bt15110j

4
Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 37-40 K edelai (Glycine max L.) merupakan komoditas tanam- an pangan yang memiliki arti penting bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan salah satu bahan pangan sumber protein nabati. Kedelai biasanya diolah menjadi berbagai produk makanan seperti tempe, tahu, tauco, kecap, dan susu. Kebutuhan bahan baku industri pengolahan kedelai seperti tempe, tahu maupun kecap, sebagian besar masih dipenuhi dari impor. Impor kedelai pada tahun 2005 mencapai 1,3 juta ton (Sudaryanto dan Swastika 2007). Selain dalam bentuk biji kedelai, impor bungkil kedelai juga masih tinggi untuk memenuhi kebutuhan industri makanan ternak (Kasryno et al. 1985). Untuk itu, produktivitas kedelai di dalam negeri perlu ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat maupun industri makanan ternak. Budi daya kedelai menghadapi beberapa kendala se- hingga produktivitas tanaman rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia ialah serangan hama (Sumarno dan Harnoto 1983). Hama penting pada kedelai antara lain adalah ulat grayak (Spodoptera litura F.). Dalam mengendalikan ulat grayak, umumnya petani menggunakan insektisida sintetis karena lebih efektif, cepat diketahui hasilnya, dan penerapannya relatif mudah. Namun, penggunaan insektisida sintetis dapat menimbulkan pengaruh samping yang merugikan, seperti timbulnya resistensi pada hama sasaran, resurjensi hama utama, eksplosi hama sekun- der, dan terjadinya pencemaran lingkungan (Oka 1995). Karena itu, perlu dikembangkan metode pengendalian yang lebih efektif dan ramah lingkungan. Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif untuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping (Kardinan 2002). Maryani (1995) mengemukakan bahwa biji sirsak mengandung bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal dan penghambat makan ( anti-feedant ). Buah mentah, biji, daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga ( repellent ), dan anti-feedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Kardinan 2002). Kardono et al. (2003) mengemukakan bahwa ekstrak daun babadotan mengandung insektisida yang efektif untuk membunuh Sytophilus zeamays dengan LD 50 sebesar 0,09% dalam 24 jam. Biji saga yang diekstrak dengan air atau aseton dapat bersifat sebagai racun perut bagi serangga, sedangkan tepung bijinya yang diaplikasikan pada tepung terigu dengan konsentrasi 5% mampu mengendalikan hama gudang Sitophilus sp. selama tiga bulan (Iskandar dan Kardinan 1995). Kardinan dan Iskandar (1997) mengemukakan bahwa larutan daun sembung dalam air dengan konsentrasi 1% yang ditambah 0,10% detergen cair (teepol) menyebabkan kemati- an populasi keong mas (Pomacea canaliculata) lebih dari 50%. Ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon) dapat mempengaruhi perilaku makan ulat grayak (Heviandri 1989). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui teknik ekstraksi dan aplikasi beberapa jenis pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak di laboratorium. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari-April 2006 di laboratorium biopestisida, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor. Bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah tanaman kedelai varietas Burangrang yang berumur 28-35 hari setelah tanam (HST), ulat grayak instar 3 yang diperoleh dari hasil pembiakan di laboratorium, biji dan daun sirsak, daun dan bunga babadotan, biji saga, daun sembung, daun melinjo, pupuk NPK (urea, TSP, dan KCl), akuades, dan metanol. Alat yang digunakan meliputi gelas piala, gelas ukur, pot plastik, kotak plastik, homogenizer TEKNIK EKSTRAKSI DAN APLIKASI BEBERAPA PESTISIDA NABATI UNTUK MENURUNKAN PALATABILITAS ULAT GRAYAK ( Spodoptera litura Fabr.) DI LABORATORIUM Aji Mohamad Tohir Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Jalan Laladon Raya No. 240, Ciomas, Bogor 16610. Telp. (0251) 8638987, E-mail: [email protected]

Upload: anida-futri

Post on 18-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jhdcjkafkjsb

TRANSCRIPT

  • Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak 37Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 37-40

    Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas tanam- an pangan yang memiliki arti penting bagi sebagianbesar masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan salah satubahan pangan sumber protein nabati. Kedelai biasanyadiolah menjadi berbagai produk makanan seperti tempe, tahu,tauco, kecap, dan susu.

    Kebutuhan bahan baku industri pengolahan kedelaiseperti tempe, tahu maupun kecap, sebagian besar masihdipenuhi dari impor. Impor kedelai pada tahun 2005 mencapai1,3 juta ton (Sudaryanto dan Swastika 2007). Selain dalambentuk biji kedelai, impor bungkil kedelai juga masih tinggiuntuk memenuhi kebutuhan industri makanan ternak(Kasryno et al. 1985). Untuk itu, produktivitas kedelai didalam negeri perlu ditingkatkan guna memenuhi kebutuhankonsumsi masyarakat maupun industri makanan ternak.

    Budi daya kedelai menghadapi beberapa kendala se-hingga produktivitas tanaman rendah. Salah satu faktor yangmenyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia ialahserangan hama (Sumarno dan Harnoto 1983). Hama pentingpada kedelai antara lain adalah ulat grayak (Spodopteralitura F.).

    Dalam mengendalikan ulat grayak, umumnya petanimenggunakan insektisida sintetis karena lebih efektif, cepatdiketahui hasilnya, dan penerapannya relatif mudah. Namun,penggunaan insektisida sintetis dapat menimbulkan pengaruhsamping yang merugikan, seperti timbulnya resistensi padahama sasaran, resurjensi hama utama, eksplosi hama sekun-der, dan terjadinya pencemaran lingkungan (Oka 1995).Karena itu, perlu dikembangkan metode pengendalian yanglebih efektif dan ramah lingkungan.

    Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatifuntuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabatirelatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran,dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkanpengaruh samping (Kardinan 2002).

    Maryani (1995) mengemukakan bahwa biji sirsakmengandung bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal

    dan penghambat makan (anti-feedant). Buah mentah, biji,daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonainyang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolakserangga (repellent), dan anti-feedant dengan cara kerjasebagai racun kontak dan racun perut (Kardinan 2002).Kardono et al. (2003) mengemukakan bahwa ekstrak daunbabadotan mengandung insektisida yang efektif untukmembunuh Sytophilus zeamays dengan LD50 sebesar 0,09%dalam 24 jam. Biji saga yang diekstrak dengan air atau asetondapat bersifat sebagai racun perut bagi serangga, sedangkantepung bijinya yang diaplikasikan pada tepung terigudengan konsentrasi 5% mampu mengendalikan hama gudangSitophilus sp. selama tiga bulan (Iskandar dan Kardinan1995).

    Kardinan dan Iskandar (1997) mengemukakan bahwalarutan daun sembung dalam air dengan konsentrasi 1% yangditambah 0,10% detergen cair (teepol) menyebabkan kemati-an populasi keong mas (Pomacea canaliculata) lebih dari 50%.Ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon) dapat mempengaruhiperilaku makan ulat grayak (Heviandri 1989).

    Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui teknikekstraksi dan aplikasi beberapa jenis pestisida nabati untukmenurunkan palatabilitas ulat grayak di laboratorium.

    BAHAN DAN METODE

    Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari-April 2006 dilaboratorium biopestisida, Balai Besar Penelitian danPengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya GenetikPertanian (BB Biogen), Bogor. Bahan-bahan yang digunakanantara lain adalah tanaman kedelai varietas Burangrang yangberumur 28-35 hari setelah tanam (HST), ulat grayak instar 3yang diperoleh dari hasil pembiakan di laboratorium, biji dandaun sirsak, daun dan bunga babadotan, biji saga, daunsembung, daun melinjo, pupuk NPK (urea, TSP, dan KCl),akuades, dan metanol. Alat yang digunakan meliputi gelaspiala, gelas ukur, pot plastik, kotak plastik, homogenizer

    TEKNIK EKSTRAKSI DAN APLIKASI BEBERAPA PESTISIDA NABATIUNTUK MENURUNKAN PALATABILITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura Fabr.)

    DI LABORATORIUM

    Aji Mohamad Tohir

    Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan PertanianJalan Laladon Raya No. 240, Ciomas, Bogor 16610. Telp. (0251) 8638987, E-mail: [email protected]

  • 38 Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak

    (blender), sentrifus, freezer dryer, dan pipet. Sebagai ilustrasidapat dilihat perkembangan ulat grayak (Gambar 1) danbeberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahanpestisida nabati (Gambar 2).

    Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan ran-cangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor.Faktor A adalah jenis pelarut yang terdiri atas dua faktor,yaitu pelarut air dan metanol, dan faktor B adalah jenisekstrak nabati yang terdiri atas delapan faktor, yaitu: (1)ekstrak biji sirsak (BSr), (2) ekstrak daun sirsak (DSr), (3)ekstrak daun babadotan (DBd), (4) ekstrak bunga babadotan(BBd), (5) ekstrak biji saga (BSg), (6) ekstrak daun sembung

    (DSb), (7) ekstrak daun melinjo (DMl), dan (8) kontrol (K).Percobaan diulang tiga kali.

    Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanoldan air serta aplikasinya dilakukan dengan cara sebagai ber-ikut:

    Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanol.Bahan nabati segar sebanyak 25 g dicincang kemudiandiekstrak dengan pelarut metanol p.a sebanyak 100 mlselama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan mengguna-kan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menitdengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan meng-gunakan freezer dryer hingga volume 1 ml. Larutantersebut kemudian diencerkan menggunakan akuadesmenjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siapdigunakan untuk perlakuan.

    Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut air.Bahan nabati segar sebanyak 100 g dicincang kemudiandiekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3.Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus danselanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.

    Aplikasi ekstrak bahan nabati. Daun tanaman kedelaiyang berumur 28-35 HST sebanyak dua pucuk dicelup kedalam ekstrak bahan nabati sesuai perlakuan selama 30detik. Setelah itu, daun dikeringanginkan dan ditimbang,kemudian dimasukkan ke dalam kotak plastik berukuran14 cm x 14 cm x 5 cm. Selanjutnya daun diinfestasi denganlarva ulat grayak instar 3 sebanyak 10 ekor, lalu kotakplastik ditutup dan diberi ventilasi dengan kain kasa.Keesokan harinya daun tersebut ditimbang, kemudiandiganti dengan daun baru yang sudah ditimbang, begituseterusnya sampai 7 hari setelah aplikasi (HSA). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali.

    Parameter yang diamati adalah tingkat palatabilitas ulatgrayak yang diamati berdasarkan tingkat penurunan per-sentase aktivitas makan, bobot pakan (daun kedelai) yanghabis dimakan serangga uji pada periode 1-7 HSA.

    Persentase penurunan aktivitas makan dihitung denganrumus sebagai berikut (Prijono 1988):

    TP = 1 - () x 100%

    C

    di mana:P = persentase penurunan aktivitas makanT = bobot pakan yang dimakan dari perlakuanC = bobot pakan yang dimakan dari kontrol

    Gambar 1. Perkembangan ulat grayak; (a) kelompok telur, (b) larvainstar IV, (c) larva instrar VI, (d) pupa, dan (e) imago,laboratorium BB Biogen, Bogor, 2006

    Gambar 2. Beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagaibahan pestisida nabati, laboratorium BB Biogen,Bogor, 2006

  • Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak 39

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil pengamatan pengaruh aplikasi bahan nabati terhadappalatabilitas ulat grayak disajikan pada Tabel 1. Pada peng-amatan hari pertama setelah aplikasi (1 HSA), palatabilitaslarva ulat grayak dari semua perlakuan tidak berbeda nyatadengan kontrol. Larva ulat grayak yang palatabilitasnyaterendah terdapat pada perlakuan BSr-M. Hal ini menunjuk-kan bahwa aplikasi bahan nabati belum berpengaruh ter-hadap palatabilitas ulat grayak.

    Pada pengamatan 2 HSA, semua perlakuan menunjukkanpenurunan palatabilitas ulat grayak, dengan palatabilitasterendah pada perlakuan DSr-M. Hal ini menunjukkan bahwaaplikasi ekstrak bahan nabati selain berpengaruh terhadapmortalitas juga mempengaruhi palatabilitas larva ulat grayak.Pada 3 HSA, palatabilitas larva ulat grayak pada hampirsemua perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol,palatabilitas terendah pada perlakuan DBd-M. Hal inimenunjukkan bahwa ekstrak biji sirsak, bunga babadotan,dan daun babadotan dapat menghambat palatabilitas larvaulat grayak atau bersifat anti-feedant (Tabel 1).

    Pengamatan pada 4-7 HSA, palatabilitas ulat grayakpada perlakuan bahan nabati yang diekstrak menggunakanpelarut metanol lebih rendah dibandingkan dengan yangdiekstrak menggunakan air. Hal ini menunjukkan bahwapelarut metanol lebih baik dalam menarik senyawa kimia yang

    bersifat anti-feedant terhadap ulat grayak dibandingkandengan pelarut air.

    Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot pakan yang habisdimakan ulat grayak selama 7 hari pada semua perlakuan, baikyang diekstrak menggunakan pelarut metanol maupun airberbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan BSr-M,palatabilitas S. litura terendah dengan bobot pakan yanghabis 1,133 g/ekor/7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa semuabahan nabati diduga mengandung senyawa kimia yangbersifat penghambat palatabilitas ulat grayak.

    Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan bahan nabatiyang diekstrak menggunakan pelarut metanol berbeda nyatadengan pelarut air dengan penurunan aktivitas makan ulatgrayak rata-rata masing-masing 41,30% dan 18,30%. Hal ini

    Tabel 1. Rata-rata bobot pakan yang diberi perlakuan beberapapestisida nabati yang habis dimakan ulat grayak(Spodoptera litura) pada 1-7 hari setelah aplikasi (HSA),laboratorium BB Biogen, Bogor, 2006

    PerlakuanPakan yang habis (g/ekor)

    1 2 3 4 5 6 7

    BSr-A 0,227 0,103 0,137 0,140 0,253 0,417 0,370DSr-A 0,213 0,087 0,207 0,330 0,307 0,420 0,353DBd-A 0,233 0,100 0,187 0,283 0,313 0,337 0,450BBd-A 0,200 0,093 0,160 0,290 0,287 0,477 0,410BSg-A 0,193 0,097 0,193 0,293 0,303 0,350 0,437DSb-A 0,203 0,090 0,187 0,307 0,317 0,353 0,410DMl-A 0,200 0,110 0,180 0,233 0,273 0,347 0,513BSr-M 0,133 0,087 0,180 0,167 0,203 0,175 0,185DSr-M 0,147 0,053 0,207 0,230 0,223 0,253 0,183DBd-M 0,180 0,077 0,120 0,120 0,197 0,280 0,240BBd-M 0,193 0,087 0,250 0,183 0,243 0,213 0,257BSg-M 0,157 0,067 0,203 0,170 0,190 0,205 0,205DSb-M 0,203 0,070 0,247 0,227 0,270 0,253 0,210DMl-M 0,210 0,083 0,257 0,163 0,240 0,243 0,303K 0,233 0,247 0,247 0,277 0,423 0,353 0,477

    BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bungababadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K= kontrol, A = pelarut air, M = pelarut metanol

    Tabel 2. Rata-rata total bobot pakan yang diberi perlakuanbeberapa pestisida nabati yang habis dimakan larva ulatgrayak (Spodoptera litura) selama 7 hari, laboratorium BBBiogen, Bogor, 2006

    PerlakuanBobot pakan yang habis (g/ekor/7 hari)

    Air Metanol

    BSr 1,647 1,133DSr 1,917 1,317DBd 1,903 1,213BBd 1,887 1,427BSg 1,847 1,200DSb 1,867 1,480DMl 1,857 1,500K 2,257 2,257

    BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bungababadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K= kontrol

    Tabel 3. Persentase penurunan aktivitas makan ulat grayak(Spodoptera litura) pada beberapa jenis pakan yang diberiperlakuan pestisida nabati, laboratorium BB Biogen,Bogor, 2006

    PerlakuanPenurunan aktivitas makan (%)

    Air Metanol

    BSr 27,0 49,8DSr 15,1 41,6DBd 16,7 46,3BBd 16,4 36,8BSg 18,2 46,8DSb 17,3 34,4DMl 17,7 33,5K 0,0 0,0

    Rata-rata 18,3 41,3

    BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bungababadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K= kontrol

  • 40 Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak

    menunjukkan bahwa pelarut metanol lebih baik dalam menariksenyawa kimia yang bersifat anti-feedant terhadap ulatgrayak dibandingkan dengan pelarut air.

    Perlakuan BSr-M dapat menurunkan aktivitas makanulat grayak sebesar 49,80%, diikuti oleh BSg-M dan DBd-Mberturut-turut 46,80% dan 46,30% dibandingkan dengankontrol (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan BSr-M, selain menyebabkan kematian ulat grayak tertinggi, jugaberpengaruh negatif terhadap palatabilitasnya atau bersifatanti-feedant. Hal ini sesuai dengan pendapat Maryani (1995)yang mengemukakan bahwa biji sirsak mengandung senyawabioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal dan anti-feedant. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Kardinan(2002) yang menyatakan bahwa buah mentah, biji, daun, danakar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang selaindapat berperan sebagai insektisida dan larvasida juga dapatberfungsi sebagai penolak serangga dan anti-feedant.Perlakuan DSr-M cenderung bersifat sebagai penghambatmakan (anti- feedant).

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Biji sirsak dapat menurunkan palatabilitas ulat grayaktertinggi, yaitu 49,80%. Pelarut yang baik untuk mengekstrakbahan nabati adalah metanol dengan penurunan aktivitasmakan rata-rata 41,30%. Untuk memudahkan dalam penyedia-an bahan baku sebaiknya digunakan daun babadotan danperlu ada penelitian lanjutan mengenai dosis yang efektif danefisien dari bahan nabati terbaik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Heviandri, R. 1989. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Melinjo(Gnetum gnemon L.) pada Kangkung terhadap PerkembanganLarva Spodoptera litura F. Skripsi Fakultas Pertanian InstitutPertanian Bogor, Bogor.

    Iskandar, M. dan A. Kardinan. 1995. Manfaat biji saga (Abrusprecatorius L.) sebagai bahan pengendali hama yang ber-wawasan lingkungan. Prosiding Seminar Peranan MIPA dalamMenunjang Pengembangan Industri dan Pengelolaan Lingkungan.Universitas Pakuan, Bogor.

    Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan aplikasi. Cetakanke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 hlm.

    Kardinan, A. dan M. Iskandar. 1997. Pengaruh beberapa jenisekstrak tanaman sebagai moluskisida nabati terhadap keongmas, Pomacea canaliculata. Jurnal Perlindungan TanamanIndonesia II(2): 86-92.

    Kardono, L.B.S., N. Artanti, I.D. Dewiyanti, and T. Basuki. 2003.Selected Indonesian medicinal plants. Monographs andDescriptions. Vol. 1. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.hlm. 42-55.

    Kasryno, F., H. Delima, Darmawan, I W. Rusastra, Erwidodo, danC.A. Rasahan. 1985. Pemasaran Kedelai di Indonesia. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 60 hlm.

    Maryani, I. 1995. Toksisitas Ekstrak Kasar Biji Sirsak (Annonamuricata Linn.) dan Daun Saliara (Lantana camara Linn.)secara Tunggal Maupun Campurannya terhadap Larva Spodop-tera exigua Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) pada TanamanBawang Merah (Allium ascalonicum Linn.) di Laboratorium.Tesis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.

    Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hayati Terpadu dan Implementasi-nya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.255 hlm.

    Prijono, D. 1988. Pengujian Insektisida: Penuntun praktikum.Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor, Bogor. 144 hlm.

    Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. Ekonomi kedelai diIndonesia. hlm. 1-27. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono,Hermanto, dan H. Kasim (Ed.). Kedelai: Teknik, Produksi, danPengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan TanamanPangan, Bogor.

    Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya.Buletin Teknik No. 6. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan, Bogor. 53 hlm.