bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teorieprints.dinus.ac.id/22719/11/bab2_19660.pdf · komunikasi...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Word Of Mouth
2.1.1.1 Konsep Word Of Mouth
Word of mouth (WOM) adalah pernyataan (secara personal atau non
personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider)
kepada konsumen (Tjiptono,2008:29). Definisi lain word of mouth (WOM) adalah
komunikasi dari mulut ke mulut oleh orang lain mengenai suatu produk
(Suryani,2013:169).
Konsumen mengetahui keberadaan produk dari komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh perusahaan dan dari sumber informasi lainnya di luar sumber resmi
perusahaan. Pada masyarakat Indonesia yang tingkat interaksinya tinggi dan
sebagian besar menggunakan budaya mendengar daripada membaca, komunikasi
dari mulut ke mulut lebih efektif untuk mempromosikan produk. Konsumen belajar
mengenai produk dan merek baru terikat dengan kelompok konsumen yang ada di
masyarakat dari dua hal, yaitu melalui pengalaman dan pengamatan terhadap
penggunaan produk konsumen lainnya, dan mencari informasi dengan bertanya
kepada konsumen lain yang tahu dan pernah menggunakan produk yang akan
dibelinya (Suryani,2013:169).
Komunikasi dari mulut ke mulut atau word of mouth (WOM) timbul ketika
konsumen puas atas suatu produk atau sangat kecewa atas produk yang dibelinya.
12
Ketika konsumen puas, maka akan menceritakan kepada konsumen lain tentang
produk tersebut (Suryani,2013:169).
Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh konsumen karena yang
menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman,
keluarga, dan publikasi media masa. Di samping itu, word of mouth juga cepat
diterima sebagai referensi karena konsumen jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa
yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri (Tjiptono,2008:29).
Seringkali pemasar mendorong komunikasi dari mulut ke mulut (word of
mouth) oleh konsumen perihal suatu promosi. Hal ini membantu menyebarkan
kesadaran di luar konsumen yang mulai berinteraksi langsung dengan promosi
tersebut. Konsumen berbagi informasi dengan teman mengenai penawaran menarik
untuk produk tertentu (Peter dan Olson,2014: 222).
2.1.1.2 Kaitan Word Of Mouth dengan Keputusan Pembelian
Komunikasi dari mulut ke mulut atau word of mouth (WOM) atau viral
marketing timbul ketika konsumen atas suatu produk atau sangat kecewa atas produk
yang dibelinya. Ketika konsumen puas, maka akan menceritakan kepada konsumen
lain tentang produk tersebut (Suryani,2013:169). Word of mouth ini biasanya cepat
diterima oleh konsumen karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat
dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media masa. Di
samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena konsumen
jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya
sendiri (Tjiptono,2008:29). Seringkali pemasar mendorong komunikasi dari mulut ke
mulut (word of mouth) oleh konsumen perihal suatu promosi. Hal ini membantu
13
menyebarkan kesadaran di luar konsumen yang mulai berinteraksi langsung dengan
promosi tersebut. Konsumen berbagi informasi dengan teman mengenai penawaran
menarik untuk produk tertentu (Peter dan Olson, 2014:222). Melalui komunikasi
word of mouth, semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
2.1.2 Citra Toko
Citra toko adalah persepsi yang ada di benak konsumen yang bertahan lama
tentang suatu toko (Schiffman dan Kanuk,2008:157). Menurut Suryani (2013:86),
citra toko adalah segala hal yang terkait dengan toko yang ada di benak konsumen
atau kesan konsumen tentang suatu toko.
Citra mempunyai peran besar dalam mempengaruhi pengambilan keputusan
konsumen. Ketika konsumen tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang
produk, maka konsumen akan menggunakan citra merek sebagai dasar memilih
produk (Suryani,2013:85). Citra merupakan persepsi konsumen terhadap merek
secara menyeluruh ini dibentuk oleh informasi yang diterima dan pengalaman
konsumen atas merek tersebut. Apa yang muncul ketika konsumen ditanya tentang
citra suatu merek, maka konsumen akan mengungkapkan kesan dan keyakinannya
terhadap merek tertentu (Suryani,2013:86).
Konsumen pada umumnya memiliki persepsi yang positif terhadap merek
pioner (merek pertama pada satu kategori produk), bahkan meskipun merek
berikutnya muncul. Setelah itu juga terdapat korelasi yang positif antara citra merek
pioner dengan citra diri ideal individu. Persepsi yang positif terhadap merek pioner
ini akan mengarah pada intensi pembelian yang positif (Suryani, 2013:85).
14
Produk dan merek mempunyai nilai simbolis bagi individu, yang menilainya
atas dasar konsistensi (kesesuaian) dengan gambaran pribadi mereka mengenai
merek. Beberapa produk kelihatan cocok dengan seorang individu, yang lain tidak.
Konsumen berusaha memelihara atau meningkatkan ciri-cirinya dengan membeli
berbagai produk dan berlangganan yang menurut keyakinannya sesuai dengan citra
mereka, dan menghindari yang tidak sesuai (Schiffman dan Kanuk,2008:157).
Citra yang dimiliki produk tertentu dalam pikiran konsumen yaitu,
pengaturan posisinya mungkin lebih penting bagi sukses akhir daripada karakteristik
produk yang sebenarnya. Pada pemasar berusaha membedakan produk-produknya
dengan menekankan atribut-atribut yang dinyatakan dapat memenuhi kebutuhan
konsumen yang lebih baik dari pada berbagai merek pesaing. Pemasar berusaha
keras untuk menciptakan citra merek yang konsisten dengan target segmen
konsumen yang relevan/sesuai (Schiffman dan Kanuk, 2008:157).
Strategi pengaturan posisi merupakan intisari bauran pemasaran, strategi ini
melengkapi strategi segmentasi perusahaan dan pemilihan pasar yang dibidik.
Pengaturan posisi memberikan konsep, atau arti produk atau jasa dari sudut
kemampuannya memenuhi kebutuhan konsumen. Produk (jasa) yang sama dapat
diatur ulang posisinya secara berbeda-beda pada berbagai segmen pasar yang
berbeda atau dapat diatur ulang posisinya terhadap konsumen sendiri yang sama,
tanpa diadakan perubahan secara fisik (Schiffman dan Kanuk,2008:157).
Hasil strategi pengaturan posisi yang sukses adalah citra merek khas yang
diandalkan para konsumen dalam melakukan pilihan produk. Selanjutnya, riset
mengemukakan bahwa strategi pengaturan posisi oleh pemasang iklan
mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap atribut-atribut merek dan harga yang
15
dibayar konsumen. Dalam lingkungan persaingan yang ketat sekarang ini, citra
merek khusus merupakan hal paling penting. Jika merek menjadi lebih kompleks dan
pasar lebih ramai, para konsumen lebih mengandalkan citra merek dari pada atribut-
atributnya yang sebenarnya dalam mengambil keputusan membeli (Schiffman dan
Kanuk,2008:157).
Citra dapat dibina dengan adanya citra merek yang baik. Dengan membawa
nama merek, hal ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan
(Laksana,2008:78). Citra merek yang positif berkaitan dengan kesetiaan konsumen,
kepercayaan konsumen mengenai nilai merek yang positif, dan kesediaan untuk
mencari merek tersebut. Citra merek yang positif juga membantu meningkatkan
minat konsumen pada promosi merek di masa yang akan datang dan memperkuat
posisi dalam menghadapi berbagai kegiatan pemasaran pesaing (Schiffman dan
Kanuk,2008:158).
Citra perusahaan berpengaruh positif terhadap kepercayaan konsumen.
Semakin positif konsumen menilai citra perusahaan, semakin tinggi pula
kepercayaannya kepada perusahaan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi
perusahaan untuk membangun citra melalui berbagai aktivitas dan komunikasi yang
dilakukan (Suryani,2013:85).
Hal yang sederhana dapat dilakukan dalam membangun citra tanpa
mengeluarkan biaya yang mahal adalah melalui website perusahaan dan
mengintegrasikan program corporate social responsibility (CSR) atau
tanggungjawab sosial perusahaan untuk mendukung pencitraan perusahaan (Suryani,
2013:85).
16
Untuk membangun citra, maka perusahaan harus memahami apa yang dinilai
penting oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus memperhatikan kebutuhan
dan harapan masyarakat, konsumen, karyawan, dan pemilik modal. Ada tiga
kebutuhan dan harapan yang dianggap penting oleh masyarakat, yakni : informasi,
tanggungjawab sosial perusahaan, dan kepatuhan pada peraturan yang berlaku. Dari
sisi konsumen, konsumen mengharapkan produk yang unggul sesuai dengan yang
dijanjikan, layanan, dan praktek manajemen yang baik. Karyawan mengharapkan
terpenuhinya kebutuhan yang dapat memuaskannya dalam bekerja seperti
lingkungan dan suasana kerja serta kesempatan untuk berkembang. Adapun pemilik
modal mengharapkan keuntungan atas modal dan kompetensi dalam pengelolaan
investasi (Suryani,2013:86).
Perusahaan yang menikmati citra yang baik biasanya menemukan bahwa
produk-produknya yang baru lebih mudah diterima dari pada produk perusahaan
yang mempunyai citra kurang baik ataupun citra yang netral. Konsumen biasanya
mempunyai persepsi yang baik mengenai merek-merek pioneer (yang pertama dalam
suatu golongan produk), bahkan setelah merek-merek yang mengikutinya tersedia.
Konsumen juga menemukan pertalian yang positif antara citra merek pionir dengan
citra diri ideal seseorang yang menyatakan bahwa persepsi positif terhadap
(Schiffman dan Kanuk,2008: 169).
Beberapa pemasar yang besar memperkenalkan berbagai produk baru dengan
samaran berupa perusahaan yang akan disangka kecil, tetapi merupakan perusahaan
pioner (dan barangkali merupakan perusahaan yang lebih berpikir ke depan). Sasaran
dari apa yang disebut gerakan lincah (gerakan rahasia) yang disembunyikan ini
adalah untuk meyakinkan para konsumen (terutama konsumen muda) bahwa merek-
17
merek baru tersebut diproduksi oleh perusahaan besar terhadap (Schiffman dan
Kanuk,2008:169).
Sekarang ini, perusahaan menggunakan iklan, pameran, dan menjadi sponsor
berbagai acara kemasyarakatan untuk meningkatkan citra perusahaan. Walaupun
beberapa pemasar menyatakan bahwa iklan produk dan jasa dapat lebih berguna
untuk menaikkan citra produk perusahaan, para pemasar memandang bahwa jenis
iklan produk dan perusahaan sebagai unsur terpadu dan komplementer dari program
komunikasi perusahaan secara keseluruhan terhadap (Schiffman dan Kanuk,2008:
169).
2.1.3 Kepercayaan
2.1.3.1 Konsep Kepercayaan
Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang
diinginkan pada mitra pertukaran (Daryanto,2013:279). Definisi lain kepercayaan
adalah keyakinan seseorang terhadap nilai-nilai tertentu yang akan mempengaruhi
perilakunya (Peter dan Olson,2013:136).
Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu
karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang ia harapkan dan suatu
harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan orang
lain dapat dipercaya (Daryanto,2013:279). Dari sudut pandang pemasaran, hal ini
menyatakan bahwa perkembangan kepercayaan dan khususnya keyakinan,
seharusnya menjadi komponen fundamental dari strategi pemasaran yang ditujukan
untuk mengarah pada penciptaan hubungan konsumen sejati. Konsumen harus
mampu merasakan bahwa dia dapat mengandalkan perusahaan, karena perusahaan
18
dapat dipercaya. Akan tetapi, untuk membangun kepercayaan membutuhkan waktu
lama dan hanya dapat berkembang setelah pertemuan yang berulang kali dengan
konsumen. Lebih penting, kepercayaan berkembang setelah seorang individu
mengambil risiko dalam berhubungan dengan mitranya. Hal ini menunjukkan bahwa
membangun hubungan yang dapat dipercaya akan lebih mungkin terjadi dalam
sektor industri tertentu terutama yang melibatkan pengambilan risiko oleh konsumen
dalam jangka pendek atau jangka panjang (Daryanto,2013:280).
Melalui pengalaman beragam, konsumen memperoleh banyak kepercayaan
mengenai produk, merek, dan obyek lain di sekitarnya. Kunci untuk memahami
sikap konsumen adalah mengidentifikasi dan mengerti dasar kepercayaan tersebut.
Secara prinsip, konsumen dapat memiliki kepercayaan mengenai segala jenis dan
tingkatan arti yang memiliki asosiasi dengan produk tertentu (Peter dan Olson,2013:
136).
Banyak faktor mempengaruhi kepercayaan dalam suatu situasi dan menjadi
faktor yang mementukan. Hal ini mencakup stimulus (perangsang) penting dalam
lingkungan sekitar (tampilan di tempat penjualan, iklan, dan informasi di kemasan),
peristiwa terkini, suasana hati konsumen dan kondisi emosional, nilai dan tujuan
konsumen pada situasi tersebut tertentu (Peter dan Olson,2013:137).
Beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah sebagai berikut
(Daryanto,2013:279) :
a. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan di masa
lalu
b. Watak yang diharapkan dari mitra seperti dapat dipercaya dan dapat diandalkan.
c. Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko.
19
d. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri mitra.
Komponen-komponen kepercayaan tersebut dapat diprediksi dan diandalkan.
Keyakinan dapat diprediksi, direfleksikan oleh konsumen yang mengatakan bahwa
mereka berurusan dengan perusahaan tertentu karena dapat diharapkan. Dapat
diandalkan merupakan hasil dari suatu hubungan yang berkembang sampai pada titik
dimana penekanan beralih dari perilaku tertentu kepada kualitas individu
kepercayaan pada individualnya, bukan pada tindakan tertentu. Keyakinan
direfleksikan dari perasaan aman dalam diri konsumen bahwa mitra mereka dalam
hubungan tersebut akan menjaganya (Daryanto,2013:280).
2.1.3.2 Komponen dan Gambaran Kepercayaan
Komponen-komponen kepercayaan adalah sebagai berikut (Daryanto,
2013:280) :
1. Kredibilitas
Kredibilitas berarti bahwa karyawan jujur dan kata-katanya dapat dipercaya.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berarti sesuatu yang bersifat reliable atau dapat diandalkan. Ini berarti
berhubungan dengan kualitas individu/organisasi. Reliabilitas harus dilakukan
dengan tindakan
3. Intimacy
Kata yang berhubungan adalah integritas yang berarti karyawan memiiki kualitas
sebagai karyawan yang memiliki prinsip moral yang kuat. Integritas menunjukan
bahwa internal consistency, ada konsistensi antara pikiran dan tindakan. Selain
itu, integritas juga menunjukkan adanya ketulusan.
20
Kepercayaan menggambarkan hal-hal sebagai berikut (Daryanto, 2013:282):
1. Kerja Sama (Cooperation)
Kepercayaan dapat meredakan perasaan ketidakpastian dan risiko, jadi bertindak
untuk menghasilkan peningkatan kerja sama antara anggota relationship. Dengan
meningkatnya tingkat kepercayaan, anggota belajar bahwa kerja sama
memberikan hasil yang melebihi hasil yang lebih banyak dibandingkan apabila
dikerjakan sendiri.
2. Komitmen (Commitment)
Komitmen merupakan komponen yang dapat membangun relationship dan
merupakan hal yang mudah hilang, yang akan dibentuk hanya dengan pihak-pihak
yang saling percaya
3. Lamanya Berhubungan (Relationship Duration)
Kepercayaan mendorong anggota relationship bekerja untuk menghasilkan
relationship dan untuk menahan godaan untuk tidak mengutamakan hasil jangka
pendek dan atau bertindak secara oportunis. Kepercayaan dari penjual secara
positif dihubungkan dengan kemungkinan bahwa pembeli akan terlihat dalam
bisnis pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, memberikan kontribusi untuk
meningkatkan durasi relationship.
4. Kualitas (Quality)
Pihak yang percaya lebih mungkin untuk menerima dan menggunakan informasi
dari pihak yang dipercaya dan pada gilirannya menghasilkan benefit yang lebih
besar dari informasi tersebut. Akhirnya, adanya kepercayaan memungkinkan
perselisihan atau konflik dapat dipecahkan secara efisien dan damai. Dalam
kondisi tidak ada kepercayaan, perselisihan dirasakan merupakan tanda akan
21
adanya kesulitan pada masa yang akan datang dan biasanya menyebabkan
berakhirnya relationship.
2.1.4 Keputusan Pembelian
2.1.4.1 Konsep Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah keputusan pembeli tentang merek mana yang
dibeli (Kotler dan Amstrong,2008:181). Konsep lain keputusan pembelian adalah
seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih konsumen pada pembelian
(Schiffman dan Kanuk,2008:485). Menurut Kotler dan Keler (2009:188), keputusan
pembelian adalah keputusan konsumen mengenai preferensi atas merek-merek yang
ada di dalam kumpulan pilihan. Juga menurut Ginting (2012:50), keputusan
pembelian adalah membeli merek yang paling dikehendaki konsumen. Sedangkan
menurut Peter dan Olson (2013:163), keputusan pembelian adalah proses integrasi
yang digunakan untuk mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau
lebih perilaku alternatif dan memilih satu di antaranya. Juga menurut Suryani
(2013:11), keputusan pembelian adalah keputusan yang diambil individu karena
stimuli (rangsangan), baik yang berasal dari luar individu maupun hal-hal yang ada
pada individu sendiri.
Setiap hari konsumen mengambil berbagai keputusan mengenai setiap aspek
kehidupan sehari-hari. Tetapi, kadang mengambil keputusan ini tanpa memikirkan
bagaimana mengambil keputusan dan apa yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan ini. Pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil
keputusan (Schiffman dan Kanuk,2008:485).
22
Jika konsumen mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dan tidak
melakukan pembelian atau pilihan menggunakan waktu, maka konsumen tersebut
berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Sebaliknya, jika konsumen tidak
mempunyai alternatif untuk memilih dan benar-benar terpaksa melakukan pembelian
tertentu atau mengambil tindakan tertentu, maka keadaan satu-satunya tanpa pilihan
lain ini bukanlah suatu keputusan (Schiffman dan Kanuk,2008:485).
Bagi konsumen, kebebasan sering diungkapkan dengan sangat beragamnya
pilihan produk. Jadi, hampir selalu ada pilihan, maka hampir selalu pula ada
kesempatan bagi para konsumen untuk mengambil keputusan. Selain itu, riset
konsumen eksperimental mengungkapkan bahwa menyediakan pilihan bagi
konsumen ketika sesungguhnya tidak ada satu pun pilihan dapat dijadikan strategi
bisnis yang tepat, strategi tersebut dapat meningkatkan penjualan dengan jumlah
sangat besar (Schiffman dan Kanuk,2008:486).
Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima (atau
membutuhkan) tingkat pencarian informasi yang sama. Jika keputusan pembelian
membutuhkan usaha yang besar, maka pengambilan keputusan konsumen akan
merupakan proses melelahkan yang menyita waktu. Sebaliknya, jika semua
pembelian sudah merupakan hal rutin, maka akan cenderung membosankan dan
hanya sedikit memberikan kesenangan atau sesuatu yang baru (Schiffman dan
Kanuk,2008:486).
Proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam memahami
bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka.
Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami proses keputusan pembelian
23
konsumen secara penuh, semua pengalaman mereka dalam pembelajaran, memilih,
menggunakan dan bahkan menyingkirkan produk. (Kotler dan Keller,2009:184).
Konsumen banyak mengambil keputusan pembelian setiap hari. Perusahaan
besar meneliti keputusan pembelian konsumen secara rinci untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan : apa, di mana, bagaimana, berapa banyak, kapan, dan
mengapa mereka membeli. Pemasar dapat mempelajari pembelian konsumen untuk
menjawab pertanyaan : apa, di mana, dan berapa banyak mereka membeli, tetapi
mempelajari tentang mengapa perilaku pembelian konsumen tidak terlalu mudah
(Ginting,2012:33).
Perusahaan yang memahami bagaimana keputusan konsumen akan
menanggapi berbagai sosok produk, harga dan rangsangan periklanan yang memiliki
keunggulan dari pesaingnya. Konsumen akan menerima rangsangan dan memberi
tanggapan (Gnting,2013:33).
Stimuli (rangsangan) pemasaran terdiri dari produk, harga, promosi dan
distribusi. Adapun stimuli lain yang tergolong kekuatan dan kejadian penting adalah
lingkungan konsumen ekonomi, teknologi, politik dan budaya. Semua masukan ini
masuk dalam benak konsumen, dimana semua berubah menjadi tanggapan pembeli
yang terlihat : pilihan produk, pilihan merek, saat pembelian, dan banyaknya
pembelian (banyaknya belanjaan) (Ginting,2012: 34).
Pemasar ingin mengerti bagaimana stimuli dirubah menjadi tanggapan di
dalam benak pembeli, yang terdiri dari dua bagian. Pertama, ciri pembeli yang
menyebabkan konsumen menerapkan, menerima, dan bereaksi terhadap stimuli.
Kedua, proses keputusan itu sendiri yang mempengaruhi pembeli (Ginting,2012: 34).
24
2.1.4.2 Jenis-Jenis Perilaku Keputusan Pembelian
Perilaku keputusan pembelian sangat berbeda untuk masing-masing produk.
Keputusan yang lebih kompleks biasanya melibatkan peserta pembelian dan
pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:177),
perilaku keputusan pembelian terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
1. Perilaku pembelian kompleks
Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks ketika mereka sangat
terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antar merek.
Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produk itu mahal, beresiko, jarang
dibeli, dan sangat memperlihatkan eskpresi diri. Umumnya konsumen harus
mempelajari banyak hal tentang kategori produk.
Pada tahap ini, pembeli akan melewati proses pembelajaran, mula-mula
mengembangkan keyakinan tentang produk, lalu sikap, dan kemudian membuat
pilihan pembelian yang dipikirkan secara tepat. Pemasar produk yang
memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan
perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen dengan keterlibatan tinggi. Para
pemasar perlu membantu konsumen untuk membelajari atribut produk dan
kepentingan relatif atribut tersebut. Konsumen harus membedakan fitur
mereknya, mungkin dengan menggambarkan kelebihan merek lewat media cetak
dengan teks yang panjang. Konsumen harus memotivasi wiraniaga toko dan
orang yang memberi penjelasan kepada pembeli untuk mempengaruhi pilihan
merek akhir.
25
2. Perilaku pembelian pengurangan disonansi (ketidaknyamanan)
Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen
sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau beresiko,
tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antar merek. Setelah pembelian,
konsumen mungkin mengalami ketidaknyamanan pasca pembelian ketika mereka
mengetahui kerugian tertentu dari merek yang dibeli atau mendengar hal-hal
menyenangkan tentang merek yang tidak dibeli. Untuk menghadapi disonansi
semacam itu, komunikasi pasca penjualan yang dilakukan pemasar harus
memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman
dengan pilihan merek mereka.
3. Perilaku pembelian kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi ketika dalam keadaan keterlibatan
konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek. Konsumen hanya
mempunyai sedikit keterlibatan dalam kategori produk ini, mereka hanya pergi
ke toko dan mengambil satu merek. Jika mereka terus mengambil merek yang
sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan daripada loyalitas yang kuat terhadap
sebuah merek. Konsumen seperti ini memiliki keterlibatan rendah dengan
sebagian besar produk murah yang sering dibeli.
Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi tentang merek,
mengevaluasi karakteristik merek, dan mempertimbangkan keputusan tentang
merek yang akan dibeli. Sebagai gantinya, konsumen menerima informasi secara
pasif ketika merek menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan
menciptakan kebiasaan akan suatu merek dan bukan keyakinan merek.
Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap sebuah merek, mereka
26
memilih merek karena terbiasa dengan merek tersebut, konsumen mungkin tidak
mengevaluasi pilihan bahkan setelah melakukan pembelian. Oleh karena itu,
proses pembelian melibatkan keyakinan merek yang dibentuk oleh pembelajaran
pasif, diikuti oleh perilaku pembelian, yang mungkin diikuti oleh evaluasi atau
mungkin tidak.
4. Perilaku pembelian mencari keragaman
Perilaku pembelian mencari keragaman dalam situasi yang mempunyai
karakter keterlibatan konsumen rendah, tetapi anggapan perbedaan merek yang
signifikan. Dalam kasus ini, konsumen sering melakukan banyak pertukaran
merek. Pemimpin pasar akan mencoba mendorong perilaku pembeli kebiasaan
dengan mendominasi ruang rak, membuat rak tetap penuh, dan menjalankan
iklan untuk mengingatkan konsumen sesering mungkin. Perusaahan pesaing akan
mendorong pencarian keragaman dengan menawarkan persepsi harga yang lebih
murah, kesepakatan kupon khusus, sampel gratis, dan iklan yang menampilkan
alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.
2.1.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dibuat berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu Sari
dan Astuti (2012), Astuti (2013), Oktavianto (2013), Siow (2013), Wardani dan
Saino (2013), Mahkota, dkk (2014), Wijaya dan Paramita (2014), Khairani (2015),
Lotulung, dkk (2015), Pangestu, dkk (2015), Rahayu (2015) serta Novertiza dan
Khasanah (2016), yang dapat diringkas sebagai berikut:
27
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti , Tahun dan Judul Variabel dan Analisis Hasil
1 Sari dan Astuti (2012)
“Analisis Pengaruh Kualitas
Produk, Persepsi Harga, Dan
Word Of Mouth
Communication terhadap
Keputusan Pembelian Mebel
Pada CV. Mega Jaya Mebel
Semarang”
Bebas :
1. Kualitas Produk
2. Persepsi Harga
3. Word of Mouth
Communication
Terikat :
4. Keputusan Pembelian
Regresi Berganda
Kualitas Produk,
Persepsi Harga dan
Word Of Mouth
Communication
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
2 Astuti (2013)
“Studi Tentang Keputusan
Pembelian Smartphone
Pada Kelas Konsumen Baru
Di Kota Semarang”
Bebas :
1. Word Of Mouth
2. Nilai Pelanggan
3. Kualitas Produk
Terikat :
4. Keputusan Pembelian
Regresi Berganda
1. Kualitas Produk
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
2. Word Of Mouth dan
Nilai Pelanggan tidak
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
3 Oktavianto (2013)
“Pengaruh Word Of Mouth
Terhadap Keputusan
Pembelian Konsumen pada
Usaha Mie Ayam Pak Agus
di Kota Batu”
Bebas :
1. Word Of Mouth
Terikat :
2. Keputusan Pembelian
Regresi Sederhana
Word Of Mouth
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
4 Siow (2013)
“Kualitas Layanan Dan
Kepercayaan Pelanggan
Pengaruhnya terhadap
Keputusan Pembelian Sepeda
Motor Suzuki Satria FU 150
Di Kota Manado”
Bebas :
1. Kualitas Layanan
2. Kepercayaan
Terikat :
3. Keputusan Pembelian
Regresi Berganda
Kualitas Layanan dan
Kepercayaan
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
5 Wardani dan Saino (2013)
“Pengaruh Citra Toko Dan
Kepercayaan Terhadap
Keputusan Pembelian Online
Pada NDY Shop”
Bebas :
1. Citra Toko
2. Kepercayaan
Terikat :
3. Keputusan Pembelian
Regresi Berganda
1. Kepercayaan
berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
2. Citra Toko tidak
berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
6 Mahkota, dkk (2014)
“Pengaruh Kepercayaan Dan
Kenyamanan Terhadap
Keputusan Pembelian Online
Bebas :
1. Kepercayaan
2. Kenyamanan
Terikat :
Kepercayaan dan
Kenyamanan
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
28
(Studi Pada Pelanggan
Website Ride Inc)”
3. Keputusan Pembelian
Regresi Berganda
7 Wijaya dan Paramita
(2014)
“Pengaruh Electronic Word
Of Mouth (Ewom) Terhadap
Keputusan Pembelian
Kamera DSLR”
Bebas :
1. Word Of Mouth
Terikat :
2. Keputusan Pembelian
Regresi Sederhana
Word Of Mouth tidak
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
8 Khairani (2015)
“Pengaruh Kepercayaan,
Kualitas Informasi Dan
Pelayanan Terhadap
Keputusan Membeli Melalui
Media Sosial (Studi Kasus
Mahasiswa Akuntansi STIE
MDP)”
Bebas :
1. Kepercayaan
2. Kualitas Informasi
3. Pelayanan
Terikat :
4. Keputusan Membeli
Regresi Berganda
1. Kepercayaan dan
Kualitas Informasi
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
2. Pelayanan tidak
berpengaruh terhadap
Keputusan Pembelian
9 Lotulung, dkk (2015)
“Pengaruh Kualitas Produk,
Harga, Dan WOM (Word Of
Mouth) Terhadap Keputusan
Pembelian Handphone
Evercoss Pada CV. Tristar
Jaya Globalindo Manado”
Bebas :
1. Kualitas Produk
2. Harga
3. Word Of Mouth
Terikat :
4. Keputusan Pembelian
Regresi Berganda
Kualitas Produk, Harga
dan Word Of Mouth
berpengaruh terhadap
Keputusan Konsumen
10 Pangestu, dkk (2015)
“Analisis Pengaruh Product
Image, Word Of Mouth,
Kualitas Produk Terhadap
Keputusan Pembelian Buah
Lokal Di Surabaya”
Bebas :
1. Product Image
2. Word Of Mouth
3. Kualitas Produk
Terikat :
4. Keputusan Pembelian
SEM
Product Image, Word Of
Mouth dan Kualitas
Produk berpengaruh
terhadap Keputusan
Pembelian
11 Rahayu (2015)
“Analisis Pengaruh Brand
Awareness, Brand Image
Dan Consumer Trust In A
Brand Terhadap Purchase
Decisions Notebook Acer Di
Kota Baturaja”
Bebas :
1. Brand Awareness
2. Brand Image
3. Trust
Terikat :
4. Purchase Decision
Regresi Berganda
Brand Awareness,
Brand Image dan Trust
berpengaruh terhadap
Purchase Decision
12 Noversitiza dan Khasanah
(2016)
“Pengaruh Kualitas
Bebas :
1. Kualitas Pelayanan
2. Citra Merek
3. Kepercayaan
4. Persepsi Harga
Kualitas Pelayanan,
Citra Merek,
Kepercayaan dan
Persepsi Harga
berpengaruh terhadap
29
Pelayanan, Citra Merek,
Kepercayaan Dan Persepsi
Harga Terhadap Keputusan
Pembelian Bengkel Las Baru
Di Jepara”
Terikat :
5. Keputusan Pembelian
Regresi Berganda
Keputusan Pembelian
2.2 Kerangka Konseptual
Pada suatu proses pembelian, biasanya seseorang mempertimbangkan lebih
dahulu tentang produk apa yang akan dibelinya, apa manfaatnya, apa kelebihannya
dari produk merek lain, sehingga konsumen mempunyai keyakinan untuk mengambil
keputusan pembelian. Keputusan pembelian merupakan seleksi terhadap dua pilihan
alternatif atau lebih konsumen pada pembelian. Jika konsumen mempunyai pilihan
antara melakukan pembelian dan tidak melakukan pembelian atau pilihan
menggunakan waktu, maka konsumen tersebut berada dalam posisi untuk mengambil
keputusan. Sebaliknya, jika konsumen tidak mempunyai alternatif untuk memilih
dan benar-benar terpaksa melakukan pembelian tertentu atau mengambil tindakan
tertentu, maka keadaan satu-satunya tanpa pilihan lain ini bukanlah suatu keputusan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang, namun
dalam penelitian, diukur melalui faktor word of mouth, citra toko dan kepercayaan.
Komunikasi dari mulut ke mulut atau word of mouth (WOM) timbul ketika
konsumen atas suatu produk atau sangat kecewa atas produk yang dibelinya. Ketika
konsumen puas, maka akan menceritakan kepada konsumen lain tentang produk
tersebut. Viral marketing atau word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh
konsumen karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya,
seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media masa. Melalui komunikasi
word of mouth, semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
30
Citra toko merupakan segala hal yang terkait dengan toko yang ada di benak
konsumen atau kesan konsumen tentang suatu toko. Citra mempunyai peran besar
dalam mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Ketika konsumen tidak
mempunyai informasi yang lengkap tentang produk, maka konsumen akan
menggunakan citra sebagai dasar memilih produk. Semakin tinggi, citra toko,
semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu
karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang ia harapkan dan suatu
harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan orang
lain dapat dipercaya. Melalui pengalaman beragam, konsumen memperoleh banyak
kepercayaan mengenai produk, merek, dan obyek lain di sekitarnya. Kunci untuk
memahami sikap konsumen adalah mengidentifikasi dan mengerti dasar kepercayaan
tersebut. Secara prinsip, konsumen dapat memiliki kepercayaan mengenai segala
jenis dan tingkatan arti yang memiliki asosiasi dengan produk tertentu. Semakin
tinggi kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, semakin tinggi pula keputusan
pembelian. Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat digambarkan sebuah
kerangka konseptual sebagai berikut :
31
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah penyataan yang menggambarkan atau memprediksi
hubungan-hubungan tertentu di antara dua variabel atau lebih, yang kebenaran
hubungan tersebut tunduk pada peluang untuk untuk menyimpang dari kebenaran
(Sanusi,2014:44). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
2.3.1 Pengaruh Word Of Mouth terhadap Keputusan Pembelian
Word of mouth (WOM) merupakan pernyataan yang disampaikan oleh orang
lain selain organisasi kepada konsumen (Tjiptono,2008:29). Komunikasi dari mulut
ke mulut atau word of mouth (WOM) timbul ketika konsumen puas atas suatu
produk atau sangat kecewa atas produk yang dibelinya. Ketika konsumen puas, maka
H1
H2
H3
Word Of Mouth
(X1)
Citra Toko
(X2)
Kepercayaan
(X3)
Keputusan
Pembelian
(Y)
32
akan menceritakan kepada konsumen lain tentang produk tersebut (Suryani,2013:
169). Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh konsumen karena yang
menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman,
keluarga, dan publikasi media masa. Di samping itu, word of mouth juga cepat
diterima sebagai referensi karena konsumen jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa
yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri (Tjiptono,2008:29). Word of
mouth yang positif berdampak pada keputusan pembelian konsumen. Hasil
penelitian Sari dan Astuti (2012), Oktavianto (2013), Lotulung, dkk (2015) serta
Pangestu, dkk (2015) menunjukkan bahwa word of mouth berpengaruh terhadap
keputusan pembelian. Dengan demikian, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1 : Word Of Mouth berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
2.3.2 Pengaruh Citra Toko terhadap Keputusan Pembelian
Citra toko merupakan segala hal yang terkait dengan toko yang ada di benak
konsumen atau kesan konsumen tentang suatu toko (Suryani,2013:86). Konsumen
pada umumnya memiliki persepsi yang positif terhadap merek pioner (merek
pertama pada satu kategori produk), bahkan meskipun merek berikutnya muncul.
Setelah itu juga terdapat korelasi yang positif antara citra merek pioner dengan citra
diri ideal individu. Persepsi yang positif terhadap merek pioner ini akan mengarah
pada intensi pembelian yang positif (Suryani, 2013:85). Citra yang dimiliki produk
tertentu dalam pikiran konsumen yaitu, pengaturan posisinya mungkin lebih penting
bagi sukses akhir daripada karakteristik produk yang sebenarnya. Pada pemasar
berusaha membedakan produk-produknya dengan menekankan atribut-atribut yang
dinyatakan dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang lebih baik dari pada berbagai
33
merek pesaing. Pemasar berusaha keras untuk menciptakan citra merek yang
konsisten dengan target segmen konsumen yang relevan/sesuai (Schiffman dan
Kanuk, 2008:157). Citra toko yang baik dapat mempengaruhi keputusan konsumen
untuk melakukan pembelian. Hasil penelitian Novertiza dan Khasanah (2016)
menunjukkan bahwa citra toko berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Dengan
demikian, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
H2 : Citra Toko berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian.
2.3.3 Pengaruh Kepercayaan terhadap Keputusan Pembelian
Kepercayaan merupakan keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa
yang diinginkan pada mitra pertukaran (Daryanto,2013:279). Konsumen harus
mampu merasakan bahwa konsumen dapat mengandalkan perusahaan, karena
perusahaan dapat dipercaya. Untuk membangun kepercayaan membutuhkan waktu
lama dan hanya dapat berkembang setelah pertemuan yang berulang kali dengan
konsumen. Lebih penting, kepercayaan berkembang setelah seorang individu
mengambil risiko dalam berhubungan dengan mitranya. Hal ini menunjukkan bahwa
membangun hubungan yang dapat dipercaya akan lebih mungkin terjadi dalam
sektor industri tertentu terutama yang melibatkan pengambilan risiko oleh konsumen
dalam jangka pendek atau jangka panjang (Daryanto,2013:280). Kepercayaan yang
tinggi konsumen terhadap suatu toko, dapat mempengaruhi keputusan pembeliannya
untuk masa datang. Hasil penelitian Siow (2013), Wardani dan Saino (2013),
Mahkota, dkk (2014), Khairani (2015), Lotulung, dkk (2015), Rahayu (2015) serta
Novertiza dan Khasanah (2016) menunjukkan bahwa kepercayaan berpengaruh