bab iii (1)

20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah bahan untuk pengolahan, yaitu bahan untuk pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning, beras menir, pati jagung, serta pembuatan snack produk ekstrusi dan bahan untuk analisis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan, antara lain tulang ikan tuna sirip kuning atau yellowfin tuna (Thunnus albacares) yang didapatkan dari PT. Inti Mas Surya, Jakarta, beras menir, jagung, akuades, air bersih, larutan NaOH food grade, larutan etanol food grade, larutan isopropil alkohol food grade, Na 2 S 2 O 3 , air dingin, garam, dan flavor. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis adalah reagen Commassie Brilliant Blue G-250, etanol, asam fosfat, BSA (Bovine Serum Albumin), kertas saring, pelarut heksan, La 2 O 3 , molybdate-vanadate, serbuk BaSO 4 , HCl, NaOH, dan iodium. Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah alat untuk pengolahan, yaitu alat untuk pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning, beras menir, pati jagung, serta pembuatan snack produk ekstrusi dan alat

Upload: denok-kosasi

Post on 24-Oct-2015

79 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III (1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah bahan untuk

pengolahan, yaitu bahan untuk pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning,

beras menir, pati jagung, serta pembuatan snack produk ekstrusi dan bahan untuk

analisis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan, antara lain tulang ikan

tuna sirip kuning atau yellowfin tuna (Thunnus albacares) yang didapatkan dari

PT. Inti Mas Surya, Jakarta, beras menir, jagung, akuades, air bersih, larutan

NaOH food grade, larutan etanol food grade, larutan isopropil alkohol food grade,

Na2S2O3, air dingin, garam, dan flavor. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk

analisis adalah reagen Commassie Brilliant Blue G-250, etanol, asam fosfat, BSA

(Bovine Serum Albumin), kertas saring, pelarut heksan, La2O3, molybdate-

vanadate, serbuk BaSO4, HCl, NaOH, dan iodium.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah alat untuk pengolahan,

yaitu alat untuk pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning, beras menir, pati

jagung, serta pembuatan snack produk ekstrusi dan alat untuk analisis. Alat-alat

yang diperlukan untuk pengolahan, antara lain baskom, pisau, talenan, timbangan

meja, panci, kompor, cabinet dryer, loyang, disc mill, blender, ekstruder, wadah

untuk menampung produk akhir, dan ayakan 60 mesh. Alat-alat yang digunakan

untuk melakukan analisis adalah timbangan analitik, oven, cawan penguapan,

desikator, tanur, cawan abu porselin, kompor listrik, labu takar, labu Erlenmeyer,

gelas beaker, spektrofotometer, kuvet, penangas air, tabung soxhlet, AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometer), vortex mixer, tabung sentrifuge, sentrifugator,

kromameter CR-400, gelas ukur, dan jangka sorong.

3.2 Tahapan Penelitian

3.2.1 Penelitian Pendahuluan

Page 2: BAB III (1)

Pada penelitian pendahuluan akan dilakukan pembuatan tepung tulang

ikan tuna sirip kuning atau yellowfish tuna (Thunnus albacares) dengan melihat

pengaruh perbedaan konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi serta jenis

pelarut untuk defatting terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Pada

tepung tulang ikan tuna sirip kuning yang dihasilkan, akan dilakukan analisis

karakteristik kimia dan fisika. Analisis karakteristik kimia untuk tepung tulang

ikan tuna sirip kuning meliputi analisis kadar lemak, kadar protein, kadar kalsium,

dan kadar fosfor, analisis secara fisika meliputi rendemen, daya serap air, derajat

putih, dan densitas kamba. Tepung tulang ikan tuna sirip kuning yang memiliki

kadar protein dan lemak yang rendah serta mempunyai karakteristik fisika yang

terbaik akan dipilih untuk difortifikasi ke dalam pembuatan produk ekstrusi

berupa snack atau makanan ringan. Alur proses pembuatan tepung tulang ikan

tuna sirip kuning dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Tulang ikan tuna sirip kuning

Pencucian dengan air bersih dan pemotongan dengan pisau menjadi ukuran yang lebih kecil

Perebusan (1000C, 10 menit)

Perendaman tulang ikan dengan

NaOH 0.5 N, NaOH 1.0 N, dan NaOH 1.5 N pada suhu 950C, 30 menit (faktor A)

Perendaman tulang ikan dengan

air dingin, etanol, dan isopropil alkohol (faktor B)

Pembilasan tulang ikan dengan akuades

Pengeringan dengan cabinet dryer600C, 24 jam

Penggilingan dan pengayakan hingga halus (60 mesh)

Tepung tulang ikan tuna sirip kuning

Gambar 3.1 Alur proses pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning Sumber: Modifikasi Zaku et al. (2011), Priyono (2008), dan Wu et al. (2012)

Pada penelitian pendahuluan, selain akan dilakukan pembuatan tepung

tulang ikan tuna sirip kuning, akan dilakukan juga pembuatan pati beras menir

dan pati jagung yang merupakan bahan dasar pembuatan snack produk ekstrusi.

Pati beras menir dan pati jagung yang dihasilkan akan dianalisis karakteristik

fisikanya, yang meliputi derajat gelatinisasi, derajat putih, daya serap air, dan

Page 3: BAB III (1)

densitas kamba. Alur proses pembuatan pati beras menir dan pati jagung dapat

dilihat pada Gambar 3.2.

Beras menir/jagung

Perendaman dengan larutan Na2S2O3 0.02% selama 10 menit

Penghancuran dengan blender

Penyaringan

Supernatan diambil (cairan pati)

Pengendapan supernatan dengan air dingin selama 6-12 jam

Endapan diambil

Pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 500C selama 6 jam

Penggilingan dengan blender kering

Pengayakan (60 mesh)

Pati beras menir/pati jagung

Gambar 3.2 Alur proses pembuatan pati beras menir dan pati jagung Sumber: Modifikasi Putera (2013); Richana dan Sunarti (2004)

3.2.2 Penelitian Utama

Pada penelitian utama akan dilakukan fortifikasi tepung tulang ikan tuna

sirip kuning (Thunnus albacares) dengan konsentrasi yang berbeda-beda ke dalam

formulasi pembuatan produk ekstrusi dengan rasio pati beras menir dan pati

jagung yang berbeda-beda pula. Snack produk ekstrusi yang dihasilkan kemudian

akan dilakukan uji oganoleptik terhadap atribut snack produk ekstrusi, yang

meliputi warna, aroma, rasa, dan kerenyahan, selain itu akan dianalisis

karakteristik fisika, yang meliputi derajat warna dan derajat pengembangan. Hasil

snack produk ekstrusi dengan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip

kuning serta rasio pati beras menir dan pati jagung yang terbaik kemudian akan

dianalisis secara organoleptik lagi dengan produk komersil menggunakan metode

uji perbandingan pasangan. Snack produk ekstrusi yang terbaik dan produk

ekstrusi komersial kemudian dianalisis karakteristik kimia berupa analisis

proksimat, kadar kalsium, dan kadar fosfor. Formulasi dan alur proses pembuatan

snack produk ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.3.

Tabel 3.1 Formulasi snack produk ekstrusi

Page 4: BAB III (1)

Bahan Berat (gram)Pati beras menir (100, 33.33, 50, 66.67, dan 0) Pati jagung (0, 66.67, 50, 33.33, dan 100)Tepung tulang ikan tuna sirip kuning (0, 2, 4, 6, dan 8)Garam 2Seasoning powder 8Air 35

Sumber: Modifikasi Stojceska et al. (2008)

Bahan dan peralatan disiapkan

Bahan ditimbang sesuai dengan formulasi

Pati beras menir, pati jagung, tepung tulang ikan tuna sirip kuning, garam, flavor jagung bakar, dan air

dicampur sesuai formulasi

Campuran bahan dimasukkan ke dalam ekstruder

Ekstrudat mentah

Penggorengan dengan minyak panas

Penirisan

Snack produk ekstrusi

Gambar 3.3 Alur proses pembuatan snack produk ekstrusi Sumber: Modifikasi Stojceska et al. (2008)

3.3 Rancangan Percobaan

3.3.1 Rancangan Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap

dengan dua faktor, yaitu pengaruh konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi

dan pengaruh jenis pelarut untuk defatting. Pengaruh konsentrasi pelarut NaOH

untuk deproteinasi dilakukan sebanyak 3 tingkatan, yaitu NaOH 0.5 N, NaOH 1

N, dan NaOH 1.5 N pada suhu 950C selama 30 menit, dan pengaruh jenis pelarut

untuk defatting juga dilakukan sebanyak 3 tingkatan, yaitu pelarut air dingin,

pelarut etanol, dan pelarut isopropil alkohol. Masing-masing tingkatan dilakukan

sebanyak 2 kali pengulangan dan model linier yang digunakan dalam penelitian

pendahuluan adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk

Keterangan:

Page 5: BAB III (1)

Yijk = hasil pengamatan dari perlakuan konsentrasi pelarut NaOH untuk

deproteinasi ke-i, perlakuan jenis pelarut untuk defatting ke-j, dan

ulangan ke-k

µ = pengaruh umum

Ai = pengaruh perlakuan konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi ke-i

Bj = pengaruh perlakuan jenis pelarut untuk defatting ke-j

(AB)ij = pengaruh antara perlakuan konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi

ke-i dengan perlakuan jenis pelarut untuk defatting ke-j

€ijk = faktor galat

Hipotesis yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah:

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi pelarut NaOH untuk

deproteinasi terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara jenis pelarut untuk defatting

terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi pelarut

NaOH untuk deproteinasi dengan jenis pelarut untuk defatting terhadap

hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi pelarut NaOH untuk

deproteinasi terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara jenis pelarut untuk defatting terhadap

hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning

H1 = Ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi pelarut

NaOH untuk deproteinasi dengan jenis pelarut untuk defatting terhadap

hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning

Berikut di bawah ini adalah tabel yang menggambarkan desain penelitian

utama yang akan dilakukan.

Tabel 3.2 Desain penelitian pendahuluan

Konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi

Jenis pelarut untuk defatting

B1 Air dingin B2 Etanol 96%B3 Isopropil Alkohol %

A1 0.5 N(A1B1)1

(A1B1)2

(A1B2)1

(A1B2)2

(A1B3)1

(A1B3)2

A2 1.0 N(A2B1)1

(A2B1)2

(A2B2)1

(A2B2)2

(A2B3)1

(A2B3)2

A3 1.5 N(A3B1)1

(A3B1)2

(A3B2)1

(A3B2)2

(A3B3)1

(A3B3)2

Page 6: BAB III (1)

3.3.2 Rancangan Penelitian Utama

Penelitian utama ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua

faktor, yaitu pengaruh konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning

(Thunnus albacares) dan pengaruh rasio pati beras menir dan pati jagung.

Pengaruh konsentrasi (w/w) fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning

(Thunnus albacares) dilakukan sebanyak lima tingkatan, yaitu 0%, 2%, 4%, 6%,

dan 8%, kemudian pengaruh rasio pati beras menir dan pati jagung juga dilakukan

sebanyak lima tingkatan, yaitu 1:0, 1:2, 1:1, 2:1, dan 0:1. Masing-masing

tingkatan dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Model linier untuk rancangan

penelitian utama adalah:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk

Keterangan:

Yij = hasil pengamatan dari perlakuan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan

tuna sirip kuning ke-i, perlakuan rasio pati beras menir dan beras jagung ke-

j, dan ulangan ke-k

µ = pengaruh umum

Ai = pengaruh perlakuan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip

kuning (Thunnus albacares) terbaik ke-i

Bj = pengaruh perlakuan rasio pati beras menir dan beras jagung ke-j

(AB)ij = pengaruh antara perlakuan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna

sirip kuning (Thunnus albacares) terbaik ke-I dengan perlakuan rasio pati

beras menir dan beras jagung ke-j

€ij = faktor galat

Hipotesis yang digunakan pada penelitian utama adalah:

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi fortifikasi tepung

tulang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) terhadap hasil snack

produk esktrusi

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara rasio pati beras menir dan beras

jagung terhadap hasil snack produk esktrusi

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi

fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares)

Page 7: BAB III (1)

dengan rasio pati beras menir dan beras jagung terhadap hasil snack

produk esktrusi

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi fortifikasi tepung tulang

ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) terhadap hasil snack produk

esktrusi

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara rasio pati beras menir dan beras jagung

terhadap hasil snack produk esktrusi

H1 = Ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi fortifikasi

tepung tulang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dengan rasio pati

beras menir dan beras jagung terhadap hasil snack produk esktrusi

Berikut di bawah ini adalah tabel yang menggambarkan desain penelitian

utama yang akan dilakukan.

Tabel 3.3 Desain penelitian utamaKonsentrasi Fortifikasi Tepung Tulang Ikan (%)

Rasio Pati Beras Menir dan Pati JagungD1 1:0 D2 1:2 D3 1:1 D4 2:1 D5 0:1

C1 0(C1D1)1

(C1D1)2

(C1D2)1

(C1D2)2

(C1D3)1

(C1D3)2

(C1D4)1

(C1D4)2

(C1D5)1

(C1D5)2

C2 2(C2D1)1

(C2D1)2

(C2D2)1

(C2D2)2

(C2D3)1

(C2D3)2

(C2D4)1

(C2D4)2

(C2D5)1

(C2D5)2

C3 4(C3D1)1

(C3D1)2

(C3D2)1

(C3D2)2

(C3D3)1

(C3D3)2

(C3D4)1

(C3D4)2

(C3D5)1

(C3D5)2

C4 6(C4D1)1

(C4D1)2

(C4D2)1

(C4D2)2

(C4D3)1

(C4D3)2

(C4D4)1

(C4D4)2

(C4D5)1

(C4D5)2

C5 8(C5D1)1

(C5D1)2

(C5D2)1

(C5D2)2

(C5D3)1

(C5D3)2

(C5D4)1

(C5D4)2

(C5D5)1

(C5D5)2

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Analisis Karakteristik Kimia

3.4.1.1 Kadar Air Metode Oven (AOAC, 2005)

Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan diletakkan dalam cawan

penguapan konstan, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 8 jam pada

suhu 1500C. Cawan penguapan berisi sampel kemudian didinginkan dalam

desikator dan ditimbang berat keringnya hingga konstan. Persentase kadar air

dihitung dengan basis basah.

3.4.1.2 Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC, 2005)

Analisis kadar abu dilakukan dengan menggunakan alat tanur. Mula-mula

cawan abu porselin dibersihkan dan dipanaskan dalam oven bersuhu 1050C

Page 8: BAB III (1)

selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit, dan

ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan abu porselin lalu

dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan abu porselin berisi

sampel kemudian dipanaskan dalam tanur pengabuan yang bersuhu 6000C selama

7 jam hingga sampel berwarna abu atau putih seluruhnya. Cawan abu porselin

berisi sampel kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.

3.4.1.3 Kadar Protein Metode Bradford (Chang dalam Nielsen, 2010)

Sampel dicampur dengan pereaksi Bradford yang merupakan reagen

Commassie Brilliant Blue G-250 yang dilarutkan dalam etanol 95% dan

diasamkan dengan 85% larutan asam fosfat. Campuran ini diukur absorbansinya

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Penentuan kadar

protein pada sampel dilakukan dengan menghubungkan kurva standar protein

yang dibuat dengan BSA (Bovine Serum Albumin).

3.4.1.4 Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005)

Sampel sebesar 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong

lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat

tetapnya dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak

dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut

lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada

suhu 400C menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada

di dalam labu lemak didestilasi hingga semuanya menguap. Pada saat destilasi

pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak

kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven

pada suhu 1050C

dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan.

Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut:

Kadar lemak (%) = berat lemak x 100% berat sampel

3.4.1.5 Kadar Karbohidrat by Difference (AOAC, 2005)

Page 9: BAB III (1)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan

menggunakan rumus:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - k. air - k. abu - k. protein - k. lemak

3.4.1.6 Kadar Kalsium (AOAC, 2005)

Analisis kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan alat AAS (Atomic

Absorption Spectrophotometer). Prinsip pengujiannya adalah abu sampel yang

dilarutkan dalam asam ditambahkan dengan lanthanum oksida untuk mencegah

terbentuknya ion selain kalsium pada saat penetapan dengan menggunakan alat

AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Penentuan kadar kalsium diawali

dengan pengabuan sampel pada suhu 5500C selama 4-6 jam, lalu diasamkan

dengan penambahan 10 ml HCl 3N dan dipanaskan selama 10 menit pada suhu

70-800C, dilanjutkan pembuatan larutan sampel pada labu takar dengan menyaring

larutan tersebut dan dibilas dengan akuades sampai volume 200 ml. Tahapan

berikutnya adalah pembuatan larutan kurva standar pada konsentrasi 0, 2, 4, 8, 12,

16 dan 20 mg/l, kemudian diambil 2-5 ml dari larutan sampel, masing-masing

dimasukkan pada labu takar 50 ml yang sudah ditambahi larutan lanthanum

oksida (La2O3) sebanyak 10 ml, lalu dibaca dengan alat AAS (Atomic Absorption

Spectrophotometer) yang sudah diverifikasi. Berikut ini adalah rumus untuk

menghitung persentase kadar kalsium:

Kadar kalsium (%) = C x V1 x V3 W x V2 x 10,000

dimana W = berat sampel (gram)

V1 = volume larutan sampel (ml)

V2 = volume larutan yang diambil dari larutan sampel (ml)

V3 = volume larutan sampel final yang akan dibaca AAS (ml)

C = konsentrasi sampel (mg/l) diambil dari persamaan linear, yaitu:

C = (y-a)/b, dimana y = absorbansi sampel

a = intercept

b = slope

10,000 = nilai konstanta hasil konversi dari mg/l menjadi persen (%)

Page 10: BAB III (1)

3.4.1.7 Kadar Fosfor (AOAC, 2005)

Analisis kadar fosfor dilakukan dengan menggunakan alat

spektrofotometer. Prinsip metode ini adalah abu sampel yang dilarutkan dalam

asam ditambahkan dengan larutan molybdate-vanadate untuk memberikan warna

yang dapat diserap sinar yang dipancarkan oleh spektrofotometer pada panjang

gelombang tertentu. Penentuan kadar fosfor sama seperti kadar kalsium sampai

pada proses pembuatan larutan sampel yang diawali dengan pengabuan sampel

sampai memperoleh larutan sampel 200 ml, kemudian dilakukan pembuatan

larutan kurva standar pada konsentrasi 0, 2, 4, 8 dan 12 mg/l dan ambil 5-10 ml

dari larutan sampel, masing – masing dimasukkan pada labu takar 50 ml yang

sudah ditambahi larutan molybdate-vanadate sebanyak 10 ml, lalu dibaca dengan

alat spektrofotometer yang sudah dikalibrasi. Persentase kadar fosfor dapat

dihitung dengan rumus berikut:

Kadar fosfor (%) = C x V1 x V3 W x V2 x 10,000

dimana W = berat sampel (gram)

V1 = volume larutan sampel (ml)

V2 = volume larutan yang diambil dari larutan sampel (ml)

V3 = volume larutan sampel final yang akan dibaca spektrofotometer (ml)

C = konsentrasi sampel (mg/l) diambil dari persamaan linear, yaitu:

C = (y-a)/b, dimana y = absorbansi sampel

a = intercept

b = slope

10,000 = nilai konstanta hasil konversi dari mg/l menjadi persen (%)

3.4.2 Analisis Karakteristik Fisik

3.4.2.1 Rendemen (AOAC, 1995)

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input

dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.

3.4.2.2 Daya Serap Air dengan Metode Gravimetri (Fardiaz et al., 1992)

Page 11: BAB III (1)

Sebanyak 1 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam

tabung sentrifuge, ditambahkan 10 ml air dan kocok menggunakan vortex mixer,

selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume

supernatan diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Daya serap air dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Daya serap air (%) = volume air awal - volume supernatan x 100% berat kering sampel

3.4.2.3 Derajat Warna (Wrolstad dan Smith dalam Nielsen, 2010)

Analisis derajat warna dilakukan dengan alat kromameter CR-400. Sampel

dimasukkan ke dalam plastik bening dan alat sensor ditempelkan pada bagian

sampel. Hasil pengujian ditampilkan dalam nilai L, a, dan b pada layar display.

Nilai L (lightness) merupakan indikator penilaian kecerahan warna pada suatu

sampel dengan skala 0 sampai 100, semakin mendekati nilai 100, menunjukkan

bahwa warna sampel semakin cerah atau putih. Nilai a digunakan sebagai

indikator penilaian warna merah dengan skala -80 sampai 80, nilai a yang semakin

mendekati nilai 80 menandakan bahwa warna sampel akan semakin berwarna

merah. Nilai b merupakan indikator penilaian warna kuning dengan skala -70

sampai 70, semakin tinggi atau semakin mendekati nilai 70 pada nilai b,

menunjukkan bahwa warna sampel semakin kuning. Parameter derajat putih akan

dianalisis dengan metode pengukuran derajat warna.

3.4.2.4 Derajat Gelatinisasi (Wooton et al., 1971)

Derajat gelatinisasi merupakan rasio antara pati yang tergelatinisasi

dengan total pati pada suatu sampel. Perhitungan derajat gelatinisasi mula-mula

dilakukan dengan melarutkan 1 gram sampel yang sudah berukuran 60 mesh ke

dalam 100 ml air selama 1 menit, kemudian disentrifugasi pada suhu ruang

selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil secara duplo,

masing-masing ditambah 0.5 ml HCl 0.5 N dan diencerkan hingga 10 ml dengan

akuades. Pada salah satu tabung, ditambahkan 0.1 ml larutan iodium, kemudian

kedua tabung diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 600 nm.

Page 12: BAB III (1)

Suspensi lain disiapkan dengan mendispersikan 1 gram sampel berukuran

60 mesh ke dalam 95 ml air dan ditambah dengan 5 ml NaOH 10 N. Suspensi

dikocok selama 5 menit, kemudian disentrifugasi pada suhu ruang selama 15

menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil secara duplo, masing-

masing ditambah 0.5 ml HCl 0.5 N dan diencerkan hingga 10 ml dengan akuades.

Pada salah satu tabung, ditambahkan 0.1 ml larutan iodium, kemudian kedua

tabung diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang

600 nm.

Larutan yang ditambah HCl digunakan sebagai blanko pati yang

tergelatinisasi, sedangkan larutan yang ditambah HCl dan iodium merupakan

larutan pati tergelatinisasi. Larutan yang ditambah HCl dan NaOH digunakan

sebagai blanko total pati, kemudian larutan yang ditambah HCl, NaOH, dan

iodium merupakan larutan total pati. Berikut ini adalah rumus perhitungan derajat

gelatinisasi:

Derajat gelatinisasi (%) = absorbansi pati tergelatinisasi x 100% absorbansi total pati

3.4.2.5 Derajat Pengembangan (Linko et al. dalam Zullichem, 1981)

Derajat pengembangan merupakan perbandingan antara diameter produk

ekstrudat yang dihasilkan dengan diameter ekstruder. Berikut ini adalah rumus

perhitungan derajat pengembangan:

Derajat pengembangan (%) = Dp x 100% Dd

dimana Dp = diameter produk (mm)

Dd = diameter die atau cetakan ekstruder (mm)

3.4.2.6 Densitas Kamba (Wirakartakusumah et al., 1992)

Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menggunakan gelas ukur.

Bahan-bahan yang akan diukur ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan

ke dalam gelas ukur 100 ml dan dibaca volumenya. Densitas kamba dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Densitas kamba (g/ml) = berat bahan volume bahan

Page 13: BAB III (1)

3.4.3 Analisis Organoleptik

Analisis organoleptik pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali

dengan masing-masing pengujian menggunakan metode yang berbeda. Pengujian

organoleptik yang pertama dilakukan pada hasil pembuatan snack produk ekstrusi

dengan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning serta rasio pati

beras menir dan pati jagung yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam

pengujian organoleptik pertama adalah metode uji skoring dengan skala penilaian

1-5 (Meilgaard et al., 2000), hasil uji skoring untuk menentukan snack produk

ekstrusi terbaik mengacu pada SNI 01-2886-2000.

Metode organoleptik yang kedua adalah metode uji perbandingan

pasangan antara snack produk ekstrusi dengan konsentrasi fortifikasi tepung

tulang ikan tuna sirip kuning terbaik dengan produk ekstrusi komersial. Produk

komersial akan digunakan sebagai R atau Reference dalam penilaian snack produk

ekstrusi terbaik pada penelitian. Skala yang digunakan pada metode uji

perbandingan pasangan ini adalah dari -3 sampai 3. Skala -3 menunjukkan produk

ekstrusi penelitian tidak lebih baik dari produk ekstrusi komersial, skala 0

menunjukkan produk ekstrusi penelitian sama dengan produk ekstrusi komersial,

sedangkan skala 3 menunjukkan produk ekstrusi penelitian lebih baik dari produk

ekstrusi komersial. Parameter yang dibandingkan pada kedua uji organoleptik

adalah warna, aroma, rasa, dan kerenyahan.