bab iii prosedur perancangan dan · pdf filekinematika dan model dinamika. kinematika robot...
TRANSCRIPT
14
BAB III
PROSEDUR PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
Tahapan-tahapan perancangan PML untuk robot manipulator 2-DOF dengan
optimisasi algoritma genetika adalah sebagai berikut:
1. pemodelan robot manipulator,
2. perancangan PML untuk robot manipulator,
3. perancangan algoritma genetika untuk optimisasi PML,
4. dan perancangan perangkat keras PML.
III.1 Pemodelan Robot Manipulator
Ada dua tahapan dalam memodelkan sebuah robot manipulator, yaitu: model
kinematika dan model dinamika. Kinematika robot adalah studi analitis
pergerakan lengan robot terhadap sistem kerangka koordinat acuan yang
diam/bergerak tanpa memperhatikan gaya yang menyebabkan pergerakan
tersebut. Model kinematika merepresentasikan hubungan end-effector dalam
ruang tiga dimensi dengan variabel sendi dalam ruang sendi. Persamaan
kinematika maju mendeskripsikan posisi dan orientasi end-effector yang
dinyatakan dalam posisi sendi. Sedangkan persamaan kinematika balik
mendeskripsikan konfigurasi posisi sendi untuk menghasilkan posisi dan orientasi
end-effector tertentu.
Dinamika robot adalah formulasi matematis yang menggambarkan tingkah laku
dinamis dari manipulator dengan memperhatikan gaya yang menyebabkan
pergerakan tersebut. Persamaan dinamika maju digunakan untuk menghitung nilai
posisi, kecepatan dan percepatan dari setiap sendi apabila diberikan gaya/torsi
pada setiap sendi. Sedangkan persamaan dinamika mundur digunakan untuk
menghitung nilai gaya/torsi setiap sendi apabila diberikan posisi, kecepatan dan
percepatan dari setiap sendi. Dinamika robot ini digunakan untuk simulasi
pergerakan lengan robot, perancangan strategi dan algoritma kendali agar lengan
robot memenuhi tanggapan serta kinerja yang diinginkan, dan mengevaluasi
perancangan kinematika dan struktur dari lengan robot.
15
Sistem robot secara garis besar terdiri dari sistem pengendali, elektronik dan
mekanik. Dalam bentuk diagram blok dapat dinyatakan seperti dalam Gambar
III.1 berikut ini.
Gambar III.1. Diagram sistem robot.
G(s) adalah persamaan matematika pengendali, sedangkan H(s) adalah persamaan
untuk sistem robot secara fisik termasuk aktuator dan sistem elektroniknya.
Komponen ri adalah masukan acuan yang dalam penerapannya dapat berupa
posisi, kecepatan, dan percepatan. Dalam fungsi waktu, nilai masukan ini dapat
bervariasi dan kontinyu yang membentuk suatu konfigurasi trayektori. Komponen
e adalah nilai galat antara keluaran dan masukan acuan, sedangkan u adalah
keluaran dari pengendali dan y adalah fungsi gerak robot yang diharapkan selalu
sama dengan acuan yang didefinisikan pada masukan ri
Jika masukan merupakan fungsi dari suatu kooridnat vektor posisi dan orientasi
P(x,y,z) dan keluarannya adalah θ(θ1, θ1,…, θn) dimana n adalah jumlah sendi
atau DOF, maka Gambar III.1 dapat digambar ulang seperti yang terlihat pada
Gambar III.2 berikut ini.
Gambar III.2. Digram blok sistem pengendali robot.
16
Dalam Gambar III.2 di atas, keluaran yang diukur dari gerakan robot adalah
dalam domain sudut dari sendi-sendi, baik sendi pada sistem tangan/kaki atau
sudut dari perputaran roda jika robot tersebut adalah mobile robot. Sedangkan
yang diperlukan oleh pengguna dalam pemrograman atau dalam pemetaan ruang
kerja robot adalah posisi (ujung tangan atau titik tertentu pada bagian robot) yang
dinyatakan sebagai koordinat 2D (kartesian) atau 3D. Dengan demikian perlu
dilakukan transformasi koordinat antara ruang kartesian dengan ruang sendi/sudut
ini. Pada Gambar III.2 dinyatakan sebagai kinematika balik dan kinematika maju.
Kombinasi antara transformasi koordinat P ke θ dengan pengendali G(s) disebut
sebagai pengendali kinematika. Masukannya berupa sinyal galat P, ep, sedangkan
keluarannya adalah sinyal kemudi u untuk aktuator. Dalam konteks praktis, u
adalah sinyal-sinyal analog dari DAC untuk seluruh aktuator robot.
III.1.1 Kinematika Robot Manipulator
A. Konsep Kinematika
Dari Gambar III.2, pengendali dinyatakan sebagai pengendali kinemaik karena
mengandung komponen transformasi ruang kartesian ke ruang sendi. Dengan
demikian diperoleh keluaran pengendali u yang bekerja dalam ruang sendi, u(θ1,
θ1,…, θn). Sebaliknya, pengendali memerlukan umpan balik dalam bentuk
koordinat karena acuan diberikan dalam bentuk koordinat. Penjelasan ini dapat
diilustrasikan dalam Gambar III.3 berikut ini.
Ruang kartesian/2D-3DP(x,y,z)
Ruang sudut/sendi (r, )
Kinematik balik
Kinematik maju
Gambar III.3 Transformasi kinematika maju dan kinematika balik.
17
Dari Gambar III.3 dapat diperoleh dua pernyataan mendasar, yaitu:
• Jika jari-jari r dan θ dari suatu struktur robot n-DOF diketahui, maka
posisi P(x,y,z) dapat dihitung. Jika θ merupakan sebuah fungsi
berdasarkan waktu θ(t), maka posisi dan orientasi P(t) dapat dihitung juga
secara pasti. Transformasi koordinat ini dikenal sebagai kinematika maju.
• Jika posisi dan orientasi P(t) diketahui maka, θ(t) tidak langsung dapat
dihitung tanpa mendefinisikan berapa DOF struktur robot itu. Jumlah
sendi n dari n-DOF yang dapat dibuat untuk melaksanakan tugas sesuai
dengan posisi dan orientasi P(t) itu dapat bernilai n=(m,m+1,
m+2,…,m+p) dimana m adalah jumlah sendi minimum dan p adalah
jumlah sendi yang dapat ditambahkan. Robot berstruktur m-DOF disebut
dengan robot nonredundant, sedang bila (m+p)-DOF maka disebut sebagai
robot redundant. Transformasi ini dikenal sebagai kinematika balik.
Dari pernyataan di atas nampak bahwa analisis kinematika maju adalah relatif
sederhana dan mudah diimplementasikan. Di sisi lain, karena variabel-variabel
bebas pada robot yang diperlukan dalam akusisi kendali adalah berupa variabel-
variabel sendi (aktuator), sedang tugas yang didefinisikan hampir selalu dalam
acuan koordinat kartesian, maka analisis kinematika balik lebih sering digunakan
dan dikaji secara mendalam dalam dunia robotik.
Jadi, kinematika dalam robotik adalah suatu bentuk pernyataan yang berisi tentang
deskripsi matematik geometri dari suatu struktur robot. Dari persamaan
kinematika dapat diperoleh hubungan antara konsep geometri ruang sendi pada
robot dengan konsep koordinat yang biasa dipakai untuk menentukan kedudukan
dari suatu obyek. Dengan model kinematika, programmer dapat menentukan
konfigiurasi masukan acuan yang harus diumpanbalikan ke tiap aktuator agar
robot dapat melakukan gerakan simultan (seluruh sendi) untuk mencapai posisi
yang diinginkan. Sebaliknya, informasi kedudukan (sudut) yang dinyatakan oleh
tiap sendi ketika robot sedang melakukan suatu pergerakan, dengan menggunakan
analisis kinematika, programmer dapat menentukan dimana posisi ujung link atau
bagian robot yang bergerak itu dalam koordinat ruang.
18
Model kinematika robot manipulator dapat ditentukan dengan menggunakan
metoda Denavit-Hertenberg. Prinsip dasar metoda ini adalah melakukan
transformasi koordinat antar dua link yang berdekatan. Hasilnya adalah suatu
matrik (4x4) yang menyatakan sistem koordinat dari suatu link dengan link yang
terhubung pada pangkalnya (link sebelumnya). Dalam konfigurasi serial, koodinat
(ujung) link-1 dihitung berdasarkan sendi-0 atau sendi pada tubuh robot. Sistem
koordinat link-2 dihitung berdasarkan posisi sendi-1 yang berada diujung link-1
dengan mengasumsikan link-1 adalah basis gerakan link-2. Demikian seterusnya,
link-3 dihitung berdasarkan link-2, hingga link ke-n dihitung berdasarkan link-(n-
1). Dengan cara ini maka tiap langkah perhitungan atau transformasi hanya
melibatkan sistem 1-DOF saja. Terakhir, posisi koordinat lengan atau posisi ujung
robot/end-effector akan dapat diketahui.
Gambar III.4 mengilustrasikan dua buah link yang terhubung secara serial.
Konfigurasi hubungan dapat berupa sendi rotasi ataupun sendi translasi. Dalam
hal ini, metoda Denavit-Hertenberg (DH) menggunakan 4 buah parameter, yaitu
θ, α, d dan a. Untuk robot n-DOF maka keempat parameter tersebut ditentukan
hingga yang ke-n. Penjelasannya yaitu:
o θn adalah sudut putaran pada sumbu zn-1,
o αn adalah sudut putaran pada sumbu xn,
o dn adalah translasi pada sumbu zn-1, dan
o an adalah translasi pada sumbu xn.
Dari Gambar III.4 dapat didefinisikan suatu matrik transformasi homogen yang
mengandung unsur rotasi dan translasi, seperti dituliskan pada persamaan (3.1): n-1An = R(z, θn)Ttrans(0,0,dn)Ttrans(an,0,0)R(x, an) ……………………………..(3.1)
19
Gambar III.4. Sambungan antar link dan parameternya.
Untuk link dengan konsfigurasi sendi putaran, matrik transformasi A pada sendi
ke-n adalah seperti yang terlihat pada persamaan (3.2).
....(3.2)....................
1000cossin0
sinsincoscoscossincossinsincossincos
1
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡−
−
=−
nnn
nnnnnnn
nnnnnnn
nn
daa
Aαα
θαθαθθθαθαθθ
Untuk konfigurasi sendi gerak translasi, nilai a adalah 0 sehingga komponen
cosα=1 dan sin α=0. Selanjutnya sin θ akan ditulis S, sedangkan cos θ akan
ditulis C.
Untuk robot manipulator yang memiliki n-sendi, hubungan rotasi dan translasi
antara end-effector terhadap koordinat dasar dinyatakan dalam matrik link 0An
yang ditentukan dengan menggunakan aturan perkalian rantai matrik transformasi
homogen seperti yang terlihat pada persamaan (3.3) berikut ini. 0An = 0A1
1A2…n-1An ..……………………………………………………….(3.3)
Persamaan kinematika maju yang menyatakan posisi dan orientasi end-effector
terhadap posisi sendi ditentukan dengan mendekomposisi matrik link 0An untuk
menghasilkan vektor posisi end-effector 0Pn dan matrik orientasi end-effector 0Rn
seperti yang terlihat pada persamaan (3.4) berikut ini.
20
...(3.4).......................................................................................... 10
000
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡= nn
nPR
A
Turunan pertama persamaan kinematika maju tersebut menghasilkan persamaan
kinematika diferensial dan matrik Jacobian (JR) robot yang menyatakan
hubungan antara kecepatan end-effector v terhadap kecepatan sendi q& seperti yang
terlihat pada persamaan (3.5) berikut ini.
.5)........(3.................................................................................................... qJv R &=
[ ]( )
....(3.6)........................................ n jika
0
n jika x
...
1-n
1-n
1-n0
n0
1-n
⎪⎪⎩
⎪⎪⎨
⎧
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ −
=
=
pristmatic
revolute
zz
PPz
J
JJJJ
n
n21R
B. Model Kinematika Robot Polar 2-DOF
Robot yang digunakan dalam perancangan sistem kendali ini adalah jenis robot
polar 2-DOF. Berdasarkan metoda Denavit-Hertenberg, maka konfigurasi sistem
koordinat sistem robot dapat dilihat pada Gambar III.5 dan parameter sistem
koordinatnya dapat dilihat pada Table III.1.
1θ
2θ
Gambar III.5. Konfigurasi sistem koordinat robot polar 2-DOF.
21
Tabel III.1. Parameter sistem koordinat robot polar 2-DOF.
Parameter Sendi-n 1 2
θn θ1 θ2 dn l1 0 an 0 l2 αn 90o 0o
Variabel sendi dan turunannya yaitu posisi sendi, kecepatan sendi, dan percepatan
sendi dinyatakan dalam bentuk vektor seperti yang terlihat pada persamaan (3.7)
berikut ini.
[ ] [ ] [ ] .(3.7).................................................. 212121TTT θθθθθθ &&&&&&&&& === qqq
Posisi pusat koordinat n berdasarkan sistem koordinat dasar dinyatakan dalam
bentuk vektor terlihat pada persamaan (3.8) berikut ini.
[ ][ ]
.....(3.8)............................................................ 00
221212212
1T
T
SllCSlCCll
+==
2
1
pp
Pada pusat sistem koordinat n dari pusat sistem koordinat n-1 berdasarkan sistem
koordinat dasar dinyatakan dalam bentuk vektor seperti pada persamaan (3.9)
sebagai berikut.
[ ][ ]
9).......(3.............................................................
00
22212212
1T
T
SlCSlCCll
==
2
1
pp
Posisi pusat massa link-n berdasarkan sistem koordinat dasar dinyatakan dalam
bentuk vektor seperti pada persamaan (3.10) sebagai berikut.
[ ][ ] )10.3..(..................................................
00
2221
121221
21221
121
T
T
SllCSlCCll
+==
2
1
cc
Posisi pusat massa link-n dari pusat sistem koordinat n-1 berdasarkan sistem
koordinat dasar dinyatakan dalam bentuk vektor seperti pada persamaan (3.11)
sebagai berikut.
[ ][ ] )11.3..(..................................................
00
2221
21221
21221
121
T
T
SlCSlCCll
==
2
1
cc
22
Berdasarkan persamaan (3.2) dan dengan menggunakan parameter sistem
koordinat pada tabel III.1, maka diperoleh persamaan (3.12) berikut ini.
).....(3.12....................
10000100
00
1000010
0000
2222
2222
21
1
11
11
10
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡ −
=
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡−
=SlCSClSC
lCS
SC
AA
Berdasarkan persamaan (3.3) dan persamaan (3.12) di atas, maka diperoleh
persamaan (3.13) yang merupakan matrik transformasi robot polar 2-DOF.
....(3.13)..................................................
10000 22122
21212121
21212121
20
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+−−
−
=SllCS
CSlCSSCSCClSSCCC
A
Berdasarkan persamaan (3.6), matrik jacobian robot polar 2-DOF yang
merepresentasikan hubungan kecepatan ujung lengan robot dengan kecepatan
sendi, seperti diperlihatkan pada persamaan (3.14) berikut ini:
).....(3.14......................................................................
01000
1
1
22
212212
212212
R
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−−−
=
CSCl
SSlCClSClCSl
J
Persamaan kinematika balik yang menyatakan posisi sendi terhadap posisi dan
orientasi ujung lengan robot adalah:
....(3.15)................................................................................ tan
tan
2211
2
11
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
+−
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
−
−
YXlZ
XY
θ
θ
23
III.1.2 Dinamika Robot Manipulator
A. Konsep Dinamika
Robot secara fisik adalah suatu benda yang memiliki struktur tertentu dengan
massa tertentu, sehingga dalam pergerakannya tunduk kepada hukum-hukum alam
yang berkaitan dengan grafitasi dan atau massa/kelembaman. Jika robot berada di
permukaan bumi, maka grafitasi dan massa akan mempengaruhi kualitas gerakan.
Sedangkan bila robot berada di luar angkasa yang bebas grafitasi, maka massa
saja yang dapat menimbulkan efek inersia/kelembaman. Setiap struktur dan massa
yang berbeda akan memberikan efek inersia yang berbeda pula sehingga
penanganan dalam pemberian torsi pada tiap sendi seharusnya berbeda pula.
τ ),,( θθθ &&&
Gambar III.6. Diagram model dinamika robot.
Perhatikan kembali Gambar III.2 sebelumnya. Jika u adalah sinyal aktuasi pada
aktuator motor DC-torsi, maka masukan pada model dinamika robot dapat
dinyatakan sebagai torsi τ seperti yang terlihat pada persamaan (3.16),
).....(3.16.................................................................................................... aa Ki=τ
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar III.6, dengan ia adalah sinyal analog (arus
motor) yang dikeluarkan oleh pengendali, dan Ka adalah konstanta motor. Karena
torsi pada sendi akan menghasilkan gerakan, maka keluaran (dinamika) robot
dapat dinyatakan memiliki 3 komponen yang menyatu dalam fenomena gerak
rotasi tiap lengan sendi, yaitu sudut θ , kecepatan sudut θ& , dan percepatan sudut
θ&& . Gambar III.7 memperlihatkan skema kendali robotik berorientasi dinamika
dengan penggambaran lebih detil tentang torsi yang dihasilkan oleh aktuator.
24
G(s)Transformasi
koordinat P ke (Kinematika balik)
Transformasi koordinat ke P
(Kinematika maju)
Pengendali
ep
+_
H-1(s)Ka
ia (ia1, ia2,…,ian) ( 1, 2,…, n) ),..,2,1(,, nθθθ &&&
),..,2,1(,, nθθθ &&&actact PP &,
refref PP &,
Gambar III.7. Diagram sistem kendali robot berorientasi dinamika.
Jika keluaran sistem adalah ),..,2,1(,, nθθθ &&& dinyatakan sebagai q, maka torsi yang
diberikan kepada sendi-sendi robot adalah seperti yang terlihat pada persamaan
(3.17) berikut ini.
17).......(3..................................................................................................... )(qf=τ
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan dinamika maju. Model dinamikanya
dapat ditulis sebagai H(s). Sebaliknya, jika torsi τ diketahui (sebagai masukan),
maka q akan diketahui dengan menggunakan dinamika balik. Model dinamikanya
dinyatakan dengan H-1(s). Persamaannya adalah:
.(3.18).................................................................................................... )(1 τ−= fq
Hubungan model matematik dinamika balik dan dinamika maju dapat
diilustrasikan melalui Gambar III.8 berikut ini.
τ ),..,2,1(,, nθθθ &&&
Gambar III.8. Transformasi dinamika balik dan dinamika maju.
Untuk memperoleh sistem kendali gerakan robot yang ideal, diperlukan sistem
kendali yang menggabungkan antara kendali kinematika dan kendali dinamika.
25
Seperti lazimnya dalam persamaan matematika, solusi penyelesaian dengan
memilih nilai variabel-variabel yang benar adalah diperlukan. Dengan pendekatan
kendali dinamika maka sinyal aktuasi pengendali dapat lebih presisi dengan
dimasukannya unsur perbaikan torsi yang sesuai dengan efek dinamika ketika
robot bergerak. Jika kendali kinematika lebih berfungsi untuk menjaga kestabilan
gerak, maka kendali dinamika lebih berfungsi untuk meningkatkan kekokohan
terhadap gangguan yang dapat muncul selama operasi.
B. Model Dinamika Robot Polar 2-DOF
Dengan asumsi bahwa kedua link merupakan batang pipih homogen, maka tensor
inersia link-n terhadap pusat massanya (persamaan (3.19)) dapat dinyatakan dalam
sistem koordinat n berikut ini.
).....(3.19.................... 00
00000
00
00000
22212
1
22212
12
21112
1
21112
1
1
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=lm
lmlm
lmII
Tensor inersial link-n terhadap pusat massanya yang dinyatakan dalam sistem
koordinat dasar ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.20 ) berikut.
( ) ..(3.20).......................................................................................... n0
nn00
nTAIAI =
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.20), (3.19), dan (3.3), maka diperoleh
persamaan (3.21):
.21)........(3.................... 22221221
2212
122
2111
2211
221112211
21
22
21
22212
102
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−−+−−−+
=CCSSCSC
CSSCSSCSSCSCSCCSSCSSSC
lmI
Kecepatan linier dan kecepatan sudut pusat massa link n dapat dinyatakan dalam
kecepatan sendi dengan menggunakan persamaan (3.22) berikut:
[ ]q0czv &3x1101 x=
[ ]qz &1301 x0=ϖ
( )[ ]qpczczv1
&12202 −= xx
………………………………….…………(3.22)
26
[ ]qz &102 z=ϖ
Dengan melakukan substitusi, maka diperoleh persamaan (3.23):
3.23).........(..............................
0100
010000
0000000
1
1
1
2221
21221
21221
21221
21221
1
q q
qv qv
2
2
&&
&&
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−−−
=⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
CS
ClSSlCClSClCSl
ϖϖ
Energi kinetik link-n yang menyatakan gabungan energi kinetik translasi dan
energi kinetik rotasi ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.24) berikut:
.(3.24)...................................................................... 0n2
1n
Tn2
1n
Tnnn mK ϖϖ Ivv +=
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.24), dan (3.23), maka diperoleh
persamaan (3.25) yang merupakan energi kinetik untuk kedua sendi.
...(3.25)...................................................................... 0
22
2226
121
22
2226
12
1
θθ && lmClmKK
+==
Energi kinetik robot polar 2-DOF merupakan penjumlahan energi kinetik seluruh
link sebagai berikut:
).....(3.26...................................................................... 22
2226
121
22
2226
1 θθ && lmClmK +=
Energi potensial link-n ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.27)
berikut:
.27)........(3.......................................................................................... ncgnn mP −=
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.27) dan (3.11), maka diperoleh
persamaan (3.28) yang merupakan energi potensial untuk kedua sendi robot.
..(3.28)................................................................................
22221
122
1121
1
SglmglmPglmP
+==
Energi potensial robot polar 2-DOF merupakan penjumlahan energi potensial
seluruh link seperti yang terlihat pada persamaan (3.29) sebagai berikut:
27
3.29).........(............................................................ 22221
121121 SglmglmglmP ++=
Fungsi lagrangian menyatakan selisih energi kinetik dengan energi potensial
sebagai berikut:
...(3.30).................................................................................................... PKL −=
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.30), (3.26) dan (3.29), maka diperoleh
persamaan (3.31) yang merupakan fungsi lagrange robot polar 2-DOF.
.31)........(3.................... 22221
1211212
22226
121
22
2226
1 SglmglmglmlmClmL −−−+= θθ &&
Persamaan (3.32) merupakan dinamika balik yang menyatakan torsi sendi
terhadap percepatan sendi ditentukan dengan menggunakan persamaan
Laggrange-Euler sebagai berikut:
.(3.32).......................................................................................... nn
n qL
qL
dtd
∂∂
−∂∂
=&
τ
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.32), dan (3.31), maka diperoleh torsi
untuk masing-masing sendi seperti yang terlihat pada persamaan (3.33).
(3.33)..................................................
222212
1222223
12
2223
12
21222223
21
22
2223
11
CglmCSlmlmCSlmClm
L
L
++=−=
θθτθθθτ
&&&
&&&&
III.1.3 Model Sistem Aktuator Motor DC
Sistem penggerak yang digunakan dalam merancang robot manipulator adalah
motor DC. Pada penelitian ini, motor DC yang digunakan adalah jenis tegangan
armature terkendali. Untuk jenis ini, keluaran motor DC dikendalikan oleh
tegangan armature, sementara arus medan dijaga konstan. Gambar III.9
memperlihatkan diagram skematik modor DC yang digunakan.
28
Gambar III.9. Diagram skematik motor DC.
Torsi yang bekerja pada shaft motor (τ) berbanding lurus dengan arus armature
dan konstanta motor DC, seperti yang terlihat pada persamaan (3.34).
3.34).........(.......................................................................................... aaiK=τ
Sementara persamaan (3.35) merupakan tegangan armature dari motor DC.
...(3.35)................................................................................ ba
aaaa edtdi
LRiV ++=
dengan
nKe L
mmbbθ
θθ == dan & , selanjutnya Lθ ditulis menjadi θ
Sehingga diperoleh persamaan (3.36) yang merupakan torsi yang bekerja pada
shaft motor.
.(3.36)................................................................................ ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−= L
a
b
a
aa nR
KRV
K θτ &
Persamaan (3.37) merupakan torsi yang digunakan untuk menggerakan motor DC.
mmmmm FJ θθτ &&& += …………………………………..……………………...(3.37)
Torsi yang bekerja pada shaft motor adalah torsi yang digunakan untuk
menggerakan sendi. Dengan menggunakan hukum kesetimbangan mekanik, torsi
yang bekerja pada shaft motor dapat ditulis seperti yang terlihat pada persamaan
(3.38) berikut ini. *Lm τττ += ………………………………………………………………….(3.38)
29
dengan *Lτ adalah torsi sendi yang mengacu pada shaft motor. Dengan
menggunakan persamaan dinamika sistem robot manipulator dan transmisi roda
gigi, *Lτ dapat ditulis seperti yang terlihat pada persamaan (3.39) berikut ini.
LL nττ =* ………………….…………………………………………………..(3.39)
dengan transmisi roda gigi adalah seperti yang terlihat pada persamaan (3.40).
40).......(3..................................................................................................... L
M
NNn =
NM adalah roda gigi yang terhubung dengan shaft motor, sedangkan NL adalah
roda gigi yang terhubung dengan shaft sendi.
III.1.4 Model Gabungan Manipulator dan Sistem Aktuator Motor DC
Untuk memperoleh model sistem yang lengkap dari robot manipulator adalah
dengan mensubstitusi persamaan (3.37), (3.38), (3.39) dan (3.40), maka diperoleh
persamaan (3.41) yang merupakan persamaan dinamika balik untuk masing-
masing sendi.
)41.3(cos
21cossin
31
33
cossin32
33cos
222222
22122
22222
2
2222
22
2
11
12122
22211
1
1222
2221
1
LLm
LLLLm
Lm
LLLLLmL
glmnnF
lmnn
JlmnnF
lmnn
Jlmn
θθθθθθτ
θθθθθθθ
τ
++++
=
+−+
=
&&&&
&&&&&
dengan τ1 dan τ2 adalah torsi untuk sendi 1 dan sendi 2, m1 dan m2 adalah massa
untuk masing-masing link, l1 dan l2 adalah panjang masing-masing link, Jm1 dan
Jm2 adalah momen inersia motor Fm1 dan Fm2 adalah gaya gesek motor, θL1 dan θL2
adalah sudut pergerakan sendi dan n1 dan n2 adalah gear ratio masing-masing
sendi.
Dengan mensubstitusikan persamaan (3.36), dan (3.41), maka diperoleh
11111 aL VBHD +=θ&& …………………………..………………………..…….(3.42)
222222 aL VBGHD ++=θ&& …………………………………..………………...(3.43)
30
dengan
( )
1
11
212222211
1
1
11
111
1
1222
2221
1
cossin32
33cos
a
a
LLLLLm
a
ba
mL
RKB
lmnn
FRnKKH
nJlmnD
=
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−=
+=
θθθθθ
θ
&&&
( )
2
22
22222
2122
22222
2
2
22
222
2
2222
22
2
cos21
cossin31
33
a
a
L
LLLLm
a
ba
m
RKB
glmnG
lmnn
FRnKKH
nJlmnD
=
−=
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−=
+=
θ
θθθθ &&
Dipilih peubah status 24231211 ;;; LLLL xxxx θθθθ && ==== . Dimana LL θθ &dan adalah
posisi dan kecepatan sendi manipulator. Sementara masukan kendalinya adalah
2211 ; aa VuVu == dan keluaran yang diinginkan adalah 2211 ; LL yy θθ == . Dari
peubah status yang dipilih, maka diperoleh persamaan status non-linier robot
manipulator 2 derajat kebebasan sebagai berikut:
( )⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+
=
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−
−
−
2
1
21
2
11
1
221
2
4
11
1
2
4
3
2
1
000000
uu
BD
BD
GHDx
HDx
xxxx
&
&
&
&
………………………...…(3.44)
xy ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
01000001
…..…………………………….………………….(3.45)
Parameter fisik robot yang digunakan untuk masing-masig sendi adalah sebagai
berikut:
• hambatan armature (Ra)=0.2 Ω,
• konstanta proporsional (Kb)= 5,5 x 10-2 V.s/rad,
• konstanta torsi motor (Ka) =6 x 10-5 Nm/A,
• momen inersia motor (Jm) =10-5 kgm2,
31
• koefisien gesekan motor (Fm)=0,
• gear ratio (n) = 0.1,
• massa sendi-1 (m1) = 3 kg,
• massa sendi-2 (m2) = 1.5 kg,
• panjang link-1 = 0.35 m,
• panjang link-2 = 0.5 m,
• gaya grafitasi = 9.8 kg m/s2.
III.2 Perancangan PML untuk Robot Manipulator
Pada penelitian ini, masukan acuannya berupa sudut putaran dan keluarannya pun
berupa sudut putaran, sehingga tidak diperlukan transformasi untuk mengubah
sudut putaran ke vektor posisi. Sistem kendali yang akan dirancang pada robot
manipulator adalah PML. Konsep dasar pengendalian robot manipulator dengan
PML diperlihatkan pada Gambar III.10 berikut ini.
S
C )(),(),()( tutxBtxftx +=&
),()),(( 1 txSftxSB −−
( )•− f
x y
xr (acuan)
xe
+_
σ+
+
ueq
un
u
Gambar III.10 Konsep dasar PML pada robot manipulator.
Tujuan pengendalian pada robot manipulator ini adalah membuat status keluaran
( 1x =posisi sendi-1) dan ( 3x =posisi sendi-2) mengikuti masukan acuan xr ( rx1 dan
rx3 ), dan status lainnya (x2=kecepatan sendi-1) dan (x4=kecepatan sendi-2)
menuju nol. Didefinsikan status galat dari sistem adalah seperti yang terlihat pada
32
persamaan (3.46) berikut ini.
(3.46)....................................................................................................
0
0
4
33
2
11
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−−
−
=
xxx
xxx
er
r
dengan e adalah galat penjejakan status. Perancangan PML dimulai dengan
merancang permukaan luncur untuk sistem yang akan dikendalikan. Berikut ini
persamaan (3.47) dan (3.48) adalah permukaan luncur untuk sendi-1 dan sendi-2..
( ) ( )rr xxdtdxxS 111111 −+−=σ
rxSxxS 112111 −+=σ ………………………….…………………………...(3.47)
( ) ( )rr xxdtdxxS 333322 −+−=σ
rxSxxS 314321 −+=σ ………..…………………………….……………….(3.48)
Sehingga matrik permukaan luncur yang diperoleh adalah seperti yang terlihat
pada persamaan (3.49) berikut:
0, 100001
2132
11
2
1 >⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
+⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡= SS
xSxS
xS
S
r
rσ ................................................(3.49)
Dari persamaan (3.49) pemilihan S berkaitan dengan dinamika sistem yang akan
mempengaruhi tanggapan sistem terhadap waktu. Dengan memilih S yang tepat,
maka kutub-kutub pada matrik karakteristik sistem lingkar tertutup akan dapat
disesuaikan dengan tujuan pengendalian.
Dengan menggunakan syarat kondisi luncur 0=σ& , diperoleh masukan kendali
ekivalen seperti yang dapat dilihat pada persamaan (2.8). Operasi matrik pada
persamaan (2.8) akan diperoleh persamaan masukan kendali ekivalen seperti yang
terlihat pada persamaan (3.50) sebagai berikut:
33
( )⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
++−
+−
=
−
−
−
−
21
2
221
242
11
1
11
121
BDGHDxS
BDHDxS
ueq .......................................................................(3.50)
yang akan membawa status sistem menuju permukaan luncur.
Selanjutnya dirancang masukan kendali tak kontinyu un yang akan menjaga status
sistem tetap berada dalam permukaan luncur/dalam kondisi luncur. Pada
perancangan masukan kendali tak kontinyu seperti yang dapat dilihat pada
persamaan (2.9), dipilih parameter k (penguat pensaklaran) yang sesuai untuk
meminimalisasi galat penjejakan dari tanggapan sistem. Dengan menjumlahkan
masukan kendali tak kontinyu un dengan masukan kendali ekivalen ueq, maka
diperoleh masukan kendali total yang akan diumpanbalikan ke plant
III.3 Algoritma Genetika untuk Optimisasi
Algoritma genetika bekerja untuk mencari parameter-parameter PML agar
menghasilkan kinerja pengendali sesuai dengan yang diinginkan. Parameter-
parameter yang akan dioptimisasi pemilihannya adalah penguat pensaklaran k
dan konstanta permukaan luncur S. Agar dapat melakukan pemilihan parameter-
parameter PML dengan algoritma genetika, dipilih R={k,S} sebagai sebuah
kumpulan parameter dan mengkodekanya sebagai sebuah kromosom, kemudian
pilih sebuah fungsi obyektif dan fungsi kepantasan yang digunakan untuk melacak
sebuah solusi terbaik dalam ruang parameter tertentu. Fungsi obyektif yang dibuat
harus merepresentasikan kebutuhan perancangan sistem kendali yang diinginkan,
yaitu mempercepat tanggapan waktu dari keluran status x1 dan x3 (Tr) dan
mengurangi galat penjejakan dari status x1 dan x3 (e) dan memperkecil amplitudo
masukan kendali u (Umax). Fungsi obyektif didefinisikan pada persamaan (3.51).
( ) ( ) ( )2max3
22
21 UcecTcF r ++= ........................................................................(3.51)
34
dimana c1, c2, c3 adalah konstanta-konstanta pengali untuk memperlihatkan
prioritas optimisasi dari fungsi obyektif tersebut. Fungsi kepantasan dapat
didefinisikan pada persamaan (3.52).
11+
=F
f ....................................................................................................(3.52)
Fungsi obyektif perlu ditambah 1 untuk menghindari kesalahan program yang
diakibatkan pembagian oleh 0. Seiring dengan mengecilnya fungsi obyektif,
fungsi kepantasan akan bertambah besar sampai konvergen pada satu nilai
tertentu. Hal ini merepresentasikan algoritma genetika bekerja dengan baik.
Persamaan (3.53) dioperasikan untuk mencari nilai kepantasan tertinggi yang
berelasi dengan solusi terbaik dalam algoritma genetika.
( ){ }RfMAX ................................................................................................(3.53)
dimana R adalah sebuah kromosom yang merepresentasikan sebuah nilai tertentu
yang berada pada ruang pelacakan P. Tiga operasi dasar algoritma genetika dapat
diterapkan untuk memilih parameter-parameter {k, s1, s2} untuk meningkatkan
indek kinerja PML dalam ruang pelacakan P. Jika kromosom dengan nilai
kepantasan terbaik telah diperoleh, maka nilai kromosom tersebut dapat dipilih
sebagai sebuah parameter penguat pensaklaran k dan konstanta permukaan luncur
S dari PML.
Secara umum prosedur pemilihan parameter PML dengan algoritma genetika
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. rumuskan parameter-parameter PML,
2. buat polulasi awal dari kromosom secara random,
3. kodekan masing-masing kromosom dalam populasi dan evaluasi kinerja
dari tanggapan sistem,
4. evaluasi nilai kepantasan (“fitness”) untuk masing-masing kromosom,
5. reproduksi kromosom-kromosom tersebut berdasarkan nilai kepantasan
yang telah dihitung pada tahap 4,
35
6. buat kromosom-kromosom baru dengan melakukan proses persilangan dan
mutasi, dan mengganti kromosom yang lama dengan kromosom yang
baru,
7. ulangi tahap ke-3 sampai maksimum iterasi diperoleh atau nilai kepantasan
konvergen pada satu nilai tertentu.
Berikut ini Gambar III.11 merupakan diagram alir proses optimisasi parameter
PML dengan menggunakan algoritma genetika.
36
Gambar III.11. Diagram alir tahapan optimisasi.
37
Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan proses optimisasi ini adalah sebagai
berikut:
• parameter fisik manipulator yang digunakan adalah jenis PUMA 560 yang
sudah dimodifikasi,
• tidak melakukan penskalaan masukan kendali,
• tidak memperhatikan keluaran pengendali, apakah single action atau
double action,
• tidak memodelkan kondisi offset dari amplifier yang ditemukan pada tahap
realisasi.
III.4 Realisasi Perancangan PML
Dalam merealisasikan hasil perancangan PML ke dalam sebuah perangkat keras,
diperlukan identifikasi kebutuhan perangkat keras yang akan digunakan untuk
memudahkan dalam membuat skema pengendalian. Pada penelitian ini, karena
penggerak robot yang digunakan adalah motor DC, maka dibutuhkan sebuah
perangkat driver dan masukan sinyal dalam mengaktifkan perangkat driver
tersebut. Hasil identifikasi perangkat keras dan melihat karakteristik PML dalam
sebuah simulasi, maka diperoleh diagram blok realisasi perancangan PML seperti
yang dapat dilihat pada Gambar III.12 di bawah ini.
u
S
)(),(),()( tutxBtxftx +=&
),()),(( 1 txSftxSB −−
( )•− f
x
xr (referensi)
xe
+ _
σ+
+
ueq
un
u’ (0-255)Convert/Scale
PWM Driver Motor
(PIC-Servo SC)
PWM
Pengendali(Personal Computer)
Gambar III.12 Diagram blok realisasi PML.
38
Sinyal penggerak motor DC yang digunakan adalah sinyal PWM. Pada hasil
perancangan PML, masukan kendali yang dihasilkan digunakan sebagai data
untuk membangkitkan sinyal PWM. Sinyal PWM ini berfungsi untuk
menggerakkan motor dalam hal ini manipulator ke posisi atau arah yang
diinginkan. Sinyal PWM sendiri dibangkitkan oleh sebuah chip dalam hal ini PIC-
Servo SC dengan duty cycle sesuai dengan data masukan kendali.
Masukan kendali yang dihasilkan oleh PML pada perancangan yang sudah
dilakukan sebelumnya, memiliki nilai yang sangat besar atau diluar batas data
PWM yang diperbolehkan, yaitu 0 – 255. Data 0 merepresentasikan duty cycle
0%, sedangkan 255 adalah 100%. Agar masukan kendali yang dihasilkan
memiliki range 0-255, maka diperlukan penskala dan pengubah data masukan
kendali menjadi data PWM.
Pada penelitian ini, harus dicari masukan kendali maksimal yang dihasilkan oleh
PML untuk model sistem yang sudah dioptimisasi dengan algoritma genetika. Hal
ini digunakan untuk memudahkan dalam melakukan penskalaan bagi masukan
kendali. Skala yang dibuat agar masukan kendali berada pada batas-batas data
yang diperbolehkan oleh PWM adalah seperti yang dapat dilihat pada persamaan
(3.54)
....(3.54)......................................................................
)max(2550
0)max(
255
'2
1⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=uu
u
uu
Untuk menghindari jika masukan kendali memiliki nilai yang sangat besar lagi,
maka pada perancangan pengendali ini dibuat batasan-batasan agar masukan
kendali masih berada pada batas-batas nilai PWM yang diperbolehkan. Persamaan
(3.55) di bawah ini memperlihatkan nilai keluaran akhir masukan kendali sebagai
data PWM pada PIC-servo SC.
55).......(3......................................... limit]output ,)(min[ ' deadbanduabsPWM +=
39
Parameter deadband merupakan sebuah offset 8 bit (0 – 255) untuk
mengkompensasi friksi statis atau daerah dead band pada amplifier. Sedangkan
penskala keluaran PWM dibatasi dengan output limit (8 bit data) yang definisikan
oleh pengguna. Sebagai contoh, jika menggunakan motor 12 V dan diberi catu
daya 12 V maka output limit-nya adalah 255, sedangkan jika motor 12 V diberi
catu daya 24 V maka output limit-nya adalah 255/2, atau 127.
Realisasi perangkat keras yang dibuat dalam mengimpelentasikan PML adalah
seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.13 berikut ini.
1θ
2θ
Gambar III.13 Diagram PML manipulator 2-DOF.
Dari Gambar III.13 di atas, susunan PML untuk robot manipulator adalah sebagai
berikut:
1. joystik,
Joystik berfungsi sebagai pengatur arah atau posisi dari manipulator.
Joystik merepresentasikan nilai acuan posisi dari PML. Pergerakan joystik
ini sama dengan pergerakan manipulator, yaitu mengangguk dan
menggeleng. Data keluaran remote adalah berupa data enkoder yang
merepresentasikan posisi dari joystik. Data enkoder dihitung oleh
40
perangkat PIC-servo dan dikirim ke PC sebagai data acuan oleh perangkat
kendali.
2. PIC-Servo SC,
PIC-servo SC berfungsi sebagai pemberi data PWM pada driver motor DC
dan pembaca enkoder dari remote dan manipulator. PIC-Servo SC sendiri
merupakan solusi satu chip untuk implementasi kendali servo motor DC
dengan balikan incremental encoder. PIC-Servo SC merupakan sebuah
mikrokontroler PIC18F2331 yang telah diprogram dengan berbagai fitur,
diantaranya pengendali PID, kendali posisi dan kecepatan dan sebuah
antarmuka serial yang dapat terhubung dengan RS232, RS485 dan RS422.
Selain dari itu dilengkapi dengan enkoder yang dapat berantarmuka
dengan enkoder dari motor DC. Gambar III.14 merupakan skematik modul
PIC-Servo yang digunakan dalam mengendalikan motor DC.
Gambar III.14 Skematik modul PIC-Servo SC.
Dalam mengirim paket data dan perintah ke PIC-servo SC untuk
menggerakan atau menjalankan motor, digunakan komunikasi serial.
41
Koneksi antar modul jika menggunakan lebih dari satu modul
diperlihatkan pada Gambar III.15 di bawah ini.
Gambar III.15. Koneksi beberapa modul kendali.
Masing-masing modul memiliki alamat yang unik yang diberikan secara
dinamik oleh host. Paket perintah dikirim ke sebuah modul pengendali
yang alamatnya sudah diinisialisasi oleh sebuah host dalam hal ini
komputer. Jika paket perintah sudah diterima oleh modul, maka data status
akan dikirim balik ke host. Kecepatan pengiriman data bawaan yang
digunakan adalah 19.200 bit persecon tetapi dapat diubah sampai 230.400
bit persecon. Protokol komunikasi yang digunakan adalah 8 bit paket data,
1 start bit, 1 stop bit dan tidak menggunakan paritas. Paket perintah yang
digunakan memiliki struktur sebagai berikut:
byte header (selalu 0xAA),
byte alamat modul (0 - 255),
byte perintah,
byte data tambahan (0 - 15 bytes),
byte ceksum (8-bit).
Sedangkat paket status memiliki struktur sebagai berikut:
byte status,
byte data status tambahan,
byte ceksum.
Berikut ini Tabel III.2 adalah kumpulan paket perintah yang dapat
digunakan pada PIC-Servo SC.
42
Tabel III.2 Paket perintah PIC-Servo SC
Paket perintah Kode Byte data Keterangan Reset position 0x0 0, 1 atau 5 Set atau clear 32 bit counter posisi Set address 0x1 2 Set alamat individual dan grup Define status 0x2 1 Mendefinsikan data mana seharusnya
dikirim dalam setiap paket status Read status 0x3 1 Menyebabkan data status khusus dikirm
balik hanya satu kali Load trayectory 0x4 1-14 Mengambil parameter motion trajectory
untuk mode kecepatan dan profil trapezoidal
Start motion 0x5 0 Mengeksekusi trayektori yang sudah diambil sebelumnya.
Set gain 0x6 15 Set penguatan PID dan batasan operasi Stop motor 0x7 1 atau 5 Memberhentikan motor dengan empat
mode pilihan I/O control 0x8 1 Set beberapa pilihan I/O Set homing 0x9 1 Set kondisi untuk mengambil posisi home Set baudrate 0xA 1 Set baudrate (hanya untuk group
command) Clear bits 0xB 0 Clear status bit yang masih tersimpan bitsSave as home 0xC 0 Menyimpan posisi sekarang pada register
posisi home Add path point 0xD 0-14 Menambahkan poin pada buffer path
point untuk mode path control NoOp 0xE 0 Menyebabkan data status yang telah
didefinisiakn akan dikembalikan Hard reset 0xF 0 atau 1 Reset pengednali kepada status power-up
dengan pilihan menyimpan data pada EEPROM
PIC_servo SC memiliki beberapa lapisan kendali yang dapat digunakan
sesuai dengan kebutuhan. Lapisan-lapisan tersebut dapat dilihat pada
Gambar III.16 berikut ini.
43
Gambar III.16 Lapisan kendali PIC-servo SC.
Modus PWM
Lapisan kendali PIC-Servo SC paling bawah adalah modus PWM. Pada
modus PWM, PIC-Servo SC menerima data PWM dari luar dan
memberikan sinyal PWM langsung ke amplifier. Modus PWM aktif atau
bekerja pada saat catu daya mulai bekerja, dan modus profile dan servo
tidak aktif, modus PWM juga bekerja ketika modus posisi berhenti aktibat
kehilangan daya, galat posisi keluar batas yang ditetapkan, dan pada saat
perintan stop motor bekerja.
Modus Servo Posisi
Lapisan berikutnya adalah modus servo posisi. Pada modus ini, PID
bekerja menghitung nilai PWM untuk menggerakkan motor pada posisi
yang diinginkan.
Modus Kecepatan
Pada modus kecepatan, selain putaran motor dapat bekerja pada kecepatan
konstan juga putaran motor dapat berubah dari satu nilai kecepatan ke nilai
kecepatan lain secara halus dengan nilai percepatan tertentu.
44
Modus Posisi Trapezoidal
Pada modus ini, posisi tujuan, maksimum kecepatan dan percepatan dapat
ditentukan oleh perancang. Ketika motor mulai bekerja, motor akan
dipercepat sampai kecepatan maksimum kemudian tetap pada kecepatan
konstan sampai posisi tujuan mendekat dan melakukan perlambatan
sampai posisi tujuan tercapai.
Modus Path Control
Modus path control atau modus Coordinated Motion Control (CMC)
merupakan modus khusus. Karena pada modus ini, host dapat dengan
mudah mengkoordinasi pergerakan motor dari beberapa PIC-servo SC.
Modus Masukan Arah dan Step
Pada modus ini, motor bekerja pada modus stepper yaitu bergerak atau
berputar berdasarkan urutan pulsa.
3. PC,
Komputer berfungsi sebagai host yang mengkoordinasi keseluruhan modul
PIC-servo SC. Selain sebagai host, komputer berfungsi untuk
mengimplementasikan pengendali modus luncur. Data posisi dari joystik
dibaca oleh komputer dan dijadikan posisi acuan oleh PML untuk
menghasilkan masukan kendali yang merepresentasikan nilai PWM.
Sinyal PWM ini yang akan menggerakan manipulator untuk bergerak ke
posisi acuan tersebut.
4. manipulator 2-DOF.
Manipulator 2-DOF merupakan plant yang akan dikendalikan
pergerakannya menggunakan joystik.