bab iv analisis pendapat syafi’i tentang hukum...

28
56 BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM MENDENGARKAN KHUTBAH JUM'AT A. Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Hukum Mendengarkan Khutbah Jum’at Dalam sejarah pemikiran Hukum Islam, para fuqaha telah mengembangkan karya besar mereka dalam menentukan cara-cara yang ditempuh untuk menetapkan hukum suatu persoalan atau bahkan mengantisipasi berbagai persoalan yang akan muncul dalam kehidupan kaum muslimin. Inilah warisan intelektual yang agung dan kreatif yang merupakan panduan bagi generasi selanjutnya dalam memahami hukum Islam serta aplikasi nya dalam kehidupan sehari-hari. Secara teoritis, ulama hampir sepakat bahwa fiqh dapat dikembalikan pada empat sumber pokok, meskipun dengan intensitas yang berbeda. Keempat sumber pokok tersebut adalah al-Qur’an, al-Hadits, Ijma’, dan Qiyas. 1 Yang pada perkembangannya membentuk struktur hukum yang khas dalam Islam. Sebagai suatu sistem perundang-undangan agama menunjukkan dengan jelas bahwa ia adalah sistem hukum yang dijabarkan langsung dari al-Qur'an, kedua dari tradisi dan Sunnah Nabi dan terakhir 1 Abdullah Ahmad An-Na'im, Dekonstruksi Syari'ah, Alih Bahasa Ahmad Suaedy dan Amiruddin Ar-Rani, Yogyakarta: LKiS, cet. Ke-1, 1994, hlm. 39.

Upload: ngothuan

Post on 06-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

56

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM

MENDENGARKAN KHUTBAH JUM'AT

A. Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Hukum Mendengarkan

Khutbah Jum’at

Dalam sejarah pemikiran Hukum Islam, para fuqaha telah

mengembangkan karya besar mereka dalam menentukan cara-cara yang

ditempuh untuk menetapkan hukum suatu persoalan atau bahkan

mengantisipasi berbagai persoalan yang akan muncul dalam kehidupan

kaum muslimin. Inilah warisan intelektual yang agung dan kreatif yang

merupakan panduan bagi generasi selanjutnya dalam memahami hukum

Islam serta aplikasi nya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara teoritis, ulama hampir sepakat bahwa fiqh dapat

dikembalikan pada empat sumber pokok, meskipun dengan intensitas yang

berbeda. Keempat sumber pokok tersebut adalah al-Qur’an, al-Hadits,

Ijma’, dan Qiyas.1 Yang pada perkembangannya membentuk struktur hukum

yang khas dalam Islam. Sebagai suatu sistem perundang-undangan agama

menunjukkan dengan jelas bahwa ia adalah sistem hukum yang dijabarkan

langsung dari al-Qur'an, kedua dari tradisi dan Sunnah Nabi dan terakhir

1 Abdullah Ahmad An-Na'im, Dekonstruksi Syari'ah, Alih Bahasa Ahmad Suaedy dan

Amiruddin Ar-Rani, Yogyakarta: LKiS, cet. Ke-1, 1994, hlm. 39.

Page 2: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

57

dari tindakan individu yang terpercaya dan terbimbing serta dari masyarakat

yang hidup sesuai dengan wahyu dan tradisi tadi.

Kaitannya dengan hukum mendengarkan Khutbah Jum’at, oleh Imam

Syafi’i dipahami sebagai suatu hukum yang sunnah, sehingga perlu kiranya

dipahami secara komprehensif dan integral, agar diperoleh pemahaman yang

menyeluruh dan lengkap, agar sunahnya mendengarkan khutbah Jum'at bisa

diletakkan pada posisi yang benar, sehingga tidak disalahgunakan.

Sebelum kami menganalisa pendapat Imam Syafi’i, kiranya penulis

perlu kemukakan sedikit tentang latar belakang perubahan ijtihad Imam

Syafi’i ketika beliau pindah ke Mesir. Karena ijtihad hukum Imam Syafi’i

tersebut dihasilkan setelah beliau pindah ke Mesir.

Dalam kitabnya ar-Risalah, Imam Syafi’i menjelaskan kondisi sosial

kultur masyarakat di Mesir lebih sedikit dibandingkan dengan ketika beliau

berada di Baghdad. Padahal skripsi ini, mengupas tentang latar belakang

istinbath hukum yang digunakan, oleh Imam Syafi’i selama berada di Mesir,

sebab kesunahan mendengarkan khutbah Jum'at merupakan ijtihadnya selama

berada di Mesir yang beliau tuangkan dalam kitabnya al-Umm.

Namun begitu, penulis tetap berusaha dengan maksimal untuk

menganalisis kondisi sosial kultur masyarakat Mesir yang sangat

mempengaruhi Imam Syafi’i dalam berijtihad.

Adapun pendapat Imam Syafi’i tentang al Qaul-al Qadim dan al

Qaul-al Jadid selama di Mesir adalah sebagai berikut:

Page 3: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

58

كان للشافعى قدمي وجديد، فقدميه بالعراق وجديده مبصر وقلنا انه فىمصرمل 2. ينسخ كل قدمبه

Artinya : “Imam Syafi’i mempunyai dua qaul yaitu Qadim dan Jadid, adapun

qadimnya adalah waktu beliau di Irak dan Jadidnya adalah waktu beliau di Mesir. Adapun ijtihadnya di Mesir tidak menghapus semua ijtihad qadimnya”.

Imam Syafi’i adalah pakar yurisprudensi Islam, salah seorang tokoh

yang tidak kaku dalam pengambilan hukum dan tanggap terhadap keadaan

lingkungan tempat beliau menetapkan hukum, sehingga tidak segan-segan

untuk mengubah penetapan yang semula telah ia lakukan untuk

menggantikan dengan hukum yang baru, karena berubah lingkungan yang

dihadapi.

Karena pendirian beliau yang demikian itu, maka muncullah apa yang

disebut qaul qadim sebagai hasil ijtihadnya yang pertama dan qaul jadid

sebagai pengubah keputusan yang pertama.3

Imam Syafi’i mengungkapkan qaul qadim dan jadidnya dalam bab

shalat jum'at yaitu tentang bilangan shalat Jum'at dan berbicara ketika

khutbah sedang berlangsung.

Pada tanggal 23 Syawal tahun 198 Hijriyah, sampailah Imam Syafi’i

di Mesir bersama wali negeri Mesir yang baru, Abbas bin Musa.

Sesampainya di Mesir, pada mulanya diminta oleh Abbas bin Musa supaya

bertempat tinggal di istana wali negeri, tetapi permintaan ini ditolaknya

2 Muhammad Abu Zahrah, Asy-Syafi'i, Dar-Fikr al-Arabi, t.th., hlm. 395. 3M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT. Raja Grafmdo Persada, cet. Ke-3,

1998, hlm. 213.

Page 4: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

59

dengan baik-baik, karena sebagai orang alim ahli hukum dan pemuka umat

Islam tidak baik bertempat tinggal di istana bersama wali negeri. Beliau

merasa lebih baik bertempat tinggal di rumah salah seorang familinya atau

seorang kawannya dan atau tempat salah seorang alim di sana. Akhirnya

beliau menginap di rumah salah seorang familinya dari bani al-Azad,

kemudian pada hari esoknya beliau datang ke rumah Imam Abdullah bin

Abdul Hakam, yang selanjutnya bertempat tinggal di rumah itu juga.4

Imam Abdullah bin Abdul Hakam adalah seorang alim besar di Mesir,

dikala itu bekas murid Imam Maliki di Madinah dan kawan lama Imam

Syafi’i. Di rumahnya, Imam Syafi’i diterima dengan segala kegembiraan dan

penghormatan oleh para ulama terkemuka di Mesir, seperti Iman Asybah,

Imam Ibnul Qasim, Imam Ibnul Mawaz, dan lain-lainnya lagi dari bekas

murid Imam Maliki.5

Pada malamnya Imam Syafi’i memberi pengajaran secara luas tentang

hukum-hukum keagamaan kepada para ulama dan zuama Islam di Mesir, dan

tempat tinggal beliau di rumah Imam Abdullah bin Abdul Hakam.

Pada waktu itu, di Mesir ada juga dua ulama yang kurang suka

terhadap pendirian Imam Syafi’i, tetapi beliau tetap tegak mengembangkan

pendiriannya, yang telah dipandangnya dalam kebenaran dan sewaktu-waktu

siap sedia untuk menunjukkan kebenaran pendiriannya kepada siapapun juga.

4Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: Bulan Bintang,

1995, hlm. 195. 5 Ibid.

Page 5: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

60

Namun demikian, akhirnya pendirian beliau bertambah hari bertambah

populer serta diakui kebenarannya.

Selanjutnya, setelah Imam Syafi’i bertempat tinggal di Mesir banyak

mendapat pemandangan baru, pengalaman baru, dan mengetahui adat istiadat

bangsa Mesir, serta cara-cara pergaulan mereka, yang selama ini belum beliau

ketahui, karena memang kondisi sosial kultur antara masyarakat Hijaz

maupun di Baghdad berbeda sekali dengan di Mesir.6

Berhubungan dengan itu, pendapat dan pandangan beliau tentang

soal-soal hukum yang mengenai muamalah dan kemasyarakatan maka

berubahlah cara mengupasnya, cara membahasnya dan berubah pula cara

memutuskan hukumnya, sepanjang ijtihad beliau dikala itu termasuk

pendapat beliau mengenai kesunahan mendengarkan khutbah jum’at.

Secara geografis, Mesir lebih luas dibanding dengan Irak (Baghdad),

dari segi demografis masyarakat Mesir juga lebih maju, terutama dalam

bidang ilmu pengetahuan karena sebagai kota metropolis yang menjadi center

dunia Islam dalam bidang ilmu, budaya, dan teknologi.

Pada dinasti al-Ayyubi, mazhab Syafi’i berkembang pesat, bahkan

mazhab beliau diresmikan menjadi mazhab resmi negara. Begitu besar

pengaruh Imam Syafi’i di tengah-tengah kota yang banyak mahasiswa dan

alim ulamanya, maka segenap qadli (hakim) di Mesir di masa itu dapatlah

dikatakan bermazhab Syafi’i semua.7

6 Ibid. 7 Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i, op. cit., hlm. 18.

Page 6: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

61

Dari segi dukungan dan jaminan keamanan, Imam Syafi’i

mendapatkan sepenuhnya dari pemerintahan dinasti Ayyubi, ini juga sangat

mendukung beliau dalam menetapkan ijtihadnya yang baru, yang sesuai

dengan kondisi sosial, budaya, dan adat-istiadat Mesir.

Adapun dalil yang digunakan oleh Imam Syafi’i tentang hukum

mendengarkan khutbah Jum’at adalah sunah, Nabi SAW pernah berbicara

dengan orang-orang yang membunuh Ibnu Abil Haqiq ketika Nabi di atas

mimbar, dan itu terjadi ketika Nabi sedang khutbah Jum'at.

Dalam bab III telah dijelaskan pendapat Imam Syafi’i tentang

hukum mendengarkan khutbah Jum'at. Dan di dalamnya juga dijelaskan,

bahwa walaupun mendengarkan khutbah itu tidak wajib tetapi Imam

Syafi’i tidak menyukai seseorang berbicara ketika khatib sedang khutbah.

Adapun mengenai sabda Nabi SAW kepada Laghaut, Allah lah yang lebih

mengetahuinya, dan diam untuk mendengarkan khutbah imam adalah

pilihan yang baik, dan sabda Nabi SAW engkau telah sia-sia, ialah

menunjukkan tentang tempat kesopanan untuk tidak berbicara, kecuali

yang penting.

Dari perubahan hukum yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i yaitu

dari hukum wajib menjadi sunah karena telah terjadi perubahan cara

pandang Imam Syafi’i dalam memahami suatu hukum yaitu hadits dari

Abi Hurairah tentang larangan berbicara kepada orang lain ketika khutbah

Jum’at itu berlangsung. Adapun pendapat yang pertama, larangan itu

adalah larangan haram sedang pendapat kedua larangan itu adalah makruh.

Page 7: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

62

Adapun dalil yang digunakan oleh Imam Syafi’i dan pengikutnya

dalam memahami hukum mendengarkan khutbah jum’at itu Sunnah adalah

al-Qur’an surat al-A’raf ayat 204.

. ترحمون قرئ القرآن فاستمعواله وانصتوا لعلكم فاذا

Artinya: “Apabila dibacakan al-Qur’an, hendaklah kamu dengarkan dan diam lah. Mudah-mudahan kamu mendapat rahmat Tuhan”. (QS. Al-A’raf: 204).8

Ayat tersebut mengandung perintah untuk mendengarkan dan diam

ketika al-Qur’an dibaca. Adapun bacaan Nabi saw, maka terkandung

merupakan penyampaian dari wahyu yang telah diturunkan kepadanya dan

terkadang dalam memberikan nasihat dan bimbingan. Maka tak mungkin

bagi seorang Muslim pun yang mendengarkan beliau sedang membaca al-

Qur’an lalu dia berpaling dari mendengarkannya, atau dia bicara sendiri

yang mengganggu dirinya atau mengganggu orang lain hingga tak dapat

mendengarkannya. Begitu juga orang yang sedang shalat, mendengarkan

bacaan imam dan khatib.9

Dalam kitab Fiqh al-Islam wa Adillatuh karya Dr. Wahhab Azzu

Haili disebutkan bahwa hadits dari Abu Hurairah itu menunjukkan makruh

berbicara. Disebutkan juga tidak adanya haram berbicara di dalam

8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Semarang : CV. Wicaksana, 1993,

hlm. 689. 9 Ahmad Musthafa al-Maraghy, Terjemah Tafsir al-Maraghy, juz ix, Semarang: CV Toha

Putra, cet, ke-1, 1987, hlm. 297-298.

Page 8: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

63

khutbah, karena ada kabar yang menunjukkan atas kebolehannya, seperti

kabar Sahihain dari Anas.

ينما انبىصلىاهللا عليه وسلم خيطب يوم اجلمعة، فقام اعراىب، فقال عن انس ب 10.يارسول اهللا، هلك املال، وجاع العيال، فادع اهللا لنافرفع يده ودعا

Artinya : “Dari Anas, suatu ketika Nabi SAW berkhutbah pada haru

Jum'at, lalu orang Arabi berdiri, dia berkata ya Rasulullah, telah rusak harta dan telah lapar beberapa keluarga, maka doakanlah kepada Allah bagi kami. Lalu beliau mengangkat tangannya dan berdoa”.

Kemudian dalil yang digunakan Imam Syafi’i lagi adalah hadits dari Jabir:

: و خيطب الناس فقال جاء الىالنبىصلىاهللا عليه وسلم وه : عن جابرقالقم فاركع وفىرواية فصل ركعنت، وقال : قال, ال: قال. وصليت يافالن

. اذاجاء احدكم واالمام خيطب، فليصل ركعتني: صلىاهللا ىف رواية 11) متفق عليه(

Artinya : “Dari Jabir berkata, telah datang seorang laki-laki kepada Nabi

SAW dan berkhutbah kepada manusia, lalu Nabi bertanya, apakah kamu sudah shalat hai Fulan? Dia menjawab belum. Nabi bersabda, maka rukuklah. Dalam riwayat lain maka salatlah dua rakaat. Nabi bersabda dalam riwayat lain: Apabila datang salah satu kamu semua dan imam berkhutbah, maka shalatlah dua rakaat”. (HR. Muttafaq Alaih)

Melalui hadits Jabir bin Abdullah menjelaskan larangan seseorang

lelaki yang diperintahkan oleh Rasulallah untuk melakukan shalat

tahiyatul masjid. Jabir menerangkan, bahwa nama lelaki itu adalah Sulaik

10 Dr. Wahhab al-Zuhaili, al Fiqh al- Islami wa Adillatuh, jus 11, Darul Fikr, t.th.,

hlm. 294. 11 Muhammad bin Ali bin Muhammad As Saukani, Nailul Autor, Beirut: Darul Kutub

al-Alamiyah, t.th. hlm. 271.

Page 9: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

64

al-Ghatafani. Dalam kitab shahih muslim disebutkan riwayat yang semisal,

dengan tambahnya lafal watajawwaza fihima, yang artinya lelaki itu

kemudian mengerjakan shalat dua rakaat dengan ringan.12

Hadits ini dan hadits-hadits lain yang senada memberikan

pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat tahiyatul

masjid, sekalipun ditengah-tengah khutbah jum’at. Namun kedua rakaat

tersebut disunahkan dikerjakan dengan agak cepat, agar orang yang

bersangkutan dapat segera mendengarkan khutbah.

Adapun fuqaha yang melarang melakukan shalat dua rakaat

tahiyatul masjid ketika berlangsungnya khutbah adalah mereka berhujah

pada fatwa sahabat dan perintah diam ketika imam sedang berkhutbah.

Fatwa Sahabi memang bisa digunakan sebagai hujah jika tidak diperoleh

dalil dari al-Qur’an, as-sunnah dan ijma’. Namun demikian, tidak semua

ulama sependapat tentang kapan dan bagaimana fatwa Sahabi bisa

digunakan dan fatwa Sahabi siapa saja yang boleh diambil.13 Sehingga

penulis lebih cenderung terhadap pendapat yang berpendapat bahwa

melakukan shalat tahiyatul masjid itu sunnah karena sesuai dengan

perintah Rasulullah saw. Seandainya Rasul SAW tidak

mementingkannya, niscaya beliau tidak memerintahkan lelaki itu untuk

shalat ketika beliau sedang khutbah.

12 Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-hadis Ahkam Riwayat Asy Syafi’I, cet. Ke-1, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 350 13 Prof. Dr. Nourouzzaman Shiddiqi, M.A, Fiqih Indonesia Penggagas dan Gagasannya,

yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet. Ke-1. 1997,, hlm.. 182.

Page 10: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

65

Dari kedua dalil tersebut yaitu hadits dari Anas dan jabir dapat

disimpulkan bahwa Nabi SAW pernah berbicara dengan seseorang ketika

Nabi SAW sedang berkhutbah sehingga dari kedua dalil itu menurut

hemat penulis dapat memperkuat pendapat imam Syafi’i bahwa hukum

mendengarkan khutbah adalah makruh sebagaimana hadits dari Abi

hurairah.

اذا اقلت لصاحبك : عن ابىهريرة ان رسول اهللا صلىاهللا عليه وسلم قال 14 )رواه البخارى ومسلم (. انصت واال مام خيطب فقد لغوت

Artinya: “Dari Abi Hurairah sesungguhnya rasulullah saw bersabda.

Apabila engkau berkata kepada teman mu: diamlah dan imam

sedang berkhutbah, maka sesungguhnya engkau telah berbuat

sia-sia”.(Diriwayatkan Bukhari dan Muslim)

Hukum makruh berbicara ketika khutbah jumat tersebut

sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, karya

Dr Wahbah Azzuhaili.15 Menurut penulis bahwa larangan itu tidak

semuanya menunjukkan haram. Dalam al-Qur’an, nahi yang

menggunakan kata larang itu mengandung beberapa maksud yaitu,

hukum haram, makruh, irsyad, do’a, tahkir (merendahkan), bayanul

aqibah (penjelasan akibat) ilyas (keputusasaan).16

14 Abi Zakaria Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’, Juz 4, Darul Fikri, t.th.,

hlm. 525. 15 Dr. Wahbah Az-Zuhali, op. cit., hlm. 294. 16 Prof. Dr. H. Amir Syariyuddin, Ushul Fiqh, jilid II, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet.

Ke-2, 2001, hlm. 196-197.

Page 11: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

66

Dalam hadits ini Abi Hurairah tersebut terdapat seruan untuk

meninggalkan pembicaraan yang tidak berguna atau sia-sia karena tidak

bicara ketika khutbah berlangsung adalah tempat kesopanan, sehingga

khutbah itu berlangsung dengan tenang, khusu’, dan dapat didengar oleh

jama’ah Jum’at.

. حيضراجلمعة ثالثة نفر: عن عبداهللا بن عمر ان النبىصلىاهللا عليه وسلم قال فرجل حضرهايلغوفهو حظه منها، ورجل حضرهايدعوفهورجل دعااهللا ان شاء اعطاه وان شاء منعه ورجل حضرهابانصات وسكوت ومل يتخط رقبة

ام، وذلك مسلم ومل يوءذ احدا فهىكفارة اىل اجلمعة الىت تليها وزيادة ثالثة اي رواه امحد وابوداود . (من جاء باحلسنة فله عشرا مثاهلا : ان اهللا عزوجل يقول

)باسناد جيد Artinya: “Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi Saw bersabda: yang

menghadiri jumat itu ada tiga golongan: a. orang yang menghadirinya dan bercakap-cakap, maka sekedar bercakap-cakap itulah hanya bagiannya dari jum’at, b. orang yang menghadirinya dan ia berdoa kepada Allah, maka terseralah kepada Allah apakah akan dikabulkan-Nya ataukah tidak, dan c. orang yang menghadirinya dengan diam tidak pula mengganggu orang lain, maka shalat jumatnya itu menjadi penebus dosanya sampai jumat berikutnya dan di tambah tiga hari lagi, karena Allah azza wajalla telah berfirman: barang siapa melakukan satu kebaikan, ia akan peroleh pahala sepuluh kali lipat”. (diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan isnad yang baik).17

Hadits tersebut mengandung pengertian barang siapa melakukan

satu kebaikan ketika ia menghadiri jumat maka ia akan memperoleh

beberapa pahala. Jadi hadits tersebut menggambarkan bagaimana sikap

17 Saiyid Sabiq, Fiqh Sunah, Alih Bahasa Muhyiddin Syaf, juz II, Bandung: PT. Al-

Ma’arif, cet. Ke-1, 1976, hlm. 272

Page 12: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

67

atau adab ketika seseorang menghadiri jumat. Jika seseorang bersikap

baik diantaranya dengan mendengarkan khotbah jumat dengan khusu’

dan penuh perhatian sehingga dengan kekhusukannya ia dapat

menghayati nasihat yang disampaikan oleh khatib, maka dengan sikap

tersebut diharapan keimanan dan ketaqwaan seseorang dapat bertambah

kuat dan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat.

ان عثمان دخل وعمر خيطب فقال عمر مابال رجال يتاءخرون عن النداء، رواه ( . فقال عثمان ياامرياملؤمنني مازدت حني مسعت النداء ان توضاءت

18 )الشيخان Artinya: “Sesungguhnya Usman masuk (masjid) dan Umar sedang

berkhotbah lalu Umar berkata bagaimana halnya orang-orang yang melambatkan panggilan (azan) lalu Usman menjawab, hai amirulmukminin ketika saya mendengar panggilan, sesungguhnya saya sedang wudhu tidak lebih dari itu.” (Diriwatkan oleh Saikhoni).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa telah terjadi pembicaraan

Antara umar dan Usman ketika Umar sedang khutbah dan peristiwa itu

menjelaskan bahwa Umar menanyakan tentang kenapa Usman terlambat

datang ke Masjid sedangkan azan telah selesai dan khutbah telah

berlangsung.

Dalil yang mendukung pendapat Imam Syafi’i lagi adalah hadits

riwayat al-Baihaqi :

18 Taqyu al-Din, Kifayatul Akyar, juz. 1, Indonesia : Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, t.th.,

hlm. 151.

Page 13: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

68

مىت : ان النبىصلىاهللا عليه وسلم دخل عليه رجل وهوخيطب يوم اجلمعة فقالال رسول اهللا الساعه؟ فاوماء الناس اليه بالسكوت فلم يفعل واعادالكالم، فق

حب اهللا : وحيك مااعددت هلا؟ قال: صلىاهللا عليه وسلم له بعدالثانية 19)رواه البيهقى باسنادصحيح(. انك مع من احببت: فقال: ورسوله

Artinya: “Bahwa Nabi saw sedang berkhutbah pada hari jum’at,

seseorang datang seraya berkata; waktu apakah ini? (kapan waktunya?). orang banyak mengisyaratkan kepadanya agar diam, namun ia tidak berbuat. Orang itu mengulangi lagi pertanyaannya setelah yang kedua kali ini Rasulullah bersabda:” cobalah engkau apakah yang engkau siapkan untuknya?” orang itu menjawab cinta kepada Allah dan Rasul-nya. Nabi pun bersabda: “engkau bersama dengan yang engkau cintai” (HR. Al-Baihaqi dengan Isnad Sahih).

Diterima dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW., sabdanya:

رواه (. من ادرك ركعة من صالة اجلمعة فليضف اليها اخري وقد متت صالته )النسائى وابن ماجه والدارقطىن

Artinya: “Barang siapa mendapatkan serakaat shalat jumat maka

hendaklah ia meneruskan serakaat lagi dan dengan demikian sempurnalah shalatnya”. (diriwayatkan oleh Nasa’i Ibn Majah dan Daruquthni)20

Hafizh mengatakan dalam Buluqul Maram bahwa isnad hadits ini

shahih, tetapi Abu Halim menguatkan pendapatnya bahwa hadits ini

mursal.

Juga dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda:

)رواه اجلماعه . ( كلهاادركها من ادرك من الصالةركعة فقد

19 Ibid. 20 Saiyid Sabiq, op. cit., hlm. 274.

Page 14: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

69

Artinya: “Barang siapa mendapatkan seraka’at shalat, berarti ia telah mendapatkan shalat seluruhnya (riwayat Jama’ah).”21

Adapun orang yang mendapatkan kurang dari satu rakaat , maka

menurut pendapat sebagian besar ulama, ia sudah tidak dianggap

mendapatkan jumat. Maka ia harus bersembahyang zhuhur empat rakaat

dengan niat sholat jumat. Berkata Ibnu Masud: barang siapa

mendapatkan satu rakaat, maka hendaklah meneruskan seraka’at lagi,

tetapi orang yang tidak mendapatkan kedua rakaatnya hendaklah ia

sholat empat rakaat”.( Riwayat Thabrani dengan sanad yang hasan). Dan

berkata pula ibnu Umar jika anda mendapatkan satu rakaat (riwayat

Baihaqi). Ini adalah madzhab Syafi’I, Malik, Hambali, dan Muhammad

bin Hasan, Abu yusuf dan Abu Hanifah berpendapat bahwa barang siapa

mendapatkan imam sedang membaca tasyahud, maka ia berarti masih

mendapatkan jumat. Oleh sebab itu hendaklah ia bersembahyang dua

rakaat saja setelah imam memberi salam, dan sempurna lah jum’at nya.22

Penulis setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa kalau

seseorang terlambat dalam melakukan shalat jum’at dimana ia hanya

mendapatkan satu rakaat maka teruskan lah satu rakaat lagi untuk

menyempurnakan shalat Jum’at. Dari kedua dalil tersebut bila kita

hubungkan dengan permasalahan tentang hukum mendengarkan khutbah

jum’at, yaitu jika seseorang terlambat dalam melakukan shalat Jum’at,

21 Ibid., hlm. 275. 22 Ibid.

Page 15: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

70

dia tidak dapat mengikuti dan dia hanya mendapatkan satu rakaat jum’at

maka menurut hadits tersebut ia cukup menambah satu rakaat, lalu kalau

kita hubungkan dengan permasalahan hukum mendengarkan khutbah

jumat maka yang sesuai adalah mendengarkan khutbah itu tidak wajib

artinya sunnah dan shalatnya orang yang terlambat tersebut tetap sah.

Kemudian penulis akan mengemukakan pendapat-pendapat imam

mazhab lain sebagai perbandingan dengan pendapat yang dikemukakan

oleh Imam Syafi’i. Adapun pendapat mereka adalah :

1. Hanabilah

Mereka berpendapat, tidak boleh bicara ketika berlangsung dua

khutbah. Adapun berbicara sebelum atau ketika diamnya khatib diantara

dua khutbah itu boleh, begitu pula, boleh bicara ketika khatib berdoa.23

Haram bagi seseorang yang berada dekat dari khatib pada hari

jum'at ketika dia dapat mendengarkan khutbah. Sama juga berbicara ketika

khutbah tentang dzikir atau tidak walaupun khatib itu tidak adil kecuali

bagi khatib sendiri, boleh berbicara dengan orang lain untuk kemaslahatan.

Bagi orang yang mendengarkan shalawat boleh menjawab shalawat ketika

disebut namanya, tetapi dengan rahasia, boleh juga membaca amin ketika

berdoa. Boleh membaca tahmid dengan pelan ketika bersin, dan membaca

tasmit terhadap orang yang bersin, menjawab salam dengan ucapan, bukan

isyarat. Adapun orang yang jauh dari khatib ketika dia tidak dapat

23 Abdurrahman al-Jazairy, al-Fiqh ala al-Mazahib al-Arba’ah, Juz I, Beirut: Dar al-

Kutub al-Ilmiyah, t.th. hlm. 398.

Page 16: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

71

mendengarkan nya, maka boleh bicara dengan menyibukkan membaca al-

Qur'an, dzikir dan lainnya itu lebih baik dari pada diam, dan tidak harus

bersuara keras. Boleh bicara sebelum dua khutbah dan sesudahnya, ketika

diamnya khatib diantara dua khutbah, dan ketika khatib sedang berdoa

karena rukun-rukun khutbah telah selesai.

2. Hanafizah

Mereka berpendapat, berbicara ketika khatib berkhutbah adalah

makruh tahrim, sama juga berbicara itu jauh dari imam atau dekat, dalam

qaul yang sahih. Sama juga berbicara itu masalah dunia, dzikir dan

lainnya, menurut qaul yang mashur, sama juga khatib melakukan lagha

(hal yang sia-sia) dengan menyebut kezaliman atau tidak. Apabila

mendengar nama Nabi SAW maka bacalah shalawat atas Nabi SAW.

Boleh berisyarat dengan tangan atau kepalanya ketika melihat

kemungkaran, karena berbicara ketika ada khutbah itu hukumnya makruh

tahrim.

Sebagaimana makhruh melakukan shalat, seperti keterangan yang

lalu menurut ittifak ahli mazhab. Adapun keluarnya imam dari khalwatnya

hukumnya seperti pendapat Abi Hanifah, karena keluarnya Imam ketika

itu, dapat memutus shalat dan kalam. Adapun menurut pendapat teman-

temannya itu dapat memutus shalat, diantara bicara yang dimakruhkan

adalah menjawab salam dengan lesan dan hatinya, sama juga sebelum atau

sesudah selesainya dari khutbah. Karena sesungguhnya memulai salam itu

tidak dibolehkan menurut syara', bahkan orang yang mengerjakannya itu

Page 17: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

72

berdosa, maka tidak wajib menjawab salam, begitu juga mendoakan orang

yang bersin. Makruh bagi imam memberi salam kepada manusia. Tidak

termasuk makruh bicara yaitu mengingatkan dari kala jengking atau ular.

Mengundang karena takut terhadap orang yang buta dan lain-lainnya, itu

dilakukan untuk menolak bahaya.24

3. Malikiyah

Mereka berpendapat haram berbicara ketika ada khutbah dan

ketika duduknya imam di atas mimbar diantara dua khutbah, tidak ada

perbedaan didalamnya antara orang yang mendengarkan khutbah dan

lainnya. Semua haram baginya bicara walaupun berada di halaman masjid

atau jalan yang bersambung dengannya. Keharaman berbicara yang telah

disebut, selama imam belum menghasilkan laghau (hal yang sia-sia) di

dalam khutbah, seperti tidak boleh memuji atau mencacat orang lain

karena perbuatan itu dapat menjatuhkan kehormatannya.

Boleh bicara ketika imam duduk di atas mimbar sebelum

melakukan khutbah dan di akhir khutbah kedua ketika khatib berdoa untuk

orang-orang muslim, untuk para sahabat, Rasu1 SAW atau khalifah.

Diantara bicara yang diharamkan ketika khutbah adalah memulai salam

dan menjawab salam atas orang yang mengucapkan salam. Diantaranya

juga mencegah orang yang berbicara ketika khutbah, sebagaimana haram

berisyarat terhadap orang yang bicara dan melemparnya dengan tongkat

supaya dia diam. Haram juga minum dan mendoakan orang yang bersin,

24 Ibid.

Page 18: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

73

tetapi sunnah bagi orang yang bersin dan bagi imam yang berkhutbah

memuji allah secara rahasia, seperti halnya apabila khatib menyebut ayat

siksa, menyebut neraka umpamanya, maka itu sunnah bagi orang yang

hadir untuk membaca ta’awud secara rahasia dan singkat. Apabila khatib

berdoa maka disunnahkan bagi orang yang hadir membaca amin, makruh

membaca dengan keras, dan haram memperbanyaknya seperti membaca

amin, ta’awud, istighfar, dan shalawat atas Nabi. Apabila ditemukan sebab

untuk semuanya, maka disunahkan kesemuanya secara rahasia dan

singkat.25

Dari Ibnu Wahbin diriwayatkan bahwa ia berkata: Barangsiapa

yang bermain-main, maka ia harus shalat zuhur dengan empat rakaat,

alasan Jumhur fuqaha tentang kewajiban diam mendengarkan ialah hadits

Abu Hurairah r. a. riwayat Bukhari Muslim sebagaimana tersebut di

depan.

Adapun Ibnu Rusyd tidak mengetahui akan pendapat yang tidak

mewajibkan mendengarkan khutbah jum'at. Kecuali kalau berpendapat

bahwa perintah diam mendengarkan ditentang oleh dalil kitab yang

terdapat dalam firman Tuhan. “Apabila dibacakan al-Qur'an, hendaklah

kamu dengarkan, dan diamlah. Mudah-mudahan kamu mendapat rahmat

Tuhan”. (QS. A'raf: 204)

25 Ibid., hlm. 398-399.

Page 19: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

74

Artinya apa yang selain al-Qur'an tidak wajib didengarkan. Alasan

ini lemah, wallahu a’lam.26

Dalam hadits riwayat Abu Hurairah di atas terkandung larangan

mengucapkan kata apapun ketika imam sedang khutbah, mengingat orang

yang mengatakan: diamlah! Terhadap temannya dilarang, apalagi yang

tidak berguna.

Lafal laghauta bermakna mengucapkan kata-kata yang tidak

berguna, sia-sia dan tidak diterima. Sedang menurut pendapat lain

mengatakan, bermakna “Engkau mengatakan sesuatu yang tidak benar”.

Pendapat yang lain mengatakan, bahwa laghauta bermakna : Engkau

mengatakan sesuatu yang tidak selayaknya diucapkan. “lafal wal imamu

yakhthubul” adalah jumlah haliyah berkedudukan menjadi qaid (sifat) bagi

hukum yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan kata lain berbicara yang

dihukumi haram hanyalah ketika imam sedang menyampaikan rukun-

rukun khutbah. Sedang ketika imam sedang menyampaikan mau'izhah

(nasehat), maka hanya makruh tanzih. Demikian Imam Syafi’i

menegaskan yang kemudian diikuti pula oleh Imam Maliki dan para

Jumhur ulama, sedangkan mazhab Hanafi mengatakan, bahwa

mendengarkan khutbah adalah wajib sejak imam menyampaikan khutbah

hingga selesai.27

26 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz I, Semarang: CV. Toha Putra, t.th., hlm. 117. 27 Ahmad Mudjab Manalli, Hadits-hadits Ahkam Riwayat Asy-Syafi'i, cet. 1. Jakarta: PT.

Grafindo Persada, 2003, hlm. 344.

Page 20: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

75

Kemudian dalil yang memperkuat pendapat tentang wajib

mendengarkan khutbah Jum’at adalah hadits dari Ibnu Abbas :

من تكلم يوم : "عن ابن عباس ان رسو ل اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال والذى يقول له انصت ال , اجلمعة واإلمام خيطب فهو كاحلمام حيمل اسفارا

بلوغ قال احلافظ ىف). رواه أمحد وابن اىب شيبة والبزان والطرباىن" (مجعة له 28. املرام اسناده ال بأس له

Artinya : Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang

siapa yang berbicara pada hari Jum’at di waktu Imam berkhutbah, maka ia seperti keledai yang memikul kitab, sedang siapa yang mengingatkan orang itu dengan kata-kata “diamlah”, maka tidak sempurnalah Jum’atnya”. (Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Bazzan dan Thabrani, Hafidz mengatakan dalam Bulughul Maram bahwa Isnad hadits ini tidak ada cacatnya)

خطب جلس النىب صلى اهللا عليه وسلم على املنرب و: عن اىب درداء قال يا أيب مىت أنزلت هذه : الناس وتال اية واىل جنىب أيب بن كعب فقلت له

الساعة ؟ فأىب ان يكلمىن مث سألته فأىب ان يكلمىن مث سألته فأىب ان يكلمىن ما لك من مجعتك : حىت نزل رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم فقال ىل أيب

وسلم جئته فاخربته فلما انصرف رسول اهللا صلى اهللا عليه. إال ما لغوترواه أمحد (اذا مسعت امامك يتكلم فانصت حىت يفرغ , صدق أيب: فقال

29) والطرباىن Artinya : Dari Abi Darda’ berkata : Nabi SAW duduk di atas mimbar,

kemudian berkhutbah dan membaca ayat waktu itu didekatku ada Ubai bin Ka’ab, maka saya tanyakan kepadanya : “Kapankah diturunkannya ayat itu, hai Ubai ? “Tapi ia tak hendak menjawab pertanyaanku itu, dan waktu saya tanyakan sekali lagi, ia tetap membisu, sampai Rasulullah SAW turun

28 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid I, al Fath lil I’lamil Arabi, t.th., hlm. 274. 29 Ibid., hlm. 274 – 275.

Page 21: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

76

dari Jum’atmu, kecuali sekedar yang kau bicarakan tadi!” Tatkala Rasulullah SAW selesai dan berpaling dari shalat, saya pun mendatanginya dan menyampaikan peristiwa tadi. Maka sabda beliau : “Benar apa yang dikatakan Ubai itu! Jika engkau mendengar imam berkhutbah, maka hendaklah diam sampai ia selesai !” (Riwayat Ahmad dan Thabrani.

Dalam kitab Sunan Ibnu Majah di situ disebutkan dalam Zuwaid

bahwa isnadnya shahih dan rawinya siqoh.30

كانوا يتحدثون يوم اجلمعة وعمر جالس على : عن ثعلبة بن اىب مالك قال املنرب فاذا سكت املؤذن قام عمر فلم يتكلم احد حىت يقضى اخلطبتني

)رواه الشافعى ىف مسنده( فاذا قامت الصالة ونزل عمر تكلموا ,كلتيهما Artinya : “Dari Sa’labah bin Abi Malik berkata : orang-orang bercakap-

cakap pada hari Jum’at sedang Umar telah duduk di mimbar. Baru bila muadzin telah selesai adzan dan Umar berdiri, maka tidak seorangpun yang berbicara sampai selesai kedua khutbahnya. Dan di waktu Umar turun dari mimbar, orang-orangpun bercakap-cakap lagi”. (Diriwayatkan oleh Syafi’i dam musnadnya)31

B. Analisis Istinbaht Imam Syafi’i tentang Hukum Mendengarkan

Khutbah Jum’at.

Imam Syafi’i dalam dunia pemikir hukum Islam adalah seorang

imam mazhab yang berusaha berfikir moderat. Pemikiran Imam Syafi’i

adalah merupakan jembatan antara dua kutub pemikiran yang ekstrim

yaitu ahli al-ra'yi dan ahlu al hadits. Kelompok pertama yang diwakili

30 Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qozwini, Sunan Ibnu Majah, Darul Fikr, t.th.,

hlm. 353. 31 Sayid Sabiq, op. cit., hlm. 279.

Page 22: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

77

oleh imam Abu Hanifah yang sangat mengedepankan aspek rasionalitas

dalam pendekatan pemahaman hukumnya, dan kelompok kedua yang

dipelopori oleh Imam Malik dimana pendekatan hukumnya lebih

mengedepankan aspek yang bersifat normatif (tekstual).

Dalam bab III telah penulis uraikan bahwa metode istinbaht

hukum yang dilakukan dan dikembangkan oleh Imam Syafi’i, terlihat

jelas bahwa beliau dalam menentukan hasil ijtihadnya berlandaskan pada

landasan normatif yang terstruktur secara hierarkis yang bersumber dari

al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Sehingga kalau terjadi

permasalahan maka penyelesaiannya dipecahkan dengan tingkatan-

tingkatan sumber tersebut.

Imam Syafi’i dalam mengistinbahtkan (mengambil dan

menetapkan) hukum tentang kesunahan mendengarkan khutbah jum’at,

beliau menggunakan 3 (tiga) dasar yaitu:

1. Al-Qur’an

2. Al-Hadits (al-Sunnah)

3. Maqasid al-Syar'i.

1. Al-Qur’an

Alasan bahwa al-Qur’an adalah hujah atas umat manusia dan

hukumnya-hukumnya adalah undang-undang yang harus diikuti

(ditaati) oleh nya ialah: bahwa al-Qur'an itu diturunkan dari sisi Allah,

dan disampaikannya kepada umat manusia dari Allah SWT dengan

Page 23: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

78

jalan yang pasti, tidak ada keraguan mengenai kebenarannya.

Sedangkan alasan bahwa ia adalah dari sisi Allah, berupa

kemukjizatannya melemahkan umat manusia untuk mendatangkan

semisalnya.

Kemudian dalil al-Qur'an yang digunakan Imam Syafi’i yang

berkenaan dengan kesunahan mendengarkan khutbah jum’at adalah al-

Qur’an surat al-A’raf ayat 204. Artinya : “Apabila dibacakan al-

Qur’an, hendaklah kamu dengarkan dan diam lah, mudah-mudahan

kamu mendapat rahmat”. (Al-A'raf: 204)

Dari ayat tersebut mengandung arti perintah untuk

mendengarkan Al-Qur’an, dalam tafsir al-Maraghi juga disebutkan,

selain perintah mendengarkan al-Qur’an juga perintah untuk

mendengarkan bacaan imam dan khatibnya.32

2. Al-Hadits (al-Sunnah)

Para ulama Usul Fiqh dari kalangan ahl al-Sunnah mengartikan

sunnah dengan segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW,

baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir (diamnya Nabi SAW

terhadap suatu ucapan atau tindakan) yang berkaitan dengan tasri’ al

Ahkam al-Amaliyah.

Adapun dalil hadits yang digunakan oleh Imam Syafi’i tentang

kebolehan bicara ketika khutbah jum'at, tetapi hal tersebut sesuatu yang

tidak disukainya adalah hadits Nabi SAW yang telah disebutkan dalam

32 Ahmad Mustafa al-Maraghi, op.cit., hlm. 298

Page 24: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

79

kitab al-Umm, dimana Nabi SAW pernah berbicara dengan seseorang

ketika khutbah berlangsung tentang pembunuhan Ibnu Abi al-Haqiq.

Menurut al-Baihaqi hadits ini adalah hadits mursal dan kisah ini telah

mashur di kalangan al-Maghayi, riwayat lain dari al-Zuhri, Abil Aswad,

Urwah bin al-Zubair dan masalah ini akan menjadi terperinci dalam

kitab al-Maghayi.33

Begitu juga hadits dari Anas bahwa suatu ketika Nabi SAW

sedang khutbah jum'at lalu orang yang tidak dikenal berdiri dan berkata,

Ya Rasulullah, telah terjadi kerusakan harta, keluarga yang lapar, maka

doakanlah kepada Allah untuk kami, lalu Nabi SAW mengangkat

tangan dan berdoa. Hadits tersebut adalah riwayat Muslim.34

Kemudian hadits yang mendukung pendapat imam Syafi’I

adalah hadits dari jabir tentang Nabi pernah memerintah seseorang yang

masuk masjid untuk shalat tahiyatul masjid sedangkan Nabi saw sedang

berkhotbah dan hadits tersebut adalah shahih (diriwatkan oleh

Mutafiqun alaih)

Sedangkan hadits yang memerintah agar ketika berlangsung

khutbah itu terjadi kondisi yang tenang, khusu, dengan memperhatikan

khutbah dan melarang seseorang berbicara ketika berkhotbah dan

melarang seseorang berbicara ketika khatib berkhutbah satu larangan

33 Abi Bakar Ahmad bin al-Husain bin Ali al Baihaqi, as-Sunnah al-Kubra, juz III, Darul

Fikr, hlm. 222. 34 Abi Zakaria Muhyiddin bin Ssaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, Juz IV, Dar al-Fikr, t.th.,

hlm. 525.

Page 25: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

80

itu menunjukkan larangan makruh adalah hadits dari Abi Hurairah

diriwayatkan oleh Bukhori Muslim secara marfu’. Mengenai hadits ini,

para ulma berbeda pendapat, sebagian ulama berpendapat bahwa hadits

ini menunjukkan larangan haram, sedangkan sebagian ulama yang lain

bahwa larangan ini adalah larangan makruh. Adapun Ibnu Rusyd tidak

mengetahui pendapat yang tidak mewajibkan mendengarkan khutbah

jum’at kecuali kalau perintah diam mendengarkan di tentang oleh dalil

kitab yang terdapat dalam firman Tuhan: “Apabila dibacakan Al-

Qur’an hendaklah kamu dengarkan dan diam lah, mudah-mudahan

kamu mendapat rahmat dari tuhan”. (QS. Al-A’raf , 204) artinya apa

yang selain al-Qur’an tidak wajib di dengarkan. Alasan ini lemah

wallahu a’lam .35

Dari dalil yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i di atas penulis

kuatkan dengan hadits lain yaitu hadits dari Ibnu Umar tentang

seseorang yang mendapatkan satu rakaat shalat jumat, supaya

menambahkan serakaat lagi, diriwayatkan oleh Nasai, Ibnu Majah dan

Darulquthni. Hafizh mengatakan dalam Buluqul Maram bahwa hadits

ini shahih, tetapi, Abu Halim menguatkan pendapatnya bahwa hadits

ini mursal.36 Juga hadits dari Abu Hurairah riwayat jumat tentang

seseorang yang mendapatkan serakaat shalat jumat.

35 Ibnu Rusyd, op. cit. hlm. 117. 36 Sayid Sabiq, op. cit, hlm. 274.

Page 26: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

81

3. Pendekatan Melalui Maqasid al-Syari'ah.

Kalau pendekatan kebahasan tentang sumber hukum Islam

dititik beratkan pada pendalaman sisi kaidah-kaidah kebahasan untuk

pendekatan melalui maqashid al-Syari'ah. Kajian lebih dititik beratkan

pada melihat nilai-nilai yang berupa kemaslahatan manusia dalam

setiap taklif yang diturunkan Allah. Pendekatan ini penting dilakukan,

terutama sekali karena ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an terbatas

jumlahnya, sementara permasalahan masyarakat senantiasa muncul.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang timbul itu, melalui

pengetahuan tentang tujuan hukum, maka pengembangan hukum akan

dapat dilakukan.37

Hal demikian dapat dilihat antara lain, pada peristiwa Nabi

SAW pernah melarang kaum muslim menyimpan daging korban

kecuali dalam batas tertentu, sekedar bekal untuk tiga hari. Akan tetapi

beberapa tahun kemudian peraturan yang ditetapkan Nabi SAW itu

dilanggar oleh beberapa sahabat. Permasalahan itu disampaikan kepada

Nabi SAW, beliau membenarkan tindakan para sahabat itu sambil

menerangkan bahwa larangan menyimpan daging korban adalah

didasarkan atas kepentingan ad-Daffah (tamu yang terdiri atas orang-

orang miskin yang datang dari perkampungan sekitar Madinah). Setelah

itu, Nabi SAW bersabda sekarang simpan lah daging-daging korban itu,

karena tidak ada lagi tamu yang membutuhkan.

37 Dr. Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad al-Syaukani, Jakarta: PT. Logos, 1999, hlm. 41.

Page 27: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

82

Dari kasus tersebut terlihat, bahwa sejak masa Nabi SAW,

Maqashid al-Syari'ah telah menjadi pertimbangan sebagai landasan

dalam menetapkan hukum. Upaya seperti itu, seterusnya dilakukan pula

oleh para sahabat. Seperti upaya yang dilakukan oleh Umar bin

Khattab, antara lain umar tidak memberikan bagian zakat untuk

kelompok non muslim, karena semula pemberian zakat kepada mereka

adalah agar mereka memeluk Islam, tetapi setelah Islam kuat dan

keadaan telah berubah, maka Umar tidak memberikan bagian zakat

untuk mereka.

Imam Syafi’i mempertimbangkan maksud dari disyari'atkan nya

shalat jum’at yaitu menampakkan syi'ar persatuan dan kesatuan. Begitu

juga Imam Syafi’i mempertimbangkan maksud diperintahkannya

mendengarkan khutbah sebagai suatu kesunahan yaitu agar shalat

jum'at dilakukan dengan suasana yang tenang dan tenteram, disertai

dengan kedisiplinan yang tinggi dan kerukunan yang baik. Seseorang

berbicara kepada temannya yang duduk di sekitarnya ketika khutbah

dilakukan, ia tidak mendapatkan pahala jum'at serta keutamannya,

bahkan sebaliknya ia telah melakukan perbuatan yang merusak etika

umum dan mengganggu etika kesopanan serta menyia-nyiakan faedah

shalat jum'at yaitu: mempelajari hukum-hukum yang terkandung dalam

khutbah.

Dikatakan demikian karena seandainya ia mengatakan, Diam

lah, kemudian orang lain mengatakan yang sama, niscaya tiap-tiap

Page 28: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SYAFI’I TENTANG HUKUM ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · pengertian tentang disunahkannya melakukan shalat dua rakaat

83

orang akan bertindak mendiamkan orang lain. Sehingga khutbah imam

tidak didengar lagi dan lenyaplah ciri khas dari perkumpulan shalat

jum'at, yaitu kerukunan dan saling mengenal serta merenungi perkara

agama dan hukumnya. Faktor-faktor itulah yang mendorong Rasulullah

SAW memutuskan hukum terhadap orang yang berbicara ketika

khutbah sedang dilakukan, bahwa dia telah berbuat laghau.