bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Parkir
Keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan
ditinggalkan pengemudinya (Pusdiklat Litbang Departemen Perhubungan,
2005: UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Merujuk pada Suwardjoko Warpani, Semua kendaraan tidak mungkin
bergerak terus, pada suatu saat ia harus berhenti untuk sementara waktu
(menurunkan muatan) atau berhenti cukup lama yang disebut parkir
(Warpani, 2002). Berbeda lagi dengan “Stop” atau “Berhenti”. Dimana
pengartian stop adalah berhentinya suatu kendaraan dalam keadaan
menurunkan muatan (misal penumpang) dalam waktu singkat dengan
keadaan mesin kendaraan masih hidup. Apabila kendaraan berhenti/stop
dengan waktu yang cukup lama dan keadaan mesin kendaraan mati kemudian
sang pengendara meninggalkan kendaraan itu diartikan parkir, bukan
berhenti/stop.
On Street Parking dan Off Street Parking adalah pembagian jenis dari
parkir sendiri. On Street Parking (parkir dibadan jalan) dan Off Street
Parking (parkir di luar badan jalan). Parkir dibadan jalan ini menguntungkan
bagi pengendara/pengunjung yang mengingikan parkir dekat dengan tempat
tujuan. Sementara parkir liar di badan jalan, adalah fasilitas parkir yang
berada diluar jalan, yang disediakan khusus untuk tempat parkir.
Illegal parking, atau parkir yang tidak sah secara aturan. Parkir jenis ini
merupakan parkir yang muncul secara mendadak dan tidak dalam
pengelolaan pemerintah serta uang hasil parkir tidak masuk kedalam PAD
(Pendapatan Asli Daerah)(Setya, 2013: Harmoko, 2014). Sementara itu juru
parkir tidak memiliki kartu tanda anggota, dan tidak terdaftar dalam unit
pengelolaan parkir resmi, dan bermodalkan pengalaman secara pribadi.
8
1.2 Kebijakan Publik
Dalam mengadakan penelitian implementasi kebijakan publik terlebih
dahulu memahami tentang kebijakan. Pendefinisian mengenai kebijakan
diperlukan agar kita dapat menjaga kejelasan pemikiran kita dalam
pembahasan selanjutnya. Kebijakan adalah salah satu konsep dalam ilmu
politik (Miriam, 2009: 2). Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan
keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam
usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya,
pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk
melaksanakan. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan suatu konsep
yang komplek karena melibatkan banyak alur proses. Tahap penilaian
kebijakan seperti yang tercantum dalam bagan ini, bukan termasuk proses
akhir dari kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap
perubahan kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan. Di dalam
setiap proses terdapat tahap-tahap kebijakan publik.
“Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang
kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk
keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau
kantor pemerintah” (Dunn, 2003:132).
Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan
adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu dengan yang
lainnya, dimana didalamnya keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan.
Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.
Suatu kebijakan apabila telah dibuat, maka harus diimplementasikan untuk
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya
finansial dan manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai
mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan
kebijakan itu sendiri.
9
Bagan 1 .1
Tahap – Tahap Kebijakan Publik
Penyusunan Agenda
Perumusan masalah
Formulasi Kebijakan
Membentuk beberapa alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah dengan
cara
paling baik, yaitu meminimalisir kendala / penolakan kebijakan
Adopsi Kebijakan
Menawarkan beberapa alternatif kebijakan dan hanya satu kebijakan
terbaik yang diterima mayoritas dukungan
Implementasi Kebijakan
Pemantauan hasil dan dampak yang diperoleh dari kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Kesimpulan dari tahap evaluasi, apakah sesuai kebijakan dengan fakta
yang ada atau malah perlu adanya pembenahan atau pergantian
kebijakan karena tidak lagi relevan dengan fakta yang ada
William Dunn memahami analisis kebijakan sebagai suatu proses ilmu
penelitian. Dalam hal ini menganalisis suatu kebijakan merupakan usaha untuk
dapat merekomendasikan kebijakan. Usaha ini bermula dari penyajian secara
cermat informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan. Informasi ini
oleh analis kemudian digunakan unluk membuat informasi tentang altematif-
10
alternatif kebijakan. Begitu seterusnya, sehingga akivitas ini merupakan
suatusiklus. Sedangkan siklus kebijakaan menurut Dunn adalah sebagai
berikut:
Gambar 1
Siklus Kebijakan Menurut Dunn
Sumber: Dunn (2003:21)
Berdasarkan uraian-uraian diatas mempunyai satu arti, bahwa semua
kebijakan pasti mengandungsuatu unsur pengawasan. Teknik pengawasan
kebijakan-kebijakan tersebut benar-benar diimplementasikan sehingga
kebijakan tersebut benar-benar dapat dioperasionalkan.
1.3 Implementasi Kebijakan
Implementasi dalam KBBI adalah pelaksanan atau penerapan. Menurut
Van Metter dan Van Horn (dalam Riant Nugroho, 2015:219) mengembangkan
model implementasi kebijakan klasik. Model ini mengasumsikan bahwa
implementasi bekerja sejalan dengan proses kebijakan. Beberapa variabel
kritis implementasi kebijakan adalah sumber daya dan tujuan standar, yang
mendorong ke komunikasi antar organisasi dan penegak aktivitas, karkteristik
badan-badan yang mengimplementasi yang dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi, kondisi sosial, dan kondisi politik, yang pada gilirannya
membangkitkan watak pengimplementasi agar dapat mencapai kinerja
kebijakan.
11
Dunn mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan
menyebutnya implementasi kebijakan (policy implementation) adalah
pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu
(Dunn, 2003:132).Terdapat beberapa teori dari beberapa ahli mengenai
implementasi kebijakan. Teori George C. Edward Edward III (dalam
Subarsono, 2011: 90-92) berpandangan bahwa implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:
a) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan
agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang
menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok
sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
b) Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas
dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya
tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi
implementor dan sumber daya finansial.
c) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda
dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga
menjadi tidak efektif.
d) Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard
Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu
panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-
tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan
aktivitas organisasi tidak fleksibel.
12
Dengan memakai konsep implementasi dari George C Edward dalam
mengeimplementasikan kebijakan ada 4 variabel diatas mampu menjawab
persoalan terkait realitas pengelolaan parkir di Salatiga.
1.4 Konsep Pengelolaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari kata pengelolaan adalah
proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan. Menurut Elmore Peterson and
E. Grosvenar Plovman (Sudja’i : 1967:13) manajemen adalah teknik dengan
mana tujuan dari sekumpulan orang orang tertentu ditetapkan, dijelaskan dan
dilaksanakan Management diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi
manajemen atau pengelolaan. Dalam beberapa konteks keduanya memiliki
persamaan arti, dengan kandungan makna to control yang artinya mengatur
atau mengurus. Menurut Manulang (2006:5) manajemen merupakan sebuah
seni dan ilmu perencanaan, pengeorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan
pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan, yang sudah ditentukan.
Terkait dengan proses pelaksanaan manajemen, Nanang (2004:1)
mengemukakan bahwa :
“Dalam proses manajemen terlihat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan
oleh seorang pimpinan, yaitu : Perencanaan (Planning), Pengorganisasian
(Organizing), Pemimpinan (Leading) dan Pengawasa (Controlling). Oleh
karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan,
mengorganisasi, memimpin dan mengontrol atau mengendalikan upaya
organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara
efektif dan efisien”
Dari beberapa pendapat tentang definisi yang telah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya, pengelolaan atau manajemen, adalah suatu
proses kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan,
pengendalian serta pengawasan terhadap penggunaan sumber daya organisasi,
baik di sumber daya manusia, sarana prasarana, sumber dana maupun sumber
13
daya lainnya untuk mencapai, tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien.
George R. Terry,1958 dalam bukunya Principles of Management (Sukarna,
2011: 10) membagi empat fungsi dasar manajemen, yaitu Planning
(Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan) dan
Controlling (Pengawasan). Keempat fungsi manajemen ini disingkat dengan
POAC.
a. Planning (Perencanaan)
George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna,
2011: 10) mengemukakan tentang Planning sebagai berikut, yaitu
“Planning is the selecting and relating of facts and the making and
using of assumptions regarding the future in the visualization and
formulation to proposed of proposed activation believed necesarry
to accieve desired result”. “....Perencanaan adalah pemilih fakta
dan penghubungan faktafakta serta pembuatan dan penggunaan
perkiraan-perkiraan atau asumsi-asumsi untuk masa yang akan
datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.”
b. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada hubungan dengan
yang lain dan tanpa menetapkan tugas-tugas tertentu untuk
masingmasing unit. George R. Terry dalam bukunya Principles of
Management (Sukarna, 2011: 38) mengemukakan tentang organizing
sebagai berikut, yaitu
“Organizing is the determining, grouping and arranging of the
various activities needed necessary forthe attainment of the
objectives, the assigning of the people to thesen activities, the
providing of suitable physical factors of enviroment and the
indicating of the relative authority delegated to each respectives
activity.“...Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan,
dan penyusunan macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk
14
mencapai tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap
kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor physik yang cocok
bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang
dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan
pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan.
Terry (Sukarna, 2011: 46) juga mengemukakan tentang azas-azas
organizing, sebagai berikut, yaitu :
1. The objective atau tujuan.
2. Departementation atau pembagian kerja.
3. Assign the personel atau penempatan tenaga kerja.
4. Authority and Responsibility atau wewenang dan tanggung jawab.
5. Delegation of authority atau pelimpahan wewenang.
c. Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)
Menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management
(Sukarna, 2011: 82) mengatakan bahwa
“Actuating is setting all members of the group to want to achieve
and to strike to achieve the objective willingly and keeping with the
managerial planning and organizing efforts.“ “....Penggerakan
adalah membangkitkan dan mendorong semua anggota kelompok
agar supaya berkehendak dan berusaha dengan keras untuk
mencapai tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan
usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan.”
Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan
tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh anggota kelompok
manajemen, mulai dari tingkat atas, menengah sampai kebawah.
Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya, mengingat kegiatan
yang tidak terarah kepada sasarannya hanyalah merupakan
pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan materi atau
dengan kata lain merupakan pemborosan terhadap tools of
management. Hal ini sudah barang tentu merupakan mis-management.
Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada planning dan
15
organizing yang baik, melainkan juga tergantung pada penggerakan
dan pengawasan. Perencanaan dan pengorganisasian hanyalah
merupakan landasan yang kuat untuk adanya penggerakan yang
terarah kepada sasaran yang dituju. Penggerakan tanpa planning tidak
akan berjalan efektif karena dalam perencanaan itulah ditentukan
tujuan, budget, standard, metode kerja, prosedur dan program.
(Sukarna, 2011: 82-83). Faktor-faktor yang diperlukan untuk
penggerakan yaitu:
1. Leadership (Kepemimpinan)
2. Attitude and morale (Sikap dan moril)
3. Communication (Tatahubungan)
4. Incentive (Perangsang)
5. Supervision (Supervisi)
6. Discipline (Disiplin).
d. Controlling (Pengawasan)
Control mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali
dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji
apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun
planning, organizing, actuating baik, tetapi apabila pelaksanaan kerja
tidak teratur, tertib dan terarah, maka tujuan yang telah ditetapkan
tidak akan tercapai. Dengan demikian control mempunyai fungsi
untuk mengawasi segala kegaiatan agar tertuju kepada sasarannya,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Untuk
melengkapi pengertian diatas, menurut George R. Terry (Sukarna,
2011: 110) mengemukakan bahwa Controlling, yaitu:
“Controlling can be defined as the process of determining what is
to accomplished, that is the standard, what is being accomplished.
That is the performance, evaluating the performance, and if the
necessary applying corrective measure so that performance takes
place according to plans, that is conformity with the standard.”
“...Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa
16
yang harus dicapai yaitu standard, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan bilaman perlu melakukan
perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana,
yaitu selaras dengan standard (ukuran).
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian Sistem Pengelolaan Parkir Di Salatiga ini terinspirasi dari
penelitian sebelumnya. Akan tetapi penelitian terdahulu, belum ada terfokus
dalam implementasi kebijakannya secara politik. Seperti penulis yang tuliskan
pada penelitian ini. Berikut penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
permasalahan parkir:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Penelitian Hasil Penelitian
1 Supriyono, Stevanus. 2014.
Penegakan Hukum Terhadap
Pelaku Parkir Liar di Kota
Salatiga. Universitas Kristen Satya
Wacana
- Dari hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan
oleh penulis, bahwa Dinas
Perhubungan Sub UPT
Perparkiran Kota Salatiga
sampai saat ini belum dapat
sepenuhnya melangsungkan
Penegakan hukum karena
adanya keterbatasan
kewenangan dalam hal tilang,
karena wewenang penilangan
adalah kewenangan dari pihak
Polisi Lalu Lintas Kota
Salatiga.
- Faktor Hukum : belum adanya
Peraturan Daerah yang
memadai untuk mengatasi
17
masalah secara khusus
tentang pelaksanaan
penyelenggaraan perparkiran
di Kota Salatiga, maka
masyarakat menganggap tidak
ada patokan dalam
pelaksanaan fungsi parkir di
Kota Salatiga.
- Faktor masyarakat : Untuk
menuntaskan masalah Parkir
Liar ini diperlukan waktu
yang cukup lama dan hingga
kini masalah tersebut sangat
sulit diatasi,karena baik dari
masyarakat parkir liar dan
juru parkir liar tidak memiliki
kesadaran hukum.
2 Rizka, Agusniar. Kuasa Aktor
Dalam “Dunia” Parkir Liar (Studi
Kasus Kuasa Aktor Dalam Dunia
Parkir Liar di Sekitar RSUP Dr.
Sardjito Dengan Menggunakan
Perspektif Foucauldian dan
Gramscian). Jurnal Cakrawala Vol
IV no 1 Juni 2015
- Kuasa aktor dalam dunia
parkir liar telah
memainkan kuasa yang
dimilikinya untuk
membentuk masyarakat
parkir liar dengan segenap
tatanan aturan yang
sedemikian rupa.
- Kuasa aktor berupaya
membentuk suatu
kekuatan sistematis, yang
kemudian dikembangkan
dalam masyarakat parkir
18
liar serta menjadikan
masyarakat parkir liar
tersebut lebih homogen,
kompak dan senantiasa
waspada.
2.6 Kerangka Pikir
Keterangan :
1. Kebijakan Publik : Dinas Perhubungan khususnya UPT Perparkiran
mengimplementasikan kebijakan perparkiran di kota Salatiga
2. Sistem Pengelolaan : aktivitas perparkiran di Salatiga menerapkan
beberapa model dalam pengelolaanya
Realitas Parkir Di Salatiga
Kebijakan Parkir Di Salatiga
Implementasi Kebijakan
Kebijakan Penentuan Juru
Parkir Di Salatiga
Model Model Perparkiran Di
Salatiga
Parkir yang terkelola