsi dan sikap
3. Menanamkan perilaku yang baru
16
Adapun bentuk media penyuluhan berdasarkan fungsinya untuk penyalur
media kesehatan :
1. Media cetak
a. Leaflet, sebuah media yang ada di selembar kertas yang terdiri atas 200-
400 kata yang berseling dengan gambar atau kombinasi yang berisi
suatu masalah khusus untuk sasarannya masyaarakat yang bisa
membaca. Disajikan dalam bentuk terlipat, biasanya diberikan sewaktu
ceramah untuk memperkuat pesan yang disampaikan (Halajur, 2018) .
b. Booklet, adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai saluran, alat bantu,
sarana dan sumber daya pendukungnya untuk menyampaikan pesan
harus menyesuaikan dengan isi materi yang akan disampaikan.
c. Flyer (selembaran) seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan
d. Flip chart (lembar balik) media penyampaian pesan atau informasi
kesehatan dalam bentuk buku di mana tiap lembar berisi gambar
peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan
yang berkaitan dengan gambar (Halajur, 2018).
e. Rubrik (tulisan – tulisan surat kabar), poster, dan foto Mengenai
bahasan yang berkaitan dengan masalah kesehatan
2. Media elektronik
Video dan film strip, keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah dapat
memberikan infromasi secara rinci dan dapat mendemonstrasikan peragaan
tertentu. Memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh
mata dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan
perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif penting dapat diulang
17
kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan yang gelap.
Sementara kelemahan media ini yaitu hanya dapat menjangkau sasaran yang
sedikit jumlahnya dan hanya di waktu tertentu, audince harus
mendatanginya, kebalikan dari media-media yang lainnya yang dapat
mendatangi audience, membutuhkan ahli profesional agar gambar
mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi, serta membutuhkan
banyak biaya (Harnani, 2015).
3. Media papan
Dipasang ditempat-tempat umum dapat digunakan dengan diisi tentang
informasi ataupun pesan tentang kesehatan (Halajur, 2018).
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan
Menurut (Feinberg et al., 2016) adalah sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan
Mereka yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat
melek kesehatan yang lebih tinggi juga sehingga memungkinkan
untuk mengakses, memahami, dan mengkomunikasikan
informasi kesehatan yang dapat ditindaklanjuti dengan lebih
baik
2. Tingkat melek huruf
Pendidikan yang tinggi membuat seseorang tersebut memiliki
kemampuan kognitif yang berkembang dengan baik (membaca,
menulis dan bernalar) menjadikan mereka untuk menambah
pengetahuan tentang masalah kesehatan dan menggunakan
18
informasi tersebut untuk terlibat dalam penilaian risiko dan
pengambilan keputusan medis
3. Status ekonomi
Pada seseorang yang berpenghasilan tinggi cenderung memiliki
kesehatan yang lebih baik karena adanya asuransi kesehatan
yang dapat dijadikan akses untuk mendapatkan perawatan
kesehatan secara maksimal
2.3 Konsep Pendidikan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan bagi Penderita Hipertensi
2.3.1 Pelayanan Kesehatan
Menurut Azwar (2010) yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah
setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Menurut Evan yang dikutip
oleh Astaqauliyah (2008) bahwa pelayanan kesehatan merupakan pelayanan
yang unik bila dibandingkan dengan pelayanan lain dalam pemenuhan
kebutuhan hidup manusia. Hal ini dikarenakan bahwa pelayanan kesehatan
memiliki tiga ciri yaitu : uncertainty, asymetry of information, dan externality
(Mustofa, 2014).
2.3.2 Tujuan
Untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara
menyeluruh dalam memelihara kesehatan yang optimal
19
2.3.3 Manfaat
a. Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat
gejala penyakit belum dirasakan (perilaku sehat)
b. Untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang
diperlukan jika ada gejala penyakit yang dirasakan
c. Untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan,
agar sembuh dan sehat seperti sediakala atau agar penyakit tidak
bertambah parah
1.3.4 Startifikasi Pelayanan
Di Indonesia dibedakan menjadi 3 macam, yakni (Azrul, 2010) :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok/primer primary
health services yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat
dan berguna untuk upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
pelayanan ini bersifat rawat jalan.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Pelayanan kesehatan tingkat kedua secondary health service merupakan
pelayanan kesehatan lanjutan dan biasanya bersifat rawat inap
sehingga dalam penyelenggaraan dibutuhkan tenaga-tenaga spesialis
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga tertiary health services sifatnya lebih
komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga sub
spesialis
20
1.3.5 Pelayanan Kesehatan Penderita Hipertensi
Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan secara
standar.
1. Sasaran adalah penduduk usia 15 tahun ke atas
2. Penderita hipertensi esensial atau penderita hipertensi tanpa
komplikasi memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar,
dan upaya promosi kesehatan melalui modifikasi gaya hidup
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
3. Penderita hipertensi dengan komplikasi (jantung, stroke, dan
penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus) perlu dirujuk ke
Fasilitias Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) yang
mempunyai kompetensi untuk penanganan komplikasi
4. Standar pelayanan kesehatan penderita hipertensi adalah :
a. Mengikuti panduan praktik klinik bagi dokter di FKTP
b. Pelayanan kesehatan sesuai standar diberikan kepada
penderita hipertensi di FKTP
c. Pelayanan kesehatan hipertensi sesuai standar meliputi :
pemeriksaan dan monitoring tekanan darah yang dapat
dilakukan minimal satu kali dalam 1 bulan, edukasi,
pengaturan diet seimbang, aktivitas fisik, dan
pengelolaan farmakologis
d. Pelayanan kesehatan berstandar ini dilakukan untuk
mempertahankan tekanan darah pada <140/90mmHg
untuk usia dibawah 60 thun dan <150/90mmHg untuk
penderita 60 tahun keatas dan untuk mencegah
21
terjadinya komplikasi jantung, stroke, diabetes mellitus
dan penyakit ginjal kronis
e. Selama menjalani pelayanan kesehatan sesuai standar,
jika tekanan darah penderita hipertensi tidak bisa
dipertahankan sebagaimana dimaksud pada poin
sebelumnya atau mengalami komplikasi, maka penderita
perlu dirujuk ke FKTL yang berkompeten
Menurut pasal 4 ayat (1) peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor
47 tahun 2016 tentang jenis fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas :
1. Tempat praktik mandiri tenaga kesehatan
2. Pusat kesehatan masyarakat
3. Klinik
4. Rumah sakit
5. Apotek
6. Unit tranfusi darah
7. Laboratorium kesehatan
8. Optikal
9. Fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; dan
10. Fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (Kemensetneg, 2016).
Hipertensi menjadi permasalahan utama dalam bidang kesehatan, sehingga
dibutuhkan penanganan yang komprehensif dalam mengontrol tekanan darah baik
itu secara farmakologis dan non-farmakologis. Terdapat banyak cara penanganan
non-farmakologis untuk meningkatkan pengetahuan dan menurunkan tekanan
darah yaitu salah satunya dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
22
merupakan prioritas utama dan merupakan salah satu intervensi keperawatan yang
efektif untuk meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya
pemahaman yang benar mengenai hipertensi yaitu salah satunya pendidikan
kesehatan tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan
kesehatan erat dengan kaitannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan
kesehatan dan seberapa jauh efektivitas pelayanan tersebut. Maka hal ini dapat
dimulai dengan tindakan yang tepat untuk mencegah hipertensi ataupun untuk
mengontrol tekanan darah dalam rentang normal yang dapat dimulai dengan
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Sebab jika hal tersebut dilakukan kita dapat
mengetahui tentang kondisi kesehatan terkini, dapat mengetahui indikasi suatu
penyakit, mendapat penanganan yang tepat dan dapat menjadi pengingat gaya hidup
sehat.
2.4 Konsep Persepsi
2.4.1 Definisi
Menurut Robbins (2015) persepsi adalah suatu proses individu
menginterpretasikan dan mengorganisasikan kesan sensoris untuk
memberikan pengertian pada lingkungannya. Teori tersebut memberikan
gambaran bahwa persepsi merupakan suatu upaya untuk melihat pendapat
atau pandangan dari seseorang terhadap suatu keadaan yag terjadi di
sekelilingnya berdasarkan pada hal-hal yang dapat dirasakan oleh dirinya.
Persepsi merupakan suatu proses yang diperlukan oleh manusia untuk
dapat memahami serta menafsirkan hal-hal yang terjadi di sekelilingnya.
Sebagai suatu proses, persepsi tidak berupaya untuk mencari suatu hal harus
benar dan tepat, akan tetapi persepsi hanya berupa penafsiran. Sesuai
23
dengan pernyataan Thoha (2014) bahwa kunci untuk memahami persepsi
terletak pada pengenalan bahwa persepsi adalah suatu penafsiran yang unik
terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi
(Sutrisman, 2019).
2.4.2 Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi
Individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan stimulus
yang diterimanya, sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi
individu yang bersangkutan. Demikian dapat dikemukakan bahwa
stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi.
Menurut Walgito (2010: 101) berkaitan dengan faktor-faktor yang
berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor,
yaitu:
1) Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang
mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu
yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima
yang bekerja sebagai reseptor.
2) Alat indera, syaraf dan pusat
Susunan syaraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk
menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf
sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima
reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat
24
kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan
syaraf motoris.
3) Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan
adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai
suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.
2.4.3 Jenis-jenis Persepsi
1. Persepsi Diri
Persepsi diri individu (self-perception) ialah cara seseorang menerima
diri sendiri. Konsep diri dibentuk oleh bagaimana individu berpikir
tentang orang lain dan menerimanya, bagaimana individu diterima
dalam suatu kelompok tertentu, juga dibentuk berdasarkan
pengalaman masa lalu, atau yang berbasis pada asas manfaat (self-
efficacy) dari informasi yang dia terima.
2. Persepsi Lingkungan
Dibentuk berdasarkan konteks dimana informasi itu diterima.
3. Persepsi yang Dipelajari
Merupakan persepsi yang terbentuk karena individu mempelajari
sesuatu dari lingkungan sekitar, misalnya dari kebiasaan dan
kebudayaan teman-teman atau orang tua. Persepsi yang dipelajari
(learned perception) berbentuk pikiran, ide atau gagasan dan keyakinan
yang kita pelajari dari orang lain.
4. Persepsi Fisik
Dibentuk berdasarkan pada dunia yang serba terukur (the tangible
word), misalnya secara fisik kita mendengar dan melihat sesuatu lalu
25
diikuti dengan bagaimana kita memproses apa yang dilihat itu dalam
akal dan pikiran
5. Persepsi Budaya
Persepsi budaya berbeda dengan persepsi lingkungan sebab persepsi
budaya mempunyai skala yang sangat luas dalam masyarakat,
sedangkan persepsi lingkungan menggambarkan skala yang sangat
terbatas pada sejumlah orang tertentu (Alo, 2018) .
2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor penyebab ini dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal, dimana
faktor ini terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut dan
faktor eksternal, dimana faktor ini melekat pada objeknya.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana
seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itulah sebabnya
stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. Faktor yang ada
dalam faktor internal yaitu :
1) Pengalaman atau pengetahuan, merupakan faktor yang sangat
berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh..
2) Harapan atau expectation. Harapan terhadap sesuatu akan
mempengaruhi persepsi terhadap stimulus
3) Kebutuhan, akan menyebabkan stimulus tersebut dapat masuk
dalam rentang perhatian seseorang dan kebutuhan ini akan
menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara
berbeda
26
4) Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang
5) Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap
stimulus yang ada
6) Budaya. Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama
akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya
secara berbeda, namun akan mempersepsikan orang-orang
diluar kelompoknya sebagai sam saja.
2. Faktor Eksternal
1) Kontras, cara termudah untuk menarik perhatian yakni dengan
menggunakan kontras yang baik pada warna, ukuran, bentuk
atau gerakan
2) Perubahan intensitas, suara yang berubah dari pelan menjadi
keras atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan
menarik perhatian seseorang
3) Pengulangan (repetition) dengan adanya pengulangan walaupun
pada mulanya stimulus tidak masuk dalam rentan perhatian
seseorang, dengan dilakukan pengulangan maka akan mendapat
perhatian
4) Sesuatu yang baru (novelty) suatu stimulus yang baru akan lebih
menarik perhatian seseorang daripada sesuatu yang telah
diketahui
5) Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak, akan menjadi
perhatian untuk menarik perhatian seseorang
27
2.4.5 Bentuk-Bentuk Persepsi
Bentuk-bentuk persepsi adalah pandangan yang berdasarkan
penilaian terhadap suatu objek yang terjadi, kapan dan dimana saja
jika stimulus mempengaruhinya. Ada dua bentuk persepsi yaitu yang
bersifat positif dan negatif.
1. Persepsi Positif, yaitu pandangan atau persepsi terhadap suatu
objek dan menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang
mempersepsikan cenderung menerima objek yang ditangkap
karena sesuai dengan pribadinya.
2. Persepsi Negatif, yaitu pandangan atau persepsi terhadap suatu
objek dan menunjukkan pada keadaan dimana subjek yang
mempersepsikan cenderung menolak objek yang ditangkap
karena tidak sesuai dengan pribadinya (Walgito, 2010).
2.4.6 Proses Terjadinya Persepsi
Individu mengenali suatu objek dari luar dan ditangkap melalui
inderanya. Bagaimana individu menyadari, mengerti apa yang
diindera ini merupakan suatu proses terjadinya persepsi. Proses
terjadinya persepsi menurut dapat dijelaskan sebagai berikut
(Walgito, 2010):
1. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat
indera atau reseptor. Objek dan stimulus itu berbeda, tetapi ada
kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu, misalnya
dalam hal tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai
kulit, sehingga akan terasa tekanan tersebut.
28
2. Proses kealaman atau proses fisik
Proses kealaman atau proses fisik adalah proses ketika stimulus
mengenai alat indera.
3. Proses fisiologis
Proses fisiologis adalah proses ketika stimulus yang diterima
oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak.
4. Proses psikologis
Proses psikologis adalah ketika terjadilah proses di otak sebagai
pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat,
atau apa yang didengar, atau apa yang diraba.
5. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari
tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau
apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera.
Sebelumnya Thoha (2003) menyatakan bahwa proses
terbentuknya persepsi seseorang didasari pada beberapa tahapan:
1. Stimulus dan Rangsang
Terjadi persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu
stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya.
2. Registrasi
Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah
mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan saraf seseorang
berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya.
29
3. Interpretasi
Merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat
penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang
diterimanya. Proses interpretasi bergantung pada cara
pendalamannya, motivasi dan kepribadian seseorang.
4. Umpan Balik (feed back)
Setelah melalui proses interpretasi informasi yang sudah
diterima dipersepsikan oleh seseorang dalam bentuk umpan
balik terhadap stimulus(Wardani, 2016).
2.5 Pengaruh Pendidikan Kesehatan pada Perubahan Persepsi
Menurut Bloom dalam Notoadmodjo (2007) seseorang
menunjukkan perilaku sehat dalam hidupnya diawali dari persepsi
individu terhadap sesuatu yang akan dilakukan. Persepsi merupakan
praktik / tindakan tingkat pertama yang diambil dari domain
perilaku manusia yang ketiga yaitu psikomotor setelah kognitif dan
afektif. Keyakinan seseorang terhadap suatu penyakit
mempengaruhi dalam melakukan perilaku sehat. Persepsi yang baik
mengenai hipertensi akan membantu masyarakat dalam mengontrol
tekanan darah. Pendidikan kesehatan yang diberikan diharapkan
dapat meningkatkan persepsi sehingga seseorang memiliki perilaku
sehat. Perubahan persepsi tentang hipertensi dapat dilakukan
dengan penambahan informasi pada masyarakat.
Informasi merupakan hal yang utama dalam pendidikan
kesehatan, karena informasi merupakan sumber utama dari
30
pengetahuan (knowledge) yang menjadi salah satu strategi dalam
perubahan persepsi pada point fasilitas (penyediaan sarana &
prasarana). Ketika seseorang menerima pengetahuan yang baru,
mereka lebih cenderung mengubah perilaku dan gaya hidup mereka.
Secara umum, pendidikan kesehatan dapat meningkatkan
pengetahuan pasien tentang suatu penyakit dan terapinya yang
mengarah pada kepatuhan pengobatan yang lebih baik dan pasien
mengambil peran lebih positif dalam pengelolaan kesehatan mereka.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut
Notoatmodjo (2012) mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang gelah dipelajari pada situasi
atau kondisi sebenarnya.
31
4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan ini dapat dilihat dari dengan cara
membedakan, menggambarkan, mengelompokkan, dan
memisah.
5. Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang gelah ada (Tan,
Cheng, & Siah, 2019) .