bab i revisi.docx

85
5/19/2018 BABIRevisi.docx-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-revisidocx-5617eb763f447 1/85 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit (Crude palm Oil, CPO) terbesar dunia setelah Malaysia dengan produksi sebesar 16,8 juta ton CPO pada 2007, namun kualitas CPO indonesia seringkali dianggap lebih buruk dari CPO Malaysia. Ada beberapa kasus yang menyebabkan CPO Indonesia ditolak seperti kadar karoten yang rendah dalam perdagangan ke India pada tahun 2003, standar densitas yang berbeda di Pakistan pada tahun yang sama, kontaminasi solar pada  perdagangan CPO di Eropa pada tahun 2000, kadar asam lemak bebas yang lebih dari 5% dan lain-lain. Tentunya, persoalan ini harus diantisipasi jalan keluarnya oleh Indonesia, terutama dengan semakin berkembang pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang kesehatan dan jaminan mutu. Untuk itu, perlu adanya kajian terhadap CPO Indonesia yang diwakili oleh PKS di Indonesia terutama di Sumatera Utara. Kajian tersebut menyangkut  parameter standar CPO terhadap perdagangan Internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas, kadar air, kadar kotoran, dan bilangan iodin. Parameter kualitas CPO dapat dilihat pada Tabel 1.1 yang dikeluarkan oleh beberapa standardisasi (Siahaan, dkk. 2008). Tabel 1.1. Parameter kualitas CPO Parameter kualitas CPO (SNI,01-2901- 2006) PORIM (Porim, 1995) Standar mutu CPO di PKS Indonesia (Ditjenbum, 1997) Asam lemak bebas (%) Kadar air (%) Kadar Kotoran (%) Bilangan Iodin (g I 2 /100 g) 5 maks 0,5 maks 0,5 maks 50 –  55 3 –  5 0,25 0,25 >52,5 2,5 - 3,5 0,15 maks 0,02 maks 51 min Sumber  : (Badan Standarisasi Nasional (BSN), Siahaan, dkk. 2008) Berdasarkan persyaratan tersebut, umumnya CPO Indonesia telah memenuhi kriteria untuk dapat diekspor. Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk

Upload: dhil-devilz-siregar

Post on 09-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

52

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahIndonesia adalah negara penghasil minyak sawit (Crude palm Oil, CPO) terbesar dunia setelah Malaysia dengan produksi sebesar 16,8 juta ton CPO pada 2007, namun kualitas CPO indonesia seringkali dianggap lebih buruk dari CPO Malaysia. Ada beberapa kasus yang menyebabkan CPO Indonesia ditolak seperti kadar karoten yang rendah dalam perdagangan ke India pada tahun 2003, standar densitas yang berbeda di Pakistan pada tahun yang sama, kontaminasi solar pada perdagangan CPO di Eropa pada tahun 2000, kadar asam lemak bebas yang lebih dari 5% dan lain-lain. Tentunya, persoalan ini harus diantisipasi jalan keluarnya oleh Indonesia, terutama dengan semakin berkembang pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang kesehatan dan jaminan mutu. Untuk itu, perlu adanya kajian terhadap CPO Indonesia yang diwakili oleh PKS di Indonesia terutama di Sumatera Utara. Kajian tersebut menyangkut parameter standar CPO terhadap perdagangan Internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas, kadar air, kadar kotoran, dan bilangan iodin. Parameter kualitas CPO dapat dilihat pada Tabel 1.1 yang dikeluarkan oleh beberapa standardisasi (Siahaan, dkk. 2008). Tabel 1.1. Parameter kualitas CPOParameter kualitas CPO(SNI,01-2901-2006)PORIM(Porim, 1995)Standar mutu CPO di PKS Indonesia(Ditjenbum, 1997)

Asam lemak bebas (%)Kadar air (%)Kadar Kotoran (%)Bilangan Iodin (g I2/100 g) 5 maks0,5 maks0,5 maks50 55 3 50,250,25>52,5

2,5 - 3,50,15 maks0,02 maks51 min

Sumber : (Badan Standarisasi Nasional (BSN), Siahaan, dkk. 2008) Berdasarkan persyaratan tersebut, umumnya CPO Indonesia telah memenuhi kriteria untuk dapat diekspor. Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk menguji parameter mutu CPO yang dihasilkan dari beberapa daerah PKS di Sumatera Utara. Berdasarkan parameter mutu tersebut akan dilihat perbandingan mutu minyak sawit dari beberapa PKS sesuai SNI atau tidak.Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor penyebab rendahnya mutu minyak sawit, meliputi : masa panen buah kelapa sawit, pengangkutan, sampai pengolahan buah kelapa sawit. Sehingga dengan adanya kajian terhadap CPO yang diwakili oleh PKS Unit Usaha Adolina nantinya akan diperoleh suatu fenomena yakni berupa frekuensi dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebabpenyebab dari masalah yang ada. Selanjutnya faktor-faktor tersebut diinterpretasikan ke dalam bentuk diagram sebab-akibat atau diagram tulang ikan (fishbone diagram). Dengan demikian hubungan sebab akibat ini dapat digunakan untuk mengambil keputusan atau tindakan secara cepat dan tepat dari akar permasalahan yang sebenarnya. Metode yang sering digunakan untuk mengetahui sumber variasi dari proses adalah peta-peta kendali atau kontrol (control charts) beserta analisis kapabilitas proses. Parameter mutu yang ada akan dibuat ke sebuah peta kontrol untuk mengetahui apakah suatu proses berada dalam suatu keadaan terkendali secara terus-menerus sepanjang waktu. Dengan begitu tingkat efisiensi dan efektivitas pengolahan dapat ditingkatkan. Mutu maupun rendemen CPO yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu perusahaan dan berada dalam batas kontrol kendali.

1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :1. Apakah kualitas minyak kelapa sawit di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (PERSERO) Unit Usaha Adolina sudah sesuai SNI.2. Bagaimana konsistensi mutu dan rendemen minyak kelapa sawit di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (PERSERO) Unit Usaha Adolina sesuai standar mutu di PKS tersebut.3. Bagaimana kualitas minyak kelapa sawit dari beberapa Pabrik Kelapa Sawit sesuai SNI.1.3. Batasan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada konsistensi mutu dan rendemen crude palm oil (CPO) periode Mei dan Juni 2011 dan juga diuji untuk pembanding kualitas crude palm oil (CPO) dari beberapa daerah PKS yang berbeda di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Medan.1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :1. Untuk mengetahui minyak kelapa sawit yang dihasilkan di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Unit Usaha Adolina sudah sesuai SNI.2. Untuk mengevaluasi konsistensi mutu dan rendemen crude palm oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Unit Usaha Adolina.3. Untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit dari beberapa Pabrik Kelapa Sawit di Sumatera Utara sesuai SNI.1.5. Manfaat PenelitianManfaat dari penelitian ini adalah :1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam analisis mutu minyak, khususnya penentuan kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air, kadar kotoran dan bilangan iodin.2. Berguna bagi pihak manajemen pabrik sebagai informasi lebih lanjut dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengolahan produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (PERSERO) Unit Usaha Adolina.3. Sebagai input informasi bagi pihak yang membutuhkan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Kelapa SawitKelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) atau bahasa globalnya oil palm, bila diartikan secara harfiah adalah golongan tanaman keras penghasil minyak nabati, kata elaeis (Yunani) yang artinya minyak, sedangkan kata guineensis berasal dari kata Guinea yang artinya Afrika. Tanaman ini merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili palmae. Di dunia ini ada 3 spesies tanaman penghasil minyak nabati. Pertama adalah Elaeis oleifera; kedua, Elaeis odora yang berasal dari Amerika Selatan dan yang ketiga Elaeis guineensis Jacq yang berasal dari Afrika yang banyak ditanam di Indonesia. Seperti diperlihatkan pada gambar : (a) Pohon Kelapa sawit(b) Tandan Buah Segar (TBS) (c) Buah Kelapa Sawit(d) Irisan melintang buah sawitGambar 2.1. Kelapa sawit dan tandan buah segarnya (Elaeis guineensis).Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta SiphonagamaKelas : AngiospermaeOrdo : MonocotyledonaeFamili : ArecaceaeSubfamili : CocoideaeGenus : ElaeisSpesies : Elaeis guineensis J, Elaeis oleifera, Elaeis odora (Pahan, I. 2006)Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kandungan minyak dalam perikarp sekitar 30% - 40%. Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu : 1. Minyak sawit, yaitu minyak yang berasal dari sabut kelapa sawit2. Minyak inti sawit, yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit (Tambun, R. 2006). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terbagi atas beberapa jenis berdasarkan karakter ketebalan cangkang buahnya, yaitu dura (D), tenera (T) dan pisifera (P). Kelapa sawit jenis dura memiliki cangkang yang tebal (2 - 5 mm), sedangkan jenis tenera dan pisifera (hampir) tidak mempunyai inti dan cangkang. Tenera adalah hibrida dari persilangan Dura dan Pisifera sehingga memiliki cangkang dengan tebal antara 0,5 - 4 mm. Buah tenera merupakan tipe umum yang digunakan di perkebunan. Ketebalan cangkang sangat berkaitan erat dengan persentase antara mesocarp per buah (berasosiasi dengan kandungan minyak) dan persentase antara inti per buah (berasosiasi dengan rendemen inti).

Tabel 2.1. Karakteristik tipe kelapa sawit dura, tenera dan pisiferaTipe Cangkang (mm)Mesocarp buah, %Inti/buah, %

Dura TeneraPisifera2 51 2,5 Tidak ada20 2560 90 92 974 203 153 8

Buah merupakan bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi dibanding bagian lain. Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan buah pada umur 30 bulan setelah tanam. Buah pertama yang keluar (buah pasir) belum dapat diolah di PKS karena memiliki kandungan minyak yang rendah. Buah kelapa sawit normal berukuran 12 - 18 g/bulir. Setiap bulir berisi sekitar 10 - 18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Bulir-bulir ini menyusun tandan buah yang berbobot rata-rata 20 - 30 Kg/tandan. Setiap TBS berisi sekitar 2.000 buah sawit. TBS inilah yang dipanen dan diolah di PKS. Buah kelapa sawit jenis tenera memiliki sebuah inti (yang mengandung minyak inti sawit) yang dikelilingi oleh pericarp. Pericarp tersusun atas tiga lapisan yaitu endocarp yang keras (cangkang), mesocarp yang berserat dan mengandung minyak sawit (CPO) dan eksocarp (lapisan luar yang berlapis lilin). Pada saat matang, mesocarp mengandung sekitar 49% minyak sawit kasar, 35% air dan 16% padatan non minyak; atau dengan kata lain mengandung sekitar 70 - 75% (basis kering) minyak sawit.

Tabel 2.2. Karakteristik umum buah sawit tipe DxP (Tenera)Karakteristik Nilai Karakteristik Nilai% bobot

Jumlah buah jadi, buahBerat buah rata-rata (Kg)Berat biji (Kg)Berat buah normal (Kg)Berat buah parthenocarpi (Kg)Berat buah tidak jadi (Kg)Minyak/buah segar (%)Minyak inti/buah segar (%)57,0 60,0 13,0 13,5 3,0 4,0 14,0 16,00,5 1,0 1,035,0 39,03,6 4,5Buah/TBSMesocarp/buahBiji/buahInti/buahCangkang/buahMinyak/mesokarpCPO/TBSInti/TBS61 6272 8020 288 1012 2076 7720 255 7

Sumber : (Naibaho, P. 1998) Tanaman kelapa sawit tenera unggul yang bersumber dari Pusat Kelapa Sawit (PPKS) dapat menghasilkan 23 - 28 ton tandan buah segar (TBS)/Ha/tahun. Dengan tingkat produktivitas yang demikian, dapat diperoleh sekitar 5,5 - 7,5 ton CPO dan 0,5 ton minyak inti sawit/Ha/tahun pada tingkat oil extraction rate (OER) 23 - 26% dan kernel extraction rate 6,5 - 8%. Secara komersil, tanaman kelapa sawit saat sekarang ini mampu memberikan 4,5 ton CPO/Ha/tahun, 0,5 ton PKO/Ha/tahun dan 0,45 ton bungkil inti sawit/Ha/tahun. Produktivitas minyak tanaman kelapa sawit 3 kali dibanding tanaman kelapa dan 10 kali lipat dibanding kedelai (Sulistyo DH, Bambang. 2009).2.2. Minyak Kelapa SawitMinyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit. Potensi produksinya per hektar mencapai 6 ton per tahun, bahkan lebih. Jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya (4,5 ton per tahun), tingkat produksi ini termasuk tinggi. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau palm kernel oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO dan PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel) (Sastrosayono, 2006). Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tesendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non-pangan. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A.Tabel 2.3 Komponen dalam minyak kelapa sawit No. KomponenKuantitas

1. Asam lemak bebas (%)2. Karoten (ppm)3. Fosfolipid (ppm)4. Dipalmitro stearin (%)5. Tripalmitin (%)6. Dipalmitolein (%)7. Palmito stearin olein (%)8. Palmito olein (%)9. Triolein linole (%)3,0 4,0 500 700 500 1000 1,2 5,0 37,2 10,7 42,8 3,1

Sumber: (Pahan, I. 2006) Sebagian besar kelapa sawit tersusun oleh trigliserida. Adapun kandungan asam lemak minyak kelapa sawit maupun minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.4. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit NoAsam LemakMinyak Kelapa Sawit(CPO) (%)Minyak Inti Sawit(CPKO) (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.Asam KaprilatAsam KaproatAsam LauratAsam MiristatAsam PalmitatAsam StearatAsam OleatAsam Linoleat---1,1 2,540 463,6 4,739 457 113 43 746 -5214 176,5 91 2,513 190,5 2

Sumber: (Ketaren, S. 1986)Sifat fisik-kimia dari minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor atau rasa, kelarutan dalam pelarut organik, titik asap, polymorphism, dan lain-lain Warna minyak kelapa sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang terdapat di dalam kelapa sawit, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak kelapa sawit.Pembentukan Minyak Dalam BuahHasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesocarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong-kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah, maka buah dilapisi dengan malam yang tebal dan berkilat. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari maka tanaman tersebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karoten. Setelah penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan dan setelah terjadi pembentukan minyak terjadi perubahan warna buah menjadi ungu kehijau-hijauan. Pada saat-saat pembentukan minyak terjadi yaitu trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karoten dan dan phitol untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu melakukannya sebagai antioksidasi (Naibaho, P. 1998).2. 2.2. 2.3. Pembentukan Lemak Secara AlamiHampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak. Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, kemudian kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak.

Gambar 2.2. Proses pembentukan lemak secara alami

Sintesis GliserolDalam tanaman terjadi serangkaian reaksi biokimia; pada reaksi ini fruktosa difosfat diuraikan oleh enzim aldosa menjadi dihidroksi asetonfosfat, direduksi menjadi -gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan melalui proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul gliserol.Sintesis Asam LemakAsam lemak dapat dibentuk dari senyawa-senyawa yang mengandung karbon sepert ; asam asetat, asetaldehida, dan etanol yang merupakan hasil respirasi tanaman. Sintesis asam lemak dilakukan dalam kondisi anaerob dengan bantuan sejenis bakteri.

Gambar 2.3. Sintesis asam lemakKondensasi Asam Lemak dengan Gliserol

Pada tahap pembentukan molekul lemak ini terjadi reaksi esterifikasi gliserol dengan asam lemak yang dikatalisis oleh enzim lipase. Gambar 2.4. Reaksi esterifikasi lemakSumber : (Winarno, F.G. 1992)

2.4. Panen dan Pasca Panen Panen merupakan titik awal dari produksi dan terkait dengan kegiatan budidaya, khususnya pemeliharaan tanaman. Suatu areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat berubah menjadi tanaman menghasilkan dan mulai dapat dilakukan panen apabila 60% buah atau lebih telah matang panen. Hasil panen kelapa sawit adalah TBS, produksinya berbentuk minyak sawit kasar (crude palm oil) dan inti (kernel). Panen dilakukan pada saat yang tepat karena pemanenan akan menentukan tercapainya kualitas dan kuantitas minyak sawit yang dihasilkan. Saat panen yang tepat berhubungan dengan proses pembentukan minyak di dalam buah. Buah yang lewat masak, sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi asam lemak bebas (free fatty acid ) yang akan menurunkan mutu minyak kelapa sawit (Setyamidjaja, D. 2006).Koordinasi panen, angkut dan olah (PAO) dewasa ini mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga tingkat produktivitas. Operasi panen, angkut dan olah adalah subsistem dari satu sistem operasi PAO. Maka hambatan yang terjadi pada setiap subsistem akan saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiga subsistem operasi tersebut waktu dan kegiatannya berbeda-beda dan setiap subsistem punya tujuan sendiri-sendiri. Sistem panen dimaksudkan untuk mencapai produksi TBS/ha yang optimal dengan menghindarkan pemotongan buah mentah, menghindarkan buah matang ketinggalan tidak terpanen dan harus mengutip brondolan secara bersih. Sistem angkut dimaksudkan untuk mencapai kapasitas angkut dan mengirim semua buah pada hari itu juga sehingga pabrik tidak mengalami stagnasi kekurangan buah untuk diolah. Selanjutnya sistem olah dimaksudkan untuk mencapai kapasitas yang optimal dan mengekstraksi minyak semaksimal mungkin dengan rendemen yang tinggi dan mutu yang baik serta menjaga angka kehilangan produksi (losses) minyak serendah mungkin. Sasaran akhir dari sistem koordinasi PAO adalah mencapai produktivitas minyak sawit dan inti sawit per hektar yang tinggi dengan mutu yang sesuai dengan permintaan pasar dengan biaya produksi yang rendah (Risza, 1994).

2.5. Pengolahan Buah Kelapa Sawit Pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Produk utama yang dapat diperoleh ialah minyak sawit dan inti sawit. Sedangkan produk samping berupa serat, cangkang dan tandan kosong. Pabrik kelapa sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai unit ekstraksi minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan inti sawit (Crude Palm Kernel Oil) dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. PKS merupakan unit pengolahan paling hulu dalam industry pengolahan kelapa sawit dan merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit pada umumnya. Sifat yang krusial ini disebabkan beberapa faktor penting diantaranya : Sifat buah kelapa sawit yang segera mengalami penurunan kualitas dan rendemen bila tidak segera diolah. CPO dan inti sawit merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit dimana kualitasnya menentukan daya gunanya untuk diolah menjadi produk akhir industry dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goring, margarine, shortening, minyak inti sawit, kosmetik, sabun, deterjen, shampoo, dan lain-lain.Karenanya, PKS merupakan salah satu faktor kunci sukses pembangunan industri perkebunan kelapa sawit. PKS tersusun atas unit-unit proses yang memanfaatkan kombinasi perlakuan mekanis, fisik dan kimia. Parameter penting produksi seperti efisiensi ekstraksi, rendemen, kualitas produk sangat penting peranannya dalam menjamin daya saing industri perkebunan kelapa sawit dibanding industri minyak nabati lainnya (Sulistyo DH, Bambang. 2009).Pada proses pengolahan TBS di PKS harus melewati beberapa stasiun pengolahan sebelum menjadi CPO dan CPKO, yaitu stasiun penerimaan buah, stasiun rebusan, stasiun penebah, stasiun kempa, stasiun pemurnian minyak dan pengolahan biji. 2.6. Mutu Minyak Sawit PT Perkebunan Nusantara IVMutu CPO yang dihasilkan dipengaruhi oleh kualitas panen, pengangkutan, proses pengolahan dan penimbunan/penyimpanan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas lebih detail pada setiap parameter mutu yang dipersyaratkan dalam perdagangan CPO. Adapun Parameter mutu CPO dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Tabel 2.5. Parameter mutu produksi minyak sawit Parameter Standar (%)

ALB Golden CPOALB CPO SuperALB CPO non Super 2,0% maks 2,5% maks 3,5% maks

Kadar Air0,15% maks

Kadar Kotoran0,02% maks

Bilangan Iodin51 Min

Sumber : (PT Perkebunan Nusantara IV, 2010)2.7. Parameter Standar Mutu CPO PT Perkebunan Nusantara IV2.7.1. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (SNI 01-2901-2006, butir 5.4.)ALB adalah merupakan hasil hidrolisa minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak pada minyak sawit adalah asam Palmitat dengan rumus kimia C15H31COOH yang berat ekuivalennya sama dengan berat molekul, yaitu 256 g/mol. Kadar ALB dalam minyak sawit dapat ditentukan dengan cara titrasi menggunakan larutan alkali. SNI dan PORIM menetapkan kandungan maksimal ALB dalam CPO sebesar 5%. Dengan mutu maksimal akan memperluas pangsa pasar, meningkatkan daya saing dan harga jual. ALB baru terbentuk setelah buah terlepas dari pohonnya (sejak buah dipanen). Pada saat buah belum dipanen, enzim dalam keadaan tidak aktif. Tetapi pada saat buah sudah dipanen, koordinasi antar sel akan rusak dan enzim akan beraktivitas. Kadar ALB CPO maksimal 3,5%.

Kadar ALB = Catatan : 256 = Bek (Berat Ekuivalen) Asam Palmitat2.7.2. Kadar Air (SNI 01-2901-2006, butir 5.2.)Zat yang mudah menguap pada temperature di atas 100 0C adalah air. Tingginya kandungan air di dalam CPO akan mengakibatkan hidrolisis trigliserida secara autokatalis, yang meningkatkan kadar ALB. Air merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi. Kadar air CPO maksimal 0.15%.

Kadar Air = Dimana : (gram 1) = berat cawan penguap + sampel (sebelum oven) (gram 2) = berat cawan penguap + sampel (setelah oven)2.7.3. Kadar Kotoran (SNI 01-2901-2006, butir 5.3.)Kadar kotoran yang terkandung dalam kelapa sawit berupa lumpur halus maupun partikel lainnya yang terdapat terjadi akibat perlakuan dalam proses pengolahan. Analisa kandungan kotoran (impurities) dalam minyak sawit dapat ditentukan dengan cara penyaringan mempergunakan kertas saring dan penimbangan. Kadar kotoran CPO maksimal 0.02%.

Kadar Kotoran = Dimana : (gram 1) = kertas saring kosong(gram 2) = kertas saring + kotoran

2.7.4. Bilangan IodinKetidakjenuhan lemak/minyak dapat ditentukan dari banyaknya iodium yang diabsorbsi oleh bahan tersebut. Banyaknya gram iodium yang diabsorbsi oleh 100 gram lemak/minyak disebut Bilangan Iodin. Kadar bilangan iodin CPO maksimal 51 g I2/100g.

Bilangan Iodin (g I2/100g) = Dimana :B = Volume Na2S2O3 pada blanko (mL)S = Volume Na2S2O3 pada sampel (mL)N = Normalitas Larutan Na2S2O3W = Berat sampel (g) Sumber : (PT Perkebunan Nusantara IV, 2010)2.8. Rendemen CPOFaktor penting yang mempengaruhi rendemen CPO dan ALB adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Tabel 2.6. Lama penginapan, rendemen CPO dan ALB Lama Penginapan (hari)Rendemen minyak terhadap buah (%)ALB (%)

012350,4450,6050,7348,663,95,016,096,90

Sumber : (Fauzi, dkk. 2006)Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan daging buah tanaman kelapa sawit. Minyak kelapa sawit digolongkan dalam satu jenis mutu dengan nama Sumatera palm oil.

Tabel 2.7. Rendemen, kadar ALB minyak dengan derajat kematanganFraksi BuahRendemen MinyakALB (%)

01234516,021,422,122,222,221,91,61,71,82,12,63,8

Sumber : (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003)Dapat dikatakan bahwa tandan yang dikehendaki adalah dari fraksi 2 dan 3, yaitu rendemennya tinggi, sedangkan ALB cukup rendah. Fraksi 1 menghasilkan ALB dan rendemen yang rendah, dapat dikatakan bahwa buah kurang matang. Fraksi 0 tidak disukai karena buah mentah. Fraksi 4 dan 5 adalah lewat matang, walaupun rendemennya tinggi, namun ALB juga tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003). 2.9. Pendekatan SistemDisebabkan pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka berpikir baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem. Pendekatan sistem adalah merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat dihasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pada prinsipnya, alat utama penyelesaian masalah adalah suatu prosedur untuk mendapatkan suatu solusi dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ada tujuh langkah yang perlu diambil dalam usaha memecahkan masalah dengan mempergunakan alat utama ilmiah, langkah-langkah itu adalah :

1. Mengetahui inti daripada persoalan yang dihadapi dengan perkataan lain mendefinisikan perihal yang dihadapi itu dengan setepat-tepatnya.2. Mengumpulkan fakta dan data yang relevan. 3. Mengolah fakta dan data tersebut.4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh.5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang.6. Memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan.7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat daripada keputusan yang telah diambil.(Eriyatno, 2003). Dalam melakukan pendekatan sistem dapat digunakan dengan komputer atau tanpa menggunakan komputer. Adanya fasilitas komputer memudahkan penggunaan model dan teknik simulasi dalam sistem, terutama bila menghadapi masalah yang cukup luas dan kompleks dimana banyak sekali peubah, data dan interaksi-interaksi yang mempengaruhi. Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, setelah itu dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Eriyatno, 2003). 2.10. Teknik Kendali MutuDalam kendali mutu sebaiknya terlebih dahulu kita mengetahui apakah sebenarnya yang dimaksud dengan mutu tersebut. Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Feigenbaum, 1989). Melaksanakan kendali mutu adalah mengembangkan, mendesain, memproduksi, dan memberikan jasa produk bermutu yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan bagi konsumen. Kendali mutu dilakukan dengan tujuan mewujudkan mutu yang sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut oleh konsumen. Langkah pertama dalam kendali mutu adalah mengetahui apakah sebenarnya yang dimaksudkan oleh konsep tersebut. Benar bahwa standar produksi dan analisis data serta sejenisnya sangat penting dalam kendali mutu. Tetapi orang-orang memang mengumpulkan data dengan ceroboh. Metode pertama berdasarkan pengalaman adalah bersikap skeptis terhadap semua data. Ringkasnya, ketiga langkah berikut harus diikuti. Langkah-langkah penting dalam pelaksanaan kendali mutu adalah: 1. Pahami karakteristik mutu sebenarnya.2. Tentukan metode pengukuran dan pengujian karakteristik mutu sebenarnya.3. Tentukan karakteristik mutu pengganti, dan memiliki pemahaman yang benar tentang hubungan antara karakteristik mutu sebenarnya dan karakteristik mutu pengganti (Ishikawa, K. 1992).Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) sering disebut sebagai pengendalian proses statistik (statistical process control). Pengendalian kualitas statistik dan pengendalian proses statistik memang dua istilah yang saling dipertukarkan, yang apabila dilakukan bersama-sama maka pemakai akan melihat gambaran kinerja proses masa kini dan masa mendatang. Hal ini disebabkan pengendalian proses statistik dikenal sebagai alat pengendalian kualitas statistik menyediakan alat-alat offline untuk mendukung analisis dan pembuatan keputusan yang membantu menentukan apakah proses dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi setiap tahapannya, hari demi hari, dan dari pemasok ke pemasok (Ariani, 2004).2.10.1. Peta PengendaliPeta pengendali (control chart) pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Amerika Serikat tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus dari variasi yang disebabkan oleh variasi umum. Peta pengendali merupakan salah satu perangkat yang digunakan untuk pengendalian proses statistika yang dapat membantu dalam menetapkan kemampuan proses dengan melakukan pengukuran terhadap variasi produk yang dihasilkan atau kualitas pelayanan sepanjang waktu. Secara grafis pengendalian proses statistika menyajikan variasi yang terjadi yang memungkinkan untuk menetapkan apakah sebuah proses di dalam kontrol (incontrol) atau berada di luar kontrol (out control). Batas kontrol atau garis pusat (control limit atau CL) yang meliputi batas atas (upper control limit atau UCL) dan batas bawah (lower control limit atau LCL) dapat membantu kita untuk menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses yang menunjukkan bahwa proses tersebut berada dalam pengendalian (Indranata, 2008).

UCL = :LCL =

UCL = :LCL = Gambar 2.5. Diagram kontrol (control chart)Indeks kinerja Kane (cpK) adalah nilai yang mewakili kemampuan sesungguhnya dari suatu proses. Nilai cpK diformulasikan dengan : CpK = min(CPL,CPU), dimana :

CPL = : CPU =Keterangan : LSL = Lower spesification limit USL = Upper spesification limit CPL = Capability process lower CPU = Capability process upper Menurut Ariani (2004) nilai cpK layak dihitung apabila proses berada dalam pengendalian statistik (in statistical control). Sedangkan Montgomery (1998) menganjurkan bahwa batas minimal cpK yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu, maka digunakan spesifikasi satu sisi. Analisis dengan menggunakan control chart, dikenal adanya peta kontrol individual I dan MR (Moving Range). Teknik ini diterapkan pada proses yang menghasilkan produk yang relatif homogen. Pada dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk: 1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian. Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limits), maka variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.2. Memantau proses secara terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.3. Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan. (Gaspersz, 2001).

2.10.2. Diagram Tulang IkanDiagram sebab akibat dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943, sehingga sering disebut dengan diagram Ishikawa. Diagram sebab akibat menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah. Untuk mencari berbagai penyebab tersebut dapat digunakan teknik brainstorming dari seluruh personil yang terlibat. Diagram sebab akibat sering juga disebut dengan diagram tulang ikan (fishbone diagram) (Ariani, 2004). Salah satu teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah diagram sebab akibat. Menurut Ingle (1989) penggunaan analisis sebab akibat, yaitu: 1. Untuk mengenal penyebab yang penting 2. Untuk menemukan pemecahan yang tepat 3. Untuk memecahkan hal apa yang harus dilakukan Langkah-langkah membuat diagram sebab akibat : 1. AkibatGambarlah sebuah garis horizontal dengan suatu tanda panah pada ujung sebelah kanan dan suatu kotak di depannya. Akibat atau masalah yang ingin dianalisis ditempatkan di dalam kotak tersebut.

2. Tulislah penyebab utama (manusia, bahan, mesin dan metode) dalam kotak yang ditempatkan sejajar dan agak jauh dari garis panah utama. Hubungkan kotak tersebut dengan garis panah yang miring ke arah garis panah utama. Kadang-kadang mungkin, atau mungkin diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam penyebab utama.

Bahan BakuMesin

Akibat

MetodeManusia3. Tulislah penyebab kecil pada diagram tersebut di sekitar penyebab utama, yang penyebab kecil tersebut mempunyai pengaruh terhadap penyebab utama. Hubungkan penyebab kecil tersebut dengan sebuah garis panah dari penyebab utama yang bersangkutan.

Bahan BakuMesin

Akibat

ManusiaMetode

Gambar 2.6. Diagram tulang ikan (fishbone diagram) Sumber : (Ingle, 1989)2.11. PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (Persero) Unit Usaha AdolinaUnit usaha Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1926 dengan nama NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO) yang bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama NV Serdang Cultuur Maatschappy (NV SCM). Sejak tahun 1973 budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942 diambil alih oleh Pemerintah Jepang dari Pemerintah Belanda. Pada tahun 1946 diambil kembali oleh pemerintah Belanda dengan nama tetap NV SCM. Maka pada tahun 1958 perusahaan ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Nusantara (PPN), tahun 1960 PPN diganti nama menjadi PPN Baru SUMUT V.Pada tahun 1963 PPN Baru SUMUT V dibagi menjadi dua kesatuan, yaitu :1. PPN Karet III kebun Adolina Hulu kantor kesatuan di Tanjung Morawa.2. PPN Aneka Tanaman II kebun Adolina Hilir, kantor kesatuan di Pabatu.Pada tahun 1962 PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan penggabungan kembali PPN Aneka Tanaman II kebun Adolina Hilir dengan PPN Karet III kebun Adolina Hulu, lalu pada tahun1978 PNP VI dirubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT.Perkebunan Nusantara VI (Persero). Pada tahun 1974 PTP VI, PTP VII, dan PTP VIII digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII, dan PTP VIII diberi nama PTP Nusantara IV (PERSERO). Unit usaha Adolina merupakan salah satu unit usaha dari PTP Nusantara IV (PERSERO) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Unit Usaha Adolina adalah salah satu PKS yang tertua di PTPN IV, berdiri pada Tahun 1956 dan direnovasi pada Tahun 1999 , pada Tahun 2000 sudah siap beroperasi. Pada saat ini, kapasitas terpasang PKS adalah 30 ton TBS/jam, dipakai untuk mengolah TBS Sendiri & TBS Pihak III / pembelian, beroperasi dengan lancar/baik dengan tingkat stagnasi = 1.53% serta losis ditekan mencapai 1,52%. Untuk luas areal PKS Unit Usaha Adolina adalah seluas 175 M x 700 M = 122.500 M2 .Lokasi PTP Nusantara IV (Persero) Perkebunan Adolina berada pada ketinggian 50 meter di atas permukaan laut dan tepat berada di wilayah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai 40 Km dari kota Medan. Sesuai komitmennya kepada konsumen, unit usaha Adolina dengan konsisten mengimplementasikan ISO 9001 : 2008 mengenai manajemen mutu dan ISO 14001 : 2004 mengenai lingkungan sejak tahun 2005. Disamping itu unit Adolina juga mendapatkan bendera Emas dari pemerintah tentang penerapan Sistem Manejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) tahun 2004, 2007 dan tahun 2010. Pada tahun 2011 mendapat penghargaan Zero Accident Award mengenai kenihilan kecelakaan kerja terhitung mulai tanggal 01 Januari 2008 s/d 31 Desember 2010 dari Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2011).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit PT Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Unit Usaha Adolina, Kabupaten Serdang Bedagai dan Laboratorium Kimia Universitas Negeri Medan pada bulan April sampai bulan Juli 2011.3.2. Desain PenelitianPenelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu : Analisis standar mutu CPO di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Medan dan Analisis konsistensi mutu data pengukuran kualitas CPO (ALB, kadar air, kadar kotoran dan rendemen produksi CPO) secara statistik dengan software Minitab 15.3.3. Alat dan Bahan1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Pada penentuan kadar asam lemak bebas, yaitu : Hotplate, Neraca analitik 4 desimal, Erlenmeyer 250 mL, Buret 50 mL, Beaker glass 100 mL dan 1000 mL, Pipet volume 10 mL, Gelas ukur 25 mL, Corong kaca, Labu ukur 500 mL dan 50 mL dan Magnetic Stirrer. Penentuan kadar air, yaitu : Hotplate, Neraca analitik 4 desimal, Oven, Desikator, Crusible tongs, Magnetic Stirrer dan Cawan porselen. Penentuan kadar kotoran, yaitu : Neraca analitik 4 desimal, Kertas saring Whatman ( 8 cm), Botol washing plastic 250 mL, Oven pengering. Crusible tongs, Desicator, Corong, Cawan kaca dan Botol 1000 mL. Penentuan bilangan iodin : Neraca analitik 4 desimal, Erlenmeyer 250 mL, Gelas ukur 10 mL, Beaker gelas 300 mL dan buret 50 mL. Komputer, Software statistik : Minitab 15.

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :a. Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (PERSERO) Unit Usaha AdolinaData penelitian berupa informasi harian kualitas CPO (ALB, kadar air, kadar kotoran dan rendemen) periode Mei dan Juni 2011.b. Di Laboratorium Kimia Universitas Negeri MedanPada penentuan kadar asam lemak bebas, yaitu : Sampel minyak, Alkohol 96% yang dinetralkan, Indikator Phenolpthalein 1%, KOH 0,1 N, Asam Oksalat 0,1 N dan aquadest . Penentuan kadar air, yaitu : Sampel minyak. Penentuan kadar kotoran, yaitu : Sampel minyak dan n-heksan. Penentuan bilangan iodium : Sampel minyak, Larutan Na2S2O3 0,1 N, Larutan amilum 1%, Larutan KI 15%, Larutan Wijs, Kloroform, Larutan Kalium Dikromat 0,1 N, HCl(p) dan Aquabides.3.4. Prosedur Kerja3.4.1. Tahap Persiapana. Alkohol 96% yang dinetralkan.Dipipet 500 mL alkohol 96% kedalam gelas beaker 1000 mL lalu dipanaskan diatas pemanas (hotplate) sampai mendidih, kemudian ditambahkan 0,5 mL indikator Phenolphthalein 1% lalu dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga timbul warna merah jambu yang stabil dan pindahkan larutan kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering.b. Indikator Phenolphthalein 1%Ditimbang 1 g indikator PP memakai neraca analitik 4 desimal kedalam gelas beaker 100 mL yang telah diketahui beratnya dan dilarutkan dengan alkohol hingga volume 100 mL. Homogenkan dengan memakai Stirring rod hingga semua bubuk larut dan pindahkan larutan kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering.

c. Larutan Standard KOH 0,1 N Mengingat KOH mempunyai sifat hygroskopis (menghisap uap air) yang kuat maka timbang dengan cepat 3,7 4,2 g kristal KOH (teori = 2,8 g) memakai neraca analitik 4 desimal ke dalam gelas kimia 100 mL. Larutkan dengan aquades dan dimasukkan melalui corong kaca kedalam labu ukur 500 mL. Bilas gelas kimia memakai aquades dan masukkan kembali hasil bilasan kedalam labu ukur hingga volume mencapai garis batas 500 mL pada leher labu ukur. Homogenkan larutan dengan cara membolak-balikkan labu ukur dan pindahkan larutan kedalam botol reagent warna coklat dan ditutup rapat untuk menghindari penyerapan gas CO2 kedalam larutan KOH menjadi endapan carbonat (CO32-). Standardisasi kekuatan (normalitet) larutan standard KOH menggunakan asam oksalat sebagai zat peniter.d. Larutan Peniter Asam Oksalat 0,1 N Timbang dengan teliti 0,315 g H2C2O4.2H2O memakai neraca analitik 4 desimal kedalam gelas kimia 100 mL. Larutkan dengan aquades dan masukkan melalui corong kaca kedalam labu ukur 50 mL. Homogenkan larutan dengan cara membolak-balikkan labu ukur. Pindahkan larutan kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering.e. Larutan KI 15% Timbang dengan teliti 15 g KI memakai neraca analitik 4 desimal kedalam gelas kimia 100 mL. Larutkan dengan aquades dan masukkan melalui corong kaca kedalam labu ukur 100 mL. Homogenkan larutan dengan cara membolak-balikkan labu ukur. Pindahkan larutan kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering.f. Larutan Standard Na2S2O3 0,1 N Timbang dengan teliti 6,2 g kristal Na2S2O3.5H2O memakai neraca analitik 4 desimal ke dalam gelas kimia 100 mL. Larutkan dengan aquades bebas CO2 dan dimasukkan melalui corong kaca kedalam labu ukur 500 mL. Bilas gelas kimia memakai aquades dan masukkan kembali hasil bilasan kedalam labu ukur hingga volume mencapai garis batas 500 mL pada leher labu ukur. Homogenkan larutan dengan cara membolak-balikkan labu ukur dan pindahkan larutan kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering. Standardisasi kekuatan (normalitet) larutan standard Na2S2O3 menggunakan kalium dikromat sebagai zat peniter.g. Larutan Peniter Kalium Dikromat 0,1 N Timbang dengan teliti 1,225 g K2Cr2O7 memakai neraca analitik 4 desimal kedalam gelas kimia 100 mL. Larutkan dengan aquades bebas CO2 dan masukkan melalui corong kaca kedalam labu ukur 250 mL. Homogenkan larutan dengan cara membolak-balikkan labu ukur. Pindahkan larutan kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering.h. Larutan Amilum 1%Ditimbang 1 g tepung amilum memakai neraca analitik 4 desimal kedalam gelas kimia 100 mL yang telah diketahui beratnya dan dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 hingga volume 100 mL. Homogenkan dengan memakai Stirring rod hingga semua bubuk larut dan pindahkan larutan

kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering.i. Aquadest Bebas CO2Dipipet 1000 mL aquadest kedalam gelas kimia 1000 mL lalu dipanaskan didalam waterbath sampai tidak ada gelembung udaranya lalu didinginkan dan pindahkan larutan kedalam botol reagent yang bersih dan bertutup kemudian simpan ditempat gelap dan kering.3.4.2. Analisis Standar Mutu Minyak Kelapa Sawita) Asam Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acid (FFA) Panaskan sampel minyak pada suhu 500C diatas hotplate sampai seluruh lapisan minyak mencair lalu dihomogenkan menggunakan Magnetic Stirrer. Ditimbang 5 gram sampel minyak dengan menggunakan erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 50 mL alkohol yang dinetralkan. Panaskan diatas pemanas pada suhu 500C sampai seluruh minyak larut semuanya. Tambahkan 2-3 tetes indikator PP 1%. Titrasi dengan larutan standard KOH 0,1 N pada buret dari warna kuning menjadi kuning kemerahan yang stabil. Catat volume KOH 0,1 N yang digunakan. Lakukan analisa sekurangnya duplo untuk kontrol analisis.

Kadar ALB = Dimana :V adalah volume KOH 0,1 N yang diperlukan (mL)N adalah normalitas KOHW adalah berat contoh (g)256 adalah berat ekuivalen Asam PalmitatCara standardisasi larutan KOH 0,1 N sebagai berikut : Pipet 25 mL larutan peniter asam oksalat 0,1 N dengan pipet volum 10 mL dan masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 3-5 tetes indikator PP 1% dan titrasi dengan larutan standard KOH hingga warna larutan menjadi merah jambu Dicatat volume KOH yang terpakai.N KOH = b) Kadar Air Panaskan sampel minyak pada suhu 500C diatas hotplate sampai seluruh lapisan minyak mencair lalu dihomogenkan menggunakan Magnetic Stirrer. Ditimbang 10 gram sampel minyak dengan menggunakan cawan porselen lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 0C selama 3 jam. Sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit, setelah itu sampel yang telah didinginkan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik 4 desimal sampai diperoleh berat konstan. Lakukan analisa sekurangnya duplo untuk kontrol analisis.

Kadar Air = Dimana :W2 adalah berat cawan penguap dan sampel sebelum di oven (g)W1 adalah berat cawan penguap dan sampel setelah di oven (g)W adalah berat sampel (g)c) Kadar Kotoran Ambil kertas saring Whatman ( 8 cm), kemudian dibasahi dengan

n-heksan yang diisi dalam botol washing plastic 250 mL. Kemudian kertas saring yang telah basah diletakkan dalam cawan kaca, kemudian dimasukkan dalam oven sampai kertas saring tersebut kering. Diambil sampel minyak sebanyak 10 gram ke dalam gelas kimia 100 mL. Kertas saring yang sudah kering diambil dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kertas saring diambil dari desikator, kemudian letakkan dalam corong, lalu corong dimasukkan dalam botol 1000 mL. Encerkan sampel dengan 50 mL n-heksan dan dipanaskan sambil digoyang sampai sampel encer seluruhnya, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah dimasukkan dalam corong tersebut. Bilas gelas kimia 100 mL dengan pelarut n-heksan sampai bersih dari minyak dan pelarut. Kertas saring tersebut dimasukkan dalam oven dengan menggunakan cawan kaca dengan suhu 105 0C selama 3 jam. Kertas saring kemudian diambil dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian kertas saring dikeluarkan dari desikator dan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik 4 desimal sampai diperoleh berat konstan.

Kadar Kotoran = Dimana : W2 adalah kertas saring kosong dan kotoran (g) W1 adalah kertas saring kosong (g)W adalah berat sampel (g)

d) Bilangan Iodin Timbang 0,5-1 g sampel dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL bertutup. Tambahkan 20 mL kloroform, kocok hingga larut. Tambahkan 25 mL larutan Wijs dan diamkan di tempat gelap selama 30 menit. Tambahkan 20 mL larutan KI 15%, aduk sampai rata. Tambahkan 100 mL aquabides untuk mencuci sisa iodium yang terdapat pada tutup erlenmeyer. Titrasi iodiumnya dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna coklat hampir hilang. Dengan segera tambahkan 1-1,5 mL larutan amilum 1% (sebagai indikator), kemudian kocok lagi. Teruskan titrasi sampai warna biru larutan menjadi hilang. Lakukan titrasi untuk blanko (tanpa sampel) dengan cara yang sama seperti di atas. Tentukan bilangan Iod dari sampel yang diuji.

Bilangan Iodin =

Dimana :B adalah volume Na2S2O3 pada blanko (mL)S adalah volume Na2S2O3 pada sampel (mL)N adalah normalitas larutan Na2S2O3W adalah berat sampel (g) 126,9 adalah berat atom Iodin

Cara standardisasi larutan Na2S2O3 0,1 N sebagai berikut : Pipet 25 mL larutan peniter kalium dikromat 0,1 N dengan pipe volume 10 mL dan masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 5 mL HCl(p) lalu dikocok dan didiamkan selama 5 menit Dititrasi dengan larutan standard Na2S2O3 0,1 N hingga warna larutan berubah dari ungu menjadi hijau. Ditambahkan 5 mL amilum 1% Dititrasi kembali sampai terbentuk larutan berwarna hijau jernih. Dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai.N Na2S2O3 = 3.5. Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara sistematis yakni mencari informasi dan pengetahuan dari berbagai media (bibliografi) dan juga dari para stakeholder. Disamping itu penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang merupakan sebuah studi untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan terdahulu. Teknik yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah : 1. LiteraturMetode ini digunakan untuk mendapatkan data-data serta teori-teori yang berhubungan dengan kelapa sawit khususnya mengenai aspek mutu dan rendemen produksi minyak kelapa sawit serta teori-teori yang berhubungan dengan masalah pengendalian kualitas statistik. 2. Pengamatan (observasi)Tahap pengamatan atau observasi merupakan tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai obyek penelitian. Data yang dibutuhkan adalah data ALB, kadar air, kadar kotoran dan rendemen produksi CPO di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina, Kabupaten Serdang Bedagai.3. WawancaraPengumpulan data dengan cara melakukan wawancara atau tanya jawab dengan stakeholders yang terkait. Stakeholders disini meliputi baik dari tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Metode ini digunakan untuk mendukung akurasi data. 3.6. Analisis DataData dianalisis dengan control chart I-MR untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan (variasi) mutu dan rendemen produksi CPO dari setiap periode dan kemudian dibandingkan dengan standar nasional maupun standar spesifikasi pelanggan (konsumen CPO). Apabila data berada dalam batas pengendalian statistik, selanjutnya akan dihitung indeks kinerja Kane (cpK). Namun apabila data berada di luar batas pengendalian statistik maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk meneliti faktor-faktor penyebab yang berpengaruh terhadap penyimpangan mutu dan rendemen produksi tersebut dengan melakukan penelusuran informasi dari data-data lain yang mendukung dan juga melalui wawancara atau tanya jawab dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya akan diperoleh informasi yakni berupa penyebab-penyebab dari masalah yang ada dan diinterpretasikan ke dalam model diagram sebab-akibat, untuk mencari akar persoalan dari masalah penyimpangan mutu dan rendemen produksi sebagai pedoman dalam perbaikan di masa mendatang. Dalam tahap ini dilakukan pengolahan data yang diperoleh dengan tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan tahap pengumpulan data yang sudah tersedia dari lapangan yang relevan dengan penelitian.2. Menganalisis data mutu dan rendemen produksi CPO yang diperoleh menggunakan diagram control (control chart) untuk mengetahui apakah karakteristik mutu dan rendemen produksi CPO berada dalam batas kontrol kendali atau tidak (ada tidaknya penyimpangan mutu CPO) pada periode Mei dan Juni 2011.3. Menentukan hubungan antara karakteristik mutu dan rendemen produksi CPO terhadap standar mutu nasional.4. Menghitung nilai indeks kinerja Kane (cpK) bagi data mutu dan rendemen produksi CPO yang berada di dalam batas pengendalian statistik.5. Melakukan evaluasi terhadap data mutu dan rendemen produksi CPO yang mengalami penyimpangan terhadap standard mutu nasional.6. Memformulasikan masalah atau faktor-faktor penyebab utama yang menyebabkan penyimpangan tersebut dan menentukan ruang lingkup permasalahan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait, khususnya pihak-pihak yang berperan langsung dalam sistem manajemen mutu produksi.7. Mentransformasikan masalah atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyimpangan mutu dan rendemen produksi CPO tersebut ke dalam suatu model diagram tulang ikan (fishbone diagram).8. Validasi model di Laboratorium Kimia UNIMED

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian4.1.1. Hasil Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas CPO Hasil analisa kadar Asam Lemak Bebas dari minyak sawit (CPO) terdapat pada tabel berikut : Tabel 4.1. Hasil analisa kadar asam lemak bebas dari minyak sawit (CPO)NoSampel CPOBerat Minyak (g) Volume KOH (mL)ALB Minyak (%)ALB Minyak Rata-Rata (%)

1.CPO Tebing Tinggi55,83,533,65

56,23,78

2.CPO Kisaran56,64,024,04

57,04,27

3.CPO Adolina55,63,413,47

55,83,53

Kadar ALB = Dimana :V= volume KOH 0,1 N yang diperlukan (mL)N = normalitas KOHW = berat contoh (g)256 = berat ekuivalen Asam PalmitatStandarisasi Larutan KOH 0,1 N :N KOH = = = 0,11905 NPerhitungan kadar ALB untuk No 1 pada Tabel 4.1. adalah sebagai berikut :a. Untuk V KOH = 5,8 mL

Kadar ALB =

= = 3,53%

b. Untuk V KOH = 6,2 mL

Kadar ALB =

= = 3,78% ALB Minyak Rata-Rata = = 3,65%Perhitungan kadar ALB untuk No 2 pada Tabel 4.1. adalah sebagai berikut :a. Untuk V KOH = 6,6 mL

Kadar ALB =

= = 4,02%b. Untuk V KOH = 7,0 mL

Kadar ALB =

= = 4,27% ALB Minyak Rata-Rata = = 4,14%Perhitungan kadar ALB untuk No 3 pada Tabel 4.1. adalah sebagai berikut :a. Untuk V KOH = 5,6 mL

Kadar ALB =

= = 3,41%b. Untuk V KOH = 5,8 mL

Kadar ALB =

= = 3,53% ALB Minyak Rata-Rata = = 3,47%

4.1.2. Hasil Penentuan Kadar Air CPO Hasil analisa kadar air dari minyak sawit (CPO) terdapat pada tabel berikut : Tabel 4.2. Hasil analisa kadar air dari minyak sawit (CPO)NoSampel CPOW2 (g)W1 (g)W (g)Kadar Air (%)Kadar Air Rata-Rata (%)

1.CPO Tebing Tinggi53,755353,715010,01500,400,43

53,757153,711010,01680,46

2.CPO Kisaran53,758153,725010,01780,330,38

53,754953,711010,01460,44

3.CPO Adolina53,755353,725310,01500,300,32

53,758353,725310,01800,33

Kadar Air = Dimana :W2 = berat cawan penguap dan sampel sebelum di oven (g)W1 = berat cawan penguap dan sampel setelah di oven (g)W = berat sampel (g)Perhitungan kadar air untuk No 1 pada Tabel 4.2. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 10,0150 g

Kadar Air =

= = 0,40%b. Untuk massa sampel 10,0168 g

Kadar Air =

= = 0,46%Kadar Air Rata-Rata = = 0,43%Perhitungan kadar air untuk No 2 pada Tabel 4.2. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 10,0178 g

Kadar Air =

= = 0,33%b. Untuk massa sampel 10,0146 g

Kadar Air =

= = 0,44%Kadar Air Rata-Rata= = 0,38%Perhitungan kadar air untuk No 3 pada Tabel 4.2. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 10,0150 g

Kadar Air =

= = 0,30%b. Untuk massa sampel 10,0180 g

Kadar Air =

= = 0,33%Kadar Air Rata-Rata = = 0,32%4.1.3. Hasil Penentuan Kadar Kotoran CPO Hasil analisa kadar kotoran dari minyak sawit (CPO) terdapat pada tabel berikut : Tabel 4.3. Hasil analisa kadar kotoran dari minyak sawit (CPO)NoSampel CPOW2 (g)W1 (g)W (g)Kadar Kotoran (%)Kadar Kotoran Rata-Rata (%)

1.CPO Tebing Tinggi1,56831,538110,03800,300,29

1,56621,538110,03700,28

2.CPO Kisaran1,55981,538110,03600,220,22

1,56051,538110,03680,22

3.CPO Adolina1,55621,538110,03720,180,18

1 ,55641,538110,03820,18

Kadar Kotoran = Dimana : W2 adalah kertas saring kosong dan kotoran (g) W1 adalah kertas saring kosong (g)W adalah berat sampel (g)Perhitungan kadar kotoran untuk No 1 pada Tabel 4.3. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 10,0380 g

Kadar Kotoran =

= = 0,30%b. Untuk massa sampel 10,0370 g

Kadar Kotoran =

= = 0,28%Kadar Kotoran Rata-Rata = = 0,29%Perhitungan kadar kotoran untuk No 2 pada Tabel 4.3. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 10,0360 g

Kadar Kotoran =

= = 0,22%

b. Untuk massa sampel 10,0368 g

Kadar Kotoran =

= = 0,22%Kadar Kotoran Rata-Rata = = 0,22%Perhitungan kadar kotoran untuk No 3 pada Tabel 4.3. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 10,0372 g

Kadar Kotoran =

= = 0,18%b. Untuk massa sampel 10,0382 g

Kadar Kotoran =

= = 0,18%Kadar Kotoran Rata-Rata = = 0,18%

4.1.4. Hasil Penentuan Bilangan Iodin CPOTabel 4.4. Hasil analisa bilangan iodin dari minyak sawit (CPO)NoSampel CPOW (g)B (mL)S (mL)NBilangan Iodin(g I2/100g)Bilangan Iodin Rata-Rata(g I2/100g)

1.CPO Tebing Tinggi0,512357,836,90,109156,4856,21

0,513057,837,10,109155,94

2.CPO Kisaran0,512557,837,20,109155,6555,50

0,512957,837,30,109155,34

3.CPO Adolina0,513257,836,90,109156,3856,64

0,513557,836,70,109156,89

Bilangan Iodin (g I2/100 g) = Dimana :B = volume Na2S2O3 pada blanko (mL)S = volume Na2S2O3 pada sampel (mL)N = normalitas larutan Na2S2O3W = berat sampel (g) 126,9 = berat atom IodinStandardisasi larutan Na2S2O3 0,1 N N Na2S2O3 = = = 0,1091 NPerhitungan Bilangan Iodin untuk No 1 pada Tabel 4.4. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 0,5123 g

Bilangan Iodin (g I2/100 g) =

= = 56,48 g I2/100 gb. Untuk massa sampel 0,5130 g

Bilangan Iodin (g I2/100 g) =

= = 55,94 g I2/100 g

Bilangan Iodin Rata-Rata = = 56,21 g I2/100 gPerhitungan Bilangan Iodin untuk No 2 pada Tabel 4.4. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 0,5125 g

Bilangan Iodin (g I2/100 g) =

= = 55,65 g I2/100 gb. Untuk massa sampel 0,5129 g

Bilangan Iodin (g I2/100 g) =

= = 55,34 g I2/100 g

Bilangan Iodin Rata-Rata = = 55,50 g I2/100 gPerhitungan Bilangan Iodin untuk No 3 pada Tabel 4.4. adalah sebagai berikut :a. Untuk massa sampel 0,5132 g

Bilangan Iodin (g I2/100g) =

= = 56,38 g I2/100 gb. Untuk massa sampel 0,5135 g

Bilangan Iodin (g I2/100g) =

= = 56,89 g I2/100 g

Bilangan Iodin Rata-Rata = = 56,64 g I2/100 g4.1.5. Data Mutu dan Rendemen CPOPersaingan pasar bebas di dunia membuat perkebunan kelapa sawit memperketat kualitas mutu CPO yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan mutu CPO di PKS PTPN IV Unit Usaha Adolina maka diperlukan analisis konsistensi mutu dan rendemen produksi CPO. Dari hasil pengamatan yang dihasilkan di PKS PTPN IV Unit Usaha Adolina diperoleh (data variabel) yakni berupa ALB, kadar air, kadar kotoran dan rendemen produksi CPO mulai dari periode Mei 2011 sampai Juni 2011 selanjutnya dianalisis dengan control chart. Oleh karena data variabel berasal dari suatu proses yang bersifat homogen, maka sesuai dengan pernyataan Gaspersz (2001), control chart yang sangat sesuai digunakan adalah control chart I-MR.4.2. Pembahasan4.2.1. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas CPODalam penentuan kadar asam lemak bebas ( ALB ) CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed dengan metode titrasi volumetris sesuai SNI 01-2901-2006, butir 5.4. Dari hasil analisa ditunjukkan bahwa kadar ALB CPO yang berasal dari daerah Tebing Tinggi sebesar 3,65%, CPO yang berasal dari daerah Kisaran sebesar 4,04%, dan CPO yang berasal dari Adolina 3,42%, maka jika dilihat dari paramater kualitas CPO sesuai SNI tahun 2006 bahwa ALB yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang ditetapkan yaitu sebesar 5% untuk dapat dieksport. Kadar ALB yang tinggi ini disebabkan oleh pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu, keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah, penumpukan buah yang terlalu lama dan proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik. Kadar asam lemak bebas yang tinggi akan menyebabkan turunnya mutu CPO, misalnya menyebabkan ketengikan pada minyak, membuat rasanya tidak enak, terjadinya perubahan warna dan juga rendemen minyak menjadi turun. Maka untuk menekan kadar asam lemak bebas ini, perlu dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin yaitu mulai saat pemanenan sampai penimbunan sebelum dipasarkan.4.2.2. Penentuan Kadar Air CPODalam penentuan kadar air CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed dengan metode oven sesuai SNI 01-2901-2006, butir 5.2. Dari hasil analisa ditunjukkan bahwa kadar air CPO yang berasal dari daerah Tebing Tinggi sebesar 0,43%, CPO yang berasal dari daerah Kisaran sebesar 0,38%, dan CPO yang berasal dari Adolina 0,32%, maka jika dilihat dari paramater kualitas CPO sesuai SNI tahun 2006 bahwa kadar air yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang ditetapkan maksimal sebesar 0,5% untuk dapat dieksport. Kadar air menentukan kualitas CPO karena pada saat pengolahan CPO menjadi produk turunan, kadar air dapat menghambat proses pengolahan CPO menjadi produk turunan karena perbedaan massa jenis dari air tersebut. Tingginya kadar air akan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan yaitu minyak akan menjadi cepat tengik selama penyimpanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit kadar air yang terkandung dalam CPO semakin tinggi kualitas CPO yang dihasilkan dan sebaliknya.4.2.3. Penentuan Kadar Kotoran CPODalam penentuan kadar kotoran CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed sesuai SNI 01-2901-2006, butir 5.3. Dari hasil analisa ditunjukkan bahwa kadar kotoran CPO yang berasal dari daerah Tebing Tinggi sebesar 0,29%, CPO yang berasal dari daerah Kisaran sebesar 0,22%, dan CPO yang berasal dari Adolina 0,15%, maka jika dilihat dari paramater kualitas CPO sesuai SNI tahun 2006 bahwa kadar kotoran yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang ditetapkan maksimal sebesar 0,5% untuk dapat dieksport. Kadar kotoran yang terkandung dalam kelapa sawit berupa lumpur halus maupun partikel lainnya yang terdapat terjadi akibat perlakuan dalam proses pengolahan. Kotoran dalam minyak sawit adalah kotoran yang tidak larut dalam n-heksan. Kadar kotoran yang tinggi dalam minyak CPO dapat berasal dari sisa sisa pemrosesan buah. Kadar kotoran yang tinggi sangat merugikan dalam perdagangan karena konsumen tidak menginginkan CPO yang kotor. Kotoran ini dapat menyebabkan proses hidrolisis di dalam minyak karena mengandung besi (Fe) dan tembaga (Cu) yang merupakan pro-oksidan.4.2.4. Penentuan Bilangan Iodin CPODalam penentuan bilangan iodin CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed dengan metode Wijs. Dari hasil analisa ditunjukkan bahwa kadar bilangan iodin CPO yang berasal dari daerah Tebing Tinggi sebesar 56,21 g I2/100 g, CPO yang berasal dari daerah Kisaran sebesar 55,50 g I2/100 g, dan CPO yang berasal dari Adolina 56,64 g I2/100 g, maka jika dilihat dari paramater kualitas CPO sesuai SNI tahun 2006 bahwa bilangan iodin yang dihasilkan belum memenuhi SNI yang ditetapkan maksimal sebesar 50-55 g I2/100 g. Hasil analisa menunjukkan persen kesalahan sebesar 3%, namun hal ini masih bisa diterima dan CPO masih dapat dieksport . Hal ini disebabkan karena kesalahan analis dalam melakukan percobaan dan kemurnian bahan kimia yang dipakai masih rendah. Bilangan Iodin menyatakan derajat ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk persenyawaan yang jenuh. Banyak iodium yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dimana asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk persenyawaan yang jenuh. Adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan memudahkan terjadinya oksidasi di udara atau jika ada air dan dipanaskan. (Shahidi, 2005) Banyak pereaksi oksidasi kuat dapat dianalisa dengan penambahan kalium iodida berlebih dan dengan titrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak pereaksi oksidasi memerlukan larutan berasam untuk reaksi dengan iodida, natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan harus diambil dalam menangani larutan kalium iodida untuk menghindarkan kesalahan, misalnya ion iodida dioksidasi oleh oksigen dari udara. 4H+ + 4I- + O2 2I2 + 2H2O Reaksi ini berjalan lamban dalam larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan berasam dan dipercepat oleh cahaya matahari, setelah penambahan kalium iodida pada larutan berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan dalam waktu yang lama berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang terdahulu, nitrit harus tidak ada karena akan direduksi dengan ion iodida menjadi nitrogen(II) oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen di udara. (Underwood,A,L.1981)Titrasi iodometri dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, sampai akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih tegas bila ditambahkan amilum ke dalam larutan sebagai indikator. Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali. Pada titik akhir, yodium yang terikat itupun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila Yodium sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning muda). Maksudnya ialah agar amilum tidak membungkus yodium dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila yodium masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi. Reaksi-reaksi percobaana. Reaksi Asam oleat dengan I2 (Iodin)

b. Reaksi Iodin dengan KI berlebihI2 + I- I3-c. Reaksi Amilum dengan Iodin (I2)

d. Reaksi Iodium-Amilum dengan Na2S2O3e. Reaksi K2Cr2O7 dengan Ion Iodida Cr2O72- + 14H+ + 6I- 3I2 + 2Cr3+ + 7H2O4.2.5. Analisis Data Mutu dan Rendemen CPO4.2.5.1. Asam Lemak Bebasa. Periode Mei 2011 Gambar 4.1. control chart I-MR ALB Mei 2011Dari Gambar 4.1 tampak bahwa semua sampel berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ALB CPO pada periode ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten). Sedangkan dari control chart MR di atas tampak bahwa semua sampel juga berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), namun perubahan yang terjadi dalam ukuran variasi yaitu selisih antar sampel yang satu dengan yang sebelumnya masih terlalu tinggi dan penyebarannya cenderung tidak beraturan, sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun ALB CPO pada periode ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) namun tingkat homogenitas CPO dalam kaitannya dengan ALB pada periode ini masih rendah. Sehingga masih perlu dilakukan peningkatan dan pengawasan proses secara ketat agar menghasilkan CPO yang lebih homogen (variabilitas kecil). Menurut Ariani (2004) apabila proses berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kerja Kane (cpK), dimana nilai cpK = CPU. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses telah mampu memenuhi spesifikasi sesuai dengan keinginan atau harapan pelanggan dengan baik atau tidak. Oleh karena proses ini berhubungan dengan ALB CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU. Berdasarkan dari data yang ada di lampiran 6 diperoleh nilai cpK sebagai berikut :

CpK = CPU == = 0,50Sesuai dengan pernyataan Montgomery (1998) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL), maka berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk=CPU= 0,50 dapat disimpulkan bahwa kemampuan proses produksi atau sistem produksi PKS Adolina dalam menanggapi kebutuhan (spesifikasi) pelanggan mengenai ALB (USL = 5,0) pada periode ini masih sangat rendah. Hal ini ditandai dengan nilai Cpk < 1,5. Nilai rata-rata ALB CPO dari proses produksi periode Mei 2011 yaitu sebesar 4,04% atau secara umum ALB CPO sebagian besar tidak mampu memenuhi spesifikasi pelanggan dengan baik. Sehingga perlu dilakukan peningkatan proses dengan cara menekan peningkatan ALB CPO sebisa mungkin.Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Mei 2011 ini dibandingkan dengan SNI (2006) yang menentukan bahwa kadar ALB maksimum dalam CPO adalah 5%, maka 100% sampel memenuhi standar mutu nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan standar spesifikasi pelanggan dan budget (target) perusahaan yang menentukan bahwa kadar ALB maksimum dalam CPO adalah 3,5%, maka hanya ada sebanyak 21% sampel yang memenuhi standar spesifikasi tersebut.

b. Periode Juni 2011

Gambar 4.2. control chart I-MR ALB Juni 2011Dari Gambar 4.2 tampak bahwa semua sampel berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ALB CPO pada periode ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten). Sedangkan dari control chart MR di atas tampak bahwa semua sampel juga berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), namun perubahan yang terjadi dalam ukuran variasi yaitu selisih antar sampel yang satu dengan yang sebelumnya masih terlalu tinggi dan penyebarannya cenderung tidak beraturan, sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun ALB CPO pada periode ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) namun tingkat homogenitas CPO dalam kaitannya dengan ALB pada periode ini masih rendah. Sehingga masih perlu dilakukan peningkatan dan pengawasan proses secara ketat agar menghasilkan CPO yang lebih homogen (variabilitas kecil). Menurut Ariani (2004) apabila proses berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kerja Kane (cpK), dimana nilai cpK = CPU. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses telah mampu memenuhi spesifikasi sesuai dengan keinginan atau harapan pelanggan dengan baik atau tidak. Oleh karena proses ini berhubungan dengan ALB CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU. Berdasarkan dari data yang ada di lampiran 6 diperoleh nilai cpK sebagai berikut :

CpK = CPU == = 0,40 Sesuai dengan pernyataan Montgomery (1998) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL), maka berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk=CPU= 0,40 dapat disimpulkan bahwa kemampuan proses produksi atau sistem produksi PKS Adolina PTPN IV dalam menanggapi kebutuhan (spesifikasi) pelanggan mengenai ALB (USL = 5,0) pada periode ini masih sangat rendah. Hal ini ditandai dengan nilai Cpk < 1,5. Nilai rata-rata ALB CPO dari proses produksi periode Juni 2011 yaitu sebesar 4,24% atau secara umum ALB CPO sebagian besar tidak mampu memenuhi spesifikasi pelanggan dengan baik. Sehingga perlu dilakukan peningkatan proses dengan cara menekan peningkatan ALB CPO sebisa mungkin.Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Juni 2011 ini dibandingkan dengan SNI (2006) yang menentukan bahwa kadar ALB maksimum dalam CPO adalah 5%, maka 100% sampel memenuhi standar mutu nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan standar spesifikasi pelanggan dan budget (target) perusahaan yang menentukan bahwa kadar ALB maksimum dalam CPO adalah 3,5%, maka hanya ada sebanyak 0,07% sampel yang memenuhi standar spesifikasi tersebut.

4.2.5.2. Kadar Aira. Periode Mei 2011

Gambar 4.3. control chart I-MR Kadar Air Mei 2011Dari Gambar 4.3 tampak bahwa semua sampel pada control chart I berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), secara keseluruhan sampel berada di sekitar garis pusat, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kadar air CPO pada periode Mei 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil). Control chart I diatas dapat dilihat bahwa sampel ke 13 berada di bawah batas kontrol bawah namun sampel tersebut tidak dianggap menyimpang karena mutu CPO dikatakan baik apabila persentase kadar air semakin kecil. Sedangkan control chart MR pada sampel ke 13 dan 14 berada diluar batas pengendalian atas. Selanjutnya karena sampel telah berada pada kondisi in statistical control, maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kinerja Kane (Cpk). Oleh karena proses ini berhubungan dengan kadar air CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU. Berdasarkan dari data yang ada di lampiran 6 diperoleh nilai cpK sebagai berikut :

CpK = CPU == = 87,5Sesuai dengan pernyataan Montgomery (1998) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL), maka berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk=CPU= 87,5 dapat disimpulkan bahwa kemampuan proses produksi atau sistem produksi PKS Adolina dalam menanggapi kebutuhan (spesifikasi) pelanggan mengenai kadar air (USL = 0,15) pada periode ini baik. Hal ini ditandai dengan nilai Cpk > 1,5. Nilai rata-rata kadar air CPO dari proses produksi periode Mei 2011 yaitu sebesar 0,15% atau secara umum kadar air CPO telah mampu memenuhi spesifikasi pelanggan dengan baik. Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Mei 2011 ini dibandingkan dengan SNI (2006) yang menentukan bahwa kadar kadar air maksimum dalam CPO adalah 0,5%, maka 100% sampel memenuhi standar mutu nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan standar spesifikasi pelanggan dan budget (target) perusahaan yang menentukan bahwa kadar air maksimum dalam CPO adalah 0,15%, maka sebanyak 82% sampel yang memenuhi standar spesifikasi tersebut.

b. Periode Juni 2011

Gambar 4.4. control chart I-MR Kadar Air Juni 2011Dari Gambar 4.4 tampak bahwa semua sampel pada control chart I berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), secara keseluruhan sampel berada di sekitar garis pusat, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kadar air CPO pada periode Juni 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil). Selanjutnya karena sampel telah berada pada kondisi in statistical control, maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kinerja Kane (Cpk). Oleh karena proses ini berhubungan dengan kadar air CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU. Berdasarkan dari data yang ada di lampiran 6 diperoleh nilai cpK sebagai berikut :

CpK = CPU == = 100Sesuai dengan pernyataan Montgomery (1998) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL), maka berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk=CPU= 100 dapat disimpulkan bahwa kemampuan proses produksi atau sistem produksi PKS Adolina dalam menanggapi kebutuhan (spesifikasi) pelanggan mengenai kadar air (USL = 0,15) pada periode ini baik. Hal ini ditandai dengan nilai Cpk >1,5. Nilai rata-rata kadar air CPO dari proses produksi periode Juni 2011 yaitu sebesar 0,15% atau secara umum kadar air CPO telah mampu memenuhi spesifikasi pelanggan dengan baik. Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Mei 2011 ini dibandingkan dengan SNI (2006) yang menentukan bahwa kadar kadar air maksimum dalam CPO adalah 0,5%, maka 100% sampel memenuhi standar mutu nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan standar spesifikasi pelanggan dan budget (target) perusahaan yang menentukan bahwa kadar air maksimum dalam CPO adalah 0,15%, maka hanya ada sebanyak 55% sampel yang memenuhi standar spesifikasi tersebut.4.2.5.3. Kadar Kotorana. Periode Mei 2011

Gambar 4.5. control chart I-MR Kadar Kotoran Mei 2011Dari Gambar 4.5 tampak bahwa semua sampel pada control chart I berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), secara keseluruhan sampel berada di sekitar garis pusat, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kadar kotoran CPO pada periode Mei 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil). Selanjutnya karena sampel telah berada pada kondisi in statistical control, maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kinerja Kane (Cpk). Oleh karena proses ini berhubungan dengan kadar kotoran CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU. Berdasarkan dari data yang ada di lampiran 6 diperoleh nilai cpK sebagai berikut :

CpK = CPU == = 200Sesuai dengan pernyataan Montgomery (1998) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL = 0,5), maka berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk=CPU= 200 dapat disimpulkan bahwa kemampuan proses produksi atau sistem produksi PKS Adolina dalam menanggapi kebutuhan (spesifikasi) pelanggan mengenai kadar kotoran (USL = 0,5) pada periode ini baik. Hal ini ditandai dengan nilai Cpk > 1,5. Nilai rata-rata kadar kotoran CPO dari proses produksi periode Mei 2011 yaitu sebesar 0,02% atau secara umum kadar kotoran CPO mampu memenuhi spesifikasi pelanggan dengan baik. Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Mei 2011 ini dibandingkan dengan SNI (2006) yang menentukan bahwa kadar kotoran maksimum dalam CPO adalah 0,5%, maka 100% sampel memenuhi standar mutu nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan standar spesifikasi pelanggan dan budget (target) perusahaan yang menentukan bahwa kadar kotoran maksimum dalam CPO adalah 0,02%, maka hanya ada sebanyak 69% sampel yang memenuhi standar spesifikasi tersebut.

b. Periode Juni 2011

Gambar 4.6. control chart I-MR Kadar Kotoran Juni 2011Dari Gambar 4.6 tampak bahwa semua sampel pada control chart I berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), secara keseluruhan sampel berada di sekitar garis pusat, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kadar kotoran CPO pada periode Mei 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil). Selanjutnya karena sampel telah berada pada kondisi in statistical control, maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kinerja Kane (Cpk). Oleh karena proses ini berhubungan dengan kadar kotoran CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU. Berdasarkan dari data yang ada di lampiran 6 diperoleh nilai cpK sebagai berikut :

CpK = CPU == = 165,5Sesuai dengan pernyataan Montgomery (1998) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL = 0,5), maka berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk=CPU= 165,5 dapat disimpulkan bahwa kemampuan proses produksi atau sistem produksi PKS Adolina dalam menanggapi kebutuhan (spesifikasi) pelanggan mengenai kadar kotoran (USL = 0,5) pada periode ini baik. Hal ini ditandai dengan nilai Cpk > 1,5. Nilai rata-rata kadar kotoran CPO dari proses produksi periode Juni 2011 yaitu sebesar 0,02% atau secara umum kadar kotoran CPO mampu memenuhi spesifikasi pelanggan dengan baik. Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Juni 2011 ini dibandingkan dengan SNI (2006) yang menentukan bahwa kadar kotoran maksimum dalam CPO adalah 0,5%, maka 100% sampel memenuhi standar mutu nasional. Sedangkan apabila dibandingkan dengan standar spesifikasi pelanggan dan budget (target) perusahaan yang menentukan bahwa kadar kotoran maksimum dalam CPO adalah 0,02%, maka hanya ada sebanyak 72% sampel yang memenuhi standar spesifikasi tersebut.4.2.5.4. Rendemen CPOa. Periode Mei 2011

Gambar 4.7. control chart I-MR Rendemen CPO Mei 2011

Dari Gambar 4.7 tampak bahwa semua sampel pada control chart I berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), yang berarti rendemen produksi CPO periode Mei 2011 ini terkendali secara statistik dan masih menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten), sedangkan sampel lainnya mayoritas berada di sekitar garis pusat. Dari kedua control chart di atas dapat dilihat bahwa tingkat homogenitas CPO dalam kaitannya dengan rendemen produksi pada periode Mei 2011 ini masih rendah, yang tampak pada control chart MR (penyebarannya cenderung tidak beraturan). Sehingga masih perlu dilakukan peningkatan dan pengawasan proses secara ketat agar dapat menghasilkan CPO dengan rendemen produksi yang tinggi dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil).Nilai rata-rata rendemen CPO dari proses produksi periode Mei 2011 yaitu sebesar 23,15% atau secara umum rendemen CPO mampu memenuhi spesifikasi perusahaan dengan baik. Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Mei 2011 ini dibandingkan dengan standar nasional rendemen produksi CPO yaitu sebesar 20-24%, maka 100% sampel rendemen produksi CPO periode ini telah mampu memenuhi standar nasional tersebut. Namun hanya 39,28% sampel yang mampu memenuhi budget perusahaan untuk Mei 2011 sebesar 23,30%.b. Periode Juni 2011

Gambar 4.8. control chart I-MR Rendemen CPO Juni 2011Dari Gambar 4.8 tampak bahwa semua sampel pada control chart I berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), yang berarti rendemen produksi CPO periode Mei 2011 ini terkendali secara statistik dan masih menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten), sedangkan sampel lainnya mayoritas berada di sekitar batas bawah. Dari kedua control chart di atas dapat dilihat bahwa tingkat homogenitas CPO dalam kaitannya dengan rendemen produksi pada periode Juni 2011 ini masih rendah, yang tampak pada control chart MR (penyebarannya cenderung tidak beraturan). Sehingga masih perlu dilakukan peningkatan dan pengawasan proses secara ketat agar dapat menghasilkan CPO dengan rendemen produksi yang tinggi dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil). Nilai rata-rata rendemen CPO dari proses produksi periode Juni 2011 yaitu sebesar 23,53% atau secara umum rendemen CPO mampu memenuhi spesifikasi perusahaan dengan baik. Selanjutnya apabila sampel yang diambil pada bulan Juni 2011 ini dibandingkan dengan standar nasional rendemen produksi CPO yaitu sebesar 20-24%, maka 100% sampel rendemen produksi CPO periode ini telah mampu memenuhi standar nasional tersebut. Namun hanya 58,62% sampel yang mampu memenuhi budget perusahaan untuk Juni 2011 sebesar 23,34%.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KesimpulanA. Analisa Mutu CPO1. Dalam penentuan kadar asam lemak bebas ( ALB ) CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed dengan metode titrasi volumetris sesuai SNI 01-2901-2006, butir 5.4. Dari hasil analisa ditunjukkan bahwa kadar ALB CPO yang berasal dari daerah Tebing Tinggi sebesar 3,65%, CPO yang berasal dari daerah Kisaran sebesar 4,04%, dan CPO yang berasal dari Adolina 3,42%, maka jika dilihat dari paramater kualitas CPO sesuai SNI tahun 2006 bahwa ALB yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang ditetapkan yaitu sebesar 5% untuk dapat dieksport.2. Dalam penentuan kadar air CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed dengan metode oven sesuai SNI 01-2901-2006, butir 5.2. Dari hasil analisa ditunjukkan bahwa kadar air CPO yang berasal dari daerah Tebing Tinggi sebesar 0,43%, CPO yang berasal dari daerah Kisaran sebesar 0,38%, dan CPO yang berasal dari Adolina 0,32%, maka jika dilihat dari paramater kualitas CPO sesuai SNI tahun 2006 bahwa kadar air yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang ditetapkan maksimal sebesar 0,5% untuk dapat dieksport.3. Dalam penentuan kadar kotoran CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed sesuai SNI 01-2901-2006, butir 5.3. Dari hasil analisa ditunjukkan bahwa kadar kotoran CPO yang berasal dari daerah Tebing Tinggi sebesar 0,29%, CPO yang berasal dari daerah Kisaran sebesar 0,22%, dan CPO yang berasal dari Adolina 0,15%, maka jika dilihat dari paramater kualitas CPO sesuai SNI tahun 2006 bahwa kadar kotoran yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang ditetapkan maksimal sebesar 0,5% untuk dapat dieksport.4. Dalam penentuan bilangan iodin CPO dari beberapa tempat PKS di Sumatera Utara, di Laboratorium Kimia Unimed dengan metode Wijs. Dari hasil analisa menunjukkan kadar bilangan iodin CPO dari Tebing Tinggi sebesar 56,21 g I2/100 g, CPO Kisaran sebesar 55,50 g I2/100 g, dan CPO Adolina sebesar 56,64 g I2/100 g belum memenuhi SNI yang ditetapkan maksimal sebesar 50-55 g I2/100 g. Hasil analisa menunjukkan persen kesalahan sebesar 3%, namun hal ini masih bisa diterima dan CPO masih dapat dieksport. Hal ini disebabkan karena kesalahan analis dalam melakukan percobaan dan kemurnian bahan kimia yang dipakai masih rendah.B. Analisa Data Mutu dan Rendemen CPO1. ALB CPO bulan Mei periode 2011 terkendali sacara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) namun tingkat homogenitas CPO dalam kaitannya dengan ALB pada periode ini masih rendah dan memiliki nilai Cpk sebesar 0,502. ALB CPO bulan Juni periode 2011 terkendali sacara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) namun tingkat homogenitas CPO dalam kaitannya dengan ALB pada periode ini masih rendah dan memiliki nilai Cpk sebesar 0,403. Kadar Air bulan Mei 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil) dan memiliki nilai Cpk sebesar 87,5.4. Kadar Air bulan Juni 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil) dan memiliki nilai Cpk sebesar 100.5. Kadar Kotoran bulan Mei 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil) dan memiliki nilai Cpk sebesar 200.6. Kadar Kotoran bulan Juni 2011 ini terkendali secara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dan tingkat homogenitas yang tinggi (variabilitas kecil) dan memiliki nilai Cpk sebesar 165,5.7. Rendemen produksi CPO periode Mei dan Juni 2011 ini terkendali secara statistik dan masih menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten), tingkat homogenitas CPO dalam kaitannya dengan rendemen produksi pada periode Mei dan Juni 2011 ini masih rendah, yang tampak pada control chart MR (penyebarannya cenderung tidak beraturan).8. ALB sangat dipengaruhi oleh pemanenan buah kelapa sawit yang tidak tepat waktu, keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah, penumpukan buah yang terlalu lama dan proses hidrolisa selama proses pengolahan di pabrik.9. Kadar air sangat dipengaruhi oleh perlakuan seperti penambahan air ataupun proses pemurnian yang kurang sempurna pada proses pengolahan kelapa sawit. 10. Kadar kotoran dipengaruhi oleh TBS yang kotor dan juga selama proses pengolahan di pabrik.11. Rendemen produksi CPO sangat dipengaruhi oleh bahan baku, kapasitas olah dan juga oil losses.

5.2. Saran1. Agar dalam penerapan pengendalian mutu lebih ditingkatkan dan pelaksanaannya mengikutsertakan pihak quality control dan para operator sehingga terjadi komunikasi, dan apabila terjadi suatu kejanggalan dapat langsung ditemukan jalan pemecahannya. 2. Meningkatkan rendemen produksi CPO dengan lebih memperhatikan kualitas TBS yang diolah, menekan oil losses sekecil mungkin dengan cara meningkatkan pengawasan dan pengendalian yang ketat dalam setiap unit sistem operasi yaitu mulai dari sebelum proses hingga proses pengolahan berlangsung serta penyesuaian kapasitas netto mesin kempa terhadap jumlah hasil panen TBS yang masuk di pabrik sehingga kapasitas olah pabrik yang efektif dan efisien akan tercapai.3. Diharapkan kepada mahasiswa selanjutnya yang mau melakukan penelitian sebaiknya menganalisa sampel CPO yang berbeda dengan parameter yang sama.

DAFTAR PUSTAKAAriani, D.W., (2004), Pengendalian Kualitas Statistik Pendekatan Kuantitatif dalam Manajemen Kualitas, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Badan Standarisasi Nasional, (2006), SNI Crude Palm Oil, Jakarta.

Eriyatno, (2003). Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen, IPB Press, Bogor.

Fauzi, Y., Y.E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. (2006), Kelapa Sawit Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran, Penebar Swadaya, Jakarta.

Feigenbaum, A.V. (1989), Kendali Mutu Terpadu, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gaspersz, V. (2001), Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Indranata, I. (2008), Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas, UI-Press, Jakarta.

Ingle, S. (1989), Pedoman Pelaksanaan Gugus Kendali Mutu Meningkatkan Produktivitas Melalui Daya Manusia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Ishikawa, K. (1992), Pengendalian Mutu Terpadu, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Ketaren, S. (1986), Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit UI-Press, Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. (2003), Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit, UGM-Press, Yogyakarta.

Naibaho, P. (1998), Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Indonesian Oil Palm Research Institute, Medan.

Pahan, I. (2006), Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Penebar Swadaya, Jakarta.

Panggabean, Andi.G. (2009), Penentuan Bilangan Iodin Dalam Crude Palm Stearin Dan Refined Bleached Deodorized palm Stearin., Skripsi, FMIPA, USU, Medan.

PT Perkebunan Nusantara IV. (2010), Standar Prosedur Operasi (SPO) Pengolahan Kelapa Sawit. Dokumen intern, Medan.

Risza, S. (1994), Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas, Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosayono, S. (2003), Budidaya Kelapa Sawit, Jakarta, Agromedia Pustaka.

Shahidi, (2005), Baileys Industrial Oil and Fats Products, Sixth Edition, Jhon Willey & Sons Inc, New Jersey.

Setyamidjaja, D. (2006), Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan, Kanisius, Yogyakarta.

Siahaan, Donald, dkk. (2008), Karakteristik CPO Indonesia, Warta PPKS 2008. Medan.Sulistyo, DH. Bambang. (2009), Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit Dan Produk Turunannya, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Indonesian Oil Palm Research Institute, Medan.

Tambun, R. (2006), Buku Ajar Teknologi Oleokimia, Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, Medan.

Underwood, A, L. (1981), Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat, PT. Gelora Aksara Pratama, Surabaya.

Winarno, F.G. (1992), Kimia Pangan Dan Gizi, PT. Gramedia Media Pustaka Utama, Jakarta.

LAMPIRANLampiran 1. Foto Penentuan Kadar A