bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan tentang perlindungan ...repository.ump.ac.id/4984/3/cenda shelma...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Pengertian terminologi hukum dalam Bahasa Indonesia menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peraturan atau adat yang
secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa
ataupun pemerintah, Undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk
mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan atau kaidah tentang
peristiwa alam tertentu, keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan
oleh hakim dalam pengadilan atau vonis.
Pendapat mengenai pengertian untuk memahami arti hukum yang
dinyatakan oleh R. Soeroso (1993: 4), bahwa hukum adalah himpunan
peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk
mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri
memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Menurut Soedjono Dirdjosisworo (2008: 25-43) bahwa pengertian
hukum dapat dilihat delapan arti, yaitu hukum dalam arti penguasa,
hukum dalam arti para petugas, hukum dalam arti sikap tindakan, hukum
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
8
dalam arti sistem kaidah, hukum dalam arti jalinan nilai, hukum dalam
arti tata hukum, hukum dalam arti ilmu hukum, hukum dalam arti disiplin
hukum. Beberapa arti hukum dari berbagai macam sudut pandang yang
dikemukakan oleh Soedjono Dirdjosisworo menggambarkan bahwa
hukum tidak semata-mata peraturan perundang-undangan tertulis dan
aparat penegak hukum seperti selama ini dipahami oleh masyarakat
umum yang tidak tahu tentang hukum. Tetapi hukum juga meliputi hal-
hal yang sebenarnya sudah hidup dalam pergaulan masyarakat
Dalam hal memahami hukum ada konsep kontruksi hukum.
Terdapat tiga jenis atau tiga macam konstruksi hukum yaitu, pertama,
kontruksi hukum dengan cara memperlawankan. Maksudnya adalah
menafsirkan hukum antara aturan-aturan dalam peraturan perundang-
undangan dengan kasus atau masalah yang dihadapi. Kedua, kontruksi
hukum yang mempersempit adalah membatasi penafsiran hukum yang
ada di peraturan perundang-undangan dengan keadaan yang sebenarnya.
Ketiga, kontruksi hukum yang memperluas yaitu kontruksi yang
menafsirkan hukum dengan cara memperluas makna yang dihadapi
sehingga suatu masalah dapat dijerat dalam suatu peraturan perundang-
undangan (Prima Jayanti, 2011: 15).
Menurut Hans Kelsen (2009: 343) dalam Jimly Asshiddiqie dan M.
Ali Safa’at (2006: 12), hukum adalah ilmu pengetahuan normatir dan
bukan ilmu alam. Lebih lanjut Hans Kelsen menjelaskan bahwa hukum
merupakan teknik sosial untuk mengatur perilaku masyarakat.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
9
Secara kabahasaan, kata perlindungan dalam bahasa Inggris disebut
dengan Protection. Istilah perlindungan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia dapat disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya proses
atau perbuatan memperlindungi, sedangkan menurut Black’s Law
Dictionary , protection adalah the act of protecting (Bryan A. Gerner,
2009: 1343).
Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal
yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda
atau barang. Selain itu perlindungan juga mengandung makna
pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lemah.
Dengan demikian, perlindungan hukum dapat diartikan dengan segala
upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada warga negaranya agar hak-haknya sebagai
seorang warganegara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan
dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Pengertian perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan
dan sebagainya) memperlindungi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang dimaksud dengan perlindungan adalah cara, proses, dan perbuatan
melindungi. Sedangkan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh
pemerintah atau yang data berlaku bagi semua orang dalam masyarakat
(negara).
Perlindungan hukum adalah perlindungan yang diberikan kepada
subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
10
maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun tertulis. Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep
bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.
Pengertian di atas mengundang beberapa ahli untuk
mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari perlindungan
hukum di antaranya:
1. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah
memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan
orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat
agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum.
2. Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan
Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek
hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.
3. Menurut CST Kansil Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya
hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk
memberikan rasa aman, baik secara fikiran maupun fisik dari
gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.
4. Menurut Muhtie A. Fadjar Perlindungan Hukum adalah penyempitan
arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
11
saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan
adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia
sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia
serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak
dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum
(tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli).
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan
ketertiban dan ketentraman sehinggga memungkinkan manusia untuk
menikmati martabatnya sebagai manusia (Setiono, 2004: 3).
Adapun pendapat yang dikutip dari beberapa ahli mengenai
perlindungan hukum sebagai berikut:
1. Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya
upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya
untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut (Satjipto
Rahardjo, 2003: 121).
2. Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan
manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
12
3. Menurut Muchsin perlindungan hukum adalah kehiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau
kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama
manusia (Muchsin, 2003: 14).
4. Menurut Hatty Hasanah perlindungan hukum yaitu merupakan
segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum,
sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-
pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum
(Hetty Hasanah, http://jurnal.unikom.ac.id/vol3/Perlindungan.html).
Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,
perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau
masyarakat kepada warga negara dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
perlindungan hukum adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak
keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan.
Sedangkan perlindungan hukum yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan
Terhadap Korban dan Sanksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang berat, perlindungan hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
13
wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan
untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban
dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak
manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di sidang pengadilan.
Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum
apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.
2. Jaminan kepastian hukum
3. Berkaitan dengan hak-hak warganegara
4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.
Perlindungan hukum terhadap anak merupakan salah satu upaya
untuk melindungi setiap anak yang berada di Indonesia dimana Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang selanjutnya disebut
UUDNRI 1945 dalam pasal 28B Ayat (2) menjelaskan bahwa setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Prinsip kelangsungan
hidup merupakan salah satu prinsip hak untuk hidup yang diterapkan
dalam konvensi hak anak, dimana setiap anak harus mempunyai akses
pada pelayanan kesehatan dan dapat menikmati standar hidup yang
layak, termasuk cukup makanan, air bersih, dan tempat tinggal yang
aman. Anak-anak juga mempunyai hak untuk memperoleh nama dan
kewarganegaraan (Nur aini, 2009).
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
14
Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara
adil dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.
Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif
untuk menegakkan keadilan dan hukum sesuai dengan realitas
masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan
damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtidee)
dalam negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan
(Machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan
manusia, penegakkan hukum harus memperhatikan 4 unsur:
a. Kepastian hukum (Rechtssicherkeit)
b. Kemanfaatan hukum (Zeweckmassigkeit)
c. Keadilan hukum (Gerechtigkeit)
d. Jaminan hukum (Doelmaitgkeit) (Ishaq, 2009: 43).
2. Bentuk Perlindungan Hukum
Menurut R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economic, bentuk
perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua
sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman
(sanction) (Rafael La Porta, 1999: 9). Bentuk perlindungan hukum yang
paling nyata adalah adanya institusi-institusi penegak hukum seperti
pengadilan, kejaksaan, polisi, dan lembaga-lembaga penyelesaian
sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya. Hal ini sejalan dengan
pengertian hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo yang menyatakan
bahwa hukum memiliki pengertian beragam dalam masyarakat dan salah
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
15
satunya yang paling nyata dari pengertian tentang hukum adalah adanya
institusi-institusi penegak hukum.
Subyek hukum dalam hukum perdata terdapat dua subjek hukum,
yaitu subjek hukum orang pribadi dan subjek hukum berupa badan huku.
Subjek hukum orang pribadi atau natuurlijkepersoon adalah orang atau
manusia yang telah dianggap cakap menurut hukum. Orang sebagai
subjek hukum merupakan pendukung atau pembawa hak sejak dia
dilahirkan hidup hingga dia mati. Walaupun ada pengecualian bahwa
bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya telah menjadi sebagai
subjek hukum sepanjang kepentingannya mendukung waktu itu.
Selanjutnya, subjek hukum dalam perdata adalah badan hukum
atau rechtspersoon. Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi
atau dapat pula merupakan kumpulan dari badan hukum. Menurut
Satjipto Rahardjo, hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan kekuasaan keadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya secara terukur. Kepentingan merupakan sasaran dari hak
karena hak mengandung unsur perlindungan dan pengakuan (Satjipto
Rahardjo, 2006: 54).
B. Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen”
sudah sangat sering terdengar. Namun belum jelas benar apa saja yang
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
16
masuk ke dalam materi keduanya dan apakah kedua cabang hukum itu
identik. Pengertian konsumen terdapat dalam Pasal 1 butir 1 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dijelaskan:
“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
Menurut Munir Fuady, konsumen adalah pengguna terakhir (end
user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
(Munir Fuady, 2002: 227).
Islam tidak mengatur hak-hak konsumen secara berurutan seperti
tercantum dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Namun Islam
melindungi hak-hak konsumen dari perbuatan curang dan informasi yang
menyesatkan, serta memberikan hak atas keselamatan dan kesehatan, hak
untuk memilih, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, hak
untuk mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa, dan hak untuk
mendapatkan ganti rugi seperti tercantum dalam Qs.Al-Annam (6): 152,
Qs. Huud (11): 85 dan Qs. Ar-Rahman (55): 8-9 (Aisjah Girindra, 2005:
20).
Masalah perlindungan konsumen tidak semata-mata masalah
perorangan, tetapi sebenarnya merupakan masalah bersama dan masalah
nasional sebab pada dasarnya semua orang adalah konsumen. Maka dari
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
17
itu, melindungi konsumen berarti melindungi semua orang. Persoalan
perlindungan kepada konsumen anak berarti kita berbicara tentang
keadilan bagi semua anak.
Tujuan dari Perlindungan Konsumen umumnya dapat dibagi dalam
tiga bagian utama, yaitu:
a. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang
dan/atau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya.
b. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-
unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk
mendapatkan informasi tersebut.
c. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan tanggung
jawab (Ahmadi Miru, 2004: 4).
2. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen
Asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar
belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
peraturan konkrit tersebut (Sudikno Mertokusumo, 1996: 6).
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,
yaitu:
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
18
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil dan spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikomsusmsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum (Sutarman Yodo, 2004: 25-26).
Radbruch menyebutkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukum sebagai “tiga ide dasar hukum” atau “tiga nilai dasar hukum”,
yang berarti dapat dipersamakan dengan asas hukum. Di antara ketiga
asas tersebut yang sering menjadi sorotan utama adalah masalah
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
19
keadilan, dimana Friedman menyebutkan bahwa: “In terms of law,
justice will be judged a how law treats people an how it distributes its
benefits and cost”, dan dalam hubungan ini Friedman juga menyatakan
bahwa “every finction of law,general or spesific, is allocative” (Peter
mahmud marzuki, 1997: 28).
Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum juga oleh banyak
jurist menyebut sebagai tujuan hukum. Persoalan-persoalan, sebagai
tujuan hukum, baik Radbruch maupun Acmad Ali mengatakan adanya
kesulitan dalam mewujudkan secara bersamaan. Achmad Ali
mengatakan, kalau dikatakan tujuan hukum sekaligus mewujudkan
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, apakah dalam hal itu tidak
menimbulkan masalah? Dalam kenyataan sering antara tujuan yang satu
dan lainnya terjadi benturan. Dicontohkannya, dalam kasus hukum
tertentu bila hakim menginginkan putusannya “adil” menurut
persepsinya, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi
masyarakat luas, demikian pula sebaliknya (Achmad Ali, 1996: 95-96).
Beberapa Undang-undang Perlindungan Konsumen negara-negara
di dunia adalah sebagai berikut:
a. Singapura: The consumer Protection (Trade Description and
Safety Requirement Act, tahun 1975,
b. Thailand: Consumer Act, tahun 1979,
c. Jepang: The Consumer Protection Fundamental Act, tahun 1968,
d. Autralia: Consumer Affairs Act, tahun 1978,
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
20
e. Irlandia: Consumer Information Act, tahun 1978,
f. Finlandia: Consumer Protection Act, tahun 1978,
g. Inggris: The Consumer Protection Act, tahun 1970, diamendir
pada tahun 1971,
h. Kanada: The Consumer Protection Act dan The Consumer
Protection Amendement Act, tahun 1971,
i. Amerika: The Uniform Protection Trade Practices and
Consumer Protection Act (UUTPCP) tahun 1967, diamandir
tahun 1969 dan 1970, kemudian Unfair Trade Practices and
Consumer Protection (Lousiana) Law, tahun 1973.
Di Indonesia masalah perlindungan konsumen mulai terdengar
pada tahun 1970-an. Ini terutama ditandai dengan lahirnya Yayasan
Lembaga Konsumen bulan mei 1973. Secara historis pada awalnya
Yayasan ini berkaitan dengan rasa mawas diri terhadap promosi untuk
memperlancar barang-barang dalam negeri. Atas desakan suara-suara
masyarakat, kegiatan promosi ini harus diimbangi dengan langkah-
langkah pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitasnya
terjamin. Adanya keinginan dan desakan masyarakat untuk melindungi
dirinya dari barang yang rendah mutunya telah mengacu untuk
memikirkan secara sungguh-sungguh usaha untuk melindungi konsumen
ini, dan mulailah gerakan untuk merealisasikan cita-cita itu. Setelah itu,
suara-suara untuk memberdayakan konsumen semakin gencar, baik
melalui ceramah-ceramah, seminar-seminar maupun melalui tulisan-
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
21
tulisan di media massa. Puncaknya adalah lahinya Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Ahmad Yani,
2000: 15-16).
Dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) juga terdapat ketentuan-ketentuan yang
bertendensi melindungi konsumen, seperti tersebar dalam beberapa Pasal
buku III, bab V, bagian II yang dimulai dari Pasal 1365. Dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) , misalnya tentang pihak
ketiga yang harus dilindungi, tentang perlindungan penumpang/barang
muatan pada hukum maritim, ketentuan-ketentuan mengenai perantara,
asuransi surat berharga, kepailitan dan sebagainya. Demikian pula dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana), misalnya tentang
pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang dan
sebaganinya. Dalam hukum adat pun ada dasar-dasar yang menopang
hukum perlindungan konsumen seperti prinsip kekerabatan yang kuat
dari masyarakat adat yang tidak beriorentasi pada konflik, yang
memposisikan setiap warganya utnuk saling menghormati sesamanya.
Prinsip keseimbangan magis/keseimbangan alam, prinsip “terang” pada
perbuatan transaksi (khususnya transaksi tanah) yang mengharuskan
hadirnya ketua adat/kepala desa dalam transaksi tanah. Prinsip fungsi
sosial dari sesuatu hak, prinsip hak ulAyat (Gunawan Widjaja, 2000:19).
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian (negligence) adalah prinsip
tanggung jawab yang bersifat subyektif, yaitu suatu tanggung jawab yang
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
22
ditentukan oleh perilaku produsen (Inosentius Samsul, 2004: 46). hal ini
dapat ditemukan dalam rumusan teori negligence, yaitu the future to
exercise the standard of care that reasonably prudent person would have
exercised in a similar situation (Bryan A. Garner, 2004: 1061).
Kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya kerugian
konsumen merupakan faktor penentu adanya hak konsumen untuk
mengajukan gugatan ganti rugi kepada produsen. negligence dapat
dijadikan dasar gugatan, manakala memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai
dengan sikap hati-hati yang normal.
2. Harus dibuktikan bahwa tergugat lali dalam kewajiban berhati-
hati terhadap penggugat.
3. Kelakuan tersebut merupakan penyebab nyata (proximate
cause) dari kerugian yang timbul (Ahmadi Miru, 2004: 148).
Secara historis, lemahnya perlindungan konsumen dapat ditelusuri
hingga Kerajaan Romawi Kuno. Peraturan tentang jual beli tidak banyak
memberikan perlindungan terhadap pembeli (konsumen) yang dirugikan
oleh penjual (produsen). prinsip asli dari civil law yang diterapkan di
Kerajaan Romawi adalah caveat emptor. Prinsip ini berarti, pembeli
sendiri yang harus bertanggung jawab atas perlindungan kepentingannya,
sedangkan penjual tidak bertanggung jawab atas kerugian konsumen
(Barry Nocholas, 1962: 182).
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
23
Keuntungan konsumen berdasarkan teori Breach of Warranty
adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak (strict obligation),
yaitu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan
produsen untuk memenuhi janjinya. Artinya walaupun produsen telah
berupaya memenuhi kewajiban dan janjinya, tetapi konsumen tetap
mengalami kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab
untuk mengganti kerugian. Namun kelemahan teori ini dalam
perlindungan hukum bagi konsumen, yaitu pembatasan waktu gugatan,
persyaratan pemberitahuan, kemungkinan adanya bantahan (disclaimer),
dan persyaratan hubungan kontrak (Shidarta, 2006: 64-64).
Beberapa alsan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan
dalam hukum perlindungan konsumen, antara lain:
a. Di antara korban/konsumen disatu pihak dan produsen dipihak
lain, seharusnya beban kerugian (risiko) ditanggung oleh pihak
yang memproduksi atau mengeluarkan barang-barang di
pasaran.
b. Dengan menerapkan/mengedarkan barang-barang di pasaran
berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman
dan pantas untuk digunakan, dan bilamana terbukti tidak
demikian maka produsen harus bertanggung jawab.
c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak,
produsen yang melakukan kesalahan dapat dituntut melalui
proses tuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
24
eceran, pedang eceran kepada grosir, grosir kepada distributor,
distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. adapun
penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan
proses yang cukup panjang ini (M. Yahya harahap, 1997: 16-
17).
3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Presiden Jhon F. Kennedy mengemukakan 4 (empat) hak
konsumen yang harus dilindungi, yaitu:
a. Hak memperoleh keamanan (the right to safety)
Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari pemasaran
barang dan/atau jasa yang membahayakan keselamatan konsumen.
Pada posisi ini, intervensi, tanggung jawab dan peran pemerintah
dalam menjamin keselamatan dan keamanan konsumen sangat
penting.
b. Hak memilih (the right to choose)
Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogatif konsumen
apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/atau
jasa. Oleh karena itu, tanpa ditunjang oleh hak untuk mendapatkan
informasi yang jujur, tingkat pendidikan yang patut, dan penghasilan
yang memadai, maka hak ini tidak akan banyak artinya. Apalagi
dengan meningkatnya teknik penggunaan pasar, terutama lewat
iklan, maka hak untuk memilih ini lebih banyak ditentukan oleh
faktor-faktor di luar diri konsumen.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
25
c. Hak mendapatkan informasi (the right to be informed)
Hak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi konsumen
bila dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya.
Setiap keterangan mengenai sesuatu barang yang akan dibelinya atau
akan mengikat dirinya, haruslah diberikan selengkap mungkin dan
dengan penuh kejujuran. Informasi baik secara langsung maupun
secara umum melalui berbagai media komunikasi seharusnya
disepakati bersama agar tidak menyesatkan konsumen.
d. Hak untuk didengar (the right to be heard)
Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa
kepentingannya harus diperhatikan dan tercerminkan dalam
kebijaksanaan pemerintah, termasuk turut didengar dalam
pembentukan kebijaksanaan tersebut. Selain itu, konsumen juga
harus didengar setiap keluhannya dan harapannya dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dipasarkan produsen
(Vernon A. Musselman, 1992: 294-295).
Pada tahun 1975, hak-hak konsumen yang dicetuskan oleh John F.
Kennedy, dimasukan dalam program konsumen European Economic
Community (EEC) yang meliputi:
a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan,
b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi,
c. Hak untuk memperoleh ganti rugi,
d. Hak atas penerangan,
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
26
e. Hak untuk didengar (Norbert Reich, “protection of consumers’
Economic Interest by the EC”, the sydney law review, faculty of law
university of sydney and authors, the law book company Ltd. No 1,
Volume 14, March 1992).
PBB melalui Resolusi Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1985
tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection)
merumuskan enam kepentingan konsumen yang harus dilindungi,
meliputi:
1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya.
2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen.
3. Tersedianya informasi yang memadai untuk memberikan
kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak
dan kebutuhan pribadi.
4. Pendidikan kosumen.
5. Tersedianya ganti rugi.
6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen untuk
menyuarakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut kepentingan mereka (Inosentius Samsul, 2003: 27-28).
Indonesia melalui ketentuan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan
Konsumen (UUPK), memiliki hak sebagai berikut:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
27
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa lyang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur, serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan diatas, terlihat
bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan
konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan
kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan
keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
28
masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau
jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak
membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak
untuk memilih barang dan/atau jasa yang dikehendakinya bersadarkan
atas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat
penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar,
memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi
sampai ganti rugi.
Selain sembilan hak konsumen yang tercantum dalam Pasal 5
Undang-undang Perlindungan Konsumen, ada dua hak konsumen yang
berhubungan dengan produk liability, yakni sebagai berikut:
1. Hak untuk mendapatkan barang yang memiliki kuantitas dan
kualitas baik serta aman.
Dengan hal ini berarti konsumen harus dilindungi untuk
mendapatkan barang dengan kuantitas dan kualitas yang bermutu.
Ketidaktahuan konsumen atas suatu produk barang yang dibelinya
sering kali diperdayakan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha dapat saja
mendikte pasar dengan menaikkan harga dan konsumen menjadi
korban dari ketiadaan pilihan.
2. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian.
Jika barang yang dibelinya itu dirasakan cacat, rusak, atau telah
membahayakan konsumen, ia berhak mendapatkan ganti kerugian
yang pantas. Namun, jenis ganti kerugian yang diklaimnya untuk
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
29
barang yang cacat atau rusak, tentunya harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak,
artinya konsumen tidak dapat menuntut secara berlebihan dari
barang yang dibelinya dan harga yang dibayarnya, kecuali barang
yang dikonsumsinya itu menimbulkan gangguan pada tubuh atau
mengakibatkan cacat pada tubuh konsumen, maka tuntutan
konsumen dapat melebihi barang yang dibelinya.
Selain memperoleh hak tersebut, sebagai balance, konsumen juga
diwajibkan untuk:
a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan
dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil
yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya
(Gunawan Widjaja, 2000: 30-31).
4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha.
Selain hak-hak konsumen, Undang-undang Perlindungan
Konsumen (UUPK) juga mengatur hak-hak konsumen yang dirumuskan
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
30
dalam Pasal-pasal berikutnya, yakni tentang kewajiban pelaku usaha.
Kewajiban dan hak sesungguhnya merupakan antinomi dalam hukum,
sehingga kewajiban pelaku dapat dilihat dan sebagai (merupakan bagian
dari) hak konsmen. Kewajiban pelaku usaha antara lain:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku.
5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan (Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
Selain kewajiban yang telah disebutkan tersebut, ada juga hak
untuk dilindungi akibat negatif persaingan curang. Hal ini berangkat dari
pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan pengusaha sering
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
31
dilakukan secara tidak jujur, yang dalam hukum dikenal dengan
terminologi “persaingan curang” (unfair competition) atau “persaingan
usaha tidak sehat” (Ningrum Natasya Sirait, 2003: 20).
Selain memperoleh kewajiban tersebut, pelaku usaha juga memilki
hak, antara lain:
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya (Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen).
Terkait dengan hak-hak konsumen, islam memberikan ruang bagi
konsumen dan produsen untuk mempertahankan hak-haknya dalam
perdagangan yang dikenal dengan istilah khiyar dengan beragam
jenisnya sebagai berikut:
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
32
1. Khiyar Majelis
As-Sunnah menetapkan bahwa kedua belah pihak yang berjual beli
memiliki khiyar (pilihan) dalam melangsungkan atau membatalkan
akad jual beli selama keduanya masih dalam satu majelis (belum
berpisah). Khiyar merupakan hak yang ditetapkan untuk pelaku
usaha dan konsumen, jika terjadi ijab dan kabul antara produsen dan
konsumen, dan akadnya telah sempurna, maka masing-masing
pihak memiliki hak untuk memperhankan atau membatalkan akad
selama masih dalam satu majelis.
2. Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah salah satu pihak yang berakad membeli
sesuatu dengan ketentuan memiliki khiyar selama jangka waktu
yang jelas. Selama waktu tersebut, jika pembeli menginginkan, ia
bisa melaksanakan jual beli tersebut atau membtalkannya. Syarat ini
juga boleh bagi kedua pihak yang berakad secara bersama-sama,
juga boleh bagi salah satu pihak saja jika ia mempersyaratkannya.
3. Khiyar Aibi
Haram bagi seseorang menjual barang yang memilik cacat (cacat
produk) tanpa menjelaskan kepada pembeli (konsumen).
4. Khiyar Tadlis
Yaitu, jika penjual mengelabuhi pembeli sehingga menaikkan harga
barang, maka hal itu haram. Dalam hal ini pembeli memiliki khiyar
selama tiga hari.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
33
5. Khiyar al-Ghabn dan al-Fashisy (Khiyar al-Mustarsil)
Khiyar jenis ini suatu saat menjadi hak penjual dan suatu saat bisa
menjadi hak pembeli. Kadang kala pembeli membeli barang dengan
harga 5 dinar, padahal barang tersebut hanya setara dengan 3 dinar
atau penjual menjual barang dengan harga 10 dinar, padahal barang
tersebut hanya setara dengan 8 dinar. Jika seorang penjual dan
pembeli ditipu dalam hal ini, maka ia memiliki khiyar untuk
menarik diri dari jual beli dan membatalkan akad.
6. Khiyar Ru’yah
Khiyar jenis ini terjadi bila pelaku usaha menjual barang
dagangannya, sementara barang tersebut tidak ada dalam majelis
jual beli. Jika pembeli kemudian melihat barang tgersebut tidak
berhasrat terhadapnya, atau pembeli melihat barang tersebut tidak
sesuai dangan keinginannya, maka pembeli berhak menarik
membatalkan diri dari akad jual beli tersebut.
7. Khiyar Ta’jin
Khiyar jenis ini memberikan hak kepada pembelinya untuk memilih
barang yang dia inginkan dari jumlah atau kumpulan barang yang
dijual kendati barang tersebut berbeda harganya, sehingga
konsumen dapat menentukan barang yang dia kehendaki (Yusuf As-
Sabatin, 2009: 308-316).
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
34
5. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen(UUPK) diatur khusus
dalam satu bab, yaitu Bab VI, mulai dari pasal 19 sampai dengan pasal
28. Dari tujuh pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha,
secara prinsip dapat dibedakan lagi ke dalam:
1. Pasal-pasal yang secara tegas mengatur pertanggungjawaban pelaku
usaha atas kerugian yang diderita konsumen, yaitu dalam Pasal 19,
Pasal 20, dan Pasal 21.
Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen mengatur
pertanggungjawaban pelaku usaha pabrikan/distributor pada
umumnya, untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan, dengan ketentuan bahwa ganti rugi tersebut
dapat dilakukan dalam bentuk: pengembalian uang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Ganti rugi harus telah diberikan dalam jangka
waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal transaksi.
Pasal 20 Undang-undang Perlindungan Konsumen diberlakukan
bagi pelaku pelaku usaha periklanan untuk bertanggung jawab atas
iklan yang diproduksi, dan segala akibat yang ditimbulkan dari iklan
tersebut.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
35
Pasal 21 Ayat (1) membebankan pertanggungjawaban kepada
importir barang sebagaimana layaknya pembuat barang yang diimpor,
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau
perwakilan produsen luar negeri. Pasal 21 Ayat (2) mewajibkan
importir jasa untuk bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing
jika penyedia jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau
perwakilan penyedia jasa asing.
2. Pasal 24 Undang-undang Perlindungan Konsumen yang mengatur
peralihan tanggung jawab dari pelaku usaha lainnya, mengatakan
bahwa:
“Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku
usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau
gugatan konsumen apabila:
a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak
mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang
dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh,
mutu, dan komposisi.
3. Dua pasal Lainnya, yaitu Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-undang
Perlindungan Konsumen berhubungan dengan layanan purna jual oleh
pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Dalam
hal ini pelaku usaha diwajibkan untuk bertanggung jawab sepenuhnya
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
36
atas jaminan dan/atau garansi yang diberikan, serta penyediaan suku
cadang atau perbaikan.
4. Pasal 27 Undang-undang Perlindungan Konsumen merupakan pasal
“penolong” bagi pelaku usaha, yang melepaskannya dari tanggung
jawab untuk memberikan gantu rugi pada konsumen. Pasal 27 tersebut
secara jelas menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi
barang yang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen, jika:
a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan;
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi
barang;
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang
dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian (negligence) adalah prinsip
tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab
yang ditentukan oleh perilaku produsen (Inosentius Samsul, 2006: 46).
hal ini dapat ditemukan dalam rumusan teori nehligence, yaitu the
failureto exercise the standard of care that reasonably prudent person
would have exercised in a similar situation (Bryan A. Garner, 2004:
1061).
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
37
Berdasarkan teori ini, kelalaian produsen yang berakibat
munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak
konsumen untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada produsen.
Negligence dapat dijadikan dasar gugatan, manakala memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai
sikap hati-hati yang normal.
b. Harus dibuktikan bahwa tergugat lalai dalam kewajiban
berhati-hati terhadap penggugat.
c. Kelakuan tersebut merupakan penyebab nyata (proximate
cause) dari kerugian yang timbul. (Ahmadi Miru, 2004: 148).
Adapun tanggung jawab berdasarkan kelalaian atau kesalahan
terdiri dari:
1. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian atau kesalahan dengan
persyaratan hubungan kontrak
Prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian (negligence)
yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan
kontrak (privity of contract), merupakan teori tanggung jawab yang
paling merugikan konsumen. Karena gugatan konsumen hanya
dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat tersebut, yakni
adanya unsur kelalaian dan kesalahan dan hubungan kontrak antara
produsen dan konsumen. Pembentukan teori tanggung jawab
berdasarkan kelalaian atau kesalahan dan hubungan kontrak sangat
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
38
dipengaruhi oleh paham individualisme dalam prinsip laissez faire
(Komarrudin, 1993: 23).
Secara historis, lemahnya perlindungan konsumen dapat
ditelusuri hingga kerajaan Romawi Kuno. Peraturan tentang jual
beli tidak banyak memberikan perlindungan terhadap pembeli
(konsumen) yang dirugikan oleh penjual (produsen). Prinsip asli
dari civil law yang diterapkan Kerajaan Romawi Kuno adalah
caveat emptor. Prinsip ini berarti, pembeliyang harus bertanggung
jawab atas perlindungan kepentingannya, sedangkan penjual tidak
bertanggung jawa atas kerugian konsumen (Burry Nicholas, 1993:
23).
Teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian tidak
memberikan perlindungan secara maksimal bagi konsumen, karena
konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan
gugatan kepada produsen yaitu: Pertama, tuntutan adannya
hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat dan
produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa
kerugian konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang
diketahui (David A. Fischer dan William Powers, 1998: 3).
2. Tanggung jawab berdasarkan Kelalaian atau kesalahan dengan
beberapa pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian atau kesalahan
dengan persyaratan hubungan kontrak yang dipandang sangat tidak
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
39
akomodatif dan responsif terhadap kepentingan konsumen, serta
kondisi nyata dalam kehidupan sehrai-hari, karena konsumen
(pengguna atau pemakai) produk yang tidak mempunyai hubungan
hukum atau kontrak dengan produsen yang sering menjadi korban
dari produk yang ditawarkan produsen.
Ada tiga pemikiran yang digambarkan oleh Hakim Sarbon
sebagai alasan dari pengecualian terhadap hubungan kontrak
tersebut, yaitu: Pertama, pengecualian berdasarkan alasan karakter
produk membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan konsumen
(imminently and inherently dangerous product). Kedua,
pengecualian berdasarkan konsep implied invitation, yaitu tawaran
produk kepada pihak ketiga yang tidak mempunyai hubungan
hukum. Ketiga, dalam hal suatu produk dapat membahayakan
konsumen, kelalaian produsen atau penjual untuk memberitahukan
kondisi produk tersebut pada saat menyerahkan barang dapat
melahirkan tanggung jawab kepada pihak ketiga, walaupun tidak
ada hubungan hukum antara produsen dan konsumen yang
menderita kerugian (Zulham, 2013: 88).
3. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian atau kesalahan tanpa
persyaratan hubungan kontak
Tahap berikutnya adalah prinsip tanggung jawab tetap
berdasarkan kelalaian atau kesalahan adalah pembuat produk yang
mengedarkan atau menjual barang-barang yang berbahaya di pasar
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
40
bertanggung jawab bukan karena atau berdasarkan kontrak, tetapi
karena ancaman yang dapat diperhitungkan jika tidak melakukan
berbagai upaya untuk mencegah kerugian konsumen. Doktrin ini
kemudian diperluas bukan saja hanya untuk kerugian diri manusia
atau korban, tetapi juga meluas pada harta benda yang lain (David
A. Fischer dan William Powers Jr, 1998: 590).
4. Prinsip praduga lalai dan prisip praduga bertanggung jawab dengan
pembuktian terbalik
Prinsip praduga lalai dan prinsip praduga bertanggung jawab
merupakan modifikasi dari prinsip tanggung jawab berdasarkan
kelalaian dan kesalahan. Modifiksi ini merupakan masa transisi
menuju pembentukan prinsip tanggung jawab mutlak. Black’s law
dictionary merumuskan doktrin res ispa laquitor dengan the thing
speaks for it self, yang berarti kelalaian tidak perlu dibuktikan lagi.
Karena fakta berupa kecelakaan atau kerugian yang dialami
konsumen merupakan hasil dari kelalaian produsen, sebaliknya
konsumen tidak akan mengalami kerugian atau kecelakaan apabila
produsen tidak lalai. Berdasakan doktin ini, pembuktian
dibebankan kepada pihak tergugat, apabila tergugat lalai atau tidak
(Bryan A. Garner, 2009: 1336).
6. Tanggung Jawab berdasarkan Wanprestasi (Breach of Warranty)
Tanggung jawab produsen berdasarkan wanprestasi juga
merupakan bagian dari tanggung jawab berdasarkan kontrak
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
41
(contractual liabitity). Dengan demikian, suatu produk yang rusak dan
mengakibatkan kerugian, maka konsumen melihat isi kontrak, baik
tertulis maupun tidak tertulis.
Keuntungan konsumen berdasarkan teori tersebut adalah
penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak (strict obligation), yaitu
kewajiban yang tidak berdasarkan pada upaya yang telah dilakukan
produsen untuk memenuhi janjinya. Artinya, walaupun produsen telah
berupaya memenuhi kewajiban dan janjinya, tetapi konsumen tetap
mengalami kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab
untuk mengganti kerugian. Namun kelemahan teori tersebut dalam
perlindungan hukum bagi kepentingan konsumen, yaitu pembatasan
waktu gugatan, persyaratan pemberitahuan, kemungkinan bantahan
(disclaimer), dan persyaratan hubungan kontrak (Shidarta, 2006: 64-
65).
Gugatan berdasarkan btreach of warranty sesungguhnya dapat
diterima walaupun tanpa hubungan kontrak, dengan pertimbangan
bahwa dalam praktik bisnis modern, proses distibusi dan iklan langsung
ditujukan kepada masyarakat (konsumen) melalui media massa.
Dengan demikian, tidak perlu ada hubungan kontrak yang mengikat
antara produsen dan konsumen (Ahmadi Miru, 2004: 148).
Kewajiban membayar ganti rugi dalam tanggung jawab
berdasarkan wanprestasi merupakan akibat dari penerapan klausula
dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum bagi para pihak
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
42
(produsen dan konsumen), yang secara sukarela mengikatkan diri dalam
perjanjian tersebut.
a. Tanggung jawab berdasarkan jaminan produk yang tertulis
(Express Warranty)
Express warranty adalah a warranty created by the overt
words or actions of the seller, maka pernyataan yang
dikemukakan produsen atau merupakan janji yang mengikat
produsen untuk memenuhinya. Hal ini penting, karena terkait
dengan pertimbangan konsumen untuk membeli suatu produk
berdasarkan informasi produsen tersebut (Bryan A. Garner,
2009: 1619).
Dalam perkembangannya, pernyataan produsen terhadap
produknya hanya diberlakukan bagi pembeli langsung
(immediate buyer) yang bersifat ekplisit dan tegas. Namun
prinsip tersebut dipandang tidak menguntungkan konsumen,
maka pernyataan produsen terkait dengan produknya tidak
saja dalam bentuk kata-kata formal dan tertulis. Lebih jauh
lagi, terkait dengan pernyataan penjual ketika menawarkan
produknya kepada konsumen juga termasuk janji yang
mengikat produsen (Innosentius Samsul, 2006: 76).
Express warranty tidak perlu dengan kata-kata yang
secara tegas berbunyi menjamin, tetapi cukup dengan adanya
keterangan, janji, atau gambaran yang diberikan oleh
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
43
produsen dan merupakan bagian dari perjanjian. Akhirnya,
tanggung jawab produsen semakin diperluas, karena setiap
pernyataan penjual atau produsen ditafsirkan sebagai janji
yang harus dipenuhi oleh penjual atau produsen (Ahmadi
Miru, 2004: 149).
b. Tanggung jawab berdasarkan jaminan produk yang tidak
tertulis (Implied Warranty)
Implied warranty adalah an obligation imposed by the
law when there has been no representation or promise.
Dengan pengertian bahwa tanggung jawab dibebankan kepada
produsen dan produk yang didistribusikannya kepada
konsumen telah memenuhi standard kelayakan. Jenis implied
warranty yang pertama adalah merchantability, yaitu
tanggung jawab yang dibebankan kepada produsen. pedagang
yang menjual produk yang tidak layak untuk dijual (not
merchantability), sudah digolongkan telah melanggar implied
warranty of mechantability. Pelanggaran terhadap warranty of
merchantability tanpa perhitungan apakah produsen
mengetahui atau tidak kondisi barang sebelum dijual. Adapun
implied warranty yang kedua adalah implied warranty for e
particular purpose. Jaminan ini didasarkan pada asumsi
bahwa produsen mengetahui tujuan khusus dari suatu produk
berdasarkan skill atau judgment yang diberikannya. Oleh
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
44
karena itu, konsumen percaya kepada produsen tentang
barang yang dikehendaki (Bryan A. Garner, 2009: 1619).
C. Tinjauan Tentang Jajanan Anak Sekolah
Jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu, pertama makanan
utama atau “maindish” contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi pecel dan
sebagainya; kedua penganan atau snack contohnya bakso tusuk, onde-onde,
pisang goreng, tempura, otak-otak dan sebagainya; ketiga adalah golongan
minuman contohnya es teller, es buah, teh kopi, dawet dan sebagainya; dan
yang keempat adalah buah-buahan contohnya mangga, jambu air, dan
sebagainya.
Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia yang telah di atur dalam Undang- Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pangan aman adalah pangan yang
tidak mengandung bahaya keamanan pangan yang terdiri atas biologis atau
mikrobiologis, kimia dan fisik.
Salah satu keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu
penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), untuk berbagai keperluan.
Penggunan bahan tambahan makanan dilakukan pada industri pengolahan
pangan maupun dalam pembuatan, berbagai pengaruh jajanan yang umumnya
dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga. Pengguna BTP (Bahan
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
45
Tambahan Pangan) dalam proses produksi perlu di waspadai bersama baik
oleh produsen maupun konsumen. Dampak dapat berakibat positif maupun
negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan
membahayakan konsumen khusunya anak-anak sekolah.
Ada beberapa pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP). Baik yang
diberikan oleh pemerintah ataupun organisasi lain seperti FAO, yaitu:
a. Menurut Peremenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dengan revisi
No. 1168/Menkes/Per/X/1999.
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan.
b. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pada Bab I pasal 1.
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau
produk pangan.
c. Menurut FAO (Food and Agricultural Organization)
Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang disengaja
ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah atau ukuran tertentu
dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan/atau
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
46
penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan,
dan bukan merupakan bahan baku utama (Alsuhendra, 2013: 224).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/MENKES/PER/X/88
tentang Bahan Tambahan Makanan Penambah gizi dan Humektan. Adapun
penjelasan dari bahan-bahan tambahan makanan yang telah diuraikan adalah:
1. Pewarna
Memperbaiki atau memberi warna. Contoh: green S warna hijau,
kurkumin warna kuning, dan karamel warna cokelat.
2. Pemanis Buatan
Menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi. contoh: aspartam, siklamat dan sakarin.
3. Pengawet
Mencegah fermentasi dan pengasaman/penguraian oleh mikroorganisme.
Contoh: asam benzoat dan garamnya untuk produk buah, kecap, dan keju.
4. Penyedap Rasa dan Aroma, penguat Rasa
Dapat memberikan, mempertegas rasa dan aroma. Contoh: asam guanilat,
asam inosinat, dan monosodium glumate (MSG) pada produk daging.
5. Pengemulsi, Pemantap, Pengental
Membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang
homogen pada makanan yang biasanya mengandung air atau minyak.
Contoh: gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
47
6. Antioksidan
Digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Contoh: asam
askorbat dan garamnya untuk produk daging, ikan, dan buah-buahan
kaleng.
7. Pengatur keasaman
Dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat
keasaman makanan contoh: Asam laktat dan malat yang digunakan pada
jeli.
8. Anti Kempal
Untuk mencegah atau mengurangi kecepatan pengempalan atau
menggumpalnya makanan yang mempunyai sifat higrokopis, yang biasa
ditambah antikempal misalnya susu, krim, dan kaldu bubuk.
9. Pemutih dan Pematang Tepung
Mempercepat proses pemutihan dan pematangan tepung hingga dapat
memperbaiki mutu penanganan.
10. Pengeras
Memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al sulfat, Al
Na sulfat untuk pengeras acar ketimun dalam botol.
11. Sekuestran
Mencegah terjadinya oksidasi penyebab perubahan warna dan aroma,
biasa ditambahkan pada daging dan ikan. Contoh: asam folat dan
garamnya (https://itp08ub.files.wordpress.com/2012/03/5-pengaturandan-
penggunaan-btp.pdf).
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
48
D. Tinjauan Tentang Keamanan Pangan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012
tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi.
Adapun faktor yang mempengaruhi kemanan makanan yaitu:
1. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak baik akibat limbah rumah tangga, limbah
industri, penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan ketentuan, asap
knalpot mobil makin banyak jumlahnya akan mengotori udara, perairan
dan tanah yang akhirnya akan mencemari hasil-hasil pertanian baik
berupa hasil perikanan, peternakan, pertanian pangan dan perkebunan
sebagai sumber pangan.
2. Sosial
Status sosial di masyarakat akan mempengaruhi pola cara memilih,
mengolah dan mengkonsumsi makanan. Sebenarnya mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan aman tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi seseorang saja, tetapi juga kebiasaan yang turun temurun baik
yang positif maupun yang negatif. Contoh kebiasaan mencuci tangan
sebelum makan, mengupas dan mencuci terlebih dahulu buah-buahan,
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
49
memilih makanan asal enak tanpa ada perhatian terhadap gizi dan
keamanan.
3. Sistem pengadaan dan distribusi pangan
Negara indonesia dengan Wilayah yang sangat luas dan heterogen akan
sangat berbeda dalam penanganan pengadaan dan distribusi antara di
kota dan di desa, di daerah urban dan perifer, di daerah dengan
pendapatan rendah dan tinggi. Hal ini harus mendapatkan perhatian
berbeda pula dalam masalah keamanan gizi, sehingga masalahnya akan
berbeda pula.
4. Saling ketergantungan antara gizi dan kesehatan
Makanan yang tidak memiliki gizi yang baik apabila dipaksakan
dikonsumsi akan menimbulkan gangguan kesehatan dan bisa berakibat
jauh pada kematia (H. Ading Suryan, 1994: 5-6).
Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan
hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun,
karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor: 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan
Berbahaya Bagi Kesehatan). Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial
dalam peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian
luas diberbagai sektor antara lain, industri, pertanian, pertambangan dan lain
sebagainya. Singkatnya, bahan kimia dengan aneka produk yang berasal dari
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
50
padanya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-
hari.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan sebagai
Bahan Berbahaya, bahan kimia yang dilarang digunakan untuk pangan, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain:
a. Boraks digunakan untuk mematri suatu logam, pembuatan gelas dan
enamel, anti jamur kayu, pembasmi kecoa, antiseptik, obat untuk kulit
dalam bentuk salep dan caampuran pembersih.
b. Formalin digunakan untuk membunuh kuman sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang, pakaian,
pembasmi lalat dan berbagai serangga lain, zat pewarna, pembuatan gelas
dan bahan peledak, bahan untuk mengawetkan mAyat.
c. Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra,
wool, kapas), sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium
untuk pengujian antimon, emas, mangan, air raksa; untuk pewarna
biologik.
d. Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat; juga
digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).
Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari masing-masing keempat
bahan berbahaya tersebut antara lain :
1. Boraks beracun terhadap semua sel. Bila ditelan senyawa ini dapat
menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
51
Ginjal merupakan organ yang paling mengalami kerusakan dibandingkan
organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara 15-20 gram dan
untuk anak-anak 3-6 gram. Bila ditelan, dapat menimbulkan gejala-gejala
yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise), mual, nyeri
hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastroenteritis
disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit
kepala.
2. Formalin (larutan formaldehid), paparan formaldehid melalui saluran
pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir
larutan pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dalam
perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa depresi susunan syaraf
pusat, koma, kejang, dan terdapatnya sel darah merah pada urine
(hematuria). Dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah
dilaporkan sebesar 30 ml. Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari
protein-protein vital dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan
kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi sel akan
terhenti.
3. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak lama–kelamaan jumlahnya akan
terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran
pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada
hati tikus terjadi akibat makanan yang mengandung Rhodamin B dalam
konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin B dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
52
4. Kuning metanil dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare,
panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Pada jangka panjang
dapat menyebabkan kanker kandung kemih (www.pom.go.id
/mobile/index.php/view/berita/139/BAHAN-BERBAHAYA-YANG-
DILARANG.html).
Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyakan pihak untuk
melakukan praktek penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk
pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah diperoleh di pasaran. Kedua,
harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan tersebut
menampakan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak menimbulkan
efek negatif seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut ralatif
terbatas, dan pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun temurun.
Tabel 2.
Batas Maksimum Pengawet, Pemanis, dan Cemaran Mikroba dalam
beberapa jenis pangan JAS.
Parameter Susu kedelai
(mg/l)
Minuman
merah
(mg/l)
Sirup
(mg/l)
Jelly
(mg/kg)
Natrium
Benzoat
600gr/l 600 600 1000
Sakarin2
80 mg/kg 500 500 100
Siklamat2
500 1000
1000 250
Cemaran
mikroba1
1. ALT
5.104
Kol/ml
2.102
Kol/ml
5.102
Kol/ml
104
kol/g
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
53
2. MPN
Coliform
8,8 kol/ml 20 kol/ml 20 kol/ml <3 kol/g
Sumber: Keputusan Dirjen POM No. 03726/B/SK/VII/89 tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan.
E. Tinjauan Tentang Penyelesaian Sengketa Konsumen
Sengketa konsumen adalah suatu sengketa yang salah satu pihaknya
haruslah konsumen. Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
mengatur hal ini dalam Pasal 45 bab X. Sengketa konsumen dapat
diselesaikan melalui pengadilan ataupun di luar pengadilan berdasarkan
pilihan sukarela dari para pihak. Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 46
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
antara lain:
a. Adanya kerugian yang diderita oleh konsumen,
b. Gugatan yang dilakukan terhadap pelaku usaha,
c. Dilakukan melalui pengadilan.
Ketentuan Pasal 45 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen, terdapat dua pilihan yaitu:
1. Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha, atau
2. Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Ketentuan Pasal 45 Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak
menunjuk langsung Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, disamping
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, dalam hal ini
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
54
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Penunjukan
peradilan umum kiranya mudah dimengerti yaitu untuk membedakan jenis
peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
Penunjukan peradilan umum ini, erat kaitannya dengan substansi Pasal 48
Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tentang penyelesaian
sengketa melalui pengadilan.
Ketentuan Pasal 45 Ayat 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen
tersebut diatas adalah penunjukan “lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha”. Ketentuan ini kurang jelas
“lembaga” penyelesaian sengketa mana yang dimaksud. Apabila yang
dimaksud adalah khusus tertuju pada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen yang diatur dalam UUPK, maka mengapa Undang-undang tidak
menunjuk langsung kepada badan ini.
Agar ketentuan tersebut tidak membingungkan, maka sebaiknya disebut
secara langsung setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat Pelaku
usaha melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau melalui
peradilan dalam lingkungan peradilan umum.
Lembaga penyelesaian sengketa lainnya kecuali peradilan umum tidak
dimungkinkan menangani sengketa konsumen dan pelaku usaha, padahal
terdapat lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang sejenis yang yang juga
sejak awal pembentukannya dimaksudkan untuk menangani sengketa
konsumen dan pelaku usaha sekalipun menggunakan istilah lain. Lembaga
yang dimaksudkan adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
55
Dengan melalui ketentuan dalam Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang
Perlindungan Konsumen ini, dapat dikatakan eksistansi Badan Arbitrase
Muamalat Indoneseia (BAMUI) menjadi tidak mempunyai apa-apa, padahal
bila ditelusuri sejarah pembentukan BAMUI, tampak badan ini telah susah
payah diupayakan oleh Majelis Ulama Indonesia. BAMUI sengaja dibentuk
untuk menyelesaikan sengketa dalam bidang perdagangan, industri,
keuangan, jasa, dan lain-lain di lingkungan Bank Muamalat Indonesia, Badan
Perkreditan Rakyat berdasarkan Syariat (BPRS), Asuransi Takaful dan
masyarakat islam yang sehri-harinya menggunakan aturan hukum islam.
(Abdul Rahman Saleh, 1994: 14)
Sehubungan dengan eksistensi BAMUI tersebut, Abdul Rahman Saleh
mengatakan bahwa praktek pada PT. Muamalat Indonesia sendiri telah
mencantumkan standar kalusula arbitrase BAMUI yaitu: Arbitrase adalah
suatu sengketa yang timbul dari dan/atau dengan cara apapun yang ada
hubungannya dengan perjanjian ini yang tidak dapat diselesaikan secara
damai (Abdul Rahman Saleh: 1994: 15).
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak boleh menghilangkan
tanggung jawab pidana sebagaimana diatur Pasal 45 Ayat (3). Hal ini
disebabkan karena penyelesaian diluar pengadilan adalah bersifat perdata,
sehingga Undang-undang mengatur bahwa penyelesaian sengketa di luar
pengadilan tidak menjadi alasan untuk menghilangkan tanggung jawab
pidana yang diduga dilakukan oleh pelaku usaha. Upaya ini dilakukan untuk
menghindari digunakannya penyelesaian diluar pengadilan sebagai sarana
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
56
untuk menghindarkan pelaku usaha dari tanggung jawab pidana. Pasal 62
Ayat (3) mengatur bahwa tanggung jawab pidana yang harus
dipertanggungjawabkan oleh pelaku usaha, diperiksa dan diselesaikan
menurut ketentuan pidana yang berlaku ( Adrian Sutedi, 2008: 22-23).
Menurut Pasal 45 Ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa “Penyelesaian sengketa
konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”. Penyelesaian
sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada Ayat tersebut tidak menutup
kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada
setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua
belah pihak YANG BERSENGKETA (Sutarman Yodo, 2004: 224).
Ketentuan Pasal 46 Ayat (2) menempatkan seolah Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen dan lembaga-lembaga peradilan lainnya yang berada
diluar pengadilan lainnya yang berada di luar peradilan umum seperti Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atau Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI) sebagai lembaga peradilan yang berada di bawah
lembaga peradilan umum, padahal keduanya berada dalam sisi yang berbeda.
Terlepas dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang
dibentuk atau diadakan oleh negara, namun menurut Soebekti, peradilan
umum adalah lembaga peadilan yang diadakan oleh negara, semantara
arbitrase adalah peradilan di luar pengadilan atau disebut sebagai peradilan
swasta.
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017
57
Walaupun terdapat banyak kelemahan sebagaimana diuraikan di atas,
Undang-undang Perlindungan Konsumen khususnya Pasal 46 ini
memperlihatkan kemajuan berkenaan dengan adanya pengaturan class action.
Class action dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu suatu
prosedur hukum yang memungkinkan banyak orang bergabung untuk
menuntut ganti kerugian atau kompensasi lainnya di dalam suatu gugatan
(Sothi Raschagan, 1993: 207).
Sebagai realisasi dari ketentuan Pasal 49 Ayat (1) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan upaya untuk
mempermudah konsumen dalam memperoleh hak-haknya apabila haknya
dilanggar ataupun dirugikan oleh pelaku usaha maka pemerintah mendirikan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Tugas dan wewenang
BPSK meliputi melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa
konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.
Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang
dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersengkata, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK. Putusan yang
dikeluarkan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan
dikabulkan. Dalam gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan
kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, berupa pemenuhan ganti
rugi dan/ atau sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak
Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah) (Adrian Sutedi, 2008: 23-25).
Perlindungan Hukum Konsumen..., Cenda Shelma Tania, Fakultas Hukum UMP, 2017