bab iv studi protoplas tanaman jeruk siam dan mandarin satsuma
TRANSCRIPT
43
BAB IV
STUDI ISOLASI PROTOPLAS TANAMAN JERUK SIAM DAN MANDARIN SATSUMA)*
Ringkasan
Penelitian untuk mendapatkan metode isolasi protoplas dari tanaman jeruk siam (kultipar Simadu dan Pontianak) dan mandarin (kultivar Satsuma) telah dilakukan dari bulan Juli – Desember 2007. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jenis, konsentrasi, dan kombinasi enzim yang digunakan dalam isolasi protoplas sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Kombinasi enzim selulase 1% (Onozuka RS-Yakult) dengan maserosim (Onozuka R-10 Yakult) (enzim 1) dapat mengisolasi protoplas dari jaringan daun maupun kalus embriogenik dengan densitas yang tinggi (105/ml) setelah dimurnikan dengan larutan sukrosa 25%+manitol 13%. Penambahan enzim pectoliyase Y-23 dalam komposisi enzim yang sama (enzim 2) juga dapat mengisolasi protoplas dari jaringan daun dan kalus embriogenik dengan densitas (105/ml). Rata-rata jumlah protoplas yang terisolasi dari jaringan daun adalah 1.3x105dari siam Simadu dan siam Pontianak, dan1.05x105dari Mandarin Satsuma pada enzim 1 serta 1.30x105, 1.20x105 dan 1.1x105 pada enzim 2. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari kalus yang berasal dari nuselus lebih banyak dari pada kalus embriogenik yang berasal dari embrio baik pada enzim 1 maupun enzim 2. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan adalah 1.5x105
siam Simadu maupun siam Pontianak.
*)Bagian disertasi ini telah dipublikasikan di Jurnal Agritek Vol. 17.2008.
Kata kunci: Jeruk siam Simadu dan Pontianak, Mandarin Satsuma, isolasi protoplas, mesopil daun, kalus embriogenik, dan larutan enzim.
44
PROTOPLAST ISOLATION STUDIES OF TANGERINE AND SATSUMA MANDARIN
Abstract
Research to find a method of protoplasts isolation from tangerine citrus (Simadu and Pontianak cultivars) and Satsuma Mandarin cultivar have been carried out from July to December 2007. Experiments have shown that the type, concentration, and the combination of enzymes used in protoplast isolation are very influential in the success of protoplast isolation. The combination of 1% cellulase (Onozuka RS, Yakult) with macerozim 1% (Onozuka R-10 Yakult) (enzyme 1) is able to isolate protoplasts from embryogenic callus or leaf tissue with high density (105/ml), after purified with a solution of sucrose 25% + 13% mannitol. Addition of Y-23 pectolyase enzyme in the composition of the same enzyme (enzyme 2) was also able to isolate protoplasts from embryogenic callus tissue and leafs with a density of 105/ml. Average number of protoplasts isolated from leaf tissue tangerine Simadu is 1.31x105, Tangerine Pontianak is 1.3x105, and Mandarin Satsuma 1.05x105, at enzyme 1 and 1.3x105, and 1.2x105 1.2x105 at enzyme 2. The average amount generated from callus protoplasts derived from embryogenic callus nuselus more than derived from embryos at both 1 and 2 enzymes. Average number of protoplasts produced was 1.5x105 from Simadu tangerine and 1.5 x105 from Pontianak tangerine. Average number of protoplasts produced was 1.5x105 from Simadu 1.5 x105
from Pontianak.
Keyword : Citrus siam Simadu and Pontianak, Mandarin Satsuma, protoplast
isolation,embriogenic cali, and composition of enzym.
45
Pendahuluan
Protoplas adalah sel telanjang tanpa dinding yang hanya dilindungi oleh
membran plasma. Isolasi protoplas pertama kali dilakukan oleh Klercher pada tahun
1892 dari potongan irisan umbi bawang yang terlebih dahulu diplasmolisa, kemudian
dimasukkan ke dalam media cair sehingga banyak protoplas yang meluncur ke dalam
medium (Bhojwani dan Razdan 1983).
Metode isolasi protoplas dimulai pada tahun 1960an dengan cara ekstraksi
dan pemurnian menggunakan enzim yang dapat menghancurkan dinding sel. Cocking
(1960) berhasil mengisolasi protoplas dari jaringan tanaman yang diinkubasi dalam
larutan konsentrat kasar enzim selulase yang diisolasi dari cendawan Myrothecium
verrucaria. Pada tahun 1968, preparasai dan pemurnian protoplas mulai dilakukan
secara komersial sampai sekarang menggunakan larutan enzim seperti maserozim dan
selulase (Veilleux et al. 2005). Untuk mengisolasi protoplas dari jaringan biasanya
dilakukan secara enzimatik. Jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan dalam
isolasi protoplas sangat bervariasi. Paling tidak ada 15 jenis enzim yang dapat
dipergunakan, yang biasa digunakan adalah pektinase, pektolyase, macerozim dan
selulase. Pektinase, pektolyase, dan macerozim berfungsi untuk melarutkan dinding
primitif antar sel yang tersusun oleh zat pektin sehingga menjadi sel-sel tunggal.
Sedangkan selulase berfungsi melarutkan sisa dinding sel yang tersususn atas zat
selulosa (Suryowinoto 1990).
Protoplas dapat diisolasi dari hampir semua bagian tanaman, seperti dari akar
(Cocking 1960; Bawa dan Torrey 1971), dari daun (Wenzel 1980), dari nodul akar
(Davey et al. 1973), coleptil (Hall dan Cocking 1974), jaringan buah (Cocking 1970),
tajuk bunga (Potrykus 1973), serbuk sari (Bajaj 1977), kultur kalus (Schenk dan
Hildebranadt 1969), kalus embriogenik (Grosser and Gemitter 1990, Vardi et al.,
1990, Tusa et al. 2000) daun in vitro (Binding et al. 1982; Grosser et al. 1996; Serraf
1991, Fu et al. 2003; Husni et al. 2003; Husni et al. 2004 dan Cai et al. 2007.) dan
suspensi sel (Grosser and Gemitter 2005; Mendes da Gloria et al. 2000; Fu et al.
2003 dan Cai et al. 2007).
46
Untuk mencegah pecahnya protoplas selama proses isolasi dan pemurnian
protoplas biasanya digunakan zat anti pecah (anti blast) yang biasanya juga disebut
osmolyticum atau osmotic stabilizer. Zat yang biasanya digunakan adalah gula
alkohol (sorbitol, manitol) dan sukrosa (Suryowinoto 1990). Penggunaan sukrosa
konsentrasi tinggi (21-25%) atau kombinasi sukrosa dengan manitol dapat digunakan
untuk memisahkan protoplas dari sisa jaringan atau pecahan sel (debris) sehingga
diperoleh protoplas yang murni.
Protoplas dari tanaman jeruk dengan viabilitas yang tinggi dapat diisolasi dari
jaringan daun, nuselus, kalus, dan suspensi sel. Vardi et al. (1990); Kobayashi et al.
(1983) dan Grosser dan Gmitter (1990) menggunakan kalus embriogenik sebagai
sumber protoplas dan protoplas yang dihasilkan dapat diregenerasi menjadi tanaman.
Ohgawara et al. (1991), Tusa et al. (2000), dan Calixo et al. (2004) menggunakan
mesopil daun sebagai sumber protoplas dan Grosser et al. (2000), Mendes da Gloria
(2000), dan Fu et al. (2003) menggunakan suspensi sel sebagai sumber protoplas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat jenis sumber protoplas yang baik
digunakan untuk isolasi protoplas, mendapatkan komposisi enzim yang tepat untuk
isolasi protoplas dan mendapatkan komposisi larutan pemurnian untuk
mengapungkan protoplas sehingga diperoleh protoplas yang murni.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti
Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Juli –
Desember 2007. Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas pada
penelitian ini adalah kalus embriogenik, daun in vitro dan suspensi sel dari tanaman
jeruk siam Simadu, siam Pontianak, dan Mandarin Satsuma. Media dasar yang
digunakan untuk mendapatkan sumber protoplas (kalus, daun dan suspensi sel)
adalah MP2 (Morel and Wetmore 1951 + 3 mg/l BA + 500 mg/l ekstrak malt) yang
dipadatkan dengan 2 gr/l phytagel.
47
Kemasaman media diatur dengan menambahkan NaOH 0.1N sehingga
menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mg/l
gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 1210
C selama 20
menit. Penelitian dilakukan dalam empat tahap percobaan yang terdiri dari produksi
tunas in vitro, isolasi protoplas dari kalus embriogenik, isolasi protoplas dari daun in
vitro, dan isolasi protoplas dari suspensi sel.
Produksi tunas in vitro
Penelitian pada percobaan satu dilakukan untuk mendapatkan tunas in vitro
yang mempunyai daun yang banyak yang akan digunakan sebagai sumber protoplas.
Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah biji masak yang berasal dari buah
yang sudah matang yang diambil dari kebun percobaan Balai Penelitian Jeruk dan
Buah Subtropika Batu, Malang. Media dasar yang digunakan adalah MP2 dengan
penambahan 0.5 mg/l GA3
Sterilisasi biji dilakukan dengan cara mencuci biji terlebih dahulu dengan
detergen dan dibilas dengan air PAM sampai bersih. Biji dari masing-masing jenis
jeruk di rendam dalam larutan alkohol 70% selama 10 menit. Kemudian direndam
selama 10 menit dalam larutan hipoklrid 30% dan 5 menit dalam larutan sodium
hipoklorid 20%. Kemudian dibilas dengan steril sebanyak tiga kali. Biji yang sudah
disterilisasi dikecambahkan dalam media kultur yang digunakan. Setiap botol
ditanaman 5 biji pada siam Simadu dan Pontianak dan diulang sebanyak 10 kali
sehingga diperoleh 50 biji setiap jenis jeruk kecuali Mandarin Satsuma (1 biji/botol)
karena bijinya terbatas (seedless).
yang dipadatkan dengan 2 gr/l phytagel.
Kemasaman media diatur dengan menambahkan NaOH 0.1N sehingga
menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan menambahkan 2.5 mg/l
gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 20
menit. Semua kultur disimpan di ruang kultur dengan penyinaran 1000 lux selama 16
jam dengan suhu 23 - 270
C. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan persentase
biji yang berkecambah, tinggi tunas dan jumlah daun.
48
Produksi kalus embriogenik
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kalus embriogenik
untuk digunakan sebagai sumber isolasi protolas. Bahan tanaman yang digunakan
sebagai sumber eksplan adalah nuselus dan embrio zigotik dari buah muda umur
30-90 hari setelah anthesis (diameter 2-3 cm) dari tanaman jeruk siam Pontianak
dan Simadu yang diambil dari koleksi Balitbu subtropika di Tlekung Malang.
Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah embrio dan nuselus untuk
menghasilkan kalus embriogenik. Media kultur yang digunakan sama dengan media
kultur produksi tunas in vitro (MP2). Kemasaman media diatur dengan menambahkan
NaOH 0.1N sehingga menjadi 5.6-5.8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan
menambahkan 2.5 mg/l gelrait. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada
suhu 1210
Nuselus dan embrio dari masing-masing jenis jeruk yang digunakan dikultur
dalam 10 botol media yang terdiri dari masing-masing 5 nuselus atau 5 embrio setiap
botol sehingga setiap jenis terdiri dari 50 eksplan. Semua kultur disimpan di ruang
kultur dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam dengan suhu 23 - 27
C selama 20 menit.
0
C.
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan persentase persentase eksplan yang
dapat membentuk kalus dan tipe kalus yang dihasilkan dari setiap botol kultur.
Isolasi protoplas dari daun in vitro
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas pada percobaan ini
adalah daun in vitro yang berasal hasil perkecambahan pada percobaan satu. Tahapan
isolasi protoplas pada percobaan ini mulai dari penggoresan bagian mesofil daun,
inkubasi dalam larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan
penghitungan kerapatan protoplas. Enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas
adalah enzim selulase Onozuka RS10-Yakult, macerozim RS10-Yakult, dan
pectolyase Y-23–Sigma dengan penambahan 0.7 M manitol, 24.5 mM CaCl2, 0.92
mM NaH2PO4, dan 6.15 mM MES yang disterilisasi dengan millifor 0.22 mikron.
Kombinasi larutan enzim yang digunakan sebagai perlakuan adalah sebagai berikut
(Tabel 9).
49
Tabel 9. Kombinasi konsentrasi larutan enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas dari kalus embriogenik, daun in vitro dan suspensi sel.
Enzim Perlakuan 1 Perlakuan 2 Selulase Onozuka RS-Yakult Maserozim R10-Yakult Pectoliyase Y-23-Sigma
1 % 1 % -
1% 1% 0.5%
Metode yang digunakan untuk isolasi protoplas menggunakan kombinasi
metode Grosser and Gemitter Junior (1990) dan Sihachakr (1998) dengan cara
memasukkan 1 g daun in vitro ke dalam 5 cawan petri yang telah berisi 5 ml larutan
enzim. Masing-masing helaian daun dari jenis jeruk (simadu, Pontianak dan Satsuma)
bagian mesofilnya digores secara merata dengan pisau scalpel dengan jarak ± 1- 2
mm (horizontal). Helaian daun yang telah digores dimasukkan ke dalam cawan petri
(50mm x 15mm) yang telah berisi 5 ml larutan enzim. Inkubasi dalam larutan enzim
dilakukan tanpa cahaya pada suhu ruang selama 16 jam (overnight). Suspensi siap
untuk disaring dan dilakukan pemurnian protoplas.
Pemurnian protoplas cara pertama dilakukan dengan cara memasukkan 8 ml
larutan purifikasi (sukrosa 25% dalam larutan CPW) ke dalam tabung sentrifuge yang
berisi pellet dan diresuspensi secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi
selama 10 menit pada kecepatan 1200 rpm sehingga protoplas terapung pada bagian
permukaan larutan purifikasi membentuk cincin. Pemurnian protoplas cara kedua
dilakukan dengan cara memasukkan 5 ml sukrosa 25% + 3 ml larutan manitol 13%
dalam larutan CPW ke dalam tabung sentrifuge yang berisi pellet dan diresuspensi
secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan
1200 rpm sehingga protoplas terapung pada bagian permukaan larutan purifikasi
membentuk cincin.
Protoplas diambil dengan pipet secara perlahan dan dimasukkan dalam tabung
sentrifugasi yang baru. Selanjutnya dicuci dengan menambahkan 5 ml larutan pencuci
(0.5 M manitol + 0.5 mM CaCl2) untuk menghilangkan pengaruh enzim dan sukrosa.
Sentrifugasi dilakukan selama 5 menit sehingga terbentuk pellet protoplas.
Supernatan dibuang dengan pipet secara perlahan dan hati-hati. Pencucian dilakukan
50
sebanyak dua kali dengan cara yang sama, pada akhir pencucian, pellet protplas
ditambahkan dengan 1- 2 ml larutan pencuci (tergantung jumlah protoplas yang
dihasilkan) dan diresuspensi secara perlahan (Husni et al. 2004). Protoplas yang telah
diresuspensi diambil 0.1 ml dan diencerkan kembali dengan larutan pencuci sebanyak
10 kali (0.9 ml). Kemudian dimasukkan dalam gelas haemositometer lalu dilakukan
penghitungan protoplas secara mikroskopis.
Isolasi protoplas dari kalus embriogenik
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas adalah kalus
embriogenik dari nuselus dan embrio yang dikultur dalam media MP2+3 mg/l BA +
500 mg/l EM selama 4 minggu. Kombinasi larutan enzim yang digunakan sebagai
perlakuan sama dengan pada percobaan dua. Metode dan tahapan isolasi protoplas
dari kalus embriogenik pada percobaan ini sama dengan tahapan isolasi protoplas dari
daun in vitro. Tahapan isolasi protoplas terdiri dari koleksi kalus embriogenik,
inkubasi kalus dalam larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan
penghitungan kerapatan protoplas.
Isolasi protoplas dari kultur suspensi sel
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas adalah sel suspensi
yang dikultur dalam media cair MW selama 3 minggu dan sudah diendapkan dengan
cara sentrifugasi. Kombinasi enzim yang digunakan sama dengan kombinasi enzim
pada percobaan dua dan tiga. Metode dan tahapan isolasi protoplas yang digunakan
sama dengan metode isolasi protoplas dari daun dan kalus embriogenik dengan cara
memasukkan 1 g sel suspensi ke dalam 5 cawan petri yang telah berisi 5 ml larutan
enzim.
Tahapan isolasi protoplas terdiri dari koleksi suspensi sel, inkubasi sel dalam
larutan enzim, pemurnian protoplas, pencucian protoplas dan penghitungan kerapatan
protoplas.
51
Hasil dan Pembahasan
Produksi tunas In vitro
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa semua jenis jeruk dapat
menghasilkan kecambah dalam media perkecambahan yang digunakan (Tabel 10).
Persentase keberhasilan biji berkecambah 100% pada jeruk siam Simadu dan
Pontianak serta 80% pada jeruk Mandarin Satsuma. Adanya perbedaan daya
kecambah disebabkan oleh viabilitas fisik dari biji jeruk Mandarin Satsuma dan biji
jeruk siam. Biji jeruk Mandarin Satsuma viabilitasnya lebih rendah karena jeruk
Mandarin Satsuma merupakan jeruk yang seedless sehingga biji yang dihasilkan
kurang sempurna (mengkerut). Hal ini juga dilaporkan oleh Jaskani (1998) pada
kultur biji jeruk mandarin Kinow yang mempunyai tingkat ploidi yang berbeda
(tetraploid, triploid dan diploid) memperoleh persentase perkecambahan mulai dari
12.5-90.3% pada media MP3 dengan penambahan 1 mg/l GA3.
Bila dilihat dari
parameter tinggi tunas dan jumlah daun yang diamati diperoleh bahwa jeruk siam
Simadu memberikan respon yang lebih baik dari jeruk siam Pontianak dan Mandarin
Satsuma. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata tinggi tunas dan jumlah daun yang
dihasilkan. Rata-rata tinggi tunas dari kecambah jeruk siam simadu adalah 2.7 cm
dengan rata-rata jumlah daun sebanyak 5.2 helai. Kemudian diikuti oleh jeruk siam
Pontianak dengan rata-rata tinggi 2.5 cm dengan rata-rata jumlah daun sebanyak 5
helai dan rata-rata tinggi kecambah jeruk Mandarin Satsuma adalah 1.4 cm dengan
rata-rata jumlah daun sebanyak 3.6 helai. Hasil perkecambahan biji dari masing-
masing jenis jeruk dapat dilihat pada gambar 6.
Tabel 10. Keberhasilan biji berkecambah, tinggi tunas dan jumlah daun pada jeruk siam Simadu, Pontianak dan mandarin Satsuma 4 minggu dalam media MW+0.5 mg/l GA3.
Jeruk Kecambah (%)
Rata-rata Tinggi Tunas (Cm)
Rata-rata Jumlah Daun (helai)
Siam Simadu Siam Pontianak Mandarin Satsuma
100 100 80
2.7 2.5 1.4
5.2 5.0 3.6
52
Gambar 6. Penampakan kecambah biji jeruk siam dan mandarin dalam media MP2+1 mg/l GA3
(A=siam simadu, B=siam pontianak dan C=Mandarin Satsuma).
Produksi kalus embriogenik
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa semakin lama
umur kultur maka semakin besar persentase eksplan yang dapat membentuk kalus
(Tabel 11). Persentase keberhasilan pembentukan kalus dari eksplan nuselus 100%
baik pada jeruk siam Simadu dan siam Pontianak serta 93.3% dan 95.0% dari
eksplan embrio setelah kultur berumur 2 bulan. Berdasarkan tipe kalus yang
dihasilkan diperoleh bahwa kalus yang berasal dari embrio mempunyai struktur
globular yang lebih banyak dari pada struktur globular dari nuselus. Warna kalus
yang dihasilkan juga berbeda antara kalus yang berasal dari nuselus dengan kalus
yang berasal dari embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih putih sedangkan kalus
yang berasal dari embrio kuning kehijauan (Gambar 7).
Tabel 11. Persentase keberhasilan induksi kalus dari nuselus dan embrio jeruk siam Simadu dan Pontianak, 2 bulan setelah kultur.
Jeruk siam Eksplan
Pembentukan Kalus Tipe kalus (%)
Jumlah preembrio
Simadu Nuselus Embrio Pontianak Nuselus Embrio
100.0 93.3
100.0 95.0
Em-Pem-Glob 36.2 Em-Pem-Glob 28.2
Em-Pem-Glob 39.0 Em-Pem-Glob 33.6
Keterangan:Em= embriogenik, Pem= pre-embrio dan Glob= globular
A B C
53
Gambar 7. Penampakan kalus embriogenik dari eksplan nuselus (A dan C) dan eksplan embrio (B dan D).
Bila diamati secara mikroskopik, kalus yang berasal dari nuselus jelas terlihat
warnanya lebih putih dan banyak mengandung struktur pem. Sedangkan kalus yang
berasal dari embrio berwarna kehijauan dan mengandung struktur globular yang lebih
banyak. Banyaknya jumlah pem pada kalus yang berasal dari nuselus adalah 36.2
dari jeruk siam Simadu dan 39 dari jeruk siam Pontianak serta 28.2 pem pada kalus
yang berasal dari jeruk siam Simadu dan 33.6 dari eksplan embrio dari kalus jeruk
siam Pontianak. Banyaknya jumlah struktur globular pada kalus yang dihasilkan juga
berbeda,. berasal dari embrio lebih banyak dari pada struktur globular dari kalus yang
berasal nuselus. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Carimi
(1992) pada jeruk Poncirus trifoliata bahwa eksplan embrio muda beregenerasi
menjadi tanaman melalui jalur organogenesis.
Isolasi protoplas dari daun in vitro
Jumlah dan viabilitas protoplas yang dihasilkan dalam isolasi protoplas suatu
jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis, konsentrasi dan kombinasi enzim
serta lama inkubasi yang digunakan. Kombinasi enzim selulase Onozuka R10-Yakult
A B
C D
54
(0.2-2%) dan maserozim R10-Yakult (0.1-1%) merupakan jenis enzim yang banyak
digunakan untuk isolasi protoplas dari jaringan tanaman (Ferreira dan Zelcer 1989).
Mendes da Gloria et al. (2000) menggunakan kombinasi selulase Onozuka R10 1%
dengan maserosim 1% serta pectolyase Y-23 (Seshin) 0.2% dengan jumlah yang
banyak dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman setelah difusikan. Selain jenis,
konsentrasi, kombinasi enzim dan lama inkubasi, jaringan yang digunakan sebagai
sumber protoplas juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Tusa
et al. (2000) dan Ohgawara et al. (1991) berhasil mengisolasi protoplas dari daun
hasil perkecambahan biji secara in vitro dari tanaman jeruk dan berhasil
diregenerasikan menjadi tanaman.
Penggunaan larutan dan konsentrasi sukrosa yang digunakan dalam
pemurnian protoplas juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan memurnikan
protoplas. Sukrosa dapat mengapungkan protoplas karena sukrosa lebih berat dari
pada protoplas sehingga protoplas akan mengapung pada akhir sentrifugasi
dipermukaan larutan sukrosa (Purwito 1999). Penggunaan sukrosa tunggal
konsentrasi 21% dapat digunakan untuk mengapungkan protoplas pada tanaman
solanum dengan baik (Sihachakr, 1998). Husni et al. (2003) dan Husni (2004)
menggunakan sukrosa 21% untuk mengapungkan protoplas tanaman terung dengan
rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan sebesar 12.9-14.3 x105
Dari hasil percobaan isolasi protoplas yang telah dilakukan menggunakan
larutan enzim 1 dan enzim 2 serta sukrosa 25% untuk memurnikan protoplas sebagai
larutan purifikasi diperoleh bahwa densitas protoplas yang dihasilkan berkisar pada
tingkat 10
protoplas/g daun.
4 protoplas/g daun (Tabel 12). Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan
dari perlakuan enzim 1 adalah berkisar antara 2.9-3.9x104 protoplas/g daun dan 2.4-
3.7x104 protoplas/g daun dari perlakuan enzim 2. Bila dilihat dari rata-rata jumlah
protoplas yang dihasilkan berdasarkan jenis jeruk yang digunakan sebagai sumber
protoplas, jeruk siam memberkan hasil yang lebih banyak daripada jeruk Mandarin
Satsuma. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketebalan daun dari jeruk siam dan
mandarin. Daun dari jeruk Mandarin Satsuma lebih tebal sehingga lebih sulit untuk
diisolasi protoplasnya. Jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam
55
Tabel 12. Produksi protoplas mesofil daun yang dihasilkan dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa dalam larutan CPW.
Jeruk Rata-rata jumlah protoplas/g daun
Enzim 1 Enzim 2
Siam Simadu
Siam Pontianak
Mandarin Satsuma
3.8x10
3.9x10
4
2.9x10
4
3.6x10
4
3.7x10
4
2.4x10
4 4
Keterangan: Enzim 1= selulase 1% + maserozim 1% dan enzim 2 = selulase 1% + maserozim 1% + petoliyase 0.5%.
Pontianak (3.9x104) diikuti oleh jeruk siam simadu (3.8 x 104) dan mandarin
satsuma (2.9 x 104) pada perlakuan enzim 1. Demikian juga halnya pada enzim 2,
rata-rata jumlah protoplas paling banyak berasal dari jeruk siam Pontianak (3.7x104)
diikuti oleh jeruk siam simadu (3.6x104) dan Mandarin Satsuma (2.4 x104).
Penambahan larutan manitol 13% dalam larutan sukrosa 25% untuk
mengapungkan protoplas pada percobaan ini memberikan efek yang sangat baik. Hal
ini disebabkan oleh adanya peranan manitol dalam larutan sukrosa yang dapat
membantu menjaga keseimbangan tekanan osmotik didalam dan di luar sel
protoplas sehingga protoplas tidak banyak yang rusak (pecah). Hal ini terbukti dari
rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Hal yang sama
dilaporkan oleh Mendes da gloria (2000) dalam mengapungkan protoplas dari
tanaman jeruk lokal di Brazil (C. sinensis dan C. lemonia) dengan penambahan
manitol 13% pada larutan purifikasi (sukrosa 25%). Cai et al. (2007) juga
Berdasarkan data dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan
enzim 1 dan enzim 2 tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan 0.5% pectolyase
dalam enzim 2 tidak memberikan efek dalam isolasi protoplas dari jaringan daun
jeruk siam simadu, Pontianak dan mandarin Satsuma. Hal ini diduga disebabkan
oleh bertambah tingginya konsentrasi enzim yang digunakan untuk memisahkan
antar sel yang satu dengan sel lainnya karena penambahan 0.5% pectolyase sehingga
protoplas yang dihasilkan tidak stabil dan pecah pada saat disentrifugasi.
56
menambahkan manitol 13% ke dalam larutan pemurnian protoplas (sukrosa 26%)
pada jeruk Mandarin Satsuma (Citrus unshiu Marc) dan C. grandis dan C. sinensis.
Penambahan manitol 13% pada larutan pemurnian sukrosa 25% lebih baik dari pada
tanpa manitol dengan kisaran rata-rata jumlah protoplas 1.0 – 1.3 x 105 dari perlakuan
enzim1 dan 1.1-1.5 x 105.
Bila dilihat dari rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari jenis jeruk yang
digunakan sebagai sumber protoplas, jeruk siam Simadu dan Pontianak lebih banyak
dari pada Mandarin Satsuma. Rata-rata jumlah protoplas paling banyak berasal dari
jeruk siam Pontianak (1.3x10
dari perlakuan enzim 2 (Tabel 13).
5) diikuti oleh jeruk siam Simadu (1.3x105) dan
Mandarin Satsuma (1.0 x 105) pada perlakuan enzim 1. Pada perlakuan enzim 2, rata-
rata jumlah protoplas yang dihasilkan paling banyak berasal dari jeruk siam
Simadu (1.3x105) diikuti oleh jeruk siam Pontianak (1.2x105) dan Mandarin Satsuma
(1.1x105
). Adanya perbedaan jumlah protoplas yang dihasilkan dari jeruk siam dan
mandarain Satsuma disebabkan oleh ketebalan dari daun. Helai daun jeruk Mandarin
Satsuma lebih tebal dari helaian daun siam. Selain ketebalan daun, warna daun jeruk
Mandarin Satsuma juga lebih tua dari warna hijau jeruk siam. Protoplas yang
dihasilkan berwarna kehijauan karena adanya klorofil dan mempunyai viabilitas yang
baik yang ditunjukkan oleh bentuk protoplas yang bulat sempurna (Gambar 8).
Tabel 13. Produksi protoplas mesofil daun yang dihasilkan dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan
campuran 25% sukrosa + 13% manitol dalam larutan CPW.
Jeruk Rata-rata jumlah protoplas/g daun
Enzim 1 Enzim 2
Siam Simadu
Siam Pontianak
Mandarin Satsuma
1.3x10
1.3x10
5
1.0x10
5
1.3x10
5
1.2x10
5
1.1x10
5 5
Keterangan: Enzim 1= selulase 1%+maserozim 1% dan enzim 2= selulase 1%+maserozim1%+petoliyase 0.5%.
57
Gambar 8. Isolasi protoplas jeruk siam simadu, pontianak dan mandarin Satsuma dari mesofil daun dengan pemurnian larutan sukrosa 25% + manitol
13% dalamlarutan enzim 1(SM= siam Simadu, SP= siam Pontianak, A= Protoplas siam Simadu, B= protoplas siam Pontianak dan C= protoplas Mandarin Satsuma) perbesaran 10x.
Isolasi protoplas dari kalus embriogenik
Jaringan yang digunakan sebagai sumber protoplas dalam isolasi protoplas
sangat mempengaruhi keberhasilan mendapatkan protoplas dalam jumlah banyak
dengan viabilitas yang tinggi. Semenjak keberhasilan Kochba et al. (1972)
mendapatkan kalus embriogenik dari nuselus C. sinensis (sweet orange) maka kalus
embriogenik banyak digunakan sebagai sumber isolasi protoplas pada tanaman jeruk
(Grosser and Gmitter 1991). Kobayashi et al. (1983) melakukan isolasi protoplas
dari jeruk C. Sinensis kultivar ‘Trovita’. Grosser and Gmitter et al. (1990) melakukan
isolasi protoplas dari kalus embriogenik untuk kegiatan hibridisasi somatik dengan
teknologi fusi protoplas.
Kalus yang digunakan pada percobaan ini adalah kalus embriogenik yang
berasal dari nuselus dan embrio jeruk siam saja karena nuselus dan embrio dari jeruk
Mandarin Satsuma sangat terbatas karena bersifat seedless. Penggunaan kalus
embrionik sebagai bahan isolasi protoplas pada percobaan ini karena adanya
A C B
SM SP ST
58
perbedaan struktur kalus embriogenik yang dihasilkan antara eksplan nuselus dengan
embrio. Kalus yang berasal dari nusellus teksturnya lebih halus dan mengandung
pre-embrio (pem) yang banyak. Sedangkan kalus embriogenik yang berasal dari
embrio lebih kasar dan banyak mengandung struktur globular dan pem (Gambar 9).
Gambar tersebut memperlihatkan lebih jelas perbedaan ukuran kalus yang dihasilkan
setelah dimasukkan dalam larutan enzim. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur
kalus yang dihasilkan antara nuselus dan embrio. Kalus yang berasal dari nuselus
lebih halus dibandingkan kalus dari embrio sehingga aktivitas enzim maserozim lebih
mudah mendegradasi pektin antar sel sehingga terjadi pemisahan sel dan degradasi
dinding sel oleh enzim selulase lebih mudah. Kalus embriogenik dari nuselus
menghasilkan rata-rata jumlah protoplas yang sama banyak yaitu 1.4x105
baik dari
perlakuan enzim 1 maupun perlakuan enzim 2. Dari hasil percobaan yang dilakukan
diperoleh bahwa penggunaan kalus embriogenik dari nuselus sebagai sumber
protoplas lebih baik dari pada kalus embriogenik yang berasal dari embrio (Tabel
14). Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur kalus yang dihasilkan antara nuselus
dan embrio. Kalus yang berasal dari nuselus lebih halus dibandingkan kalus dari
Gambar 9. Penampakan struktur kalus yang berasal dari nusellus (A) dan embrio (B)
serta pada saat inkubasi dalam larutan enzim (C dan D).
A B
C D
59
Tabel 14. Produksi protoplas dari kalus embriogenik nuselus dan embrio dari dua kombinasi enzim yang berbeda setelah inkubasi 16 jam setelah dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa + 13% manitol dalam larutan CPW.
Asal dari kalus Rata-rata jumlah protoplas/g daun
Enzim 1 Enzim 2
Nuselus
Embrio
1.4x10
6.2x10
5 1.4x104 8.6x10
5
4 Keterangan: Enzim 1= selulase 1%+maserozim 1% dan enzim 2= selulase 1%+maserozim1%+pectoliyase
embrio sehingga aktivitas enzim maserozim lebih mudah mendegradasi pektin antar
sel sehingga terjadi pemisahan sel dan degradasi dinding sel oleh enzim selulase
lebih mudah. Kalus embriogenik dari nuselus menghasilkan rata-rata jumlah
protoplas yang sama baik dari perlakuan enzim 1 maupun perlakuan enzim 2 yaitu
1.4x105. Rata-rata jumlah protoplas dari kalus embriogenik pada perlakuan enzim 1
adalah sebanyak 6.2x104 dan 8.6x104
Penggunaan jenis dan konsentrasi enzim dalam isolasi protoplas seringkali
ditentukan oleh harga dan spesifitas enzim yang digunakan. Berdasarkan rata-rata
jumlah protoplas yang dihasilkan dari perlakuan enzim 1 dengan enzim 2 diperoleh
bahwa kombinasi enzim yang lebih sederhana (enzim 1) sudah baik digunakan untuk
isolasi protoplas dari daun maupun kalus embriogenik jeruk siam Simadu,
Pontianak, dan Mandarin Satsuma karena densitas protoplas yang dihasilkan adalah
10
dari perlakuan enzim 2. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya protoplas yang pecah pada saat sentrifugasi atau pemipetan pada saat
preparasi protoplas sampai pemurnian. Warna protoplas yang dihasilkan berbeda
dengan warna protoplas yang berasal dari mesofil daun. Protoplas yang berasal dari
kalus tidak berwarna hijau (bening) karena kalus merupakan kelompok sel yang
belum terarah diferensiasinya.
5 protoplas/g eksplan. Oleh karena itu pada percobaan berikutnya hanya
menggunakan larutan enzim 1 saja yang digunakan untuk mengisolasi protoplas
kalus embriogenik dari nuselus dari jeruk siam Simadu dan Pontianak. Untuk jeruk
Mandarin Satsuma tidak dilakukan akibat sulitnya mendapatkan biji pada buah yang
60
muda karena bijinya sangat terbatas (seedless). Dari hasil percobaan tersebut
diperoleh bahwa enzim 1 dapat mengisolasi protoplas kalus embriogenik (Tabel 15).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara mikroskopis terlihat bahwa protoplas
yang terisolasi pada saat inkubasi dalam larutan enzim lebih banyak dari pada
protoplas yang terisolasi setelah dilakukan pemurnian (Gambar 10). Hal ini
disebabkan oleh adanya protoplas yang pecah pada saat pemipetan dan resuspensi
pada waktu sentrifugasi serta pencucian untuk menghilangkan pengaruh larutan
enzim.
Tabel 15. Produksi protoplas kalus embriogenik dari nuselus yang dihasilkan dari kombinasi enzim 1 setelah inkubasi 16 jam dan dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa+13% manitol dalam larutan CPW.
Jenis jeruk Rata-rata Protoplas/g daun (105)
Siam simadu
Siam Pontianak
1.4 ± 5.2
1.5 ± 6.0
Gambar10. Penam pakan protoplas sebelum dan sesudah pemurnian dengan larutan
sukrosa 25% + manitol 13% (A dan C=protoplas siam Simadu sebelum (10X) dan sesudah pemurnian (20X), B dan D=protoplas siam Pontianak sebelum (10X ) dan sesudah pemurnian (20X).
A B
C D
61
Gambar 11. Perbedaan warna protoplas yang diisolasi dari kalus dan mesofil daun (A
dan C=isolasi protoplas dari kalus, B dan D=isolasi protoplas dari mesofil daun).
Perbedaan warna protoplas yang berasal dari daun dan yang berasal dari kalus jelas
terlihat setelah dilakukan sentrifugasi pada saat pengapungan dan pemurnian
protoplas dalam membentuk cincin dipermukaan larutan (Gambar 11). Bentuk cincin
tersebut adalah merupakan kumpulan protoplas yang sudah terpisah dari debris
maupun kotoran (protoplas murni).
Isolasi protoplas dari hasil kultur suspensi sel
Selain helaian daun dan kalus friabel yang embriogenik, sel suspensi juga
banyak digunakan sebagai sumber protoplas untuk mengisolasi protolas. Grosser and
Gemitter (1991) mengatakan bahwa secara umum dalam fusi protoplas untuk
mendapatkan hibrida somatik pada tanaman jeruk menggunakan protoplas yang
diisolasi dari daun, kalus atau suspensi sel. Fu et al. (2003) menggunakan suspensi sel
C. sinensis sebagai sumber protoplas untuk difusikan dengan protoplas dari daun
Clausena lansium. Cai et al. (2007) juga menggunakan hal yang sama untuk
memfusikan antara C. grandis dan C. sinensis dengan Mandarin Satsuma (C. unshiu).
A B
C D
62
Penggunaan protoplas yang diisolasi dari kalus embriogenik atau suspensi sel sebagai
salah satu sumber protoplas dan protoplas lainnya berasal dari daun dalam fusi
protoplas adalah untuk memudahkan pengamatan pada saat finduksi fusi. Protoplas
yang yang mengalami fusi akan jelas teramati secara mikroskopis karena adanya
perbedaan warna protoplas yang digunakan. Protoplas yang berasal dari kalus tidak
berwarna dan protoplas dari daun berwarna hijau.
Perlakuan enzim 1 untuk mengisolasi protoplas dari suspensi sel yang
dikultur pada media cair MP2 + 3 mg/l BA selama 1 bulan jeruk siam Simadu dan
Pontianak pada percobaan ini menunjukkan bahwa protoplas yang terisolasi
jumlahnya hanya sedikit sehingga tidak bisa dilanjutkan untuk pemurnian protoplas.
Hal ini diduga disebabkan oleh suspensi sel yang digunakan relatif masih banyak
mengandung air (media cair) meskipun sudah dilakukan sentrifugasi. Adanya air pada
suspensi sel dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan tekanan osmotik di
dalam sel dan di luar sel sehingga protoplas menjadi pecah atau konsentrasi enzim
tersebut berubah sehingga kemampuan untuk mendegradasi dinding sel menjadi
menurun.
Simpulan
1. Media dasar MW (Morel dan Wetmore) dapat digunakan untuk
mengecambahkan biji dan menginduksi kalus embriogenik dari jaringan
nuselus dan embrio muda.
2. Daun in vitro dan kalus embriogenik dapat digunakan sebagai sumber
untuk isolasi protopolas dari tanaman jeruk siam Simadu, siam Pontianak
dan dan Mandarin Satsuma.
3. Kombinasi enzim selulase 1% (selulase onozuka Yakult RS) dengan
maserosim 1% (Yakult R-10) merupakan komposisi enzim yang dapat
digunakan untuk mengisolasi protoplas yang berasal dari kalus
embriogenik dengan kerapatan yang tinggi (105 protoplas/g eksplan).
63
4. Penambahan manitol 13% dalam larutan purifikasi (sukrosa 25%) dapat
meningkatkan perolehan jumlah protoplas dari daun in vitro dan kalus
embriogenik.
5. Protoplas yang dihasilkan dari daun in vitro mempunyai perbedaan warna
yang berbeda dengan protoplas yang berasal dari kalus emriogenik. Warna
protoplas yang berasal dari daun berwarna kehijauan sedangkan protoplas
yang berasal dari kalus tidak berwarna
Daftar Pustaka
Bawa SB, Torrey JG. 1971. Budding and nuclear division in cultured protoplast of corn, Convolvulus and union. Botan. Gaz. 132:240-245.
Bajaj YPS. 1977. Protoplast isolation, culture and somatic hybridization. In:
Reinert J And Bajaj YPS (Ed.). Applied and Fundamental Aspect of Plant Cell, Tissue, and Organ Culture. pp.467-496. Springer-Verlag, Berlin.
Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture: theory and Practice.
Elsevier, Amsterdam.237-260. Binding H, Jain SM, Finger J, Mordhosrst G, Nehls R, Gresel J. 1982.
Somatic hybridization of an atrazine resistance biotype of Solanum nigrum with S. tuberosum. Part I: Clonal variation in morphplogy and in antrazine sensitivity. Theor. Appl. Genet.63:273-277.
Cai XD, Fu J, Deng XX, Guo WW. 2007. Production and molecular
characterization of potential seedless cybrid plants between pollen steril Satsuma mandarin and two seedy Citrus cultivars. Plant Cell Tiss Organ Cult. 90:275-283.
Calixto MC, Filho FAA, Mendes BMJ, Vieira MLC. 2004. Pesq. Agropec. Bras.
39(7):1-6. Carimi F. 1992. Somatic embryogenesis and organogenesis in Citrus for sanitation
and in vitro conservation. Options Mediterrania, Serie B (233):115-128 Cocking EC. 1960. A method for isolation of plant protoplasts and vacuola. Nature.
187:962-963.
Cocking EC. 1970. Virus uptake, cell wall regeneration and virus multiplication in isolated plant protoplasts. Intl. Rev. Cytol.28:89-124.
64
Davey MR, Cocking EE, Bush E. 1973. Isolation of legume root nodule protoplast of. Nature 244:460-461.
Ferreira DI, Zelcer A. 1989. Advances in protoplast research Solanum. Intl. Rev.
Cytol. 115:1-65. Fu CH, Guo WW, Liu JH, Deng XX. 2003. Regeneration of Citrus sinensis +
Clausena lansium intergeneric triploid ang tetraploid somatic hybrids and their molecular identification. In Vitro Cell Dev. Sci.20:251-255.
Grosser JW, Gmitter FG Jr. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant
Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374. Grosser JW, Gmitter FG Jr. 1991.Protoplast technology in tropical fruit,
improvement, with focus on Citrus. Workshop on Agricultural Biotechnology Bogor, May 21-24.
Grosser JW, Gmitter FG, Tusa N, Reforgiato G, and Cucinotta. 1996. Further
evidence of a cybridization requirement for plant regeneration from citrus leaf protoplast following somatic fusion. Plant Cell Rep. 15:672-676.
Grosser JW, Ollitrault P, Olivares-Fuster O. (2000). Somatic hybridization in Citrus:
an effective tool to facilitate variety improvement. In Vitro Cell Dev Biol Plant 36:434-449.
Grosser JW, Gmitter FG. 2005. Application of somatic hybridization and
cybridization in crop improvement, with citrus as a model. In vitro Cell Dev. Biol Plant 39:360-364.
Hall MD, Cocking EC. 1974. The response of isolated avena coleptile protoplast
indole 3-acetic acid. Protoplasma 19:225-234. Husni A, Wattimena GA, Mariska I, Purwito A. 2003. Keragaman genetic tanaman
terung hasil regenerasi protoplas. Jurnal bioteknologi Pertanian. 8(2):52-59. Husni A, Mariska I, Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil fusi
antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1):1-8.
Jaskani MJ. 1998. Interploid hiybridization and regeneration of kinnow mandarin. A
Thesis submitted in partial fulfiment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy in Horticulture Faculty of Agriculture University of Agriculture Faisal Abad, Pakistan.p.169.
65
Kobayashi S, Uchimaya H, Ikeda I. 1983. Plant regeneration from ‘Trovita’ orange protoplasts. Japan J. Breed.33:119-122.
Kochba J, Spiegel-Roy P, Safran H. 1972. Adventive plants from ovules and
nucelli in citrus. Planta 106:237-245. Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Demetrio CGBm, Mendes MJ. 1999.
Embryogenic calli induction from nucellar tissu of Citrus cultivars. Sci. Agric. (56) 4: 1-11.
Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Camargo LEA, and Mendes BMJ. 2000.
Caipira sweet orange Rangpur lime: a swomatic hybrid with potential for use as rootstock in the Brazilian citrus industry. Genetic Molecular Biology, v.23, p. 661-665.
Morel G, Wetmore RH. 1951. Fern callus tissue culture. Am. J. Bot. 38:141-143.
Ohgawara T, Kobayasi S, Ishii S, Yoshinaga K, Oiyama I. 1991. Fertile fruit trees obtained by somatic hybridization: novel orange (Citrus sinensis) + Troyer citrange (C. sinensis x Poncirus trifoliate). Theor. Appl. Genet. 81:141-143.
Potrykus I. 1973. Transplantion of chloroplast into protoplast of petunia.
Zpflanzenphy siol 70:364-366. Purwito A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang.
Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Serraf I, 1991. Evaluation des Combinations Genomiques Obtenues par
Hybridization Somatique entre la Pomme de Terre (Solanum tuberosum L.) et des Solanaceaes de Plus ou Moins Grandes Affinites Phylogenetiques. These, Universite de Paris-Sud, Centre d”Orsay, France.
Schenk RU, Hildebrant AC. 1969. Production of protoplast from plant cells in
liquid culture using purified commercial cellulase. Crop. Science 9:629-631. Sihachakr D. 1998. Culture Media and Protocols for Isolation and Fusion of
Prtoplasts of Eggplant. Morphogenese Vegetale Experimentale, Bat.360.Universite Paris Sud, France (Tidak dipublikasi).
Suryowinoto M. 1990. Pemuliaan Tanaman Secara In vitro. Petunjuk laboratorium.
PAU. Biotek.Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 321h. Tusa N, Patta del Bosco S, Nigro F, and Ippolito A. 2000. Response of cybrids and a
somatic hybrid of lemon to Phoma tracheiphila infections. HortScience 35:125-127.
66
Veilleux RE, ME Compton, Saunders JA. 2005. Use of Protoplasts for Plant Improvement In Trigiano RN and Gray DJ (Eds) Plant Development and Biotechnology.187-200pp. CRC Press LLC.
Vardi A, Breiman A, Galun E. 1990. Citrus cybrids: production by donor-recipient protoplast fusion and verification by mitochondrial-DNA restriction profiles. Theor. Appl. Genet., 75:51-58.
Wenzel G. 1980. Protoplast techniques incorporated in to applied breeing program.
In; Frenzyl L, Farkas (eds.). Advances in Protoplast Research. Pergamon Press.Oxford. Pp.327-340.