bahaya kromium hexavalen (cr vi) pada kulit dan …

12
241 JRTI Vol.14 No.2 Desember 2020 BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN PRODUK KULIT SAMAK KROM SERTA UPAYA PENCEGAHANNYA HEXAVALENT CHROMIUM (Cr VI) HAZARDS FOR LEATHER AND LEATHER PRODUCTS AND THEIR PREVENTIVE MEASURES Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono Balai Besar Kulit Karet dan Plastik Yogyakarta Jalan Sokonandi No.9 Telp (0274) 563939, 512929 Fax 0272-563655 Yogyakarta 55166 E-mail : [email protected] Diterima: 6-10-2020 Direvisi: 26-10-2020 Disetujui: 18-11-2020 ABSTRAK Garam kromium merupakan bahan penyamak yang paling banyak digunakan oleh industri penyamakan kulit di dunia. Keberadaan dan jumlah Cr (VI) pada kulit samak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada saat pengerjaan dan penggunaan bahan penyamak kulit dan bukan merupakan faktor intrinsik kulit samak krom. Ambang batas Cr (VI) pada kulit samak krom maksimum 3 mg/kg kulit. Kromium heksavalen bersifat toksik, karsinogenik, mutagenik, nekrosis hati dan ginjal, serta merupakan penginduksi dermatitis kontak alergi. Tulisan ini merupakan suatu review dan bertujuan untuk memberikan informasi tentang bahaya krom heksavalen pada kulit samak krom dan cara-cara pencegahannya. Pencegahan timbulnya kromium pada kulit samak dapat dilakukan melalui penggunaan kromium trivalen yang terbebas dari Cr (VI), dan bahan lainnya serta pengendalian pada proses penyamakan dan proses finishing. Kata kunci : kesehatan, kromium, kromium hexavalen, kulit samak Abstract Chromium salt is the most commonly used tanning agent in the leather industry world wide. The presence and amount of Cr (VI) in tanned leather is strongly influenced by the environmental conditions during processing and use of the tanner and is not an intrinsic factor of the skin. The Cr (VI) threshold for tanned leather is a maximum of 3 mg/kg leather. Hexavalent chromium is toxic, carcinogenic, mutagenic, hepatic and renal necrotic and is an induction of allergic contact dermatitis. This paper is a review and aims to provide information about the hazardous of hexavalent chrome on chrome leather and ways to prevent it. The prevention of chromium Cr (VI) on the leather can be done by using trivalent chromium, which is free of Cr (VI) and other materials, as well as by controlling the tanning and finishing processes. Keywords: chromium, healthy, hexavalent chromium, tanned leather PENDAHULUAN ulit samak adalah kulit yang dihasilkan melalui beberapa tahapan perlakuan, yaitu perlakuan fisik, mekanik, dan kimia, sehingga menjadikannya awet, tidak mudah busuk dan rusak, serta mudah digunakan dalam industri manufaktur dan kerajinan. Menurut (Haj, et al., 2019), penyamakan adalah suatu proses kimia untuk mengkonversi kulit mentah menjadi kulit tersamak dengan menambahkan cross-linking pada kolagen.Terdapat berbagai jenis bahan penyamak kulit yang sudah umum digunakan oleh industri penyamakan kulit. Berdasarkan sumbernya, bahan penyamak dapat dikelompokkan menjadi empat golongan bahan penyamak yaitu yang berasal dari mineral, minyak, tumbuhan (nabati), dan bahan penyamak sintetis. K

Upload: others

Post on 12-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

241 JRTI Vol.14 No.2 Desember 2020

BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN PRODUK KULIT SAMAK KROM SERTA UPAYA PENCEGAHANNYA

HEXAVALENT CHROMIUM (Cr VI) HAZARDS FOR LEATHER AND LEATHER

PRODUCTS AND THEIR PREVENTIVE MEASURES

Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono

Balai Besar Kulit Karet dan Plastik Yogyakarta

Jalan Sokonandi No.9 Telp (0274) 563939, 512929 Fax 0272-563655 Yogyakarta 55166

E-mail : [email protected]

Diterima: 6-10-2020 Direvisi: 26-10-2020 Disetujui: 18-11-2020

ABSTRAK

Garam kromium merupakan bahan penyamak yang paling banyak digunakan oleh industri penyamakan kulit di dunia. Keberadaan dan jumlah Cr (VI) pada kulit samak sangat dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan pada saat pengerjaan dan penggunaan bahan penyamak kulit dan bukan merupakan faktor intrinsik kulit samak krom. Ambang batas Cr (VI) pada kulit samak krom

maksimum 3 mg/kg kulit. Kromium heksavalen bersifat toksik, karsinogenik, mutagenik, nekrosis hati dan ginjal, serta merupakan penginduksi dermatitis kontak alergi. Tulisan ini merupakan suatu review

dan bertujuan untuk memberikan informasi tentang bahaya krom heksavalen pada kulit samak krom

dan cara-cara pencegahannya. Pencegahan timbulnya kromium pada kulit samak dapat dilakukan melalui penggunaan kromium trivalen yang terbebas dari Cr (VI), dan bahan lainnya serta

pengendalian pada proses penyamakan dan proses finishing.

Kata kunci : kesehatan, kromium, kromium hexavalen, kulit samak

Abstract

Chromium salt is the most commonly used tanning agent in the leather industry world wide. The

presence and amount of Cr (VI) in tanned leather is strongly influenced by the environmental

conditions during processing and use of the tanner and is not an intrinsic factor of the skin. The Cr

(VI) threshold for tanned leather is a maximum of 3 mg/kg leather. Hexavalent chromium is toxic,

carcinogenic, mutagenic, hepatic and renal necrotic and is an induction of allergic contact dermatitis.

This paper is a review and aims to provide information about the hazardous of hexavalent chrome on

chrome leather and ways to prevent it. The prevention of chromium Cr (VI) on the leather can be

done by using trivalent chromium, which is free of Cr (VI) and other materials, as well as by

controlling the tanning and finishing processes.

Keywords: chromium, healthy, hexavalent chromium, tanned leather

PENDAHULUAN ulit samak adalah kulit yang dihasilkan melalui beberapa tahapan perlakuan, yaitu

perlakuan fisik, mekanik, dan kimia, sehingga menjadikannya awet, tidak mudah busuk

dan rusak, serta mudah digunakan dalam industri manufaktur dan kerajinan. Menurut (Haj, et al., 2019), penyamakan adalah suatu proses kimia untuk mengkonversi kulit mentah menjadi

kulit tersamak dengan menambahkan cross-linking pada kolagen.Terdapat berbagai jenis bahan penyamak kulit yang sudah umum digunakan oleh industri penyamakan kulit. Berdasarkan

sumbernya, bahan penyamak dapat dikelompokkan menjadi empat golongan bahan penyamak yaitu

yang berasal dari mineral, minyak, tumbuhan (nabati), dan bahan penyamak sintetis.

K

Page 2: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

242 Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono Bahaya Kromium Hexavalen (Cr Vi) Pada Kulit Dan Produk Kulit Samak

Krom Serta Upaya Pencegahannya

Mineral yang sudah umum digunakan sebagai bahan penyamak kulit adalah kromium,

zirkonium, dan aluminium. Bahan penyamak kulit dari tumbuhan/nabati yang sudah lazim digunakan

adalah mimosa, quebracho, chestnut/kastanye, tara dan gambir. Bahan penyamak nabati dapat diekstrak dari bagian-bagian akar, batang, kulit, dan daun yang mengandung tannin dalam jumlah

besar. Falcao & Araujo, (2018) menyatakan bahwa kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak nabati akan menghasilkan kulit yang kaku (rigid) tergantung dari pemilihan bahan

penyamak nabati dan cara menyamaknya. Kulit samak nabati mempunyai sifat padat (fullness) dan kompak namun suhu kerut rendah (Elhassan, 2016). Menurut (Kuria, et al., 2016) Kulit yang disamak

nabati mempunyai suhu pengkerutan 80-85℃.

Bahan sintetis untuk penyamak kulit biasanya berasal dari golongan fenol yang telah diperbesar bobot molekulnya melalui proses sulfonasi dan kondensasi, sebagai contoh adalah penyamakan

aldehid menggunakan glutaraldehid. Kulit yang disamak aldehid berpotensi menimbulkan formaldehid bebas yang berbahaya karena sangat beracun dan karsinogeik (Maina, et al., 2019). Menurut

Ammenn, et al., (2015), sintetik tanning (sintan) pertama kali diproduksi melalui kondensasi formalin

dengan phenol sulphonic acid. Sintan juga dapat disintesis dengan kondensasi asam sulfonik naftalen dengan formaldehid atau urea (Shahriar, et al., 2019). Bahan penyamak kulit dari minyak yang telah

umum digunakan adalah minyak ikan yang memiliki ikatan rangkap atau bilangan yodium berkisar 80-120, misal minyak ikan Hiu. Kulit perlu disamak terlebih dahulu dengan formalin, sebelum disamak

dengan penyamak minyak. Kromium merupakan bahan penyamak kulit yang paling banyak digunakan di industri

penyamakan kulit. Menurut Bureau Veritas Consumer Product Services, (2014) sekitar 80-85% kulit di

dunia disamak menggunakan kromium trivalen (Cr III). Jing, et al., (2017); Sathish, et al., (2019); dan Fontaine, et al., (2019) menyatakan bahwa lebih dari 90% kulit dunia disamak menggunakan

garam kromium. Kromium telah terbukti merupakan salah satu bahan penyamak kulit yang paling efektif, kulit samak yang dihasilkan memiliki sifat yang tinggi dalam hal kestabilan dimensi, kekuatan

mekanik, daya tahan, resistance, dan dapat cepat digunakan untuk membuat produk akhir

(Devikavathi, et al., 2014). Nashy, et al., (2012) menyatakan bahwa penyamakan kulit menggunakan kromium akan dihasilkan kulit samak yang memiliki sifat lebih baik apabila dibandingkan dengan

penggunaan bahan penyamak lainnya. Sifat tersebut seperti stabilitas termal yang tinggi, ringan, dan memiliki kekuatan tinggi.

Menurut Krishnamoorthy, et al., (2013); dan Zhang, et al., (2019), dari total zat penyamak

krom yang digunakan, hanya kurang lebih 60% yang diserap ke dalam kulit, sisanya berada di air limbah. Dalam beberapa tahun terakhir, limbah cair yang mengandung ion logam berat telah

menyebabkan masalah lingkungan yang serius, terutama yang berkaitan dengan pencemaran tanah (Oyekanmi, et al., 2019a; Oyekanmi, et al., 2019). Lebih memprihatinkan adalah bahwa Cr3+ yang

dibuang berpotensi teroksidasi menjadi kromium heksavalen berbahaya (Cr6+), yang merupakan ancaman bagi kesehatan manusia (Wang, et al., 2019). Keberadaan kromium heksavalen dalam kulit

tersamak juga membahayakan kesehatan manusia. Sejak tahun 1994 ditemukan keberadaan kromium

heksavalen (Cr VI) pada kulit samak dalam jumlah kecil (trace) sehingga penggunaan kromium sebagai bahan penyamak kulit telah banyak menarik perhatian. Hal tersebut disebabkan karena

kromium heksavalen dapat menyebabkan kanker, alergi kulit, dan nekrosis hati serta ginjal (Jing, et al., 2017).

Masyarakat Uni Eropa (European Union) mulai Mei 2015 memberlakukan larangan perdagangan

kulit yang memiliki kandungan Cr (VI) melibihi ambang batas yang ditetapkan oleh REACH (Registration, Evaluation, Authorization and Restriction of Chemicals) yaitu lebih dari 3 mg/kg kulit

yang diatur dalam Commission Regulation EU No 301 (2014). Keberadaan dan jumlah Cr (VI) pada kulit sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang sesuai pada saat pengerjaan dan penggunaan

kulit dan bukan merupakan faktor intrinsik kulit (Mathiason, et al., 2015). Pada tulisan ini dikemukakan kromium sebagai bahan penyamak kulit, pengaruh kromium

terhadap kesehatan, dan pelepasan serta cara pencegahan terbentuknya Cr (VI) pada kulit samak.

Dimaksudkan untuk memberikan cara pencegahan dan pemahaman serta perhatian bagi pemangku kepentingan agar kulit samak tidak menjadi bahan alergen, di samping itu juga agar tidak menjadi

hambatan pada perdagangan produk kulit indonesia terutama dengan negara tujuan ekspor ke Eropa.

Page 3: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

243 JRTI Vol.14 No.2 Desember 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kulit Samak Krom dan Persyaratan Mutu

Penyamakan kulit sebagian besar terdiri dari proses kimia dan mekanis untuk mengubah kulit mentah yang diperoleh dari produk samping peternakan menjadi kulit jadi. Kulit merupakan matriks

polimer alami yang estetis dan banyak kegunaannya. Secara umum, pembuatan kulit terdiri dari tiga bagian,yaitu beams house, penyamakan (tanning) dan finishing. Penyamakan merupakan prosedur

yang krusial dalam penyamakan kulit. Penyamakan akan mengubah kulit mentah menjadi kulit jadi dengan karakteristik kelembutan, kepenuhan, tahan dari bahan kimia dan mikroba sehingga siap

digunakan untuk untuk membuat barang dari kulit. Kulit yang disamak menggunakan krom memiliki

stabilitas termal yang sangat baik, mempunyai suhu pengkerutan di atas 100 oC dan mempunyai sifat mekanik yang luar biasa. Penyamakan krom adalah proses yang paling penting dan dominan dalam

pembuatan kulit (Zhu, et al., 2020). Proses penyamakan krom secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori: penetrasi dan

kombinasi. PH interior kulit mentah biasanya dikurangi menjadi 2,5 ~ 3,0 dengan pengasaman selama

proses penetrasi (Sundar, et al., 2013). Pada tahap ini, sebagian besar gugus karboksil pada kolagen kulit terprotonasi dan memiliki interaksi yang sangat lemah dengan Cr3+. Kondisi ini membantu dalam

mendorong penetrasi ion Cr3+ ke bagian dalam kulit pikel (Li, et al., 2019a). Selanjutnya, kombinasi Cr3+ dengan gugus karboksil terdeprotonasi menghasilkan ikatan silang serabut kolagen pada pH =

4.0 (Cao, et al., 2018). Jadi, inti dari mekanisme penyamakan krom ini terdiri dari mengkombinasikan mengatur pH penetrasi Cr3+ dan menaikkan pH untuk terjadi ikatan silang (Zhang, et al., 2018).

Selain mempunyai banyak keunggulan, penyamakan kulit menggunakan krom mempunyai

kelamahan, yaitu berpotensi terbentuknya krom heksavalent yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Masalah pencemaran kromium yang ada merupakan tantangan bagi para peneliti untuk

mengembangkan sistem penyamakan alternatif yang meminimalkan kadar kromium limbah (Li, et al., 2019b; Ashokkumar, et al., 2012). Untuk memecahkan masalah pencemaran kromium secara

mendasar, telah dilakukan aplikasi penyamakan bebas krom untuk mencapai proses penyamakan

hijau (green tanning process) (Zhu, et al., 2020), seperti penyamakan logam non-krom (Qiang, et al., 2019), penyamakan aldehida (Sun, et al., 2018), penyamakan menggunakan tanin sintetis (Beghetto,

et al., 2019; (Ferrero, et al., 2015). Namun, penyamakan kulit bebas krom ini mempunyai kekurangan, seperti stabilitas hidrotermal rendah, terbentuknya formaldehida bebas yang

karsinogenik dan berbau menyengat sehingga kulitnya tidak dapat diterima pasar (Zhu, et al., 2020).

Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi penyamakan krom mulai dikembangkan, yaitu dengan mengembangkan teknologi penyamakan krom serapan tinggi (high exhaustion chrome tanning) sebagai strategi berkelanjutan untuk produksi kulit bersih (Krishnamoorthy, et al., 2012; Musa, et al., 2010). Dengan teknologi ini, berbagai bahan pembantu untuk meningkatkan serapan

krom pada kulit, yang umumnya memiliki banyak gugus karboksil, telah dikembangkan dan digunakan untuk mengolah kulit mentah. Proses ini menyebabkan lebih banyak pengikatan krom ke

serat kolagen, sehingga meningkatkan serapan krom, dan mengurangi pembuangan krom dalam air

limbah (Sundarapandiyan, et al., 2011).

Tabel 1. Persyaratan Fisis kulit upper full chrome sesuai ISO 24092: 2019

No. Physical Characterictic Requirement for General purpose (sports, school, casual dan men’s town footwear)

1 Tensile strength (N/mm2) Bovine ≥ 15

Goat ≥ 12 Sheep ≥ 10

2 Elongation at break (%) Bovine : 45 – 75 Goat : 40 – 75

Sheep : 35 - 75

3 Tear strength (N) Bovine ≥ 70 Goat ≥ 40

Sheep ≥ 20

4 Flex resistance (cycle) Dry : 80.000 Wet : 20.000

5 Distension of grain at crack (mm) ≥ 7

Page 4: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

244 Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono Bahaya Kromium Hexavalen (Cr Vi) Pada Kulit Dan Produk Kulit Samak

Krom Serta Upaya Pencegahannya

6 Grain crack load (N) ≥ 20

7 Colourfastness to rubbing Aniline, nubuck or suede:

after 50 cycle dry and 20 cycle wet ≥ 3 Other finishing :

after 100 cycle dry and 40 cycle wet ≥ 3

8 Colourfastness to water ≥ 3

9 Water Vapour Permeability (WVP) ≥ 0,8 mg/cm2h Water Vapour Coefficient (WVC) ≥ 15 mg/cm2

10 Seam strength (N/mm) ≥ 10

Tabel 2. Persyaratan kimia kulit upper full chrome sesuai ISO 24092: 2019

No. Chemical Characterictic Requirement

1 Chromium III content (Cr2O3) (%) ≥ 2,5

2 Chromium VI content (mg/kg) < 3 3 Soluble material in dichloromethane (%) 2,5 – 7

4 pH ≥ 3,5

5 Total chlorinated phenol content (%) < 0,1 6 Formaldehyde content (mg/kg) ≤ 150

3 Azo colorant (mg/kg) ≥ 30

Tabel 3. Persyaratan Mutu Kulit Jaket dari Kulit Jaket Domba/Kambing sesuai SNI 4593-2011

No Jenis Uji Syarat Mutu

1 Organoleptis Warna

Kelepasan nerf Elastisitas

Rata

Tidak lepas

Elastis

2 Fisis Tebal, mm

Kekuatan sobek, N/mm

Penyamakan -penyusutan, %

Kekuatan tarik Kemuluran, %

0,4 – 0,8

Min 12,5

masak Maks 10%

Min 14 Maks 60

Ketahanan gosok cat tutup, grey scale

a. kering Tidak luntur

Nilai minimum 4/5 b. basah Sedikit luntur

Nilai minimum 4 Tembus uap air, mg/cm2/jam Min 2,50

Kelemasan, mm 5,0 – 7,5

3 Kimia Kadar air, % (b/b) Maks 18

Kadar krom oksida, % (b/b) 2,5 – 3,0 Kadar abu jumlah, % (b/b) Maks 2,0 di atas kadar

Krom oksida

Kadar lemak/ minyak, % (b/b) 8,0 – 15 pH 3,5 – 7,0

Kulit samak krom banyak digunakan untuk membuat produk-produk kulit seperti sepatu, tas, jaket, dan lain-lain. Persyaratan Kulit full krom untuk upper diatur dalam ISO 24092: 2019 Leather : full chrome upper leather - Specification and test methods (ISO, 2019.). Persyaratan Fisis dan Kimia kulit full krom untuk upper disajikan pada Tabel. 1 dan Tabel 2. Untuk kulit jaket samak krom,

Page 5: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

245 JRTI Vol.14 No.2 Desember 2020

persyaratan mutunya diatur dalam SNI 4593-2011 Kulit Jaket Domba/Kambing (BSN, 2011) yang

disajikan pada Tabel 3.

Parameter teknis dan parameter lainnya untuk kulit dan produk kulit yang terkait aspek lingkungan dimuat dalam kriteria ekolabel kulit. Untuk kategori produk kulit yaitu kulit jadi, diatur

dalam persyaratan standar SNI 19-7188.3.1:2006 (BSN, 2006a). Persyaratan ambang batas Cr (VI) pada produk kulit menurut SNI ini adalah maksimal 3 mg/kg. Untuk kategori produk kulit (sepatu

kasual), diatur dalam SNI 19-7188.3.2:2006 (BSN, 2006b), ambang batas Cr (VI) maksimal 3 mg/kg. Selain parameter Cr (VI), parameter lain seperti Pentaklorofenol (PCP), formaldehid bebas, zat warna

azo, logam berat arsen,kadmium dan timbal serta Tetraklorofenol (TCP) juga diatur dalam kedua SNI

kriteria ekolabel kulit ini. Pengujian Cr (VI) dalam kulit samak krom dilakukan menggunakan SNI ISO 17075:2017 yaitu menggunakan metode kolorimetri (BSN, 2017)

Kromium Sebagai Bahan Penyamak Kulit.

Kromium termasuk mineral yang keberadaannya paling melimpah di kerak bumi, yaitu

menempati urutan ke-21 (Barnhart, 1997); (Chandrasekar, et al., 2014). Di dalam tabel sistem periodik, kromium memiliki nomor urut 24 dengan bobot atom 52 (Chandrasekar, et al., 2014),

berada pada golongan VI B, memiliki titik leleh 1875o C dan titik lebur 2665o C. Di alam, hampir semua kromium berada pada valensi tiga, biasanya berikatan dengan besi atau oksida logam lainnya.

Kromium yang paling stabil adalah yang berada pada bentuk oksida trivalen, bentuk ini memiliki kelarutan yang sangat rendah, reaktivitas rendah, mobilitas di lingkungan rendah dan toksisitas pada

organisme hidup juga rendah (Barnhart, 1997). Kromium larut dalam asam klorida dan asam sulfat

encer, tetapi tidak larut dalam air dan asam nitrat. Kromium termasuk logam berat yang memiliki kegunaan sangat luas pada industri.

Beberapa industri yang menggunakannya antara lain penyamakan kulit, metalurgi, pelapisan logam (metal electroplating), pengawetan kayu (Barnhart, 1997), dan pencelupan (dyeing) tekstil

(Chakrabarti, et al., 2014). Krom trivalent ([Cr(H2O)6]2(SO4)3) merupakan bahan penyamak yang

paling efektif dan efisien karena penggunaan krom dalam penyamakan kulit dapat meningkatkan stabilitas hidrotermal dari kulit. Vaskova, et al., (2013) menyatakan bahwa kromium trivalent dapat

membentuk ikatan-silang (crosslinking) dengan serat kolagen yang terdapat pada kulit, sehingga kulit samak yang dihasilkan memenuhi kesesuaian standar kualitas. Reaksi krom pada penyamakan kulit

menghasilkan kompleks kovalen antara gugus karboksil kolagen, khususnya gugus karboksilat

terionisasi dengan ion molekul kromium trivalent (Covington, 2009). Penyamakan kulit menggunakan Cr (III) sulfat lebih disukai oleh industri penyamakan apabila

dibandingkan dengan penyamakan nabati, karena waktu penyamakan lebih cepat, kualitas kulit samak lebih baik dalam segala hal dan lebih banyak fleksibilitas pada penggunaan kulit samaknya. Garam

kromium trivalen (Cr3+) merupakan zat penyamak krom yang paling banyak digunakan dalam industri kulit (Jia, et al., 2019). Ion Cr3+ bereaksi dengan gugus karboksil pada kolagen kulit untuk

membentuk ikatan koordinasi yang kuat, yaitu ikatan silang dengan serat kolagen sehingga merubah

kulit mentah menjadi kulit yang stabil (Xia, et al., 2019). Secara rinci Covington, (2009) menyatakan bahwa waktu proses penyamakan krom lebih singkat apabila dibandingkan dengan penyamakan

nabati. Waktu reaksi pada penyamakan krom kurang dari 24 jam, sedangkan pada penyamakan nabati memerlukan waktu reaksi beberapa minggu.

Kulit samak kromium memiliki stabilitas hidrotermal tinggi, dengan suhu penyusutan 110o C,

sedangkan kulit samak nabati suhu kerut maksimal yang dapat dicapai hanya 85o C, tergantung jenis tannin yang digunakan. Pada penyamakan krom hanya mengubah sebagian kecil struktur kolagen,

kandungan krom (Cr2O3) pada kulit samak hanya 4%, sedangkan kandungan tannin kulit samak nabati dapat mencapai 30%. Oleh karena itu menjadikan kulit samak nabati memiliki sifat fisik yang

tidak mudah dimodifikasi dan ditangani, sehingga membatasi penggunaan kulit. Penyamakan krom menjadikan kolagen lebih hidrofobik, karena kulit mengikat bahan penyamak yang tahan terhadap air,

sedangkan penyamakan nabati menjadikan kulit hidrofilik, karena sifat kimia polifenol dari tanaman

yang dijadikan bahan penyamak. Kromium trivalent dapat bertindak sebagai mordant (zat penguat pewarna) dan memberikan

nuansa warna tajam dan pastel cerah (meski warna dasar kulit berwarna biru pucat) . Kulit samak krom memiliki ketahanan luntur warna yang baik. Hal ini menjadikan warna pada kulit samak krom

tahan lama dan tidak cepat pudar. Pewarnaan kulit samak nabati menggunakan bahan pewarna

Page 6: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

246 Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono Bahaya Kromium Hexavalen (Cr Vi) Pada Kulit Dan Produk Kulit Samak

Krom Serta Upaya Pencegahannya

manapun memberikan efek pencelupan kusam atau warna yang dihasilkan tidak cerah. Kulit samak

nabati memiliki ketahanan luntur warna yang buruk, tergantung dari jenis tanin yang digunakan.

Senyawa kromium trivalent yang digunakan pada proses penyamakan kulit secara signifikan kurang beracun apabila dibandingkan dengan krom heksavalen. Namun demikian pada kondisi

tertentu, sejumlah kecil kromium trivalent pada kulit dapat teroksidasi menjadi kromium heksavalen (Fuck, et al., 2011) ; (Vaskova, et al., 2013).

Sumber Kromium Heksavalen (Cr VI)

Sumber utama cemaran kromium berasal dari industri penyamakan kulit, elektroplating,

pengolahan logam, pengawetan kayu, cat (paint), pewarna tekstil, pencelupan (dyeing), pengolahan baja, industri kaleng. Batas toleransi cemaran Cr (VI) pada air minum 0,05 mg/L dan pada permukaan

tanah 0,1 mg/L (Singh, et al., 2016). Das & Mishra, (2008) serta Karthik, et al., (2014) menyatakan bahwa terdapat beberapa produk yang ditemukan atau ditengarai mengandung Cr (VI). Produk

tersebut antara lain paduan Cr (Cr-alloys), cat (paints), pewarna (pigment), tinta (inks), fungisida,

pengawet kayu (wood preservative), pelapisan krom (chrome platting) dan kulit samak. Menurut Chandrasekar, et al., (2014) kromium (Cr VI) pada kulit dan produk kulit berasal dari

berbagai sumber antara lain berasal dari sumber langsung dan yang tidak langsung. Sumber langsung berasal dari kromium sulfat yang digunakan sebagai agent penyamak kulit, pewarna kulit yang berasal

dari kompleks logam (metal complex dyes) dan pigmen anorganik tertentu. Pigmen yang mengandung kromat timbal adalah sumber kromium heksavalen (Chandrasekar, et al., 2014);

(Devikavathi, et al., 2014). Di samping itu juga bahan pembantu yang mengandung timah pada

penyamakan kulit dengan krom juga merupakan sumber utama kromium (Cr VI). Vaskova, et al., (2013) menyatakan bahwa Cr (III) pada kulit dapat dioksidasi menjadi Cr (VI).

Perubahan Cr (III) menjadi Cr (VI) sudah banyak dijelaskan di dalam literatur, namun mekanisme reaksi kompleks perubahan Cr (III) menjadi Cr (VI) belum dapat dijelaskan secara detail. Dalam

proses penyamakan kulit menggunakan krom, limbah padat yang seperti potongan-potongan kulit

juga mengandung krom yang berbahaya bagi lingkungan. Limbah potongan kulit ini tidak bisa dimanfaatkan untuk bahan pangan seperti gelatin karena mengandung logam yang berbahaya bagi

tubuh. Potensi terbentuknya Cr (VI) dalam penyamakan kulit menjadikan teknologi penyamakan krom tidak ramah lingkungan karena teknologi ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan

berbahaya bagi kesehatan manusia (China, et al., 2020) (Pratama, et al., 2018).

Sumber kromium (Cr VI) yang tidak langsung berasal dari peralatan proses, bahan proses, bahan pembantu, bahan kimia dan parameter proses dapat berkontribusi secara signifikan terhadap

konversi kromium trivalent menjadi kromium heksavalen. Proses pengolahan alas kaki dari kulit yang dilakukan padapH yang lebih tinggi, juga merupakan penyebab teroksidanya Cr (III) ke Cr (VI) oleh

oksigen (Gong, et al., 2010).

Terbentuknya Kromium Hexavalen Pada Kulit

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kromium hexavalen pada kulit adalah adanya agen pengoksidasi (oksigen atau oksidator), kondisi kimia misalnya: pH dan suhu (suhu yang tinggi

meningkatkan kemungkinan reaksi kimia) dan proses penyamakan/ proses bahan kimia yang digunakan. Gong, et al., (2010) menyatakan bahwa kromium trivalen pada keadaan koordinasi yang

tidak stabil mudah dikonversi menjadi kromium heksavalen dalam lingkungan pH tinggi. Oksidasi

kromium trivalen meningkat dalam urutan ini: kromium multi-koordinat, kromium mono-koordinat, dan kromium bebas. Hauber, (2000) dan Jing, et al., (2017) menyatakan bahwa mekanisme

terbentuknya Cr 6 pada kulit yang dijelaskan oleh beberapa penulis berhubungan dengan oksidasi lemak tak jenuh. Mekanisme tersebut dan dapat dikemukakan sebagai berikut :

sinar UV

RH → R• + H• (1)

R• + O2 → ROO• (2)

RH+ ROO• → ROOH + R• (3)

2 ROOH + R• → ROH + 2 RO• + •OH (4)

R• + RO• + 2•OH + 3 RH → 4 R• + ROH + 2 H2O (5)

Page 7: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

247 JRTI Vol.14 No.2 Desember 2020

Keterangan : RH berasal dari kolagen, fatliquors,syntans, dyestuff, R• dan H• adalah radikal bebas

yang terbentuk karena adanya sinar UV; RO•, ROO• dan HO• adalah radikal bebas turunan .

Asam lemak tak jenuh yang terpapar radiasi sinar ultra violet (UV) akan membentuk radikal bebas. Selanjutnya dengan adanya oksigen, radikal bebas ini akan menghasilkan turunan radikal

bebas yang sangat reaktif seperti peroksida, dan radikal seperti RO•, ROO• dan HO• juga merupakan oksidator kuat. Radikal-radikal bebas inilah yang akan mengoksidai kromium trivalent menjadi

kromium hexavalen. Fatliquor yang mengandung asam lemak bebas dalam jumlah tinggi dapat mengubah karakter kulit samak krom dari hidrofobik menjadi hidrofilik. Keadaan ini merupakan

produk oksidasi dari fatliquordan produk oksidasi ini akan bereaksi dengan Cr trivalent membentuk Cr

hexavalen (Hauber, 2000).

Pengaruh Kromium Terhadap Kesehatan Umumnya manusia terpapar kromium terbanyak dari garam kromium. Ion kromium ditemukan

pada beberapa valensi, namun dua di antaranya, yaitu Cr (III) dan Cr (VI), yang merupakan masalah

utama bagi kesehatan (Buter & Biedermann, 2017). Paparan kromium pada manusia yang paling banyak adalah dalam bentuk Cr (III). Selanjutnya Cr (III) dapat dioksidasi atau secara bersamaan

berada dan tercampur dengan Cr (VI). Paparan Cr (VI) yang berulang-ulang dapat menyebabkan ulkus kromium. Kromium dalam bentuk ion heksavalen (Cr VI, Cr6+, kromium kromat, kromium

dikromat) merupakan kromium yang paling berbahaya, apabila terpapar pada kulit yang sensitif dan iritan (Buter & Biedermann, 2017).

Kromium trivalen (Cr III) merupakan nutrisisi yang esensial bagi manusia (Karthik, et al., 2014),

diperlukan untuk metabolisme gula dan lipida (Andersen, 1997), serta kolesterol (Quresi & Mahmood, 2010) dan amino-acid (Sharaf, et al., 2013). Asupan kromium yang aman dan memadai untuk

manusia berkisar antara 50 – 200 µg/hari. Kekurangan asupan kromium dapat menimbulkan gejala penyakit diabetes dan kardiovaskular. Pemberian kromium pada penderita diabetes atau glukosa,

dapat memperbaiki kandungan glukosa darah, insulin dan lipida (Andersen, 1997).

Senyawa kromium merupakan penginduksi umum alergi kontak dermatitis. Prevalensi tinggi ditemukan pada pekerja bangunan. Sumber paparan utama melalui semen basah dan alat berlapis

kromium. Paparan dermal kromium hexavalen dapat menyebabkan dermatitis kontak, kepekaan, dan ulserasi kulit (Saha, et al., 2011). Di samping itu produk kulit samak kromium terutama yang

mengandung Cr (VI) juga merupakan penginduksi dermatitis kontak alergi (Adam, et al., 2016). Oleh

karena itu sejak tahun 1990-an, produk kulit telah menarik perhatian yang semakin meningkat, beberapa hasil penelitian telah memberikan bukti bahwa kromium sebagai penyebab utama alergi dan

dermatitis (Hedberg & Lidén, 2016). Selanjutnya melalui beberapa penelitian penyebab utama dari alergi dan dermatitis pada artikel kulit dan produk kulit telah diketemukan (Hedberg & Lidén, 2016).

Namun demikian kromium dalam bentuk trivalent kurang beracun dan kurang menimbulkan iritasi pada kulit (Buter & Biedermann, 2017).

Kromium heksavalen memiliki toksisitas 100 kali lipat daripada kromium trivalen, baik untuk

paparan akut dan kronis karena kelarutan dan mobilitasnya tinggi, serta mudah ter-reduksi. Paparan inhalasi kronis kromium heksavalen menghasilkan efek pada saluran pernapasan, dengan perforasi

dan ulserasi septum, bronkitis, penurunan fungsi paru, pneumonia, dan gatal serta nyeri pada hidung. Paparan kronis kromium hexavalen tingkat tinggi melalui inhalasi atau paparan oral dapat

menghasilkan efek pada hati, ginjal, gastrointestinal, dan sistem kekebalan tubuh, dan juga darah

(Saha, et al., 2011). Kromium hexavalen juga memiliki kapasitas oksidatif yang kuat, keadaan ini berkaitan erat dengan toksisitasnya yang dapat menyebabkan kematian sel.

Kromium heksavalen dapat menembus kulit dengan mudah. Setelah penetrasi, Cr (VI) dikurangi oleh protein atau antioksidan intraselular menjadi Cr (III), kemudian menyisipkan DNA dan protein ke

dalam pengaruhnya. Kromium heksavalen oleh Agency of Toxic Subatances and Disease s Registry (ATSDR) dimasukkan ke dalam daftar prioritas zat berbahaya (Nigam, et al., 2015) karena

mengancam kehidupan manusia dan mencemari lingkungan, bersifat toksid, karsinogen, dan

mutagenik pada organisme hidup, serta teratogenik pada binatang menyusui termasuk manusia (Singh, et al., 2016).

Page 8: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

248 Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono Bahaya Kromium Hexavalen (Cr Vi) Pada Kulit Dan Produk Kulit Samak

Krom Serta Upaya Pencegahannya

Pencegahan Terbentuknya Cr (VI) Pada Kulit

Agar tidak menimbulkan masalah kesehatan, maka kulit perlu terbebas dari keberadaan Cr (VI).

Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk pencegahan timbulnya Cr (VI) pada kulit antara lain melalui pemilihan dan penggunaan bahan penyamak serta bahan penolong proses penyamakan yang sesuai,

dan proses penyamakan serta proses finishing kulit. Beberapa pakar seperti (Hauber, 2000; Eke Bayramoglu, et al., 2012; Chandrasekar, et al., 2014 ), dan Devikavathi, et al., 2014)

merekomendasikan untuk pengendalian dan pencegahan terbentuknya Cr (VI) pada kulit sebagai berikut.

Bahan penyamak dalam hal ini kromium sulfat yang digunakan untuk penyamakan harus

terbebas dari Cr VI dan tidak menggunakan kromium sulfat yang mengandung Cr (VI). Keadaan ini dilakukan untuk mencegah kromium hexavalen pada kulit yang disamak krom. Penggunaan

fatliquor sintetis atau alami, terutama yang berbasis minyak ikan harus dihindari. Fatliquor dengan asam lemak tak jenuh tunggal atau ganda dapat menstimulir terbentuknya Cr (VI) harus dihindari.

Proses penyamakan perlu dikendalikan dan dipantau agar dapat meminimalkan tingkat

kromium yang terlepas, karena kromium trivalen yang terlepas dapat dikonversi menjadi Cr (VI). Oleh karena itu cuci kulit dengan baik untuk memastikan pengangkatan kromium dan bahan kimia lainnya

sampai tingkat memuaskan. Tidak melakukan pengeringan kulit dibawah paparan sinar matahari langsung. Paparan langsung sinar matahari dapat mengkonversi Cr (III) bebas pada kulit menjadi Cr

(VI). Pencelupan dengan amonia, natrium bikarbonat, alat bantu kationik yang bertujuan meratakan dan penetrasi zat warna dapat meningkatkan oksidasi Cr (III). Pencelupan dengan amonia dan

natrium bikarbonat dan dipanaskan hingga 80oC selama 24 jam juga dapat menghasilkan Cr (VI).

Penggunaan bahan pewarna dan pigmen mengandung Cr (VI) tidak boleh digunakan. Penggunaan pigmen anionik berwarna kuning dari kromat dapat berkontribusi terhadap pembentukan Cr (VI),

terutama jika pigmen mengandung amonia atau karbonat. Pencegahan Cr (VI) dapat dilakukan dengan menghindari penggunaan ammonia pada proses pewarnaan/ dyeing (Font et al., 2006).

Bahan penyamak nabati seperti Wattle, Quebracho, Chestnut / Kastanye dan Tara memiliki

pengaruh dalam mengurangi Cr (VI) pada kulit samak. Penggunaan Tara sebesar 1% terbukti mampu mengurangi risiko terbentuknya Cr (VI) pada kulit samak secara signifikan. Penambahan

antioksidan asam askorbat dan asam gallat pada proses pre-tanning sangat efektif untuk mencegah oksidasi Cr (III) menjadi Cr (VI), sedangkan penambahan myrobalan dan tara pada proses tanning

dapat berperan secara efektif dalam mencegah terbentuknya Cr (VI) pada kulit samak. Menurut Colak

& Dandar, (2014), terbentuknya Cr (VI) pada kulit dapat dicegah menggunakan antioksidan yang ada pada bahan penyamak nabati sebperti mimosa.

Ekstrak dari Coridothymus capitatus, Olea europaea, Corylus avellana, dan Juglans regia, yang digunakan pada proses retanning dapat mengurangi terbentuknya Cr (VI) pada kulit. Terlepas dari

sumber langsung banyak alat, zat pembantu, zat kimia dan parameter proses bisa berkontribusi signifikan terhadap konversi kromium trivalen menjadi kromium hexavalen. Pada proses pembuatan

kulit dan alas kaki, oksidasi Cr (III) ke Cr (VI) oleh oksigen di udara dapat terjadi pada kondisiproses

dengan pH yang lebih tinggi. Tidak digunakannya perekat alkali untuk pengeleman (dalam pembuatan sepatu), karena

perekat alkali dapat memicu terbentuknya Cr (VI) pada produk kulit. Keberadaan Cr (VI) pada kulit meningkat secara signifikan setelah digunakan perekat alkali dan panas pada proses pembuatan

produk kulit.

KESIMPULAN

Kulit samak kromium memiliki sifat yang lebih unngul apabila dibandingkan dengan kulit samak lainnya dalam hal stabilitas termal, kekuatan, fleksibilitas serta ringan. Kromium trivalent yang

terlepas dari kulit samak pada kondisi yang sesuai dapat teroksidasi menjadi kromium heksavalen.

Kromium heksavalen bersifat toksid, karsinogenik dan mutagenik, nekrosis hati dan ginjal serta merupakan penginduksi dermatitis kontak alergi. Ambang batas kromium heksavalen pada kulit

samak maksimum 3 mg/kg kulit. Timbulnya Cr (VI) dalam penyamakan kulit dapat dicegah dengan menambahkan antioksidant, mengontrol pH pada proses penyamakan serta menggunakan bahan

pewarna yang tidak mengandung Cr (VI). Disamping itu kromium yang digunakan harus terbebas dari Cr (VI), serta pada proses penyamakan ditambahkan bahan penyamak nabati dan atau antioksidan.

Page 9: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

249 JRTI Vol.14 No.2 Desember 2020

Pengeringan kulit samak tidak boleh terkena paparan lansung sinar matahari. Pada proses finishing

tidak digunakan pigmen yang mengandung Cr (VI).

DAFTAR PUSTAKA

Adam, C., Wohlfarth, J., Haubmann, M., Sennefelder, H., Rodin, A., Maler, M., Martin, S.F., Goebeler,

M., & Schmidt, M. 2016. Allergy-Inducing Chromium compounds trigger potent immune stimulation via ROS-dependent inflammasome activation. Journal of Investigative Dermatologi, 137(2), 367–376.

Ammenn, J., Huebsch, C., Schilling, E., & Dannheim, B. 2015. Chemistry of syntan and their influence

on leather quality. Journal Americal Leather Chemist Association, 110(11), 349–354.

Andersen, R. A. 1997. Chromium as an essential nutrien for human. Regulatory Toxicology and Pharmacology, 26(1), http://doi.org/10.1006/rtph.1997.1136.

Ashokkumar, M., Narayanan, N.T., Reddy, A.L.M., Gupta, B.K., Chandrasekaran, B., Talapatra, S., Ajayan, P.M., Thanikaivelan, P., 2012. Transforming collagen wastes into doped nanocarbons for

sustainable energy applications. Green Chemistry, 14, 1689−1695, https://doi.org

/10.1039/C2GC35262A Barnhart, J. 1997. Occurrences, Uses. and Properties of Chromium. Regulatory Toxicology and

Pharmacology, 26(1), https://doi.org/http://doi.org/10.1006/rtph.1997.1132. Beghetto, V., Agostinis, L., Gatto, V., Samiolo, R., Scrivanti, A., 2019. Sustainable use of 4-

(4,6-dimethoxy-1,3,5-triazin-2-yl)-4-methylmorpholinium chloride as metal free tanning agent. Journal of Cleaner Production , 220, 864-872.

https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.02.034.

BSN. 2006a. Standard Nasional Indonesia SNI 19-7188.3.1:2006: Kriteria ekolabel-bagian 3: kategori produk kulit- seksi 1: kulit jadi. Jakarta, Indonesia: BSN.

BSN. 2006b. Standard Nasional Indonesia SNI 19-7188.3.2:2006: Kriteria ekolabel-bagian 3: kategori produk kulit- seksi 2: sepatu kasual, Jakarta, Indonesia: BSN.

BSN. 2011. Standard Nasional Indonesia SNI 4593:2011: Kulit Jaket Domba/Kambing, Jakarta,

Indonesia: BSN. BSN. 2017. Standard Nasional Indonesia SNI ISO 17075:2017: Kulit - uji kimiawi - penentuan kadar

kromium (VI). Jakarta, Indonesia: BSN. Bureau Veritas Consumer Product Services. 2014. EU Restricts Chromium VI in Leather Articles,

Bulletin 14 B-011.

Buter, J. & Biedermann, T. 2017. Chromium (VI) Contact Dermatitis : Getting Closer to Understanding to Understanding the Underlying Mechanisms of Toxicity and Sensitization. Journal of Investigative Dermatologi, 137(2), 274–277.

Cao, S., Wang, K., Zhou, S., Wang, Y., Liu, B., Cheng, B., Li, Y., 2018. Mechanism and Efect

of High-Basicity Chromium Agent Acting on Cr-Wastewater-Reuse System of Leather Industry. ACS sustainable Chemistry & Engineering, 6, 3957-3963.

https://doi.org/10.1021/acssuschemeng.7b04282.

Chakrabarti, S., Mitra, P., Banerjee, P., & Sarkar, D. 2014. Reduction of hexavalent chromium present in wastewater by steel wool in a continuous flow syatem. Procedia APCBEE, 10, 59–63.

https://doi.org/Available online at www.sciencedirect.com. Dikunjungi 08-09-2017 Chandrasekar, R., Muralidharan C, G R., & Mandal, A. 2014. Possibilities of hexavalent chromium

generation and plausible preventive and corrective measures. In A Project Report on Chromed Tanned Leather at Super Tanned LTD JAJMAU, KANPUR, report no 33. University Institute of Enginering and Technology CSJMU, Kanp.

China, C. R., Maguta, M. M., Nyandoro, S. S., Hilonga, A., Kanth, S. V., & Njau, K. N. 2020. Alternative tanning technologies and their suitability in curbing environmental pollution from the leather

industry: A comprehensive review. Chemosphere, 254, https://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2020.126804

Colak, S. M., & Dandar, U. 2014. Antioxidant effect of tannic acid on formation of formaldehyde and

hexavalent chromium compounds in leather. Tekstil ve Confeksiyon, 24(1). Commission Regulation. (2014). Amending Annex XVII to Regulation (EC) No 1907/2006 of the

European Parliament and of the Council on the Registration, Evaluation, Authorisation and

Page 10: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

250 Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono Bahaya Kromium Hexavalen (Cr Vi) Pada Kulit Dan Produk Kulit Samak

Krom Serta Upaya Pencegahannya

Restriction of Chemicals (REACH) as regards chromium VI compounds Text with EEA relevance.

Official Journal of the European Union. Retrieved from L90/1-L90/3

Covington, A. 2009. Tanning Chemistry : The Science of Leather. Cambridge: Royal Society of Chemistry.

Das, A.P., & Mishra, S. 2008. Hexavalent chromium (VI): Environtment pollutant and health hazard. Journal of Environmental Research and Development, 2(3), 386–392.

Devikavathi, G., Suresh, S., Rose, C., & Muralidharan, C. 2014. Prevention of carcinogenic Cr (VI) formation in leather – A three pronged approach for leather products. Indian Journal of Chemical Technology, 21, 7–13.

Eke Bayramoglu, E., Onem, E., & Yorgancioglu, A. 2012. Reduction of Hexavalent Chromium Formation in Leather with Various Natural Products (Coridothymus capitatus, Olea europaea,

Corylus avellana, and Juglans regia). Ekoloji Dergisi, 21(84). Elhassan, D. A. M. 2016. Chromium combination tannage of rural and minimal tanned crusts. Journal

of Advanced in Biology, 9(2), ISSN 2347-6893, https://doi.org/10.24297/jab.v9i2.4015.

Falcão, L., & Araújo, M. E. M. 2018. vegetable tannins used in the manufacture of historic leathers. Molecules, 23(5), 1081. https://doi.org/10.3390/molecules23051081

Ferrero, F., Periolatto, M., Ferrario, S. 2015. Sustainable antimicrobial finishing of cotton fabrics by chitosan UV-grafting: from laboratory experiments to semi industrial scale-up. Journal of Cleaner Production, 96, 244–252. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2013.12.044

Font, J., Rius Carrasco, A., Marsal Monge, A., Hauber, C., & Tommaselli, M. 2006. Prevention of

chromium ( VI ) formation by improving the tannery processes. Eurocongress of the

International Union of Leather Technicians and Chemists Societies (IULTCS). Istanbul. Fontaine, M., Clement, Y., Blanc, N., Demesmay, C., 2019. Hexavalent chromium release from leather

over time natural ageing vs accelerated ageing according to a multivariate approach. Journal of Hazardous Materials, 368, 811-818. https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2018.12.112

Fuck, W. F., Gutterres, M., Marcilio, N. R., & Bordingnon, S. 2011. Fuck, W. F., Gutterres, M., Marcilio,

N. R., & Bordingnon, S. The influence of chromium supplied by tanning and wet finishing processes on the formation of Cr (VI) in leather. Brazilian Journal of Chemical Engineering,

28(2), 221–228. Gong, Y., Liu, X., Huang, L., & Chen, W. 2010. Stabilization of chromium: An alternative to make safe

leathers. Journal of Hazardous Materials, 179(1–3), 540–544.

https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2010.03.037 Haj, A. A. A., Gasmelseed, G. A.,& Ahmed, A. E. 2019. Innovation an eco friendly technology: tanning

system using semi chrome and improved indigenous tannins (Acacia nilotica pods). Journal of Biotechnology and Biomedicine, 2, 015-023, https://doi.org/10.26502/jbb.2642-9128006.

Hauber, C. 2000. Formation, prevention and determination of Cr ( VI) in leather-A short overview of recent publication. UNIDO.

Hedberg, Y. S., & Lidén, C. 2016. Chromium (III) and chromium (VI) release from leather during 8

months of simulated use. Contact Dermatitis, 75(2), 82–88. ISO 24092. 2019. Leather : full chrome upper leather - Specification and test methods.

Jia, L., Ma, J., Gao, D., Tait, W.R.T., Sun, L., 2019. A star-shaped POSS-containing polymer for cleaner leather processing. Journal of Hazardous Materials, 361, 305–311,

https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2018.08.093.

Jing, C., Nan, Z., Wuyong, C. & Shiyu, S. 2017. Controlling Cr (VI) in leather : A review from passive prevention to stabilization of chromium complexes. Journal of the American Leather Chemists Association, 112, 250–257.

Karthik, K., Sharavanan, P.S., & Arivalagan, V. 2014. Effects of hexavalent chrimium exposures and

control measures through phytoremediation. International Journal of Reciprocal Symmetry and Theoritical Physics, 1(2), 111–115.

Krishnamoorthy, G., Sadulla, S., Sehgal, P.K., Mandal, A.B., 2013. Greener approach to leather

tanning process: D-Lysine aldehyde as novel tanning agent for chrome-free tanning. Journal of Cleaner Production, 42, 277-286, https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2012.11.004

Krishnamoorthy, G., Sadulla, S., Sehgal, P.K., Mandal, A.B., 2012. Green chemistry approaches to leather tanning process for making chrome-free leather by unnatural amino acids. Journal of Hazardous Materials, 215, 173-182, https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2012.02.046

Page 11: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

251 JRTI Vol.14 No.2 Desember 2020

Kuria, A., Ombui, J., Onyuka, A., Sasia, A., Kaimenyi, P., & Ngugi, A. 2016. Quality evaluation of

leathers produced by selected vegetable tanning materials from Laikipia County , Kenya. Journal of Agriculture and Veterinary Sciences, 9(4), 13.-17, https://doi.org/10.9790/2380-0904011317.

Li, K., Yu, R., Zhu, R., Liang, R., Liu, G., Peng, B., 2019a. pH-Sensitive and Chromium-Loaded

Mineralized Nanoparticles as a Tanning Agent for Cleaner Leather Production. ACS Sustainable Chemistry and Engineering, 7, 8660-8669, https://doi.org/10.1021/acssuschemeng.9b00482.

Li, Y., Guo, R., Lu, W., Zhu, D., 2019b. Research progress on resource utilization of leather solid waste. Journal of Leather Science and Engineering, 1(6), 1-17,

https://doi.org/10.1186/s42825-019-0008-6.

Maina, P., Ollengo, M. A., & Nthiga, E. W. 2019. Trends in leather processing : A Review. International Journal of Scientific and Research Publications, 9(12),

http://dx.doi.org.10.29322/IJSRP.9.12.2019.p9626. Mathiason, F., Liden, C., & Hedberg, Y. 2015. Chromium releaed from leather- II: the importance of

environmental parameters. Contact Dermatitis, 72(5), 278–285..

Musa, A.E., Madhan, B., Kanth, S.V., Rao, J.R., Chandrasekaran, B., Gasmelseed, G.A., 2010. Cleaner tanning process for the manufacture of upper leathers. Clean Technologies and Environmental Policy, 12, 381-388, https://doi.org/10.1007/s10098-009-0216-5.

Nashy, E. H. A., Osman, O., Aziz, A., & Ibrahim, M. 2012. Spectrochimica Acta Part A : Molecular and

Biomolecular Spectroscopy Molecular spectroscopic study for suggested mechanism of chrome tanned leather. Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, 88, 171–

176, https://doi.org/10.1016/j.saa.2011.12.024.

Nigam, H., Das, M., Chauhan, S., Pandey, P., Swati, P., Yadav, M., & T. 2015. Effect of chromium generated by solid waste of tannery and microbial degradation of chromium to reduce its

toxicity : A review. Advances Applied Science Research, 6(3), 129–136. Retrieved from Available online at www.pelagiaresearchlibrary.com

Oyekanmi, A. A., Ahmad, A., Hossain, K., Rafatullah, M., 2019a. Statistical optimization for

adsorption of Rhodamine B dye from aqueous solutions. Journal of Molecular Liquids, 281, 48–58, https://doi.org/10.1016/j.molliq.2019.02.057.

Oyekanmi, A. A., Latiff, A. A. A., Daud, Z., Mohamed, R. M. S. R., Ismail, N., Aziz, A., A., Rafatullah, M., Hossain, K., Ahmad, A., Abiodun, A. K., 2019b. Adsorption of cadmium

and lead from palm oil mill effluent using bone-composite: optimization and isotherm

studies. International of Journal Environmental Analitical Chemistry, 99(8), 707-725, https://doi.org/10.1080/03067319.2019.1607318.

Pratama, M., Sahubawa, L., Pertiwiningrum, A., Rahmadian, Y., & Puspita, I. D. 2018. The effect of mimosa and syntan mixture on the quality of tanned red snapper leather. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, https://doi.org/10.1088/1755-1315/139/1/012048

Qiang, T., Xia, Y., Zhao, J., 2019. Homogeneous Zr and Ti co-doped SBA-15 with high specific surface

area: preparation, characterization and application. Journal of Leather Science and Engineering,

1(1) 1-12, https://doi.org/10.1186/s42825-019-0004-x. Quresi, I.Z.,& Mahmood, T. 2010. Prospective role of ascorbic acid (vitamin C) in attenuating

hexavalent chromium-induced functional and cellular damage in rat thyroid. Journal Toxicology and Industrial Health, 26(6), 349–359.

Saha, R., Nandi, R., & Saha, B. 2011. Sources and toxicity of hexavalent chromium. Journal of Coordination Chemistry. Journal of Coordination Chemistry, 64(10), 1782-1806.

Sathish, M., Dhathathreyan, A., Rao, J. R., 2019. Ultraefficient Tanning Process: Role of Mass Transfer

Efficiency and Sorption Kinetics of Cr(III) in Leather Processing. ACS Sustainable Chemistry and Engineering, 7 3875-3882, https://doi.org/10.1021/acssuschemeng.8b04876.

Shahriar, A., Murad, A. B. M. W., & Ahmed, S. 2019. Enhancement of waterproofing properties of finished upper leather produced from bangladeshi cow hides. European Journal of Engineering Research and Science, 4(7), 63–71. http://dx.doi.org/10.24018/ejers.2019.4.7.1426.

Sharaf, S.A.A., Gasmeleed, G.A., & Musa, A. E. 2013. Reduction of hexavalent chromium from chrome shaving. International. Journal of Advance Industrial Engineering, 1(1), 24–27.

Singh, S., Tripathi, A.,& Srivastava, S. K. 2016. Studies on removal of chromium (VI) from leather tanning industries in Unnao Industrial Area using trapa natans biosorbent. International Journal of Engineering Science and Computing, 6(5), 4911–4917, https://doi.org/DOI

Page 12: BAHAYA KROMIUM HEXAVALEN (Cr VI) PADA KULIT DAN …

252 Rihastiwi Setiya Murti dan Sugihartono Bahaya Kromium Hexavalen (Cr Vi) Pada Kulit Dan Produk Kulit Samak

Krom Serta Upaya Pencegahannya

10.4010/2016.1117.

Sun, X., Jin, Y., Lai, S., Pan, J., & Du, W. (2018). Desirable retanning system for aldehyde-tanned

leather to reduce the formaldehyde content and improve the physical-mechanical properties. Journal of Cleaner Production, 175, 199–206, https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.12.058.

Sundar, V.J., Muralidharan, C., Mandal, A.B., 2013. A novel chrome tanning process for minimization of total dissolved solids and chromium in effluents. Journal of Cleaner Production,

59, 239-244, https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2013.07.002. Sundarapandiyan, S., Brutto, P.E., Siddhartha, G., Ramesh, R., Ramanaiah, B., 2011.

Enhancement of chromium uptake in tanning using oxazolidine. Journal of Hazardous . Materials, 190, 802-809, https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2011.03.117.

Vaskova, H., Kolomaznik, K., and Vasek, V. 2013. Hydrolysis Process of Collagen Protein from Tannery

Waste Materials for Production of Biostimulator and its Mathematical Model. International Journal Of Mathematical Models And Methods In Apllied Sciences, 75(5), 568–575.

Wang, B., Sun, Y., Sun, R., 2019. Fractionational and structural characterization of lignin and its

modification as biosorbents for efficient removal of chromium from wastewater: a review. Journal of Leather Science and Engineering, 1(5), 1-25, https://doi.org/10.1186/s42825-019-0003-y

Xia, Q., Yang, L., Hu, K., Li, K., Xiang, J., Liu, G., Wang, Y., 2019. Chromium Cross-Linking Based Immobilization of Silver Nanoparticle Coating on Leather Surface with Broad-

Spectrum Antimicrobial Activity and Durability. ACS Applied Materials and Interfaces ,11, 2352-2363, https://doi.org/10.1021/acsami.8b17061.

Zhang, Y., Buchanan, J.K., Holmes, G., Mansel, B.W., Prababar, S., 2019. Collagen structure

changes during chrome tanning in propylene carbonate. Journal of Leather Science and Engineering, 1(8), 1-7, https://doi.org/10.1186/s42825-019-0011-y.

Zhang, Y., Mansel, B.W., Naffa, R., Cheong, S., Yao, Y., Holmes, G., Chen, H.L., Prababar, S., 2018. Revealing Molecular Level Indicators of Collagen Stability: Minimizing Chrome

Usage in Leather Processing. ACS Sustainable Chemistry and Engineering, 6, 7096-7104,

https://doi.org/10.1021/acssuschemeng.8b00954. Zhu R, Yang C, Li K, Yu R, Liu G, Peng B. 2020. A smart high chrome exhaustion and chrome-less

tanning system based on chromium (III)-loaded nanoparticles for cleaner leather processing, Journal of Cleaner Production, https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2020.123278.