bab iii revisi.docx

30
BAB III LANDASAN TEORI III.1 Pengaturan Kerja Metode kerja yang baik dapat diperoleh dengan melakukan pengaturan kerja.Untuk dapat melakukan pengaturan kerja harus terlebih dahulu menganalisis dan melakukan penelitian kerja dari sebuah sistem kerja yang ada. Analisis dan penelitian kerja yang dimaksud adalah suatu aktivitas yang ditujukan untuk mempelajari prinsip–prinsip dan teknik–teknik mendapatkan rancangan sistem dan tata cara kerja yang paling efektif dan efisien. Prinsip maupun teknik–teknik tersebut diaplikasikan guna mengatur komponen–komponen kerja yang terlibat dalam sebuah sistem kerja. Komponen- komponen yang dimaksud seperti manusia, mesin, material, fasilitas kerja lainnya, serta lingkungan kerja yang ada sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja yang tinggi. Komponen- komponen tersebut diukur dari waktu yang dimanfaatkan, tenaga atau energi yang dipakai serta dampak–dampak lain yang akan ditimbulkannya. Komponen–komponen kerja tersebut akan diatur secara bersama– sama agar berada dalam suatu komposisi tata letak yang sebaik–baiknya sehingga bisa memberikan alur gerak, tata cara ataupun prosedur kerja yang tertib dan 25

Upload: nastria-cahyani

Post on 07-Feb-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III revisi.docx

BAB III

LANDASAN TEORI

III.1 Pengaturan Kerja

Metode kerja yang baik dapat diperoleh dengan melakukan pengaturan

kerja.Untuk dapat melakukan pengaturan kerja harus terlebih dahulu menganalisis

dan melakukan penelitian kerja dari sebuah sistem kerja yang ada. Analisis dan

penelitian kerja yang dimaksud adalah suatu aktivitas yang ditujukan untuk

mempelajari prinsip–prinsip dan teknik–teknik mendapatkan rancangan sistem

dan tata cara kerja yang paling efektif dan efisien. Prinsip maupun teknik–teknik

tersebut diaplikasikan guna mengatur komponen–komponen kerja yang terlibat

dalam sebuah sistem kerja. Komponen-komponen yang dimaksud seperti

manusia, mesin, material, fasilitas kerja lainnya, serta lingkungan kerja yang ada

sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja yang

tinggi. Komponen-komponen tersebut diukur dari waktu yang dimanfaatkan,

tenaga atau energi yang dipakai serta dampak–dampak lain yang akan

ditimbulkannya.

Komponen–komponen kerja tersebut akan diatur secara bersama– sama agar

berada dalam suatu komposisi tata letak yang sebaik–baiknya sehingga bisa

memberikan alur gerak, tata cara ataupun prosedur kerja yang tertib dan lancar.

Dengan perbaikan pengaturan kerja, semua langkah serta gerakan–gerakan kerja

baik gerakan manusia, mesin atau peralatan, maupun perpindahan material yang

tidak produktif maupun yang tidak memberikan kontribusi nilai tambah akan

diupayakan untuk bisa ditekan semaksimal mungkin serta menambah efektivitas

gerak dan langkah kerja yang harus dilaksanakan dalam suatu sistem kerja.

Tujuan dari kegiatan pengaturan kerja dengan metode penelitian kerja ini

adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan proses, prosedur dan tata cara pelaksanaan pekerjaan/kegiatan.

2. Perbaikan dan penghematan penggunaan material, energi mesin/fasilitas kerja

serta tenaga kerja manusia.

25

Page 2: BAB III revisi.docx

3. Pendayagunaan usaha manusia dan pengurangan keletihan yang tidak perlu

serta perbaikan tata ruang kerja yang lebih baik.

III.2 Perancangan dan Pengukuran Kerja

Perancangan dan pengukuran kerja menurut Wignjosoebroto (2003)

merupakan disiplin ilmu yang dirancang untuk memberi pengetahuan mengenai

prinsip dan prosedur yang harus dilaksanakan dalam upaya memahami berbagai

hal yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan

perancangan sistem kerja yang efektif dan efisien hal pokok yang diamati adalah

segala hal yang berkaitan dengan prosedur-prosedur yang harus dilakukan dalam

pelaksanaan kerja. Hal–hal yang berhubungan dengan gerakan–gerakan kerja

maupun metode kerja yang lebih sederahana dan mudah dilakukan harus terus

dikembangkan dan diaplikasikan.

III.3 Pengukuran Waktu Kerja

Pengukuran waktu kerja menurut adalah suatu aktivitas untuk menentukan

waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator terampil dalam melaksanakan

sebuah kegiatan kerja, yang dilakukan dalam kondisi dan tempo kerja yang

normal (Wignjosoebroto, 2003).Tujuan pokok dari aktivitas ini berkaitan erat

dengan usaha menetapkan waktu baku/standar (standard time). Pengukuran waktu

kerja dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Pengukuran secara langsung yaitu pengukuran jam henti (stop watch time

study) dan work sampling.

2. Pengukuran secara tidak langsung yaitu data waktu baku (standar data) dan

data waktu gerakan.

III.3.1 Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stopwatch Time Study)

Pengukuran waktu berguna untuk memilih cara kerja terbaik dari beberapa

alternatif yang diusulkan, waktu yang dipakai sebagai patokan (standard) adalah

waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan pengerjaan

terpendek (tercepat).Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stopwatch time

study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19.

26

Page 3: BAB III revisi.docx

Metode ini baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung

singkat dan berulang (Wignjosoebroto, 2003).

Dalam konteks pengukuran kerja, metode stopwatch time study merupakan

teknik pengukuran kerja dengan menggunakan stopwatch sebagai alat pengukur

waktu yang ditunjukkan dalam penyelesaian suatu aktivitas yang diamati (actual

time). Waktu yang berhasil diukur dan dicatat kemudian dimodifikasikan dengan

mempertimbangkan tempo kerja operator dan menambahkannya dengan

allowances.Untuk kelancaran kegiatan pengukuran dan analisis, maka selain

stopwatch sebagai timing device diperlukan time study from guna mencatat data

waktu yang diukur, serta untuk mencatat segala informasi yang berkaitan dengan

aktivitas yang diukur tersebut seperti sketsa gambar layout area kerja, kondisi

kerja (kecepatan kerja mesin, gambar produk, nama operator, dan lain-lain) dan

deskripsi yang berkaitan dengan elemental breakdown (dapat dilihat dalam

prosedur pelaksanaan pengukuran waktu kerja).Ada tiga metode yang umum

digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan menggunakan jam-henti

(stopwatch), yaitu pengukuran waktu secara terus menerus (continuous timing),

pengukuran waktu secara berulang (repetitive timing), dan pengukuran waktu

secara penjumlahan (accumulative timing) (Wignjosoebroto, 2003) dengan

penjelasan sebagai berikut:

1. Pengukuran waktu secara terus menerus (continuous timing), pengamat

kerja akan menekan tombol stopwatch pada saat elemen kerja pertama

dimulai dan membiarkan jarum penunjuk stopwatch berjalan terus

menerus sampai periode atau siklus selesai berlangsung. pengamat bekerja

terus mengamati jalannya jarum stopwatch dan mencatat waktu yang

ditunjukkan stopwatch setiap akhir dari elemen-elemen kerja pada lembar

pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari

pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai.

2. Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing) yang disebut

juga sebagai snap back method, penunjuk stopwatch akan selalu

dikembalikan (snap back) jarum ke posisi nol setiap akhir dari elemen

kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat waktu kerja, kemudian

27

Page 4: BAB III revisi.docx

tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur

elemen kerja berikutnya. Demikian seterusnya sampai semua elemen

terukur. Dengan cara repetitive timing, data waktu untuk setiap elemen

kerja yang diukur dapat dicatat secara langsung tanpa ada pengerjaan

tambahan untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metode

pengukuran secara terus menerus.Selain itu, pengamat dapat segera

mengetahui data waktu selama proses kerja berlangsung untuk setiap

elemen kerja. Variasi yang terlalu besar dari data waktu dapat diakibatkan

oleh kesalahan membaca atau menggunakan stopwatch ataupun karena

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja.

3. Pengukuran waktu secara kumulatif memungkinkan pengamat membaca

data waktu secara langsung di setiap elemen kerja yang ada. Di sini akan

digunakan 2 atau lebih stopwatch yang akan bekerja secara bergantian.

Dua atau tiga stopwatch dalam hal ini akan didekatkan sekaligus pada

tempat pengamat dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stopwatch

pertama dijalankan, maka stopwatch nomor 2 dan 3 berhenti (stop) dan

jarum tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka

tuas ditekan, hal ini akan menghentikan gerakan jarum dari stopwatch

pertama dan menggerakkan stopwatch kedua untuk mengukur elemen

kerja berikutnya. Dalam hal ini, stopwatch nomor 3 tetap pada posisi nol.

Pengamat selanjutnya bisa mencatat data waktu yang diukur oleh

stopwatch pertama. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka tuas

ditekan lagi sehingga hal ini akan menghentikan jarum. Penunjuk pada

stopwatch kedua pada posisi yang diukur dan selanjutnya akan

mengerakkan stopwatch ketiga untuk mengukur elemen kerja berikutnya

lagi. Gerakan tuas ini selain menghentikan jarum penunjuk stopwatch

kedua dan menggerakkan jarum stopwatch ketiga, juga mengembalikan

jarum penunjuk stopwatch pertama ke posisi nol (untuk bersiap-siap

mengukur elemen kerja yang lain, demikian seterusnya. Dalam hal ini

pembacaan metode akumulatif memberikan keuntungan, yaitu lebih

28

Page 5: BAB III revisi.docx

ELEMENTAL BREAKDOWNBagi siklus kegiatan yang berlangsung ke dalam elemen-elemen kegiatan sesuai dengan aturan yang ada

PENGAMATAN DAN PENGUKURANLaksanakan pengamatan dan pengukuran waktu sejumlah N pengamatan untuk setiap siklus/elemen kegiatan (X1, X2,....,Xn)Tetapkan performance rating dari kegiatan yang ditujukan operator

N’ < NTidak

N’ = N + n

mudah dan teliti karena jarum stopwatch tidak dalam keadaan bergerak

pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan.

Dari hasil pengukuran dengan cara ini akan diperoleh waktu baku untuk

menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, kemudian waktu ini akan dipergunakan

sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan

melaksanakan pekerjaan yang sama.Langkah-langkah sistematis dalam kegiatan

pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dapat dilihat pada

Gambar III.1.

III.3.2 Faktor Penyesuaian (Rating Factors)

29

LANGKAH PERSIAPAN Pilih dan definisikan pekerjaan yang akan diukur dan akan

ditetapkan waktu standartnya. Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada

supervisor/pekerja. Pilih operator dan catat semua data yang berkaitan dengan sistem

operasi kerja yang akan diukur waktunya.

Gambar III.1. Langkah-langkah Sistematis dalam Kegiatan Pengukuran Kerja dengan Jam Henti (Stopwatch Time Study)

(Sumber: Sutalaksana, 1979)

Page 6: BAB III revisi.docx

Kemungkinan besar bagian paling sulit didalam pelaksanaan pengukuran

kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada saat

pengukuran kerja berlangsung. Teknik atau cara untuk menilai atau mengevaluasi

kecepatan kerja operator dikenal dengan “Faktor Penyesuaian (Rating Factors)”.

Secara umum kegiatan faktor penyesuaian ini dapat didefinisikan sebagai cara

untuk menormalkan ketidaknormalan kerja yang dilakukan oleh pekerja pada saat

observasi atau pengamatan dilakukan.

Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa

dinormalkan kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh

operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau

kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya pada saat pengamatan dilakukan.

Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka

penyesuaian ini pun dilakukan. Ada banyak cara dalam menentukan faktor

penyesuaian bagi seorang pekerja. Salah satu teknik faktor penyesuaian adalah

Westing House System of Rating.

Westing House System Rating ini pertama kali dikenalkan oleh Westing

House Company (1927) yang memperkenalkan sebuah sistem rating yang

merupakan penyempurnaan dari sistem rating sebelumnya. Dalam sistem ini

selain kemampuan (skill) dan usaha (effort) yang telah ada sebelumnya, westing

house juga menambahkan kondisi kerja (condition) dan konsistensi (consistency)

dari operator dalam melakukan kerja. Dari hal ini kemudian westing house telah

berhasil membuat sebuah tabel penyesuaian yang berisikan nilai–nilai yang

didasarkan pada tingkatan yang ada untuk masing–masing faktor tersebut

(Sutalaksana, 1979).Tabel dari faktor penyesuaian tersebut dapat dilihat pada

Tabel III.1.

30

Page 7: BAB III revisi.docx

Tabel III.1 Faktor Penyesuaian berdasarkan Westing House Rating Factors

WESTING HOUSE RATING FACTORSSKILL EFFORT

0,15 A1Super Skill

0,13 A1Excessive

0,13 A2 0,12 A20,11 B1

Excellent0,1 B1

Excellent0,08 B2 0,08 B20,06 C1

Good0,05 C1

Good0,03 C2 0,02 C2

0 D Average 0 D Average-

0,05 E1Fair

-0,04 E1Fair

-0,1 E2 -0,08 E2-

0,16 F1Poor

-0,12 F1Poor

-0,22 F2 -0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY0,06 A Ideal 0,04 A Perfect0,04 B Excellent 0,03 B Excellent0,02 C Good 0,01 C Good

0 D Average 0 D Average-

0,03 E Fair -0,02 E Fair

-0,07 F Poor -0,04 F Poor

(Sumber: Sutalaksana dkk, 1979)

III.3.2 Faktor Kelonggaran (Allowance)

Dalam praktik sehari–hari, seorang operator mampu bekerja secara terus

menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali dan terkadang operator

akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan waktu–waktu khusus untuk

berbagai keperluan seperti personal needs, istirahat menghilangkan rasa lelah, dan

hambatan–hambatan lain yang tak terhindarkan. Faktor kelonggaran merupakan

bentuk waktu tambahan yang diberikan sebagai kompensasi bagi pekerja atas

berbagai keperluan, keterlambatan dan kerugian yang dilakukan oleh operator.

Faktor kelonggaran ini bisa diklasifikasikan menjadi personal allowance, delay

allowance, dan fatigue allowance. Untuk menilai seberapa besar faktor

31

Page 8: BAB III revisi.docx

kelonggaran yang diberikan, digunakan tabel persentase kelonggaran berdasarkan

faktor yang berpengaruh yang dapat dilihat pada Tabel III.2.

Tabel III.2 Persentase Kelonggaran Berdasarkan Faktor yang Berpengaruh

FAKTORKELONGGARAN

(%)KEBUTUHAN PRIBADI1 Pria 0 – 2,52 Wanita 2 – 5,0

KEADAAN LINGKUNGAN1 Bersih, Sehat, Tidak Bising 0

2 Siklus Kerja Berulang - Ulang Antara 5 - 10 Detik 0 – 1

3 Siklus Kerja Berulang - Ulang Antara 0 - 5 Detik 1 – 3

4 Sangat Bising 0 – 55 Ada Faktor Penurunan Kualitas 0 – 56 Ada Getaran Lantai 5 – 107 Keadaan Yang Luar Biasa 5 – 10

TENAGA YANG DIKELUARKAN PRIA WANITA1 Dapat Diabaikan Tanpa Beban2 Sangat Ringan 0–2,25 Kg 0-6 0–63 Ringan 2,25 - 9 Kg 6–7,5 6–7,54 Sedang 9-18 Kg 7,5-12 7,5-165 Berat 18-27 Kg 12-19 16-306 Sangat Berat 27-50 Kg 19-307 Luar Biasa Berat > 50 Kg 30-50

SIKAP KERJA

1 Duduk 0–1

2 Berdiri Di Atas Dua Kaki 1–2,53 Berdiri Di Atas Satu Kaki 2,5–44 Berbaring 2,5–45 Membungkuk 4–10

GERAKAN KERJA1 Normal 02 Agak Terbatas 0–53 Sulit 0–54 Anggota Badan Terbatas 5–105 Seluruh Badan Terbatas 10–15

32

Page 9: BAB III revisi.docx

Lanjutan...

Tabel III.2 Persentase Kelonggaran Berdasarkan Faktor Yang Berpengaruh (lanjutan)

FAKTORKELONGGARAN

(%)KELELAHAN MATA TERANG BURUK1 Pandangan Terputus 0 12 Pandangan Terus Menerus 2 2

3 Pandangan Terus Menerus Dengan FaktorBerubah – Ubah 2 5

4 Pandangan Terus Menerus Dengan Fokus Tetap 4 8TEMPERATUR TEMPAT KERJA ( C ) NORMAL LEMBAB1 Beku > 10 > 122 Rendah 10-0 12–53 Sedang 5-0 8–04 Normal 0-5 0–85 Tinggi 5-40 8–1006 SangatTinggi >40 >100

(Sumber: Sutalaksana dkk, 1979)

III.4 Uji Statistik

III.4.1 Uji Kenormalan Data

Salah satu perhitungan uji kenormalan data dengan menggunakan software

MINITAB dan metode Kolmogorov-Smirnov.Untuk melakukan perhitungan uji

kenormalan maka urutan penyelesaian adalah sebagai berikut:

1. Pemasukan data ke MINITAB

Dari menu utama File, pilih menu New, lalu klik mouse pada Minitab Project.

Pengisian data:

a. Klik mouse pada tabel worksheet kolom C1

b. Letakkan pointer pada baris 1 kolom tersebut, lalu ketik menurun ke

bawah sesuai data. Data di atas bisa disimpan dengan nama Kolmogorov-

Smirnov.

33

Page 10: BAB III revisi.docx

2. Pengolahan data dengan MINITAB

Langkah-langkah:

a. Buka fileKolmogorov-Smirnov

b. Dari menu utama MINITAB, pilih menu Statistics, kemudian pilih

submenu Basic Statistics, sesuai kasus pilih Normality Test untuk uji satu

sampel.

Kemudian akan muncul kotak dialog Kolmogorov-Smirnov, seperti Gambar

III.2.

Gambar III.2 Kotak Dialog Kolmogorov-Smirnov(Sumber: Pengolahan Data)

Pengisian:

a. Variable, Masukan variabel C1

b. Reference Probabilities, diabaikan

c. Untuk Test for Normality, karena dalam kasus ini akan diuji distribusi

normal menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, maka klik mouse

pada pilihan Kolmogorov-Smirnov. Sedangkan pilihan uji yang lain

diabaikan

d. Title, menuliskan judul untuk mengetahui kasus yang di uji

e. Tekan OK untuk proses data.

Setelah itu akan muncul grafik yang dapat dilihat pada Gambar III.3.

34

Page 11: BAB III revisi.docx

Gambar III.3 Contoh Grafik Hasil Uji Kenormalan Data Kolmogorov-Smirnov(Sumber: Pengolahan Data)

Analisis Hipotesis:

a. Ho: F (x) = Fo (x) ,dengan F (x) adalah fungsi distribusi populasi yang

diwakili oleh sampel, dan Fo (x) adalah fungsi distribusi suatu populasi

berdistribusi normal.

b. Hi: F (x) ≠ Fo(x) atau distribusi populasi tidak normal.

NB: Uji dilakukan dua sisi, karena adanya tanda ‘≠’

Pengambilan Keputusan:

Dasar pengambilan Keputusan adalah besaran probabilitas:

a. Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.

b. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.

Keputusan:

Terlihat bahwa pada Approximate P-Value> 0,15, atau probabilitas lebih dari

0,05 (0,15> 0,05) maka Ho diterima, atau populasi tersebut berdistribusi

normal.

III.4.2 Uji Kecukupan Data

35

Page 12: BAB III revisi.docx

Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil

pengamatan yang telah diambil sudah cukup mewakili populasinya, bila belum

maka perlu diadakan pengamatan tambahan hingga cukup mewakili populasinya.

Persamaan dalam uji keseragaman data (Sutalaksana, dkk., 1979) dapat dilihat

pada persamaan III.1.

Dimana:

N’ = banyaknya pengukuran sesungguhnya yang diperlukan

N = jumlah pengukuran pendahulu yang telah dilakukan

Xi = waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran yang telah

dilakukan

k = harga indeks yang besarnya tergantung tingkat keyakinan

Nilai k ditentukan berdasarkan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian

yang diinginkan, jika masing-masing adalah:

1. 95% dan 10%, maka k = 20

2. 95% dan 5%, maka k = 40

3. 99% dan 5%, maka k = 60

Jika:

N ≥ N’, maka data yang hasil pengamatan yang diambil telah mencukupi

N ≤ N’, maka perlu penambahan data

III.4.3 Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data–data yang

diperoleh itu masuk kedalam batas kontrol atau bahkan diluar batas kontrol

dengan menggunakan Peta Kendali X̄ dan R. Adapun langkah–langkah dalam

melakukan pengujian keseragaman data adalah sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah hasil data keseluruhan yang diperoleh dari pengumpulan

data lapangan.

2. Mencari nilai Xdapat dilihat pada persamaan III.2

36

k............ (III.1)

Page 13: BAB III revisi.docx

3. Menghitung standar deviasi dari waktu sebenarnya dapat dilihat pada

persamaan III.3

4. Menghitung Batas Kontrol Atas (BKA) dapat dilihat pada persamaan III.4

sedangkan Batas Kontrol Bawah (BKB) dapat dilihat pada persamaan III.5

5. Memindahkan data yang telah diperoleh kedalam bentuk grafik dengan batas–

batas kontrol yang telah ditetapkan.

Apabila data yang diperoleh tersebut terdapat data yang berada diluar batas

kontrol maka data tersebut harus dihilangkan dan dilakukan perhitungan kembali

seperti semula karena data yang berada diluar batas kontrol menyebabkan data

tidak seragam.

III.5 Perhitungan Waktu Standar

Waktu standar atau waktu baku adalah lamanya waktu yang diperlukan

oleh seorang pekerja terampil untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan dalam

kecepatan normal yang disesuaikan dengan faktor penyesuaian dan faktor

kelonggaran yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jika data

telah mencukupi syarat N1< N, maka tahap perhitungan untuk memperoleh

besaran nilai waktu standar pekerjaan adalah sebagai berikut:

1. Menghitung waktu siklus dapat dilihat pada persamaan III.6

2. Menghitung waktu normal dapat

dilihat pada persamaan III.7

37

............ (III.2)

............ (III.3)

............ (III.4)............ (III.5)

............ (III.6)

............ (III.7)

Page 14: BAB III revisi.docx

3. Menghitung waktu standar/baku dapat dilihat pada persamaan III.8

Untuk menentukan besaran nilai Rating Factors, dapat dilakukan dengan

cara memberikan nilai faktor penyesuaian bagi faktor yang bekerja. Menurut

Westing House System of Rating, faktor–faktor yang dinilai tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Kemampuan (Skill)

2. Usaha (Effort)

3. Konsistensi (Consistency)

4. Kondisi (Condition)

Untuk besaran nilai faktor kelonggaran (allowance) dilakukan dengan cara

memberikan nilai faktor kelonggaran bagi pekerja berdasarkan faktor–faktor yang

yang mempengaruhi operator dalam bekerja. Faktor–faktor kelonggaran yang

diberikan dilihat dari hal–hal berikut ini:

1. Kebutuhan Pribadi

2. Keadaan Lingkungan

3. Tenaga Yang Dikeluarkan

4. Sikap Kerja

5. Gerakan Kerja

6. Kelelahan Mata

7. Temperatur Tempat Kerja

III.6 Definisi Keseimbangan Lintasan

Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, di mana

dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban

kerja operator merata. Jadi dalam keseimbangan lini produksi,dapat dirancang

bagaimana seharusnya suatu lintasan produksi sehingga dapat tercapai

keseimbangan beban yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja dalam

menghasilkan produk.

Keseimbangan lini perakitan (line balancing) adalah upaya untuk

meminimumkan ketidakseimbangan diantara mesin-mesin atau personil untuk

38

............ (III.8)

Page 15: BAB III revisi.docx

mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan

produksi yang diinginkan. Kriteria umum keseimbangan lintasan perakitan adalah

memaksimumkan efisiensi dan meminimumkan balance delay. Keseimbangan lini

juga dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengadakan keseimbangan kapasitas

antara satu bagian dengan bagian lain di dalam suatu proses produksi.

Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus

dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-

masing stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan

dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam precedence diagram atau diagram

pendahuluan.

III.7 Pengaruh Kecepatan Lintasan Terhadap Stasiun Kerja

Hal yang berpengaruh pada penyusunan stasiun kerja adalah kecepatan

lintasan yang ditentukan dari tingkat kapasitas permintaan serta waktu operasi

terpanjang. Semakin tinggi kecepatan lintasan, jumlah stasiun kerja yang yang

dibutuhkan akan menjadi semakin banyak, sebaliknya semakin rendah kecepatan

lintasan perkitan maka jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan menjadi semakin

sedikit (Kusuma, 2004). Tujuan utama dari penggunaan metode line balancing ini

adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time)

pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Selain itu, tujuan

perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau

elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar setiap waktu menganggur dari

stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin

sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan

semaksimal mungkin (Baroto, 2002).Dalam sistem keseimbangan lintasan

perakitan terdapat beberapa istilah yang digunakan meliputi:

a. Waktu Menganggur (Idle Time)

Idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT) danStasiun

Time (ST), atau CT dikurangi ST (Baroto, 2002) dapat dilihat pada

persamaan III.9

39

Page 16: BAB III revisi.docx

IdleTime=n .Ws−∑i−1

n

Wi

Keterangan :

n = Jumlah stasiun kerja

Ws = Waktu stasiun kerja terbesar

Wi = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja

i = 1,2,3,...,n

b. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)

Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang

dihasilkan dari waktu mengganggur sebenarnya yang disebabkan karena

pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun

kerja.Balance Delay(Baroto, 2002), dapat dilihat pada persamaan III.10

D=n . C−∑ t i

(n . ti )x 100 %

Keterangan :

D = Balance Delay (%)

n = Jumlah stasiun kerja

C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

∑ti = Jumlah semua waktu operasi

ti = Waktu operasi

c. Efisiensi Stasiun Kerja

Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun

kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun

kerja(Nasution, 1999), dapat dilihat pada persamaan III.11

Efisiensi stasiun kerja= WiWs

x100 %

d. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)

Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi

dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, 2002) atau jumlah

efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah stasiun kerja (Nasution, 1999).

Perhitungan line efficiency dapat dilihat pada persamaan III.12

40

............ (III.9)

............ (III.10)

............ (III.11)

Page 17: BAB III revisi.docx

Line Efficiency=∑i−1

k

STi

( K ) (CT )x 100 %

Keterangan:

STi = Waktu stasiun kerja dari ke-i

K = Jumlah stasiun kerja

CT = Waktu siklus

e. Smoothnest Index

Smoothness Index merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif

dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Nilai indeks yang paling baik

(perfect balance) adalah 0. Penghitungan smothness index dapat dilihat

pada persamaan III.13

SI=√∑i−1

k

(ST max−STi )

Keterangan:

ST max = Maksimum waktu di stasiun

STi = Waktu stasiun di stasiun kerja i

f. Work Station

Work Station merupakan tempat pada lini perakitan di mana proses

perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka

jumlah stasiun kerja yang efisien rumus (Baroto, 2002), dapat dilihat pada

persamaan III.14

K min=∑i−1

k

ti

C

Keterangan :

ti = Waktu operasi (elemen)

C = Waktu siklus stasiun kerja

K min = Jumlah stasiun kerja minimal

III.8 Metode Penyeimbangan Lintasan

41

............ (III.12)

............ (III.13)

............ (III.14)

Page 18: BAB III revisi.docx

Tujuan penyeimbangan lintasan adalah untuk meningkatkan efisiensi tiap

stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan. Untuk mencapai tujuan

penyeimbangan lintasan, sampai dengan saat ini belum ada metode yang benar-

benar menghasilkan solusi optimal, kecuali dengan menggunakan simulasi,

komputer. Metode-metode yang telah dikembangkan selama ini terbatas hanya

pada metode heuristik, yang akan menghasilkan solusi mendekati optimal, tetapi

tidak menjamin tercapainya solusi optimal.

III.8.1 Metode Ranked Positional Weight (RPW)

Metode Bobot Posisi atau Ranked Positional Weight (RPW) merupakan

heuristik yang paling awal dikembangkan. Metode ini dikembangkan oleh W.B.

Helgeson dan D.P. Birnie pada tahun 1961. Cara penentuan bobot dari precedence

diagram dimulai dari prosesakhir. Bobot RPW = waktu proses operasi tersebut +

waktu proses operasi–operasi yang mengikutinya.Pengelompokan operasi ke

dalam stasiun kerja dilakukan atas dasarurutan RPW (dari yang terbesar) dan juga

memperhatikan pembatasberupa waktu siklus dan stasiun kerja pendahulunya.

Metode heuristik inimengutamakan waktu stasiun kerja yang terpanjang

danstasiun kerja ini akan diprioritaskan lebih dulu untuk ditempatkan dalam

stasiunkerja minimun yang dihitung sebelumnya dan diikuti oleh stasiun kerja

yang mengikutinya. Proses ini dilakukan dengan memberikan bobot. Bobot ini

diberikan pada setiap stasiun kerja dengan memperhatikan precedencediagram.

Elemenpekerjaan memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot yang

semakin besar pula, dengan kata lain akan diprioritaskan. Menurut Arman Hakim

Nasution (2008), langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode

Ranked Positional Weight (RPW) ini adalah sebagai berikut:

1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu

siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar

itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.

2. Buat matriks pendahulu berdasarkan jaringan kerja perkaitan.

3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu

operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.

42

Page 19: BAB III revisi.docx

4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot

posisi terkecil.

5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan

bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria

total waktu operasi lebih kecil dari waktu siklus.

6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.

7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan

menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada

langkah 6 di atas.

8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang tidak

memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

III.8.2 Metode Pendekatan Wilayah (Region Approach)

Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan

metode bobot posisi. Pada prinsipnya, metode ini berusaha membebankan terlebih

dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar.

Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi ialah

mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan

waktu operasi yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya.

(Nasution, 2008) Metode inimelibatkan pertukaran antara pekerjaan setelah

keseimbangan mula–mula diperoleh. Pendekatan ini tidak layak untuk jaringan

besar sertakombinasi pekerjaan yang dapat dipertukarkan dapat menjadi kaku.

Menurut Nasution (2008) langkah-langkah penyelesaian metode Pendekatan

Wilayah (Region Approach) adalah sebagai berikut:

1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu

siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar

itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.

2. Bagi jaringan kerja kedalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan. Gambar

ulang jaringan kerja, tempatkan seluruh pekerjaan didaerah paling ujung

sedapat-dapatnya.

3. Dalam tiap wilayah, urutan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar

sampai dengan waktu operasi terkecil.

43

Page 20: BAB III revisi.docx

4. Bebankan pekerja dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk

menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):

Daerah paling kiri terlebih dahulu

Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar

pertama kali

5. Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi waktu

tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang

memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.

Putuskan apakah pertukaran pekerjaan-pekerjaan tersebut akan meningkatkan

utilisasi waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan perubahan tersebut. Penugasan

pekerjaan selanjutnya menjadi lebih tetap.

44