bakteri pada sistem syaraf
DESCRIPTION
mikrobiologiTRANSCRIPT
BAKTERI PADA SISTEM SYARAF
Nama : 1. Ocha Poetra 05 – 145
2. Nani Yuanita 05 – 044
Universitas Kristen Indonesia
Fakultas Kedokteran
Bakteri Patogen Sistem Saraf
1. Neisseria meningitides
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Beta Proteobacteria
Ordo : Neisseriales
Famili : Neisseriaceae
Genus : Neisseria
Spesies : Neisseria meningitides
Karakteristik
Penyakit Meningokokus adalah satu penyakit berjangkit. Neisseria menigitides
(meningokokus) merupakan bakteri kokus gram negatif yang secara alami hidup di dalam
tubuh manusia. Memiliki kapsul (polysaccharide). Meningokokus bisa menyebabkan infeksi
pada selaput yang menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang (meningitis), infeksi darah,
dan infeksi berat lainnya pada dewasa dan anak-anak.
Patogenesis
Manusia adalah satu-satunya inang dimana meningococci menjadi patogen. Hidung
dan tenggorokan merupakan pintu masuk bagi penyakit yang disebabkan oleh meningococci.
Penularannya melalui droplet.
Pada organ tersebut, organisme menempel pada sel epitel dengan bantuan pilinya;
mereka membentuk flora transient (yang berumur pendek) tanpa menampakkan gejala. Dari
hidung dan tenggorokan (nasopharynx), organisme menuju aliran darah menimbulkan
bakteremia; gejala yang timbul mungkin mirip dengan infeksi pada saluran pernafasan atas.
Fulminant meningococcemia lebih parah lagi dengan demam yang tinggi dan ruam-ruam
yang bisa menjadi koagulasi diseminasi intravaskular dan kolaps pada aliran darah (sindrom
Waterhouse-Friderichsen). Meningitis adalah suatu komplikasi yang paling banyak ditemui
pada meningococcemia. Muncul gejala mendadak dengan sakit kepala yang terus-menerus,
muntah, dan leher kaku dan hal ini dapat berkembang ke arah koma hanya dalam waktu
beberapa jam.
Selama proses meningococcemia, terdapat thrombosis pada pembuluh darah kecil di
berbagai organ, dengan infiltrasi perivaskuler dan petechial hemorrhages. Mungkin terjadi
myocarditis interstisial, arthritis dan lesi pada kulit. Pada meningitis, selaput otak akan
terinflamasi akut dengan thrombosis pada pembuluh darah dan eksudasi pada leukosit
polimorfonukleat, sehingga permukaan otak akan tertutupi oleh eksudat nanah yang kental.
Tidak diketahui apa yang mengubah sebuah infeksi yang tanpa gejala pada hidung
dan tenggorokan menjadi meningococcemia dan meningitis, namun hal ini dapat dicegah
dengan antibodi serum bakterisidal spesifik yang dapat melawan senotipe yang menginfeksi.
Neisseria bakterimia menyukai kondisi yang tidak ada antibodi bakterisidalnya (IgM dan
IgG), terhambatnya kinerja serum bakterisidal oleh blokade antibodi IgA atau kekurangan
komponen-komponen komplemen (C5, C6, C7 atau C8). Meningococci siap berfagositosis
dalam keadaan opsonin spesifik.
Infeksi berlaku secara epidemik terutama di kalangan anak-anak yang berumur 5
tahun ke bawah. Yang paling rentan ialah bayi berumur 6 - 24 bulan. Persentase kematian
pada anak-anak mencapai 80% jika tidak dirawat. Dengan perawatan persentase ini dapat
berkurang 10% dalam populasi. Persentase komplikasi neurologi rendah jika dibandingkan
dengan meningitis yang disebabkan oleh organisme lain.
Kekebalan
Kekebalan terhadap infeksi yang disebabkan oleh meningococci berkaitan dengan
keberadaan antibodi bakterisidal yang spesifik, komplemen-dependent dalam serum.
Antibodi-antibodi ini berkembang setelah infeksi subklinis dengan strain yang berbeda
atau injeksi antigen grup spesifik, tipe spesifik, atau kedua-duanya. Antigen kekebalan untuk
kelompok A, C, Y, dan W-135 adalah polisakarida kapsuler. Pada kelompok B, antigen
spesifik yang cocok digunakan sebagai vaksin, belum terdefinisikan; namun vaksin dari
kelompok B dengan campuran antigen telah digunakan di banyak bagian dunia. Vaksin yang
berkonjugasi untuk beberapa kelompok sedang dalam perkembangan dan memberikan
harapan besar. Balita mempunyai kekebalan pasif melalui antibodi IgG yang ditransfer dari
ibunya. Anak-anak dibawah usia 2 tahun tidak mudah menghasilkan antibodi ketika
diimunisasi dengan bakteri meningococci atau bakteri polisakarida lainnya.
Pengobatan
Penicillin G adalah obat yang dipilih untuk mengobati penyakit ini. Chlorampenicol
atau cephalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime atau ceftriaxone digunakan untuk orang
yang alergi terhadap penicillin. Rifampin 600 mg 2 kali sehari selama 2 hari secara oral ( atau
minocycline 100 mg setiap 12 jam ) dapat menghilangkan keberadaan carrier dan bekerja
sebagai chemoprophylaxis.
Pencegahan
Kasus klinis dari meningitis hanya memperlihatkan sedikit sumber infeksi, dan isolasi
hanya menjadi kegunaan yang terbatas. Lebih penting lagi adalah pengurangan kontak
personal pada populasi yang memiliki tingkat carrier yang tinggi. Hal ini dapat dicapai
dengan menghindari kepadatan populasi. Polisakarida spesifik dari kelompok A, C, Y, dan
W-135 dapat menstimulasi respon antibodi dan melindungi orang yang rentan untuk melawan
infeksi.
2. Listeria monocytogenes
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Class : Basilli
Ordo : Bacillales
Family : Listeriaceae
Genus : Listeria
Spesies : Listeria monocytogenes
Karakteristik
Bakteri ini merupakan bakteri Gram-positif, dan motil/bergerak dengan menggunakan
flagella. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-10% manusia mungkin memiliki L.
monocytogenes di dalam ususnya. Bakteri ini telah ditemukan pada setidaknya 37 spesies
mamalia, baik hewan piaraan maupun hewan liar, serta pada setidaknya 17 spesies burung,
dan mungkin pada beberapa spesies ikan dan kerang. Bakteri ini dapat diisolasi dari tanah,
silage (pakan ternak yang dibuat dari daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi),
dan sumber-sumber alami lainnya. Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L.
monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan,
pengeringan, dan pemanasan. Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat
tertentu.
Gejala Penyakit
Listeriosis merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh L. monocytogenes. Secara
klinis, suatu penyakit disebut listeriosis apabila L. monocytogenes diisolasi dari darah, cairan
cerebrospinal (cairan otak dan sumsum tulang belakang), atau dari tempat lain yang
seharusnya steril (misalnya plasenta, janin).Gejala listeriosis termasuk septicemia (infeksi
pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada
otak dan selaputnya), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada leher
rahim pada wanita hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester kedua/ketiga)
atau bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya diawali dengan gejala-
gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan. Dilaporkan bahwa gejala-gejala
pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari
listeriosis yang lebih parah, namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi. Secara
epidemiologi, gejala pada saluran pencernaan berkaitan dengan penggunaan antasida atau
cimetidine (antasida dan cimetidine merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau
mengurangi produksi asam lambung). Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih
parah tidak diketahui, tetapi mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga minggu. Awal
munculnya gejala pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi mungkin lebih dari 12 hari.
Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi menurut strain dan
kerentanan korban. Dari kasus yang disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses
pasteurisasinya kurang benar, diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan
penyakit pada orang-orang yang rentan. L. monocytogenes dapat menyerang epithelium
(permukaan dinding) saluran pencernaan. Sekali bakteri ini memasuki sel darah putih (tipe
monocyte , macrophage , atau polymorphonuclear ) dalam tubuh korbannya, bakteri ini
masuk ke aliran darah (septicemia) dan dapat berkembang biak. Keberadaannya di dalam sel
fagosit memungkinkannya memasuki otak, dan pada wanita hamil, mungkin masuk ke janin
melalui plasenta. Sifat patogenik L. monocytogenes berpusat pada kemampuannya untuk
bertahan.
Makanan Terkait
L. monocytogenes dikaitkan dengan makanan seperti susu mentah, susu yang proses
pasteurisasinya kurang benar, keju (terutama jenis keju yang dimatangkan secara lunak), es
krim, sayuran mentah, sosis dari daging mentah yang difermentasi, daging unggas mentah
dan yang sudah dimasak, semua jenis daging mentah, dan ikan mentah atau ikan asap.
Kemampuannya untuk tumbuh pada temperatur rendah hingga 3°C memungkinkan bakteri
ini berkembang biak dalam makanan yang disimpan di lemari pendingin.
Pencegahan
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang
dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri
ini terbunuh pada temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni
apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan
(misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.
Populasi Rentan
Populasi yang rentan pada listeriosis yaitu:
• wanita hamil/janin – infeksi perinatal (sesaat sebelum dan sesudah kelahiran) dan
Neonatal (segera setelah kelahiran)
• orang yang sistem kekebalannya lemah karena perawatan dengan corticosteroid
(salahsatu jenis hormon), obat-obat anti kanker, graft suppression therapy (perawatan
setelah pencangkokan bagian tubuh, dengan obat-obat yang menekan sistem kekebalan
tubuh), AIDS;
• pasien kanker – terutama pasien leukemia;
• lebih jarang dilaporkan – pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati ( cirrhotic),
asma, dan radang kronis pada usus besar ( ulcerative colitis );
• orang-orang tua;
• orang normal—beberapa laporan menunjukkan bahwa orang normal yang sehat
dapat menjadi rentan, walaupun penggunaan antasida atau cimetidine mungkin
berpengaruh.
Kasus listeriosis yang pernah terjadi di Swiss, yang melibatkan keju, menunjukkan
bahwa orang sehat dapat terserang penyakit ini, terutama bila makanan terkontaminasi
organisme ini dalam jumlah besar.
3. Mycobacterium leprae
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Class : Actinomycetales
Ordo : Corynebacterineae
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium leprae
Mycobacterium leprae, juga disebut Basillus
Hansen, adalah bakteri yang menyebabkan penyakit kusta
(penyakit Hansen) yaitu infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf
perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar
(testis) dan mata. Bakteri ini merupakan bakteri intraselular. M. leprae merupakan gram-
positif berbentuk tongkat (basil). Mycobacterium leprae mirip dengan Mycobacterium
tuberculosis dalam besar dan bentuknya.
Cara Penularan
Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika seorang penderita lepra berat
dan tidak diobati bersih, maka bakteri akan menyebar ke udara. Sekitar 50% penderita
mungkin tertular karena berhubungan dekat dengan seorang yang terinfeksi. Infeksi juga
mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk.
Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena
sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra
tuberkuloid) atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan
penyakitnya kepada orang lain. Lebih dari 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi leh kuman
ini. Lepra paling banyak terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin dan kepulauan Samudra
Pasifik. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an.
Bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria.
Gejala
Bakteri penyebab lepra berkembang biak sangat lambat, sehingga gejalanya baru
muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7).
Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita.
Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi
dan kebutuhan akan antibiotik.
.● Lepra tuberkuloid
ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar.
Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak
saraf-sarafnya.
● Lepra lepromatosa
ditandai dengan munculnya benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar
dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis
dan bulu mata
● Lepra perbatasan
merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua bentuk
lepra Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai lepra Tuberkuloid, jika
kaeadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa. .
Selama perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi
kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf
tepi dan kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata. Pengobatan
yang diberikan tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan
kostikosteroid atau talidomid.
Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan
hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam
saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis.
Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga
penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka
sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan
kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai.
Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan.
Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di
hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan.
Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini
dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis bisa
dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh jaringan kulit yang terinfeksi
Pengobatan
Antibiotik dapat menahan perkembangan penyakit atau bahkan menyembuhkannya.
Beberapa mikobakterium mungkin resisten terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya
diberikan lebih dari 1 macam obat, terutama pada penderita lepra lepromatosa.
Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati lepra adalah dapson,
relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa
ruam kulit dan anemia.
Rifampicin adalah obat yang lebih mahal dan lebih kuat daripada dapson. Efek
samping yang paling serius adalah kerusakan hati dan gejala-gejala yang menyerupai flu.
Antibiotik lainnya yang bisa diberikan adalah klofazimin, etionamid, misiklin, klaritromisin
dan ofloksasin.
Terapi antibiotik harus dilanjutkan selama beberapa waktu karena bakteri penyebab
lepra sulit dilenyapkan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai 6 bulan atau lebih, tergantung
kepada beratnya infeksi dan penilaian dokter. Banyak penderita lepra lepromatosa yang
mengkonsumsi dapson seumur hidupnya.
Pencegahan
Dulu perubahan bentuk anggota tubuh akibat lepra menyebabkan penderitanya
diasingkan dan diisolasi. Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk,
tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan
isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan
itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain.
Selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra dan hanya orang
yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular.
Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak memiliki resiko tertular.
4. Clostridium tetani
Klasifikasi Ilmiah
Karakteristik
Clostridium tetani adalah bakteri
gram positif berbentuk batang,
anaerobic berspora, motil,
memproduksi eksotoksin, berukuran
panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap
panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave
pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen
kimia yang lainnya. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia
dan binatang.
Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin.
Penyakit tetanus disebabkan oleh tetanospamin. Perkiraan dosis mematikan minimal dari
kadar toksin (tetanospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175
nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah
protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S.
Menghasilkan gelatinase, dan indol positif.
Infeksi
Tetanus terutama ditemukan di daerah tropis dan merupakan penyakit infeksi yang
penting baik dalam prevalensinya maupun angka kematiannya yang masih tinggi . Tetanus
merupakan infeksi berbahaya yang biasa mendatangkan kematian. Infeksi ini muncul (masa
inkubasi) 3 sampai 14 hari. Di dalam luka yang dalam dan sempit sehingga terjadi suasana
anaerob. Toksin, tetanospasmin, diproduksi pada masa pertumbuhan sel,sporulasi dan lisis.
Toksin ini akan mencapai sistem syaraf pusat melalui syaraf motorik menuju ke bagian
anterior spinal cord.
Jenis-jenis luka yang sering menjadi tempat masuknya kuman Clostridium tetani sehingga
harus mendapatkan perawatan khusus adalah:
Kingdom: Bacteria
Division: Firmicutes
Class: Clostridia
Order: Clostridiales
Family: Clostridiaceae
Genus: Clostridium
Species: Clostridium tetani
a) Luka-luka tembus pada kulit atau yang menimbulkan kerusakan luas
b) Luka bakar tingkat 2 dan 3
c) Fistula kulit atau pada sinus-sinusnya
d) Luka-luka di bawah kuku
e) Ulkus kulit yang iskemik
f) Luka bekas suntikan narkoba
g) Bekas irisan umbilicus pada bayi
h) Endometritis sesudah abortus septic
i) Abses gigi j) Mastoiditis kronis
k) Ruptur apendiks
l) Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja
Gejala
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, kadang masa inkubasi singkat selama
1-2 hari atau panjang lebih dari satu bulan. Makin pendek masa inkubasi, makin buruk
prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani
dengan susunan saraf pusat, dan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit.
Makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.
Saat gejala muncul kesadaran tetap ada dan rasa sakit sangat hebat. kematian biasanya
karena gangguan alat-alat pernafasan. Angka kematian pada tetanus yang menyeluruh
biasanya kurang lebih 50%.
Opistotonus
Secara klinis tetanus dibedakan menjadi :
1. Tetanus Lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka karena hanya
sedikit toksin yang masuk. Memiliki tingkat mortilitas yang rendah.
2. Tetanus Umum
Pada awalnya terjadi kekakuan otot kepala dan otot leher, kemudian menyebar secara
kaudal ke seluruh tubuh. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang
karakteristik berupa risus sardonicus. Terjadi opistotonos karena spasme otot pungggung.
Selama periode ini penderita berada dalarn kesadaran penuh
3. Tetanus
Biasanya terjadi disfungsi saraf cranial local dengan trauma kepala atau infeksi telinga
tengah. Memilliki tingkat mortilitas yang tinggi.
Diagnosis
Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas. Secara
bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium
tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenal kembali oleh
penderita sekalipun.
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat,
berupa :
1.Gejala klinik
- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
Pengobatan
1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus
pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan.
2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-
6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena
TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk
menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan
cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan
NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam
waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada
daerah pada sebelah luar.
3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian
dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai
4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik
yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan
obat – obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Contohnya :
- Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)
- Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM)
- Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)
- Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)
Pencegahan
Pencegahan merupakan tindakan paling penting, yang dapat dilakukan dengan cara :
1. imunisasi aktif dengan toksoid
2. perawatan luka menurut cara yang tepat
3. penggunaan antitoksi profilaksis
Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan
satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian
imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi
aktif (DPT atau DT).
5. Clostridium botulinum
Klasifikasi Ilmiah
Karakteristik Umum
Clostridium botulinum adalah
bakteri gram positif berbentuk
batang, terdapat tunggal,
berpasangan, atau dalam rantai, anaerobic, tak berspora, tak berkapsul, motil, peritikus,
memproduksi eksotoksin yang menyebabkan botulisme,
Terdapat secara luas di alam, kadang ada dalam feses binatang. Terdapat enam tipe
berdasarkan toksin, yaitu A, B, C, D, E, F. Pada manusia didapatkan tipe A, B, dan E.
Eksotoksin yang dikeluarkan adalah protein dengan BM 70.000 yang termolabil (1000C-20
menit menjadi inaktif). Dosis letal untuk manusia = 1 ɱg. Kerja toksin adalah memblokir
pembentukan atau pelepasan asetilkolin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi
kelumpuhan otot.
Cara Penularan
C. botulinum biasanya menyebabkan keracunan makanan oleh toksin yang termakan
bersama dengan makanan. Pada beberapa kasus bakteri tumbuh dan menghasilkan toksin
pada jaringan yang mati, kemudian menyebabkan kontaminasi luka. Makanan yang sering
tercemar dengan Clostridium adalah makanan yang berbumbu, makanan yang diasap,
makanan kalengan yang dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu.
Gejala
Kingdom: Bacteria
Division: Firmicutes
Class: Clostridia
Order: Clostridiales
Family: Clostridiaceae
Genus: Clostridium
Species: Clostridium botulinum
Gejalanya biasanya setelah 18-96 jam makan toksin dengan keluhan penglihatan
karena otot mata yang tidak ada koordinasi. Sulit menelan, sulit bicara. kematian biasanya
karena paralisis otot pernafasan atau kelumpuhan jantung (cardiac arrest). Angka kematian
botulismus adalah tinggi.
Pada botulisme bayi, organisme yang masuk melalui makanan memproduksi toksin di
usus bayi sehingga bayi mengalami badan lemah, tidak dapat buang air besar dan lumpuh.
Organisme biasanya masuk melalui madu yang mengandung spora Clostridium botulinum.
Diagnosis
Biasanya dengan cara mendeteksi toksin di dalam sisa makanan, dan tidak dalam
serum penderita. Dapat dideteksi dengan cara reaksi netralisasi antigen-antibodi atau secara
aglutinasi sel darah merah yang dilapisi dengan antiserum, atau dengan percobaan pada
mencit yang disuntik bahan tersangka. Kultur biasanya tidak dilakukan.
Cara utama untuk memperkuat diagnosis botulisme di laboratorium ialah
menunjukkan adanya toksin botulisme dalam serum atau tinja penderita atau pada makanan
yang dimakan. Suntikan intraperitoneal (dalam perut) serum atau ekstrak cairan tinja
penderita atau makanan tersebut pada mencit akan mengakibatkan kematian pada hewan
tersebut, karena mencit sangat peka terhadap toksin ini. Juga specimen tinja dan makanan itu
harus dikulturkan untuk mengisolasi organisme tersebut.
Pengobatan
Dengan pemberian antitoksin polivalen (tipe A, B, dan C) yang disuntikkan I.V. dan
secara simptomatik terutama untuk pernafasan (pernafasan buatan). Pengobatan
Bila terjadi kelumpuhan pada pernafasan dapat dilakukan trakeomi (bedah batang
tenggorokan) dan diberikan pernafasan buatan.
Kehilangan control otot mata karena botulisme
Risus sardonicus
Opistotonus pada bayi
Pencegahan
Makanan yang diawetkan di rumah harus dimasak secara baik sehingga dapat membunuh
spora dan makanan harus dimasak sebelum dimakan. Makanan rumah yang harus
diperhatikan adalah: kacang-kacangan, jagung, ikan asap atau ikan segar dalam plastik
Makanan yang mengandung toksin tidak selalu kelihatan atau menimbulkan bau yang
berbeda dari makan yang tidak tercemar