bab iii akibat hukum apabila penanggung terbukti …repository.unair.ac.id/13796/10/9. bab 3.pdf ·...
TRANSCRIPT
41
BAB III
AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH
MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH
3. 1 Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung
Prinsip itikad terbaik merupakan hal yang sangat esensial dalam perjanjian
asuransi. Prinsip ini sangat penting karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian
yang membutuhkan rasa percaya satu sama lain yang sangat besar. Hal ini
dikarenakan karena penanggung harus menanggung sesuatu yang bukan merupakan
miliknya, sedangkan tertanggung mempercayakan sesuatu yang merupakan miliknya
kepada orang lain untuk dijaga dan membayar sejumlah premi. Itikad baik ini tidak
hanya diberlakukan bagi pihak tertanggung, pihak tertanggung juga diwajibkan untuk
memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Ada beberapa perbuatan yang
dianggap telah melanggar prinsip itikad baik yaitu:41
1. Misrepresentation :
suatu pernyataan yang tidak benar (false statement of fact) mengenai suatu
fakta atau keadaan yang mempengaruhi seseorang menjadi mau mengadakan
perjanjian42
memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Sebelum
menyatakan jika perbuatan tersebut merupakan misrepresentation maka
terdapat beberapa syarat yang dipenuhi seperti pernyataan harus mengenai
suatu fakta., dilakukan oleh satu pihak, harus bersifat material fakta tersebut,
41
Hilda Yunita Sabrie, Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa Akibat Tertanggung Bunuh Diri, Yuridika,
Volume 26 No 1, Januari-April 2011. 38 42
http://www.aamai.or.id/v2/index.php/page/menu/0.1.2.4.1 diakses pada 04 Agustus 2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
42
mempengaruhi terjadinya kontrak , menimbulkan kerugian / kerugian pada
pihak dalam kontrak.43
Misrepresentation ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Innocent Misrepresentation yang artinya kurangtelitian dalam
menyampaikan fakta-fakta materiil (penting), yang disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan tertanggung atas fakta-fakta tersebut, sehingga
tidak ada faktor kesengajaan.;
b. Fraudulent Misrepresentation yang artinya adalah suatu perbuatan yang
dengan sengaja mengurangi penjelasan mengenai fakta-fakta materiil yang
seharusnya disampaikan;
2. Non-Disclosure yaitu perbuatan para pihak yang tidak menyampaikan suatu
fakta tertanggung tidak menyampaikan suatu fakta karena ia mengira fakta
tersebut tidak materiil (penting);
3. Concealment yaitu seandainya menutupi fakta-fakta materiil yang seharusnya
diberitahukan kepada penanggung.
Itikad baik tidak memiliki konsep yang jelas dan rinci. Itikad baik biasanya
terdapat secara tersirat dalam putusan-putusan hakim, doktrin-doktrin. Dalam
perundang-undangan di Indonesia tidak terdapat konsep yang jelas mengenai prinsip
itikad baik. Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 juga tidak menyebut
mengenai itikad baik secara langsung namun lebih kepada hak dan kewajiban
tertanggung serta penanggung. Secara sederhana itikad baik dapat dilihat dari sikap
jujur para pihak dalam pembuatan dan dalam pelaksanaannya. Jujur yang dimaksud
43
ibid
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
43
adalah baik penanggung maupun tertanggung bersikap tanpa tipu muslihat, tanpa ada
upaya untuk mengganggu pihak yang lain maupun tanpa ada niat untuk melakukan
perbuatan diluar kesepakatan.
Apabila terjadi pelanggaran prinsip utmost good faith maka perjanjian itu akan
batal demi hukum karena syarat subjektif tidak terpenuhi karena para pihak tidak
pernah melakukan kesepakatan. Kesepakatan seharusnya terjadi apabila kedua pihak
menemukan adanya persamaan kehendak. Namun ketika prinsip itikad baik
dilanggar maka salah satu pihak menghendaki adanya perbuatan tidak baik dan
menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan.
Dalam sengketa asuransi tertanggung yang biasanya memiliki posisi yang lebih
lemah. Penanggung dapat menggunakan alasan tidak adanya itikad baik jika sengketa
terjadi. Disisi lain juga terdapat pengertian innocent misrepresentation dimana
ketidaktahuan calon tertanggung mengenai ketentuan pemberian informasi kepada
penanggung dapat menjadi perbuatan itikad buruk. Maka dari itu perusahaan asuransi
serta agen yang ditunjuk harus menjelaskan secara rinci mengenai program asuransi
beserta ketentuannya. Pasal 31 (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014
menentukan Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Perusahaan
Perasuransian wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam
melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta
terutama agen asuransi yang langsung berinteraksi dengan calon tertanggung
diwajibkan untuk memiliki informasi yang cukup mengenai program asuransi yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
44
akan ditawarkan. Agen asuransi juga dianggap melanggar prinsip itikad baik apabila
:44
1. Tidak menjelaskan luas jaminan dan hak-hak tertanggung atau hanya
menjelaskan sebagian karena menganggap tertanggung telah mengetahuinya;
2. Tidak menjelaskan luas jaminan atau hak-hak tertanggung atau hanya
menjelaskan sebagian dengan tujuan memperolhe premi yang besar tapi resiko
yang dijamin kecil.
Dalam kasus yang ada dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 1093 K/Pdt/2010
dijelaskan bahwa pengisian terhadap seluruh persyaratan asuransi dilakukan oleh Ny.
Sri Suryanti Asiyah, SE pada saat almarhumah melaksanakan kerja di BPD Papua
dengan didampingi oleh sdr. A. Ghafur selaku agen. Berdasarkan fakta tersebut
ketika melakukan underwriting asuransi jiwa almahumah telah mengisi formulir yang
menjadi sumber informasi seperti surat permintaan asuransi jiwa SPAJ), surat
keterangan kesehatan, laporan agen serta laporan pemerikasaan kesehatan kepada
agen selaku wakil PT. Asuransi Jiwasraya dengan maksud agar PT. Asuransi
Jiwasraya dapat menilai dan memperkirakan resiko yang mungkin dapat diambil
Selain itu persyaratan asuransi baru dapat ditandatangani oleh Ny. Sri. Suryanti
Asiyah setelah dilakukan pengecekan secara menyeluruh yang dilakukan oleh agen
penanggung. Jika dikemudian hari terdapat informasi yang dianggap penanggung
belum diberitahukan maka penanggung tidak dapat menolak membayar klaim dengan
dasar melanggar itikad baik. Apabila penanggung menyatakan tidak mengetahui
44
Zahry Vandawati Chumaida, opcit, , h. 148
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
45
almarhumah pernah menjalani operasi pengangkatan payudara, hal tersebut tidak
mungkin terjadi. Operasi yang dijalani oleh almarhumah merupakan operasi
pengangkatan payudara yang disebut dengan Masektomi. Masektomi dibagi menjadi
3 jenis yaitu:45
1. Mastektomi Total atau Sederhana: Dalam operasi ini seluruh payudara
diangkat, tetapi tidak termasuk kelenjar getah bening di bawah lengan atau
jaringan otot di bawah payudara. Kadang-kadang kedua buah payudara
diangkat, terutama bila dilakukan mastektomi untuk mencegah terjadinya
kanker.
2. Mastektomi radikal termodifikasi: Operasi ini melibatkan pengangkatan
seluruh payudara serta beberapa kelenjar getah bening di bawah lengan. Ini
adalah operasi yang paling umum untuk wanita dengan kanker payudara yang
seluruh payudaranya diangkat.
3. Mastektomi radikal: Ini adalah operasi besar di mana ahli bedah menghapus
seluruh payudara, kelenjar getah bening di bawah ketiak (aksila) , dan otot
dinding dada di bawah payudara.
Dari ketiga jenis operasi tersebut semua memiliki resiko yang sama yaitu adanya
jaringan parut bekas luka. Dengan kata lain jika terjadi pemeriksaan secara
menyeluruh bekas operasi tersebut dapat dilihat dengan kasat mata. Bekas operasi
tersebut hanya dapat dihilangkan atau dikurangi dengan melakukan operasi bedah
plastic, sedangkan almarhumah tidak pernah diketahui atau diduga melakukan operasi
45
http://www.cancerhelps.com/pembedahan-kanker-payudara.htm diakses pada 05 Agutus 2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
46
bedah plastik. Penanggung tidak dapat membuktikan jika tertanggung telah
melakukan itikad buruk.
Seperti yang penulis telah jelaskan diatas apabila salah satu pihak melanggar
prinsip Good Faith maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif dimana
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Perjanjian yang batal tersebut dianggap tidak
ada dan keadaan harus dikembalikan seperti sedia kala. Pasal 1266 BW selanjutnya
juga menjelaskan apabila pembatalan tersebut terjadi karena adanya wanprestasi
maka pembatalan perjanjian tersebut tidak dapat dilakukan begitu saja. Pembatalan
tersebut harus dilakukan dengan persetujuan hakim. Hal ini dilakukan untuk
melindungi pihak yang prestasinya tidak terpenuhi.
Demikian pula dengan perjanjian asuransi antara tertanggung Ny. Sri Suryanti
Asiyah, SE dan penanggung PT. Asuransi Jiwasraya yang diwakili oleh agennya A.
Ghafur, perjanjian kedua pihak dimintakan pembatalannya dan hakim menyatakan
untuk menolak pembatalan dan menyatakan jika perjanjian sah. Putusan tersebut
menjadikan perjanjian kedua belah pihak masih berlaku dan kedua belah pihak tetap
melaksanakan prestasi yang telah disepakati keduanya.
Prestasi menurut Abdulkadir Muhammad adalah kewajiban yang harus dipenuhi
oleh debitur dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu
perikatan 46
Menurut Pasal 1234 BW prestasi dapat berupa ada beberapa jenis yaitu
memberikan sesuatu, tidak melakukan sesuatu dan melakukan sesuatu.
46
Abdulkadir Muhammad, opcit, h.21
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
47
Dalam kasus ini baik pihak tertanggung maupun tertanggung memiliki prestasi
memberikan sesuatu yaitu sejumlah uang sebagai premi bagi pihak tertanggung dan
bagi pihak penanggung memberikan sejumlah uang sebagai bentuk perlindungan
yang diberikan oleh tertanggung kepada ahli warisnya yang dititipkan kepada
penanggung. Almahumah sebagai penanggung telah melakukan prestasinya
membayar premi kepada penanggung, namun penanggung menolak membayarkan
sejumlah uang kepada ahli waris tertanggung bahkan setelah terjadi evenemen seperti
yang diperjanjikan sebelumnya.
Hal itu menunjukkan bahwa penanggung telah melakukan wanprestasi karena
tidak melakukan prestasi yang ada dalam perjanjian. Menurut Pasal 1233 BW
perjanjian mengikat sama kuatnya dengan undang-undang (pacta sun servanda)
Perbuatan penanggung yang melakukan wanprestasi dan merugikan tertanggung
dapat meminta ganti rugi kepada pihak yang melakukan wanprestasi. Pasal 1243 BW,
menentukan penggantian biaya, rugi dan juga bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan barulah mulai diwajibkan apabila si berutang, setelah ia dinyatakan lalai
dalam memenuhi perikatannya tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus
diberikan atas dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu
yang telah dilampaukannya. Ahli waris almarhumah telah menerbitkan somasi
tertanggal 10 Septemeber 2008 namun penanggung tetap menolak membayar kepada
pihak tertanggung. Berdasarkan hal pihak ahli waris tertanggung menggungat
penanggung dengan alasan wanprestasi.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
48
3.2 Penyelesaian Sengketa yang Dapat Dilakukan Apabila Terjadi Sengketa
Asuransi.
Dalam setiap perjanjian selalu terdapat potensi adanya sengketa. Ketika
terciptanya sebuah perjanjian maka hak dan kewajiban para pihak mulai
diberlakukan, saat salah satu pihak menolak untuk melaksanakan kewajibannya maka
pihak yang berhak atas kewajiban tersebut akan menutut haknya sehingga terjadilah
sengketa. Pada sengketa perjanjian asuransi biasanya terjadi ketika pihak penanggung
menolak untuk membayar klaim ketika pihak tertanggung terkena evenemen. Selain
hal tersebut juga ada beberapa hal yang dapat menyebabkan sengketa asuransi seperti
keterlambatan pembayaran premi, risiko penyebab terjadinya kerugian (proximate
cause) tidak dijamin dalam polis asuransi, nilai pertanggungan tidak penuh (under
insurance dan pelanggaran terhadap prinsip itikad baik berupa misrepresentation atau
non-disclosure fakta material.
. Penyelesaian sengketa asuransi dapat dilakukan dengan 3 cara pertama
adalah melalui mediasi, pengadilan dan arbitrase. Dalam polis diwajibkan untuk
mencamtumkan tentang bagaimana cara penyelesaian sengketa yang mungkin akan
timbul dikemudian hari. Klausa ini diwajibkan untuk dicantumkan dalam perjanjian
sesuai dengan ketentuan KMK442/KMK.06/200347
3.2.1 Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
Salah satu upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh
tertanggung adalah dengan meminta bantuan Badan Mediasi Asuransi Indonesia
47
Zahry Vandawati Chumaidah, Opcit, h. 335
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
49
(BMAI) sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa alternatif. Badan Mediasi
Indonesia merupakan badan independen yang tidak memiliki keterkaitan dengan
lembaga penyelesian sengketa lainnya. Badan ini secara khusus didirikan untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam usaha asuransi. BBMAI bersifat imparsial
karena dibentuk dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi
konsumen asuransi, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perasuransian dan
dapat mendukung perasuransian yang lebih baik pada masa yang akan datang,48
jadi
BMAI tidak hanya berpihak kepada konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung
namun juga kepada perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung.
Dalam menyelesaikan sengketa BMAI tidak berfungsi sebagai pihak yang
memberikan nasehat hukum namun lebih sebagai penengah perselisihan diantara
kedua pihak yang bersengketa. BMAI memberikan pelayanan untuk menyelesaikan
sengketa antara perusahaan asuransi dan tertanggung atau pemegang polis, mediator,
ajudikator dan arbiter.49
Tidak semua sengketa dapat ditangani oleh BMAI
berdasarkan Pasal 2 peraturan BMAI ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,50
yaitu
1. Semua bentuk sengketa dari pihak yang mempunyai kepentingan atas
suatu jaminan polis asuransi yang berkaitan dengan ganti rugi atau
manfaat asuransi;
48
Tioma Roniuli Hariandja, Penyelesaian Sengketa Asuransi Melalui Badan Mediasi Asuransi
Indonesia,Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, tahun 2007,h. 47 49
http://bmai.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66&Itemid=193, diakses pada
tanggal 18 Juli 2015 50
Tioma Ronjuli Hariandja, Opcit, h. 52
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
50
2. Pemohon pihak yang berkepentingan;
3. Pihak yang terlibat sengketa merupakan pihak yang tunduk pada yuridiksi
BMAI karena terdaftar sebagai anggota BMAI;
4. Sengketa yang timbul dari permasalahan berkaitan dengan hubungan
pemohon dan anggota;
5. Lingkup sengketa yang diajukan harus berada dalam yuridiksi BMAI
sejak didirikan;
6. Anggota tidak dapat menyelesaikan secara langsung dengan pemohon
sesuai dengan tuntuntan dalam jangka waktu 30 hari sejak disampaikan
keberatan oleh pemohon kepada anggota;
7. Jumlah untutan ganti rugi atau polis yang dipersengketakan untuk kurang
dari 500 juta untuk kerugian dan 300 juta untuk asuransi jiwa dan jaminan
sosial;
8. Sengketa yang belum pernah diajukan pemohon kepada anggota sehingga
kedua pihak belum pernah menyelesaikannya sendiri akan dikembalikan
kembali kepada para pihak untuk dipertimbangkan agar dapat melakukan
menyelesaikan sendiri terlebih dahulu;
9. Lingkup daerah yuridiksi BMAI hanya mencakup sengketa terhadap
aktifitas anggota atau perwakilan yang melakukan kegiatan usaha dalam
wilayah republik Indonesia.
BMAI memiliki beberapa cara dalam menyelesaikan sengketanya yaitu :
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
51
1. Mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai
penengah.Menurut Suyud Margono mediasi mengandung unsur-unsur:51
a. Proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan
b. Pihak ketiga yang menengahi disebut mediator. Mediator terlibat dan
diterima para pihak yang bersengketa didalam proses;
c. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan selama
perundingan;
d. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan
yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa
2. Ajudikasi adalah cara selanjutnya yang dapat dilakukan para pihak yang
bersengketa apabila dalam mediasi tidak menemukan kesepakatan. Mediator
akan meminta persetujuan kepada ketua BMAI untuk melanjutkan ke
ajudikasi namun para pihak dapat menolak dan mencari cara penyelesaian
sengketa lainnya. Sebaliknya para anggota tidak berhak untuk menolak
melanjutkan sengketa ke ajudikasi sekalipun anggota tidak hadir dalam
persidangan.
3. Arbitrase Menurut Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase, Pasal 1
ayat (1): "Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di
luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa". Penyelesaian sengketa ini
51
Purwanto, Efektifitas Penerapan Alternative Dispute Resolution (ADR) Pada Penyelesian Sengketa
Bisnis Asuransi di Indonesia, Jurnal Risalah Hukum nomor 1, Juni 2005, h 11-12
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
52
dilakukan dengan cara para pihak menyerahkan kepada pihak ketiga yang
netral untuk memutuskan sengketa. Hal yang membedakan dengan pengadilan
adalah arbitrase ini bersifat tertutup sehingga kerahasiaan dan nama baik para
pihak yang bersengketa tetap terjaga.
3.2.2 Pengadilan Negeri
Banyak dari sengketa yang timbul dari perjanjian asuransi berakhir di
Pengadilan. Hal ini disebabkan karena masyarakat menilai bahwa pengadilan
memiliki kekuatan yang lebih besar dalam memaksa pihak lawan untuk memenuhi
kewajibannya. Sengketa asuransi yang masuk dalam pengadilan akan masuk pada
hukum perdata dimana para pihak yang bersengketa berharap jika pihak lawan dapat
dipaksa untuk melakukan kewajibannya.
Penyelesaian sengketa di pengadilan memiliki kekurangan seperti proses yang
lama karena para pihak dapat melakukan upaya hukum apabila putusan pengadilan
dianggap tidak adil. Upaya hukum ini dapat berlangsung dari Pengadilan Tinggi
hingga Mahkamah Agung, setelah diputus oleh Mahkamah Agung pun para pihak
masih dapat mengajukan Peninjauan Kembali. Proses yang dilalui sangat lama
sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar.
Hal kedua yang menjadi kelemahan penyelesaian sengketa di pengadilan
adalah sifatnya yang terbuka. Berbeda dengan penyelesaian sengketa alternatif.
3.2.3 Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Mengenai Perlindungan Konsumen
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
53
Dalam perjanjian perasuransian penanggung disebut dengan pelaku usaha dan
tertanggung disebut dengan konsumen. Pasal 251 lebih berpihak kepada
penanggung sedangkan tertanggung memiliki posisi yang lebih lemah. Pasal 251
selalu menjadi alasan bagi penanggung untuk menolak membayar klaim, oleh
karena itu undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen
memberikan dasar hukum bagi konsumen untuk mempertahankan haknya.
Dalam Pasal 23 undang-undang perlindungan konsumen menyatakan Pelaku
usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen dapat digugat melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau mengajukan di badan peradilan ditempat kedudukan
konsumen.
Dalam Pasal 45 Undang-undang perlindungan konsumen.disebutkan bahwa
konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui jalur pengadilan maupun non
pengadilan. Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan
konsumen menyediakan sebuah badan yang diberi kewenangan untuk
menyelesaikan sengketa yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
yang selanjutnya akan disebut dengan BPSK. Tugas dan kewenangan BPSK
diuraikan dalam Pasal 52 undang –undang penyelesaian konsumen yang meliputi:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,
dengan cara melalui Mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
54
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam Undang-undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang
f. Terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
g. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen;
h. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
i. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
j. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan
huruf h, yang tidak bersedia
k. Memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
l. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
m. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen;
n. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
55
o. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
3.2.4 Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK. 07/2013 Mengenai Perlindungan Konsumen
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas usaha
peransurasian juga memberikan peraturan untuk menjamin perlindungan kepada
konsumen yang terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1
POJK.07/2013.
Dalam aturan ini prinsip itikad baik menjadi hal yang sangat mendasar, hal ini
terdapat dalam Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013
mengenai perlindungan Konsumen Pasal 3 menyebutkan bahwa Pelaku Jasa
Keuangan berhak untuk memastikan adanya itikad baik dari konsumen dengan cara
mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur,
jelas dan tidak menyesatkan. Disisi lain dalam pasal 4 Peraturan OJK Nomor 1
POJK. 07/2013 Pelaku Jasa Keuangan juga wajib untuk melakukan itikad baik
dengan cara menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan
layanan yang akurat jujur jelas dan tidak menyesatkan serta memberikan penjelasan
kepada konsumen mengenai hak dan kewajiban yang akan didapatkan oleh
konsumen.
Pada saat setelah terjadi perjanjian maka berdasarkan Pasal 32 dan 33
Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013 Pelaku Usaha Jasa Keuangan
wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pengaduan bagi konsumen tanpa
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
56
menarik biaya apapun dan wajib memberitahukan mekanisme penjelasan tersebut
kepada konsumen.
Apabila dikemudian hari konsumen menemukan adanya pengaduan yang
berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Keuangan, pengaduan yang berindikasi
adanya pelanggaran ketentuan Perundang-undangan oleh Pelaku Jasa Keuangan,
maka berdasarkan ketentuan Pasal 40 (3) Peraturan Jasa Keuangan mengenai
Perlindungan Konsumen, konsumen berhak untuk mengadukan kepada Anggota
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keungan yang membidangi edukasi dan
perlindungan Konsumen.
Pengaduan konsumen harus memenuhi beberapa persyaratan agar dapat
diproses oleh pihak OJK dan difasilitasi agar sengketa tersebut dapat diselesaikan.
Pasal 41 Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013 menjelaskan antara lain:
1) Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh:
a) Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana
Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan,
paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
b) Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang asuransi umum paling banyak
sebesar Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
2) Konsumen mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan dokumen
pendukung yang berkaitan dengan pengaduan;
3) Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah melakukan upaya penyelesaian pengaduan
namun Konsumen tidak dapat menerima penyelesaian tersebut atau telah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
57
melewati batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini;
4) Pengaduan yang diajukan bukan merupakan sengketa sedang dalam proses
atau pernah diputus oleh lembaga arbritrase atau peradilan, atau lembaga
mediasi lainnya;
5) Pengaduan yang diajukan bersifat keperdataan
6) Pengaduan yang diajukan belum pernah difasilitasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan; dan
7) Pengajuan penyelesaian pengaduan tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja
sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Pelaku
Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.
Apabila telah memenuhi syarat dalam pasal selanjutnya dijelaskan bahwa OJK
akan memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara menunjuk fasilitator dan
mempertemukan konsumen dengan Pelaku Jasa Keuangan untuk mengkaji ulang
permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan penyelesaian.
Apabila kedua pihak sepakat untuk memulai proses fasilitasi maka sesuai dengan
Pasal 44 POJK Nomor 1 POJK. 07/2013 mengenai perlindungan konsumen
kesepakatan tersebut akan dituangkan kedalam perjanjian fasilitasi yang memuat
kesepakatan untuk memilih penyelesaian pengaduan yang difasilitasi oleh Otoritas
Jasa Keuangan dan persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan fasilitasi yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’
58
Pelaksanaan fasilitasi sampai dengan ditandatanganinya akta kesepakatan
dilakukan dengan jangka waktu maksimal 30 hari kerja sejak Konsumen dan Pelaku
Usaha Jasa Keuangan menandatangani Perjanjian Fasilitasi dan dapat diperpanjang
sampai dengan 30 hari kerja. Pada pasal 46 POJK mengenai perlindungan konsumen
kedua belah pihak menemukan maupun tidak menemukan kesepakatan maka hal
tersebut harus dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi Otoritas Jasa Keuangan
yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PELANGGARAN ASAS UTMOST GOOD FAITH APABILA TERJADI PEMBATALAN SECARA SEPIHAK POLIS ASURANSI JIWA YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (Studi Kasus Putusan Nomor 1093 K/Pdt/2010 )
MUMTAZ NAJLA KHAIRUNNISA’