bab v resolusi dan manajemen konflik dalam …digilib.uinsby.ac.id/14806/8/bab 5.pdf · karena...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
232
BAB V
RESOLUSI DAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENGELOLAAN
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN AL ICHSAN
BRANGKAL SOOKO MOJOKERTO
A. Resolusi Konflik di Pondok Pesantren Al Ichsan Brangkal Sooko Mojokerto
Resolusi konflik melalui jalan musyawarah yang dimaksudkan sebagai
mediasi dan rekonsiliasi terhadap konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al
Ichsan mengalami hambatan setelah Gus Malik terpilih sebagai ketua
yayasan dan Dr. Amir Soleh{udin sebagai bendahara yayasan. Dipilihnya Gus
Malik sebagai ketua umum semakin memanaskan suasana. Apalagi sebagian
besar keluarga besar (elit pesantren) tidak menginginkan Gus Malik menjadi
ketua umum pengurus yayasan Darul Aitam Al Ichsan. Sebagian elit
menganggap bahwa ini adalah keputusan yang tidak professional dan
proporsional.290
Dengan adanya mediasi dan rekonsiliasi untuk menyelesaikan konflik,
diharapkan konflik tidak berkepanjangan dan cepat teratasi. Namun
kenyataannya hasil musyawarah ternyata kurang efektif, sebab ada
sebagian elit pesantren mempertahankan dan mengambil untung dari
adanya konflik di pesantren Al Ichsan. Otoritas neng ninuk pada saat awal
perpecahan lebih kuat ketimbang Pamannya, Gus Malik. Neng ninuk
didukung oleh hampir sebagian besar elit pesantren dan para guru dan para
290
Wawancara, Hasanudin, Mojokerto, 13 Agustus 2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
233
ustad, sedangkan Gus Malik tidak didukung sama sekali oleh sebagian besar
elit pesantren dan para guru dan ustad.291
Gus Malik sebagai pimpinan yayasan Darul Aitam Al Ichsan hasil
musyawarah elit pesantren berusaha untuk mempertahankan eksistensi
organisasi lembaga pendidikan Islam Al Ichsan dari rongrongan orang-orang
yang menentangnya. Neng Ninuk dan saudaranya sesama elit pesantren
kemudian menjadi saingan yang dianggap mengganggu dan mengancam
eksistensinya sebagai pimpinan yayasan yang absah.
Maka keadaan emosional yang tidak stabil dari jamaah atau
pengikut yang mendukung keberadaan Gus Malik maupun neng Ninuk
menjadi penyebab timbulnya keretakan dan konflik di internal yayasan itu
sendiri. Keberpihakan para ustad, guru dan santri terhadap Gus malik maupun
neng Ninuk, disebabkan karena keduanya dianggap memiliki otoritas yang
sama dalam memimpin yayasan. Persoalan terjadi ketika otoritas di
yayasan Darul Aitam Al Ichsan bersifat dikotomis.292
291
Mengapa kekerasan harus terjadi, menurut Soetandyo kekerasan adalah suatu potensi yang
inheren dalam diri mahluk yang disebut manusia. Kemampuan untuk berbuat kekerasan
diperlukan manusia demi pelestarian eksistensinya. Pertama, untuk bertindak defensif, ialah
dengan bersaranakan kekerasan itu, manusia akan melawan ancaman-ancaman dari luar yang
boleh disangkakan kepada akan membahayakan eksistensinya. Kedua,untuk bertindak ofensif. Yakni tatkala manusia dengan bersaranakan kekerasan itu harus bergerak keluar untuk
bersaing dan berebut lahan-lahan kehidupan yang menjanjikan sumber-sumber daya yang
dibutuhkan demi menjamin kelestarian eksistensisnya dalam suatu rentang waktu tertentu
Soetandyo Wignjosoebroto, Kekerasan TinjauanTeoritis, dalam Pergulatan Pesantren dan Demokratisasi,Ahmad Suaedy (ed.) (Yogyakarta: LKIS,2000),367.
292Dahrendorf menyebutkan bahwa berbagai posisi dalam masyarakat memiliki jumlah otoritas
yang berlainan. Otoritas tidak terdapat dalam diri individu namun pada posisi. Otoritas dalam
setiap asosiasi bersifat dikotomis; dua, dan hanya dua kelompok konflik dapat terjadi dalam
asosiasi manapun. Mereka yang memegang otoritas dan mereka yang berada pada posisi
subordinat memiliki kepentingan yang ‚substansi dan arahnya berlawanan. Dalam hal ini
kita berhadapan dengan istilah kunci lain dalam teori konflik Dahrendorf—kepentingan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
234
Resolusi konflik yang diadakan oleh keluarga besar yayasan Darul
Aitam pesantren Al Ichsan dengan mendatangkan mediator dari luar, KH Abd
Gofur dari nganjuk, yang juga merupakan keluarga dekat dan orang yang
disegani oleh para elit pesantren merupakan jalan satu-satunya bagi elit
pesantren Al Ichsan untuk melegitimasi pengaruhnya secara menyeluruh.
Oleh sebab itu, memilih salah satu di antara elit pesantren sebagai ketua
yayasan adalah sangat bermakna. Dengan kemenangan, maka pihak
pemenang memiliki otoritas kebijakan terhadap asset-aset yayasan Darul
Aitam Al Ichsan secara absah.
Konflik di pesantren Al Ichsan yang paling menonjol adalah konflik di
bidang ekonomi. Konflik semakin meruncing tatkala kepentingan-
kepentingan untuk mendapatkan ekonomi dikedepankan, dan Panti asuhan
Darul Aitam Al Ichsan merupakan sumber daya ekonomi yang cukup
menggiurkan bagi elit pesantren dari kedua belah pihak.
Strategi konflik yang diterapkan Gus Malik lebih cenderung
yielding (mengalah), problem solving, with drawing (menarik diri) dan
inaction (diam). Sedangkan Neng Ninuk cendrung contending (menyerang,
agresif). Dengan strategi masing- masing berusaha ingrasisi (mengambil
hati), gamesmanship (seni meraih kemenangan), irrevocable commitment
(taktik berupa janji, ancaman dan komitment).
Perkembangan pondok pesantren Al Ichsan bisa di katakan mandeg
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi ,terj. Nurhadi (Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2008),283-284.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
235
karena terjadi konflik antarelit pesantren,guru atau ustad dengan ketua
yayasan serta sebagian santri yang tidak senang dengan kepemimpinan
Gus Malik, hal ini mengakibatkan proses belajar mengajar di pesantren ini
stagnan atau mati suri, sehingga jumlah santri dari hari ke hari bertambah
surut. Apalagi sebagian elit pesantren sudah tidak dijadikan pengurus
yayasan, sehingga elit pesantren ini keluar dari lingkungan pesantren, seperti
Gus Qohar sudah membuat pesantren sendiri di selatan pondok dan neng
Ninuk sudah menetap di Surabaya mengikuti suaminya.293
Bagan 4. Tentang alur resolusi dan manajemen konflik di yayasan
Darul Aitam Al Ichsan Brangkal Sooko Mojokerto
293
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
236
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut maka bisa dianalisis
realitas yang ditemukan dan terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan sebagai
berikut:
1. Tidak Adanya Figur Ketokohan dan Hegemoni Para Elit Pesantren.
Terdapat konstruksi sosial yang menempatkan kiai menjadi individu
yang memiliki integritas moral dan selalu memiliki pengikut. Konstruksi
sosial ini menjadikan kiai menempati posisi elit di dalam masyarakat.
Keberadaan kiai pada posisi bergengsi ini dapat dipahami dan sudah
menjadi hukum sosial akan kebutuhan tokoh sentral (elit) dalam setiap
masyarakat.
Elit dalam tindakan sosial dapat diimplikasikan pada sebuah
perubahan sosial, di mana keberadaan elit tidak cukup diukur dengan
kecakapan, ketrampilan dan kelihaian, tetapi juga dilihat dari sisi
moralitas dan konsekuensi perjuangannya. Maka ketokohan seorang kiai
dalam hal ini tidak hanya pada lingkungan pesantren, tetapi juga pada
lingkungan luar pesantren.
Kepemilikan kharisma inilah yang membuat kiai mampu
memegang otoritas kepemimpinan di luar negara yang punya akses kuat
untuk mempengaruhi dan menggerakkan massa. Dalam politik praktis,
massa adalah kuantitas suara untuk menuju puncak kekuasaan sehingga
sebenarnya jelas, kepentingan politisi adalah memanfaatkan kharisma
yang dimiliki para kiai untuk tujuan pragmatis politik mereka.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
237
Setelah wafatnya pendiri pondok, tidak ada tokoh yang mumpuni
baik dalam bidang pengajian, manajerial maupun pengaruhnya terhadap
umat. Akibatnya, pondok pesantren yang dulunya dihuni oleh ratusan
santri sekarang hanya tinggal 25 orang yang mukim di pondok tersebut,
itu pun jam dan kegiatan belajarnya tidak jelas. Sebagaimana dikatakan
oleh Gus Fathurrohman, mursyid t}ari>qah di pondok ini, bahwa
terjadinya kemunduran pondok pesantren Al Ichsan lebih karena
tidak adanya tokoh sentral yang kharismatik pada elit pesantren dan
disegani baik di dalam maupun di luar pondok. Sebagaimana dikatakan
oleh Gus Fathurrohman, murshi>d t}ari>qah di pondok ini, bahwa terjadinya
kemunduran pondok pesantren Al Ichsan lebih karena tidak adanya tokoh
sentral yang kharismatik pada elit pesantren dan disegani baik didalam
maupun di luar pondok294
2. Faktor Fatalisme atau Pasrah Diri dengan Keadaan
Fatalisme – berasal dari kata dasar fatal – adalah sebuah sikap amat
pasrah seseorang dalam menghadapi permasalahan atau hidup. Apabila
paham seseorang dianggap sangat pasrah dalam segala hal, maka inilah
disebut fatalisme.Dalampaham fatalisme, seseorang sudah dikuasai oleh
nasib dan tidak akan bisa merubahnya. Secara sederhana faham fatalisme
dapatdirumuskan sebagai pemikiran dan pengertian bahwa hidup kita
diserahkan sepenuhnya pada nasib dan tidak mungkin kitadapat
mengubahnya.295
Sikap pasrah yang mengarah kepada fatalisme dapat dikategorikan
sebagai tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Sikap seperti ini
setidaknya mengabaikan fungsi dan peran akal secara normal. Padahal
agama menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Dengan akal
manusia mampu membangun peradaban melalui pengembangan ilmu
294
Wawancara, Gus Fatkhurrohman, Mojokerto, 13Agustus 2015 295
Rajul falaq. Fatalism, rajulfalaq.blogspot.com/2012/fatalisme-membahayakan-islami.html.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
238
pengetahuan dan teknologi. Islam sendiri dalam ajarannya memposisikan
akal mengiringi keimanan dalam menentukan derajat pemeluknya.296
Seperti dalam Al-Qur’an (QS 58:11)
الس فىافسىحيوا ا الذينى آمىنيوا إذىا قيلى لىكيم تػىفىسحيوا يف المىجى يىا أىيػهىالذينى آمىنيوا اللوي يػىفسىح اللوي لىكيم كىإذىا قيلى انشيزيكا فىانشيزيكا يػىرفىع بريه منكيم كىالذينى أيكتيوا العلمى دىرىجىاتو كىاللوي بىا تػىعمى ليوفى خى
‚Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.‛297
Pondok pesantren Al Ichsan yang sekarang diketuai oleh Gus Malik
sangat kritis keadaaan dan kondisi bangunan serta santrinya. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah santrinya yang menurun tajam dan ketidakjelasan
dalam proses belajar mengajarnya di madrasah Diniyah. Pesantren ini
dapat dikatakan sedang dalam keadaan mati suri sebagai akibat dari para
elit pesantren yang bersikap pasrah diri dengan keadaan yang ada.
Sikap pasrah ini seperti tercermin dari perkataan Gus Malik,
‘’Sampun wancine mekaten, segoro mawon wonten surute, sakmeniko
pripun rekodoyone poro ustad gawe majune pondok (sudah waktunya
begini mau apa, lautan saja ad a surutnya sekarang bagaimana rekayasa
dan usaha para ustad untuk mengembalikan hal ini kepada kondisi
kemajuan dan keberhasilan pondok pesantren).298
296
Ibid ,374. 297
Al-Qur’an, 58:11. 298
Wawancara, Gus Malik, Mojokerto,13 Agustus 2015.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
239
Ketika peneliti bertandang ke ndalem Gus Fathurrohman dan
bertanya mengapa keadaan pondok pesantren kok menjadi begini,
beliau menjawab, ‚Ketika saya sowan kepada kiai yang berada di kudus,
kiai tersebut mengatakan bahwa memang waktunya pondok ini
keadaannya surut dan sepi.‛299
3. Tidak Adanya Pemimpin yang Visioner atau Kharismatik
Melalui semboyan ing ngarso sung tuladha, Ki Hajar mengajarkan
bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh dan panutan bagi para
pengikutnya. Namun kenyataannya, Gus Malik tidak mampu menjadi
panutan bagi para pengikutnya. Banyaknya penentangan membuktikan
bahwa Gus Malik sudah kehilangan wibawa dikalangan pengikutnya.
SemboyanIng madya mangun karso berarti di tengah menciptakan
peluang untuk berprakarsa. Dalam konteks kepemimpinan visioner,
semboyan ini dioperasionalkan dalam wujud konsep bahwap emimpin
tidak selamanya harus memiliki suatu jabatan kepemimpinan. Perspektif
semboyan ini adalah ketika sesorang tidak memiliki jabatan atau validitas
sebagai pemimpin, ia memiliki keleluasaan untuk memimpin.Gus Malik
sama sekalit idak memiliki konsep ini. Bagi Gus Malik, menjadi
pemimpin adalah penting, karena dengan menjadi pemimpin dia
memiliki akses untuk mengatur orang-orang di sekitarnya tetapi
setelah penulis terjun ke lapangan melihat bahwa Gus malik tidak
299
Wawancara, Gus Fatkhurrohman, Mojokerto, 13Agustus 2015.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
240
melakukan aktifitas sebagai seorang manajer atau ketua pondok pesantren
yaitu planning,organizing, actuating dan controlingsemuanya diserahkan
kepada para guru atau ustad.
Slogan yang terakhir adalah tut wuri handayani. Yang dibelakang
memberikan dorongan. Ini adalah esensi penting dari seorang pemimpin
visioner. Gus Malik tidak pernah bisa memegang prinsip ini dengan baik.
Ketika dia menjabat posisi pemimpin saja, banyak orang menentang dan
menyepelekan dia, apalagi ketika dia tidak menjabat
Gus Malik sebagai pemimpin terpilih ternyata bukan tipe pemimpin
yang kharismatik dan memiliki pandangan kedepan yang tajam. Dia
memiliki karakteristik pemimpin yang lemah. Ini terbukti dari banyaknya
elitpesantren lain yang kurang menaruh hormat kepadanya.
Penentangan-penentangan terhadap kebijakan yang dikeluarkan banyak
disuarakan, dan Gus Malik seakan tidak berdaya untuk mengatasi hal ini.
Karena Gus Maliktidak memiliki konsep kepemimpinan visioner
Dalam kasus semacam inilah kedewasaan dan kematangan individu
diperlukan. Namun, karena tidak mempunyai wibawa, Gus Malik
tidak pernah bisa memegang prinsip ini dengan baik. Ketika dia
menjabat posisi pemimpin saja, banyak orang menentang dan
menyepelekan dia, apalagi ketika dia tidak menjabat.300
300
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
241
4. Tidak Adanya Sumber Ekonomi yang Mapan bagi Pesantren.
Barangkali faktor ekonomi inilah yang paling mendorong terjadinya
konflik. Bagaimana tidak, pondok harus terus membangun asrama dan
kelas,menyediakan fasilitas kesehatan, menggaji para guru dan
karyawan, serta banyak kebutuhan pondok lainnya.
Hal yang paling penting di miliki oleh seorang kiai adalah sebaiknya
mempunyai penghasilan tetap. Entah itu dengan cara bekerja, berbisnis,
bertani, dosen, guru dan berternak . Sebab, salah satu faktor terjadinya
keretakan internal di pesantren tidak jarang disebabkan oleh ‚rebutan
tumpeng.‛
‚Nak... Kamu kalau jadi guru, dosen atau jadi kiai, kamu harus tetap
usaha. Harus punya usaha sampingan, biar hati kamu nggak selalu
mengharap pemberian ataupun bayaran orang lain, karena usaha yang dari
hasil keringatmu sendiri itu barokah.‛301
Masalahnya, kalau posisi guru atu kiai sebagai pendidik yang
bergantung pada bayaran ‚orang lain‛ ini dihadapkan pada petuah sang
kiai di atas, maka akan muncul beberapa arti, atau bahkan persoalan.
Pertama, bisa diartikan bahwa profesi pendidik janganlah dijadikan
sebagai mata-pencaharian belaka. Guru atau kiai jangan dijadikan
kantung-kantung penumpuk uang. Kedua, pekerjaan pendidik seperti guru
dan lain-lain. itu bukanlah profesi yang menghasilkan uang dari hasil
keringat sendiri. Di pondok pesantren Al Ichsan tidak ada sama sekali
301
Wawancara, KH Maimun Zubair, Sarang, 14 Agustus 2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
242
aktifitas dari elit pesantren terutama pemberdayaan santri dan lembaga
pesantren, terutama Gus Malik sebagai pemimpin yayasan tidak
mempunyai pekerjaan tetap sehingga tidak punya penghasilan,
pekerjaannya hanya merokok, nonton tv, main catur dan jalan- jalan,
tidak mau menggarap sawah atau membuat usaha koperasi atau
pemberdayaan santri, oleh karena hatinya selalu mengharap pemberian
orang lain saja tanpa adanya usaha yang maksimal, dan inilah faktor
utama yang menyebabkan konflik karena tidak mempunyai penghasilan
yang baik.302
Tabel 7 Realitas yang terdapat dan terjadi di lembaga pendidikan Islam
Al Ichsan
No Tentang
1 Tidak adanya faktor ketokohan dan hegomoni para elit pesantren
2 Faktor fatalisme atau pasrah dengan keadaan
3 Tidak adanya pemimpin yang visioner atau kharismatik
4 Tidak adanya sumber ekonomi yang mapan bagi pesantren
B. Manajemen Pengelolaan Lembaga Pesantren Al Ichsan Brangkal Sooko
Mojokerto
Berbagai ide dibawah ini mungkin bisa dijadikan alternatif untuk
menemukan jalan tengah yang dianggap ideal bagi pondok pesantren dan
wali santri khususnya di pesantren Al Ichsan. Seandainyapun sudah
diterapkan, barangkali masih perlu untuk dimaksimalkan.
302
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
243
1. Memberdayakan unit usaha pondok
Jumlah santri yang puluhan,ratusan, atau bahkan ribuan, sejatinya
merupakan potensi finansial yang sangat besar jika pemberdayaannya
tepat. Masing-masing santri pasti memiliki kebutuhan keseharian,
makanan, minuman, pakaian,dan lainnya. Konsepnya sederhana saja;
bagaimana agar uang santri tetap berputar didalam pondok.
Gus Malik sebagai pimpinan Pondok Pesantren dan juga elit
pesantren yang lain seharusnya bisa mengoptimalkan unit-unit usaha
pondok dengan cara mulai dari penggilingan padi, percetakan buku, toko
besi, toko buku, sentral fotokopi, apotik, wartel, toko kelontong, pabrik
es, pabrik roti, pabrik air minum, budidaya dan penyembelihan ayam
potong, pasar sayur, jasa angkutan, kerajinan sandal, hingga warung
bakso, hingga koperasi pondok. Tapi kenyataannya para elit pesantren
sibuk dengan konflik dan bertengkar untuk memperebutkan sesuatu yang
mestinya tidak diperebutkan, dan para elit pesantren karena sibuk dengan
kepentingan mereka masing-masing. sehingga keadaan perekonomian
pondok terutama keuangan mengalami penurunan yang signifikan
sehingga berimplikasi pada keberlangsungan aktifitas pondok
pesantren.303
2. Memberi ilmu atau modal bukan hasil
Suatu hal yang patut disyukuri adalah semakin tumbuhnya
kesadaran orang-orang yang dikaruniai Allah SWT kelebihan harta untuk
303
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
244
menyisihkan sebagian hartanya guna membesarkan pesantren. Bahkan
tidak sedikit di antara mereka yang seakan tidak pernah menghitung
sumbangan yang digelontorkan ke pondok pesantren Al Ichsan.
Barangkali perlu untuk mulai dipikirkan oleh elit pesantren Al
Ichsan bagaimana pemberian sumbangan dari para donatur,untuk
pemberdayaan pesantren, bukan untuk dihabiskan untuk kepentingan
pribadi atau keluarga sebagaimana observasi yang penulis lakukan
terhadap para elit pesantren Al Ichsan. Tujuannya: menumbuhkan
kemandirian pondok dan mengurangi ketergantungan kepada bantuan
para donatur.304
3. Pengelola Sumber Ekonomi
Pengurus yang mengatur sumber-sumber ekonomi pondok tentu
sebaiknya bukan para ustad. Selain bukan bidang keahlian mereka,
waktu para ustad juga sudah habis untuk pendidikan dan pengajaran
santri.Namun, dalam hal ini perlu diberdayakan SDM yang ahli di
bidangnya. Meskipun demikian tetap perlu kehati-hatian, kearifan dan
kepiawaian berinteraksi dalam proyek pekerjaan bersama seperti itu.
Sebab, sering terjadi kerenggangan yang berujung kepada karamnya kapal
kerjasama akibat dari kekuranghati-hatian dalam bertutur atau bersikap,
dan juga karena kurang ‘memanusiakan’ manusia.
Di Pondok Pesantren Al Ichsan karena tidak ada santrinya maka
tidak ada pengurus yang mengatur sumber ekonomi sehingga tidak perlu
304
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
245
SDM yang ahli, yang mengatur sumber ekonomi dan sumbangan donatur
adalah para elit pesantren terutama keluarga Gus Malik, dan hal ini
menyebabkan terjadinya fitnah diantara para elit pesantren sehingga
terjadi konflik dan berimplikasi terhadap disfungsinalnya pesantren dan
perpecaahan keluarga inti.305
4. Program Wakaf dan Memberdayakannya
Wakaf merupakan salah satu aset umat Islam yang luar biasa yang
mampu memecahkan banyak masalah, jika diberdayakan dengan baik dan
profesional. Sebagian kalangan mengira bahwa wakaf itu hanya berupa
masjid dan yang serupa. Padahal sebenarnya pengertian wakaf lebih luas
dari itu. Bisa berupa wakaf kebun,sawah atau bahkan sumur sekalipun.
Sebab definisi wakaf itu sendiria dalah menjaga asetdan mengalirkan
penghasilannya.
Pondok Pesantren Al Ichsan eksis pada waktu zamannya kiai
Chusein itu di sebabkan adanya kewibaan dan kharisma beliau yang
berupa infak dan sodaqoh serta usaha yang dilakukan oleh beliau serta
mahar barang barang magik yang dinginkan oleh pejabat, masyarakat atau
seseorang yang memesannya, bukan karena wakaf, artinya program wakaf
dan pemberdayaannya tidak ada sama sekali apalagi di zaman Gus Malik
ini306
5. Memberdayakan Energi Santri
305
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014 306
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
246
Kumpulan orang banyak memang memiliki energi besar, jika
diberdayakan dengan baik dan sistematis. Dengan memanfaatkan tenaga
santri, sebenarnya banyak pengeluaran pondok yang bisa diirit. Tukang
sapu, tukang kebun, satpam, penjaga dapur, penunggu kantin,
sebenarnya bisa ditangani oleh santri. Sehingga pondok memiliki
puluhan ‘karyawan sukarela’.
Pada zaman kiai Chusen Ichsan para santri diajarkan tentang
enterpreneur atau keahlian hidup berupa ilmu pertukangan, sehingga
seluruh bangunan Pondok Pesantren yang mengerjakan seluruh santri
sehingga pondok efisien dalam hal gaji karyawan bangunan, belajar ilmu
meubeler serta ukirnya yang diajari oleh ustad atau profesional dari jepara
sehingga para santri mempunyai ilmu tentang meubeler juga para santri
diajarkan tentang pertanian, oleh karena itu ada sebagian santri ynag
sehabis mengaji langsung pergi ke ladang atau sawah untuk bercocok
tanam yang hasilnya digunakan untuk keseharian hidup santri. Dan hal ini
berlanjut sampai kepemimpinan Gus Samsul, tetapi pada waktu dipimpin
oleh Gus Malik hal ini tidak berjaln sebagaimana biasanya, karena Gus
Malik tidak mempunyai skill dan manajemen yang baik dalam
organisasi.307
Menarik untuk dicermati, kumpulan orang banyak memang
memiliki energi besar, jika diberdayakan dengan baik dan sistematis.
Dengan memanfaatkan tenaga santri, sebenarnya banyak pengeluaran
307
Wawancara, Ibnu Falah, mojokerto, 14 Agustus 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
247
pondok yang bisa diirit. Tukang sapu, tukang kebun, satpam, penjaga
dapur, penunggu kantin, sebenarnya bisa ditangani oleh santri.
Sehingga pondok memiliki puluhan ‘karyawan sukarela’.308
Kalimat ‚diberdayakan dengan baik‛ perlu dicetak tebal di sini.
Kita bukan akan membebani santri 24 jam mengurusi tetek-bengek
tersebut di atas. Jelas itu akan merubah tujuan utama kedatangan mereka
ke pesantren. Namun dengan pembagian jadwal yang baik dan pemerataan
tugas, paling- paling, satu santri hanya akan kebagian menyapu satu
jam dalam satu minggu, namun jangan lupa, harus ada monitoring
dari pengurus. Supaya jadwal tersebut tidak berubah menjadi hiasan
dinding belaka, alias tidak jalan.
Memberdayakan santri untuk menjalankan ‘pekerjaan rumah
tangga’bukanlah suatu hal yang hina. Justru itu akan mendidik mereka
menurunkan gengsi dan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi tuntutan
keadaan. Seorang santri yang terjun ke dunia nyata dakwah tertuntut
untuk bisa melakukan transformasi diri. Ia harus bisa beradaptasi
terhadap tuntutan tugas dakwahnya.
Di kehidupan nyata, kerap da’i harus dihadapkan dengan kondisi
yang menuntut dia menjadi ustad, plus tukang sapu, menggarap sawah,
dan pekerjaan- pekerjaan lain, yang barangkali tidak terbayangkan sama
sekali saat dulu duduk di bangku pesantren. Dan itu merupakan salah
satu tantangan dakwah yang harus dihadapi bukan dihindari.
308
Wawancara, Ibnu Falah, mojokerto, 14 Agustus 2014.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
248
Toh, dahulu nabi Muhammad juga berbaur dengan para
sahabatnya dalam pekerjaan keseharian mereka dan tidak bersikap
eksklusif.
Pemberdayaan seperti ini mengandung pendidikan mental dan
karakter yang sangat dibutuhkan saat terjun ke masyarakat, dan
ditengarai menjadi titik kelemahan banyak lembaga pendidikan salaf
yang cenderung unggul dalam bidang keilmuan
6. Subsidi Silang
Saling tolong-menolong dalam kebaikan merupakani badah yang
amat mulia dalam Islam. Allah ta’ala berfirman,
ـى كىال اذلىدمى كىال أىيػهىا الذينى يا لوا شىعىائرى اللو كىال الشهرى احلىرىا آمىنيوا ال تيم كىرضوىاننا كىإذىا ـى يػىبتػىغيوفى فىضال من رىهبن القىالئدى كىال آمننيى البػىيتى احلىرىا
لىلتيم فىاصطىاديكا كىال يىرمىنكيم شىنىآفي قػىوـو أىف صىدككيم عىن المىسجد حىاحلىرىاـ أىف تػىعتىديكا كىتػىعىاكىنيوا عىلىى الربن كىالتػقوىل كىال تػىعىاكىنيوا عىلىى اإلث
كىالعيدكىاف كىاتػقيوا اللوى إف اللوى شىديدي العقىاب ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-
syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-
binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan
dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
249
Allah amat berat siksa-Nya.‛309
Diantara potret indah saling membantu adalah subsidi silang dalam
dunia pesantren. Kelebihan yang dimiliki wali santri kaya dialirkan
untuk membantu santri yang kekurangan. Entah itu dalam kemasan
beasiswa bagi santri yang berprestasi atau dalam bentuk lainnya.
Merupakan suatu hal yang menggembirakan bahwa tidak sedikit pondok-
pondok yang telah menerapkan konsep ini. Hanya saja barangkali
kuantitasnya masih perlu untuk ditingkatkan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menjalankan subsidi silang
adalah urgensi transparasi dalam penyaluran dana tersebut. Seyogyanya
seluruh wali santri, apalagi yang bersangkutan, bisa mengetahui aliran
pendanaan tersebut. Semua harus jelas, rapi, terang dan tidak ada yang
ditutup-tutupi. Pada waktu zamannya kiai Chusein banyak para wali
santri dan para tamu dan pejabat yang mempunyai dana yang berlebihan,
mereka dengan suka rela untuk mensubsidi santri-santri yang miskin
untuk biaya pendidikan dan makan dan hal ini berjalan dengan baik dan
lancar, tetapi ketika zamannya Gus Samsul sudah terdapat persoalan dan
berjalan dengan lambat dan ketika periode kepemimpinan Gus Malik
keadaan ini tambah parah dengan banyak para pensubsidi yang menarik
diri untuk tibak menyumbang lagi dikarenakan banyak dari pensubsidi ini
yang menganggap Gus Malik tidak amanah dan sumbangan itu hanya
untuk kepentingan pribadi dan keluarganya saja, karena Gus Malik tidak
309
Alqur an, 5: 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
250
mempunyai aktifitas yang menghasilkan dan merupakan pengangguran.310
7. Menggeliatkan Gerakan OrangTua Asuh
Banyak anak cerdas yang sebenarnya ingin sekali masuk ke
pesantren, namun karena keterbatasan ekonomi orang tuanya, mereka
terhalang untuk meraih impian indah tersebut. Dalam kondisi seperti
inilah empati orang-orang yang dikaruniai kelebihan harta seharusnya
ditumbuhsuburkan.Pembangunan fisik perlu diiringi dengan pencetakan
Sumber Daya Manusia yang mumpuni.
Pada waktu hidupnya kiai Chusein banyak orang yang ingin beramal
untuk anak-anak yatim di pondok dan jumlahnya banyak, mereka ingin
agar anak–anak ini mempunyai masa depan yang membanggakan dan hal
ini direspon oleh kiai Chusein dengan menjalankan amanat ini dengan
baik, yaitu seluruh santri pondok pesantren Al Ichsan mendapat
pendidikan dan makan tiga kali sehari gratis tanpa dipungut biaya
sepeserpun, tetapi keadaan ini berubah terbalik seratus persen pada waktu
kepemimpinan Gus Malik sekarang, jarang sekali wali santri atau donatur
yang beramal,karena pengasuhnya kurang amanah dan kurang transparan
sehingga santri habis dan kegiatan pendidikan mandeg alias mati suri.311
8. Menyuburkan Ruh Pengorbanan dalam Jiwa Tenaga Pengajar.
Keberhasilan suatu pondok tidak bisa dilepaskan dari taufik Allah
ta’a>la>. Taufik ini akan diturunkan Allh SWT, antara lain, manakala
310
Wawancara, Hasanudin, mojokerto, 14 Agustus 2014 311
Wawancara, Hasanudin, mojokerto, 14 Agustus 2014
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
251
pengasuh pondok dan para tenaga pembantunya ikhlas dalam
menjalankan amanah yang diemban.
Konsep keikhlasan dalam Islam bukan berarti ustad diterlantarkan,
mengajar tanpa ada gaji yang memadai. Bagaimanapun juga mereka juga
memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarganya.Tidak
selayaknya para ustad terjangkiti budaya hedonisme. Gemar gonta-ganti
kendaraan, laptop atau hp, tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Namun
semata mengikuti trend yang berkembang di masyarakat. Selain hal itu
akan menggelembungkan pengeluaran mereka, juga akan menimbulkan
imej negatif di masyarakat sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan dalam berdakwah.
Kata keikhlasan harus selalu dihembuskan ke telinga
seluruhanggota pesantren, mulai dari ‘top manager’ hingga ‘akar
rumput’, dan disuntikkan ke hati mereka. Namun hendaknya kata mulia
ini tidak digunakan sebagai tameng oleh ‘top manager’ untuk
menutupi kekurangannya. Manakala mereka tidak mampu memenuhi
kesejahteraan para ustad, dikarenakan belum berusaha maksimal.
Di pondok pesantren Al Ichsan, para ustad sudah banyak terjangkiti
masalah duniawi dan hedonisme, dengan menghilangkan sifat zuhud dan
keikhlasan mereka, makanya ketika mereka mendapat dana insentif dari
DEPAG dan akan diberikan oleh Gus Malik sesuai dengan jam mengajar
mereka, terjadi protes oleh mereka dengan mengambil sikap yang tidak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
252
baik yaitu protes dengan kebijakan pimpinan dan tidak masuk untuk
mengajar sehingga pembelajaran di pondok pesantren mandeg dan mati.
Begitu juga yang terjadi dalam tataran elit pesantren, pada dasarnya
mereka konflik hanya merebutkan sumber ekonomi, dan hal ini
merupakan sesuatu yang bersfat materialistis, yang selayaknya tidak
dilakukan oleh elit pesantren yang merupakan kelompok religius yang
mempunyai sifat zuhud da wara’312
Tabel 8, manajemen pondok pesantren yang ideal terhadap SDM dan SDA
No Tentang
1 Memberdayakan unit usaha pesantren
2 Memberikan bantuan berupa ilmuaau modal bukan hasil
3 Dapat mengelola sumber ekonomi
4 Menggiatkan program wakaf dan memberdayakannya
5 Memberdayakan Energi Santri / kelebihan-kelebihan santri
6 Mengadakan subsidi Silang
7 Menggeliatkan gerakan orang tua asuh
8 Menyuburkan ruh pengorbanan dalam jiwa tenaga pengajar
312
Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014