bab ii tinjauan pustaka a. hukum acara perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/bab ii.pdf · 2020....

30
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum Acara Perdata Menurut Sudiko Mertokusumo, Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara untuk menjamin ditaatinya suatu hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Dengan kata lain hukum acara perdata adalah suatu peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Dapat dikatakan pula bahwasanya hukum acara perdata adalah aturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutus, dan pelaksanaan daripada putusannya. 10 Salah satu dari ahli hukum acara perdata yaitu, Abdulkadir Muhammad juga memberikan definisi tentang Hukum Acara Perdata bahwa: “Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata sebagaimana mestinya. Karena penyelesaian perkara dimintakan melalui peradilan (hakim). Hukum acara perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui 10 Muhammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Indonesia, Op.cit, hlm 3

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Acara Perdata

1. Pengertian Hukum Acara Perdata

Menurut Sudiko Mertokusumo, Hukum Acara Perdata adalah

peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara untuk menjamin

ditaatinya suatu hukum perdata materiil dengan perantara hakim.

Dengan kata lain hukum acara perdata adalah suatu peraturan hukum

yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum

perdata materiil. Dapat dikatakan pula bahwasanya hukum acara

perdata adalah aturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan

tuntutan hak, memeriksa serta memutus, dan pelaksanaan daripada

putusannya.10

Salah satu dari ahli hukum acara perdata yaitu, Abdulkadir

Muhammad juga memberikan definisi tentang Hukum Acara Perdata

bahwa: “Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi

untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata sebagaimana

mestinya. Karena penyelesaian perkara dimintakan melalui peradilan

(hakim). Hukum acara perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum

yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui

10 Muhammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Indonesia, Op.cit,

hlm 3

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

15

pengadilan, sejak diajukannya gugatan sampai dengan pelaksanaan

putusan hakim”.11

2. Asas-Asas Hukum Acara perdata

Terdapat beberapa asas yang dikenal dalam hukum acara

perdata yang menjadi dasar atau pedoman terlaksanakannya sebuah

norma-norma hukum, asas-asas tersebut yaitu:

a. Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan

Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan

disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan

bahwa “peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya

ringan”.

Asas peradilan sederhana mengandung arti bahwa suatu

tahapan proses yang dijalankan melalui mekanisme yang simple

dan tidak berbelit-belit, mudah dimengerti dan juga mudah untuk

dijalani oleh masyarakat dari latar belakang golongan manapun.

Sedangkan untuk konsep dari peradilan sederhana mengandung

makna bahwasanya tahapan untuk memperjuangkan hak

dipengadilan bisa dilakukan oleh siapa saja dan tidak harus selalu

diwakilkan oleh seorang pengacara atau orang yang cakap untuk

beracara dipengadilan.12

11 Muhammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum acara Perdata Indonesia, Op.cit,

hlm. 4 12Ridwan Mansyur dan D.Y.Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik dan Permasalahannya,

hlm. 47

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

16

Asas peradilan yang cepat, berhubungan dengan tempi dan

lamanya waktu yang akan diperjuangkan untuk menyelesaikan

sebuah perkara, semakin cepat waktu penyelesaian suatu perkara

maka akan semakin baik karena cepatnya waktu untuk

penyelesaian sebuah perkara secara tidak langsung akan

memperkecil biaya yang dibutuhkan. Prinsip dari cepat itu ialah

bahwa antara proses persidangan yang akan dijalani dengan waktu

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkara tersebut harus

rasional dan efektif.

Asas peradilan murah tidak dapat terlepas dari keterbukaan

dan akuntabilitas pengadilan dalam menentukan biaya bagi proses

penyelesaian perkara, yang artinya bahwasanya biaya yang akan

dibebankan sesuai dengan rincian yang dikeluarkan oleh pihak

pengadilan. Akan tetapi diluar biaya yang ditentukan oleh

pengadilan beban yang juga akan dipikul oleh para pihak yang

berperkara adalah biaya nonperkara misalnya ongkos yang juga

harus dikeluarkan untuk hari dipersidangan, dan jika diwakilkan

oleh kuasa hukum, maka biaya untuk jasa penasihat hukum juga

akan menjadi tanggung jawab yang harus dipikul oleh pihak-pihak

yang berperkara, sehingga besar kecilnya biaya yang di perlukan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

17

akan sangat berhubungan dengan lambat dan cepatnya suatu

perkara itu dapat diselesaikan.13

b. Asas Mencari Kebenaran Formil Dalam Perkara Perdata

Asas kebenaran formil dalam hukum acara perdata

memiliki arti bahwa proses dan tahapan pembuktian di tunjukan

untuk mencari kebenaran yang bersifar formil, hal ini pula berbeda

dengan asas yang berlaku dalam hukum acara pidana di mana

upaya pembuktian yang akan di lakukan semata-mata untuk

mencari dan menggali kebenaran yang bersifat materiil. Dalam

mencari kebenaran yang bersifat formil, hakim harus mencari dan

meminta pembuktian lain jika bukti yang di ajukan tersebut diakui

oleh Undang-Undang sebagai bukti yang akan menentukan.

Essensi pada proses mencari suatu kebenaran formil dalam

perkara perdata ialah apabila hakim tidak mampu menemukan

kebenaran materiilnya maka hakim cukup memutuskan dengan

kebenaran formilnya saja, artinya hakim perdata tidak wajib

memutuskan suatu perkara berdasarkan kebenaran materill, dan

sudah dapat mengambil kesimpulan cukup hanya dengan

menggunakan kebenaran formilnya saja, sedangkan dalam proses

perkara pidana kebenaran materiil bersifat wajib, apabila tidak

13 Ridwan Mansyur dan D.Y.Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik dan Permasalahannya,

hlm 51

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

18

diperoleh kebenaran materiil maka hakim tidak dapat menjatuhkan

putusan bersalah kepada terdakwa.14

c. Asas Imparsialitas

Asas imparsialitas memiliki arti bahwa hakim perdata harus

memperlakukan para pihak secara seimbang, apabila salah satu

pihak di berikan kesempatan, maka kesempatan yang sama harus

diberikan kepada pihak lainnya. Sehingga terdapat sebuah

keseimbangan hak dan kewajiban bagi para pihak untuk saling

mengajukan kepentingannya, baik kaitannya dengan pembuktian

atau dalam hal mengemukakan suatu dalil. Asas imparsialitas ini

mengandung arti yang luas, yaitu meliputi:

Tidak memihak

Bersikap adil dan jujur

Tidak bersikap diskriminatif atau menempatkan para pihak

pada posisi atau kedudukan yang sama dimata hukum (equal

before the law)15

Asas imparsialitas tidak dapat dilepaskan oleh makna

kesimbangan dalam proses berperkara, dan keseimbangan hanya

dapat diperoleh apabila para pihak sadar dan memahami tentang

hak dan kewajiban dalam proses berperkara, apabila salah satu

pihak tidak memahami mengenai hak dan kewajibannya maka

14 Ridwan Mansyur dan D.Y.Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik dan Permasalahannya,

hlm 54 15 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian

dan Putusan Pengadilan, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm.128

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

19

hakim memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan tentang

itu sampai para pihak mengerti, dan apabila saat para pihak telah

memahami dan mengerti maka disitulah hakim harus menerapkan

suatu aturan dan tata cara persidangan secara adil sesuai dengan

kesamaan hak dan kewajiban.

Hakim tidak diperbolehkan untuk memihak memiliki

pengertian bahwa hakim tidak diperkenankan untuk memberikan

kemudahan atau keuntungan yang mana keuntungan dan

kemudahan itu tidak di berikan kepada pihak yang lain dalam

perkara.

d. Asas Audi Et Alteram Partern (mendengarkan kedua belah pihak

yang berperkara)

Asas Audi Et Alteram Partern ialah asas yang berlaku pada

proses mencari sebuah kebenaran, yang artinya hakim dalam upaya

mencari suatu kebenaran baik kebenaran formil ataupun kebenaran

materiil haruslah mendengarkan dalil-dalik dari para pihak yang

berperkara, hakim memanglah tidak mungkin untuk

mengakomodir dua dalil sekaligus yang mana keduanya saling

berlawanan, pasti hakum akan mengambil suatu dalil yang mampu

untuk dibuktikan oleh pihak-pihak yang berperkara. Sedangkan

untuk dalik yang tidak dapat di buktikan oleh para pihak atau yang

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

20

nilai pembuktiannya lebih rendah dari kualitas pembuktian lawan

maka dalil tersebut akan dikesampingkan.16

Memutuskan suatu perkara ialah suatu tindakan menggali,

mengumpulkan, membandingkan, mencari, menganalisis lalu yang

yang pada akhirnya mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-

bukti yang dihadirkan oleh pihak-pihak, apabila yang satu

memiliki bukti dan yang lain tidak ataupun masing-masing

memiliki bukti, namum bukti salah satu pihak lebih kuat dari bukti

yang dimiliki oleh pihak lainnya maka pada setiap kesimpulan

yang di putuskan haruslah melalui tahapan mendengarkan dan

meniliti segala sesuatu hal yang di sampaikan oleh para pihak

secara berimbang.17

e. Asas Hakim Bersifat Pasif

Salah satu asas pada hukum acara perdata yaitu, hakim

bersifat pasif. Yang mengandung pengertian bahwasanya hakim

dalam memeriksa suatu perkara perdata hanyalah memeriksa

perkara yang di ajukan oleh pihak yang berperkara saja, dan dalam

pokok sengketa dan ruang lingkup yang di tentukan sendiri oleh

pihak yang berperkara.18 Mohammad saleh dan Lilik memberiksan

kesimpulan mengenai arti “hakim bersifat pasif” yang ditinjau dari

16 Ridwan Mansyur dan D.Y.Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik dan Permasalahannya,

hlm 59 17 Ridwan Mansyur dan D.Y.Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik dan Permasalahannya,

hlm 59 18 Wahyu Muljono, Teori & Praktik Peradilan Perdata di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,

2012 hlm 37

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

21

dua dimensi, yaitu dari datangnya perkara dan sisi luas sengketa.

Pertama dari sisi visi inisiatif datangnya suatu perkara atau

tidaknya, gugatan bergantung kepada pihak yang memiliki

kepentingan yang merasa ataupun dirasa bahwasanya haknya telah

dilanggar oleh orang lain. Jika tidak diajukannya gugatan oleh

pihak yang berperkara maka tidak ada hakim yang mengadili

perkara tersebut (Nemo judex sine actore). Kedua, dari sisi visi

luas pokok sengketa, hanya para pihak yang berhak menentukan

sehingga hakim hanya bertitik tolak pada peristiwa yang diajukan

oleh para pihak yang bersangkutan (secundum allegat iudicare).19

Pada perkara gugatan sederhana sebagaimana disebutkan

secara tegas dalam Pasal 14 Perma Nomer 4 Tahun 2019 bahwa

hakim bersifat aktif untuk:20

a) Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana

secara berimbang kepada para pihak;

b) Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai

termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan

perdamaian diluar persidangan;

c) Menuntut para pihak dalam pembuktian; dan

d) Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para

pihak.

f. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum

19 lihat : Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Loc.cit hlm 18 20 Pasal 14 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

22

Tujuan dari persidangan dilakukan secara terbuka untuk

umum ialah supaya dalam mengungkapkan suatu kebenaran dan

mencapai keadilan itu prosesnya dapat diikuti dan dilihat oleh

masyarakat, sehingga masyarakat dapat menyaksikan bagaimana

proses mencari suatu kebenaran itu apakah telah adil (fair) dan

impartial, atau hakim menerapkan standar yang sepihak dalam

menggali kebenaran, hal tersebut dapat diketahui dan disaksikan

langsung oleh masyarakat secara luas.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman pada pasal 13 ayat (1) menjelaskan bahwa “semua

sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum

kecuali undang-undang menentukan lain.”

Terdapat pengecualian dari asas persidangan terbuka untuk

umum ialah apabila terdapat suatu kepentingan untuk menjaga

keselamatan dan kehormatan dari seseorang di pandang lebih

penting daripada keterbukaan proses dalam penyelenggaraan

persidangan, misalnya pada perkara kesusilaan, kehormatan dari

korban yang terhina lebih penting untuk di jaga daripada proses

penyelenggaraan proses persidangan yang harus terbuka untuk

umum.21

g. Gugatan Sederhana Berada dalam Lingkup Peradilan Umum dan

Peradilan Agama

21 Ridwan Mansyur dan D.Y.Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik dan Permasalahannya,

hlm 63

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

23

Pasal 2 Perma Nomer 4 Tahun 2019 menyebutkan “gugatan

sederhana diperiksa dan diputus oleh pengadilan dalam lingkup

kewenangan peradilan umum” ketentuan tersebut juga sejalan

dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa

penyelesaian gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di

persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan

materiil paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana

B. Pengertian Gugatan Sederhana

Gugatan sederhana (small claim court) adalah sebuah mekanisme

penyelesaian perkara secara cepat sehingga yang dicperiksa dalam gugatan

sederhana adalah suatu perkara yang sederhana. Pasal 1 angka (1)

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2019 menyebutkan bahwa

“Penyelesaian gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di

persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), yang di selesaikan

dengan pembuktian dan tata cara sederhana.”22

Dapat pula di simpulkan bahwa Gugatan Sederhana adalah sebuah

mekanisme penyelesaian sengketa perdata dipengadilan dimana pihak

penggugat dan pihak tergugat berada dalam yuridiksi hukum yang sama

dan dengan nilai materiil yang disengketakan tidak boleh lebih dari

22 Pasal 1 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

24

Rp500.000.000,- yang akan diselesaikan dengan pembuktian dan tata cara

yang sederhana.

C. Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana

Dalam proses penyelesaian gugatan sederhana memiliki beberapa

proses yang harus dan wajib untuk dilalui selama proses persidangan. Tata

cara dan prosedur dari pelaksanaan hukum acara tersebut diatur secara

rinci dalam PERMA No 4 tahun 2019. Tahapan penyelesaian Gugatan

Sederhana meliputi :

1) Pendaftaran.

2) Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana.

3) Penetapan hakim dan penujukkan panitera pengganti.

4) Pemeriksaan pendahuluan

5) Penetapan hari sidang, dan pemanggilan para pihak.

6) Pemeriksaan sidang dan perdamaian.

7) Pemuktian.

8) Putusan.

Point yang harus diberikan perhatian tersendiri dalam Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 ini ialah proses penyelesaian

gugatan sederhana paling lama 25 hari sejak hari sidang pertama.23

Dikarenakan hal tersebut sehingga tidak adanya proses acara Replik dan

Duplik, Provisi ataupun surat kesimpulan yang hal tersebut membutuhkan

23 Pasal 5 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

25

waktu yang lama. Dikarenakan tidak adanya proses Duplik dan Replik

tersebut letak ciri khas dari proses pemeriksaan gugatan sederhana.

D. Upaya Hukum dalam Perkara Gugatan Sederhana

Upaya hukum terhadap putusan Gugatan Sederhana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 adalah dengan mengajukan keberatan.

Keberatan diajukan kepada Ketua Pengadilan dengan menandatangani akta

pernyataan keberatan dihadapan panitera disertai alasan-alasannya.24

Permohonan keberatan diajukan paling lambat 7 hari setelah putusan

diucapkan atau setelah pemberitahuaan putusan. Permohonan keberatan

diajukan kepada ketua pengadilan dengan mengisi blanko permohonan

keberatan yang telah di sediakan di kepaniteraan. Pengajuan permohonan

keberatan yang melampaui batas waktu pengajuan sebagaimana dimaksud

pada ayat 1 di nyatakan tidak dapat di terima dengan adanya penetapan

ketua pengadilan berdasarkan surat keterangan panitera.25

Kepaniteraan memeriksa dan menerima kelengkapan berkas

permohonan keberatan yang di sertai dengan memori keberatan. Kontra

memori keberatan sendiri dapat di ajukan kepada ketua pengadilan dengan

proses mengisi blanko yang telah disediakan dikepaniteraan.26 Proses

pemberitahuan keberatan dan beserta memori keberatan di sampaikan pada

pihak termohon keberatan dalam jangka waktu 3 hari sejak permohonan di

terima oleh pengadilan. Kontra memori keberatan tersebut di sampaikan

24 Pasal 19 Perma Nomor 4 Tahun 2019 25 Pasal 22 Perma Nomor 4 Tahun 2019 26 Pasal 23 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

26

kepada pengadilan paling lambat 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan

keberatan.27

Terhadap proses pemeriksaan keberatan ketua pengadilan

menetapkan majelis hakim untuk memutus dan memeriksa permohonan

keberatan paling lambar 1 (satu) hari setelah permohonan dinyatakan

lengkap. Proses pemeriksaan keberatan di lakukan oleh hakim senior yang

di tunjuk oleh ketua pengadilan.28 Setelah di tetapkan majelis hakim maka

sesegera dilakukannya pemeriksaan keberatan. Pemeriksaan keberatan

hanya akan dilakukan atas dasar:

a. Putusan dan berkas gugatan sederhana

b. Permohonan keberatan dan memori keberatan, dan

c. Kontra memori keberatan

Dalam pemeriksaan keberatan tidak dilakukan pemeriksaan tambahan.29

Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat

7 hari setelah tanggal penetapan Majelis Hakim.30 Ketentuan mengenai isi

putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) berlaku secara

mutatis mutandis terhadap isi putusan keberatan.31 Pemberitahuan putusan

keberatan disampaikan kepada para pihak paling lambat 3 hari sejak

diucapkan. Putusan keberatan berkekuatan hukum tetap terhitung sejak

27 Pasal 24 Perma Nomor 4 Tahun 2019 28 Pasal 25 Perma Nomor 4 Tahun 2019 29 Pasal 26 Perma Nomor 4 Tahun 2019 30 Pasal 27 Perma Nomor 4 Tahun 2019 31 Pasal 28 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

27

disampaikannya pemberitahuan.32 Putusan keberatan merupakan putusan

akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan

kembali.33

Terhadap putusan yang dimaksud dalam pasal 20 yang tidak di

ajukannya keberatan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 22 ayat (1)

maka putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Terhadap putusan yang

telah berkekuatan hukum tetap di laksanakan secara sukarela.

Ketua pengadilan akan mengeluarkan penetapan aanmaning paling

lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima surat

permohonan eksekusi. Ketua pengadilan akan menetapkan tanggal

pelaksanaan aanmaning paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah

penetapan aanmaning. Dalam hal kondisi geografis tertentu pada

pelaksanaan proses aanmaning tidak dapat di laksanakan dalam jangka

waktu 7 (tujuh) hari ketua pengadilan dapat menyimpangi ketentuan batas

waktu yang sudah disebutkan pada ayat (2b). Berdasarkan ketentuan

tersebut diatas tidak dipatuhi maka putusan akan dilaksanakan berdasarlan

ketentuan hukum acara perdata yang berlaku.34

E. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara.

Dasar hakim dalam menjatuhkan suatu putusan pengadilan

didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan

32 Pasal 29 Perma Nomor 4 Tahun 2019 33 Pasal 30 Perma Nomor 4 Tahun 2019 34 Pasal 31 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

28

sehingga didapatkan hasil yang maksimal dan seimbang dalam tataran

teori dan praktek. Hakim merupakan aparat penegak hukum melalui

putusannya dapat menjadi tolak ukur tercapainya suatu kepastian hukum.

Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang Dasar

1945 serta dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Hal ini tegas

dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009,

yaitu “kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik

Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia”.35 Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman

bebas dari segala campur tangan pihak kekasaan ekstra yudisial, kecuali

sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Kewenangan yang diberikan kepada Hakim untuk mengambil

suatu kebijaksanaan dalam memutus suatu perkara, telah diatur dalam

Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, yang menentukan : “Hakim dan Hakim konstitusi

wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat”.36

Mengenai kebebasan Hakim, perlu pula dipaparkan posisi Hakim

yang tidak memihak (impartial jugde) pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

35 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 36 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

29

Nomor 48 Tahun 2009, yang dalam isinya menyatakan “Pengadilan

mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.37

Hakim-hakim diwajibkan untuk menegakkan keadilan dan hukum dengan

tidak boleh memihak. Dalam memberikan suatu keadilan hakim harus

terlebih dahulu menelaah mengenai suatu kebenaran peristiwa yang telah

di ajukan kepadanya, selanjutnya memberikan penilaian terhadap peristiwa

tersebut dan menghubungkannya dengan aturan hukum yang berlaku.

Selanjutnya hakim dapat menjatuhkan putusan terhadap peristiwa tersebut.

Hakim-hakim dianggap mengetahui terhadap hukumnya sehingga tidak

diperbolehkan untuk menolak memeriksa dan mengadili suatu peristiwa

yang akan di ajukan kepadanya. Sebagaimana hal tersebut telah di atur

dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1), yaitu “Pengadilan dilarang menolak

untuk memeriksa, dan mengadili, dan memutus suatu perkara yang

diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan

wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.38

F. Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan

Sesuai dengan ketentuan pasal 178 HIR, pasal 189 RBG,

apabila pemeriksaan perkara selesai, majelis hakim karena jabatannya

melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan

37 Pasal 4 UU RI No. 48 Th. 2009 38 Pasal 10 UU RI No. 48 Th. 2009

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

30

dijatuhkan.39 Yang dimaksud dengan putusan hakim ialah putusan

akhir dari suatu pemeriksaan persidangan di pengadilan dalam suatu

perkara.40

2. Asas Putusan

Asas tersebut dijelaskan dalam pasal 178 HIR, pasal 189 RBG,

dan pasal 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 (dulu dalam pasal

18 UU No 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman).41

a. Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci.

b. Wajib mengadili seluruh bagian dari gugatan.

c. Tidak diperbolehkan mengabulkan melebihi gugatan.

d. Diucapkan di muka umum.

3. Formulasi Putusan

Formulasi putusan ialah sistematika atau susunan yang harus

dirumuskan pada putusan supaya memenuhi syarat dari perundang-

undangan. Putusan sendiri secara garis besar telah diatur pada pasal

184 ayat (1) HIR atau pada pasal 195 RBG. Jika putusan yang di

jatuhkan tidak sesuai susunan perumusan yang di gariskan pasal

tersebut maka putusan dianggap tidak sah dan diharuskan untuk

dibatalkan. Formula dari putusan juga diatur dalam pasal 23 Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana di ubah menjadi

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 yang sekarang terdapat pada

pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004. Bertitik tolak pada 39 M. Yahya Harahap SH, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.797 40 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm 211 41 M.Yahya Harahap SH, Hukum Acara Perdata, Jakarta:Sinar Grafika, 2010, hlm.797

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

31

pasal-pasal tersebut diatas, maka terdapat beberapa unsur dari formula

yang harus dicantumkan dalam putusan.42

1) Memuat secara jelas dan ringkas pokok perkara, pertimbangan,

jawaban, dan amar putusan.

a. Dalil gugatan

Dalil gugatan (fundamentum petendi) di jelaskan dengan

singkat dasar hukum dan hubungan hukum serta fakta yang

menjadi dasar gugatan. Penerapan uraian dalil gugatan dalam

putusan, dibawah penyebutan identitas para pihak. Dalil gugatan

adalah landasan titik tolak pemeriksaan perkara, apabila putusan

yang tidak mencantumkan dalil gugatan dianggap tidak

mempunyai dasar titik tolak.43

b. Mencantumkan jawaban tergugat

Keharusan mencantumkan jawaban tergugat menurut

pasal 184 ayat 1 HIR cukup dengan ringkas. Tidak harus

keseluruhan. Cukup diambil yang pokok dan relevan dengan

syarat tidak boleh menghilangkan makna hakiki jawaban

tersebut. Agar ringkasan tersebut tidak menyimpang dari

jawaban yang sebenarnya, hakim dapat menanyakan tergugat

tentang hal-hal yang kurang jelas dan meragukan dalam

jawaban.44

c. Uraian singkat ringkasan dan lingkup pembuktian

42 M.Yahya Harahap SH, Hukum Acara Perdata, Jakarta:Sinar Grafika, 2010, hlm 807 43 Ibid 808 44 Ibid 808

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

32

Uraian selanjutnya deskripsi fakta dan alat bukti atau

pembuktian yang ringkas dan lengkap. Dimulai dengan alat

bukti atau pembuktian yang diajukan penggugat, dan dilanjutkan

dengan pembuktian tergugat:

a. Alat bukti apa saja yang di ajukan masing-masing pihak.

b. Terpenuhi atau tidaknya syarat materiil dan syarat formil

masing-masing alat bukti yang di ajukan.45

d. Pertimbangan hukum

Pertimbangan hukum pada putusan merupakan intisari

dan jiwa dalam sebuah putusan. Pertimbangan haruslah berisi

mengenai analisis, pendapat, argumentasi, atau kesimpulan

hukum dari hakim yang menangani perkara. Pada pertimbangan

akan di kemukakan analisis yang jelas berdasarkan Undang-

Undang pembuktian:46

a. Apakah alat bukti yang di ajukan oleh para pihak

memenuhi syarat materiil dan syarat formil.

b. Alat bukti pihak manakah yang mencapai batas

minimal pembuktian.

c. Dalil gugatan apa dan dalil bantahan apakah yang

terbukti.

d. Sejauh mana nilai kekuatan pembuktian yang di

miliki oleh para pihak.

45 Ibid 809 46 Ibid 809

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

33

Selanjutnya akan di ikuti dengan analisis hukum apa

yang akan di terapkan untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut. Bertumpu kepada analisis tersebut pertimbangan

melakukan rasional dan analisis, pihak manakah yang mampu

membuktikan dalil gugatannya atau dalil bantahan sesuai

dengan ketentuan hukum yang di terapkan. Berdasarkan hasil

argumentasi tersebut, hakim menjelaskan pendapatnya tentang

apa sajakah yang terbukti dan tidak terbukti, selanjutnya

dirumuskan menjadi kesimpulan hukum sebagai dasar landasan

penyelesaian perkara yang akan di tuangkan kedalam diktum

putusan.47

Pertimbangan hukum merupakan pertanggungjawaban

yuridis seorang hakim atas suatu konsep penalaran yang

digunakan, sehingga materi yang terkandung dalam

pertimbangan hukum harus dapat menjelaskan secara gamblang

dan terang mengenai duduk persoalan dari suatu perkara

berdasarkan fakta-fakta hukum yang diperoleh dan logika

penalaran yang menjadi arah dari kerangkat berfikir yang

digunakan dalam mengambil kesimpulan oleh hakim pada saat

menjatuhkan putusan. Pertimbangan hukum harus dapat

membawa pencari keadilan kepada alam pikiran secara yuridis

47 Ibid 809

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

34

bukan justru menimbulkan kebingungan karena konsep logika

dan penalaran yang digunakan tidak jelas dan berbelit-belit.48

Apabila putusan tidak lengkap mempertimbangkan bukti

dan nilai kekuatan setiap pembuktian, dapat mengakibatkan

putusan di anggap tidak cukup pertimbangan hukumnya

(onvoldoende gemotiveerd) dan putusan tersebut bertentangan

dengan pasal 189 RBG, pasal 178 ayat (1) HIR dan pasal 18

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana telah di

ubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 yang

sekarang terdapat dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2004 yang paling sering di jadikan dasar dalam

menyatakan putusan mengandung cacat atau tidak cukup

pertimbangan, terutama apabila disebabkan putusan tidak

mempertimbangkan fakta dan pembuktian dengan seksama.49

e. Ketentuan perundang-undangan

Keharusan dalam menyebut pasal-pasal tertentu pada

peraturan perundang-undangan yang di terapkan dalam suatu

putusan, telah di gariskan dalam pasal 184 ayat (2) HIR yang

menegaskan bahwasanya apabila putusan di dasarkan pada

aturan undang-undang yang pasti maka aturan tersebut haruslah

disebutkan. Dan juga telah di atur dalam pasal 23 ayat (1)

48 Ridwan Mansyur dan D.Y.Witanto, Gugatan Sederhana Teori, Praktik Dan Permasalahannya,

Jakarta: Pustaka Dunia, 2017, hlm 161

49 M. Yahya Harahap SH, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.810

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

35

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah

dengan UU No 35 Tahun 1999 (sekarang pasal 25 ayat 1 UU No

4 Tahun 2004). Segala putusan pengadilan selain harus memuat

alasan-alasan dan dasar-dasar putusan, harus juga memuat pasal-

pasal tertentu dan peraturan perundangan yang menjadi landasan

putusan, atau juga menyebut dengan jelas sumber hukum tidak

tertulis yang menjadi dasar pertimbangan dan putusan.50

f. Amar Putusan

Amar putusan atau yang biasa disebut dengan diktum

putusan merupakan suatu pernyataan yang berkenaan dengan

status dan hubungan hukum antara pihak yang bersengketa

dengan badan objek yang di sengketakan. Juga berisi tentang

perintah atau condemnatoir atau penghukuman yang di timpakan

kepada pihak-pihak yang berperkara.51

2) Mencantumkan biaya perkara.

Suatu hal yang juga harus dicantumkan dalam formulasi

putusan ialah mengenai biaya dari suatu perkara. Hal ini telah

diatur dalam pasal 184 ayat (1) HIR dan pasal 187 ayat (1)

RBG. Bahwa, selain suatu putusan mencantumkan tentang

pokok-pokok perkara sebagaimana yang telah di uraikan di atas,

harus juga mencantumkan mengenai banyaknya biaya perkara.

Bahkan juga dalam pasal 183 ayat (1) HIR dan pasal 194 RBG,

50 Ibid 810 51 Ibid 811

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

36

hal itupun telah ditegaskan bahwa banyaknya biaya perkara

yang dijatuhkan kepada salah satu pihak harus disebut dalam

putusan.52

4. Jenis Putusan

1) Putusan Declatoir (Pernyataan)

Putusan Declatoir adalah putusan yang hanya menegaskan atau

menyatakan suatu keadaan hukum semata-mata.53

2) Putusan Constitutief (Pengaturan)

Putusan constitutief ialah putusan yang dapat meniadakan suatu

keadaan hukum, atau dapat menimbukan suatu keadaan hukum

baru.54

3) Putusan Condemnatoir (Menghukum)

Putusan condemnatoir ialah putusan yang memiliki sifat

menghukum pihak yang di kalahkan dalam suatu persidangan

untuk memenuhi suatu prestasi. Pada umumnya putusan ini

terjadi disebabkan karena dalam hubungan perikatan antara pihak

penggugat dan pihak tergugat yang bersumber dari perjanjian atau

undang-undang telah terjadi wanprestasi dan perkaranya

diselesaikan didalam pengadilan.55

4) Putusan Preparatoir

52 Ibid 816 53 Sarwono, Hukum Acara Perdata dan Praktik, Jakarta:Sinar Grafika. 2011, hlm 212 54 Ibid 212 55 Ibid 212

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

37

Putusan Preparatoir adalah putusan sela yang digunakan untuk

mempersiapkan putusan akhir. Putusan ini tidak mempunyai

pengaruh terhadap pokok perkara atau putusan akhir karena

putusan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan putusan akhir.56

5) Putusan Interlocutoir

Putusan interlocutoir ialah suatu putusan sela yang dalam isinya

menyatakan perintah untuk mengadakan pemeriksaan terlebih

dahulu terhadap bukti-bukti yang terdapat para pihak yang sedang

berperkara dan para saksi yang di pergunakan untuk menentukan

putusan akhir.57

6) Putusan Insidentil

Putusan insidentil ialah suatu putusan sela yang berhubungan

dengan peristiwa yang dapat memberhentikan suatu proses

peradilan biasa untuk sementara.58

7) Putusan Provisionil

Putusan provisionil ialah suatu putusan sela yang di jatuhkan

sebelum putusan akhir yang berhubungan dengan pokok perkara

agar untuk sementara dan menunggu putusan akhir yang

dilaksanakan terlebih dahulu dengan suatu alasan yang sangat

mendesak demi kepentingan dari salah satu pihak.59

8) Putusan Contradictoir

56 Ibid 213 57 Ibid 213 58 Ibid 214 59 Ibis 214

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

38

Putusan contradictoir ialah putusan yang menyatakan bahwasanya

pihak tergugat atau para tergugat pernah hadir salam persidangan,

akan tetapi dalam persidangan selanjutnya pihak tergugat atau

para tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan, walaupun

tergugat atau para tergugat telah di panggil secara patut.60

9) Putusan Verstek Atau In Absensia

putusan Verstek atau In Absensia ialah suatu putusan yang

disebabkan karena tidak hadirnya tergugat dalam suatu perkara

setelah di panggil oleh pengadilan secara patut tetapi tidak pernah

hadir dalam persidangan dan tidak meminta wakilnya atau kuasa

hukumnya untuk mewakili untuk menghadiri dalam

persidangan.61

10) Putusan Akhir

Putusan akhir dalam suatu sengketa atau perkara berdasarkan

hukum acara perdata pada umumnya dapat berupa:

a. Gugatan di kabulkan

b. Gugatan ditolak

c. Gugatan tidak dapat diterima

d. Tidak berwenang mengadili

G. Jenis-Jenis Putusan Dalam Gugatan Sederhana.

Adapun jenis-jenis putusan dalam gugatan sederhana sebagai

berikut :

60 Ibid 215 61 Ibid 216

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

39

a. Putusan Gugatan Gugur

Putusan gugatan gugur ialah putusan yang menyatakan

bahwa gugatan gugur karena penggugat atau pemohon tidak hadir.

Disebutkan dalam pasal 13 ayat (1), dalam hal penggugat tidak

hadir pada hari sidang pertama dengan tanpa alasan yang sah maka

gugatan akan dinyatakan gugur.62

b. Putusan Contradictoir

Putusan contradictoir ialah suatu putusan yang menyatakan

bahwasanya tergugat atau para tergugat pernah hadir dalam

persidangan akan tetapi pada persidangan yang selanjutnya tidak

pernah hadir walaupun sudah dipanggil secara patut. Secara yuridis

hakim yang menangani perkara ini dapat menjatuhkan putusan

contradictoir.63

Pasal 13 ayat (4) Perma Nomor 4 Tahun 2019 menyatakan

bahwa “dalam hal tergugat pada hari sidang pertama hadir dan

pada hari sidang berikutnya tidak hadir tanpa alasan yang sah,

maka gugatan diperiksa dan diputus secara contradictoir.”64

c. Putusan Verstek

Putusan verstek adalah putusan tidak hadirnya tergugat

dalam suatu perkara setelah dipanggil oleh pengadilan dengan

patut tidak pernah hadir dalam persidangan dan tidak menyuruh

62 Pasal 13 Perma Nomor 4 Tahun 2019 63 Sarwono, Hukum Acara Perdata, hlm.215 64 pasal 13 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

40

wakilnya atau kuasa hukumnya untuk menghadiri dalam

persidangan.65 Disebutkan dalam pasal 13 ayat (3) yang

menyatakan bahwa “dalam hal tergugat tidak hadir pada hari

sidang kedua setelah dipanggil secara patut maka hakim memutus

perkara tersebut secara verstek.” Terhadap putusan verstek tersebut

tergugat dapat mengajukan perlawanan atau yang dikenal dengan

verzet dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan

dari putusan.66

d. Putusan Akta Perdamaian

Pada saat hari sidang pertama dalam gugatan sederhana,

hakim diwajib mengupayakan suatu perdamaian. Upaya

perdamaian dalam Perma Nomor 4 Tahun 2019 mengecualikan

ketentuan yang diatur dalam ketentuan Mahkamah Agung

mengenai prosedur mediasi. Dalam hal tercapainya suatu

perdamaian, hakim membuat putusan akta perdamaian yang

mengikat para pihak. Terhadap putusan akta perdamaian ini tidak

dapat diajukan upaya hukum apapun. Dalam hal tercapainya

perdamaian di luar persidangan dan perdamaian tersebut tidak

dilaporkan kepada hakim, maka hakim tidak terikat dengan

perdamaian tersebut.67

e. Putusan Dismissal

65 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 216 66 Pasal 13 Perma Nomor 4 Tahun 2019 67 Pasal 15 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

41

Sistem gugatan sederhana mengenal istilah dismissal

process, dimana saat sidang pendahuluan hakim berwenang

menilai dan menentukan apakah perkara tersebut masuk kriteria

gugatan sederhana. Apabila pada saat pemeriksaan pendahuluan

hakim berpendapat perkara tersebut tidak termasuk kedalam

perkara gugatan sederhana, maka dikeluarkan penetapan perkara

tidak berlanjut.

Pasal 11 ayat (3) menyatakan “apabila dalam pemeriksaan,

Hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan

sederhana, maka Hakim mengeluarkan penetapan yang

menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret

dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya

perkara kepada penggugat.” Terhadap penetapan sebagaimana

dimaksud tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun.68

f. Putusan Akhir

Putusan akhir merupakan tindakan atau perbuatan hakim

sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman untuk

menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi siantara pihak

yang berperkara.69 Dalam gugatan sederhana setelah

dikeluarkannya putusan maka dapat dilakukan upaya keberatan.

68 Pasal 11 Perma Nomor 4 Tahun 2019 69 M.Yahya, Hukum Acara Perdata, hlm 887

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

42

Terhadap putusan yang tidak diajukan keberatan maka putusan

berkekuatan hukum tetap.70

g. Putusan Atas Keberatan

Dalam penyelesaian perkara gugatan sederhana, putusan

keberatan merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya

hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.71

B. Peradilan Umum dan Peradilan Khusus.

Peradilan umum mengenai perkara perdata dan perkara pidana

secara umum badan yang menjalankannya terdiri dari pengadilan negeri

sebagai pengadilan tingkat pertama, dan pengadilan tinggi sebagai

pengadilan tingkat banding. Letak dari pengadilan negeri berada di ibukota

kabupaten atau juga kota yang telah menjadi wilayah dari kewenangannya,

sedangkan untuk letak dari pengadilan tinggi berkedudukan atau berada di

ibukota provinsi dengan kewengan meliputi provinsi tersebut.

Peradilan ini telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun

1986 tentang Peradilan Umum jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004

jo Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009 jo Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 37/PUU-X/2012.

Sampai dengan sekarang telah tercatat terdapat 6 (enam)

pengadilan khusus yang terdapat dalam lingkungan peradilan umum,

yaitu:

70 Pasal 31 Perma Nomor 4 Tahun 2019 71 Pasal 30 Perma Nomor 4 Tahun 2019

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. …eprints.umm.ac.id/66591/3/BAB II.pdf · 2020. 9. 18. · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum

43

1. Pengadilan Anak (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak)

2. Pengadilan Tipikor (pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

3. Pengadilan Perikanan (pasal 71 Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2004 jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perikanan)

4. Pengadilan HAM (pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia)

5. Pengadilan Niaga (pasal 306 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004

tentang Kepailitan dan PKPU, pasal 95 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pasal 30 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pasal 12 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, pasal 50 dan 52

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan)

6. Pengadilan Hubungan Industrial (pasal 1 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)72

72 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b4f09b41a4e1/bingung-mau-berperkara-mari-

kenali-jenis-jenis-pengadilan-di-indonesia?page=all diakses pada tanggal 27 Juli 2020 pukul 19.50