bab iv pelaksanaan dan hasil...
TRANSCRIPT
61
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan pembahasan mengenai deskripsi tempat
penelitian yaitu Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Solidaritas kota
Salatiga.Deskripsi subjek penelitian yaitu penderita HIV/AIDS yang
menjadi subjek dalam penelitian ini, hasil uji validitas dan reliabilitas alat
ukur yang digunakan, hasil pengkuran variabel ,dan uji statistik melalui uji
t dan diskusi hasil penelitian.
4.1 Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian ini di Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Solidaritas
kota Salatiga. KDS Solidaritas adalah komunitas yang menjadi wadah bagi
penderita HIV/AIDS di Kota Salatiga. KDS Solidaritas berada di bawah
pembinaan Komisi Penanggulang Aids (KPA) Kota Salatiga dan Dinas
Kesehatan (Dinkes) Kota Salatiga. Keberadaan KDS Solidaritas sangatlah
dibutuhkan bagi penderita HIV/AIDS karena komunitas ini berfungsi
sebagai wadah bertemuannya penderita HIV/AIDS dan tempat bagi
penderita untuk saling menguatkan dan berbagi informasi dalam
menjalankan kehidupan mereka sebagai penderita HIV/AIDS.Penderita
HIV/AIDS di Kota Salatiga masih sering kali mendapat stigma dan
diskriminasi dari keluarga, lingkungan dan masyarakat luas. Pemahaman
yang salah dari sebagaian besar masyarakat tentang apa itu HIV/AIDS
dan bagaimana proses penularannya membuat para penderita HIV/AIDS
semakin terpojok karena padangan masyarakat bahwa penyakit ini
sangatlah mudah untuk dapat kepada orang lain, penyakit kutukan dan
berbagai pandangan yang salah tentang HIV/AIDS. Akibat dari stigma
dan diskriminasi ini banyak sekali penderita HIV/AIDS yang tidak mau
bersosialisasi dengan masyarakat luar sehingga menutup diri dari
lingkungan dan masyarakat.
62
KDS Solidaritas memiliki beberapa agenda kegiatan baik yang kegiatan
rutin dilakukan maupun kegiatan yang mengikuti kegiatan kalender
nasional bagi organisasi HIV/AIDS. Kegiatan rutin KDS Solidaritas
diantaranya:
1. Pertemuan rutin
Kegiatan ini rutin diadakan satu bulan sekali, tempat pertemuan
KDS Solidaritas diadakan di Rumah Sakit Paru Kota Salatiga .Tujuan dari
pertemaun ini adalah untuk menguatkan penderita melalui capacity
building yang disampaikan oleh nara sumber yang kompeten di bidangnya
sperti dokter, psikolog, ahli gizi dan tenaga ahli lainnya. Pada pertemuan
ini juga dibagikan obat ARV (Anti Retro Viral) yaitu obat yang dikonsumsi
penderita HIV/AIDS sebagai terapi medis bagi penderita HIV/AIDS.
2. Penjangkauan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengajak penderita HIV/AIDS yang
belum membuka diri tetap mendapat akses layanan kesehatan,sekalipun
mereka masih menutup diri dan tidak ingin status terinfeksi mereka
diketahui oleh orang lain. Kegiatan penjangkauan ini biasanya dilakukan
di tempat-tempat dimana menjadi tempat dari populasi kunci penderita
HIV/AIDS, misalnya lokalisasi atau tempat kegiatan prostitusi, lokasi
pemberhentian bus atau truk serta rumah-rumah karoke didaerah wisata.
3. Pendampingan
Kegiatan pendampingan adalah kegiatan mendampingi penderita
HIV/AIDS dalam tahapan ketika mendapat status terinfeksi sampai tahap
melakukan terapi ARV (Anti Retro Viral). Dari tahapan seseorang
mengetahui status terinfeksi sampai pada tahap terapi obat masih harus
melalui beberapa proses diantaranya periksa laboratorium untuk
melakukan test CD4 dan test viral load untuk mengetahui keberadaan
virus dalam diri penderita HIV/AIDS, konsultasi dengan dokter ahli dalam
hal ini dokter spesialis penyakit dalam dan akhirnya keluar rekomendasi
dari dokter jenis ARV apa yang harus dikonsumsi penderita,karena ARV
sendiri memiliki beberapa lini dan dikonsumsi berdasarkan tingkat
pertumbuhan virus yang ada dalam tubuh.
63
4. Konseling
Konseling adalah bagian dari penguatan bagi penderita apabila
mengalami masalah-masalah yang timbul akibat status terinfeksi yang
dialami. Masalah-masalah yang biasanya muncul adalah penolakan
terhadap diri sendiri maupun dari lingkungan, ketakutan bahwa virus akan
menular kepada pasangan dan anak. Untuk ini perlu dilakukan konseling
agar penderita HIV/AIDS dikuatkan dan dapat menjalani kehidupannya
dengan normal sekalipun sudah terinfeksi.
5. VCT (Voulantary Counseling Test)
VCT (Voulantary Counseling Test) adalah kegiatan tes HIV /AIDS
bagi siapa saja yang ingin mengetahui apakah dalam dirinya terdapat virus
HIV/AIDS. Dengan mengetahui apakah seseorang terinfeksi atau tidak
akan membuat seseorang lebih mudah untuk mengambil suatu tindakan
bagi kesehatannya. Kegiatan VCT ini tidak hanya dilakukan di Rumah
Sakit atau Puskesmas, VCT juga dapat dilakukan secara mobile yaitu
mendatangi tempat-tempat yang menjadi target dari tim VCT untuk
dilakukan tes misalnya kantor-kantor pemerintahan, pabrik-
pabrik,lokalisasi dan tempat-tempat lainnya.
6. Sosialisasi
Kegiatan preventif menyampaikan pesan tentang bahaya dari
HIV/AIDS juga dilakukan untuk membawa masyarakat luas paham dan
mengerti tentang HIV/AIDS sehingga masyarakat tidak melakukan stigma
dan diskriminasi.Kegiatan ini biasanya dilakukan di lembaga-lembaga
pemerintahan, pendidikan dan masyarakat luas. Dalam kegiatan sosialisasi
ini KDS Solidaritas bekerjasama dengan kampus,sekolah dan kantor-
kantor baik pemerintah maupun swasta. Dalam kegiatan ini juga
disampaikan data-data tentang angka HIV/AIDS di Kota Salatiga sehingga
masyarakat mengerti apa yang terjadi di kota Salatiga.
Selain kegiatan melakukan kegiatan rutin yang merupakan agenda
kegiatan KDS Solidaritas sendiri, ada beberapa agenda kegiatan yang
mengikuti kegiatan kalender nasional Komisi Penganggulang AIDS (KPA)
Nasional diantaranya :
64
1. Kegiatan MRAN (Malam Renungan Aids Nusantara)
Kegiatan ini diadakan pada bulan maret setiap tahunnya,MRAN ini adalah
malam renungan dimana para penderita HIV/AIDS mengingat kembali
kematian anggota keluarga, teman dan sahabat yang telah mendahului
mereka karena HIV/AIDS.Kegiatan ini dilakukan serentak di seluruh
Indonesia bahkan seluruh dunia.
2. Kegiatan Hati Anti Narkoba International (HANI)
Ini adalah momen dimana menyampaikan pesan akan bahaya narkoba bagi
masyarakat luas. Penyumbang angka HIV/AIDS terbesar nomor dua
setelah seksualitas adalah pengguna narkoba suntik, jadi sangat diperlukan
tidakan serius dalam pemberantasan peredaran narkoba dan
menyampaikan bahaya narkoba.
3. KegiatanHari AIDS Sedunia (HAS)
Hari AIDS Sedunia (HAS) adalah kegiatan yang dilakukan serentak
diseluruh dunia dimana penderita HIV/AIDS melakukan aksi damai
dengan berkampanye tentang bahaya HIV/AIDS dan menyampaikan
tuntutan mereka sebagai penderita HIV/AIDS yang ingin mendapatkan
keadilan dan persamaan hak dalam bidang kesehatan,pendidikan dan
dunia kerja.
4.2 Peta dan Situasi HIV/AIDS Kota Salatiga
Kota Salatiga saat ini menduduki peringkat ke-5 Penderita HIV/AIDS di
Provinsi Jawa-Tengah.Jumlah penemuan kasus HIV/AIDS di Kota
Salatiga semenjak tahun 1994 sampai dengan tahun 2013 adalah 153
kasus yang terdata dan ini belum termasuk kasus yang belum terdapat
karena banyak penderita HIV/AIDS yang tidak terdeteksi oleh petugas
lapangan dan dinas kesehatan.
Jumlah perkasus HIV/AIDS di Kota Salatiga dalam dilihat sebagai berikut
65
Tabel 4.1
Data Penderita HIV/AIDS Kota Salatiga
Kasus Jumlah
HIV 64
AIDS 89
Meninggal 48
Total 201
Tabel 4.2
Jumlah Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Pekerja Kota Salatiga
Profesi Jumlah
Wiraswasta 25
Wanita Pekerja Seks (WPS) 24
Karyawan Swasta 21
Pemandu Karoke (PK) 21
Ibu Rumah Tangga 11
Mahasiswa 16
Supir 3
Buruh 3
Pedagang 2
Tukang Parkir 1
Lain-lain 26
Total 153
66
Tabel 4.3
Jumlah Presentase Penderita Berdasarkan Resiko Penularan Kota
Salatiga
Tabel 4.4
Jumlah Penderita HIV Berdasarkan Jenis Kelamin Kota Salatiga
Tabel 4.5
Presentase Penemuan Perkecamatan Kota Salatiga
Kecamatan Presentase (%)
Sidorejo 40%
Tingkir 22%
Sidomukti 19%
Argomulyo 19%
Total 100%
Golongan Resiko Persentase (%)
Heteroseksual 51%
Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) 39%
Homoseksual 7%
Perinatal 3%
Total 100%
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 90
Perempuan 63
Total 153
67
Dari data HIV/AIDS yang dapat dilihat, kondisi dan situasi HIV/AIDS di
Kota Salatiga sudah sangat mengkhawatirkan ,ternyata virus HIV/AIDS
di Kota Salatiga sudah masuk pada setiap golongan lapisan masyarakat di
berbagai profesi, dan telah meyebar di seluruh kecamatan yang ada di
Kota Salatiga. KDS Solidaritas Kota Salatiga bekerja sama dengan pihak
terkait dalam hal ini pemerintah dan setiap elemen masyarakat
bekerjasama untuk mengurangi angka penyebaran HIV/AIDS dan
menyampaikan kepada masyarakat luas tentang program penangganan
HIV/AIDS di Kota Salatiga.
4.3 Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah penderita HIV/AIDS (ODHA) yang
menjalani terapi media ARV (Anti Retro Viral) dan menjadi anggota dari
KDS Solidaritas.Terdapat beberapa karakteristik dari subjek yang
digambarkan sebagai berikut :
4.3.1 Karakteristi Subjek berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.6
Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase(%)
Laki-laki 16 45,7%
Perempuan 19 54,3%
Total 35 100%
Penderita HIV/AIDS yang menjadi subjek dalam penelitian ini berjumlah
35 orang terdiri dari 16 laki-laki (45,7%) dan 19 perempuan
(54,3%).Subjek berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan
dengan subjek yang berjenis perempuan.
68
4.3.2 Karakteristik Subjek Bersadarkan Usia
Tabel.4.7
Presentase Subjek Berdasarkan Usia
Usia Subjek (Tahun) Jumlah Presentase(%)
≤ 23 2 5,72%
23 < Usia ≤ 28 8 22,85%
28 < Usia ≤ 32 11 31,42%
32 < Usia ≤ 36 6 17,15%
36 < Usia ≤ 40 5 14,28%
40 < Usia ≤ 44 2 5,72%
44 < Usia ≤ 48 1 2,86%
Total 35 100%
Tabel di atas menunjukan gambaran subjek penelitian berdasarkan
usia,yang diklasifikasikan dalam 7 kelompok usia. Subjek penelitian
didominasi oleh penderita HIV/AIDS dengan rentan usia 28 <Usia ≤32
tahun (31,42%).Kemudian diikuti oleh penderita HIV/AIDS usia 23 <Usia
≤ 28 tahun (22,85%), kemudian yang paling sedikit adalah penderita
HIV/AIDS dengan rentan usia 44 <Usia ≤ 48 sebanyak (2,86%).
69
4.3.3 Karakteristik Berdasarkan Waktu Status Terinfeksi
Tabel.4.8
Presentase Subjek Penelitian Berdasarkan Waktu Status Terinfeksi
Jumlah Presentase(%)
1 ≤ 1 2,86%
1 < Usia ≤3 14 40%
3 < Usia ≤ 5 11 31,42
5 < Usia ≤ 7 5 14,29
7 < Usia ≤ 9 4 11,43
9 < Usia ≤ 11 0 0%
11< Usia ≤ 13 0 0%
Total 35 100%
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
subjek penelitian terbanyak dalam penelitian ini adalah penderita
HIV/AIDS yang telah mengetahui status terinfeksinya 1< Usia ≤ 3
tahun sebanyak 14 orang (40%), sedangkan subjek penelitian paling
sedikit adalah penderita HIV/AIDS yang mengetahui status
terinfeksi 3<Usia ≤5 tahun sebanyak 11 orang (31,42%)
70
4.3.4 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 4. 9
Persentase Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase(%)
SMA/Sederajat 12 34,29%
D2 - 0%
D3 - 0%
S1 19 54,29%
S2 4 11,42%
Total 35 100%
Tabel di atas menggambarkan bahwa subjek penelitian yang paling
banyak adalah penderita HIV/AIDS dengan tingkat pendidikan S1
sebanyak 54,29% ,kemudian disusul dengan penderita HIV/AIDS dengan
tingkat pendidikan SMA/Sederajat sebanyak 34,29%, dan yang paling
sedikit adalah subjek penelitian dengan tingkat pendidikan S2 sebanyak
11,42%.
4.4 Analisis Data dan Interpretasi
Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis data kuantitatif
dan analisis data kualitatif. Analisis data kuantitatif terdiri dari Uji 2
sampel Independen Kolmogorov-Smirnov dan Wilcoxon Signed-Rank Test
(Tes Rangking Bertanda Wilcoxon untuk Data Berpasangan ) dan Paired
Samples Test. Alasan menggunakan analis tes bertanda Wilcoxon untuk
data berpasangan adalah karena membandingkan dua subjek kontinu bila
tersedia subjek yang sedikit. Ini juga dikarenakan adanya kesulitan dari
peneliti untuk mencari subjek penelitian dalam jumlah yang
banyak.Semua analisis non parametrik tersebut dilakukan secara
komputasi dengan menggunakan program Statistical Packages for Social
Science (SPSS) 17.00 for windows. Analisis kualitatif meliputi analisis
data subjek yaitu wawancara, lembar kerja dan modul.
71
4.4.1 Deskripsi Hasil Pengukuran Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data varibel harga diri. Agar
mudah dipahami, data yang diperoleh dari hasil penelitian ini di
deskripsikan dalam bentuk tabulasi yaitu penyajian data yang sudah
diklasifikasikan atau di kategorikan ke dalam bentuk tabel atau diagram,
sehingga dapat memberikan gambaran deskripsi tentang harga diri.
Skala harga diri digunakan untuk mengukur penderita HIV/AIDS di
Kota Salatiga. Dalam hal ini subjek penelitian diminta memberikan
penilaian atau memberikan tanggapan sejauh mana harga diri dinilai oleh
penderita HIV/AIDS di Kota Salatiga. Skala harga diri terdiri dari 27
aitem yang valid dengan menggunakan 5 pilihan jawaban yaitu skor 5
untuk sangat setuju, skor 4 untuk setuju, skor 3 untuk netral, skor 2 untuk
tidak setuju, skor 1 untuk sangat tidak setuju. 5 pilihan berlaku untuk
pernyataan yang bersifat positif, dan sebaliknya pernyataan yang bersifat
negatif.
Pengukuran ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu pre-test (sebelum
pelaksanaan pelatihan), dan post-test (setelah pelaksanaan pelatihan).Skor
total empiris data pre-test kelompok eksperimen menyebar dari skor
terendah 63 sampai pada skor tertinggi 72 sedang pada data post-test
kelompok eksperimen menyebar dari skor terendah 67 sampai pada skor
tertinggi 99, sedangkan post-test kelompok kontrol skor menyebar dari
skor terendah 67 sampai skor tertinggi 75. Semakin tinggi skor total
menunjukan harga diri yang tinggi, sebaliknya semakin rendah skor
menunjukan harga diri yang semakin rendah.Skor total data harga diri
yang diperoleh dari masing-masing subjek penelitian, diklasifikasikan
dalam 3 kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Menentukan panjang
kelas interval dengan cara:
= skor max – skor min
banyaknya kategori
72
Menentukan panjang kelas atau interval dengan cara :
= 135 - 27
6
= 108
6
= 18
Dengan demikian, gambaran tinggi atau rendahnya harga diri pre-test
kelompok eskperimen dikategorikan pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Deskripsi Pengukuran Pre-Test Kelompok Eksperimen Skala Harga Diri
Skor Kategori Frekuensi %
99 ≤ x <117 Tinggi 0 0%
81 ≤ x < 99 Sedang 0 0%
63 ≤ x <81 Rendah 35 100%
Total 35 100%
Dengan demikian, gambaran tinggi atau rendahnya harga diri post-test
kelompok eksperimen dikategorikan padatabel 4.11
Tabel 4.11
Deskripsi Pengukuran Post-Test Kelompok Eksperimen Skala
Harga Diri
Skor Kategori Frekuensi %
103 ≤ x <121 Tinggi 0 0%
85 ≤ x < 103 Sedang 1 2,86%
67 ≤ x < 85 Rendah 34 97,14%
Total 35 100 %
Dengan demikian, gambaran tinggi atau rendahnya harga diri post-
test kelompok kontrol dikategorikan pada tabel 4.12
73
Tabel 4.12
Deskripsi Pengukuran Post-Test Kelompok Kontrol Harga Diri
Skor Kategori Frekuensi %
103 ≤ x <121 Tinggi 0 0%
85 ≤ x < 103 Sedang 0 0%
67 ≤ x < 85 Rendah 35 100%
Total 35 100%
Dari tabel diatas dapat dilihat adanya peningkatan harga dari
peserta pelatihan sebelum dan sesudah diberi pelatihan ini bisa dilihat
dengan membandingkan skor sebelum diberi pelatihan atau pre-test dan
sesudah diberi pelatihanatau post-test.Skor setelah diberi pelatihan atau
post-test lebih tinggi dari skor sebelum diberi pelatihan atau pre-test.
4.4.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik analisis statistik independent test atau biasa disebut
uji t dengan menggunakan program SPSS Statistic 17.0 for windows.
4.4.3 Uji t dependent (paired) sampel test pre-test dan post-test
kelompok eksperimen
Tabel 4.13
Paired Sampels Statics
Mean N Std. Deviation
Pair 1 pretestKE 69.09 35 1.884
posttestKE 74.86 35 5.100
Tabel 4.14
74
Paired Samples Correlations
N Correlation
Pair
1
pretestKE
posttestKE 35 -.002
Tabel.4.15
Paired Sampel Test
Dari hasil uji t dengan menggunakan program SPSS Statistic 17.0
for windows adalah t skor = -6,277 (p<0.05) ini berarti terdapat
perbedaan yang signifikan harga diri pada kelompok eksperimen sebelum
dan sesudah diberi perlakukan (pelatihan). Pada kelompok ekperimen
skor post-tes adalah 74.86 dan skor pre-test 69.09. Dari hasil uji t di atas
dapat disimpulkan terdapat perubahan pre-test dan post test sebelum dan
sesudah diberikan pelatihan.Sehingga dapat dikatakan ada peningkatan
harga diri peserta pelatihan sebelum dan sesudah diberi pelatihan.
Paired Samples Test
Paired Differences
T df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std. Deviati
on Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 pretestKE posttestKE
-5.771 5.440 .920 -7.640 -3.903 -6.277 34 .000
75
4.4.4 Uji t independen sampel test post-test kelompok eksperimen (KE)
dan post-test kelompok kontrol (KK)
Tabel 4.16
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Harga diri post ke 35 74.8571 5.09984 .86203
post kk 35 71.9429 2.05717 .34772
Tabel 4.17
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-
tailed)
Mean difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Harga Diri
Equalvariances assumed
4.774 .032 3.135 68 .003 2.91429 .92952 1.05946 4.76912
Equal variancs not assumd
3.135 44.779 .003 2.91429 .92952 1.04188 4.78669
Dari hasil independent test dapat dilihat pada post-test kelompok
kontrol dan post-test kelompok eksperimen t skor adalah 4,774 (p<0.05)
terdapat perbedaaan yang signifikan harga hari pada kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen. Pada kelompok kontrol skor post-test adalah
71.94 dan pada kelompok ekperimen skor post-test 74.86. Dari hasil uji t
secara independent test dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai
post-test kelompok eksperiment atau kelompok yang diberi pelatihan
dengan post-test kelompok kontrol atau kelompok yang tidak diberi
pelatihan. Nilai post-test kelompok eksperimen lebih tinggi dari nilai
post-test kelompok kontrol ini berarti harga diri kelompok eksperimen
76
atau kelompok yang diberi pelatihan lebih tinggi dari harga diri kelompok
kontrol atau kelompok yang tidak diberi pelatihan.
4.6. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan dengan cara observasi dan evaluasi
program pelatihan. Observasi dilakukan selama subjek eksperimen
menjalankan pelatihan penerimaan diri, manajemen stres dan motivasi
dengan panduan modul pelatihan dan penjelasan lembar kerja yang dibuat
oleh peneliti. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh dua
orang mahasiwa magister sains psikologi UKSW.
Pada hari pertama pelatihan subjek eksperimen telah kooperatif
dalam mengikuti program pelatihan , subjek tidak canggung dan malu-
malu mengikuti pelatihan. Suasana pelatihan sangat menyenangkan dan
santai. Pengerjaan lembar kerja dapat dilalui oleh subjek tanpa ada
kesulitan. Pada hari pertama co-trainer memberikan empat kertas
berwarna dan meminta peserta pelatihan untuk menuliskan apa yang
menjadi kelebihan, kekurangan, potensi dan kendala dalam hidup
peserta,peserta menulis dengan sangat antusias begitu pula saat trainer
meminta peserta untuk mempresentasikan apa yang ditulisnya, peserta
maju kedepan dengan tidak malu-malu. Pada saat refeleksi yang di iringi
dengan suara musik lembut peserta mengikuti dengan baik setiap arahan
dan instruksi dari trainer dan para peserta melakukan setiap instruksi
dengan rileks dan tenang. Akhir dari sesi pertama pesera mendengar
materi yang dibawakan trainer dengan judul” ku istimewa” dan para
peserta mengikutinya tetap dengan semangat dan antusias.
Pelaksanaan pelatihan pada hari kedua tentang manajemen stress
pada bagian pertama pelatihan disaat peserta mengerjakan lembar kerja
M.2.1 tentang mengindentifikasi sumber stres beberapa dari para peserta
perlu dibantu untuk mengerjakannya karena ada beberapa bagian dari
pertanyaan yang peserta tidak mengerti maksudnya. Bagian kedua dari
sesi ini trainer menyampaikan materi tentang bagaimana mengelolah
stres, bagian ini peserta sangat antusias karena trainer memberikan
kesempatan kepada peserta untuk bertanya, jadi pada sesi ini ada ruang
77
tanya jawab. Akhir sesi kedua ini adalah penyampaian testimony dari
seorang penderita HIV/AIDS (ODHA) yang telah berhasil melewati masa-
masa sulit hidupnya. Dalam testimony disampaikan bagaimana dia harus
berjuang dalam hidupnya saat suami dan anak tercinta harus meninggal
karena HIV/AIDS, disampaikan dia sempat marah dan menyesali
hidupnya bahkan pernah menyalahkan Tuhan karena dia sempat berpikir
kenapa ini terjadi dalam hidupnya karena dia merasa dia wanita baik-baik
dan bukan wanita nakal. Dalam testimony ini juga dicerita bahwa dia
tertular HIV/AIDS dari suaminya dan dia tidak tahu kehidupan suaminya
diluar rumah ternyata suka mengujungi lokalisasi.Tantangan terbesar juga
datang saat orang-orang disekitar mengetahui status terinfeksinya dan
melakukan stigma dan diskriminasi pada dirinya, keadaan semakin
memburuk saat pimpinan ditempat dia bekerja memberhentikan dia secara
sepihak karena tahu statusnya sebagai penderita HIV/AIDS.Titik balik dari
kehidupannya saat dia mulai menyadari akan arti hidupnya dia harus
berguna buat orang lain dan dia ingin bahwa biarlah virus ini hanya
berhenti pada dirinya dan dia tidak ingin ada orang lain lagi yang
terinfeksi.Mulai saat ini dia mulai aktif membantu orang-orang terinfeksi
untuk menatap hidup kedepan bahwa terinfeksi HIV/AIDS bukannya akhir
dari kehidupan.Setelah penyampaian testimony para peserta tepuk tangan
dan berdiri menunjukan rasa kagum kepada orang ini, dan peserta sangat
dikuatkan dengan testimony yang sudah disampaikan.
Sesi terakhir dari rangkaian pelatihan ini adalah sesi tentang
motivasi dengan judul “aku pasti bisa” sesi ini diawali dengan ice
breaking dimana fasilitator membuka sesi dengan menanyakan apakah
masih bersemangat ???. Fasilitator bercerita tentang apa itu motivasi dan
bagaimana cara memiliki motivasi yang baik.Selanjutnya peserta
menonton tanyangan video Paralympic games yaitu perlombaan olah raga
yang diadakan bagi penyandang cacat dalam tanyangan itu diperlihatankan
bahwa orang-orang yang hidup dalam kekurangan juga bisa berprestasi
beberapa hal yang bisa dilihat dalam tangan itu adalah dimana seorang
dengan cacat tidak bisa melihat atau buta bisa menjadi pelari sprint
78
dilintasan atletik bahkan berlari sangat cepat sekali, ada juga seorang yang
tidak mempunya kaki bisa menjadi perenang yang sangat cepat dan
beberapa aktifitas perlombaan olahraga bagi penyandang cacat. Selama
tayangan berlangsung peserta pelatihan sangat antuasia dan raut wajah
mereka mereka wajah prihatin dan turut merasakan apa yang mereka lihat.
Setelah tanyangan selesai peserta diberikan materi tentang motivasi dan
disampaikan trainer bahwa hidup harus terus berjalan dan apapaun status
kita dan bagaimana pun kita, kita harus tetap survive dalam menjalankan
kehidupan ini, selalu ada jalan bagi mereka yang tidak pernah menyerah.
Evaluasi dalam kegiatan pelatihan ini ada beberapa hal yang harus
diperhatikan pertama masalah waktu, hampir disetiap sesi waktu
pelaksanan mundur jadi jadwal yang sudah ditetapkan ini karena ada
beberapa peserta pelatihan yang tinggal di luar Kota Salatiga sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di lokasi pelatihan.
Beberapa kesulitan yang dialami subjek untuk menghapal instruksi-
intruksi saat refleksi dan kesulitan untuk berkonsentrasi diawal-awal
reflesi, pada saat menonton tangan video ada gangguan teknis yang terjadi
dimana suara pada speaker tidak keluar dan peserta tidak dapat mendengar
suara tanyangan tapi ini tidak berlangsung lama dan bisa diatasi dengan
segera. Akhir sesi saat peserta diminta mengerjakan post-test ada beberapa
peserta yang tidak mebawa pulpen sehingga fasilitator harus mencarikan
pulpen terlebih dahulu, sebenarnya masing-masing peserta sudah
mendapat pulpen hanya saja karena semua perlengkapan pelatihan dibawa
peserta pulang kerumah masing-masih jadi ada beberapa peserta yang lupa
membawanya kembali.
Penelitian tentang harga diri bagi penderita HIV/AIDS sebelumnya
juga pernah dilakukan dengan memberikan dengan memberikan sepuluh
materi pelatihan yaitu manajemen diri, kepemimpinan,komunikasi,
manajemen stress, manajemen konflik, manajemen waktu, motivasi,
kerjasama tim, membangun tim, dan kepribadian. Dalam penelitian ini
penelitia hanya menggunakan tiga materi saja yaitu penerimaan diri,
manajemen stress dan motivasi yang menjadi aspek peningkatan harga
79
diri. Hubungan antara penerimaan diri dengan harga diri dapat di lihat dari
beberapa alasan berikut :
1. Penerimaan diri yang baik dengan menerima segala kelebihan dan
kekurangan akan membuat harga diri sesorang juga menjadi
baik,karena dapat menerima dirinya apa adanya.
2. Individu yang mampu menerima setiap kritikan akan merasa
mampu menghadapi setiap tantangan sehingga individu itu akan
merasa hidupnya berharga.
3. Individu yang lebih mempunyai orientasi diri keluar daripada
kedalam diri dan tidak mempunyai rasa malu dan dapat
bersosialisasi dengan lingkungan dan diterima oleh lingkungan
sehingga mendapat penerimaan sosial akan merasa lebih berharga
dari pada individu yang tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan.
Hubungan antara manajemen stres dan Harga diri dapat dilihat
dengan beberapa alasan :
1. Individu yang mampu mengelolah stresnya dengan baik akan
terhindar dari berbagai masalah,dengan demikian individu ini
akan merasa berharga karena dapat melewati masalah
hidupnya.
2. Stres disebabkan oleh berbagai masalah baik dari dalam atau
dari luar,sesorang yang bisa mengatasi masalah dalam
kehidupannya dan bisa tetap berpikir positif dengan masalah
yang di hadapinya akan lebih merasa berharga dibandingkan
dengan individu yang terpuruk dalam masalah.
Hubungan antara motivasi dan harga diri dapat dilihat dari
beberapa alasan sebagai berikut :
1. Memiliki motivasi yang tinggi akan membuat individu
berusaha mencapai apa yang menjadi target dalam
hidupnya.Semakin individu mendekati target hidupnya
semakin dirinya merasa berharga,karena bisa mencapai apa
yang diharapkan.
80
2. Dengan motivasi tinggi seseorang lebih bergairah dalam
mencapai tujuannya ini berefek pada semangat dan keingin
besar untuk berhasil, semangat dan keinginan besar ini
dapat menjadikan dirinya lebih berharga.
4.7 Uji Hipotesis
Dari hasil olah data uji t dengan menggunakan program SPSS
statistic 17.0 for windows dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
positif program pelatihan penerimaan diri,manajemen stress dan
motivasi terhadap peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS di Kota
Salatiga dimana bisa dilihat dari adanya pengingkatan skor harga diri
dari sebelum diberi perlakukan dan sesudah diberi perlakukan pada
kelompok eksperimen dan terdapat perbedaan skor harga diri setelah
diberi perlakukan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
dimana nilai setelah diberi perlakukan pada kelompok eksperimen
lebih tinggi dari kelompok kontrol.
4.8 Pembahasan
Dari penelitian ini dapat terlihat jelas pengaruh atau
hubungan antara pelatihan penerimaan diri, manajemen stres,
motivasi terhadap peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS di
Kota Salatiga.Pengaruh penerimaan diri terhadap harga diri dapat
dilihat dari setelah diberi pelatihan perserta pelatihan akhirnya bisa
menerima keberadaan dirinya termasuk keadaan yang dialaminya.
Burns (1993) menyatakan bahwa penerimaaan diri adalah
sebagai tidak adanya sikap sinis terhadap diri sendiri, dan
dihubungkan dengan sikap penerimaan orang lain.Penerapan
dalam pelatihan ini adalah bahwa peserta pelatihan dapat
menerima keberadaan dirinya dan tidak melakukan penghakiman
81
atas dirinya atau menyakiti dirinya dan apapun sikap yang
diterimanya dari orang lain yang ada disekitarnya diharapkan tidak
membuat individu itu merasa rendah diri atau tidak merasa
berharga,tetapi sikap tersebut dijadikan sebagai masukan untuk
menjadi individu yang lebih baik lagi.
Manajemen stres juga sangat berpengaruh terhadap harga
diri penderita HIV/AIDS di Kota Salatiga, Individu yang dapat
mengelolah stresnya dengan baik, akan dapat mengatasi masalah
yang dialaminya sehingga hidupnya menjadi lebih tenang dan
produktif dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Bagi orang yang
terinfeksi HIV/AIDS juga sangat penting untuk dapat mengelolah
stres apalagi stres yang timbul dari penyakit yang dialaminya
seperti contoh penyakit yang muncul akibat efek samping dari
mengkonsumsi obat ARV, mulai munculnya infeksi oportunities
dan ketika mengalami resisten obat akibat kelalain dalam
meminum obat. Masalah –masalah ini akan mengakibatkan tingkat
stres yang tinggi dan perlu bagi individu tersebut untuk
mengelolah stresnya.Apabila individu mampu mengelolah stres
dengan baik maka dirinya akan merasa berharga karena. Dalam
pelatihan ini peserta mendengarkan testimony dari seorang yang
menderita HIV/AIDS yang berhasil mengatasi keterpurukannya
bahkan saat ini mampu menjadi aktivis di level nasional dan
memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Lazarus & Foklman (1986) mengatakan stres tidak hanya
terjadi karea kondisi eksternal tetapi juga karena kerentanan
individu dan mekanisme pengelolahan kognitif.Stres juga terjadi
apabila terdapat ketidak seimbangan antara tuntutan yang dihadapi
82
dan kemampuan yang dimiliki.Jadi sangat perlu mengelolah stres
karena penderita HIV/AIDS sangat rentan dengan berbagai
masalah yang muncul akibat penyakit yang dialaminya.
Motivasi juga mempunyai pengaruh yang besar dalam
peningkatan harga diri invidu.Seseorang yang memiliki motivasi
yang baik akan memiliki semangat dan gairah yang baik pula,
dengan semangat tersebut individu itu akan mampu mencapai apa
yang dia inginkan dan bila apa yang diinginkan sudah tercapai,
seorang invidu merasa bangga, rasa bangga ini membuat harga diri
individu tersebut meningkat. Bagi penderita HIV/AIDS sangat
perlu memiliki motivasi yang tinggi terutama motivasi bertahan
hidup, motivasi ini juga bisa diterapkan dalam kegiatan penderita
sehati-hari contoh ketaatan dalam meminum obat ARV karena obat
harus dikonsumsi dua kali dalam sehari dan itu dilakukan seumur
hidup penderita.
Sandrock (2002) selain penilaian terhadap diri sendiri hal
yang penting dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk
mencapai prestasi yang tinggi adalah keyakinan seseorang bahwa
dia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes)
dengan ini dapat disimpulkan bahwa diperlukan motivasi yang
tinggi untuk dapat mencapai suatu prestasi atau kondisi yang lebih
baik.
Secara umum dari hasil pengukuran di atas dibuktikan
bahwa hipotesis peneliti dapat diterima, ini dapat dilihat dari skor
skala harga diri sebelum dan sesudah diberi pelatihan, dan
membandingkan hasil skor skala harga diri antara kelompok
kontrol (kelompok yang tidak diberi pelatihan). Dan kelompok
eksperimen (kelompok yang diberi pelatihan) menunjukan bahwa
83
skor kelompok yang diberi pelatihan lebih tinggi dari skor
kelompok yang tidak diberi pelatihan. Pada kelompok eksperimen
skor rata-rata pre-test adalah 69.09 sedangkan skor rata-rata post-
test adalah 74.86 dengan nilai t -6.27.Terdapat peningkatan skor
pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberi
pelatihan.Pada uji t independen t post-test kelompok eksperimen
dan post test kelompok kontrol skor rata-rata post-test kelompok
ekperimen adalah 74.85 sedangkan skor rata-rata post-test
kelompok kontrol adalah 71.94 dengan nilai t sebesar
3.135.Terdapat perbedaan bahwa skor post-test kelompok
eksperimen lebih tinggi dari skor post-test kelompok kontrol. Dan
skor post-test kelompok eksperimen lebih tinggi dari skor post-test
kelompok kontrol ini menunjukan pelatihan penerimaan diri,
manajemen stres dan motivasi secara simultan berpengaruh
terhadap peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS di Kota
Salatiga. Ada beberapa kemungkinan terjadinya pengaruh
pelatihan penerimaan diri,manajemen stress dan motivasi terhadap
peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS di Kota Salatiga.
Pertama, Aspek dari pelatihan yang digunakan adalah hal-hal yang
berpengaruh terhadap peningkatan harga diri seorang penderita
HIV/AIDS dimana seorang penderita HIV/AIDS pada saat
mengetahui status terinfeksinya akan mengalami penolakan jadi
memerlukan penerimaan diri, akan mengalami banyak masalah
stigma dan diskriminasi jadi perlu mengelolah stres, dan
mengalami ketidakpercayaan diri dan kemampuan jadi perlu
diberikan motivasi untuk memacu semangat dalam menjalani
hidup dan adanya keinginan dan antusias dari peserta pelatihan
untuk mengikuti setiap sesi yang ada karena mereka tahu bahwa
mereka sangat menbutuhkan pelatihan yang dapat meningkatkan
harga diri mereka.
84
Kedua, Pada kelompok kontrol tidak diberikan pelatihan
sama sekali hanya melakukan terapi ARV( Anti Retro Viral).jadi
tidak mengalami perubahan mind set dan tidak mendapat materi
penerimaan diri, manajemen stres dan motivasi.