batimetri_k2e008009

20
BATIMETRI 1. PENGERTIAN BATIMETRI Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. 1.1 Penentuan Batimetri 1.1.1 Metode Akustik Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar

Upload: bennysiagian387

Post on 04-Jul-2015

968 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BATIMETRI_K2E008009

BATIMETRI

1. PENGERTIAN BATIMETRI

Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran")

adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai

samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran

dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth

contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi

permukaan.

Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal

batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal.

Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu

sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal

dan arus.

1.1 Penentuan Batimetri

1.1.1 Metode Akustik

Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan

mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa,

intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya.  Aplikasi metode ini dibagi

menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif.  Salah satu aplikasi dari sistem

aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar (Sound Navigation

And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek

dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak

vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur

kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data

temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum

digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar

sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau

studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat divariasikan.

Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju bunyi dalam

Page 2: BATIMETRI_K2E008009

air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan kesalahan

pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah keburukan resolusi.

Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju

dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang merupakan

sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath

lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan

imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI

(Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-

citra radar, menggunakan bunyi atau microwave.  Echo-sounding banyak juga digunakan oleh

nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali

sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003).

1. 2.  Satelit Altimetri

Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat

digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa

(satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi

permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang.

Inderaja altimetri untuk topografi permukaanlaut pertama kali dikembangkan sejak peluncuran

SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3,

SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah

TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat

(NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000).

Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut

menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras laut dan

hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan

wilayah. Satelitaltimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka laut. Satelit ini

mengukur tinggi paras mukalaut relatif terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini memiliki

radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk

menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan

pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam

berakurasi tinggi.  Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-

Page 3: BATIMETRI_K2E008009

pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut.  Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan

balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin

ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari mukalaut.  Hal ini dilakukan dengan

mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu tempuh dari

pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke satelit. (Heri

Andreas dalam Hasanuddin Z A).

Batimetri merupakan unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai

kedalaman laut. Dari Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi Hidrografi

Internasional (International Hydrographic Organization, IHO) tahun 1994, istilah batimetri

dalam bahasa aslinya adalah bathymetry memiliki makna “the determination of ocean depths.

The general configuration of sea floor as determined by profile analysis of depth dataâ€.� Batimetri adalah penentuan kedalaman laut dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman

merupakan konfigurasi dasar laut. Istilah batimetri telah menyatu dengan kata “petaâ€,� mengingat hasil analisis data kedalaman laut dituangkan dalam bentuk peta. Istilah peta batimetri

(bathymetric chart/map) yang dalam bahasa aslinya disebutkan sebagai “a topographic chart

of the bed of a body of water, or a part of it. Generally, bathymetric maps show depths by

contour lines and gradient tintsâ€. Jadi peta batimetri adalah peta topografi dasar laut yang�

merepresentasikan kedalaman laut dan digambarkan dengan garis kontur atau gradasi warna.

Selanjutnya istilah batimetri yang digunakan dalam Atlas ini berarti peta batimetri yang

diilustrasikan dengan peta yang memuat garis kontur kedalaman laut atau gradien perubahan

warna. 

Peta batimetri yang ditunjukkan dengan garis kontur dan gradasi warna 

 Kepulauan Indonesia merupakan gugusan pulau yang terdiri dari lima pulau besar (Pulau

Sumatera, Jawa, Kalimantan/Borneo, Sulawesi dan Papua) dan gugusan pulau Nusatenggara,

Maluku serta ribuan pulau kecil tersebar dalam untaian yang serasi dan indah di sekitar garis

lintang nol derajat (khatulistiwa). Perairan yang terletak di antara pulau-pulau tersebut memiliki

Page 4: BATIMETRI_K2E008009

kedalaman laut yang sangat bervariasi. Di sebelah barat Pulau Sumatera dan sebelah selatan

Pulau Jawa terdapat palung (trench) yang merupakan pertemuan lempeng samudera dan lempeng

benua dan memiliki kedalaman laut antara 2500 meter hingga 5000 meter. Perairan di antara

Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang terletak pada paparan Sahul, memiliki kedalaman

yang relatif dangkal (kurang dari 500 meter, bahkan kurang dari 200 meter). Di Selat Makassar

kedalaman bervariasi relatif berubah secara gradual. Dari pantai timur Kalimantan kedalaman

laut bertambah secara perlahan, sementara di pantai barat Sulawesi kedalaman laut bertambah

secara cepat, sehingga bagian laut yang terdalam dari Selat Makassar (sekitar 2000 meter)

terletak lebih dekat dengan Pulau Sulawesi. Selanjutnya ke arah timur Maluku dan Papua,

termasuk Bali dan Nusatenggara memiliki kondisi batimetri bervariasi yang sangat mencolok

hingga lebih dari 5000 meter. Indonesia memiliki fenomena yang sangat unik yakni adanya

pertemuan tiga lempeng besar (lempeng Eurasi, Lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik)

yang bertemu di Laut Banda. Pada daerah ini dikenal dengan zona tumbukan kompleks (complex

collision zone), sehingga terdapat laut yang sangat dalam berbentuk palung (trench) dengan

kedalaman lebih dari 7000 meter. Lokasi ini terdapat di sebelah tenggara Pulau Banda dan di

antara Pulau Seram dan Pulau Yamdena. 

Batimetri Laut Banda dengan kedalaman lebih dari 7000 meter. 

A. Indonesia Bagian Barat 

Penentuan Bagian barat Indonesia di sini bukan berarti pembagian wilayah secara kaku

(rigid) akan tetapi memudahkan untuk dalam menjelaskan mengingat begitu luasnya cakupan

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk keperluan ini digunakan garis bujur 116o

Page 5: BATIMETRI_K2E008009

BT. Di wilayah ini terdapat Pulau Sumatera (termasuk kepulauan Riau dan Bangka Belitung),

Jawa dan Kalimantan. Perairan yang tercakup di Indonesia bagian Barat ini meliputi perairan

Laut Andaman, Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Selat Bangka, Selat Gelasa, Selat

Karimata, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Bali, Laut Bali dan Samudera Hindia. Perairan

Indonesia bagian barat didominasi dengan adanya paparan Sahul (Jawa, Sumatera dan

Kalimantan) sehingga perairan di antara pulau-pulau tersebut termasuk perairan dangkal (kurang

dari 200 meter). Sementara di sebelah barat Sumatera dan selatan Jawa terdapat palung yang

dalam dan merupakan pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Kedalaman palung

bervariasi antara 2500 meter hingga 5000 meter. 

Batimetri Perairan Indonesia bagian Barat

B. Indonesia Bagian Timur 

 Perairan Indonesia bagian Timur adalah yang terletak dibelah timur garis bujur 116o BT.

Perairan yang tercakup di Indonesia bagian Timur ini meliputi perairan Laut Sulawesi, Laut

Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Banda, Laut Aru. Laut Afaruru, Laut Timor, Laut

Sawu, Selat Lombok, Selat Makassar, Selat Ombai, Selat Sumba, Selat Sape, Teluk Tomini,

Teluk Bone, Teluk Cendrawasih, Teluk Berau/Bintuni, dan masih banyak selat dan teluk kecil

lainnya. Indonesia bagian timur terdapat Pulau Sulawesi, Papua serta gugusan pulau

Nusatenggara dan Maluku. Perairan di kawasan ini memiliki variasi yang sangat beragam dan

hampir tidak ditemukan perairan yang dangkal, kecuali di sebelah barat daya Papua, yakni Laut

Aru yang memiliki kedalaman kurang dari 500 meter. Sedangkan di Laut Banda merupakan laut

terdalam di Indonesia. 

Page 6: BATIMETRI_K2E008009

Batimetri perairan Indonesia bagian Timur

  Selanjutnya apabila ditinjau lebih detail kondisi batimetri di sekitar pulau-pulau besar dan

gugusan pulau maka akan dapat terlihat betapa beragamnya kondisi batimetri yang ada di

perairan Indonesia.

1. Perairan sekitar Pulau Sumatera. 

Pulau Sumatera (termasuk Kepulauan Riau dan Bangka Belitung) adalah pulau besar yang

terletak di bagian barat Indonesia yang terbentang dari 95o BT hingga sekitar 108o BT dan dari

6o LU hingga sekitar 6o LS. Perairan di pantai barat sebelah utara antara Pulau Sumatera dengan

Pulau Simeulue, Pulau Nias, Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Pagai, relatif datar dengan

kedalaman terdalam bervariasi antara 500 hingga 1500 meter. Sementara di pantai barat

Sumatera bagian selatan hingga ujung tenggara dengan Pulau Enggano, kondisi batimetrinya

bervariasi hingga kedalaman 2000 meter. Palung laut dengan kedalaman 2500 meter hingga

4500 meter membentang di sisi sebelah barat gugusan pulau dan menerus hingga ke selatan

Pulau Jawa. Perairan di sebelah utara Pulau Sumatera (sekitar Laut Andaman) memiliki

kedalaman bervariasi hingga 2000 meter. Sementara perairan Selat Malaka, Selat Singapura,

Laut Natuna hingga Selat Karimata memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 200

meter). 

Page 7: BATIMETRI_K2E008009

 

Batimetri sekitar Pulau Sumatera (termasuk Kepulauan Riau dan Bangka Belitung)

2. Perairan sekitar Pulau Jawa 

Pulau Jawa terletak di sebelah timur dari ujung tenggara Pulau Sumatera yang dibatasi

oleh Selat Sunda hingga sebelah barat Pulau Bali yang dibatasi oleh Selat Bali. Pulau Jawa

(termasuk pulau-pulau sebelah timur Pulau Madura) terbentang dari 105o BT hingga sekitar

116o BT. Perairan Selat Sunda yang merupakan penghubung Pulau Sumatera dan Pulau Jawa

memiliki kondisi batimetri yang sangat bervariasi. Pada umumnya perairan sebelah Timur

bagian utara selat Sunda cukup dangkal dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 10

hingga 80 meter sedangkan untuk perairan sebelah Barat bagian selatan Selat Sunda pada

umumnya masih terpengaruh oleh kedalaman dari Samudera Hindia di mana kedalamannya

berkisar antara 100 hingga 1000 meter. Pantai yang mencakup Selat Sunda hampir sebagian

besar landai yang terdiri karang terutama di pantai Barat Pulau Jawa dan di pantai sebelah

tenggara Pulau Sumatera. Perairan di pantai selatan Pulau Jawa merupakan kelanjutan palung

dari pantai barat Pulau Sumatera dengan kedalaman terdalam bervariasi antara 2500 hingga

4500 meter. Perairan Selat Bali memiliki kondisi batimetri yang hamper sama dengan Selat

Sunda, dimana sebelah utara merupakan perairan yang sangat sempit dan meluas ke arah

selatan. Perairan di utara Pulau Jawa adalah Laut Jawa yang cukup dangkal dengan

kedalaman rata-rata berkisar antara 10 meter sampai 80 meter dan memiliki pantai yang

hampir seluruhnya landai. 

Page 8: BATIMETRI_K2E008009

Batimetri sekitar Pulau Jawa

3. Perairan sekitar Pulau Kalimantan/Borneo 

Pulau Kalimantan adalah pulau terbesar yang terbentang dari 108o BT hingga sekitar 118o

BT dan dari 7o LU hingga sekitar 4o LS. Kalimantan dikelilingi oleh Laut Natuna, Selat

Karimata, Laut Jawa, Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Perairan Laut Natuna, Selat Karimata

dan Laut Jawa memiliki kondisi batimetri yang relatif dangkal. Variasi kedalaman yang cukup

signifikas ditemukan di perairan Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Perairan Selat Makassar di

sebelah timur Kalimantan memiliki perubahan kedalaman yang relatif landai hingga jauh ke

tengah poros Selat Makassar dengan kedalaman hingga 2000 meter. Demikian juga Laut

Sulawesi yang memiliki perubahan kedalaman secara perlahan ke arah timur hingga mencapai

4000 meter. 

Batimetri perairan sekitar Pulau Kalimantan/Borneo.

4. Perairan sekitar Pulau Sulawesi 

 Pulau Sulawesi adalah salah satu pulau besar yang terbentang dari 118o BT hingga sekitar

126o BT dan dari 2o LU hingga sekitar 6o LS. Sulawesi dikelilingi oleh Selat Karimata, Laut

Sulawesi, Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut Banda, Teluk Bone dan Laut Flores. Perairan Selat

Page 9: BATIMETRI_K2E008009

Makassar di sebelah barat Sulawesi memiliki perubahan kedalaman yang relatif besar dibanding

dengan pantai timur Kalimantan. Bagian terdalam dari Selat Makassar (sekitar 2000 meter) di

bagian utara terletak di antara Kalimantan dan Sulawesi, kemudian mendekat ke arah Sulawesi di

bagian selatan. Laut Sulawesi terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi dengan kondisi batimetri

yang membentuk cekungan besar. Perubahan kedalaman yang relatif besar ditemukan di dekat

pantai utara Sulawesi hingga sebelah barat kepulauan Sangihe. Bagian terdalam Laut Sulawesi

memiliki kedalaman lebih dari 5000 meter. Di sekitar Pulau Miangas, perubahan kedalaman

sangat besar dan kedalaman 5000 meter berjarak tidak jauh dari pulau tersebut. Selanjutnya

perairan Laut Maluku memiliki variasi kedalaman terdalam antara 2000 meter hingga 4000

meter. Teluk Tomini yang terletak di sebelah barat kaut Maluku merupakan cekungan dengan

kedalaman terdalam sekitar 2000 meter. Selain Laut Maluku, di sebelah timur Sulawesi,

khususnya bagian selatan terdapat Laut Banda yang memiliki kedalaman 2000 meter hingga

5000 meter. Perairan Laut Banda di sekitar kepulauan sebelah tenggara Sulawesi memiliki

perubahan kedalaman yang sangat cepat, sehingga cukup terjal. Sementara Teluk Bone memiliki

kondisi batimetri yang relatif simetri mengikuti bentuk pantai di sekitarnya dan kedalaman

terdalam hampir di tengah Teluk Bone bagian selatan. Perairan bagian selatan Pulau Sulawesi

adalah Laut Flores yang memiliki kedalaman laut bervariasi secara cepat dengan kedalaman

terdalam lebih dari 4500 meter. 

Batimetri perairan sekitar Pulau Sulawesi.

Page 10: BATIMETRI_K2E008009

5. Perairan sekitar Gugusan Pulau Nusatenggara 

   Gugusan pulau Nusatenggara mulai dari Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Alor

hingga Timor terbentang dari 114o BT hingga sekitar 125o BT dan dari 7o LS hingga sekitar

11o LS. Di gugusan pulau Nusatenggara terdapat Laut Bali, Laut Flores, Laut Banda, Laut

Sawu, Samudera Hindia serta beberapa selat seperti Selat Ombai, Selat Sumba, Selat Sape,

Selat Lombok, Selat Bali dan selat-selat kecil lainnya. Laut Bali yang terletak di utara Pulau

Bali dan Lombok memiliki kedalaman bervariasi dan yang terdalam sekitar 500 meter. Laut

Flores yang terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa dan Flores memiliki perubahan

kedalaman yang sangat besar dan kedalaman terdalam hingga lebih dari 5000 meter. Laut

Banda yang terletak di sebelah utara Pulau Solor, Pantar dan Alor juga memiliki perubahan

kedalaman yang besar dengan kedalaman terdalam sekitar 3000 dan 4000 meter. Selanjutnya

Laut Sawu yang terletak antara Pulau Flores, Sumba dan Timor membentuk cekungan

tertutup dan memiliki kedalaman terdalam lebih dari 3000 meter. Di sebelah selatan

Nusatenggara terdapat palung yang merupakan kelanjutan dari barat Sumatera dan selatan

Jawa yang memiliki kedalaman terdalam yang bervariasi antara 3000 meter hingga 4000

meter. 

Batimetri perairan sekitar Gugusan pulau Nusatenggara.

6. Perairan sekitar Gugusan Pulau Maluku 

Gugusan pulau Maluku mulai dari Pulau Morotai, Halmahera, Taliabu, Obi, Buru, Seram,

Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar dan Pulau Wetar terbentang dari 126o BT hingga sekitar

135o BT dan dari 3o LU hingga sekitar 8o LS. Di gugusan pulau Maluku terdapat Laut Maluku,

Laut Halmahera, Laut Banda, Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor. Baimetri Laut Maluku

yang terletak di barat Halmahera memiliki kedalaman bervariasi dan yang terdalam lebih dari

2000 meter berada dekat dengan gugusan pulau mulai dari Ternate, Tidore, Bacan hingga Obi.

Laut Halmahera dan Laut Seram pada umumnya cukup dalam, kedalaman maksimum dapat

mencapai sekitar 5.000 meter, terletak di sebelah Utara Pulau Buru di Laut Seram. Demikian

Page 11: BATIMETRI_K2E008009

juga Laut Banda yang terletak di sebelah selatan Pulau Buru dan Seram merupakan laut yang

memiliki kedalaman terdalam di Indonesia, kedalaman terdalam hingga lebih dari 7000 meter

terletak di bagian timur Laut Banda, tepatnya di antara Pulau Seram dan Yamdena. Laut Aru

terletak di sekitar kepulauan Aru di sebelah timur Kepulauan Tanimbar. Laut Aru sebelah barat

memiliki variasi kedalaman bertambah ke arah barat hingga lebih dari 3000 meter, sedangkan

Laut Aru sebelah timur merupakan laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 500 meter. Laut

Arafuru berada di sebelah selatan Laut Aru memiliki kedalaman yang relatif datar. Di sebelah

barat terdapat kedalaman yang lebih dari 500 meter, akan tetapi di sebelah timur tidak ditemukan

kedalaman yang lebih dari 500 meter. Selanjutnya Laut Timor yang terletak di sebelah selatan

Kepulauan Tanimbar dan Timor memliki kedalaman yang bervariasi hingga 2000 meter yang

terdapat di sebelah selatan yang merupakan kelanjutan palung dari selatan Nusatenggara. 

Batimetri perairan sekitar Gugusan pulau Maluku.

7. Perairan sekitar Pulau Papua 

 Pulau Papua adalah salah satu pulau besar yang terbentang dari 130o BT hingga sekitar 141o

BT (wilayah Indonesia) dan dari 0o LU hingga sekitar 9o LS. Papua dikelilingi oleh Samudera

Pasifik, Laut Seram dan Laut Aru. Disamping itu juga terdapat beberapa teluk, antara lain Teluk

Cendrawasih, Teluk Bintuni/Berau serta teluk-teluk kecil lainnya. Samudera Pasifik yang

terletak di sebelah utara Papua memiliki kondisi batimetri dengan perubahan kedalaman yang

cepat terjadi di sebelah utara kepala burung, Biak dan Jayapura. Kedalaman terdalam bervariasi

antara 4000 meter hingga lebih dari 5000 meter yang terdapat di utara Biak. Laut Seram yang

berada di sisi barat Papua memiliki kelandaian yang signifikan dengan kedalaman kurang dari

500 meter. Laut Seram bertemu dengan Teluk Berau/Bintuni yang juga merupakan laut dangkal.

Page 12: BATIMETRI_K2E008009

Seperti dijelaskan terdahulu bahwa Laut Aru di pantai baratdaya Papua merupakan batimetri

yang dangkal dan pantai yang sangat landai. 

Batimetri perairan sekitar Pulau Papua.

Page 13: BATIMETRI_K2E008009

Daftar Pustaka

Hasanuddin Z A. 2006. Satelit Altimetri  High Tech Tool for Ocean data parameter Collection.

Kelompok Keilmuan Geodesi-FTSL. Institut Teknologi Bandung.

Supangat, Agus dan Susanna.  2003.  Pengantar Oseanografi.  Pusat Riset Wilayah Laut dan

Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan

Perikanan. Jakarta.  

Susilo, Setyo Budi. 2000. Penginderaan Jauh Kelautan Terapan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

http://atlasnasional.bakosurtanal.go.id/fisik_lingkungan/batimetri_detail.php?id=1&judul=umum

Page 14: BATIMETRI_K2E008009

BATIMETRI

DISUSUN OLEH :

BENNY T. SIAGIAN

K2E 008 009

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

Page 15: BATIMETRI_K2E008009

2011