bahan limbah tpi

Upload: andi

Post on 08-Mar-2016

247 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TPI

TRANSCRIPT

  • KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN

    MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

    VARENNA FAUBIANY

    SKRIPSI

    DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

    KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN

    PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA

    PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

    adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan arahan dari dosen pembimbing

    serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

    Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

    diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

    dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

    Bogor, Juli 2008

    Varenna Faubiany

    C54104026

  • ABSTRAK

    VARENNA FAUBIANY. C54104026. Kajian Sanitasi di Tempat Pendaratan dan Pelelangan Ikan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Ikan Didaratkan. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan TRI WIJI NURANI.

    Sanitasi di suatu pelabuhan perikanan merupakan suatu hal yang sangat penting

    pengaruhnya terhadap kualitas ikan yang didaratkan. Ikan merupakan produk yang cepat dan mudah membusuk, sehingga membutuhkan penanganan yang cepat, bersih, cermat dan dingin. Kualitas ikan di suatu pelabuhan perikanan akan menentukan harga di pasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi aktivitas yang memberikan dampak terhadap sanitasi dan pengaruhnya terhadap kualitas ikan serta upaya pengelolaan yang telah dilakukan.

    Prosentase jumlah ikan yang tidak layak konsumsi, berhubungan dengan proporsi jumlah ikan tidak layak konsumsi yang didaratkan. Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab kualitas ikan yang didaratkan tidak layak konsumsi. Analisis deskriptif dan tabulasi digunakan untuk mengkaji masalah sanitasi di kolam pelabuhan, dermaga bongkar dan tempat pelelangan ikan.

    Kondisi buruknya sanitasi di PPI Muara Angke berdampak terhadap penurunan kualitas ikan. Hal ini diindikasikan dengan peningkatan prosentase ikan tidak layak konsumsi, yaitu dari 10-45% saat setelah pembongkaran menjadi sekitar 15-100% saat sebelum pengangkutan dari TPI. Faktor-faktor yang mempengaruhi prosentase ikan tidak layak konsumsi adalah perilaku pelaku, proses pelelangan, penanganan ikan, sanitasi dan fasilitas PPI. Akar penyebab masalah kualitas ikan tidak layak konsumsi yang berasal dari pelaku adalah para kuli angkut yang tidak memperlakukan ikan dengan baik, sedangkan yang berasal dari sanitasi PPI adalah pelelangan ikan yang menghasilkan limbah padat dan limbah cair, yang berasal dari penanganan ikan adalah cara pengawetan ikan dengan tidak memberikan es, dari proses pelelangan adalah jumlah peserta lelang yang terlalu banyak dan akar penyebab fasilitas PPI adalah dermaga bongkar yang tidak menggunakan kanopi. Pihak UPT PPI Muara Angke telah berusaha melakukan berbagai macam upaya pengelolaan sanitasi, antara lain melakukan pembersihan kolam pelabuhan setiap pagi, menyapu dan menyemprot lantai dermaga bongkar dan TPI setiap kali selesai proses pembongkaran dan pelelangan ikan. Namun, upaya yang belum dilakukan adalah penggunaan oil catcher, penambahan jumlah petugas pengawas sanitasi dan kebersihan serta pemberian penyuluhan kepada para pelaku di pelabuhan, pembuatan aturan yang terkait dengan sanitasi dan sanksi yang diberikan.

    Kata kunci: sanitasi, kualitas ikan, PPI Muara Angke

  • KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN

    MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

    VARENNA FAUBIANY

    Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

    pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • Judul Skripsi : Kajian Sanitasi di Tempat Pendaratan dan Pelelangan Ikan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Ikan Didaratkan

    Nama Mahasiswa : Varenna Faubiany

    NRP : C54104026

    Disetujui,

    Komisi Pembimbing

    Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si

    NIP. 131123999 NIP. 131841725

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc

    NIP. 131578799

    Tanggal Lulus: 22 Juli 2008

  • KATA PENGANTAR

    Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

    Penelitian dengan judul Kajian Sanitasi di Tempat Pendaratan dan Pelelangan Ikan

    Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Ikan

    yang Didaratkan ini disusun berdasarkan penelitian di PPI Muara Angke, Jakarta

    Utara pada bulan Maret 2008.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang berbagai

    aktivitas yang menimbulkan dampak sanitasi di PPI Muara Angke, menentukan

    dampak sanitasi dari berbagai aktivitas terhadap kualitas ikan yang didaratkan di PPI

    Muara Angke dan menentukan upaya pengelolaan sanitasi yang baik di PPI Muara

    Angke.

    Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini

    dan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama bagi

    pengembangan pelabuhan perikanan di Indonesia.

    Bogor, Juli 2008

    Penulis

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada semua pihak yang telah berperan langsung maupun tidak langsung dalam

    penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

    1) Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA. dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku dosen

    pembimbing atas bimbingannya selama penyelesaian skripsi ini;

    2) Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Iin Solihin, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji

    tamu, serta kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku ketua

    departemen dan Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phil selaku komisi pendidikan atas

    kritikan, saran dan masukannya yang sangat membangun demi kesempurnaan

    skripsi ini;

    3) Bapak Komar, Bapak Idris, Ibu Ria, Bapak Sumarsono, Mas Arief dan segenap

    staff UPT PPI Muara Angke yang telah banyak membantu selama penulis

    melaksanakan kegiatan penelitian dan sebagai pembimbing di lapangan;

    4) Mama tercinta (Sosiati Gunawan), Papa tercinta (Tonny Sartono Hadie), Eyang

    Putri terkasih (Saida Gatoet Gunawan), Eyang Kakung terkasih (Gatoet

    Gunawan), Tante terkasih (Noesje Soesilowati) dan Adik-adikku yang tersayang

    (Clarissa Amelia Hadie dan Harits Abdillah Hadie) atas kasih sayang, dukungan

    semangat, doa, bimbingan dan segala usaha yang telah diberikan kepada penulis

    dalam menyelesaikan skripsi ini;

    5) Rekan-rekan PSP terutama PSP 41 yang akan selalu di hati atas doa dan

    semangatnya kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB dan rekan-

    rekan TBF (Dhani, Anggun, Arie, Angga, Wino, Adni, Idcham, Amy dan Prima)

    yang terus memompa semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; dan

    6) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bimbingan dan bantuan yang telah

    diberikan. Amien.

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 03 Mei 1987. Penulis

    adalah putri dari pasangan Bapak Tonny Sartono Hadie dan Ibu

    Sosiati Gunawan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

    bersaudara.

    Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Sentosa. Kemudian

    pada tahun 1992-1998 melanjutkan pendidikan di SD Tunas Jaka Sampurna. Pada

    tahun 1998-2001 masuk ke SLTP-IT IQRO dan pada tahun 2001-2004 menamatkan

    pendidikan formal di SMU Negeri 6 Bekasi. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana

    di Institut Pertanian Bogor dan tercatat sebagai mahasiswa di Departemen

    Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) pada tanggal 21 Juni 2004 melalui jalur

    Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

    Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi dan kegiatan

    yang ada di lingkungan IPB. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen

    Penelitian, Pengembangan dan Keprofesian HIMAFARIN-PSP-IPB pada periode

    2004-2005, sebagai Bendahara II HIMAFARIN-PSP-IPB periode 2007-2008 dan

    anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) Masyarakat PASIR periode

    2006-2007.

    Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pelabuhan Perikanan pada

    tahun 2007-2008 dan mata kuliah Teknik Perencanaan Pembangunan dan

    Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan pada tahun 2008. Dalam rangka menyelesaikan

    tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Kajian

    Sanitasi di Tempat Pendaratan dan Pelelangan Ikan Pangkalan Pendaratan Ikan

    Muara Angke serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Ikan Didaratkan.

  • DAFTAR ISI Halaman

    DAFTAR TABEL

    DAFTAR GAMBAR

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. PENDAHULUAN Latar Belakang....

    Tujuan Penelitian

    Manfaat Penelitian..

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pelabuhan Perikanan...

    2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. 2.1.2 Fungsi pelabuhan perikanan... 2.1.3 Fasilitas pelabuhan perikanan

    2.2 Sanitasi Pelabuhan Perikanan.............................................................

    2.2.1 Pengertian sanitasi...................................................................... 2.2.2 Penerapan sanitasi dan sumber-sumber pencemaran di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan....................... 2.2.3 Pengelolaan dan pemeliharaan sanitasi di pelabuhan perikanan....................................................................................

    2.3 Kualitas Ikan.......................................................................................

    2.3.1 Pengertian kualitas ikan............................................................. 2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ikan....................... 2.3.3 Cara mempertahankan kualitas ikan.......................................... 2.3.4 Standarisasi peningkatan kualitas ikan...................................... 2.3.5 Peta kendali................................................................................ 2.3.6 Diagram sebab akibat.................................................................

    3. METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................

    3.2 Materi Penelitian.................................................................................

    3.3 Metode Pengambilan Data..................................................................

    3.4 Analisis Data.......................................................................................

    xii

    xiv

    xvi

    1

    3

    3

    4

    468

    13

    13

    14

    16

    18

    182123273031

    33

    33

    33

    35

    ix

  • 4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara....................................................

    4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara.............................. 4.1.2 Penduduk Kota Jakarta Utara..................................................... 4.1.3 Kondisi perikanan tangkap Kota Jakarta Utara..........................

    4.2 Keadaan Umum PPI Muara Angke.....................................................

    4.2.1 Letak geografis dan topografi PPI Muara Angke...................... 4.2.2 Pengelolaan PPI Muara Angke.................................................. 4.2.3 Kondisi perikanan tangkap......................................................... 4.2.4 Fasilitas PPI Muara Angke........................................................

    5. AKTIVITAS DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PPI MUARA ANGKE

    5.1 Pendaratan Hasil Tangkapan...............................................................

    5.2 Pengangkutan Hasil Tangkapan..........................................................

    5.3 Pelelangan Hasil Tangkapan...............................................................

    5.4 Penyortiran dan Penanganan Hasil Tangkapan...................................

    6. DAMPAK AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN TERHADAP SANITASI DI PPI MUARA ANGKE

    6.1 Kondisi Sanitasi di Kolam Pelabuhan, Dermaga Bongkar dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke.....................................

    6.1.1 Faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi sanitasi pada Berbagai aktivitas dari pendaratan sampai pelelangan ikan...... 6.1.2 Jenis limbah fisik yang dihasilkan aktivitas pendaratan dan

    pelelangan ikan.......................................................................... 6.1.3 Limbah dari aktivitas pendaratan dan pelelangan ikan..............

    6.2 Dampak Sanitasi dari Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Ikan......

    7. KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE

    7.1 Kualitas Ikan Saat Setelah Pembongkaran di Atas Kapal dan Dermaga Bongkar...............................................................................

    7.2 Kualitas Ikan Saat Sebelum Pelelangan di Tempat Pelelangan Ikan......................................................................................................

    7.3 Kualitas Ikan Saat Sebelum Pengangkutan dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI)............................................................................................

    41

    41

    4243

    50

    50515563

    75

    80

    82

    88

    92

    94

    9698

    104

    109

    112

    113

    x

  • 7.4 Diagram Sebab Akibat Kualitas Ikan Buruk Setelah Pembongkaran Sampai Sebelum Pengangkutan ke Perusahaan atau Pedagang..........

    8. UPAYA PENGELOLAAN DAMPAK SANITASI TERHADAP KUALITAS IKAN DI PPI MUARA ANGKE

    8.1 Dampak Sanitasi terhadap Kualitas Ikan............................................

    8.2 Upaya Pengelolaan Sanitasi yang Dilakukan Pihak UPT PPI Muara Angke.......................................................................................

    9. KESIMPULAN DAN SARAN

    9.1 Kesimpulan.........................................................................................

    9.2 Saran....................................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

    LAMPIRAN.......................................................................................................

    116

    122

    123

    129

    130

    131

    134

    xi

  • DAFTAR TABEL Halaman

    1. Kriteria mutu ikan segar...........................................................................

    2. Faktor yang mempengaruhi kualitas ikan dalam proses penanganan.......

    3. Data yang dikumpulkan saat penelitian....................................................

    4. Contoh tabel analisis data.........................................................................

    5. Contoh tabel analisis peta kendali.............................................................

    6. Contoh tabel analisis upaya pengelolaan dampak sanitasi........................

    7. Jumlah armada penangkapan Jakarta Utara, 2003-2007...........................

    8. Jumlah nelayan Jakarta Utara, 2003-2007................................................

    9. Jumlah hasil tangkapan nelayan Jakarta Utara, 2007................................

    10. Jumlah produksi perikanan Jakarta Utara, 2003-2007..............................

    11. Daftar instansi/kelembagaan lain di PPI Muara Angke, 2006..................

    12. Jenis kapal yang melakukan tambat di PPI Muara Angke, 2004-2007.....

    13. Jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan di PPI Muara Angke, 2003-2006.................................................................................................

    14. Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas bongkar dan sandar di PPI Muara Angke, 2001-2003.........................................................................

    15. Jumlah produksi, nilai produksi dan retribusi ikan lokal yang didaratkan di PPI Muara Angke, 2003-2006............................................

    16. Fasilitas-fasilitas PPI Muara Angke, 2006................................................

    17. Penanganan hasil tangkapan selama di kapal............................................

    18. Faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di kolam pelabuhan, dermaga bongkar dan TPI PPI Muara Angke...........................................

    19. Jenis limbah/sampah akibat proses pendaratan dan pelelangan hasil Tangkapan di PPI Muara Angke...............................................................

    20. Permasalahan pengguna pelabuhan dan dampaknya terhadap sanitasi fasilitas dan kualitas ikan..........................................................................

    21. Kualitas ikan setelah pembongkaran pada keranjang 1............................

    22. Kualitas ikan setelah pembongkaran pada keranjang 2............................

    23. Kualitas ikan sebelum pelelangan pada keranjang 1.................................

    24. Kualitas ikan sebelum pelelangan pada keranjang 2.................................

    21

    23

    34

    36

    38

    40

    44

    45

    47

    48

    55

    56

    57

    59

    61

    63

    89

    95

    96

    106

    109

    111

    112

    113

    xii

  • 25. Kualitas ikan sebelum pengangkutan dari TPI pada keranjang 1.............

    26. Kualitas ikan sebelum pengangkutan dari TPI pada keranjang 2.............

    27. Upaya pengelolaan sanitasi di PPI Muara Angke, berdasarkan dampak yang ditimbulkan menurut aktivitas dan pelaku.......................................

    114

    115

    126

    xiii

  • DAFTAR GAMBAR Halaman

    1. Diagram sebab akibat................................................................................

    2. Jumlah armada penangkapan Jakarta Utara, 2003-2007...........................

    3. Jumlah nelayan Jakarta Utara, 2003-2007................................................

    4. Produksi ikan Jakarta Utara, 2003-2007...................................................

    5. Struktur organisasi UPT, PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta...............

    6. Jumlah kapal yang melakukan tambat di PPI Muara Angke, 2004-2007.................................................................................................

    7. Jumlah alat tangkap di PPI Muara Angke, 2003-2006.............................

    8. Jumlah nelayan di PPI Muara Angke Jakarta Utara, 2001-2003.................................................................................................

    9. Produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2003-2006.....................

    10. Kolam pelabuhan PPI Muara Angke Jakarta Utara..................................

    11. Dermaga bongkar PPI Muara Angke Jakarta Utara..................................

    12. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPI Muara Angke Jakarta Utara..............

    13. Stasiun pengisian bahan bakar umum dwi fungsi PPI Muara Angke ......

    14. Pasar pengecer ikan di PPI Muara Angke ................................................

    15. Tangki air bersih di PPI Muara Angke Jakarta Utara...............................

    16. Kantor UPT, PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta Utara.........................

    17. Saat penyortiran hasil tangkapan di atas dek kapal...................................

    18. Keranjang yang digunakan pada saat pembongkaran ikan.......................

    19. ABK yang memasukkan kaki ke dalam keranjang ikan...........................

    20. Beberapa ABK yang tidak menggunakan sarung tangan saat pembongkaran hasil tangkapan................................................................

    21. Mekanisme pelelangan ikan di PPI Muara Angke Jakarta Utara.............

    22. Ikan-ikan dalam keranjang yang siap untuk dilelang...............................

    23. Suasana pelelangan opouw di PPI Muara Angke.................................

    24. Pembagian retribusi pelelangan ikan PPI Muara Angke..........................

    25. Pencucian keranjang ikan setelah pelelangan selesai...............................

    26. Kondisi kolam pelabuhan PPI Muara Angke............................................

    40

    44

    46

    49

    54

    56

    58

    60

    61

    64

    65

    66

    68

    69

    71

    73

    77

    78

    79

    79

    84

    85

    86

    87

    90

    98

    xiv

  • 27. Kondisi sanitasi di dermaga bongkar PPI Muara Angke..........................

    28. Kondisi peletakan ikan di dermaga bongkar PPI Muara Angke..............

    29. Kondisi sanitasi di lantai TPI PPI Muara Angke......................................

    30. Diagram sebab akibat kualitas ikan buruk setelah pembongkaran hingga sebelum pengangkutan ke perusahaan atau pedagang ................

    31. Kapal kebersihan khusus kawasan Pantai Utara Jakarta..........................

    32. Kapal kebersihan khusus kawasan PPI Muara Angke..............................

    99

    100

    102

    121

    124

    125

    xv

  • DAFTAR LAMPIRAN Halaman

    1. Peta lokasi penelitian................................................................................

    2. Layout PPI Muara Angke.........................................................................

    3. Tabel spesifikasi dan nilai organoleptik ikan segar..................................

    4. Contoh perhitungan...................................................................................

    5. Data kualitas ikan setelah pembongkaran.................................................

    6. Data kualitas ikan sebelum pelelangan.....................................................

    7. Data kualitas ikan sebelum pengangkutan dari TPI ke perusahaan atau pedagang...................................................................................................

    135

    136

    137

    139

    141

    143

    145

    xvi

  • 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

    Produk perikanan merupakan suatu produk yang sangat dibutuhkan oleh

    masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi terutama yang berasal dari protein

    hewani. Ikan sebagai komoditas yang mudah dan cepat membusuk (high perishable

    food), memerlukan penanganan yang cepat, bersih, cermat dan dingin (quick, clean,

    careful and cool) sehingga mutu ikan dapat tetap dipertahankan sejak ikan diangkat

    dari laut hingga ikan didistribusikan atau dipasarkan ke konsumen. Salah satu

    mekanisme penanganan ikan dilakukan melalui penerapan sistem rantai dingin (cool

    chain system) (Wibowo, 2006).

    Ikan merupakan komoditi utama di suatu pelabuhan perikanan. Oleh karena itu,

    kualitas ikan di suatu pelabuhan perikanan sangatlah penting untuk dijaga. Kualitas

    ikan akan menentukan harga di pasaran. Semakin bagus kualitas ikan, maka harganya

    akan semakin tinggi (Hanafiah dan Saefudin, 1983 diacu dalam Murdaniel, 2007).

    Pengendalian kualitas ikan sangat diperlukan agar kesegaran ikan dapat

    dipertahankan. Pentingnya menjaga kualitas ikan di suatu pelabuhan perikanan

    berkaitan dengan salah satu fungsinya sebagai tempat pembinaan mutu hasil

    perikanan. Apabila kualitas ikan yang ada di suatu pelabuhan perikanan baik, akan

    menunjukkan bahwa pelabuhan perikanan dari segi fungsi pembinaan mutu hasil

    perikanan sudah berjalan dengan optimal.

    Dalam pengelolaan pelabuhan perikanan, seringkali masalah sanitasi dan

    pengelolaan limbah menjadi terlupakan. Buruknya penanganan sanitasi dan

    kurangnya sanitasi fasilitas memungkinkan terjadinya kerugian dalam perdagangan

    ikan. Selain itu, buruknya sanitasi dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

    Hal ini disebabkan karena banyaknya binatang seperti lalat dan tikus yang berkeliaran

    di sekitar tempat tersebut. Menurut Lubis (2006) bahwa permasalahan sanitasi seperti

    banyaknya sampah dan limbah sisa atau buangan dari aktivitas-aktivitas di pelabuhan

    perikanan dan para pengguna akan dapat menimbulkan pencemaran. Permasalahan

  • 2

    sanitasi banyak terjadi di tempat pendaratan dan pelelangan ikan karena di kedua

    tempat ini terjadi pemusatan kegiatan pendaratan dan pemasaran ikan.

    Pemilihan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke sebagai lokasi

    penelitian karena PPI Muara Angke merupakan salah satu pelabuhan perikanan tipe D

    yang mempunyai potensi produksi dan pemasaran hasil tangkapan yang cukup besar

    dan strategis di Jakarta Utara. PPI Muara Angke juga merupakan basis armada

    penangkapan ikan karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta

    (Malik, 2006). Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke memiliki keunggulan

    dibandingkan dengan PPI lain yang berada di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari

    jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke pada tahun 2007 yaitu

    17.111.209 kg, lebih besar dibandingkan dengan jumlah hasil tangkapan yang

    didaratkan di PPI Pasar Ikan, yaitu 722.305 kg (Anonymous, 2007). Namun, Ikan-

    ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke, terkadang masih memiliki kualitas yang

    buruk. Ikan-ikan dengan kualitas yang buruk berasal dari kapal-kapal yang

    melakukan operasi penangkapan lebih dari satu bulan. Selain potensi perikanan yang

    cukup besar, PPI Muara Angke juga memiliki potensi pemasaran yang cukup baik,

    dilihat dari letak yang sangat strategis, yang terletak di DKI Jakarta dengan jumlah

    penduduk yang sangat banyak, aksesibilitas ke tempat ini sangat baik, kondisi jalan

    beraspal, sarana transportasi yang mudah untuk menuju lokasi ini dan didukung

    dengan sarana yang memadai (Malik, 2006).

    Sanitasi di tempat pendaratan ikan yaitu di dermaga bongkar maasih kurang

    terjaga. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ikan dan potongan-potongan ikan yang

    berjatuhan di dermaga tersebut. Begitu pula dengan sanitasi di Tempat Pelelangan

    Ikan (TPI), yaitu banyaknya limbah dari aktivitas pelelangan ikan seperti ikan utuh

    dan potongan-potongan ikan yang berserakan di sekitar TPI, banyaknya genangan air,

    puntung rokok dan orang yang meludah di sembarang tempat, menyebabkan sanitasi

    di TPI menjadi kurang terjaga dengan baik. Sanitasi yang kurang baik berdampak

    terhadap kualitas ikan yang didaratkan. Kualitas ikan yang didaratkan di PPI Muara

    Angke, memiliki kualitas yang kurang baik. Hal ini terlihat dari ada beberapa kapal

    yang mendaratkan ikan tidak layak konsumsi, atau memiliki nilai organoleptik < 6.

  • 3

    Mengingat pentingnya sanitasi di suatu pelabuhan perikanan, maka penulis

    tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Kajian Sanitasi di Tempat Pendaratan

    dan Pelelangan Ikan serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Ikan di PPI Muara Angke.

    1.2 Tujuan

    Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

    (1) Mendapatkan informasi tentang berbagai aktivitas yang menimbulkan dampak

    sanitasi di tempat pendaratan dan pelelangan ikan PPI Muara Angke;

    (2) Menentukan kualitas ikan yang didaratkan akibat dampak sanitasi di PPI Muara

    Angke;

    (3) Merumuskan upaya pengelolaan sanitasi yang baik di tempat pendaratan dan

    pelelangan ikan PPI Muara Angke.

    1.3 Manfaat

    Manfaat yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi

    mengenai pentingnya penanganan ikan dengan menjaga sanitasi dan pengelolaannya

    untuk mempertahankan kualitas. Selain itu, sebagai bahan pertimbangan bagi Pemda

    DKI Jakarta untuk meningkatkan sanitasi di tempat pendaratan dan pelelangan ikan

    PPI Muara Angke.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pelabuhan Perikanan

    2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan

    Pemanfaatan potensi perikanan secara optimal perlu didukung oleh adanya

    perencanaan penangkapan yang tepat dan terarah, tersedianya sarana dan prasarana

    yang memadai dan dapat menunjang pemanfaatan potensi perikanan (Mahendra,

    2001). Pelabuhan perikanan merupakan pusat perekonomian perikanan, dimana

    segala usaha perikanan berpusat di tempat ini. Pelabuhan perikanan merupakan salah

    satu prasarana perikanan, yaitu sebagai pusat kegiatan perikanan, yang mengatur

    segala macam kepentingan yang berhubungan dengan pengembangan perikanan

    tangkap di wilayah tersebut. Keberadaan pelabuhan perikanan, selain mendukung

    kegiatan perikanan tangkap, juga sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan

    kualitas hasil tangkapan dan meningkatkan harga jual (Lubis, 2000).

    Departemen Perhubungan menggolongkan pelabuhan perikanan termasuk ke

    dalam pelabuhan khusus. Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan adalah suatu

    wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai

    pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak

    ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan.

    Menurut Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pelabuhan

    perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya sebagai

    tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang

    dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar

    muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan

    penunjang perikanan. Definisi yang sama disebutkan dalam Peraturan Menteri

    Kelautan dan Perikanan No.16 tahun 2006 yang diberi batasan untuk wilayah daratan

    dan perairan di sekitarnya.

    Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat

    pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan

  • 5

    pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Menurut Direktorat

    Jenderal Perikanan (1994), aspek-aspek tersebut secara terperinci adalah:

    (1) Produksi: pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan

    kegiatan produksi, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap

    ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapan;

    (2) Pengolahan: pelabuhan perikanan menyediakan sarana yang dibutuhkan untuk

    mengolah hasil tangkapan; dan

    (3) Pemasaran: pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal

    pemasaran hasil tangkapan.

    Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) dalam Lubis (2006), kriteria

    pangkalan pendaratan ikan adalah sebagai berikut:

    (1) Tersedianya lahan seluas 10 ha;

    (2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan < 30 GT;

    (3) Melayani kapal-kapal perikanan 15 unit/hari;

    (4) Jumlah ikan yang didaratkan 10 ton/hari;

    (5) Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan

    industri perikanan; dan

    (6) Dekat dengan pemukiman nelayan.

    Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.16/Men/2006 Bab

    VII tentang klasifikasi pelabuhan perikanan pasal 20, pangkalan pendaratan ikan

    ditetapkan berdasarkan kriteria teknis sebagai berikut:

    (1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan

    pedalaman dan perairan kepulauan;

    (2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-

    kurangnya 3 GT;

    (3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 meter, dengan kedalaman kolam

    pelabuhan sekurang-kurangnya minus 2 meter;

    (4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah

    keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

  • 6

    Pelabuhan perikanan tipe D dikatakan pula dengan istilah Pangkalan Pendaratan

    Ikan (PPI). Dilihat dari segi konstruksi bangunannya, sebagian besar PPI termasuk ke

    dalam pelabuhan alam dan atau semi alam. Artinya tipe pelabuhan ini umumnya

    terdapat di muara atau tepi sungai, di daerah yang menjorok ke dalam atau terletak di

    suatu teluk bukan bentukan manusia atau sebagian hasil bentukan manusia. Pada

    umumnya, PPI ini ditujukan untuk tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu

    penangkapan ikan tradisional yang berukuran lebih kecil dari 5 GT atau untuk

    perahu-perahu layar tanpa motor. Hasil tangkapan yang didaratkan kurang atau sama

    dengan 20 ton per hari dan ditujukan terutama untuk pemasaran lokal (Lubis, 2006).

    2.1.2 Fungsi pelabuhan perikanan

    Bila ditinjau dari fungsinya, pelabuhan perikanan tentunya berbeda dengan jenis

    pelabuhan lainnya dimana pelabuhan perikanan dikhususkan untuk aktivitas di

    bidang perikanan tangkap. Menurut Lubis (2006) fungsi pelabuhan perikanan adalah:

    (1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran

    Pelabuhan perikanan sebagai pusat sarana dan kegiatan pendaratan serta

    pembongkaran hasil tangkapan di laut.

    (2) Fungsi pengolahan

    Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu dan

    pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap.

    (3) Fungsi pemasaran

    Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme

    pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang.

    (4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan

    Pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk di

    sekitarnya dan sebagai tempat pembinaan masyarakat perikanan seperti nelayan,

    pedagang, pengolah dan buruh angkut agar dapat menjalankan aktivitasnya

    dengan baik.

  • 7

    Berdasarkan pasal 41 UU No. 31 Tahun 2004, dalam rangka pengembangan

    pelabuhan perikanan, pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan

    yang berfungsi antara lain sebagai:

    (1) Tempat tambat labuh kapal perikanan;

    (2) Tempat pendaratan ikan;

    (3) Tempat pemasaran dan distribusi ikan;

    (4) Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan;

    (5) Tempat pengumpulan data perikanan;

    (6) Tempat penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;

    dan

    (7) Tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan.

    Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.16/Men/2006 Bab

    IV tentang fungsi pelabuhan perikanan pasal 4 menyebutkan bahwa fungsi pelabuhan

    perikanan adalah:

    (1) Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang

    berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan

    lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan

    pemasarannya.

    (2) Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan

    dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    a) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan;

    b) Pelayanan bongkar muat;

    c) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan;

    d) Pemasaran dan distribusi ikan;

    e) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;

    f) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;

    g) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;

    h) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan;

    i) Pelaksanaan kesyahbandaran;

  • 8

    j) Pelaksanaan fungsi karantina ikan;

    k) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan

    l) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan

    m) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, ketertiban, kebakaran dan

    pencemaran).

    Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, ketertiban, kebakaran, dan

    pencemaran) merupakan salah satu fungsi pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan

    oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang cukup penting dalam

    permasalahan penanganan sanitasi di pelabuhan perikanan. Target fungsi pelabuhan

    perikanan, kiranya terlalu luas dan akan lebih sulit dicapai, mengingat terbatasnya

    kemampuan sumberdaya manusia pengelola dan kapasitas, jenis serta rendahnya

    kelengkapan dan mekanisasi fasilitas yang ada. Terlaksana atau tidaknya fungsi-

    fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat

    keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan (Lubis, 2006).

    Pengadaan laboratorium pengawasan mutu hasil perikanan sebagai salah satu

    kriteria teknis memegang peranan yang cukup besar terutama untuk menjaga agar

    hasil tangkapan yang sampai ke tangan konsumen tidak mengandung unsur kimia

    karsinogenik.

    2.1.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan

    Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per. 16/Men/2006 Bab

    VIII tentang fasilitas pelabuhan perikanan pasal 22 menyebutkan bahwa:

    (1) Fasilitas pada pelabuhan perikanan meliputi:

    a) Fasilitas pokok;

    b) Fasilitas fungsional; dan

    c) Fasilitas penunjang;

    (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sekurang-kurangnya

    meliputi:

    a) Pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin;

    b) Tambat seperti dermaga dan jetty;

  • 9

    c) Perairan seperti kolam dan alur pelayaran;

    d) Penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan; dan

    e) Lahan pelabuhan perikanan

    (3) Fasilitas fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sekurang-

    kurangnya meliputi:

    a) Pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

    b) Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-

    rambu, lampu suar dan menara pengawas;

    c) Suplai air bersih, es dan listrik;

    d) Pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway, bengkel

    dan tempat perbaikan jaring;

    e) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan

    laboratorium pembinaan mutu;

    f) Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan;

    g) Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; dan

    h) Pengolahan limbah seperti IPAL.

    (4) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, sekurang-

    kurangnya meliputi:

    a) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan;

    b) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga dan pos pelayanan

    terpadu;

    c) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK;

    d) Kios IPTEK; dan

    e) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan

    (5) Fasilitas penyelenggaraan fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (4) huruf e, sekurang-kurangnya meliputi:

    a) Keselamatan pelayaran;

    b) Kebersihan, keamanan dan ketertiban;

    c) Bea dan cukai;

    d) Keimigrasian;

  • 10

    e) Pengawas perikanan;

    f) Kesehatan masyarakat; dan

    g) Karantina ikan

    Pasal 23 menyebutkan bahwa fasilitas yang wajib ada pada pelabuhan perikanan

    untuk operasional sekurang-kurangnya meliputi:

    (1) Fasilitas pokok, antara lain dermaga, kolam perairan, dan alur perairan;

    (2) Fasilitas fungsional, antara lain kantor, air bersih, listrik serta fasilitas penanganan

    ikan; dan

    (3) Fasilitas penunjang, antara lain pos jaga dan MCK

    1) Tempat pendaratan ikan Proses pendaratan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan akan berjalan

    dengan baik apabila didukung dengan pengadaan peralatan serta fasilitas terkait yang

    memadai, terutama untuk produksi hasil tangkapan yang besar agar proses

    pembongkaran dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Pendaratan hasil tangkapan

    merupakan pembongkaran hasil tangkapan dari dalam palkah ke atas dek kapal.

    Setelah dilakukan penyortiran, ikan kemudian diturunkan ke dermaga untuk

    selanjutnya diangkut menuju TPI (Mulyadi, 2007).

    Selanjutnya dikatakan bahwa pendaratan hasil tangkapan di tempat-tempat

    pendaratan ikan harus selalu memperhatikan karakteristik sumberdaya hayati ikan itu

    sendiri yang mudah rusak yaitu pembongkaran harus dilakukan dalam waktu yang

    cepat tanpa merusak atau menurunkan mutu hasil tangkapan. Oleh karena itu, untuk

    melakukan pendaratan hasil tangkapan yang cepat dan higienis, maka suatu tempat

    pendaratan ikan harus mempunyai dermaga yang cukup panjang, hasil tangkapan

    terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung dan didukung oleh penyediaan alat-

    alat pembongkaran seperti kereta dorong, keranjang atau basket, pompa air bersih dan

    derek.

  • 11

    2) Tempat pelelangan ikan Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang ikan, dimana terjadi

    pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang

    atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang di gedung pelelangan

    harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat

    (Lubis, 2006). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa produk perikanan

    merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu, sehingga apabila aliran

    produk ini terganggu akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan.

    Ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah:

    (1) Ruang surtir, yaitu tempat membersihkan, menyortir, dan memasukkan ikan ke

    dalam peti atau keranjang;

    (2) Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan;

    (3) Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain dengan

    diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim; dan

    (4) Ruang administrasi pelelangan, terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang,

    ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum

    Luas gedung pelelangan ikan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

    (1) Jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan;

    (2) Jenis ikan yang ditangkap; dan

    (3) Cara penempatan ikan untuk diperagakan

    Fungsi lain dari tempat pelelangan ikan adalah sebagai pusat pendaratan ikan,

    pusat pembinaan mutu hasil tangkapan, pusat pengumpulan data dan pusat kegiatan

    para nelayan di bidang pemasaran. Proses pelelangan ikan yang terjadi di dalam

    gedung TPI bertujuan untuk menarik sejumlah pembeli yang potensial, menjual

    dengan penawaran tinggi, menerima harga sebaik mungkin dan menjual sejumlah

    besar ikan dalam waktu yang sesingkat mungkin (Biro Pusat Statistik, 1990 diacu

    dalam Desiwardani, 2007)

  • 12

    Mahyuddin (2007) menyebutkan bahwa, menurut Keputusan Menteri Kelautan

    dan Perikanan No. KEP. 01/MEN/2007 tanggal 05 Januari 2007, tentang Persyaratan

    Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan

    Distribusi, bahwa persyaratan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah:

    (1) Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;

    (2) Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi,

    dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan

    limbah cair yang higienis;

    (3) Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam

    jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan

    pencuci tangan dan pengering sekali pakai;

    (4) Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil

    perikanan;

    (5) Kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi

    mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam TPI;

    (6) Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan, wadah harus

    dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih;

    (7) Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan

    minum dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;

    (8) Mempunyai pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup; dan

    (9) Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung

    hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan.

    Satu hal yang perlu diperhatikan yaitu lantai tempat pelelangan harus miring ke

    arah saluran pembuangan sekitar 2. Hal ini dimaksudkan agar air dari penyemprotan

    kotoran sisa-sisa ikan setelah selesai aktivitas pelelangan dapat mengalir ke saluran

    pembuangan dengan mudah sehingga kebersihan tempat pelelangan senantiasa

    terpelihara (Lubis, 2006).

  • 13

    2.2 Sanitasi di Pelabuhan Perikanan

    2.2.1 Pengertian sanitasi

    Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik

    yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek

    merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup. Sanitasi juga

    membantu mempertahankan lingkungan biologi sehingga polusi berkurang dan

    membantu melestarikan hubungan ekologi yang seimbang (Jenie, 1988 diacu dalam

    Rusmali, 2004). Higiene secara umum menurut Johns (1991), adalah dasar dari suatu

    proses kebersihan. Kebersihan penting karena dapat mencegah bakteri yang timbul

    dari kondisi yang kotor.

    Sanitasi yang baik dalam industri tidak hanya terletak pada kebersihan bahan

    baku, peralatan, ruangan dan pekerja tetapi juga dalam penanganan dan pembuangan

    limbah. Meskipun suatu industri menghasilkan produk bermutu tinggi tetapi jika cara

    pembuangan limbah di sekitar industri tersebut tidak ditangani dengan benar, maka

    akan dapat mengganggu dan merusak lingkungan hidup di sekitarnya. Begitu juga

    dengan pelabuhan perikanan (Liswati, 2000).

    Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sanitasi mencakup berbagai aspek

    antara lain kesehatan, kebersihan dan keseimbangan lingkungan serta manajemen

    atau pengelolaannya. Sanitasi bertujuan untuk mencegah berbagai faktor yang

    menyebabkan timbulnya pencemaran bagi produk dan lingkungan.

    Dalam pengembangan industri perikanan, pelabuhan perikanan merupakan

    bagian dari rantai produksi yang harus memenuhi persyaratan kelayakan dasar

    sanitasi dan higienis yang meliputi (Departemen Pertanian, 2002 diacu dalam

    Rusmali, 2004):

    (1) Lokasi dan lingkungan;

    (2) Konstruksi bangunan;

    (3) Dinding, penerangan dan ventilasi;

    (4) Saluran pembuangan;

    (5) Pasokan air dan bahan bakar;

    (6) Es;

  • 14

    (7) Penanganan limbah;

    (8) Toilet;

    (9) Konstruksi dan pemeliharaan alat;

    (10) Peralatan untuk penanganan awal;

    (11) Pembersihan dan sanitasi; dan

    (12) Kontrol sanitasi.

    Selanjutnya dikatakan bahwa hasil yang diharapkan dengan dijalankannya

    program sanitasi di pelabuhan perikanan antara lain terciptanya lingkungan kerja

    yang bersih, mutu ikan yang tetap terjaga dan kebersihan para pelaku di pelabuhan

    perikanan. Seluruh kelayakan dasar sanitasi di pelabuhan perikanan harus dapat

    dipenuhi untuk memperbaiki kinerja dan operasional pelabuhan, apalagi bila

    pelabuhan tersebut memiliki wilayah distribusi yang luas dan kapasitasnya besar.

    2.2.2 Penerapan sanitasi dan sumber-sumber pencemaran di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan

    Pedoman umum yang digunakan dalam perencanaan pembangunan dan

    pengoperasian Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) di pelabuhan

    perikanan atau pangkalan pendaratan ikan adalah sebagai berikut (Menai, 2007):

    1) Lokasi, konstruksi dan tata ruang

    a) Bangunan tidak berada di tempat yang merupakan daerah pembuangan

    sampah, pemukiman padat penduduk atau daerah lain yang dapat

    menimbulkan pencemaran;

    b) Bebas dari timbunan barang bekas yang tidak teratur;

    c) Bebas dari timbunan barang sisa atau sampah;

    d) Bebas dari tempat persembunyian atau perkembangbiakan serangga, binatang

    pengerat dan binatang pengganggu lainnya;

    e) Sistem saluran pembuangan air (drainase) dalam keadaan baik;

    f) Permukaan lantai rata, kedap air, tahan bahan kimia, tidak licin dan mudah

    dibersihkan; dan

    g) Pertemuan antara lantai dengan dinding melengkung dan kedap air.

  • 15

    2) Kebersihan dan sanitasi

    a) Lantai, wadah peralatan dan sebagainya dibersihkan dan dicuci sebelum dan

    sesudah dipakai dengan menggunakan air yang mengandung chlorine;

    b) Peralatan kebersihan (sikat, sapu, alat semprot dan lain-lain) tersedia setiap

    saat bila diperlukan dan jumlahnya mencukupi;

    c) Tempat pendaratan dan penyimpanan ikan terpelihara kebersihannya;

    d) Tempat sampah terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tahan karat, tidak

    bocor, jumlahnya cukup, mempunyai tutup dan ditempatkan pada tempat yang

    sesuai;

    e) Setiap orang yang memasuki TPI harus mencuci tangan dan kaki (sepatu)

    dengan mencelupkannya ke dalam bak berisi air yang mengandung chlorine;

    dan

    f) Tidak semua orang kecuali yang berkepentingan dapat masuk ke dalam TPI.

    Sumber pencemar (polutan) dapat berasal dari suatu lokasi tertentu (point

    source) atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Pencemar yang berasal dari

    point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan

    karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar dari point source biasanya tetap.

    Sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah yang

    banyak, misalnya limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan

    pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik) dan daerah perkotaan (Effendi,

    2003).

    Menurut Effendi (2003), bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang

    bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki

    tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan

    cara masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu

    polutan alamiah dan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki

    suatu lingkungan secara alami. Adapun polutan antropogenik adalah polutan yang

    masuk ke badan air akibat aktivitas manusia.

    Sumber-sumber pencemaran di pelabuhan perikanan pada umumnya berasal

    dari aktivitas manusia, seperti sampah sisa pembongkaran dan pelelangan ikan serta

  • 16

    limbah dari industri pengolahan dan kapal-kapal yang berlabuh yang mencemari

    saluran drainase dan kolam pelabuhan. Ravikumar (1993) diacu dalam Rusmali

    (2004), menyebutkan bahwa sampah merupakan benda yang tidak terpakai, tidak

    diinginkan dan dibuang, sedangkan limbah adalah sampah yang sudah mencemari.

    Berdasarkan bentuk dan cara penanganannya, sampah dibagi menjadi:

    (1) Sampah padat;

    (2) Sampah cair/air buangan;

    (3) Sampah gas dan partikel di udara;

    (4) Kotoran manusia;

    (5) Kotoran hewan; dan

    (6) Sampah berbahaya.

    Berdasarkan komposisi kimia, sifat mengurai dan mudah tidaknya terbakar, sampah

    dibedakan menjadi sampah organik dan anorganik; degradable dan non-degradable

    serta combustible dan non-combustible.

    Limbah adalah campuran yang kompleks, terdiri atas mineral dan bahan-bahan

    organik dalam berbagai bentuk, besar maupun kecil yang terapung dalam bentuk

    suspensi atau larutan. Limbah selalu terjadi selama proses panen dan pengolahan

    serta saat pemasaran. Air limbah (waste water) adalah kotoran dari masyarakat dan

    rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta air

    buangan lainnya. Air limbah ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum

    (Sugiharto, 2005). Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh

    adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Sifat fisik yang penting ialah kandungan zat

    padat sebagai estetika yaitu kejernihan, bau dan warna serta temperatur (Widodo,

    2001).

    2.2.3 Pengelolaan dan pemeliharaan sanitasi pelabuhan perikanan

    Pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan dipusatkan pada pengontrolan

    lingkungan, sanitasi dan higienitas produk perikanan serta pengawasan sanitasi secara

    berkala. Pengontrolan dan penanganan pencemaran dibedakan berdasarkan bentuk

    dan jenis pencemar.

  • 17

    Penanganan polusi di pelabuhan perikanan secara berkala harus segera

    ditangani dengan cara pengelolaan limbah yang sesuai dan tepat, peraturan yang

    mendukung dan pendidikan para pengguna. Penerapan penanganan kebersihan dan

    sanitasi di lingkungan pelabuhan perikanan, menurut Departemen Pertanian (2002)

    diacu dalam Rusmali (2004), dibagi dalam dua bagian, yaitu:

    (1) Penerapan kegiatan pembuatan perangkat lunak yang terdiri atas aspek hukum

    dan peraturan, aspek pengelolaan kebersihan, sanitasi dan aspek peran serta

    masyarakat; dan

    (2) Pengadaan sarana dan prasarana air cuci atau penanganan ikan, air bersih/air

    tawar, penanganan pengolahan air limbah, drainase, dan persampahan serta

    kegiatan lainnya yang dilakukan bersama-sama dengan bidang perawatan.

    Pembuatan perangkat lunak perlu diterapkan untuk menciptakan lingkungan

    pelabuhan perikanan yang bersih, indah dan nyaman. Upaya tersebut antara lain

    berupa pemberian sanksi hukum bagi yang melanggar ketentuan, membuat slogan

    atau spanduk yang mendukung terciptanya kebersihan dan melakukan kegiatan yang

    melibatkan masyarakat, seperti gotong royong membersihkan lingkungan pelabuhan

    dan pemberian penghargaan bagi masyarakat yang ikut berjasa menjaga dan

    menciptakan lingkungan pelabuhan perikanan yang bersih dan nyaman. Kegiatan

    rehabilitasi sarana dan prasarana harus tetap berjalan seiring dan dapat diperbaharui

    selalu untuk kemajuan pemeliharaan sanitasi dan kebersihan serta pengembangan

    pelabuhan perikanan (Departemen Pertanian, 2002 diacu dalam Rusmali, 2004)

    Rusmali (2004) menginformasikan bahwa pengelolaan dan pemeliharaan

    sanitasi di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berada dibawah

    pengawasan UPT PPSJ dan berkoordinasi dengan Koperasi Pegawai Negeri (KPN)

    PPSJ. Tugas koperasi adalah melakukan pekerjaan kebersihan kawasan di lapangan

    dan petugas UPT mengawasi pelaksanaannya. Petugas UPT melaporkan hasil

    pengawasannya kepada Kepala Pelabuhan.

    Selanjutnya dikatakan bahwa pemeliharaan sanitasi di pelabuhan perikanan,

    juga perlu dilakukan, seperti yang telah dilakukan di PPSJ, misalnya metode

    penanganan limbah dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis limbah yang ada,

  • 18

    yaitu penanganan untuk limbah padat dan cair. Jenis limbah padat seperti bungkusan

    plastik, kertas dan potongan kayu masih diproses secara konvensional dan sederhana.

    Limbah padat yang ada di lingkungan pelabuhan dikumpulkan oleh tenaga kebersihan

    di lapangan, lalu ditampung di Tempat Penampungan Sementara (TPS) di PPSJ.

    Setelah itu, limbah padat tersebut diangkut menggunakan truk ke luar Jakarta yaitu

    Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi, sedangkan limbah padat yang bersifat organik

    seperti kertas dan sisa-sisa potongan kayu dibakar di dalam kawasan PPSJ. Jenis

    limbah cair dari sisa pengolahan dan pencucian ikan, dilakukan proses pengolahan

    limbah secara biologis dan kimiawi di Unit Pengolah Limbah (UPL) PPSJ agar

    limbah tersebut dapat dikembalikan ke laut tanpa mencemari lingkungan.

    Pengolahan dan pemeliharaan sanitasi di PPSJ ini akan dijadikan acuan

    pengelolaan yang baik. Hal ini dilakukan karena PPSJ merupakan pelabuhan

    perikanan bertaraf internasional dan sudah memiliki pengelolaan limbah dan sanitasi

    yang cukup baik.

    2.3 Kualitas Ikan

    2.3.1 Pengertian kualitas ikan

    Istilah kualitas telah didefinisikan dalam beberapa pengertian, diantaranya yaitu

    (Nurani, 2007):

    (1) Kesesuaian dengan spesifikasi pelanggan;

    (2) Sesuatu yang mencirikan tingkat dimana produk atau jasa mampu memenuhi

    keinginan konsumen; dan

    (3) Totalitas keistimewaan dan karakteristik suatu produk atau jasa yang

    berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan

    tertentu.

    Menurut Crosby (1979) diacu dalam Aryadi (2007), kualitas adalah sesuatu

    yang memenuhi atau sama dengan persyaratan (conformance to requirements).

    Komoditas ikan unggulan yang kurang sedikit saja dari persyaratan, maka dapat

    dikatakan tidak berkualitas dan dapat ditolak oleh perusahaan yang menjadi tujuan

  • 19

    distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan

    dan kebutuhan sebuah perusahaan.

    Kualitas biasanya tidak ditentukan oleh satu atribut atau dimensi tunggal,

    melainkan oleh beberapa atribut atau dimensi yang menyatakan kualitas. Dimensi

    kualitas produk, menurut Garvin diacu dalam Nurani (2007) adalah:

    (1) Kinerja (performance) merupakan karakteristik operasi utama dari produk yaitu

    seberapa baik suatu produk melakukan apa yang seharusnya dilakukan;

    (2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) merupakan karakteristik sekunder

    atau pelengkap, berupa pernak-pernik yang melengkapi atau meningkatkan fungsi

    dasar produk;

    (3) Kehandalan (relability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau

    gagal dipakai;

    (4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu seberapa baik

    karakteristik desain dan operasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

    sebelumnya;

    (5) Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk dapat terus

    digunakan;

    (6) Kemudahan perbaikan (service ability) meliputi kecepatan, kenyamanan,

    kompetensi, mudah direparasi dan penanganan keluhan yang memuaskan;

    (7) Keindahan (aesthetics) yaitu daya tarik produk terhadap panca indera; dan

    (8) Persepsi terhadap kualitas (perceived quality) tidak didasarkan pada produk tetapi

    pada citra atau reputasi.

    Pengertian kualitas ikan secara sederhana dapat diidentikkan dengan tingkat

    kesegaran. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan

    hidup baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah

    ikan yang baru saja ditangkap, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum

    mengalami perubahan fisik maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama

    ketika ditangkap (Anita, 2003).

    Kualitas ikan lebih menunjukkan pada penampilan estetika dan kesegaran atau

    derajat pembusukan sampai dimana telah berlangsung, termasuk juga aspek

  • 20

    keamanan seperti bebas dari bakteri, parasit atau bahan kimia. Kualitas kesegaran

    ikan dapat dievaluasi dengan metode sensori maupun instrumen. Kualitas ikan yang

    baik adalah ikan yang telah ditangkap dengan cara yang baik, diolah dan ditangani

    secara benar di pabrik serta mempunyai karakteristik tertentu, bentuk, ukuran,

    penampakan, warna, bau, komposisi dan tekstur yang dimiliki ikan (Hardjito, 2006).

    Peningkatan kualitas tidak dapat dipisahkan dari usaha peningkatan

    produktivitas. Usaha yang berlebihan untuk mendorong produktivitas bisa

    mengorbankan kualitas dari output yang dihasilkan. Sebaliknya, fokus yang

    berlebihan pada peningkatan kualitas bisa mengurangi perhatian untuk memperbaiki

    produktivitas, bahkan mungkin akan mengorbankan produktivitas demi mengejar

    kualitas yang tinggi. Keduanya saling berhubungan dan saling melengkapi satu sama

    lain. Bila kualitas dari produktivitas dihubungkan dengan sungguhsungguh maka

    akan menghasilkan laba yang besar (Nasution, 2004).

    Secara organoleptik, ikan segar mempunyai kriteria sebagai berikut (Sudarma,

    2006):

    Tabel 1 Kriteria mutu ikan segar

    No. Parameter Tanda-tanda 1.

    2. 3

    4. 5.

    6.

    Penampakan fisik Mata Insang Bau Lendir Tekstur dan daging

    Ikan cemerlang mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh, tidak patah, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan liat serta lubang anus tertutup. Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol. Insang berwarna merah, cemerlang atau sedikit kecoklatan, tidak ada atau sedikit lendir. Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut. Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer, bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan tidak berbau busuk. Ikan kaku atau masih lemas dengan daging elastis, jika ditekan dengan jari akan cepat kembali, sisik tidak mudah lepas, jika disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging asli.

    Sumber: FAO diacu dalam Sudarma, 2006

  • 21

    2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ikan

    Baik atau buruknya kualitas ikan ditentukan oleh kesempurnaan penanganan

    ikan. Penanganan yang buruk dapat mengakibatkan ikan tersebut lebih cepat rusak

    atau busuk, sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Menurut Moeljanto (1982) diacu

    dalam Aryadi (2007), penanganan ikan segar bertujuan agar kesegaran ikan dapat

    tetap terjaga dan dapat dipertahankan selama atau setidaknya hingga ikan sampai ke

    tangan konsumen.

    Kualitas ikan yang tertangkap dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

    disebabkan oleh faktor yang bersifat alamiah dan biologis serta faktor cara

    penanganan sejak ikan ditangkap sampai pada konsumen. Kemunduran kualitas ikan

    disebabkan oleh perubahan enzimatis, biokimia, mikrobiologis, dan fisik. Struktur

    ikan dan senyawa kimia yang menyusunnya mudah mengalami perubahan yang dapat

    disebabkan oleh suatu katalisator yang disebut enzim. Setiap perubahan senyawa

    biologis yang disebabkan oleh aktivitas enzim disebut perubahan enzimatis

    (Sudarma, 2006).

    Selanjutnya dikatakan, daging ikan sangat mudah turun kesegarannya

    dibandingkan dengan daging hewan lainnya karena daging ikan terdiri dari asam-

    asam lemak tak jenuh, sehingga mudah teroksidasi menjadi tengik, jika dibandingkan

    dengan minyak tumbuhan dan hewan lainnya. Ikan segar yang baru ditangkap

    mengandung jutaan mikroba yang setelah ikan mati akan meningkat aktivitas

    pembiakkannya. Kegiatan mikroba mengakibatkan perubahan kemunduran kualitas

    ikan yang disebut sebagai perubahan mikrobiologis.

    Selain proses-proses tersebut, faktor fisik juga dapat mempercepat kemunduran

    kualitas ikan, antara lain suhu yang tinggi mempercepat proses enzimatis, biokimia,

    dan mikrobiologis, kerusakan fisik saat ikan ditangkap dan penanganan yang kasar.

    Faktor fisik yang mempercepat kemunduran ikan meliputi:

    (1) Pengaruh mikrobiologis terhadap kualitas ikan

    Ikan menjadi busuk disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, faktor

    alamiah harus ditekan sekecil mungkin untuk menghambat aktivitas bakteri.

  • 22

    Bakteri yang mengkontaminasi ikan hasil tangkapan dapat berupa bakteri yang

    berasal dari air, kapal, dan pabrik pengolahan;

    (2) Pengaruh cara penangkapan terhadap kualitas ikan

    Metode dan alat tangkap mempengaruhi kualitas ikan yang ditangkap sehingga

    perlu penyesuaian antara cara dan jenis alat tangkap dengan jenis ikan yang

    ditangkap.

    (a) Cara kematian: membunuh ikan dengan segera adalah lebih baik daripada

    membiarkan ikan mati secara perlahan atau mengadakan perlawanan, karena

    rigor mortis akan datang lebih lambat dan lebih lama berlangsungnya;

    (b) Lamanya ikan pada alat tangkap: jika jangka waktu antara ikan tertangkap dan

    diangkat dari air terlalu lama, maka ikan akan mati sebelum sampai di geladak

    dan proses kemunduran mutu sudah mulai terjadi;

    (c) Temperatur air: jika ikan mati pada alat penangkap sebelum diangkat dari air,

    maka temperatur air merupakan faktor penting;

    (d) Selektivitas alat tangkap: ikan yang berukuran kecil dari satu spesies

    cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan

    ikan yang lebih besar. Hal ini dapat dihindari dengan memakai mata jaring

    yang besar sehingga ikan yang kecil tidak turut tertangkap; dan

    (e) Faktor biologis: ikan yang tertangkap waktu perutnya penuh makanan akan

    mengalami kemunduran mutu yang lebih cepat daripada ikan yang lapar

    karena enzim sedang giat bekerja. Ikan yang sedang dalam masa bertelur juga

    menunjukkan penurunan mutu yang relatif lebih cepat. Berdasarkan faktor

    biologis ini dapat diciptakan alat tangkap yang selektif atau disesuaikan waktu

    serta daerah penangkapannya.

    (3) Pengaruh penanganan terhadap kualitas ikan

    (a) Penanganan di kapal

    Ada 3 faktor penting yang harus diperhatikan dalam penanganan ikan di kapal

    yaitu suhu, waktu dan kebersihan dalam bekerja; dan

  • 23

    (b) Penanganan di darat

    Perubahan suhu yang terjadi selama pembongkaran ikan ke darat, dalam

    pelelangan, pengepakkan selama transportasi ke pusat distribusi atau ke

    pabrik pengolahan sangat berpengaruh terhadap kesegaran ikan.

    Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas ikan dalam proses penanganan

    (Hardjito, 2006):

    Tabel 2 Faktor yang mempengaruhi kualitas ikan dalam proses penanganan Mata Rantai Penanganan Berbagai Faktor yang Mempengaruhi

    Nelayan Operasi penangkapan Kapal penangkap Di darat termasuk pedagang atau pengecer

    - Pengetahuan, perlakuan (kebersihan dan kehati-hatian). - Tipe alat tangkap, metode operasi yang digunakan, metode

    penarikan pada kapal. - Penanganan di kapal, kebersihan, desain tempat penyimpanan

    ikan dan pengoperasiannya. - Penanganan di darat, kebersihan, desain tempat penyimpanan

    ikan dan pengoperasiannya serta praktek pendistribusian; - Pengetahuan penanganan ikan, desain tempat penyimpanan

    untuk penjualan/pengeceran, dan kebersihan. Sumber: FAO diacu dalam Hardjito, 2006

    2.3.3 Cara mempertahankan kualitas ikan

    Penanganan ikan segar bertujuan untuk mempertahankan kesegaran ikan selama

    mungkin atau setidaknya kondisi ikan masih segar ketika sampai di konsumen. Ikan

    harus ditangani dengan baik, secepat mungkin sejak ikan tertangkap dan diangkut

    oleh kapal hingga ikan disimpan atau diolah. Penanganan ikan segar diusahakan agar

    suhu selalu rendah dan mendekati 0C. Sebaiknya suhu jangan sampai naik, misalnya

    terkena sinar matahari langsung atau kekurangan es selama proses distribusi. Semakin

    tinggi suhu, maka proses pembusukan juga semakin cepat. Penanganan ikan yang

    harus dilakukan yaitu ketika di kapal, pedagang dan saat pendistribusian (Moeljanto,

    1982 diacu dalam Aryadi, 2007). Prinsip serta aplikasi metode penanganan ikan

    dijelaskan sebagai berikut:

  • 24

    (1) Prinsip penanganan ikan (Sudarma, 2006)

    (a) Menghindari kondisi yang mempercepat proses pembusukan

    Proses pembusukan berakumulasi dan cepat. Kegagalan mendinginkan ikan

    secara cepat setelah ikan tertangkap akan berpengaruh pada rantai

    penanganan/distribusi berikutnya.

    (b) Menurunkan kecepatan pembusukan dari kecepatan normalnya

    Bakteri berkembang dan tumbuh bergantung dari suhu, demikian pula dengan

    enzim dalam mencernakan daging ikan. Dengan menurunkan suhu, kecepatan

    pembusukan berkurang sehingga memperpanjang fase log pertumbuhan

    bakteri yang menunda kecepatan perkembangan dan reproduksi.

    (c) Meminimalkan kontaminasi

    Dilakukan dengan menyimpan atau menyeleksi ikan berdasarkan waktu

    penangkapan, ukuran, keadaan perut, tidak meletakkan ikan di lantai,

    khlorinasi air untuk mencuci ikan dan mencuci bersih setiap peralatan yang

    bersentuhan dengan ikan selesai digunakan.

    (2) Aplikasi metode penanganan ikan

    (a) Penanganan di kapal

    Tergantung pada kelengkapan sarana penanganan ikan di kapal, kesadaran

    dan pengetahuan nelayan tentang cara penanganan dan jumlah es yang cukup

    saat berangkat melaut.

    (b) Penanganan di tempat pendaratan

    Ikan yang dikeluarkan dari palkah ke dek, pengangkutan ikan dari dek ke

    dermaga, pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI atau tempat penyimpanan

    sementara, serta pengawasan kondisi ikan selama pelelangan. Tahapan

    penanganannya dengan mempertahankan pendinginan ikan, kecepatan bekerja

    dan kebersihan, serta tidak meletakkan ikan di lantai tanpa es.

    (c) Penanganan dalam distribusi

    Menggunakan alat pengangkut yang tertutup dan wadah yang sedang agar

    ikan tidak tergencet, penggunaan es dalam jumlah yang cukup sesuai jarak

    pengangkutan dan menghindari tekanan fisik yang kuat terhadap ikan,

  • 25

    termasuk goncangan keras selama pengangkutan serta penggunaan truk box

    berinsulasi atau dengan cool box.

    (d) Penanganan dalam penjualan ikan di pasar

    Menggunakan meja khusus agar ikan selalu dalam keadaan dingin dan dapat

    dilihat langsung oleh calon pembeli, pemotongan dan penyiangan dilakukan

    di meja khusus yang permukaannya halus seperti dari stainless steel dan

    tersedianya wadah tertutup untuk limbah hasil penyiangan.

    Penanganan ikan juga dapat dilakukan dengan cara pendinginan ikan.

    Pendinginan ikan ini bertujuan untuk menghambat kegiatan mikroorganisme yang

    dapat mempengaruhi kualitas ikan. Beberapa cara pendinginan ikan, yaitu

    (Moeljanto, 1992 diacu dalam Aryadi, 2007):

    (1) Pendinginan dengan es

    Es yang digunakan harus dibuat dari air bersih dan disimpan di tempat yang

    bersih. Untuk mencegah rusaknya ikan, sebaiknya digunakan es hancur. Kontak

    langsung antara es dengan permukaan ikan menjadi lebih baik, apabila

    menggunakan es hancur. Hal ini dapat menyebabkan penurunan suhu menjadi

    lebih cepat.

    (2) Pendinginan dengan air laut dan es

    Ikan yang didinginkan dengan air laut ditambahkan es dapat mencapai suhu

    hingga -1,7C. Penggunaan air laut dengan es ini lebih baik bila dibandingkan

    dengan menggunakan es saja karena suhunya yang lebih rendah sehingga

    pertumbuhan bakteri pembusuk lebih dapat dihambat lagi. Penggunaan cara ini

    masih banyak kekurangannya terutama bila tidak ada sirkulasi dingin, akibatnya

    suhu dalam wadah tidak merata karena es terapung di permukaan dan suhu air

    laut di bagian bawah lebih tinggi. Penyebaran suhu yang tidak merata

    menyebabkan kualitas ikan tidak seragam.

    (3) Penyimpanan dalam air laut yang didinginkan secara mekanis

    Pendinginan ini dilakukan dengan pemakaian air laut yang didinginkan oleh unit

    pendingin, dan sekaligus dilengkapi pompa sirkulasi air. Cara pendinginan ini

    mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya penanganan yang lebih mudah dan

  • 26

    praktis (luka-luka karena butiran es dapat dihindari), kehilangan berat,

    kontaminasi bakteri karena adanya garam NaCl dapat dikurangi dan kemungkinan

    tergencetnya ikan oleh butiran es dapat dicegah. Kelemahan cara pendinginan ini

    adalah ikan akan lebih banyak menyerap garam bila terlalu lama disimpan,

    membutuhkan pengawasan yang lebih teliti terhadap sirkulasi air, memerlukan

    tangki yang kedap air dan air perlu diganti secara reguler agar jumlah bakteri

    berkurang. Cara pendinginan ini hendaknya memperhitungkan adanya

    keseimbangan antara jangka waktu penyimpanan, kualitas ikan, besarnya kapal

    atau tangki penyimpanan dan biaya yang diperlukan.

    (4) Pemberian es dengan air garam

    Pemberian es dengan air garam merupakan salah satu cara untuk pendinginan

    ikan pada suhu mendekati titik beku ikan. Pemakaian es dengan garam yang

    terbuat dari larutan NaCl 3% akan menghasilkan ikan dengan suhu sekitar -1,2C.

    Kelemahan dengan menggunakan cara pendinginan ini disebabkan oleh sifat es

    dengan air garam yang cepat mencair sehingga es yang diperlukan sangat banyak

    dan menyebabkan badan ikan menjadi lengket karena adanya garam tersebut.

    Menurut Afrianto (1989) diacu dalam Aryadi (2007), pendinginan ikan paling

    baik yaitu dengan menggunakan media pendingin berupa es batu. Es batu dapat

    menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat tanpa mengubah kualitas ikan dan biaya

    yang diperlukan relatif lebih rendah dibandingkan dengan media pendingin lain.

    Dalam proses pendinginan dengan menggunakan es batu, terjadi perpindahan panas

    dari tubuh ikan ke kristal es batu. Ikan dengan suhu tubuh yang relatif lebih tinggi

    akan melepas sejumlah energi panas yang kemudian akan diserap oleh kristal es batu.

    Dengan demikian, suhu tubuh ikan akan menurun dan sebaliknya kristal es batu akan

    meleleh karena terjadi peningkatan suhu. Proses pemindahan panas ini akan terhenti

    apabila suhu tubuh ikan telah mencapai 0C yaitu sama dengan suhu es batu.

    Selanjutnya dikatakan, teknik pendinginan ikan dengan menggunakan es dalam

    suatu wadah yang baik adalah mengusahakan agar semua permukaan tubuh ikan yang

    diberi perlakuan dapat mengalami kontak dengan es. Hal ini bertujuan untuk

    memaksimalkan penyerapan panas dari tubuh ikan. Semakin luas permukaan tubuh

  • 27

    ikan yang dapat melakukan kontak dengan es, maka penurunan suhu tubuh ikan akan

    semakin cepat.

    2.3.4 Standarisasi peningkatan kualitas ikan

    Ketentuan Uni Eropa tentang penerapan standarisasi mutu di pelabuhan

    perikanan (Direktur Standarisasi dan Akreditasi DKP, 2005 dalam Mahyuddin, 2007)

    menyebutkan:

    (1) Peralatan yang digunakan selama pembongkaran dan pendaratan harus

    dikonstruksi dengan bahan yang mudah dibersihkan, dicuci dengan menggunakan

    disinfektan dan diletakkan di tempat yang bersih.

    (2) Selama pembongkaran dan pendaratan, harus dihindarkan produk perikanan

    tersebut dari kontaminasi dan ditangani secara khusus, antara lain seperti: operasi

    pembongkaran dan pendaratan dilakukan secara cepat; produk perikanan harus

    ditempatkan tanpa mengalami penundaan dan dilindungi dari lingkungan suhu

    yang tinggi dan selalu menggunakan es selama transportasi; kemudian disimpan

    dalam cold storage; tidak diijinkan menggunakan peralatan dan cara penanganan

    yang dapat menyebabkan rusaknya nilai gizi dari produk-produk perikanan.

    (3) TPI harus dilengkapi dengan atap dan dindingnya mudah dibersihkan; lantainya

    harus tahan air dan mudah dibersihkan; mempunyai fasilitas drainase dan sistem

    pembuangan air kotor; peralatan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi, antara

    lain untuk pencucian dan kamar mandi/wc terbuat dari bahan yang mudah

    dibersihkan; pembersihan harus dilakukan secara teratur baik sebelum maupun

    sesudah pelelangan, lantai TPI dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam

    dengan menggunakan air laut/air minum dan harus dengan disinfektan; tidak

    diperkenankan merokok, makan dan minum di area penjajaan ikan; mempunyai

    suplai air bersih; khusus untuk ikan-ikan harus ditempatkan pada alat yang tidak

    berkarat; produk perikanan setelah pendaratan harus aman, selama transportasi

    tidak mengalami penundaan; jika produk perikanan tersebut mengalami

    penundaan pendistribusian, maka harus disimpan di ruangan dingin/cool room

    dalam kondisi yang baik dan pada suhu yang sesuai dengan suhu pelelehan

  • 28

    es/mendekati suhu pelelehan es; untuk pedagang besar produk-produk perikanan

    harus dijajakan pada kondisi yang bersih.

    (4) Persyaratan pelabuhan perikanan untuk mencapai standar sanitasi dan higienis,

    yaitu: bangunan, fasilitas dan lingkungan harus sesuai dengan persyaratan

    pelabuhan perikanan yang higienis dan berstandar sanitasi. Sanitation Standard

    Operating Procedure (SSOP) adalah prosedur pelaksanaan standar sanitasi dan

    higienitas yang harus dipenuhi oleh pelabuhan untuk mencegah terjadinya

    kontaminasi terhadap produk yang ditangani. Setiap pelabuhan memiliki rencana

    SSOP yang tertulis dan spesifik sesuai dengan lokasi, peralatan dan jenis

    penanganan serta diterapkan secara konsisten.

    (5) Penanganan mutu ikan: pengembangan fasilitas penanganan ikan-ikan yang

    didaratkan di pelabuhan perikanan seperti penyediaan laboratorium mutu hasil

    perikanan, penyediaan air bersih, penyediaan es dan garam, kebersihan TPI dan

    alat angkut ikan, penerangan (instalasi listrik), penyuluhan mengenai penanganan

    ikan, penyediaan petugas pengolahan ikan, penyediaan data statistik penanganan

    ikan, keranjang ikan, WC umum, drainase TPI yang baik, pengaturan lalu lintas

    orang di TPI, penyediaan keamanan, ketertiban dan keindahan pelabuhan serta

    pengaturan petugas pelayanan penanganan ikan yang dilengkapi dengan Standard

    Operational Procedure (SOP) yang jelas serta pengawasan pelaksanaannya

    dilakukan oleh manajemen pelabuhan. Hal ini dilakukan dengan maksud agar

    semua ikan yang akan didistribusikan hingga ke tangan konsumen telah

    memperoleh jaminan mutu.

    Peraturan Uni Eropa yang berkaitan dengan penanganan ikan juga telah

    dikemukakan oleh Le Ry (2005) dalam Lubis (2006), menyebutkan bahwa sejak 22

    Juli 1991 diatur tentang peraturan-peraturan higienitas untuk nelayan di kapal,

    kondisi penanganan ikan di kapal, kondisi penanganan pada saat pembongkaran ikan

    dan kondisi processing dan pengepakan ikan. Selanjutnya pada tanggal 01 Januari

    2007 dikeluarkan peraturan baru tentang UU pangan yang mengatur tentang

    traceability, informasi mengenai pelanggan dan tanggung jawab dari commercial

    operator.

  • 29

    Standar kualitas ikan untuk komoditas ekspor adalah kriteria-kriteria dalam

    suatu produk yang harus dipenuhi agar dapat diterima oleh negara penerima produk

    tersebut. Standar kualitas ekspor produk perikanan pada setiap negara tidak sama.

    Berikut merupakan standar kualitas ekspor perikanan ke negara-negara yang

    bersangkutan menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (Nasution, 2004):

    (1) Uni Eropa

    Uni Eropa menentukan bahwa standar kualitas produk perikanan yang dapat

    memasuki pasar Uni Eropa adalah yang memiliki Sertifikat Kelayakan

    Pengolahan (SKP) dengan nilai A. Nilai A di sini adalah Unit Pengolahan Ikan

    (UPI) yang bersangkutan tidak boleh memiliki penyimpangan serius dan

    penyimpangan kritis, penyimpangan minor kurang dari 6, dan penyimpangan

    mayor tidak lebih dari 5. Nilai SKP ini akan diberikan setelah dilakukan

    peninjauan ke unit pengolahan ikan oleh pihak Departemen Kelautan dan

    Perikanan dengan menugaskan inspektor.

    (2) Korea

    Korea menentukan bahwa standar kualitas produk perikanan yang dapat

    memasuki pasar Korea adalah yang memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan

    (SKP) dengan nilai minimal B. Nilai B adalah Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang

    bersangkutan tidak boleh memiliki penyimpangan kritis, penyimpangan serius

    tidak lebih dari 2, penyimpangan minor kurang dari 7, dan penyimpangan mayor

    tidak lebih dari 10, serta jumlah antara penyimpangan mayor dan penyimpangan

    serius tidak lebih dari 10. Nilai SKP ini akan diberikan setelah dilakukan

    peninjauan ke unit pengolahan ikan oleh pihak Departemen Kelautan dan

    Perikanan dengan menugaskan inspektor.

    (3) Negara importir ikan selain Uni Eropa dan Korea

    Selain Uni Eropa dan Korea, negara importir ikan yang lain tidak mengharuskan

    dimilikinya SKP dengan nilai A atau B, melainkan hanya persyaratan Good

    Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operating Procedure

    (SSOP).

  • 30

    Selanjutnya dikatakan bahwa penyimpangan kritis adalah penyimpangan yang

    bila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan.

    Penyimpangan serius adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan

    koreksi dapat mempengaruhi keamanan pangan. Penyimpangan mayor adalah

    penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempunyai potensi

    dapat mempengaruhi keamanan pangan. Penyimpangan minor adalah penyimpangan

    yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau dibiarkan secara terus-menerus

    akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan.

    2.3.5 Peta kendali

    Peta kendali digunakan untuk mengetahui sejauh mana proses produksi dan

    distribusi berada dalam pengendalian, apabila ada penyimpangan pada proses

    produksi akan lebih mudah diketahui sehingga dapat diambil langkah-langkah

    perbaikan dan sebagainya. Banyak karakteristik kualitas yang tidak dapat dinyatakan

    secara numerik atau disebut sebagai data atribut. Kriterianya dapat digolongkan

    memenuhi spesifikasi karakteristik kualitas dan tidak memenuhi spesifikasi

    karakteristik kualitas dan tidak memenuhi spesifikasi kualitas. Terminologi cacat

    atau tidak cacat, digunakan untuk mengidentifikasi dua penggolongan produk itu

    (Ishikawa, 1989).

    Selanjutnya dikatakan bahwa ada beberapa teknik yang digunakan dalam

    membuat peta kendali untuk data atribut, yaitu:

    (1) Peta Kendali p

    Peta kendali p adalah satu peta yang menunjukkan cacat pecahan (p) berkaitan

    dengan proporsi dari produk yang tidak memenuhi syarat. Peta p ini digunakan

    bila ukuran subgrup tidak konstan.

    (2) Peta Kendali pn

    Peta kendali pn adalah satu peta yang menunjukkan jumlah cacat (pn). Pada

    dasarnya penggunaan peta kendali p dan pn adalah sama kecuali peta kendali pn

    digunakan bila ukuran subgrup (n) adalah konstan.

  • 31

    Tujuan menggambarkan peta kendali adalah untuk menetapkan apakah setiap

    titik pada grafik normal atau tidak normal sehingga dapat mengetahui proses

    penyimpangan produksi produk yang dihasilkan.

    2.3.6 Diagram sebab akibat

    Diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan

    dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu

    masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang terjadi. Ishikawa (1989)

    menyebutkan bahwa analisis diagram sebab akibat dilakukan untuk menemukan

    penyebab timbulnya suatu persoalan.

    Selanjutnya dikatakan bahwa manfaat diagram ini adalah dapat memisahkan

    penyebab dari gejala, memfokuskan perhatian terhadap hal-hal yang relevan serta

    dapat diterapkan pada setiap masalah. Diagram sebab akibat berguna untuk

    membantu dalam memilih penyebab penyebaran dan mengorganisasikan

    hubungannya untuk mengilustrasikan pada sebuah diagram hubungan antara sebab

    dan akibat. Hal ini harus digambarkan sebagai berikut: akibat adalah karakteristik

    kualitas dan sebab adalah faktor. Dalam prakteknya, faktor harus dianalisis lebih rinci

    untuk membuat diagram menjadi bermanfaat.

    Terdapat tiga metode untuk membuat diagram sebab akibat, yaitu (Ishikawa,

    1989):

    (1) Tipe analisis dispersi

    Tipe analisis dispersi merupakan metode pembuatan diagram sebab akibat dengan

    cara membuat dispersi-dispersi yang selalu menetapkan karakteristik utama

    sebagai bahan pertanyaan.

    (2) Tipe klasifikasi proses produksi

    Tipe klasifikasi produksi merupakan metode dengan cara membuat garis utama

    diagram mengikuti proses produksi dan semua hal yang dapat mempengaruhi

    kualitas dapat ditambahkan ke dalam tahapan proses.

  • 32

    (3) Tipe perhitungan penyebab

    Tipe perhitungan penyebab dilakukan dengan cara mendaftar semua penyebab

    yang mempengaruhi kualitas secara sederhana. Penyebab dalam kualitas harus

    diorganisasikan sesuai dengan kualitas produk yang menunjukkan hubungan

    antara sebab akibat.

  • 3. METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan sejak tanggal 03 hingga 21 Maret 2008 di Pangkalan

    Pendaratan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara, DKI Jakarta.

    3.2 Materi Penelitian

    Materi penelitian ini adalah melihat pengaruh sanitasi di tempat pendaratan dan

    pelelangan ikan terhadap kualitas ikan yang didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan

    Muara Angke, Jakarta Utara, DKI Jakarta.

    3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus.

    Aspek yang diteliti adalah pengaruh sanitasi terhadap kualitas ikan yang didaratkan di

    tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Penelitian aspek sanitasi dibatasi terhadap

    fasilitas kolam pelabuhan dan dermaga bongkar sebagai tempat pendaratan ikan dan

    gedung TPI sebagai tempat pelelangan ikan. Hal ini disebabkan di ketiga fasilitas

    inilah sering terjadi dampak negatif.

    Data yang dikumpulkan adalah data primer melalui pengamatan langsung

    terhadap (1) kondisi sanitasi di tempat pendaratan ikan (kolam pelabuhan dan

    dermaga bongkar) dan di tempat pelelangan ikan (lantai TPI), (2) penyebab terjadinya

    pengaruh sanitasi tersebut, (3) aktivitas dan dampak yang ditimbulkan di tempat

    pendaratan (dermaga bongkar) dan di tempat pelelangan ikan, (4) kualitas ikan saat

    didaratkan dan ketika berada di tempat pendaratan dan pelelangan ikan serta

    (5) upaya pengelolaan sanitasi yang telah dilakukan oleh pihak UPT PPI Muara

    Angke.

    Kondisi sanitasi yang diamati adalah jenis limbah fisik di kolam pelabuhan,

    lantai dermaga bongkar, lantai TPI dan saluran pembuangan di sekeliling TPI yaitu

    potongan bagian-bagian ikan yang tercecer, sampah lainnya yang menurut jenis:

  • 34

    plastik, kertas, puntung rokok dan ada tidaknya genangan lendir, darah ikan, dan air

    sisa cucian ikan.

    Data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini secara rinci terlihat pada Tabel

    3 berikut:

    Tabel 3 Data yang dikumpulkan saat penelitian Kelompok

    Data Data yang akan dikumpulkan Cara pengambilan

    data 1. Data Primer

    a) Kondisi sanitasi di tempat pendaratan dan pelelangan ikan - Kondisi kebersihan, bau di tempat

    pendaratan ikan (kolam pelabuhan dan dermaga bongkar)

    - Kondisi kebersihan, bau di tempat pelelang