bab ii tinjauan umum mengenai aparatur … ii.pdfdan kepala desa. menurut pasal 92 ... london, hlm....
TRANSCRIPT
21
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI APARATUR SIPIL NEGARA
2.1 Aparatur Sipil Negara
2.1.1 Pengertian Aparatur Sipil Negara
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai ASN, terlebih dahulu perlu
diketahui apa yang dimaksud dengan ASN. Pengertian mengenai ASN itu sendiri
tertuang pada pasal 1 angka 1 UU No. 5 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa
ASN adalah profesi bagi PNS dan PPPK yang bekerja pada instansi pemerintah.
PNS menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah orang yang bekerja untuk
pemerintah atau negara. Menurut Kranenburg PNS adalah pejabat yang ditunjuk,
jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan
mewakili seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainnya.1
Pengertian PNS
menurut Mahfud MD ada dua bagian yaitu :
a. Pengertian Stipulatif adalah pengertian yang diberikan oleh undang-
undang tentang PNS sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 angka 3
UU No. 5 tahun 2014 yang menyatakan bahwa PNS adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
b. Pengertian ekstensif adalah pengertian yang hanya berlaku pada hal-hal
tertentu. Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah lebih kepada beberapa
golongan yang sebenarnya bukan PNS. Contoh: ketentuan pasal 92 KUHP
1Sri Hartini, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 31.
22
yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat, anggota dewan daerah
dan kepala desa. Menurut pasal 92 KUHP dimana dijelaskan bahwa yang
termasuk ke dalam PNS adalah orang-orang yang dipilih dalam pemilihan
berdasarkan peraturan-peraturan umum dan mereka yang bukan dipilih
tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan anggota dewan daerah
serta kepala desa dan sebagainya. Pengertian PNS menurut KUHP
sangatlah luas akan tetapi pengertian tersebut hanya berlaku dalam hal
orang-orang yang melakukan kejahatan atau pelanggaran jabatan dan
tindak pidana lain yang disebutkan dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak
termasuk dalam hukum kepegawaian.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa PNS
adalah orang-orang yang bekerja di lingkungan instansi pemerintahan sesuai
dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 2014.
2.1.2 Jenis, Status, dan Kedudukan Apratur Sipil Negara
a. Jenis ASN
Mengenai jenis pegawai ASN diatur pada pasal 6 UU No. 5 tahun 2014.
Dimana pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK.
b. Status ASN
Berbicara mengenai status pegawai ASN, terdapat dua status yang
diberlakukan bagi pegawai ASN yaitu pegawai pemerintah yang diangkat sebagai
pegawai tetap yaitu PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
23
Mengenai status ASN diatur pada pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 5 tahun
2014 yang menyatakan bahwa :
(1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan Pegawai ASN
yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat pembina kepegawaian dan
memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
(2) PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan Pegawai
ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat
pembina kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan
ketentuan Undang-Undang ini.
c. Kedudukan
Rumusan kedudukan pegawai ASN didasarkan pada pokok-pokok pikiran
bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi
juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata lain
pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus
mampu menggerakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat
banyak. C.F Strong, dalam bukunya yang berjudul Modern Political Constitutions
berpendapat bahwa :
Government in the broader sense is charged with the maintenance of the
peace and security of in a state therefore must have first, military power; second,
the means of making laws; thirdly, financial, power or the ability to extract
sufficient money from the comunity to defray the cost of defending the state and of
enforcing the law it makes on the state behalf. 2
Artinya pemerintah dalam arti yang lebih luas dibebankan dengan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan di negara oleh karena itu harus memiliki pertama,
kekuatan militer; kedua, sarana pembentukan hukum; Ketiga, keuangan,
kekuasaan atau kemampuan untuk mengambil uang yang cukup dari masyarakat
2C.F Strong, 1951, Modern Political Constitutions, Sidgwick and Jackson Limited,
London, hlm. 6.
24
untuk membiayai biaya membela negara dan menegakkan hukum itu atas nama
negara
Pegawai ASN mempunyai peran yang amat sangat penting sebab pegawai
ASN merupakan unsur dari aparatur negara untuk menyelenggarakan, dan
melaksanakan pemerintahan serta pembangunan nasional dalam rangka mencapai
tujuan negara. Kelancaran dari penyelengaraan dan pelaksanaan pemerintahan
serta pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara sangat
tergantung sekali pada kesempurnaan aparatur negara.
Berbicara mengenai konteks hukum publik, pegawai ASN bertugas
membantu presiden sebagai kepala pemerintahan dalam menyelenggarakan
pemerintahan, yaitu dengan cara melaksanakan peraturan perundang-undangan,
dalam arti kata wajib mengusahakan agar setiap peraturan perundang-undanganan
ditaati oleh masyarakat. Di dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
pada umumnya, kepada pegawai ASN diberikan tugas kedinasan untuk
dilaksanakan sebaik-baiknya. Sebagai abdi negara seorang pegawai ASN juga
wajib setia dan taat kepada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, kepada
Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara, dan kepada pemerintah. Pegawai
ASN sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dituntut
untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, karenanya ia harus mempunyai
kesetiaan, ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
negara dan pemerintah sehingga dapat memusatkan segala perhatian dan pikiran
serta mengarahkan segala daya upaya dan tenaganya untuk menyelenggarakan
tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.
25
Kedudukan ASN berdasarkan UU No. 5 tahun 2014 diatur dalam pasal 8 dimana
ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara.
2.1.3 Fungsi, Tugas, dan Peran Apratur Sipil Negara
Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014, Fungsi, Tugas, dan Peran dari ASN
diatur dalam BAB IV pasal 10, pasal 11, dam pasal 12. Yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan pada pasal 10 pegawai ASN memiliki fungsi sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa.
b. Berdasarkan pada pasal 11 pegawai ASN mempunyai tugas untuk
melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh pejabat pembina
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, dan
mempererat persatuan dan kesatuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Berdarkan Pasal 12 peran dari pegawai ASN adalah sebagai perencana,
pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik
yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik KKN.
2.1.4 Hak dan Kewajiban Aparatur Sipil Negara
Dasar dari adanya hak adalah manusia mempunyai berbagai kebutuhan
yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya, seperti
bekerja untuk memperoleh uang bagi pemenuhan kebutuhan. Manusia dalam
kajian ekonomi disebut sebagai sumber daya karena memiliki kecerdasan. Melalui
kecerdasan yang semakin meningkat mengakibatkan manusia dikatakan sebagai
homo sapiens, homo politikus dan homo ekonomikus dan dalam kajian yang lebih
26
mendalam dapat dikatakan pula bahwa manusia adalah zoon politicon.
Berdasarkan perkembangan dunia modern, dalam prosesnya setiap individu akan
berinteraksi dalam masyarakat yang semakin meluas dan perkembangan
berikutnya adalah dimulainya konsep organisasi yang melingkupi bidang
pemerintahan, sehingga manusia dapat dikatakan sebagai homo administratikus
dan organization man.3
Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014, hak dari pegawai ASN diatur pada
pasal 21. Dimana seorang PNS berhak memperoleh beberapa hal seperti gaji,
tunjangan, dan fasilitas, cuti, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, perlindungan
dan pengembangan kompetensi. Selanjutnya kewajiban dari pegawai ASN adalah
segala sesuatu yang wajib dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Menurut Sastra Djatmika, kewajiban pegawai ASN dibagi dalam tiga jenis yaitu,
kewajiban yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri pada
umumnya, kewajiban berdasarkan pangkat dan jabatan, serta kewajiban-
kewajiban lain.4
Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014, kewajiban dari Pegawai ASN diatur
pada pada pasal 23 yang menyatakan bahwa:
Pegawai ASN wajib:
a. setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah
yang sah;
b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang;
d. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
3Sri Hartini, Op.cit, hlm. 41-43.
4Sastra Djatmika, 1964, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Djembatan, Jakarta hlm.145.
27
e. melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
f. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.1.5 Pengertian Pejabat Pembina Kepegawaian
Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014 pejabat pembina kepegawaian
merupakan seorang pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting,
seseorang yang diamanahi kedudukan dalam sebuah organisasi atau institusi
karena dianggap amat jujur dalam melaksanakan tugasnya. Pejabat pembina
kepegawaian mempunyai kewenangan untuk menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN serta pembinaan terhadap
manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2003 tentang
Wewnang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS (lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2003 nomor 15 dan tambahan lembaran Negara
Republik Inonesia nomor 4263) yang selanjutnya disingkat PP No. 9 tahun 2003,
mengenai pejabat pembina kepegawaian diatur dalam pasal 1 angka 3, angka 4,
dan angka 5.
a. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa :
Pejabat pembina kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional,
serta pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat
28
Struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
b. Pasal 1 angka 4 menyatakan bahwa pejabat pembina kepegawaian daerah
Provinsi adalah seorang Gubernur.
c. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa pejabat pembina kepegawaian daerah
kabupaten/kota adalah seorang Bupati/Walikota.
Dari beberapa pengertian mengenai pejabat pembina kepegawaian dapat
dilihat bahwa kewenangan dari pejabat pembina kepegawain bertujuan untuk
dapat menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan yang berhasil dan berdaya
guna. Pejabat pembina kepegawaian harus mampu dan dapat melaksanakan
manajemen kepegawaian sesuai dengan sistem merit yang merupakan kebijakan
dan manajemen ASN yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna
kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi
kecacatan secara baik dan tepat. Sehingga dapat menciptakan sumber daya
manusia dalam hal ini pegawai ASN yang baik, bermutu, memiliki nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi partai politik dan bersih dari praktik KKN.
Selain itu pejabat pembina kepegawaian memiliki peran penting karena pejabat
pembina kepegawaian mempunyai kewenangan untuk menetapkan pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di
instansi pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
29
2.2 Kewenangan
2.2.1 Pengertian Kewenangan
Secara umum berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud
dengan kewenangan adalah hak dan kekusaan yang dimiliki untuk melakukan
sesuatu.5 Menurut F.P.C.L. Tonnaer kewenangan pemerintah dalam kaitan ini
dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan
begitu, dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga
negara.6 Kemudian menurut F.A.M Stroink dan J.G Steenbeek kewenangan
memiliki kedudukan yang penting yaitu sebagai konsep inti dalam kajian hukum
tata negara dan hukum administrasi negara. Merujuk akan hal tersebut H.D. Stout
berpendapat bahwa wewenang itu adalah sebuah pengertian yang berasal dari
hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan
aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang
pemerintahan oleh hukum publik di dalam hubungan hukum publik.7
Berdasarkan pendapat dari Harbet A Simon yang menyatakan bahwa
pengertian wewenang adalah kekuasaan untuk mengambil suatu keputusan yang
membimbing tindakan-tindakan individu lainnya.Wewenang merupakan
hubungan antara dua individu dimana salah satunya adalah atasan dan yang
lainnya bawahan.8 Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa
5Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003, edisi ketiga, Balai Pustaka Jakarta, hlm.1272.
6Ridwan HR, Op.cit, hlm.98.
7ibid, hlm. 99.
8Herbert A Simon, 1984, Perilaku Administrasi, terjemahan cetakan Kedua, PT Bina
Aksara, Jakarta, hlm. 195.
30
wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya ada tiga komponen hukum yaitu
sebagai berikut :
1) Pengaruh, Komponen pengaruh ini menekankan pengunaan wewenang
yang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum.
2) Dasar Hukum, komponen dasar hukum ini dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa wewenang itu harus mempunyai dasar hukum yang
jelas.
3) Komfomitas Hukum, komponen komfornitas hukum ini dimakasudkan
untuk menjelaskan bahwa wewenang itu haruslah mempunyai suatu
standar yaitu standar umum untuk semua jenis wewenang dan standar
khusus untuk semua wewenang.9
Menurut S.F. Marbun dalam bukunya yang berjudul Peradilan
Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia menyatakan bahwa
wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik
atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan
yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-
hubungan hukum. Sedangkan menurutnya secara pribadi kewenangan adalah
kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu, maupun
kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan secara bulat yang berasal dari
kekuasaan legislatif maupun kekuasaan dari pemerintah. Jadi kewenangan
merupakan kumpulan dari wewenang-wewenang.10
2.2.2 Jenis-Jenis Kewenangan
9Philipus M Hadjon, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gdjah Mada
University Perss, Yogyakarta, hlm.135. 10
SF Marbun, Op.cit, hlm. 135.
31
a) Berdasarkan Sumber dan Cara Memperoleh Kewenangan
Berdasarkan dengan pilar negara hukum, yaitu asas legalitas atau
legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur, maka
berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari
undang-undang, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan
perundang-undangan. Secara teoritik kewenangan yang bersumber dari peraturann
perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi,
dan mandat.
Berdasarkan buku DR Ridwan HR, HD Van Wijk/Willem
Konijnenbelt menjelaskan mengenai Kewenangan yang diperoleh melalui tiga
cara tersebut yaitu sebagai berikut:
1) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-
undang kepada organ pemerintahan. Artinya bahwa wewenang untuk
membuat suatu keputusan langsung bersumber pada undang-undang.
Kewenangan ini disebut juga kewenangan asli.
2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada pemerintahan lainnya. Artinya adalah adanya
penyerahan wewenang untuk membuat keputusan oleh pejabat
pemerintahan kepada pihak lain, atau dengan kata lain pemindahan
tanggung jawab dari yang memberi delegasi atau yang disebut delegans
kepada yang menerima delegasi atau yang disebut delegataris.
3) Mandat terjadi pada saat organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Artinya organ
pemerintahan yang merupakan atasan memberikan wewenang kepada
32
bawahan untuk membuat suatu keputusan atas namanya sebagai pejabat
yang memberikan mandat dan tanggung jawab pemberi mandat bukan
menjadi tanggung jawab dari penerima mandat atau yang disebut
mandataris.11
Mengenai atribusi, delagasi, dan mandat diatur juga pada UU No. 30
Tahun 2014 pada pasal 1 angka 21, angka 22, dan angka 23 yaitu sebagai berikut:
a. Berdasarkan pasal 1 angka 21 atribusi adalah pemberian kewenangan kepada
badan atau pejabat pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar 1945 atau Undang-
Undang.
b. Berdasarkan pasal 1 angka 22 delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari
badan atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan atau pejabat
pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat
beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
c. Berdasarkan pasal 1 angka 23 mandat adalah pelimpahan kewenangan dari
badan atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan atau pejabat
pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat
tetap berada pada pemberi mandat.
Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa mengetahui sumber dan
cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting dalam kajian hukum
administrasi negara karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalan
penggunan wewenang. Setiap pemberian kewenangan kepada pejabat
11
Ridwan HR, Op.cit, hlm. 101-102.
33
pemerintahan pasti tersirat di dalamnya pertanggungjawaban dari pejabat yang
bersangkutan.12
b) Berdasarkan Sifat dari Kewenanagan
Menurut kepustakaan terdapat pembagian wewenang berdasarkan sifat
yakni terikat, fakultatif, dan bebas. Hal ini berkaitan dengan kewenangan
pembuatan dan penerbitan keputusan-keputusan (beschikkingen) oleh organ
pemerintah. Lebih lanjut Indroharto dalam bukunya DR Ridwan HR menjelaskan
mengenai wewenang yang bersifat terikat, fakultatif, dan bebas yaitu sebagai
berikut :
1) Wewenang Terikat adalah wewenang yang terjadi apabila peraturan
dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana wewenang
tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak
menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil, dengan kata
lain, terjadi apabila peraturan dasar menentukan isi dari keputusan yang
harus diambil secara terperinci.
2) Wewenang Fakultatif adalah wewenang yang terjadi dalam hal badan atau
pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan
wewenangnya, atau sedikit banyak masih ada pilihan sekalipun pilihan
tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan
tertentu sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan dasar.
3) Wewenang Bebas adalah wewenang yang terjadi ketika peraturan dasarnya
memberi kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara dalam
12
Ibid, hlm. 105.
34
menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya
atau peraturan dasarnya memberi ruang lingkup kebebasan kepada kepada
badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan.13
2.3 Mutasi Kepegawaian
2.3.1 Pengertian Mutasi Kepegawaian
Pada dasarnya mutasi adalah usaha menempatkan pegawai pada pekerjaan
dan jabatan yang sesuai. Kata mutasi atau pemindahan secara umum tidaklah
suatu hal yang dianggap tabu melainkan sudah sangat dikenal oleh masyarakat
khususnya di kalangan PNS. Mutasi atau pemindahan adalah suatu kegiatan
memindahkan pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya yang dianggap
setingkat atau sejajar.14
Akan tetapi mutasi tidak selamanya sama dengan
pemindahan. Mutasi meliputi beberapa kegiatan yaitu, memindahkan pegawai,
pemindahan tanggung jawab, pemindahan status kepegawaian, dan sejenisnya.
Adapun pemindahan dimaksudkan hanya terbatas pada mengalihkan pegawai dari
satu tempat ke tempat lain.15
Mutasi atau pemindahan merupakan suatu aktifitas
rutin dan mutlak yang harus dilakukan khususnya pada pegawai di sebuah
organisasi dalam rangka untuk mengembangkan pegawai menjadi lebih
bertanggung jawab dalam pengembangan dan pembinaannya berdasarkan pada
prinsip The Right Man in The Right Place yang artinya orang yang tepat pada
tempat yang tepat. Karena tidak selamanya pegawai yang ditempatkan pada
pekerjaan atau jabatannya pada suatu organisasi akan merasa cocok dan nyaman
13
Ibid, hlm. 107-109. 14
Fathoni, Abdurrahmat, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka
Cipta, Jakarta, hlm. 32. 15
Hasibuan, Malayu S.P, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta, hlm. 24.
35
dengan pekerjaan atau jabatan maupun lingkungan keja mereka. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki oleh pegawai tidak
sesuai dengan beban tugas dan pekerjaan yang dibebankan dipundak mereka
ataupun lingkungan pekerjaan yang kurang memberikan semangat dan kegairahan
kepada mereka. Namun juga bukan merupakan suatu hal yang mustahil yang
menjadi penyebab utama akan hal tersebut adalah lingkungan pekerjaan yang tiba-
tiba berubah ataupun karena pribadi dari pegawai itu sendiri juga mengalami
perubahan. Apabila terjadi gejala yang demikian maka akan dapat dijadikan bukti
konkret adalah kuantitas dan kualitas kerja mereka, walaupun di sisi lain banyak
faktor yang dapat dilihat, misalnya displin kerja, semangat atau kegairahan kerja,
kelalaian atau kemangkiran, pemborosan, sering terjadi kerusakan dan
sebagainya.16
Berdasarkan hal tersebut maka dengan demikian mutasi itu
dilaksanakan dengan tujuan agar pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efektif
dan lebih efisien.
Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, dapat diasumsikan bahwa
pelaksanaan mutasi di bidang kepegawaian lebih diarahkan untuk mencapai
peningkatan kinerja secara efisien dan efektif sebagai bagian dari usaha-usaha
untuk mempercepat pencapaian tujuan, melalui penempatan orang yang tepat pada
tempat yang tepat, dengan tetap mempertimbangkan aspek pembinaan bagi
aparatur negara yang meniti beratkan kepada sistem prestasi kerja.
16
I komang Ardana, 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta,
hlm. 110-111.
36
2.4 Jabatan Kepegawaian
2.4.1 Pengertian Jabatan
Jabatan ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste
werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara atau
kepentingan umum. Tiap jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang
dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi yang disebut negara.17
Selain itu
jabatan merupakan sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang sama atau
berhubungan satu dengan yang lain, dan yang dalam pelaksanaannya meminta
suatu kecakapan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang juga sama
meskipun tersebar di berbagai tempat.
Menurut Logeman jabatan adalah suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan
sendiri yang dibentuk untuk waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan
wewenang. Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap
yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan
dan tata kerja suatu organisasi.18
Negara berisi dengan berbagai jabatan atau
lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara,
dengan kata lain jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste
werkzaamheden) yang diadakan atau dilakukan guna kepentingan negara. Jabatan
itu bersifat tetap, sementara pemegang jabatan (ambtsdrager) dapat berganti-
ganti. F.C.M.A. Michiels mengatakan, jabatan itu tetap para pejabat yang dapat
berganti-ganti sebagai akibat dari adanya pemilihan atau pengangkatan.19
17
E. Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas,
Surabaya, hlm. 200. 18
Ridwan HR, Op.cit, hlm. 70. 19
Ibid, hlm. 71.
37
Berdasarkan pada hukum administrasi yang menempatkan organ atau
jabatan pemerintahan sebagai salah satu objek kajian utama, mengenal
karakteristik dari jabatan pemerintahan merupakan sesuatu yang tak terelakkan.
meskipun orang atau jabatan pemerintahan dapat melakukan perbuatan hukum
perdata, mewakili badan hukum induknya, namun yang terpenting dalam konteks
hukum administrasi negara adalah mengetahui organ atau jabatan pemerintahan
dalam melakukan perbuatan hukum yang bersifat publik.20
P. Nicolai dan kawan-
kawan menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik yang terdapat pada jabatan
atau organ pemerintahan, yaitu:
a) Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggung
jawab sendiri, yang dalam pengertian modern, diletakan sebagai
pertanggungjawaban politik dan kepegawaian atau tanggung jawab
pemerintah sendiri di hadapan Hakim. Organ pemerintahan adalah
pemikul kewajiban tanggung jawab.
b) Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan
norma hukum administrasi, organ pemerintahan dapat bertindak sebagai
pihak tergugat dalam proses peradilan, yaitu dalam hal ada keberatan,
banding, atau perlawanan.
c) Di samping sebagai pihak tergugat, organ pemerintahan juga dapat
tampil menjadi pihak yang tidak puas, artinya sebagai penggugat.
d) Pada prinsipnya organ pemerintahan tidak memiliki harta kekayaan
sendiri. Organ pemerintahan merupakan bagian atau alat dari badan
20
Ibid, hlm. 73.
38
hukum menurut hukum privat dengan harta kekayaannya. Jabatan
bupati/walikota adalah organ-organ dari badan umum kabupaten/kota.
Berdasarkan aturan hukum badan umum inilah yang dapat memiliki harta
kekayaan, bukan organ pemerintahannya.
Apa yang disebutkan P. Nicolai khususnya pada ciri yang keempat dapat
menimbulkan salah pengertian bagi sebagian orang, karena dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan para pejabat itu terlibat dan menggunakan harta
dan kekayaan. Ada kesan yang kuat bahwa jabatan pemerintahan itu memiliki
harta kekayaan dan digunakan untuk penyelengaraan tugas-tugas pemerintahan.
Jika berpegang pada teori tentang badan hukum yang salah satu unsurnya
memiliki harta kekayaan, maka apa yang dikemukakan oleh Nicolai tersebut
sejalan dengan teori ilmu hukum dimana, jabatan tidak memiliki harta kekayaan.
Dimana yang memiliki harta kekayaan adalah badan umum (oopenbaar lichaam)
yang menjadi induk dari jabatan tersebut. Pendapat tersebut sama halnya seperti
apa dikemukakan F.R. Bothlink, yang menyatakan bahwa, pembebanan untuk
membayar ganti kerugian itu tidak diucapkan atau ditujukan terhadap organ, tetapi
kepada badan umum terkait, karena hanya badan umum yang dapat membayar
sebagai subjek harta kekayaan.21
Antara jabatan dan pejabat diatur dan tunduk pada hukum yang berbeda.
Jabatan diatur oleh hukum tata negara dan hukum administrasi negara, sedangkan
pejabat diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian. Pejabat menampilkan dirinya
dalam dua kepribadian yaitu selaku pribadi dan selaku personifikasi dari organ,
21
Ibid, hlm. 74.
39
yang berarti, selain diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian juga tunduk pada
hukum keperdataan dalam kapasitasnya selaku individu atau pribadi
(privepersoon). Dalam hukum administrasi negara, tindakan hukum jabatan
pemerintahan dijalankan oleh jabatan pemerintah. Dengan demikian kedudukan
hukum pemerintah berdasarkan hukum publik adalah sebagai wakil
(vertegenwoordiger) dari jabatan pemerintahan.22
2.4.2 Jenis-jenis Jabatan Aparatur Sipil Negara
Jabatan ASN pada UU No. 5 tahun 2014 berbeda jauh dengan jabatan
PNS yang berdasarkan pada sistem birokrasi baik itu dari segi istilah dan fungsi
pokoknya. Kedudukan jabatan PNS pada sistem birokrasi indonesia yang berlaku
sebelum diundangkannya UU No. 5 tahun 2014 dianggap belum sempurna
menjadi satu pertimbangan pelaksanaan reformasi birokrasi. Pada sistem birokrasi
pemerintah sebelum diundangkannya UU No. 5 tahun 2014 dikenal adanya
jabatan karier, yaitu sebuah jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat
diduduki oleh PNS. Jabatan karier dimaksud dapat dibedakan menjadi dua macam
jabatan yaitu sebagai berikut:
1) Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur
organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat
yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh
jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur
Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural
di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor,
22
Ibid, hlm 79.
40
kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah,
dan sekretaris lurah.
2) Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan
dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor
(Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat,
bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata
laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.
Berdasarkan pada UU No. 5 tahun 2014 dalam hal jabatan ASN diatur
pada pasal 13. Dimana jenis jabatan ASN terdiri dari jabatan administrasi, jabatan
fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi. Jabatan administrasi pada ASN seperti
yang ada pada pasal 13 tersebut adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan
tugas berkaitan dengan pelayanan publik, dan administrasi pemerintahan serta
pembangunan. Pejabat administrasi adalah pegawai ASN yang menduduki jabatan
administrasi pada instansi pemerintah. Jabatan administrasi dibagi lagi menjadi
tiga dan diatur dalam pasal 14, dimana jenis jabatan administrasi terdiri atas:
a. Jabatan administrator, dimana merupakan jabatan yang bertanggung jawab
memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi
pemerintahan dan pembangunan.
b. Jabatan pengawas, dimana merupakan jabatan yang sebagaimana bertanggung
jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana.
41
c. Jabatan pelaksana, dimana merupakan jabatan yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
pembangunan.
Jabatan fungsional pada ASN seperti yang ada pada pasal 13 tersebut
adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
Jabatan fungsional dibagi lagi menjadi dua jenis jabatan fungsional sebagaimana
yang diatur dalam pasal 18 yang menyatakan bahwa:
Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan
jabatan fungsional keterampilan.
(2) Jabatan fungsional keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. ahli utama;
b. ahli madya;
c. ahli muda; dan
d. ahli pertama.
(3) Jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. penyelia;
b. mahir;
c. terampil; dan
d. pemula.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jabatan pimpinan tinggi seperti yang ada pada pasal 13 tersebut adalah
sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan. Jabatan pimpinan
tinggi dibagi lagi menjadi tiga jenis jabatan pimpinan tinggi sebagaimana yang
diatur dalam pasal 19 yang menyatakan bahwa:
(1) Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas:
a. jabatan pimpinan tinggi utama;
b. jabatan pimpinan tinggi madya; dan
c. jabatan pimpinan tinggi pratama.
42
(2) Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah
melalui:
a. kepeloporan dalam bidang:
1. keahlian profesional;
2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
3. kepemimpinan manajemen.
b. pengembangan kerja sama dengan instansi lain; dan
c. keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode
etik dan kode perilaku ASN.
(3) Untuk setiap Jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan
integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta
persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.5 Disiplin Pegawai Negeri Sipil
2.5.1 Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Sebelum membahas mengenai displin PNS secara lebih mendalam, ada
baiknya terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti atau makna dari displin itu
sendiri. Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun
arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin
Disciplina yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta
pengembangan tabiat. Jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap
yang layak terhadap pekerjaan.23
Selain itu yang dimaksud dengan disiplin adalah
sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok
atau masyarakat yang berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-
peraturan yang ditetapkan pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku
23
IG Wursanto, 1989, Managemen Kepegawaian, Kenisisus, Yogyakarta, hlm.108.
43
dalam masyarakat.24
Menurut Sutopo Yuwono diungkapkan bahwa disiplin adalah
sikap kejiwaan dari seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak
untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.25
Alfred R.
Lateiner dan I.S. Levine juga telah memberikan definisi dari disiplin, dimana
disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja
yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan.26
Jadi Disiplin PNS adalah kesanggupan dari PNS untuk menaati kewajiban
dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
serta peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar akan dijatuhi
hukuman disiplin. Peraturan disiplin adalah suatu peraturan yang memuat
keharusan, larangan, dan penjatuhan sanksi apabila keharusan tidak dilaksanakan
dan larangan itu dilanggar. Bentuk lain dari disiplin bagi PNS adalah ketepatan
dalam melaksanakan tugas kerjanya atau lebih menekankan pada output (hasil).
Seorang PNS dituntut untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan tugas sesuai
dengan aturan dan jadwal yang telah ditentukan.
Pada lingkungan pegawai negeri dalam rangka menjamin tata tertib dan
kelancaran pelaksanaan tugas dan pekerjaan, telah dibuat suatu ketentuan peraturan
disiplin bagi PNS. Mengenai ketentuan peraturan disiplin PNS yang dimaksud telah
diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
(lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 nomor 74 dan tambahan
24
Wirjo Surachmad, 1993, Wawasan Kerja Aparatur Negara, Pustaka Jaya, Jakarta,
hlm.24. 25
Nurlita Witarsa, 1988, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, Jakarta, hlm. 102. 26
I.S. Livine, 1980, Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja, terjemahan oleh Iral
Soedjono, Cemerlang, Jakarta, hlm. 71.
44
lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5135), yang selanjutnya disebut PP
No. 53 tahun 2010 ini mengatur hal-hal seperti kewajiban, larangan, dan hukuman
disiplin yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan
pelanggaran. Bagi PNS yang dijatuhi hukuman disiplin diberikan hak untuk
membela diri melalui upaya administratif, sehingga dapat dihindari terjadinya
kesewenang-wenangan dalam penjatuhan hukuman disiplin.
2.5.2 Macam-macam Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil
PNS sebagai unsur dari aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat
selain mempunyai hak dan kewajiban terdapat juga larangan-larangan yang tidak
boleh dilanggar oleh PNS dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya untuk
negara, dimana seorang PNS dilarang untuk hal-hal seperti yang telah diatur
dalam pasal 4 PP No. 53 tahun 2010 yaitu sebagai berikut :
1. Menyalahgunakan wewenang;
2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun untuk
pihak lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain atau
pada lembaga atau organisasi internasional;
4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau menjadi bagian
lembaga swadaya masyarakat asing;
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik itu barang yang bergerak atau tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau
orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan Negara;
7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik
secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat
dalam jabatan;
8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
45
10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan cara:
a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau
atribut PNS;
c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
d) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara
13. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
a) membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
b) mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat;
14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah
atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan
surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat
Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
dengan cara:
a) terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b) menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye;
c) membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d) mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat.
2.5.3 Jenis-jenis Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS
yang tidak menaati kewajiban dan melanggar larangan ketentuan disiplin PNS,
baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. PNS yang melakukan
46
pelanggaran disiplin dapat dijatuhi hukuman displin oleh pejabat yang berwenang
untuk menghukum.27
Berdasarkan pada PP No. 53 Tahun 2010 Jenis-Jenis
Pelanggaran Disiplin PNS dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut :
1. Pelanggaran terahadap kewajiban PNS,
2. Pelanggaran terhadap terhadap larangan bagi PNS.
Mengenai pelanggaran terhadap kewajiban diatur dalam pasal 8, pasal 9, dan
pasal 10. Sedangkan Pelanggaran terhadap terhadap larangan bagi PNS diatur
dalam pasal 11, pasal 12, dan pasal 13 PP No. 53 Tahun 2010.
2.5.4 Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil
A. Tingkat Hukuman Disiplin
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena
telah melanggar peraturan disiplin PNS. Pelanggaran itu bisa berupa pelanggaran
terhadap kewajiban PNS dan pelanggaran terhadap larangan bagi PNS. Berbicara
tentang Disiplin PNS, maka harus mengetahui juga mengenai tingkat dan jenis
hukuman Disiplin bagi seorang PNS apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap
aturan disiplin itu sendiri. Tingkat dan jenis hukuman disiplin bagi PNS diatur
dalam pasal 7 PP No. 53 tahun 2010. Tingkat hukuman disiplin bagi PNS itu
dibagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut :
1) Tingkat Hukuman Disiplin Ringan
2) Tingkat Hukuman Disiplin Sedang
3) Tingkat Hukuman Disiplin Berat
27
Miftah Thoha MPA, 2008, Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia, Kencana,
Jakarta, hlm. 76-77.
47
B. Tingkat Hukuman Disiplin PNS
Jenis hukuman disiplin bagi PNS itu dibagi menjadi tiga jenis yaitu
sebagai berikut :
1. Jenis hukuman disiplin ringan biasanya berupa :
a. Teguran Lisan
Teguran lisan adalah hukuman disiplin yang berupa teguran yang
dinyatakan dan disampaikan secara langsung oleh pejabat yang berwenang untuk
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
b. Teguran Tertulis
Teguran Tertulis adalah hukuman disiplin yang berupa teguran yang
dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang untuk
menghukum PNS yang melakukan pelanggaran.
c. Penyataan Rasa Ketidakpuasan atas Kinerja Secara Tertulis.
Pernyataan rasa tidak puas secara tertulis adalah hukuman disiplin yang
berupa pernyataan rasa tidak puas yang dinyatakan dan disampaikan secara
tertulis oleh pejabat yang berwenang untuk menghukum PNS yang melakukan
pelanggaran.
2. Jenis hukuman disiplin sedang biasanya berupa :
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun,
b) penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun,
c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
3. Jenis hukuman disiplin berat biasanya berupa :
a) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun,
48
b) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,
c) pembebasan dari jabatan,
d) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS,
e) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.