buku acuan modul laring - suara parau
DESCRIPTION
modul tht suara serakTRANSCRIPT
BUKU ACUAN
MODUL LARING SUARA PARAU
EDISI I
KOLEGIUMILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH
KEPALA DAN LEHER2008
Modul Laring Suara Parau
BUKU ACUANLARING. :
SUARA PARAU
TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan menatalaksana disfoni seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu:
1. Mengenali gejala dan tanda Suara parau2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik Suara parau3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti foto leher
jaringan lunak, pemeriksaan laringoskopi tak langsung dan langsung, laringoskopi serat optik.
4. Mengenali faktor resiko kejadian Suara parau5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana untuk pemberian antibiotika, anti radang,
analgesik antipiretik, dan operasi.6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang mungkin terjadi pada
Suara parau.7.
KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis suara parau berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat memutuskan dan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :1. Mengenali gejala dan tanda suara parau2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik suara parau3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksaan penunjang seperti foto leher
jaringan lunak, pemeriksaan laringoskopi langsung, laringoskopi serat optik.4. Mengenali faktor resiko kejadian suara parau5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana untuk pemberian antibiotika, anti radang,
analgesik-antipiretik, dan operasi.6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang mungkin terjadi pada
suara parau.
GAMBARAN UMUM
Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, melainkan merupakan gejala penyaki. Keluhan suara parau tidak jarang dijumpai dalam klinik. Dibedakan dari disfoni pada adanya kelainan anatomi pada pita suara, sehingga suara yang dihasilkan adalah suara yang kasar.
REFERENSI
1. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck, Philadelphia, Lea & Fabiger, 1993, chapter 29,31-33,37, pp.570-588,605-41,682-746
2. Bailey BJ and Pillsburry III HC. Head and Neck Surgery – Otolaryngology. Philadelphia, JB Lippincott Co, 1993, chapter 51-53, pp.599-626
3. Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL. Otolaryngology. Philadelphia. WBSaunders Co.,1991, chapter 26-28,32, pp. 2215-56, 2307-70.
1
Modul Laring Suara Parau
4. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York. McGraw Hill, 8th Ed, Chapter 31, pp. 724-92
5. Adam GL, Boies LR, Hilger PA, eds. Boies Fundamentalis of Otolaryngology. Philadelphia : WB Sounders Co, 1989,chapter 18 & 19 ,pp. 557-606.
MATERI BAKU
Suara Parau
Definisi Yang disebut suara parau ialah suara kasar, tidak nyaring (hoarseness). Parau yang berat hanya berbisik: aphoni. Kelainan disebabkan adanya perubahan struktural pita suara.
Frekuensi Terjadi pada penderita usia anak2 sampai dewasa.
Ruang LingkupPasien mengeluh suara parau. Bila kelainan tersebut menutup rima glotis dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas atas, terutama pada bayi.
Faktor Resiko Pasien trauma leher, infeksi, tumor ganas maupun jinak. Dapat terjadi pada pasien kelainan sistemik lain.
Etiologi Sebagian besar disebabkan infeksi, proses radang (inflamasi) yg kronis, keganasan, trauma daerah leher dan kelainan kongenital.Kelainan Kongenital: Laringomalasia, Stenosis subglotis, Laryngeal web, Laryngeal atresia,
Hemangioma subglotis, kista laring, laryngocele dan kelainan trakea ( trakeomalasi, stenosis trakea)
Trauma: eksternal (Terbuka atau tertutup): bisa mengenai jaringan lunak, tulang hyoid, kartilago tiroid, kartilago krikoid dan trakea. Intubasi
Infeksi: Laringitis akut (virus, bakteri dan diphteri) dan kronis ( Tbc, kusta, syphilis, jamur). Nonspesifik: gastrointestinal disease, inhalasi dan radiasi, granuloma intubasi, laryngeal edema,
gangguan endokrin, pemphigus, sarcoidosis, amyloidosis, proses autoimun.Tumor jinak: nodule, kista, polip, granuloma, chondroma, hemangioma, lipomaTumor ganas: papiloma laring, Karsinoma laring
PemeriksaanAnamnesis: Suara parau dapat kita dengar walaupun penderita tidak mengeluh, Bahkan ketika masih diluar kamar praktek suaranya yang hilang, hanya berbisik=aphoni sudah terdengarAphoni hanya pada tiga penyakit :Tumor yang lanjut, Paresis aduktor dan TBC.laring.Dapat ditanyakan:1.Berapa lama paraunya:untuk mengetahui khronis atau akut2,Mendadak setelah operasi struma: paresis3.Sifat progresivitasnya: suatu pertumbuhan, makin parau4.Kumat-kumatan: sore parau, pagi baik: vokal nodule.5.Kumat beberapa hari, membaik,kumat lagi: laryngitis khronik: alergi?
Pemeriksaan:1.Pemeriksaan fisik: telinga, hidung dan tenggorok, daerah leher dan dada2.Laringoskopia indirekta3.Laringoskopia direkta4.Flexible laryngoscope
Pemeriksaan Penunjang:
2
Modul Laring Suara Parau
Pemeriksaan Stoboscope, Ro Thorak, pemeriksaan laboratorium.
Terapi 1. Konservatif: Terapi bicara.2. Pemberian neurotropika.3. Terapi faktor resiko, misal; kelainan paru, jantung, DM4. Operasi Trakeotomi bila mengakibatkan obstruksi jalan nafas atas. 5. Terapi operasi dikerjakan, bila terapi konservatif tidak didapatkan kemajuan setelah
lebih dari 6 bulan. Jenis operasi: aritenoidektomi dan thiroplasty.
Tindak LanjutTergantung dari jenis kelainannya.
Prosedur Pemeriksaan Laring1. Butir-2 Penting
a. Pada pemeriksaan Laringoskopi Direkta diperlukan persiapan puasa dan dilakukan premedikasi. Posisi kepala penderita harus tepat supaya pelaksanaan tindakan dapat dilakukan dengan baik.
b. Pada pemeriksaan Fibre Optic Laryngoscope diperlukan kerjasama dengan penderita meskipun tindakan ini relatif tidak menyakitkan penderita.
2. Teknik Pemeriksaan:
Laringoskopi Langsung :No Langkah-Langkah Bagaimana Mengapa1
2
3
4.
5
Premedikasi
Anestesi lokal
Atur posisi kepala
Mengait epiglottis
Melihat pita suara
Luminal/atropin
Spray xylocain, pd epiglottis
Posisi high: fleksi leher/dada, ekstensi occipito atlanto
Selalu digaris tengah
Epiglotis dikait sedikit saja
Dengan bantuan teleskop (0o,30o)
Tidak valium, karena depresi pernapasanBiar air liur sedikit
Epiglottis dikait, perlu anestesi
Mudah mengait epiglottis keatas
Akan terlihat uvula-epiglotis sebagai pedoman
Kalau terlalu banyak, aritenoid terkaitKalau terlalu sedikit: lepas
Mudah melihatnya,Kalau telescope harus mengait epiglottis,bisa basah-buram
Laringoskopi Serat Optik (FOL): No Langkah-langkah Bagaimana Mengapa1
2
3
Anaestesi lokal
Atur duduk penderita
Memasukkan alat FOL
Kapas xylocain ephedrin1 % di cavum nasi d/sSpray xylocain pd faring/epiglotisDuduk tegak
Melalui dasar cavum
Tidak nyeri,tidak trauma
Memudahkan alat masuk
Tempat terlebar
3
Modul Laring Suara Parau
4
5
6
Melihat nasofaring
FOL diarahkan ke laring
Memeriksa laring
nasi
Lurus kebelakang
Dgn membengkokkan kebawah
FOL diarahkan mula-mula tampak dari jauh, lalu makin mendekat
Kalau tak ada tumor dilihat pergerakan pita suara
Tampak naso faring dulu
3. Instrumen yang diperlukan:1. Laringoscope dewasa2. Laringoscope anak-anak3. Laringoscope bayi4. Telescope 00 , 300 , 900
5. Fibre Optic Laryngoscope dan forcep biopsi6. Forcep lurus dan upturn7. Pompa Penyedot (Sucktion pump)
Prosedur Tindakan Trakeotomi Dapat Dilihat Pada Modul Sumbatan Jalan Nafas Atas
KEPUSTAKAAN MATERI BAKU
1. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck, Philadelphia, Lea & Fabiger, 1993, chapter 34&35, pp.569-619
2. Bailey BJ and Pillsburry III HC. Head and Neck Surgery – Otolaryngology. Philadelphia, JB Lippincott Co, 1993, chapter 49&51, pp.620-57
3. Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL. Otolaryngology. Philadelphia. WBSaunders Co.,1991, chapter 29,31,33&34, pp. 2257-384
4. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York. McGraw Hill, 8 th Ed, Chapter 31, pp. 724-92
5. Adam GL, Boies LR, Hilger PA, eds. Boies Fundamentalis of Otolaryngology. Philadelphia : WB Sounders Co, 1989,chapter 18 & 19 ,pp. 557-606.
4