bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum lokasi...
TRANSCRIPT
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta Kabupaten Buol
(Sumber : http://kabupaten buol.benang-merah.blogspot.com)
Diakses 20 Februari 2013.
Etnis (Suku bangsa) Buol merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tengah. Kabupaten Buol terletak dalam 0,380 Lintang Utara – 1,200 Lintang Selatan
dan 120,120 Bujur Timur – 122,090 Bujur Barat, dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan Laut Sulawesi sekaligus berbatasan dengan Philipina.
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Donggala.
Sebelah Timur dengan Provinsi Gorontalo.
39
Sebelah Barat dengan Kabupaten Tolitoli (Sumber: http://kabupaten
buol.benang-merah.blogspot.com)
Menurut buku Memori R. Venema, Controleour di Buol (1938), diterjemahkan
oleh anak Agung Gde Thaman Gianyar Bali, bahwa luas wilayah Buol ini sekitar
4300 Km² dan didiami oleh penduduk yang merupakan satu kesatuan yang
dinamakan suku bangsa Buol, mempunyai bahasa, kebudayaan serta adat istiadat
tersendiri (Sumber: http://kabupaten buol.benang-merah.blogspot.com).
Masyarakat di Kabupaten Buol berasal dalam satu rumpun yang menggunakan
bahasa sehari-hari adalah bahasa Buol, yang masih berkerabat dengan bahasa Toli-
Toli. Selain itu bahasa Buol ini juga ada kesamaan dengan bahasa Gorontalo. Karena
terdapat kesamaan ini, mereka sering dianggap sebagai sub-suku Gorontalo. Dan
agama yang dianut oleh masyarakat Buol tersebut adalah mayoritas agama Islam.
Sedangkan hasil perolehan sumber data mengenai kepercayaan terhadap tradisi nenek
moyang yang diwariskan secara turun temurun, nampaknya masih tetap terjaga dan
berjalan seiring dengan besar pengaruh agama yang dianut oleh masyarakat di
Kabupaten Buol(Sumber: http://kabupaten buol.benang-merah.blogspot.com).
Menurut Mohd. Thamrin Intam, BAE (2005) Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Buol “sepanjang tradisi leluhur tidak menyimpang dari
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Buol, mengapa tidak dilestarikan sebagai
suatu potensi seni budaya lokal yang nantinya dapat menarik minat pengujung untuk
datang ke daerah Buol”. Sementara dalam bidang perekonomian, masyarakat di
40
Kabupaten ini merupakan masyarakat agraris, dimana sebagian besar
perekonomiannya tergantung pada sektor pertanian dan perkebunan. Disamping itu,
ada pula masyarakat yang bermata pencaharian lain seperti pegawai, pedagang,
tukang dan lain-lain
Berdasarkan data 2009 bahwa kabupaten Buol terbagi atas 11 Kecamatan 7
Kelurahan dan 101 Desa (Nisma Abdullah. 2012. http:// kabupaten buol. blogspot.
com.), salah satunya adalah desa Kulango. Desa Kulango merupakan tempat sampel
subjek penelitian busana adat perkawinan uumu dan songgo taud yang dapat
mewakili dari 11 kecamatan dan 101 desa di Kabupaten Buol
Hasil data yang diperoleh dari Profil Desa Kulango terbentuk pada tahun 1964
yang pada saat itu merupakan dari wilayah Kampoeng Pajeko yang kemudian diubah
namanya menjadi kampoeng Pajeko 1. Dalam hal mempermudah pelayanan
masyarakat para tokoh masyarakat melakukan musyawarah dan menghasilkan
kemufakatan bahwa Kampoeng Pajeko 1 berubah nama menjadi Kampoeng Kulango.
Pada tahun 1970 Kampoeng Kulango telah resmi menjadi Desa Kulango Kecamatan
Momunu Kabupaten Buol Tolitoli. Sedangkan nama Desa Kulango diambil dari
nama Rlipu Kuyango yang berarti kampong bunga kembang sepatu sebagaimana
menurut sejarah diketahui bahwa bunga kembang sepatu tersebut banyak hidup dan
tumbuh di tepi sungai Kulango.
41
Sebagaimana pada uraian sebelumnya bahwa masyarakat Buol memiliki satu
bahasa yaitu bahasa Buol demikian pula dengan busana adat perkawinan atau biasa
disebut dengan uumu dan songgo taud.
Menurut Ny. Aisa Hentu (wawancara 27 Juni 2013) beliau mengungkapkan
bahwa setiap makna simbolik yang terkandung pada busana adat uumu dan songgo
taud lebih mendominasi pada tingkat kedudukan sesorang. Hal ini dikarenakan oleh
pengaruh dari sistem pemerintahan Belanda mengelompokkan tingkat kedudukan
masyarakat yang dikenal dengan sistem kasta atau jenjang kebangsawanan.
Dari uraian di atas bahwa daerah Kabupaten Buol merupakan daerah yang kaya
akan hasil alam dan beraneka ragam budaya adat istiadat.
42
4.2 Busana Adat Perkawinan Songgo Taud dan Uumu
Gambar 3. Busana adat perkawinan uumu dan songgo taud
(Sumber : Koleksi Dok. Umi Kalsum E.N)
Foto : Penulis, Repro Februari 2013
Uumu Songgo
Taud
43
Gambar di atas terdapat hasil dari karya seni busana adat perkawinan masyarakat
Buol. Salah satu dari karya seni tersebut adalah uumu yang dipakai wanita pada
kepala pengantin wanita dan songgo taud yang dipakai pria pada bagian kepala
pengantin pria.
Adapun bagian-bagian yang terdapat pada busana pengantin pria, yaitu :
1. Kelut
2. Lyapa
3. Bidong
4. Puyuka Nilo Maane
5. Kaputangan
6. Tambelang
7. Bodu Doka
8. Taud Dudub
9. Songgo Taud
Adapun bagian-bagian yang terdapat pada busana pengantin wanita, yaitu :
1. Yabi-yabi
2. Bubulyo Doka
3. Imbod
4. Haruas
5. Bvuto
6. Bodugua.
44
7. Pungut tetembu
8. Uumu
Beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa beberapa komponen-komponen
yang terdiri dari satu kesatuan busana adat Buol. Namun khusus untuk taud dudub
hanya di pakai pada saat akad nikah yang dipasangkan dengan jas khusus untuk
pengantin pria. Disamping itu pula dalam sejarahnya menurut Ny. Aisa Hentu
(wawancara 23 Desember 2013) bahwa mempelai pria tidak memakai kalung seperti
apa yang telah dinyatakan oleh salah satu tokoh masyarakat.
4.3 Bentuk dan Makna Simbolik Uumu dan Songgo Taud
a. Bentuk dan Makna Uumu
\\
Gambar 4. Uumu
(Sumber : Dok. Koleksi Ny. Aisa Hentu)
Foto : Penulis, Februari 2013
Wakat
Botang
Rerenda
45
Uumu adalah asessoris yang dipakai di bagian kepala pengantin wanita pada
upacara adat perkawinan (moponikah) yang biasa dikenal dengan tusuk konde. Uumu
terdiri atas beberapa komponen yaitu botang, rerenda, dan wakat.
Berikut ini ada beberapa penjelasan dari komponen-komponen tersebut :
1. Botang adalah tiang pokok dari uumu.
2. Rerenda adalah hiasan yang bergantungan pada uumu, dan
3. Wakat adalah akar daripada uumu.
Beberapa komponen tersebut terdapat bentuk geometrik dan non geometrik.
Adapun bentuk yang lebih mendominasi dari karya seni uumu adalah bentuk
geometrik atau bentuk yang bersifat beraturan. Bentuk ini terdapat pada rerenda,
botang dan paling dominan adalah wakat. Rerenda merupakan bagian yang
mengelilingi uumu. Adapun bentuk yang terdapat pada rerenda adalah bentuk
lingkaran yang tersusun sebagai hiasan atau lringgit, dan bentuk garis vertikal
terdapat pada tangkai (tango no rerenda). Tangkai ini merupakan tempat
bergantungnya lringgit. Disampng itu terdapat pula bentuk yang tak beraturan seperti
rumbai-rumbai pada bagian ujung tangkai rerenda.
Selanjutnya, bentuk yang terdapat pada tiang pokok (botang) uumu adalah
bentuk tabung dengan posisi berdiri tegak berfungsi sebagai tempat ditancapkannya
rerenda. Selain itu, terdapat pula pucuk (uud) dari uumu yang berbentuk elips. Letak
46
pucuk ini berada pada ujung botango uumu. Bentuk ini termasuk pada kategori
bentuk geometrik atau bentuk beraturan.
Bahasan terakhir adalah bagian paling bawah dari karya seni uumu yaitu wakat.
Wakat ini masuk pada ruang lingkup bentuk geomentrik karena bentuknya yang
lurus. Wakat berfungsi sebagai penegak sekaligus yang menguatkan uumu.
Karya seni uumu merupakan salah satu karya seni yang bervolume karena
terdapat komponen-komponen seperti lringgit, wakat, rerenda, dan botang sehingga
membentuk uumu menjadi sebuah objek yang dapat dilihat dari atas, kanan, kiri, dan
bawah. Karya seni uumu dibuat dari kepingan emas yang bentuknya menyerupai
pohon kelapa. Dasar sacara global dari pembuatan karya seni ini adalah bentuk
segitiga piramid karena bentuk uumu yang bersifat perspektif dari bagian bawah ke
bagian paling atas. Berikut adalah gambaran pola dasar karya seni uumu :
Gambar 5. Piramid dan Uumu
Sumber : Dok. Koleksi Ny. Aisa Hentu (uumu)
Foto : Repro, Penulis Februari 2013
47
Dua gambar di atas merupakan pola dasar dan hasil karya seni uumu. Berbicara
tentang bahan dasar uumu, karya seni tersebut terbuat dari emas. Tentunya hal ini
sangat berkaitan erat dengan hasil alam yang ada di daerah Kabupaten Buol. Karena
daerah tersebut merupakan salah satu daerah di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah
yang kaya akan sumber daya alam seperti emas. Sehingga, emas tersebut digunakan
sebagai bahan dasar pada salah satu karya seni masyarakat Kabupaten Buol seperti
busana adat perkawinan uumu.
Sama halnya dengan warna bahan dasar dari karya seni uumu yaitu warna
kuning. Bagi masyarakat Buol, mereka meyakini bahwa warna kuning tersebut
merupakan simbol kesuburan dan ada kaitannya dengan hasil alam yang terdapat di
daerah ini. Selain itu warna kuning bagi masyarakat Buol dijadikan sebagai simbol
warna dari daerah Kabupaten Buol yang ada kaitannya dengan sejarah wilayah Buol,
seperti yang diungkapkan oleh Ny. Aisa Hentu (wawancara Februari 2013).
Data yang diperoleh bahwa keseluruhan bentuk uumu terinspirasi dari pohon
kelapa. Pohon kelapa ini disimbolkan sebagai pohon yang kuat atau kokoh dan
tumbuh subur. Karena sekali berbuah, pohon jenis ini memiliki buah yang banyak
dan memiliki batang yang kuat atau kokoh. Selain itu segala sesuatu yang terdapat
pada pohon kelapa tersebut sangat berguna mulai dari akar hingga daun dapat
digunakan oleh masyarakat Buol, dan kepercayaan ini sudah ada sejak turun temurun,
sehingga berkaitan erat dengan adat istiadat yang ada di daerah ini.
48
Hasil wawancara dengan ibu Maryam G. Mailili (Wawancara 16 Agustus 2013),
beliau mengungkapkan bahwa uumu berasal dari kata “uud” atau pucuk yang berarti
sesuatu terletak di bagian atas pohon kelapa. Uud adalah pelepah kelapa yang masih
muda yang berada ditengah atas pohon kelapa. Adapun keterkaitan antara kata uumu
dengan asal kata dari uud tersebut memiliki maksud arti yang sama yaitu bagian
ujung atau terletak paling atas dan terlindungi.
Seperti halnya dengan wanita bahwa pengantin wanita yang disimbolkan sebagai
pohon kelapa yang tumbuh subur dengan maksud tujuan agar dapat memperoleh
banyak keturunan dan mampu mengerjakan semua urusan rumah tangga termasuk
yang ada di lingkungan masyarakat. Wanita juga dimaknai sebagai seorang
pengayom artinya mampu melindungi keluarga terutama suami dan anak-anaknya.
Berbicara tentang bahan busana adat uumu terbuat dari kepingan emas yang
melambangkan sebagai keagungan kemudian warna kuning dari emas yang
melambangkan kesuburan. Sehingganya wanita adalah sosok yang sangat diagungkan
dan mampu memberikan keturunan yang banyak. Disamping itu wanita makhluk
yang sangat berharga.
Dari data yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa uumu adalah
salah satu karya seni dari busana adat yang ada di Kabupaten Buol. Dengan adanya
busana adat uumu di daerah ini tentunya menyadarkan masyarakat betapa pentingnya
menjaga kelestarian budaya adat-istiadat serta artefak dari peninggalan nenek
49
moyang terdahulu. Sehinga ciri khas dari daerah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi
Tengah tetap terjaga.
Demikian pula halnya dengan makna simbolik yang terkandung pada karya seni
busana adat perkawinan uumu. Hal ini didukung oleh teori busana yang menjelaskan :
busana artinya perhiasan (Riyanto, 2003: 1). Selain itu, berdasarkan wujud
kebudayaan dan unsur-unsurnya menurut Koentjaraningrat dalam Prasetya busana
adat perkawinan tersebut termasuk pada wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya manusia.
Dibawah ini akan dipaparkan beberapa komponen serta makna simbolik yang
terkandung pada busana adat perkawinan uumu, antara lain :
1. Rerenda
Rerenda adalah tangkai yang ditancapkan pada botang berjumlah 3 sampai 4
tusuk disetiap lingkaran. Kemudian setiap lingkaran masing-masing terdiri dari 7
baris karena sebagai variasi atau sekedar hiasan semata. Maksud dari yang
berjumlah 3 diartikan sebagai golongan para Raja dan para keturunan Raja
sedangkan yang berjumlah 4 diartikan sebagai golongan pelayan dalam istana
kerajaan atau biasa disebut dengan masyarakat biasa.
Berikut di bawah ini terdapat 2 contoh gambar rerenda.
50
Gambar 6. Rerenda yang berjumlah 3 dan 4
(Sumber : Dok. Koleksi Ny. Aisa Hentu)
Foto : Penulis, 30 Oktober 2013
Bentuk rerenda yaitu menyerupai sebuah tangkai pohon yang di lengkapi
dengan dedaunan. Adapun untuk ukuran rerenda bervariasi, karena letak posisi
berjejernya rerenda semakin ke atas semakin kelihatan kecil. Selain itu rerenda
merupakan salah satu bagian dari unsur pokok untuk membentuk uumu. Pada
rerenda ini tidak terkandung makna tersendiri, seperti yang di ungkapkan oleh
Ny. Aisa Hentu (wawancara 10 Juli 2013).
2. Botang
Botang adalah tiang pokok dari uumu sebagai tempat untuk menancapkan
setiap tangkai. Botang terbuat dari pelepah sagu dibaluti dengan emas, di letakkan
pada tengah-tengah uumu. Berkaitan
51
dengan hal ini, botang tidak memiliki makna tersendiri. Botang tersebut hanya
sekedar untuk mengkokohkan agar uumu berdiri tegak lurus sehingga letak
keseimbangan uumu tidak berat sebelah disamping itu juga punun botang sebagai
penambah keindahan dari uumu itu sendiri. Berikut di bawah ini adalah contoh
gambar botang.
Gambar 7. Botang
(Sumber : Dok. Koleksi Ny. Aisa Hentu)
Foto : Dokumentasi Penulis, 28 Agustus 2013
Bentuk botang adalah sejenis benda yang menyerupai tabung. Posisi dari
botang ini adalah berdiri tegak lurus atau vertikal. Mengenai hal tentang bentuk
dan makna simbolik dari karya seni botang tersebut tidak memiliki makna
tersendiri karena botang merupakan bagian dari uumu.
52
3. Wakat
Wakat adalah tusuk konde busana adat uumu yang berjumlah dua tangkai
dengan menyerupai huruf V terbalik. Wakat adalah simbol kekuatan karena wakat
merupakan salah satu komponen penting yang terdapat pada uumu yang berfungsi
sebagai penegak agar uumu berdiri dengan kokoh di kepala pengantin wanita.
Dalam hal ini tidak terdapat tentang ketentuan makna simbolik dari wakat
tersebut. Berikut di bawah ini adalah contoh gambar wakat yang berhasil di
dokumentasi oleh penulis.
Gambar 8. Wakat
(Sumber : Dok. Ny Aisa Hentu)
Foto : Dokumentasi Penulis, 28 Agustus 2013
53
b. Bentuk dan Makna Songgo Taud.
Gambar 9. Songgo taud
(Sumber : Dok. Koleksi Ny. Aisa Hentu)
Foto : penulis, Februari 2013
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Maryam G. Mailili, beliau menjelaskan
bahwa songgo taud adalah penutup kepala pengantin pria. Dalam bahasa Buol
songgo, sedangkan taud adalah tahan atau tampung (16 Agustus 2013).
Songgo taud terdiri atas beberapa komponen, yaitu :
1) Songgo / songkok,
2) Renda, dan
3) Lringgit.
Bentuk-bentuk yang terdapat pada songgo taud adalah bentuk geometrik dan non
geometrik. Songgo adalah bagian yang paling pokok dari busana adat ini karena
Songgo
Renda
Lringgit
54
songgo tempat diletakkannya renda dan lringgit. Bentuk songgo termasuk pada
bentuk geometrik hal ini dapat dilihat dari kesan garis yang diberikan karya seni
tersebut. Karya seni ini memiliki identitas geometrik karena bentuknya yang elips.
Pada bagian sisi bawah dari tabung yang berbentuk elips ini (songgo taud) tidak
diberi penutup karena berfungsi sebagai tempat kepala pengantin pria, sementara
bagian yang tertutup lainnya adalah bagian atas berfungsi sebagai pelindung kepala.
Ukuran tinggi karya seni ini berkisar sekitar 7 sampai 8 cm. adapun untuk luas
keliling dari songgo taud ini tergantung dari si pemakai busana adat tersebut.
Pembahasan tentang bentuk selanjutnya adalah bentuk renda. Bentuk renda
termasuk pada kategori bentuk tak beraturan atau bentuk non geometrik. Dikatakan
bentuk tak beraturan karena kesan garis yang diberikan oleh seniman adalah bentuk
garis lengkung dan berombak. Renda ini berfungsi sebagai pelengkap dari songgo
taud. Renda diletakkan pada bagian atas songgo taud dengan letak posisi
mengelilingi songgo taud tersebut.
Bentuk lringgit merupakan bentuk geometrik. Karena kesan garis yang
ditorehkan oleh seniman adalah garis lengkung dengan membentuk lingkaran atau
bulatan kecil sejenis koin. Fungsi kegunaan dari lringgit ini adalah sebagai penghias
sekaligus pelengkap dari songgo taud. Seiring perkembangan zaman lringgit yang
awalnya berbentuk koin telah dimodifikasi dengan picing atau hiasan dari kuningan
yang beraneka ragam bentuk. Adapun yang menjadi patokan dari bahasan ini adalah
55
warna kuning dari setiap objek-objek yang terdapat pada setiap karya seni busana
adat Buol khususnya songgo taud karena warna tersebut merupakan simbol daerah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Ibu Satria Djafar (wawancara, 27 Juni
2013), pada zaman kerajaan dulu songgo taud terbuat dari bahan dasar kain dan di
hiasi dengan kepingan emas, oleh karena itu arti sebenarnya dari songgo taud adalah
songkok yang dikelilingi dengan kepingan emas. Songgo taud melambangkan sebagai
kepala rumah tangga yang gigih dan bertanggung jawab. Emas yang terdapat pada
songgo taud melambangkan keagungan. Dimana seorang pemimpin rumah tangga
harus memiliki tanggung jawab dan bijaksana dalam mengatur rumah tangga.
Selain itu makna hiasan yang terdapat pada songgo taud merupakan simbol dari
tingkat kedudukan seseorang di lingkungan masyarakat. Hal yang dimaksudkan
adalah seperti para Raja, Kaum bangsawan, para keturunan raja, masyarakat dan
pelayan di kerajaan seperti yang dikenal dengan sistem kasta.
Jika dilihat pula dari segi bentuk, karya seni ini menyerupai sebuah tabung yang
berbentuk elips dengan makna simbolikyang terkandung adalah sebagai kepala rumah
tangga yang gigih dan pelindung sekaligus bertanggung jawab dalam rumah tangga.
Adapun beberapa komponen yang terdapat pada busana adat perkawinan songgo
taud, yaitu :
1. Songgo
Songgo atau songkok merupakan penutup kepala pengantin pria. Songgo
merupakan komponen yang paling penting, karena songkok adalah tempat
56
dilekatkannya renda dan lringgit dengan mengelilingi disetiap bagian sisi songgo
tersebut. Selanjutnya, bahan songgo ini terbuat dari kain belacu yang berwarna
hitam.
Tinggi ukuran songgo taud mencapai 8 hingga 10cm, adapun untuk ukuran
keliling tergantung dari ukuran kepala si pemakai. Dengan bentuknya yang elips
songgo ini jika dipakai di kepala bentuknya menyerupai lingkaran. Namun, jika
tidak dipakai bentuknya menjadi pipih dan menyerupai bentuk persegi panjang.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa makna simbolik dari songgo
adalah pelindung, berhubung songgo yang dimaksud adalah songgo taud dalam
ruang lingkup pernikahan dan merupakan busana adat pengantin pria, sehingga
maknanya menjadi pelindung atau atau pengayom serta pemimpin bagi rumah
tangga (ibu Maryam G. Mailili, wawancara 16 Agustus 2013).
Gambar 10. Songgo
Foto : Penulis, 2 November 2013
57
2. Lringgit
Lringgit adalah payet-payet yang mengelilingi songgo taud. Lringgit
melambangkan kedudukan seseroang di kalangan masyarakat. Jumlah lringgit
pada songgo taud berbeda-beda, hal ini di tentukan oleh si seniman yang
mencoba membuat karya seni songgo taud agar lebih menarik dan indah sehingga
kualitas dari karya seni tersebut tetap bermanfaat bagi generasi selanjutnya. Pada
dasarnya jumlah lringgit yang terdapat pada songgo taud tidak merubah makna
yang terkandung pada karya seni tersebut. Karena tidak ada pengaruhnya sama
sekali (Ny. Aisa Hentu, wawancara 10 Juli 2013).
Dalam hal ini makna lringgit pada songgo taud merupakan simbol kedudukan
masyarakat Buol yang diberi lambang 12, 8, 6 dan 4, akan tetapi jumlah simbol
ini tidak tergantung pada jumlah lringgit yang ada di songgo taud itu sendiri.
Berkaitan dengan hal ini, makna untuk angka 12 (dua belas) merupakan lambang
khusus untuk golongan para Raja atau bangsawan. Selanjutnya angka 8 (delapan)
disimbolkan khusus golongan dari keturunan Raja. Kemudian untuk simbol dari
angka 6 (enam) melambangkan golongan masyarakat biasa (umum). Sedangkan
simbol dari angka 4 (empat) merupakan simbol untuk para pelayan istana
kerajaan, seperti prajurit, pembantu, dan lain-lain (Bpk. Hasan Datu, wawancara 9
Agustus 2013).
58
Gambar 11. Lringgit
(Sumber : Dok. Koleksi Ny. Aisa Hentu)
Foto : Dokumentasi Penulis, Februari 2013
Adapun keterkaitan antara simbol angka 12, 8, 6 dan 4 pada pemaparan di atas
bahwa angka-angka tersebut merupakan pula bagian dari jumlah urutan proses
upacara adat perkawinan masyarakat Buol. Untuk jumlah dari 12 hingga 4 karena
dari jumlah urutan yang ke 12 adalah simbol bagi mereka yang mampu (biaya)
melaksanakan upacara adat pernikahan secara lengkap berdasarkan warisan para
leluhur terdahulu dalam hal ini termasuk para golongan bangsawan.
Sedangkan untuk angka di bawah dari 12 tersebut merupakan perasan atau
dikuranginya jumlah urutan adat. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan biaya untu
melaksanakan prosesi adat secara lengkap. Jadi, para pemuka adat Buol memberikan
kebebasan bagi masyarakat dalam memilih jumlah urutan prosesi adat perkawinan
(ibu Maryam G. Mailili, wawancara 16 Agustus 2013).
Berdasarkan uraian di atas, bahwa adat merupakan aturan-aturan tertentu yang
ditetapkan dan disepakati oleh sekelompok orang yang kemudian daripada itu hasil
59
kesepakatan tersebut dapat dijalani dalam wujud kerja sama, suka rela dan penuh
dengan keikhlasan. Seperti yang di ungkapkan oleh Ahli sosiologi W.G Summer
(dalam Koentjaraningrat, 2005: 57).
3. Renda
Renda adalah hiasan. Renda diletakkan pada pinggiran songgo taud. Renda
bermakna sebagai hiasan pendukung dari songgo taud karena bentuknya yang
luwes tidak kaku. Tentunya hal ini sangat berkaitan dengan urusan rumah tangga
yang dipimpin oleh seorang ayah. Karena dalam memimpin rumah tangga
tidaklah semestinya keras akan tetapi tegas dalam menberikan arahan serta
pemahaman dan tidak kaku dengan cara mengayomi anggota keluarga serta
melindunginya pengaruh-pengaruh negatif. Adapun bahan dasar dari renda
adalah bahan yang terbuat dari kepingan emas (Ibu Maryam G. Mailili,
wawancara 16 Agustus 2013).
Gambar 11. Renda
(Sumber : Dok. Koleksi Ny. Aisa Hentu)
Foto : Dokumentasi Penulis, Februari 2013
60
Berdasarkan data tentang karya seni songgo taud yang terdiri dari songgo, renda,
dan lringgit. Mengacu pada karya seni tersebut, maka karya seni songgo taud
termasuk pada kategori busana adat. Hal ini berdasarkan pada teori tentang busana
adat yaitu gaya berpakaian dan berbusana pada masyarakat itu sendiri dan
berkembang dari masa ke masa sehingga sangat sukar dan sulit untuk mengalami
perubahan (Soekanto dalam Riyanto, 2003: 83). Sehingga dapat dikatakan bahwa
songgo taud merupakan sebuah songkok dikelilingi kepingan emas yang di dalamnya
terkandung makna simbolik.
Dalam hal ini seluruh karya seni artefak atau benda-benda bersejarah tersebut
adalah warisan para nenek moyang masyarakat Buol terdahulu hingga sekarang
masih tetap lestari meskipun telah bergeser dari bentuk sebenarnya.