budha dan carvaka
TRANSCRIPT
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Di India ada Sembilan aliran filsafat yang semuanya memiliki konsep yang berbeda
dalam mencapai tujuan akhir. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah kelepasan atau
kebahagiaan yang tertinggi. Kesembilan aliran filsafat itu dibagi atas dua kelompok yaitu
Astika dan Nastika.
Kelompok Astika adalah kelompok filsafat yang mengakui kewenangan atau otoritas
dari Veda. Sedangkan kelompok Nastika adalah kelompok filsafat yang tidak mengakui
kewenangan atau otoritas Veda. Kelompok Astika sering pula disebut kelompok orthodok
dan theis, maka dalam hubungannya dengan agama Hindu kelompok Astika diakui sebagai
ajaran filsafat Hindu. Akan tetapi, kelompok Nastika atau yang sering disebut dengan
kelompok heterodoks dan atheis karena tidak mengakui kewenangan Veda, maka
kelompok ini tidak termasuk kedalam sebutan filsafat Hindu.
Kelompok filsafat Nastika ini terdiri dari filsafat Carwaka, Budha dan Jaina.
Meskipun tergolong satu kelompok, namun ketiga aliran filsafat ini memiliki pandangan
yang berbeda – beda dalam ajarannya, ada yang saling sejalan dan ada pula yang
bertentangan. Suatu contoh misalnya filsafat Carwaka dan Budha terdapat pandangan –
pandangan yang sejalan antara kedua filsafat ini, yaitu sama – sama atheis dan heterodoks.
Akan tetapi juga terdapat ajaran – ajaran yang saling bertentangan antara kedua filsafat ini,
yaitu filsafat Carwaka menyatakan bahwa tujuan tertinggi hidup adalah kenikmatan
indrawi atau dapat dikatakan bersifat materialistis. Sedangkan filsafat Budha justru
sebaliknya, yaitu menyatakan bahwa tujuan tertinggi hidup adalah lepas dari penderitaan
(dukkha) sehingga dapat mencapai Nirvana atau kelepasan. Filsafat Budha melepaskan diri
dari keterikatan atau hal – hal yang berbau materi.
Melihat adanya perbedaan dan persamaan antara ajaran yang terdapat didalam filsafat
Carwaka dan Budha, maka dirasa perlu untuk mencari atau mengkaji perbandingan antara
filsafat Carwaka dan Budha, agar lebih mudah dipahami dan nantinya bermanfaat oleh
semua pihak didalam menjalani kehidupan sehari – hari, karena kita harus pintar didalam
memilih ajaran dari filsafat mana yang perlu untuk dijadikan pedoman didalam menjalani
kehidupan agar nantinya kehidupan yang bahagia secara kekal bisa kita dapatkan.
1
2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tadi,maka kami dapat merumuskan beberapa permasalahan terkait
dengan judul paper ini yaitu “ Perbandingan antara Filsafat Budha dengan Filsafat
Carvaka“. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Filsafat secara umum?
2. Bagaimanakah ajaran- ajaran yang terkandung didalam Filsafat Budha ?
3. Bagaimanakah ajaran – ajaran yang terkandung didalam Filsafat Carwaka ?
4. Bagaimana perbandingan antara Filsafat Budha dengan Filsafat Carwaka ?
3. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka adapun tujuan penulisan paper ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat secara umum.
2. Untuk mengetahui ajaran – ajaran yang terkandung didalam Filsafat Budha.
3. Untuk mengetahui ajaran – ajaran yang terkandung didalam Filsafat Carwaka.
4. Untuk mengetahui perbandingan antara Filsafat Budha dengan Filsafat Carwaka.
5. Untuk menyelesaikan atau memenuhi tugas dari mata kuliah Darsana III.
6. Melatih kemampuan dalam membuat karya ilmiah yang berupa paper.
2
4. PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani ”philosophia”, Philia
artinya cinta dan Sophia artinya ilmu atau kebijaksanaan, hikmah, kepandaian ilmu.
Filsafat atau philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu..
Seiring perkembangan zaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti
”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis, “philosophy”
dalam bahasa Inggris, “philosophia” dalam bahasa Latin, dan “falsafah” dalam bahasa
Arab.
Karena luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka banyak di antara para
filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Berikut adalah pengertian filsafat
dari beberapa ahli :
Menurut Plato ( 428 -348 SM ), Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala
yang ada.
Menurut Aristoteles ( (384 – 322 SM), ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran
yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. ( I Ketut Madja, 2010 : 5 )
Lewis White Beck mendifinisikan filsafat sebagai suatu usaha untuk memikirkan hal-
hal sampai tuntas ( a persistent attempt to think things through ). (I Ketut Madja, 2010
: 4).
Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43SM) , mengemukakan bahwa ilsafat adalah
pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
Dr. M. J. Langeveld, mengungkapkan Pengertian Filsafat sebagai ilmu kesatuan yang
terdiri atas tiga lingkungan masalah, ” lingkungan masalah keadaan (metafisika
manusia, alam dan seterusnya)’’, ” lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran,
teori pengetahuan, logika)’’, ” lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika
yang bernilai berdasarkan religi)’’ . (pakguruonline.pendidikan.net)
Menurut Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ), filsafat adalah ilmu dari ilmu-ilmu ,
yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang
atau jenis kenyataan. Filsafat mengkaji seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan. (pakguruonline.pendidikan.net)
3
Menurut Sidi Gazalba, Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk
kebenaran , tentang segala sesuatu yang dimasalahkan, dengan berpikir radikal,
sistematik dan universal. (pakguruonline.pendidikan.net)
Menurut Prof. Dr. Ismaun, M.Pd , Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan
manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis
sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan
menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan dan kearifan atau kebenaran yang
sejati). (blogspot.com)
Menurut E. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir barat,
mengatakan, filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup
di dalamnya empat persoalan, yaitu, ” apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh
metafisika) ” apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika) ” sampai di
manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi). (blogspot.com)
Menurut F. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal. (wordpress.com)
Menurut Notonegoro, Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut
intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
(wordpress.com)
Selain itu masih banyak pengertian filsafat- filsafat lainnya seperti berikut :
Filsafat merupakan pengetahuan dari segala sesuatu, tentang sebab yang sedalam-
dalamnya, tercapai dengan budi.
Filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak
dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar
jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau
mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakekat sarwa yang ada, yaitu:
” hakekat Tuhan, ” hakekat alam semesta, dan ” hakekat manusia, serta sikap manusia
sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu
sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.
4
Dari beberapa definisi di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu
yang mengkaji tentang suatu hal secara mendetail atau mendalam dan juga sistematis
untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki.
Ada banyak jenis filsafat yang kita kenal namun dalam hal ini yang akan dibahas
lebih mendetail dalam makalah ini adalah tentang filsafat India khususnya filsafat
carvaka dan filsafat budha. Filsafat India tidak mengajarkan seseorang untuk menguasai
alam, tetapi untuk berteman dengannya. Filsafat India mendidik seseorang agar
mempunyai kearifan lokal dalam menelaah permasalahan hidup. Filsafat India berpangkal
pada keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara manusia dan alam, harmoni
antara individu dan kosmos. Harmoni ini harus disadari supaya dunia tidak dialami
sebagai tempat keterasingan, sebagai penjara. Seseorang di India harus belajar bahwa ia
karib dengan semua benda, dengan dunia sekelilingnya, bahwa ia harus menyambut air
yang mengalir dalam sungai, tanah subur yang memberi makanan, dan matahari yang
terbit.
Filsafat adalah intisari dari agama, yang menyatakan prinsip – prinsip dasar atau
ajaran – ajaran yang fundamental, tujuan dan cara pencapainnya ( Sri Swami Sivananda,
2003 : 158 ).
Filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian integral
dari agama. Filsafat juga merupakan pencarian rasional kedalam sifat Kebenaran atau
Realitas, yang juga memberikan pemecahan yang jelas dalam mengemukakan
permasalahan – permasalahan yang lembut dari kehidupan ini, dimana ia juga
menunjukkan jalan untuk mendapatkan pembebasan abadi dari penderitaan akibat
kelahiran dan kematian.
Filsafat bermula dari keperluan praktis umat manusia yang menginginkan untuk
mengetahui masalah – masalah transendental ketika ia berada dalam perenungan tentang
hakekat kehidupan itu sendiri. Ada dorongan dalam dirinya untuk mengetahui rahasia
kematian, rahasia kekekalan, sifat dari jiva ( roh, sang pencipta alam semesta ini. Dalam
hal ini filsafat dapat membantu untuk mengetahui semua permasalahan ini, karena filsafat
merupakan ekspresi diri dari pertumbuhan jiwa manusia, sedangkan para filsuf merupakan
wujud lahiriahnya (I Wayan Maswinara,1998 :1- 2).
5
Istilah filsafat untuk pertama kalinya dipakai oleh Phytagoras (582 -496 SM),
dimana dalam bahasa Yunani, Philosophia artinya cinta kebijaksanaan, dan dalam
kepustakaan Veda dikenal dengan nama Darsana ( I Wayan Maswinara 1998 : 2).
4.2 Filsafat Budha
Pada mulanya kata Budha diberikan kepada Sidharta yang karena
kesempurnaannya. Namun kemudian kata Budha dipakai untuk menyatakan ajarannya
atau aliran filsafatnya. Dan dalam perkembangan selanjutnya ajaran Budha berkembang
menjadi suatu agama yang dianut oleh jutaan umat manusia didunia. Oleh karena itulah
maka sebutan Budha dipakai untuk menyatakan Sidharta sebagai tokoh filsafat, agama dan
sekaligus untuk menyatakan ajarannya itu sendiri ( I Gede Sura, 1984 : 105 ).
Kata Budha berasal dari akar kata “Budh” atau “ sadar”, menunjuk pada
seseorang yang telah sadar akan Kebenaran Sejati, adalah gelar yang diberikan kepada
Gautama Sakyamuni, yang mengajarkan doktrin – doktrin agama Budha ( Yayasan
Penerbit Karaniya, 1995 : 37 ). Untuk lebih memahami tentang filsafat Budha, maka akan
dibahas beberapa hal dibawah ini yaitu :
1. Riwayat Hidup Budha Gautama
Pangeran Sidharta dilahirkan sekitar 2500 – 2600 tahun yang lalu, dan umumnya
dianggap pada tahun 563 SM, atau kira – kira pada saat yang sama ketika orang
Babylon menangkapi bangsa Yahudi ( jaman Nebukadnezar ). Orang tua Beliau adalah
Raja Suddhodana dari suku Sakya ( daerah kekuasaan Sakya terletak pada perbatasan
Nepal sekarang ) dan Ratu Mahamaya. Secara singkat, kejadian – kejadian penting
dalam kehidupannya adalah sebagai berikut :
Ketika Mahamaya mengetahui bahwa saat melahirkan hamper tiba, ia pergi ke
Devadaha ( tempat tinggal ayahnya, dekat Kapilavastu, ibukota kerajaan Sakya ) dan
calon Budha itupun dilahirkan di Taman Lumbini. Bayi itu diberi nama Sidharta yang
artinya Pencapaian Sempurna. Gautama adalah nama keluarganya, dan Sakyamuni
atau “ Yang Suci dari Sakya “ adalah gelar yang diberikan kepadanya setelah mencapai
Penerangan Sempurna.
Beliau kemudian diramalkan akan menjadi seorang penguasa dunia atau akan
menjadi orang suci dan guru agung spiritual. Secara wajar, ayah Beliau mengharapkan
6
agar yang terjadi pada anaknya adalah ramalan yang pertama, yaitu menjadi penguasa
dunia.
Singkat cerita, diceritakan bahwa pangeran menjadi bosan oleh kesenangan dalam
kehidupan istana yang tiada henti – hentinya, yang sengaja diadakan oleh ayahnya
untuk memisahkannya dengan kehidupan nyata yang menyedihkan di luar tembok
istana. Tujuannya adalah menjadikan Sang Pangeran sebagai pewaris takhta seperti
yang diinginkan oleh ayahanda raja.
Dalam perjalanannya keluar istana, Pangeran untuk pertama kalinya melihat
kesedihan, derita sakit, dan kematian, yang terdapat dalam dunia di luar istana.
Akhirnya Beliau meninggalkan segala miliknya pada usia dua puluh sembilan tahun
dan diam – diam mengucapkan selamat tinggal kepada isteri dan anaknya ketika
mereka tertidur. Beliau pergi ke hutan untuk menemukan Penerangan Sempurna dan
penangkal kesedihan dunia.
Dan akhirnya ketika bermeditasi dibawah pohon Bodhi di Bodhgaya (India
Utara), Pangeran mencapai Penerangan Sempurna setelah enam tahun mencari – cari
tanpa hasil dengan penyiksaan diri yang tak berguna. Maka Beliaupun menjadi Budha,
Yang Sadar Sepenuhnya, dan ajaran- Nya bertahan selama lebih dari dua puluh lima
abad hingga kini dengan jumlah pengikut yang tak terhitung.
Sang Budha mengajarkan Dharma selama empat puluh lima tahun. Beliau wafat
dan mencapai parinirvana di Kusinagara pada tahun 483 SM (dalam usia delapan
puluh tahun ), setelah membawakan perdamaian dan Penerangan Sempurna kepada
semua orang yang sungguh – sungguh mengikuti –Nya.Pada saat menjelang wafat,
murid – murid bahkan binatang – binatang di hutan berkumpul mengelilingi-Nya
(Yayasan Penerbit Karaniya,1995 : 39 – 41 ).
2. Ajaran Budha
Secara keseluruhan filsafat Budha menguraikan dua hal pokok yaitu keadaan di
alam fana dan keadaan di alam akhirat. Yang mana kedua alam itu akan selalu dialami
oleh manusia ( tabiat manusia ).
a. Dharma ( Dhamma )
Dharma adalah doktrin ( ajaran pokok ) Budha. Inti ajaran pokok Budha
disebut Aryasatyani ( Catvari Aryasatyani ) yaitu Empat Kebenaran yang Mulia
yang diajarkan pertama kali oleh Budha di Banares ( I Gede Sura, 1984 : 111).
7
Empat Kebenaran Mulia atau Empat Kebenaran Utama inilah isi dari penerangan
yang diterima Gautama ketika bersemedi di bawah pohon Bodhi.
Cattari Ariya Saccani terdiri dari tiga kata yaitu Cattari artinya empat, Ariya
artinya Mulia, sedangkan Saccani artinya Kebenaran atau Kesunyataan. Jadi
Cattari Ariya Saccani artinya Empat Kebenaran Mulia ( Tim Penyusun, 1999 : 5).
Empat Kebenaran Mulia atau Cattari Ariya Saccani ( Catur Arya Satyani ) terdiri
dari Kebenaran Mulia tentang :
a. Dukkha Ariyasacca ( Kebenaran Mulia tentang Dukha )
Kata dukkha berasal dari akar kata “ du” artinya tak menyenangkan,
sulit dipertahankan, sulit dipikul, dan “ kha “ yang artinya kosong. Dengan
demikian secara harfiah , dukkha artinya sesuatu kosong dan tidak
menyenangkan atau sulit dipertahankan. Tetapi banyak penulis Buddhis yang
menerjemahkan “dukkha “ sebagai penderitaan, sehingga banyak orang
berpendapat bahwa ajaran Budha adalah ajaran yang pesimis (Tim Penyusun,
1999 : 11). Padahal kata dukkha mempunyai pengertian filosofis yang
mendalam dan mencakup bidang yang amat luas. Karena segala sesuatu itu
tidak kekal, maka segala sesuatu itu dukkha. Jadi dukkha yang dimaksud dalam
hal ini adalah kelahiran, usia tua, kesakitan, keluh kesah, ratap tangis,
kesedihan, putus asa, berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang
tidak disenangi, dan tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha.
Dukkha adalah kebenaran yang tak dapat dibantah. Inilah fakta kehidupan.
Namun walaupun hidup ini diliputi dengan penderitaan, bukan berarti
kebahagiaan tidak pernah kita alami. Kebahagiaan tetap dapat kita nikmati.
Namun kebahagiaan – kebahagiaan itu terjadinya dengan berbagai macam
syarat, selalu berubah – ubah dan tidak kekal. Kebahagiaan yang tidak dapat
dipertahankan seperti ini, karena pasti akan berubah digolongkan kedalam
dukkha . Dukkha bukan berarti merupakan penderitaan dalam arti kata umum,
akan tetapi segala sesuatu yang tidak kekal adalah dukkha.
b. Dukkhasamudaya Ariyasacca ( Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Dukha)
Kesunyataan mulia tentang sebab munculnya dukkha ( dukkha
samudaya ariyasacca ) didefinisikan sebagai dukkha disebabkan oleh Tanha
(kehausan atau nafsu keinginan yang tak habis – habisnya yang menghasilkan
8
kelangsungan kembali atau kelahiran berulang – ulang kali ( Tim Penyusun,
1999 : 22 ). Kecendrungan Tanha adalah menginginkan sesuatu, setelah
sesuatu ini didapat, maka keinginan baru muncul. Bilamana keinginan baru ini
telah dipenuhi, selanjutnya keinginan lain muncul lagi. Begitu seterusnya,
keinginan kita bermunculan. Tanha dikatakan dapat mengakibatkan kelahiran
berulang – ulang karena pada dasarnya kita berusaha untuk memuaskan
kehausan atau keinginan kita, maka banyak sekali kita melakukan perbuatan
baik atau perbuatan buruk. Karena adanya karma kita, maka kita mendapatkan
akibatnya atau buahnya. Ketika kita menerima akibat atau buah dari karma itu,
kita pun melakukan perbuatan baik dan perbuatan buruk baru.
Bilamana kita tidak berusaha dan tidak berhasil menghentikan dukkha
dalam hidup ini, ini berarti bahwa arus karma akan berlangsung terus. Sehingga
ketika kita meninggal dunia, ini bukan berarti proses kehidupan kita telah
terhenti. Kematian hanya merupakan titik awal dari kelahiran kembali.
Macam - macam Tanha ( kehausan atau nafsu keinginan yang tak
habis – habisnya ) dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Kama Tanha
Kama Tanha berasal dari kata ‘kama’ artinya nafsu indera. Sedangkan
tanha artinya keinginan. Jadi Kama Tanha adalah keinginan nafsu indera
atau kehausan pemuasan keinginan nafsu indera. Hal ini terjadi karena
keinginan kita yang tak pernah berhenti untuk memuaskan nafsu melalui
semua indera – indera kita, yaitu mata untuk melihat yang indah, cantik,
ganteng, menarik, menyenangkan atau pergi melihat tontonan – tontonan.
Telinga untuk mendengarkan suara atau bunyi – bunyian yang
menyenangkan, merdu, atau mendengar musik. Hidung untuk membaui
aroma yang harum dan semua bau yang disukai, seperti wangi – wangian.
Lidah untuk mengecap segala makanan dan minuman yang rasanya enak,
sesuai dengan selera. Tubuh ( permukaan badan ) untuk merasakan
sentuhan – sentuhan yang menyenangkan, seperti belaian, usapan. Pikiran
untuk memikirkan ide – ide yang menyenangkan, seperti menghayal,
membayangkan impian, cita – cita, atau ide apapun yang disukai ( Tim
Penyusun, 1999 : 30 ).
Pemuasan nafsu indera inilah yang mengikat atau membelenggu
manusia untuk selalu berusaha memenuhinya dengan cara melakukan
9
perbuatan – perbuatan apa saja demi keberhasilan. Perbuatan – perbuatan
ini sebagai karma – karma yang akan menyebabkan pahala maupun akibat
tidak menyenangkan. Karma – karma ini bila belum berhasil pada
kehidupan sekarang akan menyebabkan kelangsungan kehidupan pada
kelahiran yang akan datang dan pada kehidupan yang akan datang kita akan
berbuat lagi sehingga proses berlanjut terus hingga pada kehidupan –
kehidupan yang akan datang pula.
2) Bhava Tanha
Bhava Tanha berasal dari kata ‘ bhava’ yang artinya menjadi dan
‘tanha’ artinya keinginan. Jadi Bhava Tanha adalah keinginan untuk
menjadi atau hidup. Keinginan ini didasarkan pada pandangan tentang
adanya jiwa yang kekal, dengan pengertian bahwa setelah kita mati akan
terlahir kembali dengan jiwa yang sama. Jiwa ini akan tetap ada selamanya.
Pandangan ini disebut sebagai pandangan kekekalan ( Attavada ). Bhava
Tanha berkaitan erat dengan Kama Tanha ( Tim Penyusun, 1999 : 31 ).
3) Vibhava Tanha
Vibhava Tanha berasal dari kata ‘ Vibhava ‘ yang artinya tidak
menjadi dan ‘ Tanha ‘ artinya keinginan. Jadi Vibhava Tanha adalah
keinginan untuk tidak menjadi atau tidak hidup lagi. Dengan kata lain
Vibhava Tanha adalah keinginan untuk memusnahkan diri ( Tim Penyusun,
1999 : 32 ).
Keinginan ini muncul karena seseorang selalu menderita dalam
hidupnya. Ia melihat kehidupan ini dengan pandangan pesimis, karena yang
dialaminya semua membuat ia kecewa, putus asa, kesakitan, tidak puas dan
menderita. Juga ia berpendapat bahwa semua masalah dapat diselesaikan
dengan kematian.
Hal tersebut pada dasarnya bertentangan dengan ajaran Budha
Dharma. Dalam menghadapi penderitaan, kesabaran dan meditasi akan
sangat menolong. Sedangkan usaha memperpendek hidup sebenarnya tidak
mengakhiri penderitaan, karena kehidupan masih akan berlanjut dalam
bentuk lain pada kelahiran – kelahiran mendatang.
10
Kemudian muncul dan berkembangnya Tanha karena kesalahan kita
sendiri, yaitu karena kita dikuasai oleh kebodohan ( Avijja atau Avidya ). Jadi
dasar dari perlangsungan hidup ini adalah avidya.
Avidya berarti ketidaktahuan atau kegelapan bathin. Dalam
Paticcasamuppada, avidya merupakan pangkal dari kelahiran kembali.
Ketidaktahuan atau kegelapan bathin yang menyebabkan kita tidak dapat
melihat kebenaran hakiki yang sesuai dengan kesunyataan. Karena keadaan kita
seperti itu, maka akibatnya kita selalu berada didalam lingkaran roda samsara
atau lingkarang kehidupan – kematian yang terus menerus tanpa putus. Pada
dasarnya hamper semua kehidupan kita diliputi oleh Tanha, sedangkan yang
mendasari Tanha adalah Avidya ( Tim Penyusun, 1999 : 29 ).
Dalam Dhammasangani 1061, yang dimaksudkan dengan avidya
adalah :
1) Ketidaktahuan mengenai penderitaan.
2) Ketidaktahuan mengenai sebab penderitaan.
3) Ketidaktahuan mengenai akhir penderitaan.
4) Ketidaktahuan mengenai jalan yang menuju pada akhir penderitaan.
5) Ketidaktahuan mengenai masa lampau.
6) Ketidaktahuan mengenai masa yang akan datang.
7) Ketidaktahuan mengenai masa lampau dan yang akan datang.
8) Ketidaktahuan mengenai Hukum Sebab Akibat yang saling bergantungan.
Jadi, Kesunyataan Mulia tentang sebab munculnya dukkha disebabkan
oleh Tanha, kemudian muncul dan berkembangnya Tanha ini terjadi karena
kita dikuasai oleh kebodohan (avidya ). Selain itu juga dipengaruhi oleh Moha.
Moha berarti kebodohan, kegelapan, atau kurang pengertian. Moha
disebut juga sebagai avidya ( ketidaktahuan ), annana ( tidak berpengetahuan ),
adassana ( tidak melihat ). Moha adalah kesadaran yang berakar atau diliputi
kebodohan, kegelapan, ketidaktahuan, atau kesadaran yang tidak mampu untuk
mengetahui sesuatu dengan sewajarnya. Sebab yang menimbulkan moha
adalah mempertimbangkan sesuatu itu dengan tidak sewajarnya, atau
mempertimbangkan sesuatu itu tidak secara rinci sehingga tidak dapat mengerti
suatu keadaan sebagaimana apa adanya (fakta). Moha adalah kebodohan atau
ketidaktahuan untuk membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang
benar dan apa yang salah.
11
Disisi lain, ada wujud penderitaan yang disebabkan oleh kehausan
atau keinginan yang disebut dengan Penderitaan Rantai Bermata Dua Belas
(Pratitya Samutpada atau Paticcasamuppada ) yang terdiri dari :
1) Janamarana ( umur tua dan mati ) disebabkan karena jati.
2) Jati (lahir kembali) disebabkan karena bhawa.
3) Bhawa (keadaan hidup yang lampau) disebabkan karena upadana.
4) Upadana (kelekatan) disebabkan oleh Tanha.
5) Tanha (kehausan) disebabkan oleh wedana.
6) Wedana (emosi) rasa atau renjana disebabkan oleh phassa.
7) Phassa (sentuhan atau kesan pengamatan) disebabkan oleh ayatana.
8) Ayatana (indria dengan sasarannya) disebabkan karena nama- rupa.
9) Nama – rupa ( rokh dan benda) disebabkan oleh winnana.
10) Winnana (kesadaran ) disebabkan oleh karma.
11) Sankhara (karma) bergantung kepada avijja (ketidaktahuan), ( I Gede Sura,
1984 :112 – 113).
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa rantai sebab akibat
penderitaan berpangkal atau bersumber pada Avijja (avidya) yaitu
ketidaktahuan.
Ketidaktahuan dalam hal ini adalah ketidaktahuan yang kosmis yakni
ketidaktahuan tentang hakekat kebenaran alam ini yang meliputi :
a. Alam semesta ini penuh penderitaan (dukkha).
b. Alam semesta ini fana (anicca), alam ini fana dalam arti bahwa tiada
sesuatu yang kekal kecuali pergantian dan aliran sumber hidup (tenaga
hidup yang kekal). Keadaan makhluk di dunia termasuk alamnya tidak
kekal. Ibarat nyala api yang senantiasa memancarkan sinarnya bukanlah
statis, melainkan nyala api yang terlihat itu adalah rangkaian dari nyala api
yang selalu berganti. Jadi pergantianlah yang selalu ada (kekal).
c. Tiada jiwa di alam ini, di alam semesta ini tiadalah sesuatu jiwa makhluk
khususnya manusia tidak berjiwa melainkan manusia itu terdiri dari dua
unsur yaitu :
1. Nama yaitu tabiat manusianya sebagai unsure rokhani yang meliputi
kesdaran, hati, dan budhi.
12
2. Rupa merupakan unsur lahiriah yang tampak pada manusia terdiri dari
empat unsur pokok yakni : angin, api, air dan bumi.
Atau dapat pula dikatakan bahwa manusia itu terdiri dari lima unsur
( Panca Khanda) yaitu :
1. Rupa yaitu tubuh atau badan kasar.
2. Wedana yaitu perasaan.
3. Samjna yaitu pengamatan.
4. Samskara yaitu unsur yang kompleks yang dapat menyusun hasil
pengamatan.
5. Wijnana yaitu kesadaran.
Atas dasar uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa wedana,
samjna, samkara, dan wijnana termasuk unsur nama.
c. Dukkhanirodha Ariyasacca ( Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Dukha )
Untuk melenyapkan dukkha secara total, kita harus menyingkirkan
akar dukkha yaitu Tanha. Maksudnya bahwa penderitaan atau kesengsaraan itu
dapat dihilangkan dengan jalan menghapuskan nafsu keinginan secara
sempurna dan bukan sekedar mengendalikan melainkan keinginan itu
dipisahkan dari diri sendiri. Jadi bila manusia bebas dari keinginan maka
lenyaplah pula derita itu,
Dukkha disebabkan oleh tanha dan tanha akan terhenti oleh panna
(kebijaksanaan). Tanha dan panna kedua – duanya terdapat di dalam Lima
Khanda (Tim Penyusun, 1999 : 40). Jadi kita dapat menarik kesimpulan bahwa
bibit atau kekuatan yang menimbulkan dan yang kemudian hal tersebut juga
dapat menghentikannya, kedua – duanya ada didalam Lima Khanda (makhluk).
Lenyapnya dukkha disebut Nirvana (Nibbana). Berhentinya perputaran roda
kehidupan atau kelahiran berulang – ulang berarti dukkha lenyap.
d. Dukkhanirodha Gamini Patipada Ariyasacca (Kebenaran Mulia tentang
Cara atau Jalan Melenyapkan Dukha)
Kesunyataan yang keempat ini dikenal sebagai Ariya Magga, yaitu
jalan untuk mencapai keariyaan dan menjadi ariya punggala (makhluk suci).
Selain dikenal sebagai Ariya Magga, jalan ini juga dikenal sebagai “ Jalan
13
Tengah” karena dalam mempraktikan Budha Dharma, Sang Budha
menasehatkan kepada para siswa – Nya untuk mengikuti Jalan Tengah dan
menghindarkan diri dari dua cara ekstrim dan salah yaitu :
1) Mencari kebahagiaan dengan menuruti atau memuaskan nafsu – nafsu
indera.
2) Mencari kebahagiaan dengan menyiksa diri.
Jalan Tengah ini dikenal sebagai Ariya Atthangika Magga (Jalan Ariya
“ Utama atau Mulia” Berunsur Delapan) yaitu sebuah jalan yang terdiri dari
delapan hal yaitu :
1) Samma Ditthi (pandangan benar)
Pandangan benar adalah pengetahuan benar tentang Empat
Kesunyataan Mulia, yaitu pengetahuan benar tentang dukkha, sebab
munculnya dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan melenyapkan dukkha.
2) Samma Sankappa (pikiran benar)
Pikiran benar adalah :
a. Pikiran yang bebas dari keserakahan dan nafsu – nafsu indera, serta
bertujuan untuk terbebas dari lingkaran kelahiran kembali.
b. Pikiran yang bebas dari kebencian dan selalu berpikir untuk
membahagiakan makhluk lain.
c. Pikiran yang bebas dari keinginan untuk mencelakai makhluk lain dan
selalu mengembangkan cinta kasih terhadap makhluk lain.
3) Samma Vacca (ucapan benar)
Ucapan benar adalah ungkapan kata – kata yang benar, beralasan,
berfaedah dan tepat pada waktunya. Dengan kata lain Ucapan benar adalah
bebas dari kata – kata dusta, fitnah, mengadu domba, makian atau kata –
kata kasar dan omong kosong.
4) Samma Kammanta (perbuatan benar)
Perbuatan benar adalah perbuatan – perbuatan yang berguna dan
bermanfaat bagi pembuat dan orang lain, misalnya dengan menolong orang
lain dengan bentuk materi maupun moral atau dengan kata lain berusaha
membahagiakan orang lain. Pantang membunuh, mencuri, berzinah, dan
pantang minum – minuman yang mengakibatkan berkurangnya
kewaspadaan adalah perbuatan benar.
14
5) Samma Ajiva (penghidupan benar)
Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan hal yang sangat penting
bagi manusia, karena tanpa pekerjaan kita akan mengalami kesulitan dalam
hidup ini. Kita memiliki akal dan kebijaksanaan, dengan kebijaksanaan kita
dapat mengembangkan kemampuan, memperbaiki, membuat sesuatu atau
memilih pekerjaan yang kita inginkan. Memilih pekerjaan yang akan kita
kerjakan adalah penting sekali sebab bila kita salah memilih pekerjaan, kita
akan merasa selalu tidak puas dan menderita.
6) Samma Vayama (usaha benar)
Usaha benar atau semangat untuk maju adalah dasar kemajuan dan
ketenangan. Bagi orang yang selalu sibuk dan bersemangat dalam
pekerjaannya, maka pikirannya selalu dipenuhi dengan pikiran – pikiran
yang berguna. Dengan demikian bagi orang seperti itu, keragu – raguan,
kekhawatiran serta ketakutan tidak ada tempat dalam pikirannya, karena
tidak mungkin dua hal dapat menempati tempat yang sama pada waktu
yang sama, begitu pula sesuatu tidak dapat menempati tempat yang berbeda
pada waktu yang sama, begitu pula tidak akan muncul sekaligus dua pikiran
berbeda dari otak kita.
Dalam Sutta, Usaha Benar diuraikan sebagai berikut :
a) Usaha untuk tidak memunculkan atau membangkitkan pikiran – pikiran
buruk yang belum muncul.
b) Usaha untuk melenyapkan pikiran – pikiran buruk yang telah muncul.
c) Usaha untuk memunculkan atau membangkitkan pikiran – pikiran baik
yang belum muncul.
d) Usaha untuk mengembangkan pikiran – pikiran baik yang telah muncul
agar menjadi kenyataan ( Tim Penyusun,1999 :54 – 55).
7) Samma Sati (perhatian benar)
Ada empat cara perhatian benar yaitu :
a. Kayanupassana satipatthana : perhatian yang didasarkan pada
perenungan terhadap tubuh, misalnya memperhatikan pada pernafasan
(Anapanasati) yaitu perhatian yang ditujukan pada masuk dan
keluarnya nafas.
15
b. Vedananupassana satipatthana : perhatian yang disadarkan pada
perenungan terhadap perasaan – perasaan tidak menyenangkan dan
perasaan – perasaan yang menyenangkan yang muncul.
c. Cittanupassana satipatthana : perhatian yang didasarkan pada
perenungan terhadap kesadaran, misalnya memperhatikan kesadaran –
kesadaran yang muncul dan diliputi oleh nafsu, ketidaksenangan atau
marah.
d. Dhammanupassana satipatthana : perhatian yang didasarkan pada
perenungan terhadap objek – objek pikiran, misalnya keinginan untuk
memuaskan nafsu – nafsu indera atau ide apa saja yang muncul.
Empat cara perhatian benar merupakan suatu kesatuan dari perhatian,
bagaikan seekor sapi dengan empat kakinya,empat kakinya adalah empat
cara perhatian benar, sedangkan tubuhnya adalah perhatian itu sendiri (Tim
Penyusun,1999 :56). Untuk mempermudah pelaksanaan, empat cara
perhatian benar tersebut harus dilaksanakan secara berurutan, yaitu mulai
dari cara pertama dan seterusnya secara berurutan.
Tujuan dari perhatian benar ini untuk memperhatikan proses
munculnya dan lenyapnya setiap keadaan, dengan demikian seseorang akan
menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang bersyarat atau berkondisi adalah
kekal, ketidakkekalan ini menyebabkan perubahan yang tidak disukai
(dukkha). Menyadari hal – hal ini maka orang itu berusaha meninggalkan
segala sesuatu yang tidak kekal untuk mencapai kekekalan (nibbana)
dengan melenyapkan semua belenggu.
8) Samma Samadhi (meditasi benar)
Samma Samadi adalah samadhi atau konsentrasi pikiran yang benr
yaitu dengan cara memusatkan pikiran pada objek atau suatu perbuatan
dengan cara yang benar. Samadhi atau konsentrasi pikiran biasanya dikenal
dengan sebutan meditasi.
Jalan mulia berunsur delapan pada hakikatnya merupakan satu jalan lengkap
dengan delapan unsure yang dapat diringkaskan dalam tiga tingkat latihan
(sikkha), yaitu :
16
a. Sila sikkha atau latihan moral yang meliputi ucapan benar, perbuatan
benar dan mata pencaharian benar. Secara umum berarti bahwa apapun
yang kita ucapkan atau lakukan dengan cara yang benar, dalam hal ini
termasuk penghidupan kita. Kita harus menolak cara – cara penghidupan
yang salah dan hidup dengan cara yang benar.
b. Citta sikkha atau latihan mental (samadhi), mencakup usaha benar,
perhatian benar dan Samadhi benar. Umumnya dapat dikatakan bahwa
pikiran adalah sesuatu yang teramat penting. Kita harus mempelajari dan
melatih pikiran kita. Sesungguhnya hal ini tidak sukar dilakukan
bilamana kita mau mulai mencoba melatih pikiran kita. Cittha sikkha ada
dua macam yaitu :
a. Samatha Bhavana, yaitu latihan mental atau meditasi ketenangan
bathin, bertujuan untuk mencapai ketenangan batin dan memiliki
abhinna (kemampuan – kemampuan atau kekuatan – kekuatan
bathin).
b. Vipassana Bhavana, yaitu latihan mental atau meditasi
pandangan terang, bertujuan untuk mencapai kesucian bathin.
Meditasi ini dikembangkan dengan melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya.
c. Panna sikkha atau latihan kebijaksanaan terdiri dari pandangan benar
dan pikiran benar. Umumnya dikatakan bahwa seseorang itu akan sukses
dalam pengembangan dirinya kalau ia menggunakan kebijaksanaan.
Pikiran benar berarti pertimbangan benar dan pandangan benar yang
mengarah pada keputusan benar. Kita berusaha mendapatkan
kebijaksanaan agar dapat mempertimbangkan sesuatu dengan benar dan
dapat memutuskannya dengan tepat sesuai dengan nalar dan kenyataan.
Untuk mempermudah dalam mengingat mengenai hal tersebut diatas,
maka kami kutipkan penyajiannya dalam bentuk tabel dibawah ini ( Sri
Dhammananda,2005 :113).
Sila Ucapan Benar
Perbuatan benar
Penghidupan Benar
Moralitas
17
Samadhi Usaha Benar
Perhatian Benar
Konsentrasi Benar
Latihan Mental
Panna Pandangan Benar
Pikiran Benar
Kebijaksanan
b. Nirvana
Nirvana adalah tahap dimana manusia berhasil mencapai tujuan tertinggi dari
kehidupan. Dia menjadi sadar bahwa kelahiran sudah pada suatu akhir, bahwa
kehidupan tertinggi telah tercapai dan bahwa setelah kehidupan ini tidak ada lagi
kehidupan duniawi di masa depan (Fx.Mudji Sutrisno, SJ,1993 : 99).
Nirvana bukanlah suatu keadaan hampa atau kekosongan atau tujuan dari
eskapisme (aliran yang ingin melarikan diri dari kenyataan) seperti pada banyak
anggapan yang keliru mengenai ajaran Budha. Nirvana bukanlah sesuatu yang
” ada” dan bukan pula hancurnya segala yang ada, ataupun suatu tingkat surgawi.
Nirvana hanyalah lenyapnya kepalsuan ilusi, karena itu nirvana bukanlah suatu
tempat, melainkan suatu tingkat kesadaran (Yayasan Penerbit Karaniya, 1995 : 51).
Suatu keadaan bathin yang bebas dari semua kebodohan atau ketidaktahuan,
keserakahan, keakuan, pemikiran yang dualistis, dan kepercayaan mengenai adanya
suatu pribadi yang kekal, juga bebas dari gagasan materialistis dan keterikatan.
Bila dukkha telah lenyap maka tercapailah Nirvana yang menjadi tujuan
terakhir dari ajaran Budha. Bilamana seseorang telah mencapai Nirvana maka ia
hidup kekal dan abadi dalam kebahagiaan yang kekal, bebas dari kelahiran,
penderitaan, umur tua dan kematian dan bathinnya telah bersih dari lobha, dosa, dan
moha yang menjadi akar dari segala bentuk kejahatan.
3. Implikasi Filsafat Budha
Ajaran Budha sangat sederhana, dimaksudkan bagi orang umum. Ajaran –
ajarannya disampaikan didalam cara yang jelas dan mudah dimengerti sehingga lebih
cepat bisa diterima oleh masyarakat luas. Dalam waktu yang sangat singkat, ajaran –
ajarannya mampu mendapatkan pengikut yang tersebar diseluruh penjuru India,
menggeser dominasi agama Brahmana. Empat Kebenaran Utamanya mempunyai
18
implikasi filsafat yang serius. Beberapa doktrinnya lahir dari kebenaran –
kebenarannya itu.
a. Doktrin Karma
Doktrin karma diterima oleh sistem filsafat India, kecuali Carvaka. Kita
melaksanakan kerja untuk mendapatkan kepuasan dan kita lahir lagi untuk
menikmati itu. Tetapi dengan adanya kelahiran berarti ada usia tua, penyakit dan
kematian yang merupakan suatu penderitaan. Jadi memperkuat kecendrungan
untuk lahir berarti memperlama penderitaan. Karma mempresuposisi belenggu dan
belenggu adalah penderitaan.
b. Doktrin tidak ada Atman
Buddha menolak pertanyaan apakah Atman eksis atau tidak diambil oleh
pengikut – pengikutnya sebagai penolakan eksistensinya. Bagi interpretasi ini
doktrin kesementaraan ( momentariness) memberikan dukungan tambahan. Jika
sesuatu itu bersifat sementara, dan jika Atman mempunyai keberadaan, yaitu jika
Atman eksis, lalu ia harus juga bersifat sementara. Menurut Buddha eksistensi
adalah tidak permanen. Semua benda baik mental ataupun fisik bersifat sementara.
Ketidak permanenan merupakan hukum bagi semua eksistensi.
c. Doktrin tidak ada Tuhan
karena eksistensi Atman tidak dapat dibuktikan, kita tidak dapat membuktikan
eksistensi Tuhan. Jika kita mengalisa dunia dan hakekat kemakhlukan kita, kita
tidak menemukan Tuhan di manapun. Tidak juga ia tidak berguna untuk
membicarakan bagaimana dunia diciptakan atau eternal. Kita hanya harus
merialisasikan bahwa dunia merupakan sebuah tempat penderitaan, dan mencoba
lepas dari penderiataan ( I.B Putu Suamba, 2003 : 330).
4. Metafisika Budha
Ajaran – ajaran Budha tercantum dalam Empat Kebenaran Utama (Arya
Satyani). Nampak dari ajaran ini bahwa Budha Gautama sendiri tidak begitu banyak
tertarik dengan masalah – masalah filsafat melainkan kepada masalah – masalah
praktis yang dihadapai umat manusia dan bagaimana penderitaan itu dapat
disingkirkan. Ia memandang bahwa mendiskusikan masalah – masalah metafisika
19
membuang – buang waktu saja, sementara manusia merintih dalam penderitaan.
Walaupun demikian Budha tidak bisa secara total menghindari diskusi – diskusi
filsafati. Kita menemukan dari kesusastraan Budha awal teori – teorinya sebagai
berikut ; (a) Semua benda terkondisikan; tidak ada yang mengada dengan dirinya
sendiri. (b) Oleh karena itu semua benda mengalami perubahan karena perubahan
kondisi – kondisi kepada mana ia bergantung; tak ada yang permanen. (c) Oleh karena
itu tidak ada roh, tidak juga ada Tuhan, tidak juga ada zat permanen lainnya. (d)
Namun, kontinyuitas kehidupan sekarang yang melahirkan kehidupan lain melalui
hukum karma, seperti layaknya sebatang pohon menghasilkan biji – biji dan yang
terakhir akan melahirkan yang lain sementara yang pertama sirna.
Budha selalu menghindari pembicaraan – pembicaraan bertopik metafisika seperti
Tuhan, roh, kehidupan setelah kematian dan asal mula atau manifestasi alam semesta.
Dengan jelas ia mengistilahkan masalah – masalah ini sebagai avyaktani (tak
terungkapkan) dan hanya menekankan pada Arya Satyani ( Empat Kebenaran Utama).
Ajaran – ajarannya mengandung benih – benih empirisme, fenomenalisme, positivism,
dan nihilism. Tetapi acuan – acuan tak langsung terhadap metafisika dan khususnya
kebisuannya terhadap pertanyaan – pertanyaan mengenai fenomena – fenomena tak
terjawab mengarahkan pengikutnya untuk memformulasikan berbagai penjelasan dari
ajaran – ajarannya bersifat implisit setelah Budha wafat (I.B. Putu Suamba,2007: 220 –
221).
4.3 Filsafat Carwaka
Carwaka merupakan salah satu sistem filsafat yang tidak mengakui otoritas Veda,
oleh karena itu ia digolongkan kedalam kelompok Nastika ( heterodok). Untuk
mempermudah memahami tentang filsafat Carwaka, maka akan dibahas beberapa hal
dibawah ini yaitu :
1. Arti Carwaka
PT Raju dalam The Philosophical Tradition of India mengatakan Carwaka berasal
dari kata caru yang artinya manis, dan vak yang artinya ujaran. Carwaka berarti lidah
manis, maknanya kenikmatan duniawi yang merupakan tujuan tertinggi hidup. Makna ini
mengindikasikan orang kebanyakan yang secara implisit berarti seseorang yang
20
mempunyai selera rendahan. Carwaka disebut juga Lokayata yang artinya seseorang yang
berjalan dijalan keduniawian. Selain itu, Carwaka disebut juga Nastika Siromani artinya
orang yang tidak sopan, nakal, mengandung makna seseorang yang hanya memenuhi
kepuasan duniawi belaka ( I Ketut Madja, 2010 : 52).
2. Faham Carwaka
Carwaka pendirinya ialah Bhagawan Wrhaspati dengan penekanan ajaran pada
aspek material sebagai tujuan hidup tertinggi dan tidak percaya terhadap kehidupan di
akhirat ( I Wayan Sumawa, 1992 : 5 ). Tradisi yang dikembangkan oleh Carwaka adalah
heterodok, atheisme, dan materialisme. Faham Carwaka bersifat atheis karena menurut
pandangan filsafat Carwaka eksistensi Tuhan adalah mitos karena tidak dapat dilihat
langsung melalui kontak indria dengan obyek ( Tuhan ), karena itu dunia ini bukan dari
Tuhan. Bahkan tindakan para pendeta yang menyelesaikan ritual dipandang sebagai hal
yang membodoh – bodohkan masyarakat, dan meletakkan keyakinan kepada eksistensi
Veda diabaikan. Selain itu filsafat Carwaka juga bersifat materialistis yaitu
mementingkan kenikmatan duniawi,sehingga diistilahkan juga sebagai hedonisme India
yang maknanya identik dengan pemenuhan kenikmatan duniawi. Carwaka juga dikatakan
sebagai faham filsafat yang bersifat naturalistis yang artinya pandangan filosofis yang
memberikan peranan yang menentukan bahkan eklusif ( khusus ) kepada alam, posisinya
terhadap roh dan tata adikodrati ( I Ketut Madja, 2010 : 52 – 53 ).
3. Metafisika Carwaka
Dunia material dibentuk oleh empat bhuta ( udara, api, tanah, dan air ),karena
elemen – elemen ini diketahui manusia melalui indria. Alam semesta dan makhluk hidup
pun terbentuk dari elemen – elemen tersebut. Sesuai sifat masing – masing elemen, maka
mereka juga memiliki kesadaran ( I Ketut Madja, 2010 : 53 ).
4. Epistimologi Carwaka
21
Kesadaran itu diibaratkan air ludah merah yang terjadi dari hasil gabungan dan
kunyahan terhadap daun sirih, pinang, dan kapur yang sebelumnya memiliki sifatnya
tersendiri. Demikian halnya dengan elemen – elemen tubuh hidup apabila dikombinasikan
bersama – sama dengan suatu cara tertentu menyebabkan munculnya tubuh yang
mempunyai kesadaran. Kesadaran itu bukanlah roh karena tidak ada bukti – bukti ada
sesuatu seperti (atman ) immaterial dalam tubuh hidup, kecuali tubuh yang sadar.
Kesadaran itu akan hilang seiring dengan tubuh yang telah hancur. Ketika manusia
meninggal tidak ada sesuatu apapun tertinggal untuk dinikmati sebagai konsekuensi
tindakan di masa datang. Artinya Carwaka tidak mempercayai adanya kehidupan setelah
kematian. Satu – satunya sumber pengetahuan yang valid menurut Carwaka adalah
persepsi (I Ketut Madja, 2010 : 53 )
4.4 Perbandingan Antara Filsafat Budha dengan Filsafat Carvaka
5. SIMPULAN
22
6. LAMPIRAN
6.1 Daftar Pustaka
- Suamba, I.B Putu. 2003. Dasar – dasar Filsafat India. Denpasar : Program Magister
Ilmu Agama dan Kebudayaan UNHI
- Tim Penyusun.1999. Buku Pelajaran Agama Buddha Sekolah Menengah Tingkat
Atas Kelas II. Surabaya : Paramita
- Sri Dhammananda.2005. Keyakinan Umat Budha. Bandung : Yayasan Penerbit
Karaniya
- Sivananda, sri Swami.2003.Intisari Ajaran Hindu. Surabaya : Paramita
- Suamba, I.B Putu. 2007. Siwa-Buddha di Indonesia Ajaran dan Perkembangannya.
Denpasar : Program Magister (S2) Ilmu Agama dan Kebudayaan bekerja sama
dengan Penerbit Widya Dharma
- Suryananda. 1995. Memahami Buddhayana. Bandung : Yayasan Penerbit Karaniya
- Maswinara, I Wayan.1998. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya : Paramita
- FX. Mudji Sutrisno, SJ.1993. Buddhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius
- Sura, I Gede.1984. Tattwa Darsana. Jakarta : Proyek Pembinaan Mutu Pendidikan
Agama Hindu dan Budha Departemen Agama
- Sumawa, I Wayan. 1992. Materi Pokok Darsana.Jakarta : Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha dan Universitas Terbuka
- Madja, I Ketut.2010. Hand Out Mata Kuliah Darsana. Denpasar
23
6.2 Struktur Kelompok II
Ketua :
Sekretaris :
Anggota : 1).
2).
3).
4).
5).
6).
7).
8).
9).
10).
24
TUGAS PAPERMATA KULIAH DARSANA III
“ PERBANDINGAN ANTARA FILSAFAT BUDHA DENGAN FILSAFAT CARWAKA”
Jurusan Pendidikan Agama HinduProgram Studi Pendidikan Agama Hindu
OLEH KELOMPOK IIKELAS / SEMESTER : A / VI
1. I Made Goda Semara (08.1.1.1.1.2572)
2. I Gusti Putu Pratami Dewi (08.1.1.1.1.2573)
3. I Nyoman Widnyana (08.1.1.1.1.2575)
4. I Wayan Eka Sanjaya (08.1.1.1.1.2576)
5. Ni Komang Kristin Deviana (08.1.1.1.1.2453)
6. Ni Putu Lina Nuryanti (08.1.1.1.1.2580)
7. Ni Komang Asri Wahyuni (08.1.1.1.1.2581)
8. I Putu Wisnu Adi Saputra (08.1.1.1.1.2582)
9. Agung Raka Diva Hartawan (08.1.1.1.1.2583)
10. Ni Wayan Suci Puji Astuti (08.1.1.1.1.2587)
11. Ni Wayan Yudhi Antari (08.1.1.1.1.2588)
12. Ni Luh Susanti (08.1.1.1.1.2589)
FAKULTAS DHARMA ACARYAINSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR2011
25
KATA PENGANTAR
“ Om Swastyastu “
Om Awignam Astu Nama Sidham
Rasa angayubagia kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya kami dapat menyelesaikan paper
yang berjudul “ Perbandingan antara Filsafat Budha dengan Filsafat Carwaka “ tepat pada
waktunya.
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Darsana III pada jurusan
Pendidikan Agama Hindu. Kami juga mengharapkan agar paper ini dapat memberikan
informasi serta menambah pengetahuan pembaca tentang hal –hal yang berkaitan dengan
pengertian pengertian filsafat secara umum, ajaran filsafat Budha, ajaran Filsafat Carwaka,
serta perbandingan antara filsafat Budha dengan filsafat Carwaka. Paper ini kami susun
secara sistematis dan berpedoman pada beberapa buku penunjang yang telah ada sebelumnya
yang diperlukan di dalam penyusunan paper ini, sehingga nantinya paper ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Dalam penyusunan paper ini, kami menyadari bahwa paper ini masih jauh dari
sempurna,untuk itu kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif (membangun) dari pembaca,demi kesempurnaan dari paper ini.Dan semoga paper
ini dapat berguna bagi pembaca. Atas segala kritik dan saran – saran dari pembaca,kami
mengucapkan terima kasih.
“Om Shanti Shanti Shanti Om “
Denpasar, 17 Februari 2011
Penulis
26
DAFTAR ISI
FRONT COVER…………………………………………………………………………...…i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...….iii
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
27
28