bab iii kajian terhadap objek-objek ruang … bangunan dengan membayar sejumlah uang sewa kepada ......
TRANSCRIPT
25
BAB III
KAJIAN TERHADAP OBJEK-OBJEK RUANG PERAIRAN
MENUJU KE ARAH PENGELOLAAN KADASTER KELAUTAN
DI INDONESIA
3.1 Kajian Hukum Tentang Hak-Hak Atas Pengelolaan Ruang
3.1.1 Hak-Hak Atas Tanah
Sumber hukum pengelolaan atas tanah telah disebutkan dalam UUD 1945 Pasal
33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran
rakyat”. Pelaksanaan amanat UUD 1945 tersebut dituangkan dalam Undang-
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 sebagai peraturan lanjutan yang
lebih sering dikenal dengan UUPA. Pada Pasal 1 ayat 1 dijelaskan tentang
keberadaan negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang menjadi
penguasa tertinggi atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Kemudian pada Pasal 1 ayat 2 dijelaskan mengenai wewenang negara
untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang-angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
Atas dasar memiliki wewenang untuk menguasai tersebut, lebih lanjut di Pasal 4
ditentukan hak-hak yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan
hukum. Hak-hak yang dapat diberikan, dalam hal ini untuk penguasaan tanah,
menurut Pasal 16 adalah:
1. Hak milik (HM),
26
2. Hak guna-usaha (HGU),
3. Hak guna-bangunan (HGB),
4. Hak pakai (HP),
5. Hak sewa (HS),
6. Hak membuka tanah (HBT),
7. Hak memungut-hasil-hutan.
Secara khusus untuk hak guna-usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak
pakai (HP) atas tanah diatur secara teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996.
1. Hak Milik
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah dengan tetap mengingat ketentuan hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.
Kepemilikan atas hak ini yang diatur berdasarkan undang-undang adalah:
- hanya dapat dimiliki oleh WNI,
- badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syarat
yang ditetapkan oleh pemerintah,
- orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan-tanpa-wasiat
atau percampuran harta karena perkawinan.
Hak milik ditetapkan berdasarkan penetapan pemerintah melalui Peraturan
Pemerintah dan ketentuan undang-undang dengan tetap menghormati hukum adat.
Hak milik beserta peralihan, penghapusan dan pembebanannya dengan hak-hak
lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan pendaftaran tanah yang
meliputi:
(a) pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;
(b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
(c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat bukti
yang kuat.
27
2. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara yang bukan miliknya sendiri guna perusahaan, pertanian, perikanan
dan peternakan dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak Guna Usaha
merupakan hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri
guna perusahaan, pertanian, perikanan dan peternakan. Hak guna usaha dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Kepemilikan atas hak guna usaha yang
diatur undang-undang adalah:
- dapat dimiliki oleh WNI
- badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
Hak guna usaha ditetapkan berdasarkan penetapan pemerintah. Syarat-syarat
pemberian, peralihan dan penghapusan hak guna usaha tersebut harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan pendaftaran tanah yang meliputi: (a) pengukuran,
perpetaan, dan pembukuan tanah; (b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut; (c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang
berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
3. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling
lama 30 tahun. Hak guna bangunan dapat diberikan atas tanah negara, tanah hak
pengelolaan dan tanah hak milik. Hak guna bangunan diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk tanah negara dan
tanah hak pengelolaan. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain. Kepemilikan atas hak guna bangunan yang diatur undang-undang
adalah:
- dapat dimiliki oleh WNI
- badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
28
4. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang Pokok Agraria. Hak pakai diberikan paling lama untuk jangka
waktu dua puluh lima tahun.
Hak pakai dapat diberikan atas tanah negara, tanah hak pengelolaan dan tanah hak
milik. Hak pakai diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk untuk tanah negara dan tanah hak pengelolaan. Hak pakai
dapat diberikan :
a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan yang tertentu;
b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa
apapun.
Kepemilikan atas hak pakai yang diatur undang-undang ialah :
a. warga negara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak pakai dapat beralih dan dialihkan berdasarkan izin penjabat yang berwenang
untuk tanah negara dan perjanjian untuk tanah hak milik.
5. Hak Sewa
Hak sewa adalah hak untuk mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan dengan membayar sejumlah uang sewa kepada pemiliknya.
Pembayaran uang sewa dilakukan satu kali atau tiap-tiap waktu tertentu maupun
29
sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. Kepemilikan atas hak sewa yang
diatur dalam undang-undang adalah :
a. warganegara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
6. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan
Hak membuka-tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh
warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan
mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya
diperoleh hak milik atas tanah itu.
3.1.2 Hak-Hak Atas Air dan Ruang Angkasa
Selain hak-hak atas tanah, pada pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Pokok Agraria
disebutkan adanya hak-hak atas air dan ruang angkasa. Hak-hak atas air dan ruang
angkasa tersebut lebih lanjut dijelaskan pada pasal 47 dan 48. Sementara itu,
diatur juga Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) di dalam Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.
1. Hak Guna Air, Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan
Hak Guna Air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau
mengalirkan air itu di atas tanah orang lain. Dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, disebutkan dua hak atas air, yaitu hak
guna pakai air dan hak guna usaha air. Dalam hal ini, hak memperoleh air tersebut
harus tetap memperhatikan kepentingan sosial dan tidak untuk kepemilikan
pribadi.
30
2. Hak Guna Ruang Angkasa
Hak guna-ruang-angkasa merupakan wewenang untuk mempergunakan tenaga
dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
Adanya hak-hak atas tanah, air dan ruang angkasa tersebut merupakan tanggung
jawab yang dimiliki negara untuk mengelola pemanfaatan ruang dari dan bagi
masyarakat untuk kemakmuran bersama. Selanjutnya, dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang diatur wewenang negara dalam
menguasai bumi, air dan ruang angkasa secara khusus dalam rangka penataan
ruang untuk menjaga keberlanjutan kualitas ruang wilayah nasional demi
terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Penataan ruang adalah
suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Secara umum, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
mengatur penataan ruang darat dan mengisyaratkan undang-undang tersendiri
dalam pemanfaatan ruang laut dan ruang angkasa.
Dalam hal pemberian hak, harus tetap diperhatikan konsep tenure system yang
umumnya dikenal dengan kepemilikan lahan (land tenure). Land tenure
merupakan hubungan, baik secara hukum atau lazim didefinisikan, antara orang-
orang, sebagai individu atau kelompok, terhadap tanah. Kepemilikan lahan
menentukan bagaimana hak terhadap tanah harus dialokasikan dalam masyarakat.
Hal ini mendefinisikan bagaimana akses pemberian hak untuk menggunakan,
kontrol dan transfer tanah serta terkait tanggung jawab dan hambatan di
dalamnya. Secara sederhana, land tenure menentukan siapa yang dapat
menggunakan sumber daya apa untuk berapa lama dan di bawah kondisi apa
(FAO, 2002). Tentu saja, hal ini dapat diterapkan di dalam pengelolaan kelautan
yang kemudian dikenal dengan sea/marine tenure.
31
3.2 Objek-Objek Ruang Perairan Di Indonesia
Hak pemanfaatan dalam wilayah laut yang tercakup dalam objek Kadaster
Kelautan dapat diidentifikasi dari objek-objek ruang perairan yang terdapat di
dalamnya. Secara khusus di Indonesia, terdapat beberapa contoh objek-objek
ruang perairan (Djunarsjah, dkk., 2008 dalam BPN-RI, 2011), yaitu :
- Bangunan Atas Air (tempat tinggal, hotel, tempat ibadah, restoran, dan
lain-lain) banyak terdapat di wilayah pesisir di seluruh Indonesia dalam
hal ini tidak hanya wilayah laut namun juga mencakup perairan darat
(sungai dan danau)
- Wahana Pengeboran Lepas Pantai (Rig) (Laut Jawa, Kepulauan Riau,
Kepulauan Bangka-Belitung, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan
Timur)
- Budidaya Rumput Laut (Pantai Timur Bali, Pantai Utara Jawa), Budidaya
Mutiara (Talise Sulsel, Banggai Sulteng), Budidaya Ikan (Kepulauan
Seribu)
- Perumahan Terapung (Muara Sungai Barito Banjarmasin)
- Pasar Terapung (Muara Sungai Barito Banjarmasin)
- Perkampungan Nelayan (Suku Laut di Pulau Mapur, Muara Sungai
Papua)
- Taman Laut Nasional (Bunaken, Pangandaran)
- Jalur Pelayaran Kapal (terdapat hampir di seluruh wilayah pesisir dan
laut Indonesia)
- Kawasan Pariwisata Laut (Teluk Kalianda, Bintan Utara)
- Jaringan Pipa dan Kabel Bawah Laut, contohnya di sepanjang perairan
laut sebelah utara Pulau Bintan (Handayani 2007 dalam BPN-RI, 2011)
- Harta Karun Bawah Laut yang terdapat di beberapa lokasi di perairan
Indonesia (BRKP - KKP, 2006 dalam BPN-RI, 2011)
- Kultur Adat, misalnya Suku Bajo (Herdiana, 2002)
Bila diklasifikasi secara umum, objek-objek perairan di atas dapat diidentifikasi
dari aktivitas-aktivitas kelautan yang disajikan dalam Tabel 2.1 sebelumnya pada
Bab II. Objek ruang perairan tersebut ditandai oleh batas-batas ruang perairan
32
berupa tapak bangunan di atas air. Ilustrasi dari objek ruang perairan dapat dilihat
pada Gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1 Ilustrasi Objek Ruang Perairan (BPN-RI, 2011)
3.2.1 Objek Ruang Perairan Di Pulau Bintan
Dalam tugas akhir ini, objek-objek ruang perairan yang akan dibahas terdapat di
Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Pada Gambar 3.2 di bawah ini, ditunjukkan lokasi
studi dari penelitian ini.
Gambar 3.2 Lokasi Studi
33
Keberadaan objek-objek ruang perairan di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan
Riau:
- Kota Tanjung Pinang
Terdapat rumah tinggal, hotel, dan tempat ibadah vihara di atas air di tepi
pantai. Secara khusus yang dikaji adalah tapak bangunan Hotel “Laut
Jaya”, Vihara Pelantar II, dan rumah penduduk.
- Kabupaten Bintan
Terdapat hotel, villa, restoran di atas air di wilayah pesisir pantai
Kecamatan Bintan Utara, Kelurahan Tanjung Uban Kota dan Kecamatan
Bintan Timur, Kelurahan Kijang Kota. Secara khusus yang dikaji adalah
tapak bangunan yang berada di Resort “Bintan Sayang” yang terdiri dari
villa air dan restoran.
Untuk mengetahui posisi objek-objek ruang perairan yang akan dikaji, dapat
dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini yang menunjukkan lokasi Hotel Laut Jaya
dan Resort Bintan Sayang.
Gambar 3.3 Lokasi Hotel Laut Jaya dan Resort Bintan Sayang.
34
Objek-objek ruang perairan tersebut sudah diberikan sertifikat hak pakai oleh
Kantor Pertanahan Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun. Pemberian hak pakai merupakan kebijakan dari kantor
pertanahan daerah setempat untuk memberikan kepastian hukum bagi banyaknya
pengajuan hak yang dilakukan masyarakat terutama untuk kepentingan pariwisata,
pemukiman dan rumah ibadah.
Umumnya, pengajuan hak atas objek-objek ruang perairan tersebut berlokasi di
zona pasang-surut. Dengan kata lain, kebanyakan objek-objek ruang perairan
tersebut akan berada di atas air ketika air laut pasang dan di atas tanah ketika air
laut surut. Bila diperhatikan lagi, terdapat tiga kondisi keberadaan objek-objek
ruang di sekitar wilayah pesisir, yaitu :
1. Objek-objek ruang terdapat di atas tanah di sekitar pantai yang tidak
dipengaruhi pasang maupun surut. Objek seperti ini merupakan objek
ruang di darat/tanah. Untuk objek ruang seperti ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI)
melalui Kantor Pertanahan untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah dan
bangunan.
2. Objek-objek ruang yang terdapat di zona pasang-surut, objek ruang ini
berada di atas air ketika air pasang dan berada di atas tanah ketika air
surut. Keberadaan objek-objek ruang seperti ini diklasifikasikan ke dalam
objek-objek ruang perairan, dan kebanyakan pengajuan hak oleh
masyarakat kepada pemerintah melalui BPN-RI diterima dengan
menerbitkan sertifikat hak pakai untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
oleh Kantor Pertanahan.
3. Objek-objek ruang perairan yang terdapat di lepas pantai, di mana
keberadaan objek tersebut sepenuhnya berada di atas air laut baik pasang
maupun surut.
Untuk lebih memahami keberadaan objek-objek tersebut, pada gambar 3.4 di
bawah ini, ditunjukkan ilustrasi dari keberadaan objek-objek ruang.
35
Gambar 3.4 Ilustrasi Objek Ruang (a) darat, (b) zona pasang-surut, (c) lepas
pantai
Keberadaan objek-objek ruang perairan yang menjadi fokus penelitian adalah di
zona pasang-surut. Hal ini dikaitkan dengan konsep kelautan merupakan
kelanjutan dari kadaster pertanahan yang sering disebut sebagai seamless
cadastre. Beberapa contoh objek-objek ruang perairan di Pulau Bintan dapat
dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 3.5 adalah gambar Hotel Laut Jaya.
Gambar 3.5 Hotel Laut Jaya
Laut
Darat
a
b
c
Garis Air Tinggi MSL Garis Air
Rendah
36
Selain objek ruang perairan yang berada di atas tapak permanen seperti pada
Gambar 3.5 tersebut, terdapat juga beberapa objek ruang perairan yang berada di
atas tapak semi-permanen. Pada Gambar 3.6 ditunjukkan objek ruang perairan
berupa vila dan restoran di atas air.
(a) (b)
Gambar 3.6 (a) Vila di atas air dan (b) Restoran Kelong di Resort Bintan Sayang
Keberadaan objek-objek ruang perairan tersebut bila dikaitkan dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak berada di sempadan pantai. Sempadan pantai
menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir adalah
daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Dengan kata lain, sempadan pantai tersebut termasuk dalam kawasan darat untuk
objek-objek ruang. Kawasan sempadan pantai tersebut merupakan kawasan
lindung/konservasi yang pemanfaatannya terbatas disesuaikan dengan
karakteristik pantai dan tanpa mengganggu fungsinya untuk kelestarian pantai.
Oleh sebab itu, keberadaan objek-objek ruang perairan tersebut sejauh berada di
zona pasang-surut masih diizinkan dengan tetap mendukung kelestarian pantai
dan kepentingan sosial.
37
3.2.2 Pengukuran dan Pemetaan Objek Ruang Perairan
Objek-objek ruang perairan tersebut harus dikelola dalam bingkai kadaster
kelautan dikaitkan dengan konsep 3R (Right, Restriction, dan Responsibility),
secara khusus dalam memberikan kepastian batas-batas hak pengelolaan. Oleh
karena itu, pemberian sertifikat hak pakai pada objek-objek ruang perairan
tersebut disertai dengan kepastian batas objek.
Penetapan batas objek ruang perairan tersebut berkaitan dengan aspek teknis,
yaitu kegiatan pengukuran dan pemetaan objek-objek ruang perairan. Urutan
langkah yang dilakukan dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan adalah sebagai
berikut (Ilova, 2009):
1. Pengukuran dan pemetaan titik dasar teknik.
2. Pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran.
3. Pengumpulan data persil laut dan bukti-bukti hak.
4. Pengukuran batas-batas persil laut.
5. Pembuatan gambar ukur.
6. Pembuatan peta pendaftaran.
7. Penggambaran persil laut dan penerbitan surat ukur/gambar situasi.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Pulau Bintan, secara khusus di
Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan, kegiatan teknis pengukuran dan
pemetaan adalah sebagai berikut.
1. Pengikatan Titik Dasar Teknik
2. Pengamatan Pasang Surut
3. Pengukuran Detil Objek dan Batas-Batas Persil Laut
4. Pengukuran Kedalaman
5. Perpetaan
3.2.2.1 Pengikatan Titik Dasar Teknik
Pengikatan Titik Dasar Teknik (TDT) dilakukan dengan menggunakan metode
GPS rapid static. Base station dipasang pada TDT BPN orde 3 dengan lokasi pada
Kantor Pos Kota Tanjung Pinang. Pengukuran dilakukan selama dua jam dalam
38
satu sesi. Pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8 berikut diperlihatkan dokumentasi
pelaksanaan pengikatan TDT pada base station dan pengikatan TDT di Rover
Sation (Hotel Laut Jaya).
Gambar 3.7 Pengikatan TDT pada Base Station
Gambar 3.8 Pengikatan TDT di Rover Sation (Hotel Laut Jaya) (BPN-RI, 2011)
3.2.2.2 Pengamatan Pasang Surut
Pengamatan pasut dilakukan dengan pemasangan palem pada dua stasiun pasut di
tempat kajian, yaitu pada daerah pelantar di Kota Tanjungpinang dan pada daerah
Resort Bintan Sayang, Kabupaten Bintan. Palem tersebut selanjutnya diikatkan ke
39
titik BM pasut yang sudah diketahui koordinatnya. Pengamatan pasut dilakukan
setiap jam selama kurun waktu sebulan untuk lokasi Hotel Laut Jaya, dan selama
39 jam untuk lokasi survei di Resort Bintan Sayang. Pemasangan palem dan
pengikatan pada BM pasut dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan Gambar 3.10
berikut ini.
Gambar 3.9 Pemasangan Palem
Gambar 3.10 Pengikatan Palem Terhadap BM Pasut
40
3.2.2.3 Pengukuran Detil Objek dan Batas-Batas Persil Laut
1) Pengukuran Detil Objek dengan Metode Terestris
Survei terestris dilakukan pada wilayah di sekitar Hotel Laut Jaya dan wilayah di
sekitar Resort Bintan Sayang selama tiga hari. Pengukuran yang dilakukan adalah
pemetaan detil situasi dengan pengikatan persil yang diikatkan terhadap titik dasar
nasional orde 3.
Proses pengukuran detil objek dengan metode terestris dapat dilihat pada Gambar
3.11 berikut ini.
Gambar 3.11 Pengukuran Detil Situasi dan Batas-Batas Persil Laut dengan
Metode Terestris
2) Pengukuran Detil Objek dengan Metode Ekstraterestris (GPS-RTK)
Pengukuran detil objek ruang perairan ini juga menggunakan Metode
Ekstraterestris. Survei yang dilakukan adalah survei GPS dengan teknik RTK
41
(Real Time Kinematics) pada wilayah sekitar Hotel Laut Jaya (Kota
Tanjungpinang) dan wilayah Resort Bintan Sayang (Kabupaten Bintan). Pada
wilayah Hotel Laut Jaya pengukuran dengan GPS-RTK dilakukan pada semua
objek yang dikaji, sementara pada wilayah Resort Bintan Sayang hanya dilakukan
pada proses pengukuran garis pantai.
Proses pengukuran detil objek dengan metode ekstraterestris dapat dilihat pada
Gambar 3.12 berikut ini.
Gambar 3.12 Pengukuran Detil Situasi dan Batas-Batas Persil Laut dengan
Metode Ekstraterestris
3.2.2.4 Pengukuran Kedalaman
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan cara Mekanis, yaitu dengan
menggunakan Tongkat Penduga/Rambu Ukur dan cara Akustik yaitu dengan alat
Single Beam Echosounder HD 370. Pengukuran kedalaman dilakukan di beberapa
titik di pojok-pojok bangunan atau persil dengan cara pengukuran kedalaman
dengan menggunakan perangkat Echosounder atau Tongkat Penduga untuk titik
yang kedalamannya dangkal (lebih kecil dari 3 meter). Kegiatan pengukuran
kedalaman dilakukan sesuai dengan jalur perencanaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
42
Kegiatan pengukuran kedalaman yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.13
berikut ini.
Gambar 3.13 Pengukuran Kedalaman di Sekitar Objek Ruang Perairan
3.2.2.5 Perpetaan
Setelah dilakukan pengolahan keseluruhan data pengukuran di lapangan,
dilakukan penggambaran titik-titik koordinat sesuai dengan sketsa lapangan untuk
memperoleh peta objek-objek ruang perairan tersebut. Penggambaran terhadap
data-data lapangan tersebut disajikan dalam bentuk gambar ukur, peta objek ruang
perairan dan surat ukur.
43
Pada Gambar 3.14 di bawah ini ditunjukkan gambar ukur kawasan Resort Bintan
Sayang.
Gambar 3.14 Gambar Ukur Kawasan Resort Bintan Sayang
44
Sementara itu, pada Gambar 3.15 di bawah ini ditunjukkan peta objek ruang perairan kawasan Resort Bintan Sayang.
Gambar 3. 15 Peta Objek Ruang Perairan Kawasan “Resort Bintan Sayang”
45
Gambar 3.16 di bawah ini adalah gambar surat ukur objek ruang perairan dalam bentuk hybrid tiga dimensi.
Gambar 3. 16 Surat Ukur Hybrid Objek Ruang Perairan