british journal of anaesthesia 1996
DESCRIPTION
vgyky vuykfykudkyv ljbukgkuyguTRANSCRIPT
![Page 1: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/1.jpg)
British Journal of Anaesthesia 1996; 77: 217-222
Klasifikasi ASA dan variable perioperatif sebagai predictor
hasil postoperatif
U. Wolters; T. Wolf, H. Stutzer and T. Schroder
Ringkasan
Dalam sebuah studi prospektif dari 6301 pasien bedah di rumah sakit universitas, kami
menguji
hubungan antara klasifikasi status fisik ASA dan faktor risiko perioperatif dengan hasil pasca
operasi menggunakan analisis univariat dan perhitungan rasio kemungkinan terjadinya resiko
komplikasi post operasi dengan menggunakan model regresi logistic. Analisis univariat
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan (P < 0,05) antara klasifikasi ASA dan variable
perioperatif (kehilangan darah saat operasi, durasi ventiasi pasca operasi dan durasi perawatan
intensif), komplikasi post operasi dan resiko kematian. Analisis univariat menunjukkan
pentingnya factor resiko preoperatif dalam perkembangan komplikasi post operasi pada sistem
organ yang bersangkutan. Perkiraan peningkatan resiko rasio kemungkinan untuk variabel
tunggal, kami menemukan bahwa resiko komplikasi dipengaruhi oleh ASA IV (Rasio resiko
kemungkinan = 4,2) dan ASA III (rasio resiko kemungkinan = 2,2). Kami menyimpulkan bahwa
klasifikasi status fisik ASA merupakan suatu pediktor hasil post operasi. (Br. J. Anaesth. 1996;
&&; 217-222)
Kata kunci
Komplikasi, klasifikasi ASA. Penanganan, klasifikasi ASA,. Komplikasi, post operasi. Pemulihan, post
operasi. Organisasi, American Society of Anesthesiologists.
Klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) diperkenalkan oleh
Saklad tahun 1941 [1] dengan maksud menyediakan dasar sebagai pembandingkan data statistic
dalam anesthesia. Klasifikasi diperbaharui pada tahun 1963 [2] dengan jumlah klasifikasi
![Page 2: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/2.jpg)
dikurangi dari tujuh ke lima. Beberapa studi retrospektif menunjukkan korelasi antara klasifikasi
ASA dan mortalitas perioperatif. [3-8], dan telah disarankan manfaatnya sebagai pediktor dari
hasil pasien. Studi prospektif yang menghubungkan klasifikasi ASA dengan mortalitas dan
morbititas perioperatif telah didapatkan baik dari jumlah pasien yang sedikit [4] maupun pada
pasien yang focus pada komplikasi anestesi. [9,10].
Tujuan dari studi prospektif ii adalah untuk megevaluasi nilai prognotik klasifikasi ASA
dengan variabel perioperatif seperti kehilangan darah , durasi perawatan intensif, komplikasi
postoperatif dan mortalitas. Sebagai tambahan, kami menginvestigasi hubungan antara adanya
status penyakit preoperative spesifik ( hipertensi arterial, infark miokard sebelumnya, merokok,
dan penyakit bronkopulmonar yang parah) dan perkembangan komplikasi post operatif mayor
(kardio dan pulmonar), dan kebutuhan ventilasi post operatif. Lebih jauh, kami menggunakan
analisa regresi logistik untuk memperkirakan rasio resiko kemungkinan diimplikasikan oleh
variabel perioperatif spesifik, bersama-sama perkiraan rasio resiko kemungkinan ketika lebih
dari satu variabel perioperatif dipertimbangkan.
Pasien dan metode
Semua pasien yang dioperasi di bagian bedah umum dan vascular di Universitas Cologne, antara
1 Mei 1989 dan 30 April 1993 termasuk secara prospektif dalam penelitian. Semua pasien dapat
diperiksa sebelum operasi olehseorang ahli anestesi. Pengesahan dari klasifikasi ASA tahun 1963
(tabel 1) ditunjukkan oleh dua ahli anestesi yang salah satunya merupakan seorang konsultan.
Standar catatan anestesi digunakan. Data spesifik didapatkan dari catatan anestesi seperti :
klasifikasi ASA; operasi emergensi atau elektif; adanya status penyakit preoperative spesifik
(anemia, dipastikan dengan konsentrasi hemoglobin < 100 g/liter atau tekanan sistolik hipertensi
>160 mmHg);; riwayat infark miokard; riwayat stroke; merokok (positif jika > 20 rokok tiap
minggu); penyakit bronkopulmonar berat (kapasitas vital atau volume ekspirasi kuat dalam 1s<
40% dari prediksi); diabetes mellitus (semua tipe yang membtuhkan pengobatan); gagal ginjal
akut atau kronik (kreatinin serum >1,5 mg/dL); dan penyakit gastrointestinal mayor (misalnya
colitis ulseratif, ulkus gaster atau duodenum). Tipe anestesi, jenis operasi, waktu operasi ( waktu
dari insisi kulit sampai pentupan luka) dan kehilangan darah intraoperatif,jga dicatat sebagai
perkiraan oleh ahli anestesi.
![Page 3: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/3.jpg)
Operasi diklasifikasikan berdasarkan sistem Hoehn [11], yang sering digunakan di
Jerman, yakni minor (perbaikan luka jaringan lunak, bedah perineal), moderate (kolostomi,
kolesistektomi, herniotomi) atau mayor (reseksi usus, bedah thoraks, intervensi abdominal dan
pembuluh darah perifer). Investigasi preoperative pada pasien moderate dan mayor termasuk
serum elektrolit (Na+, K+, Cl-), konsentrasi kreatinin dan glukosa, hitung darah (hemoglobin,
volume sel darah, jmlah platelet, jumlah leukosit), factor koagulasi (waktu prothrombin, waktu
parsial tromboplastin), x-ray thoraks, dan EKG. Semua pasien juga menerima cephazolin
(Elzogram 2 g) i.v. dan heparin dengan berat molekul rendah dosis tunggal (Dalteparin sodium
7500 i.v.) s.c setelah induksi.
Dokter magang di bedah dan mahasiswa kedokteran tahun akhir mendapat data
postoperatif. Perhatian lebih difokuskan pada komplikasi pulmoner seperti infeksi
bronkopulmoner, yang didiagnosa denga kultur sputm positif atau x-ray thoraks postif, atau
keduanya, atelektasis atau efusi pleura, terlihat pada foto thoraks. Aritmia signifikan seperti
fibrilasi atrium yang baru ata infark miokardial akut dipastikan dengan perubahan EKG dan
peningkatan enzim CPK-MB dicatat sebagai komplikasi kardial. Inflamasi atau kelainan luka
purulen dicatat sebagai infeksi luka, yang secara klinis tampak sebgai kebocoran anastomosis
juga dicatat. Infeksi saluran kemih dengan kultur positif juga perlu dicatat.
Data disimpulkan dalam dua kelompok. Pertama, untuk membandingkan antara
klasifikasi ASA dan variabel perioperatif, kami mencatat durasi operasi, kehilangan darah
intraoperatif, durasi ventilasi post operatif, lamanya perawatan intensif, lamanya perawatan post
operatif di rumah sakit, dan nilai komplikasi pulmoner, komplikasi kardiak, infeksi luka,
kebocoran anastomosis, infeksi saluran kemih, dan mortalitas di rumah sakit. Grup kedua berupa
analisis univariat dari hubungan antara sattus penyakit preoperative yang paling sering dan
insiden post operatif mayor. Akhirnya, regresi logistic diaplikasikan ke data untuk
memperkirakan rasio resiko kemungkinan dari variabel perioperatif tunggal dan kombinasi.
Tabel 1. Klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists’ (ASA)
Klasifikasi Penjelasan
I Pasien dalam keadaan sehat
II Penyakit sistemik ringan - tidak ada batasan fungsional
III Penyakit sistemik berat - ada batasan fungsional ringan
![Page 4: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/4.jpg)
IV Penyakit sistemik berat yang menganggu kehidupan
V Pasien yang hanya dapat bertahan 24 jam dengan atau tanpa operasi
Metode statistik
Tes t Peneliti digunakan untuk mengukur perbedaan rata-rata variabel perioperatif independen
antara klasifikasi ASA. Perbedaan-perbedaan dalam nilai komplikasi antara klasifikasi ASA
diperiksa oleh tes mutlak Fisher. Dampak signifikan dari status penyakit preoperative pada
perkembangan komplikasi postoperatif spesifik juga diperiksa oleh tes mutlak Fisher. Bentuk
regresi logistic telah dijelaskan di appendix.
Hasil
Total pasien yang dioperasi 6301 dan data pasien dirangkumkan pada tabel 2. Lebih dari 75%
pasien diklasifikasikan dalam ASA II atau III (table 3). Hanya 15 pasien (0,2%) yang
diklasifikasikan dalam ASA V dan 14 pasien diantaranya meninggal di rumah sakit, mereka
tidak dimasukkan dalam analisis statistic pada morbiditas.
Terdapat total 9136 status penyakit yang sudah ada sebelumnya pada 6301 pasien (tabel
4). Penyakit preoperative mayor antara lain hipertensi arterial, merokok, penyakit
bronkopulmoner berat dan penyakit gastrointestinal mayor, dengan insiden lebih dari 20% pada
setiap penyakit. Tipe operasi berdasarkan pada sistem Hoehn yakni 1004 (16%) minor, 1695
(27%) moderate dan 3602 (57%) mayor. Semua pasien ASA V menjalani operasi mayor. Jenis
spesifik dari operasi di rangkum pada tabel 5. Sebagai indikasi dari tipe operasi yang akan
dilakukan, 1077 operasi “kolon dan rectum” termasuk dalam operasi parsial dan total kolektomi,
1495 operasi “vaskuler” termasuk aorta prosedur dan bedah carotis.
Tabel 2. Data pasien (mean (SD) [range] atau jumlah (%))
Jumlah pasien total
Laki-laki
Perempuan
Operasi emergensi
Penyakit malignansi
6301
3699 (59%)
2602 (41%)
1279 (20%)
1631 (26%)
![Page 5: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/5.jpg)
Umur (th)
Tipe anesthesia
Umum
Regional
Kombinasi
Waktu operasi (min)
Perawatan postoperasi (hari)
Perawatan rumah sakit (hari)
52 [0-98]
97,5%
1,4%
1,1%
107 (48,2) [5-830]
12 (2,8) [1-132]
16,5 (3,5) [1-179]
Tabel 3. Klasifikasi ASA semua pasien
n %
ASA I
ASA II
ASA III
ASA IV
ASA V
1133
2685
2181
290
15
18
42,6
34,6
4,6
0,2
Tabel 4. Insiden penyakit preoperative spesifik
n %
Anemia
Hipertensi arterial
Riwayat infark miokardial
Riwayat stroke
Riwayat merokok
Penyakit bronkopulmoner berat
Diabetes mellitus
Gagal ginjla akut atau kronik
Penyakit gastrointestinal berat
501
1817
272
460
1823
1353
685
685
1540
8
28
4
7
28
21
11
11
24
Tabel 5. Jenis operasi pada 6301 pasien
![Page 6: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/6.jpg)
Jenis operasi n %
Tiroid dan paratiroid
Esofagus
Gaster
Usus kecil
Colen rectum
Traktur biliaris
Liver
Pankreas
Limpa
Glandula adrenal, ginjal
Hernia
Transplantasi ginjal
Operasi abdominal lain
Bedah payudara
Ekstra abdominal limfe nodul
Bedah leher lain
Tumor jaringan lunak
Vaskuler
Thoraks
421
283
232
172
1077
358
137
66
74
69
600
235
314
23
106
32
210
1495
397
6,7
4,5
3,7
2,7
16,9
5,7
2,2
1
1,7
1
9,4
3,7
5
0,4
1,7
0,5
3,3
23,6
6,3
Hubungan variabel perioperatif dengan ASA (tabel 6), kami menemukan peningkatan
durasi operasi antara ASA I dan kombinasi ASA II-IV dan antara ASA II dan III (P < 0,05).
Kehilangan darah intraoperatif 5-20 kali lebih besar pada ASA IV daripada ASA I-III (P < 0,05).
Perawatan intensif postoperatif dan perawatan total di rumah sakit pada ASA II-IV pasien yakni
1-5 dan 7-11 hari lebih panjang, berturut-turut, dibandingkan dengan ASA I (P < 0,05). Kami
menemukan 2-3 kali insiden komplikasi bronkopulmoner postoperatif dalam setiap tahap
disetiap klasifikasi ASA (P < 0,05). Tiga kali peningkatan pada komplikasi kardiak ditemukan
antara klasifiasi I-IV (P < 0,05). Insiden luka postoperatif dan infeksi traktus urinarius yakni 2-3
kali lebih banyak pada ASA II-IV daripada ASA I (I vs II-IV, P < 0,05). Kebocoran anastomosis
![Page 7: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/7.jpg)
postoperatif berdiri sendiri dalam klasifikasi ASA. Kami menemukan 5-7 kali peningkatan
mortalitas di rumah sakit disetiap klasifikasi ASA.
Hubungan antara derajat penyakit preoperative spesifik dan komplikasi postoperatif
ditampilkan pada tabel 7. Hipertensi dan riwayat infark miokardial menyebabkan peningkat 50%
nilai perkembangan komplikasi kardiak, dan riwayat infark miokardial menyebabkan ventilasi
postoperatif lebih lama. Penyakit bronkopulmoner yang berat mengakibatkan suatu peningkatan
signifikan dalam perkembangan komplikasi kardiak atau pulmoner dan meningkatkan durasi
ventilasi post operatif. Kami tidak menemukan bahwa merokok merupakan factor signifikan
dalam perkembangan dari empat mayor komplikasi post operatif.
Data analisa regresi logistic dirangkum pada tabel 8. Rasio resiko kemungkinan paling
tinggi untuk komplikasi post operatif berhubungan dengan perburukan klasifikasi ASA dan
operasi “mayor” vs “moderate” atau “minor”, masuk dalam setiap klasifikasi Hoehn. Secara
khusus, pengesahan dari ASA IV menyebabkan rasio resiko kemungkinan yakni 4,26, sehingga
menyebabkan peningkatan resiko 4,26 kali pada komplikasi postoperatif ASA I. Pengesahan
ASA II dan III menyebabkan rasio resiko kemungkinan secara berturut-turut menjadi 1,57 dan
2,25. Peningkatan yang moderate pada rasio resiko kemungkinan juga terlihat pada pasien
dengan penyakit ginjal, anemia, bronkopulmoner dan pada operasi emergensi yang sedang
berlangsung.
Tabel 8. Faktor resiko untuk komplikasi postoperatif. *β, koefisisien perkiraan regresi, bstandar
error dari β, c hasil P untuk Wald’s tes, d rasio kemungkinan yang berhubungan sebagai referensi
klasifikasi yang mengatur semua variabel independen pada model, e 95% interval untuk rasio
kemungkinan, klasifikasi referensi diatur untuk ASA I: ASA (1) = indikator untuk ASA II; ASA
(2) = indicator untuk ASA III; ASA (3) = indicator untuk ASA IV, operasi “Mayor”
dibandingkan dengan operasi “moderate” atau “minor”, disetiap klasifikasi Hohn
Variabel independen
(klasifikasi terburuk
atau “ya” kode 1)
Variabel regeresi logistik dan statistik
β(a) SE(b) P(c) Rasio resiko(d) 95% CI(e)
ASA(f)
ASA (1)
ASA (2)
0,45
0,81
0,1319
0,1400
<0,00005
0,0007
<0,00005
1,5668
2,2457
1,21 ; 2,03
1,71 ; 2,96
![Page 8: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/8.jpg)
ASA (3)
Operasi klasifikasi(f,g)
Emergensi
Insufisiensi renal
Anemia
P. bronkopulmoner
Riwayat merokok
Umur (th)
Durasi operasi (min)
Konstan
1,45
0,63
0,21
0,33
0,21
0,26
0,15
0,01
<0,0001
-3,5622
0,1855
0,0783
0,0440
0,1010
0,0921
0,0763
0,0718
0,0022
<0,0001
0,1475
<0,00005
<0,00005
<0,00005
0,0008
0,0259
0,0009
0,0346
<0,00005
<0,00005
<0,00005
4,2600
1,8604
1,2366
1,3976
1,2279
1,2911
1,1638
1,0105
1,0001
2,96; 6,13
1,61; 2,19
1,13; 1,34
1,14; 1,70
1,03; 1,48
1,12; 1,51
1,01; 1,34
1,0006; 1,014
1,0001; 1,000
Diskusi
Klasifikasi ASA digunakan secara luas sebagai skema pemeriksaan resiko pada pasien anestesi,
meskipn dibuat oleh Saklad tahun 1941 [1] dengan tujuan sebagai manajemen data statistik.
Revisi 1963 mengeliminasi klasifikasi emergensi dari versi asli dan operasi emergensi ditandai
dengan memberikan “E” setelah lima klasifikasi. Tidak ada rencana penanganan resiko post
operatif lain yang digunakan secara luas. Sistem skor pada pasien yang secara internasional
diketahui diluar anestesia termasuk APACHE II [12], digunakan secara luas pada perawatan
intensif, tetapi butuh 24 jam periode pengambilan sampel berdasarkan 12 hasil kegiatan fisiologi
rutin, umur, dan riwayat status kesehatan yang ditandai tidak baik untuk dilakukan tindakan
anestesia. Phisiological and Operative Severity Score for the enUmeration of Mortality and
morbidity (POSSUM) yang dibuat oleh Copeland, Jones, Walters pada 1991 [13] berdasarkan
skor 12 faktor fisiologi dan 6 faktor beratnya operasi. Mereka bermaksud membuat skor untuk
membantu pemeriksaan bedah dan kemudian metode mereka tidak dapat memberikan skor
penuh dan perkiraan numerik pada resiko mortalitas dan morbiditas sampai hasilnya diketahui.
Secara kontras, klasifikasi ASA memperlihatkan perkiraan sederhana dari status fisiologis tanpa
pemeriksaan klinis dan dapat diaplikasikan pada setiap pasien sebelum operasi.
Kekurangan mayor pada sistem ASA adalah penanganan pada pasien dapat “mengoreksi”
klasifikasi ASA oleh ahli anestesi yang berbeda dan menunjukkan secara jelas oleh Owens, Felt,
dan Spitznagel [14]. Pada penelitian mereka, 304 ahli anestesi diminta untuk mengklasifikasikan
![Page 9: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/9.jpg)
10 pasien dan jumlah rata-rata nilai pasien secara identical oleh mereka dan responden yakni 5,9
(bentuk 6). Untuk meminimalisir variabel pada penelitian, pengesahan klasifikasi ASA
ditampilkan oleh dia ahli anestesi yang berpengalaman yang menganut criteria ASA tahun 1963
(tabel 1). Penting untuk mengingat bahwa kriteria ini tidak berdasarkan usia dan kompleksitas
operasi, dan tidak ada perbedaan antara penyakit sistemik yang perlu operasi dan yang tidak
sengaja ditemukan penyakit kronik.
Beberapa penelitian telah memeriksa hubungan antara status fisik ASA dan morbiditas
perioperatif. Cohen, Duncan, dan Tate [15] mempelajari komplikasi-komplikasi anestesi dalam
periode intraoperatif dan di ruang pemulihan (misalnya, serangan jantung, hipotensi, aspirasi).
Tiret dan Hatton [10] melaporkan komplikasi mayor yang sama selama atau diantara 24 jam
anesthesia. Kedua penelitian menemukan korelasi signifikan antara mayor komplikasi anestesi
dan klasifikasi ASA pasien.
Data kita mengidentifikasi variabel spesifik intra dan post operatif berkorelasi secara signifikan
denan klasifikasi ASA. Kehilangan darah intraoperatif, durasi ventilasi post operatif, durasi
perawatan intensif, nilai komplikasi pulmoner dan kardiak, dan mortalitas di rumah sakit
menunjukkan peningkatan signifikan pada pasien dengan status ASA pasti dari I-IV dengan 20-
180 kali berbeda antara ASA I dan IV, dan rata-rata 2,8 dan 3,7 kali berbeda pada variabel diatas
antara ASA II dan III, dan ASA III dan IV berturut-turut. Tingginya insiden morbiditas
perioperatif pada klasifikasi ASA III dan IV, terutama komplikasi pulmoner dan kardiak (4-
18%), mendukung konsep terapi langsung, pemakaian ventilator secara khusus dan perawatan
intensif lainnya, terhadap pasien-pasien itu.
Korelasi antara klasifikasi ASA dan mortalitas post operatif ditunjukkan di beberapa
penelitian sebelumnya [3, 5-8] dan telah dikonfirmasi oleh data kita. Nilai mortalitas absolute
yang dipblikasikan dari klasifikasi menunjukkan variasi yang dapat dipertimbangkan dengan 0-
0,3% untuk ASA I, 0,3-1,4% untuk ASA II, 1,8-5,4% untuk ASA III, 7,8-25,9 % untuk ASA IV
dan 9,4-57,8% untuk ASA V. Variasi ini menjelaskan bahwa perbedaan dalam pemeriksaan
status fisik ASA pasien, populasi pasien, ukuran sampel, kualitas operasi, dan durasi pemantauan
post operatif. Terakhir, yang penting secara khusus, beberapa penelitian sebelumnya termasuk
yang dapat meninggal dalam 48 jam pertama [6] atau dalam 7 hari pertama [5] setelah operasi,
tanpa perawatan penuh di rumah sakit. Dengan demikian penelitian-penelitian ini melewatkan
hamper 50% kematian post operatif di rumah sakit setelah hari ketujuh post operatif. [3].
![Page 10: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/10.jpg)
Keterbatasan ini digunakan untuk menilai peran anesthesia dalam mortalitas post operatif. Secara
kontras, data kami, dengan nilai mortalitas 0,1% untk ASA I, 0,7% ASA II, 3,5% ASA III,
18,3% untuk ASA IV, dan 93,3% ntuk ASA V, berdasarkan pada semua kematian di rumah sakit
setelah intervensi bedah, seperti yang kami harapkan untuk menilai resiko total di rumah sakit.
Analisis univariat dari empat mayor penyakit post operatif terhadap komplikasi post
operatif (tabel 7), menunjukkan perannyadalam perkembangan komplikasi pada system organ
yang bersangkutan. Informasi ini merupakan dampak kecil pada pasien yang memiliki satu
riwayat penyakit signifikan dan itu tidak bias digunakan untk menilai resiko relatif. Kemudian,
penelitian kami dicoba untuk menilai pentingnyafaktor resiko spesifik dalam mengevaluasi hasil
pembedahan dengan menggunakan analisa resiko multiple sebagai metode statistic yang
semestinya. Ini diselesaikan sebagai maksud untuk mengeliminasi interferensi terhadap variabel-
variabel ini, seperti pada penelitian sebelumnya [9, 12, 13]. Rasio resiko kemungkinan,
merefleksikan peningkatan relative dalam resiko komplikasi dari suatu variabel tunggal, yang
dihitung oleh analisa multivariat dan regresi bertahap. Rasio resiko kemungkinan yang paling
tinggi yakni 4,26 dihititung untuk ASA IV, diikuti ASA III (ROR 2,25), klasifikasi operasi (ROR
1,86), ASA II (ROR 1,57), dan operasi emergensi (ROR 1,24).
Pada variabel lainnya memiliki signifikansi minor. Kemudian topik penting ini
merupakan nilai dari sistem klasifikasi ASA untuk memprediksi komplikasi post operatif.
Kesimpulan yang sama dicapai oleh Pedersen dkk [4] yang mengevaluasi hubungan dari 35
variabel preoperatif pada satu peristiwa saja: kebutuhan untuk ventilasi mekanik post operatif
dalam penelitian penyaringan selama 3 bulan. Prediktor terbaik dari semua variabel adalah satu
klasifikasi ASA lebih baik dari III. Untuk menilai peran dari kompleksitas suatu operasi sebagai
factor resiko independen, penelitian sebelumnya membagi intervensi kedalam dua kelompok
(minor/mayor) [9], atau kedalam 4 kelompok (minor/moderate/mayor/mayor+) [13].
Mengaplikasikan klasifikasi Hoehn [11], kami membedakan tiga klasifikasi dan menemukan
tidak adanya perbedaan signifikan antara intervensi minor dan moderate, sebagaimana operasi
mayor menyebabkan resiko komplikasi hampir berlipat ganda.
Resiko relative 1,24 untuk pasien yang sedang menjalani operasi emergensi
mengembangkan komplikasi postoperatif yang lebih rendah dari ROR yang dilaporkan
sebelumnya. Tiret dan Hatton melaporkan ROR 2,0 pada komplikasi intraoperatif [10], Pedersen
![Page 11: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/11.jpg)
dkk 2,1 untuk resiko ventilasi postoperatif [4], dan Cohen, Duncan dan Tate 4,4 untuk resiko
meninggal dalam 7 hari [15] seletah operasi emergensi.
Forrest dkk [16[ menunjukkan bahwa klasifikasi ASA II dan IV merpakn predictor mayor
untk hasil kardio respiratori berat dalam penelitan yang didalamnya hanya termasuk pasien
bedah elektif.
Untuk memperluas kegunaan konsep resiko analisa multivariate, dampaknya pada lebih
dari satu variabel dapat dinilai dengan menggunakan rumus yang ada pada appendix, bersama
dengan koefisien perkiraan regresi yang diperoleh dari analisa regresi logistik pada data kami.
Perhitungan ini dicoba untuk mengukur “total” resiko relative yang memiliki hasil yang baik
sehingga dapat mengarah untuk kemajuan terapi pasien.
Appendix
Tujuan dari analisa regeresi logistik adalah untuk mendeskripsikan hubungan antara obervasi hasil
dischotomous secara prospektif (kejadian komplikasi post operatif atau variabal non-dependen) dan
kumpulan indicator variabel independen (variabel perioperatif dalam model penelitian kami) dengan
menggunakan rumus kemungkinan “P” :
P = 1
1+e−g(x ) (1)
Dimana g(X) = β0 + β1X1 + … + βnXn β0 = model konstan, β1…n = koefisien regresi (diperkirakan
dengan kemungkinan metode maksimum) dan X1…n = predictor variabel independen sebagai kode factor
resiko klinis perioperatif.
Pada model penelitian kami terdapat tiga tipe variabel predictor: (i) sebagai kode nilai
dischotomous ya/tidak (contonya ada atau tidak ada) dari variabel klinis yang diketahui sebelum operasi
seperti penyakit bronkopulmoner atau suatu operasi emergensi; ini biasanya dikodekan “I” jika ditemukan
status klinis yang memburuk dan jika tidak “0” ; (ii) hasil kode variabel tersebut dari variabel selanjutnya
seperti durasi operasi; (iii) kategori tersebut atau item ordinal, seperti klasifikasi ASA, dimana “dummy”
menggunakan k-1variabel indicator untuk kategori k dari item yang sudah diatur. Untuk
menyederhanakan model kita, referensi kategori status ASA diatur menjadi ASA I dan variabel indicator
untuk ASA II, III, IV yakni ASA (1), ASA (2) dan ASA (3), berturut-turut (tabel A1).
Untuk mengkalkulasikan rasio resiko kemungkinan (ROR) sebagai hasil kami menggunakan:
p1−p
=eg (X=x) (2)
Yang disubtitusi menjadi ROR =
![Page 12: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/12.jpg)
Eβ or ecxβ berturut-turut (3)
dan mungkin diperkiranan untuk setiap pola resiko.
Sebuah estimator untuk perubahan multiplikasi pada ROR saat berganti dari variabel indicator ke
status yang lebih buruk, menghasilkan nilai variabel independen lainnya yang sudah diperbaiki,
disimbolkan oleh:
eβ (4)
Perkiraan untuk 100 (1-α) % confidence interval untuk ROR disimbolkan oleh:
eβ±1,96 SE(β) (5)
dimana SE(β) = standar error dari koefisien regresi β termasuk dalam studi variabel untuk perubahan
dalam ROR.
Untuk memperoleh perkiraan ROR dari variabel multiple kami menggunakan rumus (4).
Contohnya, menggunaan tabel 8, ROR untuk populasi dengan pola resiko (a):
Tabel A1 Variabel indicator untuk kategori ASA
Status ASA Variabel indikator
ASA (1) ASA (2) ASA (3)
I
II
III
IV
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
(a) ASA = II
Operasi emergensi = ya
Penyakit bronkopulmoner = ya
Perokok = ya
populasi dengan pola resiko (b):
(b) ASA = I
Operasi emergensi = tidak
Penyakit bronkopulmoner = tidak
Perokok = tidak
Dan dengan nilai yang sama untuk semua variabel resiko, di perkirakan melalui:
e(0,45+0,21+0,26+0,15) = 2,9 = 3
![Page 13: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/13.jpg)
Resiko relatif ini dapat mengindikasikan bahwa komplikasi postoperatif dapat terjadi kira-kira
tiga kali pada pasien dengan pola resiko (a) dibandingkan antara pasien dengan pola resiko (b), dengan
anggapan factor resiko klinis lainnya adalah identik.
Referensi
1. Saklad M. Grading of patients for surgical procedures. Anesthesiology1941; 2: 281–
284.
2. American Society of Anesthesiologists. New classification of physical status.
Anesthesiology 1963; 24: 111.
3. Farrow SC, Fowkes FG, Lunn JN, Robertson IB, Samuel P. Epidemiology in
anaesthesia II: Factors affecting mortality in hospital. British Journal of
Anaesthesia1982; 54: 811–817.
4. Pedersen T, Eliasen K, Ravnborg M, Viby-Mogensen J, Qvist J, Johansen SH,
Henriksen E. Risk factors, complications and outcome in anaesthesia. A pilot study.
European Journal of Anaesthesia 1986; 3: 225–239.
5. Marx GH, Matteo CV, Orkin LR. Computer analysis of post anesthetic deaths.
Anesthesiology1973; 39: 54–58.
6. Vacanti CJ, Van Houten RJ, Hill RC. A statistical analysis of the relationship of
physical status to postoperative mortality in 68388 cases. Anesthesia and
Analgesia1970; 49: 564–566.
7. Menke H, John KD, Klein A, Lorenz W, Junginger Th. Präoperative
Risikoeinschätzung mit der ASA-Klassifikation. Eine prospektive Untersuchung zu
Morbidität und Letalität in verschiedenen ASA-Klassen bei 2937 Patienten mit
allgemeinchirurgischen Operationen. Chirurg1992; 63: 1029–1034.
8. Feigal DW, Blaisdell FW. The estimation of surgical risk. Medical Clinics of North
America1979; 63: 1131–1143.
9. Cohen MM, Duncan PG. Physical status score and trends in anesthetic complications.
Journal of Clinical Epidemiology1988; 41: 83–90.
10. Tiret L, Hatton F. Prediction of outcome of anaesthesia in patients over 40 years: a
multifactorial risk index. Statistics in Medicine1988; 7: 947–954.
11. Hohn HG. Operationskatalog für Betriebsvergleiche. KU 1972; 2: 112–131.
![Page 14: British Journal of Anaesthesia 1996](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082819/563db7f1550346aa9a8f6118/html5/thumbnails/14.jpg)
12. Knaus WA, Draper EA, Wagner DP. Apache II: a severity of disease classification
system Critical Care Medicine1985; 13: 818–829.
13. Copeland GP, Jones D, Walters M. POSSUM: a scoring system for surgical audit.
British Journal of Surgery 1991; 78: 356–360.
14. Owens WB, Felts JA, Spitznagel EL. ASA physical status classifications: A study of
consistency of ratings. Anesthesiology 1978; 49: 239–243.
15. Cohen MM, Duncan PG, Tate RB. Does anaesthesia contribute to operative
mortality? Journal of the American Medical Association 1988; 260: 2859–2863.
16. Forrest JB, Rehder K, Cahalan MK, Goldsmith CH. Multicenter study of general
anesthesia. III. Predictors of severe perioperative adverse outcomes. Anesthesiology
1992; 76: 3–15.