bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/bab ii_nadia wahyu... ·...

21
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter” yang diteliti oleh Yarza L.H et al, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter, tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan kepemilikan asuransi kesehatan dengan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. Metode yang digunakan sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan metode cross sectional study analytic. Namun untuk variabel penelitian berbeda pada penelitian tersebut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yarza L.H et al variabel bebasnya yaitu tingkat pengetahuan, sikap dan kepemilikan asuransi. Untuk variabel terikatnya yaitu penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. Pada penelitian yang akan saya lakukan untuk variabel bebasnya yaitu tingkat pengetahuan dan pendidikan sedangkan variabel terikatnya yaitu rasionalitas penggunaan antibiotik. Lokasi penelitian yang dilakukan oleh Yarza L.H et al di kampung Seberang Pebayan RW IV kelurahan Batang Arau Padang Selatan. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan yaitu di wilayah kabupaten Banyumas. B. Landasan Teori 1. Antibiotik a. Definisi Antibiotik Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Raharja, 2007). Obat antimikroba yang ideal memperlihatkan toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa obat ini merugikan parasit tanpa merugikan inang. Dalam banyak hal, toksisitas selektif bersifat relatif daripada absolut, berarti bahwa Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Upload: lamminh

Post on 18-Aug-2018

228 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Pada penelitian sebelumnya dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan

dan Sikap dengan Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter” yang diteliti oleh

Yarza L.H et al, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

sikap dengan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter, tetapi tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan kepemilikan asuransi

kesehatan dengan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. Metode yang

digunakan sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan metode

cross sectional study analytic. Namun untuk variabel penelitian berbeda pada

penelitian tersebut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yarza L.H et al variabel

bebasnya yaitu tingkat pengetahuan, sikap dan kepemilikan asuransi. Untuk

variabel terikatnya yaitu penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. Pada

penelitian yang akan saya lakukan untuk variabel bebasnya yaitu tingkat

pengetahuan dan pendidikan sedangkan variabel terikatnya yaitu rasionalitas

penggunaan antibiotik. Lokasi penelitian yang dilakukan oleh Yarza L.H et al di

kampung Seberang Pebayan RW IV kelurahan Batang Arau Padang Selatan.

Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan yaitu di wilayah kabupaten

Banyumas.

B. Landasan Teori

1. Antibiotik

a. Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Raharja, 2007).

Obat antimikroba yang ideal memperlihatkan toksisitas selektif. Istilah ini

berarti bahwa obat ini merugikan parasit tanpa merugikan inang. Dalam

banyak hal, toksisitas selektif bersifat relatif daripada absolut, berarti bahwa

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

5

suatu obat dapat merusak parasit dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi

oleh inang (Katzung, 1994).

b. Penggolongan Antibiotik

Berdasarkan spektrum atau kisaran terjadinya, antibiotik dapat dibedakan

menjadi dua kelompok yaitu (Pratiwi, 2008):

1) Antibiotik berspektrum sempit (narrow spektrum), yaitu antibiotik yang

hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya

hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negatif saja.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, streptomisin,

neomisin, basitrasin.

2) Antibiotik berspektrum luas (broad spektrum), yaitu antibiotik yang

dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif

maupun negatif. Yang termasuk golongan ini yaitu tetrasiklin dan

derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenem dan lain-

lain.

Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

1) Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-

laktam (Penisilin, Sefalosporin, Monobaktam, Karbapenem, Inhibitor

Beta-Laktamase), Basitrasin, dan Vankomisin.

2) Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya

Aminoglikosida, Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida (Eritromisin,

Azitromisin, Klaritromisin), Klindamisin, Mupirosin, dan Spektinomisin.

3) Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolism folat, misalnya

Trimetoprim dan Sulfonamid.

4) Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya

Kuinolon, Nitrofurantoin (Permenkes, 2011).

Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes,

2011):

1) Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri :

a) Penicillin

Penicillin merupakan anti bakterial pertama yang digunakan untuk

terapi (sweetman, 2009) dan termasuk dalam kelas beta-laktam. Semua

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

6

obat golongan penicillin memiliki struktur cincin kimia yang sama dan

asam mono-basic yang terbentuk dari garam dan ester. Contoh antibiotik

penicillin adalah Mericillin, Ampicillin, Amoksilin, Carbenicillin,

Tenocillin, dan Mecillinam (Sweetman, 2009).

b) Sefalosporin

Sefalosporin adalah antibakterial semi sintesis yang berasal dari

antibakterial alami yaitu Cephalosporium acremonium. Golongan ini

bersifat bakterisida dan menghambat sintesis dari dinding sel, sama

seperti penicillin. Sefalosporin terbagi menjadi empat generasi. Generasi

pertama adalah Cefalotin; generasi kedua adalah Cefamandole,

Cefonicid, Ceforamide, dan Ceoftiam; generasi ketiga adalah

Cefotaxime, Cefixime, Ceftazidime, Cefoperazone, dan Cefpiramide; dan

generasi keempat adalah Cefepime, Cefpirome, Ceftobiprole. Selain itu

juga terdapat golongan semi sintesis dari sefalosporin yaitu Cephamycin

(Sweetman, 2009).

c) Karbapenem

Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai

aktivitas antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam

lainnya. Yang termasuk karbapenem adalah Imipenem, Meropenem dan

Doripenem. Spektrum aktivitas: Menghambat sebagian besar Gram-

positif, Gram-negatif, dan anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap

beta-laktamase. Efek samping: paling sering adalah mual dan muntah,

dan kejang pada dosis tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP

atau dengan insufisiensi ginjal. Meropenem dan doripenem mempunyai

efikasi serupa imipenem, tetapi lebih jarang menyebabkan kejang.

d) Basitrasin

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida,

yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif,

Neisseria, H.influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat

ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak

untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada

beberapa sediaan, sering di kombinasi dengan neomisin dan atau

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

7

polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi

sistemik.

e) Vankomisin

Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif

terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk

infeksi yang disebabkan oleh S.aureus yang resisten terhadap metisilin

(MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria resisten terhadap

vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena, dengan waktu paruh

sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam,

flushing dan hipotensi (pada infuse cepat), serta gangguan pendengaran

dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.

2) Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein:

a) Aminoglikosida

Spektrum aktivitas: Obat golongan ini menghambat bakteri aerob

Gram-negatif. Obat ini mempunyai indeks terapi sempit, dengan

toksisitas serius pada ginjal dan pendengaran, khususnya pada pasien

anak dan usia lanjut. Efek samping: Toksisitas ginjal, ototoksisitas

(auditorik maupun vestibular), blockade neuro muscular (lebih jarang).

b) Tetrasiklin

Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Tetrasiklin,

Doksisiklin, Oksitetrasiklin, Minosiklin, dan Klortetrasiklin. Antibiotik

golongan ini mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai

bakteri Gram-positif, Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun

anaerob, serta mikroorganisme lain seperti Ricketsia, Mikoplasma,

Klamidia, dan beberapa spesies mikobakteria.

c) Kloramfenikol

Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat

bakteri Gram-positif dan negatif aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia,

dan Mikoplasma. Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan

berikatan pada subu nitribosom 50S. Efek samping: supresi sumsum

tulang, grey baby syndrome, neuritisoptik pada anak, pertumbuhan

kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

8

d) Makrolida (Eritromisin, Azitromisin, Klaritromisin, Roksitromisin)

Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat

menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian

besar Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin

dapat menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat

menghambat H.influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar.

Keduanya juga aktif terhadap H.pylori. Makrolida mempengaruhi sintesis

protein bakteri dengan cara berikatan dengan subunit 50s ribosom

bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida.

(1) Eritromisin

Eritromisin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh

asam, sehingga pada pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan

salut enterik. Eritromisin dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan

pada dewasa karena akan menimbulkan liver injury.

(2) Azitromisin

Azitromosin lebih stabil terhadap asam jika di banding

eritromisin. Sekitar 37% dosis diabsorpsi, dan semakin menurun

dengan adanya makanan. Obat ini dapat meningkatkan kadar SGOT

(Serum Glutamic Oxaloacetic ) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic

Transaminase pada hati.

(3) Klaritromisin

Absorpsi klaritromisin peroral 55% dan meningkat jika diberikan

bersama makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel

fagosit dan jaringan lunak. Metabolit klaritromisin mempunyai

aktivitas antibakteri lebih besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat

diekskresi melalui urin, dan sisanya melalui feses.

(4) Roksitromisin

Roksitromisin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan

aktivitas yang lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini

diberikan dua kali sehari. Roksitromisin adalah antibiotik makrolida

semi sintetik. Obat ini memiliki komposisi, struktur kimia dan

mekanisme kerja yang sangat mirip dengan eritromisin, azitromisin

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

9

atau klaritromisin. Roksitromisin mempunyai spektrum antibiotik

yang mirip eritromisin, namun lebih efektif melawan bakteri gram

negatif tertentu seperti Legionella pneumophila. Antibiotik ini dapat

digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas, saluran urin dan

jaringan lunak.

Roksitromisin hanya di metabolisme sebagian, lebih dari separuh

senyawa induk diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah

diidentifikasi di urin dan feses, metabolit utama adalah

deskladinosaroksitromisin, dengan N-mono dan N-di-demetil

roksitromisin sebagai metabolit minor. Roksitromisin dan ketiga

metabolitnya terdapat di urin dan feses dalam persentase yang hampir

sama. Efek samping yang paling sering terjadi adalah efek pada

saluran cerna: diare, mual, nyeri abdomen dan muntah. Efek samping

yang lebih jarang termasuk sakit kepala, ruam, nilai fungsi hati yang

tidak normal dan gangguan pada indra penciuman dan pengecap.

3) Obat anti metabolit yang menghambat enzim-enzim esensial dalam

metabolisme folat:

Sulfonamid dan Trimetoprim Sulfonamid bersifat bakteriostatik.

Trimetropim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat

sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P.aeruginosa dan Neressia sp.

Kombinasi ini menghambat S.aureus, Staphylococcus koagulase negatif,

Streptococcus hemoliticus, H.influenzae, Neisseria sp, bakteri Gram-negatif

aerob (E.coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella Shigella, Yersinia,

P.carinii.

4) Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat :

a) Kuinolon

Kuinolon merupakan antibakteri sintesis yang digunakan untuk

menyaingi penggunaan antibakteri golongan beta-laktam dan makrolida

dalam terapi. Kuinolon memiliki sifat spektrum antibakteri untuk

melawan bakteri gram positif, gram negatif, dan patogen mikrobakterial

anaerob.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

10

Kuinolon mengalami perkembangan dan perubahan sehingga saat

ini sudah banyak agen kuinolon yang baru seperti asam nalidiksat (NA)

dan nofloxacin (NLX) (Takashasi, 2003). Terdapat empat golongan

obat didalam kelompok kuinolon. Kelompok I adalah Norloxacin,

kelompok II adalah Enoxacin, Ofloxacin, dan Ciprofloxacin, kelompok

III adalah Levofloxacin, dan kelompok IV adalah Moxifloxacin (Frank,

2012).

b) Nitrofuran

Nitrofuran meliputi nitro furantoin, furazolidin, dan nitrofurazon.

Absorpsi melalui saluran cerna 94% dan tidak berubah dengan adanya

makanan. Nitrofuran bisa menghambat Gram-positif dan negatif,

termasuk E.coli, Staphylococcus sp, Klebsiella sp, Enterococcus sp,

Neisseria sp, Salmonella sp, Shigella sp, dan Proteus sp.

Berdasarkan struktur kimianya antibiotika dibagi menjadi 4 kelompok,

yaitu:

1) Antibiotika β-laktam dan penghambat sintesis dinding sel lainnya

contohnya adalah Penicillin, Cephalosporin, obat-obat β-laktam

(Monobaktam, Inhibitor Beta-laktamase dan Karbapenem) dan

penghambat sintesis dinding sel yang lain (Vancomycin, Teicoplanin,

Fosfomycin, Bacitracin, dan Cycloserine).

2) Chloramphenicol, Tetracycline, Macrolides, Clindamycin dan

Streptogramin. Golongan antibiotik ini bekerja sebagai penghambat

sintesis protein pada tingkat ribosom. Chloramphenicol, macrolides,

clindamycin dan streptogramin mengikat diri pada situs-situs terdekat

pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S.

3) Aminoglycoside dan Spectinomycin

Aminoglycoside adalah golongan antibiotik bakteriosida yang memiliki

sifat-sifat kimiawi, antimikroba, farmaologis dan toksik yang

karakteristik. Golongan ini meliputi Streptomycin, Neomycin,

Kanamycin, Amikacin, Gentamicin, Tobramycin, Sisomicin, Netilmicin

dan sebagainnya.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

11

4) Sulfonamide, Trimethoprim, dan Quinolone

Sulfonamide merupakan analog struktural PABA yang dapat

menghambat dihydroperoate synthase secara kompetitif, dengan cara

menyekat sintesis asam folat secara reversibel. Contohnya Sulfasitin,

Sulfamethoksazole, Sulfisoksazole, Sulfadizine, Sulfapiridin,

Sulfadoxine dan golongan Pirimidin.

c. Resistensi antibiotik

Manfaat penggunaan antibiotik tidak perlu diragukan lagi, akan tetapi

penggunaan antibiotik yang berlebihan akan segera diikuti dengan munculnya

kuman kebal antibiotik, sehingga manfaatnya akan berkurang. Infeksi oleh

kuman kebal terhadap berbagai antibiotik akan menyebabkan meningkatknya

angka kesakitan dan angka kematian, sehingga diperlukan antibiotik pilihan

ke dua atau bahkan pilihan ketiga, dimana efektifitasnya lebih kecil dan

kemungkinan mempunyai efek samping lebih banyak serta biaya yang lebih

mahal dibanding dengan pengobatan standar (Hadi, 2008).

Bakteri dikatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat

oleh antibiotika pada kadar maksimum yang dapat ditolerir oleh pejamu.

Munculnya resistensi disebabkan karena penggunaan antibiotik yang tidak

rasional dan tidak hati-hati pada keadaan yang mungkin dapat sembuh tanpa

pengobatan atau pada keadaan yang tidak membutuhkan antibiotik (Mycek,

2001). Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan

antibiotik yang salah, dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu

sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat

(WHO, 2012).

1) Penyebab Resistensi Antibiotik

Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan

penggunaan antibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya

mikroorganisme resisten. Contohnya, pada pasien yang tidak

mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan oleh dokternya, atau

ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk. Adapun faktor-faktor lain

yang dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah:

a) Kelemahan atau ketiadaan system monitoring dan surveilans

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

12

b) Ketidakmampuan sistem untuk mengontrol kualitas suplai obat

c) Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat

d) Buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakti

e) Kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan

2) Mekanisme Resistensi Antibiotik

Agar efektif, antibiotik harus mencapai target dalam bentuk aktif,

mengikat target, dan melakukan fungsinya sesuai dengan mekanisme

kerja antibiotik tersebut. Resistensi bakteri terhadap agen antimikroba

disebabkan oleh tiga mekanisme umum, yaitu: obat tidak mencapai

target, obat tidak aktif, atau target tempat antibiotik bekerja diubah.

a) Kegagalan obat untuk mencapai target. Membran luar bakteri gram

negatif adalah penghalang yang dapat menghalangi molekul polar

besar untuk masuk ke dalam sel bakteri. Molekul polar kecil,

termasuk seperti kebanyakan antimikroba, masuk ke dalam sel

melalui saluran protein yang disebut porin. Ketiadaan, mutasi, atau

kehilangan Porin dapat memperlambat masuknya obat ke dalam sel

atau sama sekali mencegah obat untuk masuk ke dalam sel, yang

secara efektif mengurangi konsentrasi obat di situs aktif obat. Jika

target kerja obat terletak di intraseluler dan obat memerlukan transpor

aktif untuk melintasi membran sel, resistensi dapat terjadi dari mutasi

yang menghambat mekanisme transportasi obat tersebut. Sebagai

contoh, gentamisin, yang target kerjanya ribosom, secara aktif

diangkut melintasi membran sel dengan menggunakan energi yang

disediakan oleh gradien elektrokimia membran sel bakteri. Gradien

ini dihasilkan oleh enzim–enzim pernapasan aerob bakteri. Sebuah

mutasi dalam jalur ini atau kondisi anaerob dapat memperlambat

masuknya gentamisin ke dalam sel, mengakibatkan resistensi.

b) Inaktivasi obat. Resistensi bakteri terhadap aminoglikosida dan

antibiotik beta laktam biasanya hasil dari produksi enzim yang

memodifikasi atau merusak antibiotik. Variasi dari mekanisme ini

adalah kegagalan bakteri untuk mengaktifkan prodrug yang secara

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

13

umum merupakan hal yang mendasari resistensi M.tuberculosis

terhadap isoniazid.

c) Perubahan target kerja antibiotik

Hal ini mencakup mutasi dari target alami (misalnya, resistensi

fluorokuinolon), modifikasi dari target kerja (misalnya, perlindungan

ribosom dari makrolida dan tetrasiklin), atau akuisisi bentuk resisten

dari target yang rentan (misalnya, resistensi stafilokokus terhadap

metisilin yang disebabkan oleh produksi varian Peniccilin Binding

Protein yang berafinitas lemah).

3) Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik

Konsekuensi yang ditimbulkan akibat adanya resistensi antibiotik

yang paling utama adalah peningkatan jumlah bakteri yang mengalami

resistensi terhadap pengobatan lini pertama. Konsekuensi ini akan

semakin memberat. Dari konsekuensi tersebut, maka akibatnya adalah

penyakit pasien akan lebih memanjang, sehingga risiko komplikasi dan

kematian juga akan meningkat. Ketidakmampuan antibiotik dalam

mengobati infeksi ini akan terjadi dalam periode waktu yang cukup

panjang dimana, selama itu pula, orang yang sedang mengalami infeksi

tersebut dapat menularkan infeksinya ke orang lain, dengan bagitu,

bakteri akan semakin menyebar luas. Karena kegagalan pengobatan lini

pertama ini, dokter akan terpaksa memberikan peresepan terhadap

antibiotik yang lebih poten dengan harga yang lebih tinggi serta efek

samping yang lebih banyak. Banyak factor yang seharusnya dapat

menjadi pertimbangan karena resistensi antimicrobial ini. Dapat

disimpulkan, resistensi dapat mengakibatkan banyak hal, termasuk

peningkatan biaya terkait dengan lamanya kesembuhan penyakit, biaya

dan waktu yang terbuang untuk menunggu hasil uji laboratorium

tambahan, serta masalah dalam pengobatan dan hospitalisasi (Beuke

C.C., 2011).

d. Hipersensitivitas antibiotik

Hipersensitivitas antibiotik merupakan suatu keadaan yang mungkin

dijumpai pada penggunaan antibiotik, antara lain berupa pruritus-urtikaria

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

14

hingga reaksi anafilaksis. Profesi medik wajib mewaspadai kemungkinan

terjadi kerentanan terhadap antibiotik yang digunakan pada penderita.

Anafilaksis jarang terjadi tetapi bila terjadi dapat berakibat fatal. Dua pertiga

kematian akibat anafilaksis umumnya terjadi karena obstruksi saluran napas.

Jenis hipersensitivitas akibat antibiotik:

1) Hipersensitivitas tipe cepat

Keadaan ini juga dikenal sebagai immediate hypersensitivity. Gambaran

klinik ditandai oleh sesak napas karena kejang di laring dan bronkus,

urtikaria, angioedema, hipotensi dan kehilangan kesadaran. Reaksi ini dapat

terjadi beberapa menit setelah suntikan penisilin.

2) Hipersensitivitas perantara antibodi (antibody mediated type II

hypersensitivity)

Manifestasi klinis pada umumnya berupa kelainan darah seperti anemia

hemolitik, trombositopenia, eosinofilia, granulositopenia. Tipe reaksi ini juga

dikenal sebagai reaksi sitotoksik. Sebagai contoh, kloramfenikol dapat

menyebabkan granulositopeni, obat beta-laktam dapat menyebabkan anemia

hemolitikautoimun, sedangkan penisilin anti pseudomonas dosis tinggi dapat

menyebabkan gangguan pada agregasi trombosit.

3) Immune hypersensivity - complex mediated (tipe III)

Manifestasi klinis dari hipersensitivitas tipe III ini dapat berupa eritema,

urtikaria dan angioedema. Dapat disertai demam, artralgia dan adenopati.

Gejala dapat timbul 1-3 minggu setelah pemberian obat pertama kali, bila

sudah pernah reaksi dapat timbul dalam 5 hari. Gangguan seperti SLE,

neuritisoptik, glomerulonefritis, dan vaskulitis juga termasuk dalam

kelompok ini.

4) Delayed Type Hypersensitivity

Hipersensitivitas tipe ini terjadi pada pemakaian obat topikal jangka lama

seperti sulfa atau penisilin dan dikenal sebagai kontak dermatitis. Reaksi paru

seperti sesak, batuk dan efusi dapat disebabkan nitrofurantoin. Hepatitis

(karena isoniazid), nefritis interstisial (karena antibiotik beta-laktam) dan

ensefalopati (karena klaritromisin) yang reversibel pernah dilaporkan.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

15

e. Interaksi Antibiotik

Pada sebagian antibiotik, susu dapat menganggu penyerapannya. Susu

dan sebagian antibiotik dapat mengakibatkan terbentuknya khelatasi sehingga

dapat menurunkan kadar dan efektifitas antibiotik dalam tubuh. Jadi,

antibiotik tidak perlu selalu digunakan dengan susu. Selain itu alkohol juga

dapat berinteraksi dengan antibiotik dengan mengganggu absorbsi dan

metabolisme di gastrointestinal. Seperti pada eritromycin, alkohol dapat

menaikkan pengosongan lambung, dan pada isoniazid dapat mengakibatkan

gangguan hepar (Weathermon, 1999).

f. Prinsip penggunaan antibiotik yang bijak

Resistensi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui

penggunaan antibiotik yang bijak sehingga dapat mencegah munculnya

resistensi antimikroba dan menghemat penggunaan antibiotik yang pada

akhirnya akan mengurangi beban biaya perawatan pasien, mempersingkat

lama perawatan, penghematan bagi rumah sakit serta meningkatkan kualitas

pelayanan rumah sakit (Permenkes, 2011).

Prinsip dalam penggunaan antibiotik yang bijak antara lain sebagai

berikut :

1) Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan

spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat,

interval dan lama pemberian yang tepat.

2) Kebijakan penggunaan antibiotik ditandai dengan pembatasan

penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini

pertama.

3) Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan

pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara

terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan

antibiotik tertentu (reverse antibiotic).

4) Indikasi ketat penggunaan dimulai dengan menegaskan diagnosis

penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan

laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

16

Antibiotik tidak diberikan pada penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-

limited).

5) Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada:

a) Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola

kepekaan kuman terhadap antibiotik

b) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab

infeksi

c) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik

d) Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil

mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat

e) Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan

aman.

Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan

langkah sebagai berikut (Kemenkes, 2011):

1) Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan

antibiotik secara bijak.

2) Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan

penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi, dan

mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit

infeksi.

3) Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang

infeksi.

4) Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim

(team work).

5) Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik

secara bijak yang bersifat multi disiplin.

6) Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan

berkesinambungan.

7) Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara

lebih rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya dan masyarakat.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

17

g. Faktor-faktor penyebab berkembangnya resistensi antibiotik

Fenomena resistensi antibiotik yang terjadi secara alamiah dan

berkembang dengan sendirinya. Perilaku manusia sedikit banyak membantu

proses peningkatan dan penyebaran resistensi antibiotik. Tahun 2013 WHO

(World Health Organization) mengeluarkan faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan berkembangnya resistensi antibiotik. Faktor-faktornya adalah

sebagai berikut :

1) Kurangnya respon yang komprehensif dan terkoordinasi.

2) Lemah atau tidak adanya sistem pengawasan akan resistensi

antimikroba.

3) Sistem yang tidak memadai untuk memastikan kualitas dan gangguan

pasokan obat-obatan

4) Penggunaan yang tidak tepat akan penggunaan antimikroba

5) Miskinnya praktik pencegahan dan pengendalian infeksi

6) Kurangnya peralatan untuk diagnosa, pencegahan, dan terapi.

h. Perilaku penggunaan antibiotik

Perilaku penggunaan antibiotik merupakan suatu tindakan dalam upaya

mencari pengobatan dengan menggunakan antibiotik yang diperoleh dengan

bermacam cara dengan orang yang berkompeten (Tahir dalam Rizal, 2011).

Perilaku penggunaan antibiotik berkaitan dengan pemahaman dan

pengetahuan tentang penyakit yang diderita dan antibiotik yang sesuai untuk

penyakitnya tersebut. Acuan yang biasa digunakan untuk menilai perilaku

penggunaan antibiotik adalah seperti (Sutama dalam Rizal, 2011):

1) Tempat mendapatkan antibiotik

2) Penggunaan terakhir antibiotik

3) Intensitas pemakaian antibiotik

4) Pengetahuan tentang aturan pakai

5) Tindakan mengganti antibiotik

6) Efek samping antibiotik

7) Pengetahuan tentang resistensi antibiotik

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

18

2. Rasionalitas penggunaan obat

Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria

(Kemenkes, 2011) :

1) Tepat diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis

yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka

pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru

tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan

indikasi yang seharusnya.

2) Tepat indikasi penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik,

misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,

pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala

adanya infeksi bakteri.

3) Tepat pemilihan obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang

memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

4) Tepat dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap

efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat

yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya

efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin

tercapainya kadar terapi yang diharapkan.

5) Tepat cara pemberian

Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian

pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan

membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan

menurunkan efektivtasnya.

6) Tepat interval waktu pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan

praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

19

pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat

ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus

diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8

jam.

7) Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-

masing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat

adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid

adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama

dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

8) Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek

tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,

karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi

efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12

tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang

tumbuh.

9) Tepat penilaian kondisi pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih

jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida.

Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida

sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada

kelompok ini meningkat secara bermakna.

10) Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta

tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau

Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat

dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial

didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan

harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk

jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

20

CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi.

Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB.

11) Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat

penting dalam menunjang keberhasilan terapi.

12) Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah

dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika

pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.

13) Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai

penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep

dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas, apoteker

atau asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada

lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan

dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan

obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus

memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

14) Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan,

ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:

a) Jenis dan jumlah obat yang diberikan terlalu banyak

b) Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering

c) Jenis sediaan obat terlalu beragam

d) Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

e) Pasien tidak mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup

mengenai cara minum atau menggunakan obat

f) Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung),

atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin)

tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

21

3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting

dalam terbentuknya tindakan seseorang (Pulungan, 2010). Terdapat enam

tingkat pengetahuan yang dicakup dalam kognitif. Tingkatan tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Tahu (know)

Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

dan mampu mengingat kembali secara spesifik keseluruhan materi yang

dipelajari atau diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami adalah kemampuan yang menjelaskan secara benar suatu

objek dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar pula.

Seseorang yang sudah paham akan dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya apa yang ia ketahui.

c. Menerapkan (application)

Menerapkan adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan materi

yang dipelajari di kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjadikan materi atau objek ke

dalam komponen-komponen tapi masih dalam struktur organisasi dan masih

saling berkaitan.

e. Sintesa (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian

didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun suatu formula

baru ataupun yang sudah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan suatu penilaian terhadap

suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau dengan menggunakan yang telah ada.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

22

4. Pendidikan

a. Pengertian pendidikan

Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani

“Paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “Pais” yang

berarti “Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing”. Jadi

Paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya

membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam

bahasa Yunani disebut “Paedagogos”. Jika kata ini diartikan secara simbolis,

maka perbuatan membimbing seperti dikatakan di atas itu, merupakan inti

perbuatan mendidik yang tugasnya hanya untuk membimbing saja, dan

kemudian pada suatu saat ia harus melepaskan anak itu kembali (ke dalam

masyarakat). Dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu adalah pengaruh,

bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggungjawab

kepada anak didik (Hadi A.S, 2008).

b. Pendidikan sebagai suatu sistem

Sistem adalah kesatuan fungsional dari komponen-komponen yang

terdapat di dalamnya, yang saling bergantung dan berguna untuk mencapai

tujuan. Dengan demikian apabila salah satu komponen tidak berfungsi, maka

yang lainnya tidak berfungsi.

Pendidikan sebagai suatu sistem, juga memliki komponen-komponen

yang saling berinteraksi, saling tergantung dalam kesatuan fungsional.

Komponen-komponen itu antara lain: pendidik, anak didik, materi

pendidikan, metode-metode pendidikan, lingkungan pendidikan, alat

pendidikan, tujuan pendidikan dan sebagainya.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

23

C. Kerangka Konsep

Penelitian ini menganalisis pengaruh antara variabel bebas yang dalam

penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan pendidikan kader PKK (Pembinaan

Kesejahteraan Keluarga) di wilayah kabupaten Banyumas khususnya pada tingkat

kecamatan terhadap variabel terikat yaitu Rasionalitas penggunaan antibiotik.

Gambar 2.1. Kerangka konsep

D. Hipotesis

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yarza L.H et al, hasil uji statistik

Chi Square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

tingkat pengetahuan dan kepemilikan asuransi kesehatan dengan penggunaan

antibiotik tanpa resep dokter. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan

oleh Toraya A.N et al hasil uji Chi Square menunjukkan tidak terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan tingkat

pengetahuan mengenai penggunaan antibiotik di desa Sekarwangi kabupaten

Bandung. Sehingga hipotesis operasionalnya:

Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik

1. Pengertian antibiotik

2. Resistensi antibiotik

3. Sifat farmakokinetik dan

farmakodinamik antibiotik

4. Interaksi dan efek samping

antibiotik

5. Prinsip penggunaan antibiotik yang

bijak

Tingkat Pendidikan

1. Tidak tamat SD

2. SD (Sekolah Dasar)

3. SMP (Sekolah Menengah Pertama)

4. SMA (Sekolah Menengah Atas)

5. Perguruan Tinggi

Rasionalitas penggunaan

Antibiotik:

1. Ketepatan indikasi

2. Ketepatan obat

3. Ketepatan pasien

4. Ketepatan dosis dan

cara pemakaian

5. Kewaspadaan

terhadap efek

samping

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2886/3/BAB II_NADIA WAHYU... · Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Permenkes, ... obat golongan

24

Ho : berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat

pendidikan dan pengetahuan terhadap rasionalitas penggunaan

antibiotik.

H1 : berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan

dan pengetahuan terhadap rasionalitas penggunaan antibiotik.

Hubungan Antara Tingkat…, Nadia Wahyu Pangestika, Fakultas Farmasi UMP, 2017