bab iii gambaran umum wilayah jawa barat · pdf filewilayah pada bab berikutnya. 3.1 kondisi...
TRANSCRIPT
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN
Bab sebelumnya telah memaparkan konsep pembangunan wilayah
berkelanjutan dan indikator-indikatornya sebagai landasan teoritis sekaligus
instrumen dalam memonitor keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat
Selatan. Bab ini akan memaparkan kondisi fisik dan lingkungan, sumber daya
manusia, perekonomian, serta sarana dan prasarana wilayah yang akan
memberikan orientasi kontekstual dalam menganalisis kinerja dan keberlanjutan
wilayah pada bab berikutnya.
3.1 Kondisi Fisik dan Lingkungan Kondisi fisik dan lingkungan Wilayah Jawa Barat Selatan yang meliputi
letak dan luas wilayah, kondisi klimatologi, morfologi, topografi, kemiringan lahan,
geologi dan sumber daya mineral, hidrologi, dan tata guna lahan diuraikan dalam
bagian ini. Tinjauan terhadap kondisi fisik dan lingkungan tersebut dimaksudkan
untuk memberikan gambaran mengenai potensi sekaligus keterbatasan fisik dan
lingkungan yang dimiliki Jawa Barat Selatan dalam pembangunan wilayahnya.
3.1.1 Letak dan Luas Wilayah Wilayah Jawa Barat Selatan meliputi 5 (lima) kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, yaitu Kabupaten Ciamis,
Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi. Kelima kabupaten tersebut memiliki
proporsi luas wilayah yang cukup besar, yaitu mencakup sekitar 44% dari luas
wilayah Provinsi Jawa Barat. Dari kelima kabupaten, Sukabumi memiliki luas
wilayah paling besar dan Tasikmalaya yang baru mengalami pemekaran wilayah
pada tahun 2001 lalu memiliki luas wilayah terkecil. Adapun luas wilayah masing-
masing kabupaten di Jawa Barat Selatan dapat dirinci sebagai berikut.
• Kabupaten Sukabumi (4.160,47 km2)
• Kabupaten Cianjur (3.615,56 km2)
• Kabupaten Garut (3.087,57 km2)
• Kabupaten Tasikmalaya (2.726,58 km2)
• Kabupaten Ciamis (2.732,52 km2)
40
41
3.1.2 Klimatologi dan Morfologi Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki iklim tropis dan curah hujan yang
tinggi, yaitu antara 1000-4000 mm/tahun. Morfologinya termasuk dalam satuan
zona pegunungan selatan, berupa plateau dan dataran terangkat. Kemiringan
lereng wilayahnya cukup bervariasi, yaitu antara 0 - >40%. Di bagian utara dan
tengah kemiringannya relatif curam dengan luas yang paling besar, sedangkan di
bagian selatan relatif landai. Kondisi topografi di bagian utara dan tengah
didominasi oleh pegunungan dan perbukitan. Di bagian selatan, terdapat pesisir
yang tidak terlalu luas yang merupakan dataran rendah atau agak bergelombang.
Keberadaan pegunungan/perbukitan yang relatif curam dan curah hujan
yang tinggi menyebabkan Wilayah Jawa Barat Selatan umumnya rawan terhadap
bencana alam, terutama erosi dan gerakan tanah (longsor). Kondisi tersebut
menjadi salah satu kendala dalam pengembangan, dimana kegiatan
pembangunan yang dilakukan di wilayah tersebut menjadi relatif mahal. Selain
itu, kondisi fisik yang labil dan rawan bencana alam juga mengakibatkan
terbatasnya daya dukung dan kawasan yang sesuai bagi budidaya pertanian
maupun permukiman.
Keberadaan pegunungan dan perbukitan yang cukup luas di Jawa Barat
Selatan menyebabkan wilayah tersebut memiliki kawasan lindung dan konservasi
yang cukup signifikan (Gambar III.1). Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat,
hampir 80% Wilayah Jawa Barat Selatan ditetapkan sebagai kawasan lindung.
Luas kawasan lindung dan konservasi yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan
mencakup 60% dari seluruh kawasan lindung dan konservasi yang ada di Jawa
Barat. Dengan luas kawasan lindung dan konservasi yang signifikan, maka
Wilayah Jawa Barat Selatan berperan penting sebagai benteng lingkungan dan
kebumian Jawa Barat. Kondisi tersebut menyebabkan infrastruktur dan pusat-
pusat kegiatan di wilayah tersebut hanya boleh dikembangkan secara terbatas.
42
PETA KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA WILAYAH JAWA BARAT
SELATAN
43
Struktur geologi Wilayah Jawa Barat Selatan sebagian besar terdiri dari
batuan sedimen laut berumur Oligosen-Miosen, terutama terdiri dari breksi
gunung api, selang-seling batu pasir - batu lempung, batu gamping, serta
endapan vulkanik tua dan intrusi-intrusi batuan beku. Kondisi geologi tersebut di
satu sisi menjadikan Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki morfologi kasar
sehingga aksesibilitasnya menjadi sulit. Di sisi lain, dengan kondisi geologi
tersebut, Wilayah Jawa Barat Selatan menyimpan potensi sumber daya mineral
yang cukup besar dan belum sepenuhnya tereksplorasi dengan baik, antara lain
berupa emas, tembaga, seng, besi/pasirbesi, titan plaser, belerang, perak, barit,
mangan, bentonit, gypsum, kalsit, resin, kaolin, fosfat, batu gamping/marmer
industri, zeolit, batu gunung dan sirtu. Dengan adanya potensi sumber daya
mineral, maka Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki potensi ekonomi yang cukup
besar dari sektor pertambangan dan memerlukan sumber daya manusia, dana,
dan teknologi untuk mengelolanya demi kepentingan pembangunan. Namun,
pengelolaan potensi sumber daya alam tersebut perlu dilakukan dengan bijak
dan hati-hati agar tidak merusak lingkungan mengingat peran penting Wilayah
Jawa Barat Selatan sebagai benteng lingkungan dan kebumian Jawa Barat.
3.1.3 Hidrologi (Sumber Daya Air) Sumber daya air yang terdapat di Wilayah Jawa Barat Selatan terdiri dari
air permukaan dan air tanah. Untuk air permukaan, sumber utamanya adalah
sungai. Sebanyak 400 dari 700 sungai di Jawa Barat berada di Wilayah Jawa
Barat Selatan. Dalam pengelolaannya, sungai-sungai tersebut dibagi menjadi
beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang hampir semuanya tergolong dalam
kategori tidak kritis (BPLHD, 2005). Keberadaan sungai yang cukup banyak
merupakan daya dukung fisik yang penting dalam memenuhi kebutuhan
penduduk. Di sisi lain, dengan keberadaan sungai yang cukup banyak, maka
perlu biaya yang besar untuk membangun jembatan guna membuka
keterisolasian wilayah.
Untuk air tanah, sumbernya ada 3 (tiga), yaitu: (1) air tanah bebas (air
tanah dangkal) yang biasanya dijumpai dalam bentuk sumur gali dan banyak
dipakai penduduk sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan domestik, (2) air
tanah tertekan (air tanah dalam) yang banyak dijumpai dalam bentuk mata air
yang mengalir sepanjang tahun dan banyak dimanfaatkan penduduk dengan
44
cara menggunakan sistem jaringan pipa yang didistribusikan ke desa-desa, dan
(3) air tanah aquifer yang banyak ditemukan di Wilayah Jawa Barat Selatan
dengan produktivitas yang beragam. Potensi air tanah aquifer yang cukup besar
tersebut dapat menjadi cadangan sumber daya air di masa depan.
3.1.4 Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di Wilayah Jawa Barat Selatan didominasi oleh
kegiatan budidaya pertanian, berupa sawah (11,37%), ladang/tegalan (8,50%),
perkebunan (17,36%), dan kebun campuran (29,37%). Sawah beririgasi seluas
151.858 Ha tersebar di Kabupaten Ciamis (24,5%), Tasikmalaya (21,8%), Garut
(23%), dan Cianjur (30,5%). Di Kabupaten Sukabumi, sawahnya masih bersifat
tadah hujan. Perkebunan rakyat maupun negara sebagian besar berada di
Kabupaten Garut (105 ribu Ha), Cianjur (124 ribu Ha), dan Sukabumi (86 ribu
Ha). Kebun campuran yang biasanya merupakan perkebunan rakyat sebagian
besar berada di Kabupaten Ciamis (170 ribu Ha) dan Tasikmalaya (239 ribu Ha).
Masih luasnya budidaya pertanian lahan kering memerlukan pengaturan
kebutuhan air dengan prasarana irigasi. Walaupun terdapat sekitar 400 sungai di
Wilayah Jawa Barat Selatan, namun sangat sulit untuk membangun jaringan
irigasi karena kebanyakan lahan pertanian di wilayah tersebut berada di atas
aliran sungai. Dengan penggunaan lahan pertanian yang masih luas, maka mata
pencaharian penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan masih banyak yang
bergantung pada lahan dan usaha pertanian sehingga kehidupannya masih
bersifat agraris dan karakter perdesaannya masih menonjol.
Di luar pertanian, penggunaan lahan yang proporsinya tergolong besar
adalah hutan, yaitu terdiri dari hutan primer (15,22%) dan hutan sekunder
(10,87%). Hutan primer sebagian besar berada di Kabupaten Cianjur (147 ribu
Ha), Garut (106.771,47), dan Sukabumi (77.059,72 Ha). Hutan sekunder
sebagian besar berada di Kabupaten Ciamis (90 ribu Ha) dan Tasikmalaya (97
ribu Ha).
Penggunaan lahan lainnya adalah untuk padang rumput/ilalang (3,13%),
permukiman (0,94%), kawasan pertambangan/galian (0,05%), kawasan dan
zona Industri (0,01%), tanah kosong/terbuka (0,39%), dan semak belukar
(1,42%). Peta guna lahan Wilayah Jawa Barat Selatan dapat dilihat pada
Gambar III.2 berikut.
45
PETA GUNA LAHAN WILAYAH JAWA BARAT SELATAN
46
3.2 Kondisi Sumber Daya Manusia Manusia adalah subyek sekaligus obyek dalam pembangunan sehingga
merupakan salah satu unsur yang esensial dalam pembangunan. Berikut ini akan
diuraikan mengenai kondisi sumber daya manusia di wilayah studi.
Total penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan pada tahun 2005 mencapai
9.880.847 jiwa atau sekitar 24,72% dari total penduduk Propinsi Jawa Barat.
Kabupaten Garut memiliki jumlah penduduk terbanyak (23,49%) dan yang paling
sedikit adalah Kabupaten Ciamis (15,61%). Garut sekaligus menjadi kabupaten
terpadat, sedangkan Sukabumi yang memiliki areal wilayah paling luas menjadi
kabupaten yang terjarang penduduknya. Secara umum, kepadatan penduduk
Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata
Jawa Barat (Tabel III.1). Areal wilayah yang cukup luas dengan kondisi topografi
pegunungan atau perbukitan yang tidak memungkinkan bagi perkembangan
permukiman, serta ketersediaan infrastruktur dan aksesibilitas wilayah yang
masih minim menyebabkan Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki keterbatasan
dan kurang menarik untuk dijadikan tempat tinggal sehingga kepadatan
penduduk di wilayah tersebut menjadi relatif rendah. Dengan kepadatan
penduduk yang relatif rendah, maka Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki
persediaan sumber daya manusia yang relatif terbatas untuk mengelola
wilayahnya yang tergolong luas tersebut.
Tabel III.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa
Barat Tahun 2005
Kabupaten/ Wilayah Jumlah Penduduk (Jiwa)
Luas Wilayah (Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ Km2)
Ciamis 1.542.661 2.732,52 565 Tasikmalaya 1.693.479 2.726,58 621 Garut 2.321.070 3.087,57 752 Cianjur 2.098.644 3.615,56 580 Sukabumi 2.224.993 4.160,47 535 Jawa Barat Selatan 9.880.847 16.322,70 605 Jawa Barat 39.960.869 37.095,28 1.077 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) Wilayah Jawa Barat Selatan
selama kurun waktu tahun 2003-2005 adalah sebesar 1,07% per tahun (Tabel
47
III.2). Angka tersebut jauh lebih kecil dari rata-rata LPP Jawa Barat yang
mencapai 2,37% per tahun. Dari lima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat
Selatan, hanya Kabupaten Tasikmalaya dan Garut yang memiliki rata-rata LPP di
atas Jawa Barat. Sementara Kabupaten Ciamis memiliki rata-rata LPP paling
rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya, yaitu hanya sebesar -3,80% per
tahun. Rendahnya LPP Wilayah Jawa Barat Selatan terkait dengan rendahnya
tingkat migrasi ke wilayah tersebut. Sementara di Jawa Barat, LPP penduduknya
tinggi karena dipengaruhi oleh perkembangan penduduk di wilayah utara yang
memiliki tingkat migrasi masuk cukup besar.
Tabel III.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat
Tahun 2004-2005
Laju Pertumbuhan Penduduk (%) Kabupaten/ Wilayah
2004 2005 Rata-rata (%)
Ciamis -8,90 1,30 -3,80 Tasikmalaya 4,23 3,53 3,88 Garut 3,60 2,68 3,14 Cianjur 1,04 0,93 0,98 Sukabumi 0,40 0,67 0,54 Jawa Barat Selatan 0,27 1,78 1,02 Propinsi Jawa Barat 2,64 2,10 2,37 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006
Partisipasi penduduk dalam kegiatan ekonomi di Wilayah Jawa Barat
Selatan relatif besar dibandingkan dengan Jawa Barat. Berdasarkan hasil
Suseda 2005, sebanyak 4.332.203 jiwa atau 54,31% penduduk usia kerja di
Wilayah Jawa Barat Selatan telah masuk dalam pasar kerja atau menjadi bagian
dari angkatan kerja. Sementara di Jawa Barat, hanya sekitar 52,77% penduduk
usia kerjanya yang menjadi bagian dari angkatan kerja. Tingginya tingkat
partisipasi angkatan kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan ditunjang oleh kondisi
ekonominya yang masih didominasi oleh pertanian. Sektor pertanian memiliki
kemampuan yang besar dalam mengakomodasi tenaga kerja, relatif mudah
dimasuki, dan tidak mensyaratkan keahlian yang tinggi sehingga kesempatan
kerjanya relatif terbuka luas. Kondisi tersebut ditambah dengan adanya tuntutan
48
ekonomi memungkinkan penduduk usia kerja ─termasuk yang seharusnya masih
perlu melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi─ untuk segera
masuk atau berpartisipasi dalam pasar kerja.
Perekonomian yang didominasi oleh pertanian juga memungkinkan
penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga tingkat pengangguran
terbuka Wilayah Jawa Barat Selatan relatif rendah dibandingkan dengan Jawa
Barat. Pada tahun 2005, sekitar 90,72% angkatan kerja di wilayah tersebut telah
terserap dalam lapangan kerja; dan hanya sekitar 9,28% angkatan kerjanya yang
masih berstatus pengangguran (mencari kerja). Di Jawa Barat, pada tahun yang
sama, hanya sekitar 88,09% angkatan kerjanya yang telah terserap dalam
lapangan kerja, sementara sisanya masih berstatus pengangguran.
Meskipun tingkat pengangguran terbuka Wilayah Jawa Barat Selatan
relatif rendah, tapi pengangguran terselubung di wilayah tersebut sebenarnya
masih lebih besar dari Jawa Barat. Seperti yang tampak pada Tabel III.3,
proporsi penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu (pekerja
setengah menganggur) di Wilayah Jawa Barat Selatan jumlahnya mencapai
40,69% atau 13,44% lebih tinggi dari Jawa Barat yang hanya mencapai 27,25%.
Dari lima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, Kabupaten
Ciamis memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat penyerapan tenaga
kerja yang paling baik, sedangkan yang paling buruk adalah Kabupaten
Sukabumi. Kabupaten Cianjur yang tenaga kerja pertaniannya paling besar
(Tabel III.4) ternyata memiliki tingkat pengangguran setengah menganggur yang
paling tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Untuk lebih jelasnya,
gambaran mengenai kondisi ketenagakerjaan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan
Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel III.3 berikut.
49
Tabel III.3 Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
di Jawa Barat dan Wilayah Jawa Barat Selatan Tahun 2005
Angkatan Kerja Kabupaten/
Wilayah Bekerja (Jiwa) %
Mencari Kerja (Jiwa)
% Jumlah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
Setengah Pengangguran atau Bekerja <
35 Jam (%) Ciamis 721.554 93,71 48.408 6,29 769.962 59,60 41,16 Tasikmalaya 685.583 91,01 67.735 8,99 753.318 55,12 39,60 Garut 869.415 92,53 70.140 7,47 939.555 52,58 34,20 Cianjur 821.876 90,82 83.072 9,18 904.948 54,43 49,52 Sukabumi 831.625 86,23 132.795 13,77 964.420 51,62 39,27 Jawa Barat Selatan 3.930.053 90,72 402.150 9,28 4.332.203 54,31 40,69
Jawa Barat 15.011.002 88,09 2.029.082 11,91 17.040.084 52,77 27,25 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006
Hingga tahun 2005, penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan masih
mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utamanya
(Tabel III.4). Sebanyak 40,51% tenaga kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan
terserap di sektor pertanian pada tahun tersebut. Dibandingkan dengan Jawa
Barat, persentase tenaga kerja sektor pertanian di seluruh Wilayah Jawa Barat
Selatan tampak lebih tinggi (LQ>1). Dengan demikian, dari sisi ketenagakerjaan,
sektor pertanian merupakan sektor basis bagi seluruh Wilayah Jawa Barat
Selatan. Sebagai sektor basis, maka pertanian memiliki kemampuan untuk
berkembang melebihi kemampuan pertumbuhan ekonomi wilayah dan hasil
produksinya memiliki potensi untuk diekspor ke luar wilayah. Dengan demikian,
sektor tersebut memiliki peran penting dalam mendukung proses pembangunan
Wilayah Jawa Barat Selatan.
Sektor berikutnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sebanyak 16,77% tenaga kerja Wilayah
Jawa Barat Selatan terserap ke sektor tersebut pada tahun 2005. Dari kelima
kabupaten, hanya Tasikmalaya yang persentase tenaga kerja sektor
perdagangan, hotel, dan restorannya lebih besar dari Jawa Barat (LQ>1). Dapat
dikemukakan bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebagai sektor
kedua terbesar masih merupakan sektor non basis bagi Wilayah Jawa Barat
Selatan, kecuali bagi Kabupaten Tasikmalaya. Sebagai sektor non basis, maka
50
hasil produksi sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Wilayah Jawa Barat
Selatan hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi lokal sehingga
perkembangannya cenderung terikat oleh kondisi ekonomi atau tingkat
pendapatan masyarakat setempat dan tidak dapat berkembang melebihi
pertumbuhan ekonomi wilayah.
Tabel III.4 Nilai LQ dan Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Yang Bekerja di Lapangan Pekerjaan Utama di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat
Tahun 2005
Pertanian Pertambangan
dan Penggalian
Industri Listrik,
Gas, dan Air
Konstruksi Perdagangan Angkutan
dan Komunikasi
Keuangan Jasa Kabupaten/
WIlayah % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ
Ciamis 43,51 1,47 0,00 0,00 16,09 0,88 0,06 0,22 5,53 0,92 16,36 0,73 9,23 1,06 0,34 0,19 8,8 0,71 Tasikmalaya 46,52 1,57 0,46 1,15 10,60 0,58 0,08 0,30 4,61 0,77 25,2 1,13 5,94 0,68 0,68 0,38 5,87 0,47 Garut 43,49 1,47 0,18 0,45 10,46 0,57 0,00 0,00 5,47 0,91 21,73 0,97 7,79 0,89 0,09 0,05 10,8 0,87 Cianjur 61,00 2,06 0,15 0,38 6,08 0,33 0,16 0,59 3,76 0,63 15,44 0,69 6,35 0,73 0,57 0,32 6,49 0,52 Sukabumi 41,35 1,39 0,30 0,75 12,37 0,68 0,16 0,59 4,95 0,82 19,45 0,87 8,96 1,03 0,36 0,20 12,12 0,97 Jawa Barat Selatan 47,23 1,59 0,21 0,53 11,01 0,60 0,09 0,34 4,86 0,81 19,55 0,87 7,68 0,88 0,39 0,22 8,97 0,72
Jawa Barat 29,65 - 0,40 - 18,28 - 0,27 - 6,01 - 22,39 - 8,73 - 1,8 - 12,45 - Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006 Hasil Perhitungan LQ
3.3 Kondisi Perekonomian Kondisi perekonomian wilayah maupun sektoral yang meliputi kondisi
Produk Domestik Bruto (PDRB) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) diuraikan
dalam bagian ini. Tinjauan terhadap kondisi perekonomian tersebut dimaksudkan
untuk memberi gambaran mengenai tingkat perkembangan dan potensi relatif
perekonomian wilayah.
3.3.1 Produk Domestik Bruto (PDRB) Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki peranan yang kecil terhadap
perekonomian Jawa Barat. Rata-rata selama periode 1996-2004, peranan
seluruh Wilayah Jawa Barat Selatan terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat
hanya sebesar 16,54%. Peranan masing-masing kabupaten terhadap
pembentukan PDRB Jawa Barat juga sangat kecil, yaitu kurang dari 4,5%. Dari
kelima kabupaten, Garut memiliki peranan PDRB terbesar, sedangkan yang
51
terkecil adalah Kabupaten Tasikmalaya. Peranan PDRB Wilayah Jawa Barat
Selatan yang kecil menunjukkan bahwa perekonomian wilayah tersebut masih
relatif tertinggal dibandingkan dengan wilayah lainnya di Provinsi Jawa Barat.
Dengan perekonomian yang tertinggal, maka Jawa Barat Selatan memiliki
keterbatasan dalam melakukan pembangunan wilayahnya.
Dari tahun 1996 ke 2004 peranan PDRB Wilayah Jawa Barat Selatan
cenderung menurun. Penurunan terjadi sejak tahun 2001. Hingga tahun 2004,
hanya Kabupaten Garut dan Sukabumi yang menunjukkan perbaikan. Penurunan
peranan PDRB memberi petunjuk bahwa perekonomian Wilayah Jawa Barat
Selatan semakin jauh tertinggal dari wilayah lainnya di Jawa Barat.
Penurunan peranan PDRB di Wilayah Jawa Barat Selatan dialami oleh
beberapa sektor, termasuk sektor pertanian yang merupakan sektor paling
menonjol di wilayah tersebut. Di Kabupaten Tasikmalaya, penurunan peranan
PDRBnya juga dipengaruhi oleh adanya pemekaran wilayah, yaitu terpisahnya
Kabupaten Tasikmalaya dengan Kota Tasikmalaya pada tahun 2001. Dengan
adanya pemekaran, maka Kabupaten Tasikmalaya kehilangan sebagian
pendapatan dari sektor-sektor produktifnya yang berada di Kota Tasikmalaya
sehingga peranannya PDRBnya menunjukkan penurunan paling besar pada
tahun 2001 tersebut.
Gambar III.3 Perkembangan Peranan PDRB Wilayah Jawa Barat Selatan Terhadap PDRB
Jawa Barat Pada Tahun 1996 s.d 2004
0,000,501,001,502,002,503,003,504,004,505,00
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006
Tahun
Pera
nan
PDR
B (%
)
Ciamis Tasikmalaya Garut Cianjur Sukabumi
52
Struktur perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan didominasi oleh
pertanian (43,19%). Sektor berikutnya yang agak besar adalah perdagangan,
hotel dan restoran (22,26%). Peranan sektor sekunder (khususnya industri
pengolahan) masih lemah, yaitu hanya sekitar 8,87%. Sedangkan sektor-sektor
lainnya masih berada dalam tahap mulai berkembang (Tabel III.8).
Dibandingkan dengan Jawa Barat, peranan PDRB sektor pertanian,
bangunan dan sektor tersier (sektor perdagangan, hotel, dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, dan jasa-jasa) Wilayah Jawa Barat
Selatan tampak lebih menonjol (LQ>1). Dapat dikemukakan bahwa dari sisi
PDRB, sektor-sektor tersebut merupakan sektor basis bagi perekonomian
Wilayah Jawa Barat Selatan. Sektor basis merupakan sektor yang memiliki
potensi ekspor. Secara tidak langsung, hal tersebut memberi petunjuk adanya
keunggulan komparatif, khususnya pada sektor pertanian yang merupakan
sektor utama yang telah lama berkembang di Wilayah Jawa Barat Selatan.
Tabel III.5 Nilai LQ dan Peran PDRB Sektoral Terhadap PDRB Keseluruhan di Wilayah
Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2004 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Tanpa Minyak dan Gas Bumi)
Kab. Ciamis
Kab. Tasikmalaya
Kab. Garut
Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi
Jawa Barat Selatan
Jawa Barat Sektor Peran
(%) LQ Peran (%) LQ Peran
(%) LQ Peran (%) LQ Peran
(%) LQ Peran (%) LQ Peran
(%)
SEKTOR PRIMER
Pertanian 35,60 2,44 38,54 2,64 50,99 3,49 50,11 3,43 36,83 2,52 43,19 2,96 14,61 Pertambangan dan Galian 0,38 0,11 0,17 0,05 0,13 0,04 0,12 0,04 5,04 1,52 1,36 0,41 3,31
SEKTOR SEKUNDER
Industri Pengolahan 7,04 0,17 7,36 0,18 7,19 0,17 2,62 0,06 17,99 0,43 8,87 0,21 42,01 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,63 0,28 0,99 0,43 0,47 0,21 0,74 0,32 1,34 0,59 0,83 0,36 2,29
Bangunan 8,31 2,94 4,52 1,60 2,62 0,93 3,05 1,08 2,83 1,00 3,96 1,40 2,83
SEKTOR TERSIER Perdagangan, Hotel dan Restoran 24,05 1,26 24,64 1,29 25,46 1,33 21,86 1,14 16,65 0,87 22,26 1,16 19,14
Pengangkutan dan Komunikasi 8,01 1,82 3,75 0,85 2,88 0,65 6,74 1,53 5,95 1,35 5,38 1,22 4,41
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 5,69 1,83 3,38 1,09 2,58 0,83 5,21 1,68 3,51 1,13 3,96 1,27 3,11
Jasa-Jasa 10,3 1,24 16,65 2,01 7,68 0,93 9,56 1,15 9,86 1,19 10,18 1,23 8,3 Sumber: BPS, PDRB Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005 Hasil Perhitungan LQ
53
Sektor pertanian merupakan sektor basis yang memiliki peranan paling
besar terhadap perekonomian seluruh kabupaten. Di Wilayah Jawa Barat
Selatan, sektor tersebut didominasi oleh pertanian tanaman pangan. Kabupaten
Garut memberikan kontribusi terbesar pada sektor tersebut, sedangkan yang
terkecil adalah Kabupaten Ciamis. Besarnya kontribusi sektor pertanian di
Wilayah Jawa Barat Selatan, selain terkait dengan kondisi geografis wilayah,
juga dipengaruhi oleh faktor kesuburan tanah, ketersediaan lahan pertanian yang
masih luas, dan ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar. Masih dominannya
peranan sektor pertanian menunjukkan bahwa Wilayah Jawa Barat Selatan
masih memiliki karakter perdesaan yang menonjol.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberi kontribusi terbesar
kedua dalam perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan. Sektor tersebut
merupakan sektor basis bagi seluruh kabupaten, kecuali Kabupaten Sukabumi.
Di Wilayah Jawa Barat Selatan, perkembangan sektor tersebut terkait dengan
perdagangan hasil pertanian dan pariwisata alami maupun buatan. Kabupaten
Tasikmalaya memiliki peran terbesar pada sektor tersebut, sedangkan yang
terkecil adalah Kabupaten Sukabumi.
Sektor yang memberikan kontribusi terbesar ketiga adalah jasa-jasa.
Sektor tersebut merupakan sektor basis bagi seluruh kabupaten, kecuali
Kabupaten Garut. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, sektor tersebut didominasi
oleh sub sektor pemerintahan. Kontribusi terbesar pada sektor tersebut diberikan
oleh Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Garut.
Sektor terbesar keempat adalah industri. Sektor tersebut merupakan
sektor non basis bagi seluruh kabupaten. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, jenis
perindustrian yang berkembang berupa industri kecil dan besar. Industri besar
didominasi oleh Kabupaten Sukabumi. Sedangkan industri kecil tersebar di
seluruh kabupaten. Sebagian besar industri kecil di Wilayah Jawa Barat Selatan
terkait dengan industri pengolahan bahan makanan karena wilayah tersebut
merupakan penghasil sektor primer terbesar di Jawa Barat. Dari kelima
kabupaten, Sukabumi memberikan kontribusi terbesar pada sektor tersebut,
sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Cianjur.
Sektor lainnya terdiri dari sektor pertambangan dan galian, listrik, gas,
dan air bersih, bangunan dan konstruksi, pengangkutan dan komunikasi, serta
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sektor-sektor tersebut belum
54
terlalu berkembang dan masih memberi kontribusi yang kecil terhadap
perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan. Diantara sektor-sektor tersebut,
sektor listrik, gas, dan air bersih memperlihatkan kontribusi paling kecil. Selama
ini, perkembangan sektor tersebut baru didominasi oleh sub sektor listrik, dimana
hampir semua kecamatan di Jawa Barat Selatan sudah mendapatkan pusat
pelayanan jaringan listrik PLN sehingga menjadi modal dasar yang cukup
strategis untuk pengembangan sektor ekonomi lainnya. Sub sektor air bersih,
lingkup pelayanannya masih terbatas di kawasan perkotaan dan kebanyakan
masih menggunakan air sumur sehingga sub sektor tersebut belum terlalu
berkembang. Untuk sub sektor gas, hingga saat ini belum dibangun instalasi
pelayanan gas sebagaimana di kota-kota besar sehingga sub sektor tersebut
sama sekali tidak berkontribusi terhadap PDRB wilayah.
3.3.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Selama kurun waktu empat tahun (2000-2004), rata-rata LPE Wilayah
Jawa Barat Selatan hanya sebesar 4,53% per tahun. Sementara pada saat yang
bersamaan, rata-rata LPE Jawa Barat telah mencapai 6,22% per tahun.
Rendahnya rata-rata LPE Wilayah Jawa Barat Selatan menunjukkan bahwa
perkembangan ekonomi wilayah tersebut berjalan relatif lambat dibandingkan
dengan Jawa Barat. Lambatnya perkembangan ekonomi Wilayah Jawa Barat
Selatan terkait dengan masih lambatnya pertumbuhan sektor-sektor ekonominya,
terutama untuk sektor pertanian yang memiliki kontribusi paling besar terhadap
PDRB wilayah. Kondisi fisik yang kurang mendukung merupakan salah satu
penghambat utama bagi peningkatan produksi dan produktivitas sektor pertanian
di wilayah tersebut.
Dari kelima kabupaten, Sukabumi memiliki rata-rata LPE paling tinggi,
sedangkan kabupaten lainnya memiliki rata-rata LPE yang relatif sejajar. Rata-
rata LPE Kabupaten Sukabumi bahkan lebih tinggi dari Jawa Barat selama tahun
2000-2004. Tingginya LPE Kabupaten Sukabumi disebabkan oleh adanya
pertumbuhan yang cukup pesat pada sektor bangunan, listrik, gas dan air
bersihnya. Atau dengan kata lain, terdapat peningkatan pembangunan fisik dan
infrastruktur (listrik, gas dan air bersih) yang cukup signifikan di kabupaten
tersebut.
55
Tabel III.6 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Wilayah Jawa Barat
Selatan dan Jawa Barat Tahun 2000-2004 (Persen)
Kabupaten/Wilayah 2001 2002 2003 2004 Rata-rata Ciamis 2,90 4,27 4,07 4,36 3,90 Tasikmalaya 2,74 3,07 3,44 3,52 3,19 Garut 3,62 3,96 2,70 4,01 3,57 Cianjur 3,69 3,74 3,68 3,97 3,77 Sukabumi 10,44 8,05 5,49 6,78 7,69 Jawa Barat Selatan 4,83 4,76 3,87 4,64 4,53 Jawa Barat 4,93 4,14 10,32 5,48 6,22
Sumber: BPS, PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2000-2004
Pada tahun 2004, sektor listrik, gas dan air minum mengalami
pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Wilayah Jawa Barat Selatan, diikuti oleh
sektor bangunan sebesar 8,85% (Tabel III.7). Sedangkan sektor jasa-jasa
mengalami pertumbuhan ekonomi terkecil, diikuti oleh sektor pertanian sebesar
3,69%. Dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat Selatan
lebih dominan ke sektor sekunder. Sementara ketiga sektor utamanya (yaitu
sektor pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa-jasa) masih
menunjukkan perkembangan yang relatif lambat dibandingkan dengan sektor-
sektor lainnya.
Tabel III.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa
Barat Tahun 2004 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persen)
Sektor Kab. Ciamis
Kab. Tasikmalaya
Kab. Garut
Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi
Jawa Barat Selatan Jawa Barat
SEKTOR PRIMER Pertanian 2,41 2,97 3,96 3,84 4,38 3,69 6,11 Pertambangan dan Galian 3,59 2,27 0,56 4,71 6,19 5,83 -6,4 SEKTOR SEKUNDER Industri Pengolahan 5 4,17 5,14 3,47 4,72 4,71 3,85 Listrik, Gas dan Air Bersih 3,28 5,18 4,57 3,6 21,64 10,35 8,53 Bangunan 4,46 4,18 1,96 3,18 43,49 8,85 10,31 SEKTOR TERSIER Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,42 4,54 4,14 3,6 9,14 5,37 5,15
Pengangkutan dan Komunikasi 4,91 4,55 5,31 4,47 13,28 6,93 10,2 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6,99 4,52 4,53 8,22 4,18 6,01 4,01
Jasa-Jasa 4,21 2,32 2,93 3,32 3,78 3,29 11,01 PDRB 4,36 3,52 4,01 3,97 6,78 4,65 5,48 Sumber: BPS, PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2000-2004, 2003-2005
56
3.3 Kondisi Sarana dan Prasarana Wilayah Kondisi sarana dan prasarana Wilayah Jawa Barat Selatan belum
terdistribusi secara proporsional. Ketersediaannya juga masih minim jika dilihat
dari standar kebutuhan untuk menunjang dan melayani aktivitas masyarakatnya.
Secara umum, gambaran kondisi sarana prasarana di Wilayah Jawa Barat
Selatan yang meliputi sarana pendidikan dan kesehatan, infrastruktur
transportasi, air bersih, dan enegi listrik akan dijelaskan dalam bagian ini.
Tinjauan terhadap kondisi sarana dan prasarana tersebut dimaksudkan untuk
memberi gambaran mengenai ketersediaan sumber daya buatan yang
merupakan salah satu sumber daya penting dalam mendukung proses
pembangunan wilayah berkelanjutan.
3.4.1 Sarana Pendidikan dan Kesehatan Penyediaan sarana pendidikan dan kesehatan memiliki peran strategis
dalam upaya pembangunan manusia. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, sarana
pendidikan yang ada terdiri dari Sekolah Dasar (SD)/sederajat, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP)/sederajat dan Sekolah Menengah Umum
(SMU)/sederajat. Untuk SD/Sederajat ketersediaannya telah mencukupi dan
tersebar merata di setiap kecamatan. Untuk SLTP, meskipun telah tersebar
merata, tapi ketersediannya masih minim dibandingkan standar kebutuhan yang
ada. Untuk SMU, sebarannya belum merata dan baru beberapa kecamatan saja
yang telah memiliki SMU. Gambaran mengenai ketersediaan dan kebutuhan
sarana pendidikan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat dapat dilihat
dalam Tabel III.8 berikut.
Tabel III.8
Ketersediaan dan Kebutuhan Sarana Pendidikan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005
Ketersediaaan Standar Kebutuhan Kabupaten/ Wilayah SD SLTP SMU SD SLTP SMU Ciamis 1.107 105 27 964 321 154 Tasikmalaya 1.133 111 29 1.058 353 169 Garut 1.605 150 47 1.451 484 232 Cianjur 1.292 120 35 1.312 437 210 Sukabumi 1.227 150 46 1.391 464 222 Jawa Barat Selatan 6.364 636 184 6.400 2.059 988 Jawa Barat 20.804 2.799 1.038 24.976 8.325 3.996 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 2006
57
Sarana kesehatan di Wilayah Jawa Barat Selatan masih didominasi oleh
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu), sedangkan ketersediaan rumah
sakitnya masih minim dibandingkan dengan standar kebutuhan yang ada (Tabel
III.9). Tingkat penyebaran sarana kesehatan tersebut sudah relatif merata di
seluruh wilayah, kecuali untuk fasilitas rumah sakit. Fasilitas rumah sakit paling
banyak terdapat di Kabupaten Sukabumi, sedangkan di Kabupaten Tasikmalaya
pada tahun 2005 tidak tersedia rumah sakit sama sekali.
Tabel III.9 Ketersediaan dan Standar Kebutuhan Sarana Kesehatan di Wilayah Jawa
Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005 Ketersediaan Standar Kebutuhan
Puskesmas Kabupaten/ Wilayah Rumah
Sakit Induk Pembantu Keliling Jumlah Balai
Pengobatan Rumah Sakit Puskesmas Balai
Pengobatan Ciamis 4 51 110 39 200 88 6 51 51 Tasikmalaya 0 40 146 21 207 22 7 56 56 Garut 4 62 122 21 205 310 10 77 77 Cianjur 3 42 104 33 179 34 9 70 70 Sukabumi 5 56 107 42 205 22 9 74 74 Jawa Barat Selatan 16 251 589 156 996 476 41 329 329
Jawa Barat 177 994 1.465 526 2.985 3.149 167 1.332 1.332 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 2006
Sarana pendidikan yang didominasi oleh SD/sederajat dan sarana
kesehatan yang didominasi oleh puskesmas dan puskesmas pembantu
menunjukkan bahwa orientasi pendidikan masyarakat baru sebatas
SD/sederajat; dan kecenderungannya untuk berobat hanya sampai ke
puskesmas saja. Aksesibilitas untuk mencapai sarana pendidikan maupun
kesehatan yang masih belum baik, serta letak sarana yang masih terkonsentrasi
di kota kecamatan merupakan masalah utama dalam pembangunan bidang
pendidikan dan kesehatan. Dengan kondisi dan keterbatasan tersebut, maka
pembangunan sumber daya manusia di Wilayah Jawa Barat Selatan tidak dapat
dilakukan secara optimal sehingga kualitas sumber daya manusia wilayah
tersebut pun menjadi relatif terbatas.
58
3.4.2 Infrastruktur Transportasi Infrastruktur transportasi sebagai simpul pemacu perkembangan wilayah
kondisinya selama ini masih terbatas (Gambar III.4). Sistem jaringan jalan primer
lintas vertikal maupun horizontal di Wilayah Jawa Barat Selatan masih belum
baik, termasuk koridor selatan Jawa Barat yang meliputi Pelabuhan ratu –
Sagaranten – Sindangbarang – Pamengpeuk – Cipatujah – Pangandaran -
Majingklak. Pada koridor selatan tersebut masih banyak ruas jalan yang belum
tersambungkan. Hubungan antar kecamatan di koridor selatan juga terputus-
putus karena kendala alam yang sulit.
Dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat, kondisi jaringan
jalan Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif tertinggal. Kondisi topografi yang
berbukit-bukit dengan dialiri banyak sungai yang bermuara ke pantai selatan
Pulau Jawa memberi kendala bagi pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur
transportasi wilayah. Biaya finansial maupun waktu yang dikeluarkan menjadi
lebih besar karena harus menjawab semua keterbatasan dari fitur bentang alam
yang dimiliki daerah tersebut. Data statistik tahun 2004 menunjukkan bahwa rata-
rata sekitar 47,45% dari seluruh jalan yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan
berada dalam kondisi rusak dan rusak berat (Tabel III.10). Kabupaten
Tasikmalaya memiliki persentase jalan dengan kondisi rusak dan rusak berat
terbesar (78,39%) dan yang terkecil adalah Kabupaten Garut (18,69%). Masih
besarnya proporsi jaringan jalan yang rusak dan rusak berat mengindikasikan
aksesibilitas wilayah yang masih terbatas sehingga dapat menghambat upaya
pembangunan sosial maupun pertumbuhan ekonomi.
Tabel III.10 Kondisi Permukaan Jalan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat
Tahun 2004
Kabupaten/ Wilayah Baik Sedang Rusak dan Rusak Berat
Ciamis 9,74 42,63 47,63 Tasikmalaya 21,61 0,00 78,39 Garut 38,64 42,67 18,69 Cianjur 24,75 1,81 73,44 Sukabumi 3,28 77,60 19,12 Jawa Barat Selatan 19,61 32,94 47,45 Jawa Barat 31,68 36,31 32,01
Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 2005
59
PETA JARINGAN JALAN JAWA BARAT
60
3.4.3 Infrastruktur Air Bersih Kondisi pelayanan air bersih di Wilayah Jawa Barat Selatan masih
didominasi oleh proporsi rumah tangga yang tidak memiliki akses ke sumber air
minum ledeng (Tabel III.11). Pada tahun 2004, rata-rata persentase rumah
tangga yang menggunakan sumber air minum ledeng baru sebesar 4,52%.
Sementara itu, sebanyak 23,23% rumah tangga di Wilayah Jawa Barat Selatan
masih mendapatkan air minum dari sumber yang tidak memadai, seperti air
hujan, sungai, sumur, dan mata air terbuka (tidak terlindung). Keterbatasan
akses masyarakat ke sumber air minum atau air bersih yang memadai
mengindikasikan masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran mayarakat
tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut dapat mengakibatkan
peningkatan angka kejadian diare, penyakit kulit, dan penyakit lain akibat
rendahnya kualitas air yang digunakan sehingga dapat menghambat upaya
peningkatan kualitas kesehatan masyakat.
Tabel III.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum di Wilayah Jawa
Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2004
Kabupaten/ Wilayah Air Ledeng Air Hujan, Sungai, Sumur dan Mata
Air Tidak Terlindung
Lainnya (Air Kemasan, Pompa, , Sumur dan Mata
Air Terlindung) Ciamis 3,11 24,70 72,19 Tasikmalaya 1,43 27,18 71,39 Garut 6,68 26,83 66,49 Cianjur 4,03 16,69 79,28 Sukabumi 7,34 20,73 71,93 Jawa Barat Selatan 4,52 23,23 72,25 Jawa Barat 11,91 14,39 73,70
Sumber: BPS, Data Basis Untuk Analisis IPM Tahun 2004/2005
3.4.4 Infrastruktur Listrik Dalam pembangunan, listrik berperan penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Di Wilayah
Jawa Barat Selatan, belum semua wilayahnya terlayani jaringan listrik. Masih ada
sekitar 22 desa yang belum teraliri listrik, yaitu terdiri dari 17 desa di Kabupaten
Cianjur, 3 desa di Kabupaten Garut, dan 2 desa di Kabupaten Ciamis (Tabel
III.12). Secara keseluruhan, rasio elektrifikasi wilayah perdesaan Jawa Barat
61
Selatan baru mencapai 98,76%, sedangkan untuk wilayah perkotaannya baru
mencapai 40,77%. Dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat, kondisi
pelayanan listrik di Wilayah Jawa Barat Selatan tergolong paling rendah. Kondisi
fisik wilayah yang memiliki medan berat dan terjal merupakan salah satu faktor
penghambat yang menyebabkan terbatasnya pelayanan energi listrik PLN.
Kondisi tersebut menyebabkan pemenuhan energi listrik masyarakat menjadi
terbatas, dan pembangunan sosial maupun pertumbuhan ekonomi wilayahnya
tidak dapat dilakukan secara optimal.
Tabel III.12 Jangkauan Pelayanan Energi Listrik dan Kondisi Listrik Perdesaan Menurut
Jaringan PLN di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005
Rasio Elektrifikasi (%) Kondisi Listrik Perdesaan Kabupaten/ Wilayah Listrik
Perdesaan Listrik
Perkotaan Desa
Berlistrik Desa Belum
Berlistrik Ciamis 100 21,44 343 2 Tasikmalaya 100 47,54 351 0 Garut 99,27 46,93 421 3 Cianjur 94,54 48,84 331 17 Sukabumi 100 39,12 348 0 Jawa Barat Selatan 98,76 40,77 1.794 22 Jawa Barat 98,57 63,00 5.795 24
Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2006 Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat 2006
Keterangan: Rasio elektrifikasi = (Jumlah pelanggan rumah tangga/ jumlah rumah tagga) x 100%
3.4 Rangkuman Wilayah Jawa Barat Selatan meliputi 5 (lima) kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, yaitu Kabupaten Ciamis,
Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi. Dari segi fisik dan lingkungan,
wilayah ini memiliki kendala serius dalam upaya pengembangannya akibat
karakteristik wilayahnya yang khas, yaitu sebagian besar merupakan kawasan
konservasi sekaligus limitasi, berupa kawasan pegunungan/perbukitan yang labil
dan kawasan rawan bencana alam yang cukup tersebar (terutama longsor).
Kondisi geologi/morfologinya yang berrelief kasar dan kondisi hidrologinya yang
dilalui oleh banyak sungai juga menyebabkan aksesibilitasnya menjadi sulit
sehingga wilayah ini pun menjadi relatif terisolasi.
62
Penggunaan lahan di wilayah ini masih didominasi oleh kegiatan
pertanian, berupa sawah, ladang/tegalan, perkebunan, dan kebun campuran.
Penggunaan lahan lainnya yang proporsinya tergolong besar adalah hutan yang
didominasi oleh hutan primer. Masih dominannya penggunaan lahan pertanian
menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk wilayah ini masih bersifat
agraris dan karakter perdesaannya masih menonjol.
Secara umum, jumlah penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan tergolong
besar. Namun, dengan luas wilayah yang besar, tingkat kepadatan penduduk
wilayah ini pun menjadi relatif rendah. Laju pertumbuhan penduduk wilayah ini
juga masih rendah dibandingkan dengan Jawa Barat. Kondisi tersebut
menyebabkan Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki persediaan sumber daya
manusia yang relatif terbatas untuk mengelola pembangunan wilayahnya yang
tergolong luas tersebut.
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan
tergolong tinggi. Tingkat penyerapan tenaga kerjanya juga relatif tinggi
dibandingkan dengan Jawa Barat sehingga tingkat pengangguran terbuka di
wilayah ini relatif rendah. Meskipun demikian, tingkat pengangguran terselubung
atau pengangguran setengah menganggur di wilayah ini sebenarnya masih lebih
besar dibandingkan dengan Jawa Barat.
Sektor pertanian berperan besar dalam mendorong tingginya tingkat
partisipasi dan penyerapan tenaga kerja. Hingga kini, penduduk Wilayah Jawa
Barat Selatan masih mengandalkan sektor tersebut sebagai sumber mata
pencaharian utamanya. Selain pertanian, sektor berikutnya yang menyerap
tenaga kerja cukup banyak adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Dari
sisi ketenagakerjaan, sektor pertanian merupakan sektor basis bagi seluruh
Wilayah Jawa Barat Selatan, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran
masih merupakan sektor non basis, kecuali bagi Kabupaten Tasikmalaya.
Sebagai sektor basis, pertanian memiliki kemampuan untuk berkembang
melebihi kemampuan pertumbuhan ekonomi wilayah dan hasil produksinya
memiliki potensi ekspor sehingga berperan penting dalam mendukung proses
pembangunan wilayah. Perkembangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran
sebagai sektor non basis masih cenderung terikat oleh kondisi ekonomi atau
tingkat pendapatan masyarakat setempat dan hasil produksinya hanya mampu
63
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal sehingga sektor tersebut tidak dapat
berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah.
Dalam pembentukan PDRB Jawa Barat, peranan Wilayah Jawa Barat
Selatan masih relatif kecil dan cenderung menurun. Ini mengindikasikan bahwa
perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif tertinggal dan semakin
jauh tertinggal dari wilayah lainnya di Jawa Barat. Dengan perekonomian yang
tertinggal, maka Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki keterbatasan dalam
mengembangkan wilayahnya.
Struktur perekonomian Wilayah Jawa Barat masih didominasi oleh sektor
pertanian. Sektor berikutnya yang peranannya agak besar adalah perdagangan,
hotel, dan restoran. Peranan industri pengolahan masih lemah, sedangkan sektor
lainnya masih berada dalam tahap mulai berkembang.
Sektor pertanian merupakan sektor basis bagi seluruh kabupaten dari sisi
PDRB. Sektor lainnya yang termasuk sektor basis adalah sektor bangunan dan
sektor tersier (sektor perdagangan, hotel, dan restoran, pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, dan jasa-jasa). Sektor basis merupakan sektor yang
memiliki potensi ekspor. Secara tidak langsung, hal tersebut memberi petunjuk
adanya keunggulan komparatif wilayah, terutama pada sektor pertanian yang
telah lama berkembang di wilayah ini.
Selama kurun waktu empat tahun (tahun 2000-2004), rata-rata LPE
Wilayah Jawa Barat Selatan tampak lebih rendah dari Jawa Barat dan cenderung
menurun. Sementara LPE Jawa Barat justru semakin meningkat. Ini
mengindikasikan bahwa perkembangan ekonomi wilayah ini masih relatif
tertinggal dari Jawa Barat. LPE yang cenderung menurun juga memberi petunjuk
bahwa perkembangan ekonomi wilayah ini cenderung melambat.
Sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami pertumbuhan ekonomi
tertinggi di wilayah ini. Sektor berikutnya yang mengalami pertumbuhan ekonomi
cukup tinggi adalah sektor bangunan. Pertumbuhan tiga sektor utamanya (yaitu
pertanian, perdagangan, dan jasa-jasa) masih relatif lambat dibandingkan
dengan sektor lainnya. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan perekonomian
Jawa Barat Selatan lebih dominan ke sektor sekunder.
Kondisi sarana prasarana Wilayah Jawa Barat Selatan masih minim
dibandingkan standar kebutuhan yang ada dan belum terdistribusi secara
proporsional. Sarana pendidikannya masih didominasi oleh SD/Sederajat,
64
sedangkan sarana kesehatannya didominasi oleh puskesmas dan puskesmas
pembantu. Ketersediaan SLTPnya masih minim dan belum tersebar merata,
sementara ketersediaan SMUnya baru terdapat di beberapa kecamatan saja.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa orientasi pendidikan masyarakat baru
sebatas SD/sederajat; dan kecenderungannya untuk berobat hanya sampai ke
puskesmas sehingga kualitas sumber daya manusia yang tersedia di wilayah ini
pun menjadi relatif terbatas.
Infrastruktur transportasi Wilayah Jawa Barat Selatan kondisinya masih
tertinggal dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat. Sistem jaringan
jalan primer lintas vertikal maupun horizontalnya masih belum baik dan terputus-
putus. Jaringan jalannya juga masih banyak yang berada dalam kondisi rusak
dan rusak berat. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa aksesibilitas di wilayah
ini masih relatif terbatas.
Infrastruktur lainnya (yaitu listrik dan air bersih) kondisinya juga masih
tertinggal dibandingkan dengan wilayah lainnya Jawa Barat. Kondisi pelayanan
air bersih wilayah ini masih didominasi oleh proporsi rumah tangga yang tidak
memiliki akses ke air ledeng. Pelayanan listriknya juga masih rendah
dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat. Dengan kondisi infrastruktur
air bersih dan listrik yang terbatas, maka pembangunan sosial dan ekonomi
wilayah ini pun menjadi kurang optimal.