bab iii bermain dalam pikiran
TRANSCRIPT
Kelompok 11. Jessika Aisha Putri
(207.612.013)
2. Farhadilla Indah SY
(207.612.017)
3. Saktika Miladina
(207.612.035)
4. Retno Asteriyani
(207.612.066)
5. Anne Andriana
(207.612.103)
BERMAIN DALAM PIKIRAN
BAB III
Brand is not an object, but a
subject
(Dyah Hasto Palupi)
Merek itu ada jika sudah ada dalam pikiran konsumen. Dengan kata lain, merek itu ada jika sudah dikenal atau diketahui.
Maka dengan sendirinya, merek yang belum dikenal dapat dianggap tidak ada, walaupun produknya ada.
Ada ratusan ribu merek dan tidak semua merek itu dikenal konsumen. Merek yang kuat memiliki tempat di benak konsumen.
Dalam hal ini, ruang lingkup konsumen yang dimaksud adalah massal, tidak individual. Karena itulah merek yang mengandalkan promosi bersifat individual, seperti personal selling dan beberapa teknik direct marketing, sulit membangun merek yang kuat.
Dalam membentuk imej merek, kita memasuki dunia persepsi. Imej adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception).
Imej yang dibentuk tidak sekedar imej, melainkan imej yang jelas, berbeda dan secara relatif lebih unggul dibanding pesaing.
Inilah yang disebut posisi merek (brand position). Proses pembentukannya disebut positioning. Merek yang berhasil adalah yang memiliki posisi kuat.
Tempatkanlah merek dalam pikiran
konsumen karena pengenalan merek
(brand awareness) menjadi landasan
terbentuknya asosiasi merek (Aaker, 1991;
1996).
Proses asosiasi adalah suatu bentuk
pengorganisasian stimulus guna
membentuk persepsi. Secara sederhana,
setiap orang berusaha mempermudah
proses mempersepsikan sesuatu.
Menurut Aakerada sebelas sumber asosiasi
produk
1. atribut produk2. hal-hal tidak nyata dalam produk3. manfaat produk bagi pelanggan4. harga relatif5. penggunaan6. pemakai ataupun pelanggan7. selebriti atau seseorang8. gaya hidup atau kepribadian9. kelas produk10. pesaing11. negara/ area geografis.
PERSEPSI ADALAH REALITAS
Bila kita berbicara kualitas, maka
tedapat kualitas objektif dan
kualitas menurut persepsi
konsumen. Namun yang terpenting
adalah persepsi di mata konsumen.
Apakah sebuah merek sudah
memenuhi kebutuhan atau belum,
jawabannya tergantung pada
penilaian subjektif konsumen
(persepsi konsumen).
Cleland and Bruno (1996)memberikan tiga prinsip tentang
kualitas
1. Kualitas bersumber pada aspek produk dan non-produk, atau seluruh kebutuhan non-harga yang dicari konsumen untuk memuaskan kebutuhannya.
2. Kualitas ada bila masuk ke dalam persepsi konsumen. Jika konsumen mempersepsikan kualitas sebuah produk sebagai bernilai rendah, maka kualitas produk itu rendah, apa pun realitasnya. Jadi, persepsi adalah realitas.
3. Kualitas sebagai persepsi diukur secara relatif terhadap pesaing. Jika produk A sederhana saja, akan tetapi produk pesaing lebih sederhana lagi, maka produk A memiliki kualitas. Begitu pula sebaliknya.
Karena pikiran merupakan area pertempuran merek yang penting,
maka kita perlu memahami bagaimana otak bekerja. Jung mengemukakan
adanya empat fungsi otak.
PIKIRAN, PERASAAN, SENSASI DAN INTUISI
PIKIRANPikiran merupakan bagian yang
mempertimbangkan rasio dan logika, yang sering disebut berhubungan dengan otak kiri (berurusan dengan analisis, deduksi, numerasi dan prosedur-prosedur logika lainnya. Rasionalitas dan logika dapat menjadi pemicu perilaku yang kuat karena memberikan alasan mengapa suatu aksi dilakukan (misalnya memilih merek).
Fungsi pikiran ini dapat dimanfaatkan dengan menampilkan manfaat rasional merek. Misalnya pasta gigi Pepsodent dengan fluoride dapat mencegah gigi berlubang, Pond’s dapat melindungi wajah dari sinar matahari, Nokia memberikan kemudahan dan kemewahan bagi yang menggunakannya, dan sampo Clear bisa mengurangi ketombe.
PERASAANPerasaan juga merupakan perangsang yang kuat terhadap perilaku. Perasaan berkaitan dengan otak kanan. Di otak kanan inilah, terdapat perasaan emosi, kesenangan, ketakutan, kemarahan, kesedihan dan cinta. Semua jenis perasaan tersebut dapat distimulasi dalam sebuah iklan. Cinta sorang ibu terhadap bayinya distimulasi
oleh Johnson’s and Johnson’s untuk produk-produk bayinya,
Kemewahan seorang eksekutif muda distimulasi oleh Toyota Corolla dalam produk terbarunya,
Persahabatan yang abadi distimulasi oleh Djarum dalam iklan produknya, dan
Keceriaan masa remaja distimulasi oleh Fanta dalam iklan produknya.
Merek akan menjadi kuat jika
diasosiasikan dengan perasaan yang positif
dan untuk membangun merek yang kuat,
faktor emosilah yang paling penting. Akan
tetapi jika ingin mencapai posisi merek
yang tertinggi dan sangat kuat, faktor
rasional dan emosional harus berjalan
seimbang.
SENSASISensasi berhubungan dengan sentuhan, rasa,
suara, penciuman dan penglihatan. Untuk memanfaatkannya, Ries and Ries (1999) menyimpulkan hal ini dalam hukum bentuk dan warna. Menurut mereka, logo harus didesain agar sesuai dengan mata kita. Logo adalah kombinasi dari unsur-unsur merek yang menjadi simbol visual merek. Logo harus menarik, mudah dibaca atau diidentifikasi, dan unik.
Misalnya logo Kompas yang dicetak miring dan terkesan formal, logo Tommy Hilfigher yang hanya berupa warna biru dan merah dan logo mobil Kijang yang bergambar Kijang.
Bisa juga dilakukan oleh suatu department store dengan merubah layout ruangan dan memberikan nuansa yang berbeda sehingga bisa menarik konsumen.
Selain melalui bentuk, fungsi sensasi juga bisa memanfaatkan faktor warna. Memang tidak semua produk menggunakan faktor ini, namun pada berbagai kategori produk, terdapat merek-merek yang berasosiasi kuat dengan warna tertentu. Contohnya pada industri fotografi, warna kuning identik dengan Kodak, hijau dengan Fuji, dan biru dengan Konica.
INTUISIIntuisi merupakan fungsi lain otak kanan.
Intuisi mengabaikan rasio dan logika, yang ditonjolkan adalah spontanitas. Sebuah merek dapat memanfaatkan intuisi dengan membangun kepercayaan terhadapnya, sehingga merek itu dapat menjadi pilihan tanpa melibatkan emosi ataupun rasionalitas. Dengan slogan “Just do it”, Nike berusaha memanfaatkan intuisi ini.
Misalnya barang-barang murah yang banyak dijual dipasar grosir seperti tanah abang, tentu saja barang-barang tersebut mempunyai merek dan terdapat banyak merek untuk satu jenis produk yang sama misalnya pakaian dengan merek jins dan intan. Biasanya seorang konsumen akan lebih memilih pakaian dengan merek intan karena intan diibaratkan sebagai benda yang sangat berharga dan berkilau.
STUDY KASUSSalah satu contonya adalah produk pasta gigi bermerek “Pepsodent”. Pepsodent merupakan merek yang menarik sisi rasional seseorang, menuju ke elemen logika dan perasaan yang baik (pemikiran). Konsumen berpikir pasta gigi pepsodent dapat mencegah kerusakan gigi dan kekuatan gigi, hal ini dapat mempengaruhi pikiran customer.
Dalam hal perasaan, cinta dan kasih sayang orang tua baik terhadap anaknya atau keluarganya, maka konsumen akan memilih pepsodent karena pepsodent, merupakan produk pasta gigi keluarga yang brandnya telah tertanam dibenak masyarakat.
Sedangkan dilihat dari sensasi, logo pepsodent sudah tertanam di benak masyarakat karena warna yang dipakai dalam logo tersebut. Serta iklan-iklan yang diciptakan sangat terkesan unik, yaitu menampilkan rasa kekeluargaan, kebersamaan dan iklan tersebut mengandung informasi positif. Sehingga masyarakat yang melihat iklan pepsodent menjadi tertarik dan memiliki rasa ingin menggunakan produk tersebut.
Dari sisi intuisi, konsumen telah memiliki kepercayaan produk tersebut karena manfaatnya. Sehingga ketika konsumen membutuhkan pasta gigi, konsumen secara spontanitas akan memilih pepsodent.
SUMBER
Simamora, Bilson. 2002. Aura
Merek. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
www.moneymarketing.co.uk
www.republika.co.id
Thank’s For
Attention