buku ajar pupt 2015 - repository.unas.ac.id

49

Upload: others

Post on 02-May-2022

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id
Page 2: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

Oleh:

Nonon Saribanon

TB Massa Djafar

Aris Munandar

Diterbitkan oleh:

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS NASIONAL

NOVEMBER 2016

Page 3: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id
Page 4: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budayai

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan selesainya

buku yang berjudul: Mengelola Perbatasan Pesisir Kalimantan Utara melalui

Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya. Buku ini disusun sebagai tambahan

referensi bagi mahasiswa dari berbagai program studi yang relevan. Meskipun

hanya mengambil lokasi pesisir perbatasan di Provinsi Kalimantan Utara,

tetapi terdapat benang merah yang menunjukkan bahwa dalam mengelola

perbatasan, pendekatan keamanan sering tidak menjadi urgen, dibandingkan

dengan pendekatan ekonomi dan sosial budaya.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional 1.

RI;

Kopertis Wilayah III Jakarta;2.

Universitas Nasional, khususnya LPPM;3.

Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Utara, Pemda Kabupaten Bulungan, 4.

Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan;

Rekan sejawat dan rekan-rekan lainnya yang telah membantu penyusunan 5.

buku ini.

Buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan

masukan dari berbagai pihak bagi perbaikan di masa mendatang. Semoga buku

kecil ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 21 Oktober 2016

Tim Penulis

Prakata

Page 5: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

ii

Page 6: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budayaiii

PRAKATA …………………………..............................…………………………….... i

DAFTAR ISI ……………………………………….............................…………………. iii

BAB 1. PENDAHULUAN …………………………….........................………………. 1

BAB 2. SEJARAH PESISIR KALIMANTAN UTARA .................................. 5

2.1 Sejarah Tarakan ............................................................... 5

2.1.1 Era Kerajaan Tidung ................................................... 7

2.1.2 Era Hindia Belanda dan Pendudukan Jepang ............ 9

2.1.3 Era Setelah Kemerdekaan ......................................... 11

2.2 Sejarah Nunukan ................................................................... 11

2.3 Sejarah Kesultanan Bulungan ............................................... 12

BAB 3. PETA SOSIAL BUDAYA DAN POLITIK DI PESISIR PERBATASAN

KALIMANTAN UTARA ......................................................... 15

3.1 Kondisi Sosial-Budaya Pesisir Kalimantan Utara ……..........… 17

3.2 Masyarakat Transnasional di Wilayah Pesisir Perbatasan

Kalimantan Utara ……………………........................................ 20

3.3 Hubungan Antar Etnik …………………….....................…………… 22

3.4 Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara sebagai

Rekonstruksi Identitas Kultural ............…………………............ 23

BAB 4. POTENSI EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

KALIMANTAN UTARA .............................................................. 27

4.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Kalimantan Utara ............................................................... 29

4.2 Potensi Sumber Daya Alam .....................………………………… 32

Daftar Isi

Page 7: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

iv

BAB 5. MENGELOLA PESISIRPERBATASAN KALIMANTAN UTARA

MELALUI PENDEKATAN EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA ........ 35

5.1 Pendekatan Sosial Budaya dalam Pengelolaan Psisir

Perbatasan Kalimantan Utara ……………........................……… 35

5.1.1 Nunukan sebagai Pintu Gerbang Aktivitas

Transnasional .............................................................. 36

5.1.2 Sejarah dan Dinamika Sosial-Ekonomi

Kabupaten Nunukan ................................................... 39

5.1.3 Relasi Etnis dalam Aktivitas Sosial-Ekonomi

di Nunukan ................................................................... 40

5.1.4 Kontestasi dan Perkembangan Struktur Sosial-Politik .... 46

5.1.5 Kebijakan Pembangunan Budaya di Kabupaten

Nunukan ......................................................................... 50

5.2 Pendekatan Ekonomi dalam Pengelolaan Pesisir Perbatasan

Kalimantan Utara ................................................................. 53

5.3 Zonasi Potensi dan Pengelolaan Kawasan Pesisir Perbatasan

Provinsi Kalimantan Utara ………............................………. 63

5.9 Roadmap Pembangunan Kawasan Pesisir Perbatasan

Kalimantan Utara ............................................................ 65

BAB 6. PENUTUP …………………..................................................……………. 67

DAFTAR PUSTAKA ………………...........................…………………………………. 71

Page 8: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya1

Pengelolaan pesisir perbatasan Indonesia khususnya di Provinsi

Kalimantan Utara, memerlukan pendekatan yang beragam. Pendekatan

keamanan di perbatasan (security approach) yang dilaksanakan saat ini dirasakan

masih belum mampu menjawab permasalahan di wilayah perbatasan. Untuk itu,

diperlukan upaya lain yang mampu bersinergi dengan pendekatan keamanan di

wilayah perbatasan tersebut. Penguatan dari sisi sosial (social security) melalui

penguatan identitas budaya dalam kerangka peningkatan ketahanan nasional

dan upaya harmonisasi sosial, merupakan pendekatan yang tepat sejalan dengan

peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, juga perlu dikembangkan

pendekatan dari aspek kesejahteraan masyarakat pesisir perbatasan (prosperity

approach) melalui penguatan ekonomi masyarakat sesuai dengan potensi

sumber daya yang ada, khususnya peningkatan nilai tambah hasil perikanan

tangkap maupun tambak. Penguatan sosial dan ekonomi tersebut diharapkan

dapat memberi dampak bagi penguatan ketahanan nasional.

Kalimantan Utara adalah sebuah provinsi baru di Indonesia, dan

merupakan pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur yang dibentuk pada

tanggal 25 Oktober 2012. Provinsi ini terletak di bagian utara pulau Kalimantan,

berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah dan Sarawak Malaysia Timur.

Sebagai sebuah provinsi yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia,

Kalimantan Utara memiliki dinamika sosial-budaya, ekonomi, dan demografi

yang kompleks.

Provinsi Kalimantan Utara memiliki potensi alam yang sangat besar,

antara laini minyak, gas, kelautan dan tambang. Di samping itu, terdapat

PendahuluanBab 1

Page 9: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

2

potensi perikanan dan pariwisata yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Provinsi Kalimantan Utara mencakup Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan,

Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Bulungan.

Wilayah terluar perairan Provinsi Kalimantan Utara mencakup Pulau Sebatik,

Mercusuar Karang Unarang di Ambalat, Pulau Maratua, Pulau Sambit, dan

Pulau Lingian. Daerah ini memiliki perbatasan sepanjang 2.004 kilometer

yang selama ini tidak terpantau Pemerintah semasa masih bergabung dengan

Provinsi Kalimantan Timur. Perbatasan darat Kalimantan Utara sangat potensial

untuk pengembangan perkebunan, dan perbatasan laut dapat menjadi tempat

beroperasi Armada Kapal Ikan, sekaligus menjaga kedaulatan di kawasan

Ambalat, sebagaimana Malaysia membangun ekowisata di Sipadan dan Ligitan

untuk membuktikan pertuanan atas wilayah tersebut (http://rahmanhumas.

blogspot.com, 2013).

Di samping potensi ekonomi, Provinsi Kalimantan Utara juga memiliki

potensi wisata yang sangat besar pada aspek kebudayaan, khususnya budaya

yang dimiliki oleh suku Dayak pedalaman dan suku Tidung di wilayah pesisir.

Keunikan yang menjadi ciri khas masyarakat pesisir merupakan sebuah aset

besar yang dimiliki oleh Kalimantan Utara, sehingga dapat menjadi potensi

wisata budaya yang tidak kalah menariknya dengan wisata budaya yang

dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Hampir setiap tahun daerah-daerah di

Kalimantan Utara menyelenggarakan festival budaya, khususnya Kabupaten

Bulungan yang menjadi salah satu tujuan wisata budaya yang didatangi oleh

para turis mancanegara dengan jumlah cukup besar hingga mencapai ratusan

orang setiap tahunnya.

Pesisir Kalimantan Utara memiliki sumber daya laut terutama perikanan

yang melimpah. Namun hingga sekarang, kekayaan laut tersebut belum dikelola

dan dimanfaatkan secara maksimal untuk menjadi pendorong kekuatan ekonomi

lokal. Beberapa wilayah bahkan terlalu mengandalkan pada kegiatan eksplorasi

migas dan penambangan batubara yang merupakan sumber ekonomi yang tidak

Page 10: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya3

terbarukan. Sampai saat ini, belum ada cetak biru pengembangan kawasan

pesisir dan pulau terluar di Kalimantan Utara, baik dalam upaya memperkukuh

ketahanan nasional di wilayah perbatasan, maupun pengembangan aspek

ekonomi untuk kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Untuk itu, perlu

disusun kebijakan strategis dalam kerangka pengelolaan wilayah pesisir

perbatasan Indonesia di Kalimantan Utara, sehingga dapat menjadi pijakan

dalam penyusunan cetak biru atau pun roadmap pembangunan wilayah dalam

jangka menengah lima tahun yaitu tahun 2015-2019.

Permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan wilayah

perbatasan di pesisir dan pulau terluar Provinsi Kalimantan Utara antara lain

adalah: (a) identitas sosial budaya yang menjadi ciri dan bagian yang terintegrasi

dengan budaya Indonesia, masih memerlukan penguatan khususnya dari aspek

kelembagaan; (b) sesuai dengan zonasi potensi ekonomi pesisir, perlu disusun

rencana pengembangan secara bertahap untuk mendorong berkembangnya

economic driven factor; (c) perlu rumusan kebijakan yang merujuk pada

identitas sosial budaya dan penguatan ekonomi pesisir yang secara bertahap

dapat mengurai permasalahan dan menjadi solusi dalam jangka menengah.

Provinsi Kalimantan Utara yang baru terbentuk 22 Oktober 2012 ini

dibentuk untuk menghidupkan ekonomi masyarakat di wilayah itu, yang selama

ini dianggap tertinggal. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Malaysia,

membuat sebagian warganya tergantung kepada Malaysia, khususnya dalam

aspek ekonomi. Selama ini di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia,

warga memang lebih banyak membeli produk dari Malaysia dan bahkan di

beberapa daerah perbatasan, mata uang Ringgit menjadi alat pembayaran

sah. Untuk itu, tulisan-tulisan untuk memberikan masukan bagi proses-proses

pembangunan sosial-ekonomi di wilayah perbatasan, menjadi penting,

Page 11: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

4

Page 12: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya5

2.1 Sejarah Tarakan

Menurut cerita rakyat setempat, nama Tarakan berasal dari bahasa Suku

Tidung “Tarak” yang berarti bertemu dan “Ngakan” berarti makan. Secara

harfiah kata Tarakan dapat diartikan sebagai tempat bertemu dan tempat

istirahat makan. Masyarakat asli suku Tidung menyebut pulau ini dengan

sebutan “Pulau Turakon” artinya pulau tempat makanan. Seiring dengan proses

akulturasi budaya dengan penduduk pendatang, nama Turakon dalam bahasa

asli suku Tidung tersebut berubah menjadi Tarakan yang dipakai sebagai nama

kota hingga sekarang ini.

Pada masa silam, pulau ini memang menjadi tempat bertemu dan tempat

istirahat para nelayan yang menangkap ikan di perairan Pulau Tarakan dan

sekitarnya. Selain istirahat makan, ketika bertemu para nelayan juga melakukan

aktivitas perdagangan tradisional dengan sistem barter. Mereka melakukan

tukar menukar hasil tangkapan dan beberapa jenis barang kebutuhan sehari-

hari lainnya. Hal itu sangat dimungkinkan dengan kedudukan pulau Tarakan

sebagai tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan Malinau.1

Setelah kemerdekaan, Tarakan juga berfungsi sebagai tempat transit bagi

sebagian penduduk yang akan melanjutkan perjalanan ke Sulawesi dan Tawau-

Malaysia.

Secara etno-linguistik, pemberian nama Pulau Tarakan di bagian utara

Kalimantan Utara ini berasal dari bahasa suku Tidung, memang mempunyai

dasar sejarah. Konon menurut cerita lisan rakyat setempat, suku Tidung sudah 1 “ Sejarah Kota Tarakan”, lihat wikipedia.com

Bab 2Sejarah Pesisir Kalimantan Utara

Page 13: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

6

mendiami Pulau Tarakan ini sekurang-kurangnya selama enam generasi. Bila

satu generasi sama dengan 50 tahun, berarti Suku Tidung telah mendiami

Pulau Tarakan sekurang-kurangnya sejak 300 tahun silam.

Pada awalnya, Tarakan hanya sebuah perkampungan kecil para nelayan

yang kemudian berkembang menjadi sebuah kota setelah ditemukan beberapa

sumur minyak bumi pada tahun 1896 oleh perusahaan perminyakan milik

Pemerintah Hindia Belanda Bataavische Pe roleum Maatschappij (BPM).

Seiring dengan meningkatnya aktivitas pengeboran dan eksplorasi minyak bumi

di Pulau Tarakan, maka penduduk mulai berdatangan ke pulau ini dari daerah

sekitarnya, dan bahkan dari luar daerah Kalimantan Utara. Ada penduduk yang

sengaja didatangkan oleh Belanda sebagai tenaga kerja kontrak, namun tidak

sedikit pula mereka yang datang sendiri mengadu nasib mencari rezeki di pulau

itu.

Page 14: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya7

2.1.1 Era Kerajaan Tidung

Meskipun masih ada perdebatan di kalangan para penggiat sejarah

tentang keberadaan kerajaan Tidung Tarakan, namun orang suku Tidung sendiri

meyakini keberadaan Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) yang memerintah Suku

Tidung di utara Kalimantan Utara. Menurut cerita lisan rakyat setempat, Kerajaan

tersebut berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu. Beberapa

ilmuwan sejarah berpendapat kerajaan Tidung di Tarakan, sebenarnya adalah

bagaian dari kerajaan/ Kesultanan Bulungan.

Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain kerajaan yang

khusus memerintah suku Tidung, juga terdapat Kesultanan Bukungan yang

berkedudukan di Tanjung Palas. Menurut silsilah suku Tidung, di pesisir timur

Pulau Tarakan yaitu di kawasan Binalatung, pernah ada Kerajaan Tidung yang

memerintah kira-kira antara tahun 1076-1156 Masehi. Kemudian kerajaan

tersebut pindah ke pesisir selatan Pulau Tarakan di kawasan Tanjung Batu pada

tahun 1156, lalu berpindah lagi ke wilayah Barat ke kawasan Sungai Bidang

kira-kira di tahun 1216. Setelah itu pada tahun 1394 Kerajaan ini berpindah lagi

jauh dari Pulau Tarakan ke daerah Pimping bagian Barat dan kawasan Tanah

Kuning, dan memerintah di sana hingga tahun 1557 Masehi.

Dalam cerita lisan rakyat Suku Tidung, diriwayatkan kerajaan suku Tidung

yang paling tua adalah kerajaan Menjelutung di Sungai Sesayap dengan

rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Konon Kerajaan Menjelutung itu

berakhir karena ditimpa bencana alam berupa hujan ribut dan angin topan

yang sangat dahsyat sehingga air laut naik yang mengakibatkan perkampungan

mereka lenyap dan tenggelam ke dalam air (sungai) bersama-sama sebagian

besar warganya. Peristiwa tersebut di kalangan suku Tidung disebut Gasab,

yang kemudian memunculkan berberapa cerita mitos tentang Raja Benayuk

dari Menjelutung. Apabila cerita lisan rakyat suku Tidung mengandung

kebenaran, maka ada kemungkinan peristiwa itu sebenarnya adalah pasang

laut akibat tsunami yang telah menenggelamkan peradaban suku Tidung di

Page 15: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

8

kawasan tersebut.

Dari cerita beberapa informan, disebutkan bahwa masa pemerintahan

Raja Benayuk hanya berlangsung selama 35 musim. Perhitungan musim

tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan purnama yang dalam semusim

terdapat 12 purnama. Perhitungan musim tersebut kurang lebih sama dengan

perhitungan tahun Hijriah. Apabila dirangkaikan dengan riwayat beberapa Raja

yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan

Benayuk, maka tragedi yang telah menenggelamkan Kerajaan Menjelutung

tersebut terjadi pada sekitar awal abad ke-11 Masehi.

Menurut beberapa informan, dewasa ini jumlah populasi suku Tidung di

Kalimantan Utara diperkirakan ada ratusan ribu orang lebih, tersebar di wilayah

Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten

Bulungan, dan Kota Tarakan. Selain itu, orang suku Tidung juga bermukim di

wilayah Sabah, Malaysia.2

Bila dilihat dari etno-linguistik, suku Tidung dapat dibagi dalam 32 Sub-

Suku. Namun dari segi peristilahan bahasa dan penamaan benda-benda yang

banyak mempunyai persamaan dengan suku Tidung adalah orang Punan,

Berusan, Tenggalan, Bulungan dan kelompok suku Murutic (Murut). Menurut

Cense dan Uhlenbeck (1958), di wilayah Sabah bagian Barat terdapat kelompok-

kelompok kecil orang Murutic yang merupakan tetangga dari keturunan suku

Tidung yang bukan beragama Islam, namun bahasa yang dipakai mirip dengan

dialek bahasa Tidung Tarakan.

Meskipun mata pencaharian utama orang suku Tidung sebagai nelayan,

cara hidup mereka berbeda dari orang Bajau, Sulu dan Brunei. Mereka tidak

tinggal permanen di atas perahu, tetapi membangun rumah tinggal di dekat

dengan pantai. Dalam konteks suku Tidung telah terjadi variasi mata pencaharian

hidup mereka. Selain menangkap ikan dengan peralatan tradisional tetap

2 Wawancara dengan informan H.A. Edy Wijaya dan Rizal dilakukan pada tanggal 22 Mei 2012 di Rumah Adat Suku Tidung Tarakan.

Page 16: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya9

dilakukan, orang Tidung Tarakan di pantai Amal mulai terlibat dalam usaha

budidaya rumput laut. Menurut H. Baharudin (52)3, saat ini di pantai Amal

sedikitnya ada 15 seorang pengusaha yang melakukan pembudidayaan rumput

laut di pesisir pantai tersebut. Kebanyakan orang suku Tidung terlibat sebagai

pekerja pada usaha budidaya dengan sistem bagi hasil.

2.1.2 Era Hindia Belanda dan Pendudukan Jepang

Kehidupan tradisional masyarakat asli di Pulau Tarakan mulai terganggu

dan berubah, ketika pada tahun 1896 sebuah perusahaan perminyakan Hindia

Belanda, Bataavische Petroleum Maatchapij (BPM) menemukan sumur

minyak bumi di pulau ini. Untuk mengekplorasi minyak bumi Pulau Tarakan,

pemerintah Hindia Belanda mendatangkan banyak tenaga kerja dari luar,

terutama dari Pulau Jawa seiring dengan meningkatnya kegiatan pengeboran

sumur-sumur minyak. Mengingat semakin pesatnya perkembangan wilayah

ini, maka pada tahun 1923 Pemerintah Hindia Belanda menempatkan seorang

Asisten Residen di Pulau Tarakan yang membawahi 5 (lima) wilayah, yakni:

Tanjung Selor, Tarakan, Malinau, Apau (Apo) Kayan dan Berau. Sejalan dengan

penataan sistem pemerintahan setelah kemerdekaan Indonesia, Pemerintah

pusat mengubah status pemerintahan Kewedanan Tarakan bentukan kolonial

Belanda menjadi wilayah Kecamatan Tarakan dengan Keputusan Presiden RI

No. 22 Tahun 1963.

Dalam perang Asia Pasifik, tentara angkatan laut Jepang menyerang

Tarakan pada tanggal 11 Januari 1942, dan berhasil mengalahkan tentara

Belanda yang jumlahnya sedikit dalam waktu singkat. Dalam pertempuran yang

berlangsung selama2 hari, Belanda menyerah kalah dan separuh dari pasukan

Belanda di Pulau Tarakan gugur. Tujuan utama Jepang menyerang Tarakan

adalah untuk mengusai ladang minyak. Sebelum menyerah kepada Tentara

3 Wawancara dengan H. Baharudin alias H.Bali, dilakukan pada tanggal 22 Mei 2012 di tempat penjemuran rumput laut miliknya di Amal.

Page 17: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

10

Jepang, pasukan Belanda

melakukan tindakan bumi

hangus terhadap ladang-

ladang minyak Tarakan.

Namun, Jepang dengan

cepat bisa melakukan

perbaikan terhadap

ladang-ladang minyak yang

telah dibumi-hanguskan

Belanda, sehingga sejak

awal tahun 1944 ladang

minyak Tarakan telah bisa

berproduksi kembali dengan menghasilkan 350.000 barrel minyak bumi setiap

bulannya.

Selama berada di bawah pemerintahan penjajahan Jepang, lebih kurang

5.000 orang penduduk pulau Tarakan menderita akibat perlakuan pasukan

pendudukan Jepang yang ditempatkan di pulau ini. Barang sandang dan bahan

makanan sulit didapat dan sebagai akibatnya banyak penduduk di pulau Tarakan

yang menderita kekurangan gizi. Selama masa pendudukannya, Jepang telah

membawa sebanyak 600 buruh dari Jawa ke Tarakan, serta para tentaranya

memaksa sekitar 300 wanita Jawa untuk bekerja sebagai “jungu ianfu” (wanita

penghibur) para tentara Jepang di Tarakan.

Penguasaan tentara Jepang terhadap ladang-ladang minyak di Tarakan

tidak berlangsung lama. Kapal Tanker Jepang pengangkut minyak yang terakhir

meninggalkan Tarakan pada bulan Juli 1944. Serangan udara tentara Sekutu yang

hebat di tahun-tahun itu telah menghancurkan produksi minyak dan fasilitas

penyimpanannya di Pulau Tarakan. Dalam serangan tentara sekutu tersebut

juga ikut terbunuh beberapa ratus orang penduduk sipil warga Indonesia. Oleh

karena kepentingannya di Pulau Tarakan semakin berkurang, maka pemerintah

Page 18: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya11

pendudukan Jepang di Tarakan pada awal 1945 memindahkan salah satu dari 2

batalion infanteri yang ditempatkan di pulau itu, yaitu Batalion Infanteri 454 ke

Balik Papan. Batalion ini kemudian dihancurkan oleh Divisi ke-7 tentara Australia

yang tergabung dalam tentara sekutu pada bulan Juli dalam Pertempuran di

Balikpapan.

2.1.3 Era Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, administrasi pemerintahan di Pulau Tarakan

dibentuk dengan Keputusan Presiden RI. No. 22 tahun 1963 yang mengubah

status Kewedanaan Tarakan menjadi wilayah Kecamatan. Kemudian seiring

dengan perkembangan kota, status Tarakan berubah dan ditingkatkan menjadi

Kota Administratif (Kotif) berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah No. 47

Tahun 1981. Enam belas tahun kemudian status Kotif Tarakan berubah menjadi

Pemerintahan Kota Otonom (Kotamadya) yang dibentuk berdasarkan UU RI.

No. 29 Tahun 1997. Peresmian Tarakan sebagai kota otonom dilakukan pada

tanggal 15 Desember 1997, dan tanggal tersebut sekaligus ditetapkan sebagai

hari jadi Kota Tarakan.4 Saat ini pemerintah Kota Tarakan terbagi menjadi empat

wilayah kecamatan, yaitu, Kecamatan Tarakan Timur, Kecamatan Tarakan Barat,

Kecamatan Tarakan Utara, dan Kecamatan Tarakan Tengah.

2.2 Sejarah Nunukan

Kabupaten Nunukan adalah salah satu kabupaten di Kalimantan

Utara,Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Nunukan. Kabupaten

ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 140.842 jiwa

(hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Motto Kabupaten Nunukan adalah

“Penekindidebaya” yang artinya “Membangun Daerah” yang berasal dari

bahasa Tidung. Nunukan juga adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten

4 www.tarakankota.go.id

Page 19: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

12

Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia.

Pada tahun 2003 terjadi tragedi kemanusiaan besar-besaran di Nunukan

ketika para pekerja gelap asal Indonesia yang bekerja di Malaysia dideportasi

kembali ke Indonesia lewat Nunukan. Pelabuhan Nunukan merupakan

pelabuhan lintas dengan kota Tawau, Malaysia. Bagi penduduk kota Nunukan

yang hendak pergi ke Tawau diperlukan dokumen PLB (Pas Lintas Batas). Setiap

hari rata-rata sekitar 8 unit kapal cepat dengan kapasitas kurang lebih 100

orang mondar-mandir antar Nunukan dengan Tawau, Malaysia.

Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten

Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan

pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran

Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh R.A. Besing yang pada saat itu menjabat

sebagai Bupati Bulungan. Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan

otonomi daerah dengan didasari Undang-undang Nomor 22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah. Dengan dasar inilah dilakukan pemekaran

pada Kabupaten Bulungan menjadi 2 kabupaten baru lainnya, yaitu Kabupaten

Nunukan dan Kabupaten Malinau. Pemekaran Kabupaten ini secara hukum

diatur dalam UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten

Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat

dan Kota Bontang pada tanggal 4 Oktober 1999.

2.3 Sejarah Kesultanan Bulungan

Hikayat mengenai sejarah Daerah istimewa bulungan memang tak

dapat dilepaskan dari peran Kesultanan bulungan yang gigih mendukung

kemerdekaan Indonesia, karena memang pada faktanya status daerah

Istimewa bukan diminta, namun diberi oleh negara Republik Indonesia

melalui persetujuan pemerintah pusat. Dalam catatan sejarah Bulungan,

kepala daerah pertama sekaligus terakhir adalah Sultan Maulana Muhammad

Page 20: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya13

Djalaluddin, beliau adalah seorang tokoh sejarah yang telah melewati tiga

masa sekaligus yaitu zaman belanda, zaman jepang dan era kemerdekaan.

Sultan Muhammad Djaluddin beserta para mentri Khususnya Datuk Bendahara

paduka Raja, begitu gigih melawan kehendak belanda di bulungan melalui

jalaur diplomasi, dalam sejarah Bendahara Paduka raja atas mandat Sultan

Muhammad Djalaluddin – beliau memang tidak disenangi oleh kolonial

belanda,- menjalin hubungan rahasia dengan Sultan Gunung Tabur dan

Sambaliung di berau untuk mendukung penuh kemerdekaan indonesia, namun

pihak kompeni ternyata tak berani menghalangi dengan tegas manuver politik

beliau. Demikan pula di tingkatan “akar rumput”, para tokoh pergerakan tak

tinggal diam demi menyukseskan integrasi kesultanan bulungan sebagai

bagaian dari NKRI tercinta yang kemudian hasil berbuah pada penyatuan

Bulungan sebagai bagian dari bangsa indonesia pada 17 Agustus 1949.

Peristiwa ini sendiri digambarkan dengan apik dalam sebuah memorie yang

ditulis mengenai kondisi pada saat itu: De an Nederlandse geest breidde ini

de voornaamste gebieden van dit gewest zicht zoodaning uit, dat hetbestuur

ijverde voor de invoering van corlog…, de verkiezing van afgvaardigden voor

ee Boerneo conferen e word een totale mislukking on kregan de enkele

gekezen afgevaardigden Als mandaat mede de aanslui ng hij de republik.

(semangat anti Belanda telah tersebar luas di daerah ini, sehingga pemerintah

berusaha untuk memberlakukan dalam keadaan perang …, Pemilihan utusan

ke konfrensi pembentukan negara kalimantan gagal total, karena beberapa

utusan yang terpilih memperoleh mandat pengabungan dengan Republik).

Peristiwa ini manjadi era penting masa transisi pemerintahan Kesultanan

Bulungan yang telah mengakar berabad lamanya. Setelah bergabung dengan

RI, posisi Kesultanan Bulungan sebagai wilayah swapraja dimantapkan melalui

surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 186 / ORB / 92 / 14

tertanggal 14 Agustus 1950 yang kemudian disahkan menjadi UU Darurat 3

/ 1953 dari pemerintah Negara RI. Kemudian wilayah Bulungan berdasarkan

Page 21: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

14

UU N0. 22 /1948 menjadi Daerah Istimewa Bulungan. Keputusan itu membuat

Sultan Djalaluddin dimandatkan oleh negara Republik Indonesia menjadi Kepala

Daerah Istimewa yang pertama sekaligus yang terakhir hingga akhir hayatnya

tahun 1958.

Pada masa transisi pemerintahan seperti ini, karena tak memiliki

gedung pemerintahan yang memadai, Kepala Daerah istimewa saat itu,

maulana Muhammad Djalaluddin kemudian menetapkan istana Bulungan

yang tingkat dua itu sebagai gedung kepala daerah istimewa dimana semua

kegiatan pemerintahan dipusatkan di istana, jadi sesungguhnya sistem satu

atap dalam pola pemerintahan sejarah modern Bulungan memang bukan hal

yang baru. Masyarakat Bulungan memang dikenal cukup terbuka dengan hal-

hal baru demikian dengan berorganisasi dan politik, menariknya walau telah

lama hidup dalam suana kesultanan yang memang masih bernuansa monarky

namun Sultan tak pernah menggunakan hak dan kekuasaannya untuk melarang

rakyatnya dalam kegiatan politik praktis, perubahan yang mulus menang tak

lepas kepemimpinan akhir Sultan Djalaluddin yang kharismatik. Menariknya

pemerintah pusat sendiri baru berani mencabut status hal istimewa Bulungan

setelah almarhum berpulang ke rahmatullah pada tahun 1958.

Setahun kemudian tepatnya setelah UU Nomor 27 tahun 1959 disahkan,

berakhirlah status daerah istimewa Bulungan. Sebelumnya telah dibentuk

Dewan Perwakilan Rakyat pertama di Bulungan yang diketuai oleh Muhammad

Zaini Anwar (1955-1959). Pada tanggal 12 oktober 1960, dilantik Bupati pertama

Bulungan Andi Tjatjo Gelar Datuk Wiharja (1960-1963) yang juga masih kerabat

Kesultanan Bulungan. Dimasa beliau ini Ibu kota Kabupaten Bulungan di pindah

dari Tanjung Palas ke tanjung Selor (http://muhammadzarkasy-bulungan.

blogspot.co.id/)

Page 22: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya15

Kalimantan di bagian utara meliputi Sabah, Sarawak, Brunei dan

Karasikan yang sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Utara. Dalam sejarahnya

negeri-negeri di bagian utara pulau Kalimantan ini adalah wilayah pengaruh

Kesultanan Brunei dan Kesultanan Sulu. Raja pertama dari Kesultanan Bulungan

yang berada di Kalimantan Utara berasal dari Brunei. Namun pada masa Hindu

wilayah utara Kalimantan tersebut hingga sebagian Sabah merupakan bekas

wilayah Berau. Daerah Kesultanan Bulungan merupakan bekas daerah milik

Kerajaan Berau yang melepaskan diri. Kerajaan Berau menurut Hikayat Banjar

termasuk dalam pengaruh mandala Kesultanan Banjar sejak zaman dahulu

kala, ketika Kesultanan Banjar masih bernama Kerajaan Negara Dipa/Kerajaan

Negara Daha. Dalam tahun 1853, Bulungan sudah dimasukkan dalam wilayah

pengaruh Belanda. Sampai tahun 1850, Bulungan/Kaltara berada di bawah

Kesultanan Sulu.

Provinsi Kalimantan Utara Sebagai Provinsi ke-34 Indonesia, memiliki

luas daratan 71.176,72 km2 dengan populasi pada tahun 2010 sebanyak

530.425 jiwa, dan kepadatan penduduk 7,5 orang/km². Provinsi Kalimantan

Utara terdiri atas 4 kabupaten, dan 1 kota, dengan 47 kecamatan didalamnya.

Kabupaten-kota yang berada di wilayah pesisir adalah Kabupaten Bulungan,

Tana Tidung, dan Nunukan, serta Kota Tarakan. Kota Tarakan merupakan pusat

perekonomian dan jasa terbesar di wilayah Kalimantan Utara dengan jumlah

penduduk terbesar 239.787 jiwa pada tahun 2011 di pulau kecil dengan luas

250,80 km² dan kepadatan hampir mencapai 1.000 jiwa per/km². Tarakan juga

Bab 3Peta Sosial Budaya dan Politik

di Pesisir Perbatasan Kalimantan Utara

Page 23: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

16

merupakan pusat transportasi udara maupun laut di Kalimantan Utara, Bandar

Udara Juwata merupakan bandar udara berstatus internasional terbesar di

wilayah Kalimantan Utara dengan rata-rata penumpang per tahun mencapai

1 juta penumpang, dan Pelabuhan Malundung juga merupakan pelabuhan

terbesar di Kalimantan Utara yang dikelola oleh PT. Pelindo IV. Kota Tarakan

juga memiliki beberapa pelabuhan kecil lainnya seperti Pelabuhan Tengkayu I

dan II serta Pelabuhan Ferry Juata Laut.

Kabupaten Bulungan adalah kebupaten induk bagi semua wilayah

di Kalimantan Utara sebelum tahun 1997 yang memekarkan Kota Tarakan,

kemudian tahun 1999 memekarkan Kabupaten Malinau dan Kabupaten

Nunukan, serta tahun 2007 pemekaran terakhir yaitu Kabupaten Tana Tidung.

Kabupaten Bulungan memiliki luas wilayah 18.010,50 km² dan penduduk

135.915 jiwa pada tahun 2011 serta berpusat di Kecamatan Tanjung Selor.

Bulungan juga merupakan daerah yang dicanangkan sebagai ibukota Provinsi

Kalimantan Utara.

Kabupaten Nunukan adalah kabupaten terbesar kedua setelah Kota

Tarakan dengan penduduk 140.842 jiwa pada tahun 2010 dengan luas wilayah

14.493 km² yang berpusat di Pulau Nunukan Timur tepatnya di Kecamatan

Nunukan. Kabupaten Nunukan merupakan kabupaten yang berbatasan darat

maupun laut dengan negara bagian Malaysia yaitu Sabah dan Sarawak, setiap

harinya di Pelabuhan Tunon Taka yang merupakan pelabuhan yang dikelola

BUMN atau lebih tepatnya dikelola PT. Pelindo IV selalu dipadati penumpang

yang pada umunya berdagang dan sebagian lagi Tenaga Kerja Indonesia yang

berpergian ke Tawau, Sabah, Malaysia Timur. Nunukan juga memiliki bandar

udara domestik yang akan dicalonkan sebagai bandar udara internasional yaitu

Bandar Udara Nunukan sebagai bandara terbesar kedua di Kalimantan Utara.

Kabupaten Tana Tidung merupakan kabupaten termuda, terkecil serta

berpenduduk tersedikit di Kalimantan Utara, yang berada di arus Sungai

Sesayap dan berpenduduk 22.503 jiwa pada tahun 2011 dengan luas wilayah

Page 24: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya17

4.828,58 km². Tana Tidung sama seperti Kabupaten Malinau yang pada

umumnya berpenduduk Suku Tidung, namun sangat jarang Suku Dayak tetapi

yang terdapat hanyalah Suku Berushu.

Melalui pembentukan provinsi baru, diharapkan kesejahteraan rakyat,

dan ketahanan nasional dapat diwujudkan. Setelah pemerintahan Kalimantan

Utara dibentuk, maka akan ada pusat pemerintahan baru di perbatasan yang

seluruhnya akan mengendalikan kegiatan pembangunan, baik di bidang

pendidikan, kesehatan, di bidang pelayanan publik, sehingga memiliki otoritas

mandiri dalam membentuk pola kebijakan ekonomi, kebijakan pembangunan.

Meski secara resmi telah dibentuk tetapi pemilihan kepala daerah Kalimantan

Utara baru akan dilakukan dua tahun mendatang, yaitu tahun 2015. Perlu

disadari bahwa tujuan pemekaran wilayah adalah untuk meningkatkan

pelayanan publik yang lebih prima, bukan menciptakan daerah-daerah baru

yang justru menambah beban baru. Pembentukan Kalimantan Utara secara

mendasar ditujukan untuk menghidupkan ekonomi warga perbatasan, meskipun

perlu disadari hal tersebut tidak dapat langsung menjawab permasalahan di

perbatasan (Bappeda Kota Banjarmasin, 2013).

3.1 Kondisi Sosial-Budaya Pesisir Kalimantan Utara

Secara kultural, bumi Kalimantan Utara merupakan wilayah

bermukimnya kelompok etnik/suku bangsa Bulungan, Tidung, Dayak dan Banjar,

sebagai penduduk asli (putra daerah). Oleh karena itu, bahasa dominan yang

digunakan mencerminkan keberadaan kelompok etnik tersebut, yang dalam

kesatuannya diikat oleh Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu keragaman

etnik tersebut. Secara historis, negeri-negeri di bagian utara pulau Kalimantan,

meliputi Sarawak, Brunei dan sebagian besar Sabah adalah wilayah mandala

negara Kesultanan Brunei yang berbatasan dengan mandala negara Kerajaan

Berau. Sejak masa Hindu hingga masa sebelum terbentuknya Kesultanan

Page 25: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

18

Bulungan, daerah yang sekarang menjadi wilayah provinsi Kalimantan Utara

hingga daerah Kinabantangan di Sabah bagian Timur merupakan wilayah

mandala negara Berau yang dinamakan Nagri Marancang. Namun belakangan

sebagian utara Nagri Marancang (alias Sabah bagian Timur) terlepas dari

Berau karena diklaim sebagai wilayah mandala Brunei, kemudian oleh Brunei

dihadiahkan kepada Kesultanan Sulu dan Suku Suluk mulai bermukim di

sebagian wilayah tersebut. Kemudian kolonial Inggris menguasai sebelah utara

Nagri Marancang dan Belanda menguasai sebelah selatan Nagri Marancang

(sekarang provinsi Kaltara) (http://rahmanhumas.blogspot.com, 2013).

Wilayah yang menjadi provinsi Kalimantan Utara merupakan bekas

wilayah Kesultanan Bulungan dan Kerajaan Tidung. Kedua-duanya merupakan

bekas daerah bagian milik dari negara Berau yang telah melepaskan diri, namun

kemudian menjadi daerah perluasan pengaruh Kesultanan Sulu. Sampai tahun

1850, negeri Bulungan dan negeri Tidung masih diklaim sebagai negeri bawahan

dalam mandala negara Kesultanan Sulu [bekas bawahan Brunei]. Namun dalam

tahun 1853, negeri Bulungan dan negeri Tidung sudah dimasukkan dalam

wilayah Hindia Belanda atau kembali menjadi bagian dari Berau. Walaupun

belakangan negeri Bulungan dibawah kekuasaan Pangeran dari Brunei dan

negeri Tidung dibawah kekuasaan menantu Raja Tidung yang merupakan

Pangeran dari Sulu, namun kedua negeri tersebut masih tetap termasuk dalam

mandala negara Berau (http://rahmanhumas.blogspot.com, 2013).

Berdasarkan perjanjian antara negara Kesultanan Banjar dengan VOC

Belanda yang dibuat pada tanggal 13 Agustus 1787 dan 4 Mei 1826, maka secara

hukum negara Kesultanan Banjar menjadi daerah protektorat VOC Belanda

dan beberapa daerah bagian dan negara bagian yang diklaim sebagai bekas

Vazal Banjar diserahkan sebagai properti VOC Belanda, maka Kompeni Belanda

membuat batas-batas wilayahnya yang diperolehnya dari Banjar berdasarkan

perjanjian tersebut, yaitu wilayah paling barat adalah negara bagian Sintang,

daerah bagian Lawai dan daerah bagian Jelai (bagian dari negara bagian Kota

Page 26: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya19

Waringin) sedangkan wilayah paling timur adalah negara bagian Berau. Negara

bagian Berau meliputi negeri Kesultanan Gunung Tabur, negeri Kesultanan

Tanjung/Sambaliung, negeri Kesultanan Bulungan dan distrik Tidung yang

meupakan bekas Kerajaan Tidung yang dihapuskan tahun 1916, berdasarkan

peta Hindia Belanda tahun 1878 saat itu menunjukkan posisi perbatasan

jauh lebih ke utara dari perbatasan Kaltara-Sabah hari ini, karena mencakupi

semua perkampungan Suku Tidung yang ada di wilayah Tawau. Oleh karena

itu, secara historis-kultural, antara masyarakat Kalimantan Utara dengan

masyarakat negeri Sabah merupakan warga serumpun yang berasal dari

kelompok etnik yang sama. Hal ini berimplikasi pada terjadinya ketidaksesuaian

antara batas etnis-kultural dengan batas politis-terotorial yang lahir kemudian,

seiring dengan terbentuknya negara yang memisahkan mereka secara politis

(kewarganegaraan) (http://rahmanhumas.blogspot.com, 2013).

Dalam perkembangannya, mobilitas penduduk menuju Kalimantan

Utara, terutama yang berasal dari Sulawesi Selatan (Bugis), telah menjadikan

Kalimantan Utara sebagai tujuan migrasi yang penting. Orang Bugis merupakan

penduduk pendatang yang paling dinamis di kawasan ini, bahkan merambah

jauh ke utara memasuki kawasan negeri Sabah (Tirtosudarmo, 2005). Potensi

ekonomi, baik lokal maupun transnasional (terkait kedekatannya secara

geografis dan kultural dengan Sarawak dan Sabah), telah menjadikan daerah ini

sebagai daya tarik bagi penduduk dari daerah sekitarnya sehingga mendorong

arus migrasi yang cukup masif. Masuknya arus migrasi yang masif ke wilayah

Kalimantan Utara ini, pada gilirannya, membawa implikasi sosial, ekonomi, dan

politik yang berpengaruh terhadap pola interaksi di antara kelompok etnik.

Terjadinya kontestasi, konflik, dan dominasi, di samping kerjasama, mewarnai

pola-pola hubungan antar etnik yang berlangsung dalam ranah kultural,

ekonomi, dan politik, di Kalimantan Utara.

Page 27: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

20

3.2 Masyarakat Transnasional di Wilayah Pesisir Perbatasan Kalimantan Utara

Fakta historis menjelaskan bahwa masyarakat Kalimantan Utara

dengan Sabah dan Sarawak memiliki akar budaya etnik yang sama, yang terjalin

secara turun temurun melalui hubungan sosial, ekonomi, kekerabatan, dan

kepentingan lainnya. Terbangunnya relasi-relasi tersebut dimungkinkan oleh

dua aspek utama. Pertama, adanya ikatan kekerabatan yang terbentuk oleh

hubungan perkawinan antar warga dalam satu komunitas. Kedua, ikatan yang

dibangun melalui hubungan ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan (John

Habba, 2000).

Menurut Rogers (1983), relasi-relasi antar individu/kelompok

komunitas tersebut memiliki tendensi relasional yang berciri homophily,

yakni warga komunitas cenderung membangun jaringan sosial dengan warga

komunitas yang mempunyai kesamaan. Dalam hal ini, kesamaan dalam budaya,

pekerjaan, agama, dan kepentingan. Dalam perkembangannya, pola jaringan

sosial bersifat heterophily dalam bentuk kontrak sosial antar individu, meskipun

lingkupnya masih terbatas dibandingan dengan hubungan homophily (John

Habba, 2000).

Daerah Kalimantan Utara dan Sabah merupakan sebuah entitas

kebudayaan dan geografis yang memiliki sejarah lokal yang sama. Kesamaan

kultural dan sejarah ini telah membuat kedekatan etnis yang sudah tercipta, tidak

dapat dihilangkan begitu saja oleh adanya pembagian wilayah administratif,

seiring dengan hadirnya negara sebagai realitas politik. Sampai saat ini,

penduduk yang ada di kedua wilayah perbatasan tersebut masih menjalankan

hubungan-hubungan sosial, kekerabatan, dan ekonomi, tanpa dibatasi oleh

batas-batas geopolitik yang ada.

Kesatuan etnis dan relasi sosial-ekonomi yang berlangsung antar

warga masyarakat di perbatasan, satu sama lain saling mengkonstruksikan

Page 28: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya21

dan mengintegrasikan mereka dalam satu kesatuan komunitas, sebagai “fakta

sosial” yang mengarahkan kehidupan masyarakat di perbatasan, terlepas dari

keberadaan negara sebagai fakta sosial lain, yang kehadirannya sangat minimal,

mengawasi keberadaan warganya di perbatasan. Keberadaan masyarakat

pebatasan sebagai suatu komunitas yang keanggotaannya meliputi dua wilayah

negara yang berbeda, seakan-akan memiliki dunianya sendiri, dengan segala

aturan, norma, dan praktik-praktik kultural yang ada di dalamnya.

Gambaran ini belangsung dalam kehidupan komunitas perbatasan di

Desa Sebunga, terutama ketika negara belum hadir di tengah-tengah mereka

dengan seperangkat kebijakan yang mengatur dan mengawasi aktivitas

masyarakat di perbatasan. Relasi-relasi ekonomi dan kultural, serta tatanan

sosial yang terbangun di dalamnya menjadi satu kebutuhan dan keharusan

sosial bagi masyarakat dalam rangka menjamin kesinambungan kehidupan

mereka sebagai suatu sistem komunitas. Relasi-relasi ekonomi dalam bentuk

perdagangan, hubungan kerja, serta relasi-relasi sosial kultural; perkawinan,

upacara adat, dan sebagainya, berlangsung sebagai suatu kenyataan sosial

masyarakat di perbatasan. Sekalipun batas-batas teritorial telah ditetapkan dan

disadari keberadaannya oleh masyarakat, tetapi tidak menjadi penghalang bagi

mereka untuk membangun relasi ekonomi dan kultural yang sudah berlangsung

secara turun-temurun.

Praktik ini terus berjalan dalam arena lintas batas, melampaui wilayah

Indonesia dan Malaysia, dengan berbasiskan kesatuan kultural. Kondisi ini

berjalan sampai negara hadir secara lebih konkrit dengan melakukan regulasi

dan pengawasan terhadap arus lintas barang dan orang di perbatasan negara.

Pengaturan tersebut dilakukan dengan membangun pintu perbatasan (border

gate) dan menempatkan aparatnya untuk mengawasi wilayah tersebut.

Page 29: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

22

3.3 Hubungan Antar Etnik

Kontestasi dalam berbagai ranah kultural, ekonomi, dan politik,

memang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat majemuk.

Terlebih, dalam kondisi terbatasnya sumber-sumber ekonomi dan politik,

kemungkinan terjadi konflik menjadi sangat potensial untuk memperebutkan

sumber daya yang terbatas tersebut. Dalam kondisi seperti ini, isu identitas

etnik-kultural seringkali dijadikan penguat untuk mempertajam pola hubungan

konflik yang terjadinya. Namun, kekhawatiran ini tidak terjadi di Kalimantan

Utara, sebagaimana yang telah berlangsung di Kalimantan Barat (kabupaten

Sambas) dan Kalimantan Tengah (Kota Sampit). Di Provinsi Kalimantan Utara,

Khususnya Kabupaten Nunukan sebagai daerah tujuan migrasi yang paling

besar di Kalimantan Utara, sebuah kesepakatan dicapai – mengikuti apa yang

telah dilakukan di banyak tempat di Kalimantan Utara (Kalimantan Timur) – oleh

kelompok-kelompok etnik tersebut ditambah dengan Ikatan Sarjana Nunukan

(Soewarsono, 2005), untuk mencegah terjadinya konflik.

Ada beberapa kondisi yang diciptakan untuk mengantisipasi terjadinya

konflik. Pertama, para pendatang (kaum migran) di Provinsi Kalimantan Utara

bukanlah sebuah kelompok minoritas – sebagaimana halnya orang Madura di

Sambas dan Sampit. Kedua, berbagai kelompok etnis di Kalimantan Utara, secara

ekonomi tidak berada dalam suatu daerah kegiatan yang sama. Penduduk asli,

lebih berada pada sektor ekonomi “subsistensi”, sedangkan para pendatang

adalah kelompok tenaga kerja atau para pedagang yang melakukan aktivitas

jual-beli komoditas. Di sini, terjadi pembagian kerja secara ekonomis di antara

berbagai kelompok etnis. Para pendatang Bugis dan orang Sulawesi Selatan

lainnya lebiih merupakan para pedagang/pengusaha. Orang Timor terkenal

sebagai petani sayur mayur yang cukup berhasil. Sedangkan, orang Tidung,

selain sebagai petani juga nelayan. Bahkan, para Nelayan Tidung lah yang

memberikan nama Nunukan pada pulau yang sekarang didiami oleh mayoritas

orang Bugis dan Sulawesi Selatan lainnya di Provinsi Kalimantan Utara. Ketiga,

Page 30: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya23

terdapat suatu pengkonsentrasian pemukiman berbagai kelompok etnis di

dalam wilayah Kabupaten Nunukan. Penduduk asli Dayak Londaye terkonsentrasi

di Kecamatan Krayan, Dayak Tagel dan Murut terkonsentrasi di Kecamatan

Lumbis, etnis Tidung bersama dengan Dayak Tenggaleng merupakan penduduk

utama Kecamatan Sembangkung. Sedangkan orang Timor membentuk sebuah

pemukiman khusus di Kecamatan Sebatik. (Soewarsono, 2005).

3.4 Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara sebagai Rekonstruksi Iden tas Kultural

Terbentuknya kabupaten baru yaitu Malinau dan Nunukan, serta

pemberian status Tarakan sebagai kota, kemudian sebuah gagasan dilontarkan

oleh sejumlah kalangan, baik yang berada di Kabupaten Berau, Kabupaten

Bulungan, maupun Kota Tarakan, mengenai perlunya dibentuk sebuah provinsi

baru di utara wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Bagi para penggagasnya,

penciptaan provinsi ini merupakan sebuah cara untuk mempercepat proses

pembangunan wilayah utara provinsi Kaltim tersebut. Gagasan terus

berkembang dan mengarah pada sebuah gerakan, yang kemudian dikondisikan

dengan rencana pembentukan provinsi di dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) menjadi 40 provinsi pada tahun 2004 (Gagasan dan gerakan

pembentukan Provinsi Kalimantan Utara dapat dilihat dalam Kaltim Post, 1

Maret 2001 dan Kompas, 3 April 2001).

Pembentukan provinsi Kalimantan Utara yang meliputi empat

kabupaten, yaitu Berau, Bulungan, Malinau, dan Nunukan, serta satu Kota

Tarakan, direncanakan akan rampung pada tahun 2002. Namun, beberapa

kalangan di pulau Nunukan terus menerus memperlihatkan sikap penolakan

terhadap rencana pembentukan provinsi baru tersebut. Argumen penolakan

tersebut terkait dengan keterbatasan dana percepatan proses pembangunan,

sementara dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terus

Page 31: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

24

melonjak. Jika provinsi terbentuk, APBD dana perimbangan pusat-daerah

harus dilepaskan, dan hal ini akan membebani kabupaten/kota dalam upaya

percepatan pembangunan daerahnya. (Soewarsono, 2005).

Bagi para penggagas dan penggeraknya, alasan-alasan penolakan

tersebut dianggap hal yang masuk akal, namun gagasan pembentukan tersebut

dianggap lebih penting daripada sekedar permasalahan dana pembangunan,

Bagi mereka pembentukan provinsi baru Kalimantan Utara lebih memiliki nilai

strategis dalam rangka memberikan penguatan dan rekonstruksi kebangkitan

penduduk ‘asli’ di utara Kalimantan Timur yang selama itu terpinggirkan,

bahkan tergeser oleh masuknya pendatang baru yang semakin masif. Oleh

karena itu, pembentukan provinsi ini menjadi langkah antisipatif-politik yang

bisa mencegah kemungkinan terjadinya konflik horisontal akibat kesenjangan

antar-etnis, dan sekaligus memperkuat kedaulatan negara di perbatasan yang

selama ini terusik oleh adanya arus transnasional akibat kesenjangan ekonomi

dengan negara tetangga (Sabah dan Sarawak).

Selain itu, penguatan dan rekonstruksi penduduk asli dianggap penting

karena alasan sejarah. Bahwa di utara Kaltim terdapat beberapa kerajaan

yang merupakan pusat-pusat politik, yaitu di Berau terdapat kerajaan Gunung

Tabur dan Sambaliung; di Bulungan terdapat kerajaan Bulungan dan Pasir.

Berdasarkan “Zelf Bestuurssregelen” tahun 1938, semua kerajaan tersebut

diakui keberadaannya oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pemerintah

Republik Indonesia pun mengakuinya melalui Undang-Undang Darurat No. 3

tahun 1953 dengan menjadikan kerajaan-kerajaan tersebut sebagai daerah-

daerah istimewa (Soewarsono, 2005). Namun, dalam perkembangannya, fakta

historis ini tidak mendapatkan pengakuan, dan keberadaan penduduk asli

dianggap tidak mendapatkan tempat yang cukup dalam struktur politik yang

ada. Oleh karena itu, alasan-alasan sosial, politik, dan historis ini, menjadi lebih

penting dan strategis untuk merekonstruksi eksistensi penduduk asli daripada

sekedar alasan keterbatasan dana.

Page 32: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya25

Setelah melalui pergulatan panjang, pada akhirnya, Provinsi Kalimantan

Utara resmi disahkan sebagai provinsi ke-34, melalui Rapat Paripurna DPR RI

pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun

2012. Pada tanggal 22 April 2013 telah dilantik Penjabat Gubernur Kalimantan

Utara oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi atas nama Presiden RI. Pada

waktu yang bersamaan pula maka, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara telah

resmi diselenggarakan.

Page 33: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

26

Page 34: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya27

Selama ini masyarakat pesisir sering kali dipandang sebagai masyarakat

yang tertinggal secara ekonomi. Mereka tergolong masyarakat marjinal yang

kurang tersentuh program pembangunan. Wajar pula bila mereka akrab dengan

stempel kemiskinan, keterbelakangan, serta rendahnya pendidikan. Padahal

secara normatif, masyarakat pesisir seharusnya merupakan masyarakat yang

sejahtera karena potensi sumber daya alamnya yang besar.

Masyarakat pesisir yang dimaksud terdiri atas nelayan, pembudidaya

ikan, pengolah dan pedagang hasil laut, serta masyarakat lainnya yang

kehidupan sosial ekonominya tergantung pada sumber daya kelautan

dan perikanan. Kemiskinan masyarakat pesisir berakar pada keterbatasan

mengakses permodalan yang ditunjang oleh kultur kewirausahaan yang tidak

kondusif yang dilandasi dengan sifat usaha yang individual, tradisional, dan

subsisten. Salah satu indikasi keterbatasan akses modal tersebut ditandai

dengan realisasi penyerapan modal melalui investasi pemerintah dan swasta

selama periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) yang hanya 0,02

persen dari keseluruhan modal pembangunan. Konsekuensinya, kebutuhan

permodalan nelayan dipenuhi oleh rentenir, tengkulak, tauke atau ponggawa

yang dalam kenyataannya secara jangka panjang tidak banyak menolong untuk

meningkatkan kesejahteraan mereka. Malah sebaliknya, cenderung menjerat

dalam lilitan hutang yang tak pernah bisa dilunasi. Demikian pula kultur

kewirausahaan mereka masih bercorak manajemen keluarga, dengan orientasi

sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (subsisten).

Bab 4Potensi Ekonomi

Masyarakat Pesisir Kalimantan Utara

Page 35: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

28

Indikasi kemiskinan nelayan itu dengan mudah dapat dilihat pada saat

memasuki desa nelayan. Kondisi perumahan yang kumuh adalah sebuah

citra umum yang selalu dikaitkan dengan kehidupan nelayan. Selain itu,

perabotan yang seadanya, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sandang

dan kesehatan yang rendah, merupakan gambaran yang tidak terlepas dari

kehidupan nelayan pada umumnya. Begitu pula kondisi pendidikan yang juga

rendah. Walaupun gambaran seperti itu tidak seluruhnya benar, namun itulah

kenyataan umum yang terlihat pada saat ini.

Pertumbuhan yang diperoleh dari sektor ekonomi berbasis sumber

daya kelautan cukup tinggi dan sumbangan yang diberikan sektor itu cukup

nyata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun pada kenyataannya

terkesan kurang berdampak pada para nelayan dan umumnya masyarakat

pesisir. Mereka sebagai pelaku dan objek dari pembangunan tetap saja masih

terjebak dalam kemiskinan dan ketertinggalan. Dengan karunia kekayaan alam

yang begitu besar, sungguh ironis jika masyarakat pesisir masih terjebak dalam

Page 36: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya29

kubangan krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Permasalahan nelayan dan masyarakat pesisir merupakan permasalahan

yang kompleks. Karenanya, usaha pemberdayaan nelayan membutuhkan

perhatian yang serius dan pengkajian yang mendalam oleh berbagai pihak

terkait. Dengan demikian, diharapkan dapat lebih arif dalam memahami

persoalan nelayan dan upaya optimalisasi produktivitas nelayan.

Aspek lain yang juga penting dalam ketahanan nasional adalah

identitas budaya yang kuat sebagai bagian dari budaya Indonesia. Salah satu

upaya untuk mengembangkan identitas budaya tersebut antara lain dengan

menumbuhkembangkan produk lokal yang lekat dan menjadi ciri khas, seperti

batik dan kerajinan Tidung, rumah Baloy, dan lain-lain.

4.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Kalimantan Utara

Untuk memberdayakan masyarakat pesisir, selain perlu pembinaan

menyangkut pola hidup, diperlukan juga faktor-faktor lain yang berpengaruh,

seperti rasa percaya diri, sarana perahu/kapal, alat tangkap, teknologi,

pelabuhan, pendidikan, keterampilan, peningkatan SDM, etos kerja,

manajemen, kemandirian, kreativitas usaha, budaya menabung, hingga kultur

masyarakat. Begitu pula dibutuhkan dukungan pemerintah dan berbagai pihak

terkait, termasuk media massa. Semua itu menjadi faktor yang berpengaruh

pada upaya optimalisasi produktivitas nelayan.

Pengelolaan wilayah pesisir dari pulau-pulau kecil sebagai bagian integral

dari pembangunan kelautan dan perikanan, saat ini mendapat perhatian

dengan skala prioritas yang tinggi, dan menjadi bagian dari orientasi kebijakan

perencanaan pembangunan nasional. Hal tersebut terjadi karena wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki arti strategis dengan potensi yang besar

dari sumber daya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya.

Page 37: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

30

Saat ini banyak program pemberdayaan yang mengklaim sebagai

program yang berdasarkan kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat

(bo om up), tetapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki

akan program-program tersebut, sehingga tidak aneh banyak program yang

hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan

masyarakat. Pertanyaan kemudian muncul apakah konsep pemberdayaan yang

salah atau pemberdayaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu dari

segolongan orang.

Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi

masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan

melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen

dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir

tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya,

karena di dalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan

masyarakat diantaranya: a) masyarakat nelayan tangkap; b) masyarakat nelayan

pengumpul/bakul; c) masyarakat nelayan buruh; d) masyarakat nelayan tambak

dan masyarakat nelayan pengolah.

Setiap kelompok masyarakat

tersebut haruslah mendapat

penanganan dan perlakuan khusus

sesuai dengan kelompok, usaha,

dan aktivitas ekonomi mereka.

Pemberdayaan masyarakat tangkap

misalnya, mereka membutuhkan

sarana penangkapan dan kepastian

wilayah tangkap. Berbeda dengan

kelompok masyarakat tambak, yang

mereka butuhkan adalah modal kerja

dan modal investasi, begitu juga

Page 38: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya31

untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh. Kebutuhan setiap kelompok

yang berbeda tersebut, menunjukkan keanekaragaman pola pemberdayaan

yang akan diterapkan untuk setiap kelompok tersebut.

Pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan Utara merupakan

bagian integral dari pembangunan kawasan perbatasan secara nasional. Wilayah

perbatasan di Kalimantan Utara memiliki potensi sumber daya alam yang cukup

besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan

keamanan negara. Namun secara umum pembangunan wilayah perbatasan

masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara

tetangga.

Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini

umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga

negara tetangga. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan

ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat

menimbulkan berbagai kerawanan sosial.

Keadaan wilayah perbatasan Kalimantan Utara dengan negara Malaysia

hingga saat ini kondisinya masih sangat memprihatinkan. Permasalahan

mendasar pembangunan di wilayah perbatasan adalah isolasi

wilayah, sehingga berdampak terhadap kegiatan pengembangan

kawasan pada seluruh bidang pembangunan, termasuk kualitas

sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan, infrastruktur,

dan pertanian dalam arti luas. Kawasan perbatasan di Provinsi

Kalimantan Utara memiliki permasalahan pada (Sutisna dkk, 2011)

: a) Rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang dapat diukur

dengan menggunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia

(IPM); b) Keterbatasan sarana prasarana pendukung, kondisi

transportasi antar wilayah di perbatasan masih belum mampu

menjadi penopang kegiatan ekonomi masyarakat; c) Buruknya

kondisi kesehatan, pelayanan kesehatan di kawasan perbatasan

Page 39: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

32

masih minim; d) Keterbatasan sarana dan kualitas pendidikan; e) Keterbatasan

jangkauan telekomunikasi, sarana perhubungan khususnya telekomunikasi di

kawasan perbatasan Kalimantan masih sangat terbatas; f) Buruknya kondisi

perekonomian, secara umum kondisi kedua wilayah perbatasan masih sangat

berbeda, wilayah Malaysia relatif lebih maju dibandingkan dengan wilayah

Indonesia; g) Pemekaran wilayah yang tidak diikuti oleh kesiapan aparatnya;

h) Degradasi sumber daya alam yang berdampak pada kerusakan ekosistem

alam dan hilangnya keanekaragaman hayati; i) Lunturnya rasa nasionalisme

dan rendahnya kesadaran politik masyarakat perbatasan Kalimantan Timur

akibat sulitnya jangkauan pembinaan dan adanya peluang ekonomi di negara

Malaysia; j) Terancam dan berkurangnya pulau-pulau terluar dalam wilayah

NKRI di kawasan perbatasan Kalimantan Utara.

4.2 Potensi Sumber Daya Alam

Kabupaten Nunukan sebagai pintu gerbang utama kawasan pebatasan

di Kalimantan Utara, memiliki potensi alam yang luar biasa, antara lain

potensi kelautan (perikanan dan rumput laut). Potensi sumber daya perikanan

tangkap di perairan Nunukan diperkirakan cukup besar. Perairan Pulau Sebatik

diperkirakan mempunyai potensi udang sekitar 2.500 ton/tahun, sedangkan

potensi ikan demersal dan pelagis mencapai 54.860

ton/tahun, dengan tingkat pemanfaatan ikan demersal

dan pelagis sekitar 61% (DKP dan LIPI, 2010). Di sektor

perkebunan, luas areal komoditi kelapa sawit pada tahun

2014 mengalami peningkatan. Sebagian besar dari luas

areal kelapa sawit terdapat di Kecamatan Nunukan,

Sebuku, Sebatik, Sembakung, Sebatik Barat dan Luas areal

komoditi kelapa sawit mengalami peningkatan sebesar

10,59% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sektor

perkebunan di Kabupaten Nunukan merupakan salah ��������� ������������������������������

���������������� !"�#$"%�

������������ ����������������������

�����������

�����������

����� !��&����� !��&

������������������ ���������������������

Page 40: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya33

satu penopang ekonomi daerah yang sangat potensial. Sektor perkebunan

yang menjadi primadona antara lain kelapa sawit, kakao, kopi, lada dan

kelapa. Industri perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Nunukan merupakan

sektor unggulan yang tengah digalakkan melalui program sawit sejuta hektar.

Areal pengembangan perkebunan dan industri pengolahan CPO dipusatkan

di sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia (Dinas Perkebunan dan

Kehutanan, Kabupaten Nunukan, 2015).

Kemudian, sektor pertanian merupakan sektor primer yang mendominasi

aktivitas perekonomian di Kabupaten Nunukan. Pertanian yang meliputi

pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan

selalu diupayakan untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Pada

tahun 2014 luas panen padi (sawah+ladang) di Kabupaten Nunukan mengalami

kenaikan, dimana tanaman padi naik sebesar 9,42%. Secara otomatis produksi

tanaman padi juga mengalami kenaikan, yaitu menjadi 43.496 ton tetapi terjadi

penurunan produktivitas padi sebesar 0,6%. Kecamatan Lumbis adalah daerah

yang mempunyai luas panen dan jumlah produksi padi ladang yang lebih besar

dibandingkan kecamatan yang lain, yaitu 37,23% dari total luas panen serta

37,10% dari total produksi (Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kabupaten

Nunukan, 2015).

Di sektor pertambangan, Kabupaten Nunukan termasuk daerah yang

memiliki masa depan cemerlang, karena menyimpan potensi tambang yang

beragam. Di lautan sekitar Nunukan terdapat cekungan yang menyimpan

minyak dan gas, sedangkan di daratan selain ada minyak dan gas, juga

batubara dan emas. Sayangnya, potensi pertambangan tersebut belum bisa

dikelola secara menyeluruh, disebabkan baru pada tahap pengkajian. Di sisi

lain ternyata beberapa lokasi pertambangan masuk dalam kawasan Taman

Nasional Krayan Mentarang. Sebenarnya ada satu lokasi di Kecamatan Krayan

memiliki kandungan batu bara yang sangat tinggi seluas puluhan ribu hektar,

namun lokasi potensi batubara tersebut belum memiliki akses jalan, lokasi

Page 41: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

34

tersebut juga berada di kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang

termasuk kawasan Hutan Lindung (Dinas Pertambangan dan Energi, Kabupaten

Nunukan, 2015).

Page 42: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya67

Perhatian terhadap pembangunan budaya menjadi sangat penting

mengingat intersitas relasi dan kontestasi antar kelompok budaya (etnis)

sangat tinggi sebagai akibat dari arus migrasi yang cukup besar di wilayah

perbatasan. Daya tarik ekonomi baik lokal maupun transnasional dari negara

tetangga (Sabah-Sarawak) menjadi faktor penarik (pull factors) bagi masuknya

kaum pendatang terutama dari Bugis, Jawa, Timor, yang kemudian menjadi

warga yang sangat dominan di Kalimantan Utara. Kompleksitas budaya ini

memerlukan penataan yang serius melalui kebijakan pembangunan daerah,

yang memungkinkan terjadinya relasi antar-budaya yang mendukung terhadap

pencapaian pembangunan daerah. Dalam hal ini, kebijakan pembangunan

ekonomi harus mampu memberdayakan kelompok-kelompok etnik yang ada,

yang belum secara spesifik memasukkan aspek-aspek budaya sebagai identitas

yang penting dalam pembangunan.

Potensi ekonomi melalui kegiatan wirausaha di wilayah pesisir Provinsi

Kalimantan Utara sangat besar. Hal tersebut antara lain karena besarnya volume

perdagangan ikan di sana dengan jaringan distribusi yang telah terbentuk,

baik skala nasional maupun internasional. Untuk itu, potensi tersebut harus

dimanfaatkan secara optimal dalam membangun kewirausahaan yang dapat

menjadi sumber kegiatan ekonomi yang mampu menyerap banyak tenaga

kerja. Di samping itu, sejalan dengan pertumbuhan kewirausahaan yang pesat,

dan industri berbasis sumber daya perikanan dan kelautan, maka perbaikan

lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir pun akan semakin baik.

Bab 6Penutup

Page 43: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

68

Prioritas pembangunan Kawasan Pesisir Perbatasan Indonesia di

Provinsi Kalimantan Utara 2016-2020 adalah 1. Infrastruktur dan Penguatan

Kelembagaan Sosial Ekonomi; 2. Peningkatan Kesejahteraan dan Kemandirian

Masyarakat. Hal tersebut merupakan dasar bagi pembangunan masyarakat

pesisir, sehingga diharapkan dapat berkembang penguatan aspek sosial budaya

dan ekonomi, dalam kerangka ketahanan nasional. Selain itu, rincian roadmap

dapat dikembangkan sesuai dengan skala dan potensi wilayahnya masing-

masing, dengan penekanan pada pengembangan sistem informasi secara

terpadu tentang aspek ekonomi pesisir yang dapat diakses oleh kelompok-

kelompok usaha ekonomi kecil dan menengah agar dapat terus mengikuti

perkembangan global.

Page 44: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya69

Page 45: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

70

Page 46: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya71

Achda, BT; Saribanon, N; Isman, Z; Rambe, S. 2012. Pulau Bunyu dalam Arus

Perubahan. Jakarta: IPM dan PT Pertamina EP Region KTI Field Bunyu.

-------------------------------- 2004. Mendahulukan yang Ter nggal, Laporan Studi

Penjajakan Kebutuhan Program Adopsi Desa Miskin di Jawa Barat.

Jakarta: PPM Universitas Nasional dan Depsos RI, 2004.

Achda, B. Tamam. The Sociological Context of Corporate Social Responsibility

Development in Indonnesia. Corporate Social Responsibility and

Environmental Management 13 (5): 30-35.

Askin, Mohammad. Seluk Beluk Hukum Lingkungan, Disesuaikan Dengan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Jakarta: Nekamatra, 2010.

Bappeda Kota Banjarmasin, 2012. http://bappeda.banjarmasinkota.

go.id/2012/10 /provinsi-kalimantan-utara-sebagai.html. [31 Mei 2013]

Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro.

Insan Cendekia. Surabaya.

Blaine, R Worthen., James R Sanders., Jody L Fitzpatrick., “Program Evalua on.

Alterna ve Approaches and Prac cal Guidelines”,2 nd Ed, Longman

publisher, 1997

Castells, Manuel. 2010. The Power of Iden ty. Second Edition. United Kingdom.

Willey-Blackwell Ltd.

Chambers , R. Par cipatory Learning and Ac on Reflec on : Future Direc on.

Brighton-UK: IDS-University of Sussex.

Daftar Pustaka

Page 47: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

72

Conley, W. William. 1973. The Kalimantan Kenyah: A Study Of Tribal Conserva on

in Terms Dynamic Cultural Themes. Thesis Ph.D, School of World Mission,

Michigan: University Microfilm.

Dhongo, Petrus C. “Orang Bajo di Wuring: Rumah-Rumah di Atas Laut”. Paper,

2006.

Diana, Kendall. 2003. Sociology in Pure Times. Ch. 10 Belmont, CA: Wadswort/

Thomson Learning.

Dwianto, Raphaella Dewantari. “Pendekatan Pemberdayaan dalam

Pembangunan Komunitas”. Paper, tahun 2002.

Dwianto, Raphaella Dewantari. “Pendekatan Pemberdayaan dalam

Pembangunan Komunitas”. Paper, tahun 2002.

Geo, Khaeruddin Elang. Pulau Bunyu, Kemarin, Hari Ini dan Esok (Sejarah yang

Terlupakan. Makasar: LP3i Makasar, 2010.

Guba, E.G and Lincoln, Y.S. “Effective Evolution”. Jossey-Bass Publishers;

Clofornia. 1981.

Habba, John. 2000. “Hubungan Sosial Antara Kelompok Etnis di Entikong dan

Jagoi Babang” dalam Dinamika Sosial Budaya di Daerah Perbatasan

Kalimantan, Sarawak dan Sabah. PMB-LIPI. Jakarta

He, Baogang and Will Kymlicka, eds. 2005. Mul culturalism in Asia. New York:

Oxford University Press.

http://rahmanhumas.blogspot.com/2013/08/profil-kalimantan-utara.html

Diunduh tanggal 27 Juni 2014.

Isaac, S. ; Michael W.B. “Handbook in Research and Evalua on (Second

edi on)”, EdITS publisher: san Diego, Calofornia.

Kaufman, R. And Thomas, S. “Evalua on Without Fear”. New Viewpoints:New

Page 48: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARA

melalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya73

York. 1980.

Kymlicka, W. 1995. Mul cultural Ci zenship: A Liberal Theory of Minority Rights.

Oxford, Clarendon Press.

Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta : Jembatan,

1982.

Koentjaraningrat, 1989. Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Grasindo. Jakarta.

Martin, D. 1991. Geographic Information Systems Socioeconomic

Applications. Routledge. London.

Munandar, Aris. “Memahami Identitas Sosial Komunitas Lokal Di daerah

Perbatasan Indonesia-Malaysia” dalam Jurnal Ekonomi dan Pembangunan.

P2E-LIPI. Vol. XIX (1), 2011.

Patton, M. Q. “Qualita ve Evalua on Methods”. Sage Profesional Publications,

Inc. California.. 1987.

-----------------“ Qualita ve Evalua on And Research Methods”, Second Edition.

The International profesional Publishers Newbury Park: London. 1990.

Rambe, S; Achda, BT; Saribanon, N; Isman, Z. 2012. Tarakan Kota

Persinggahan. Jakarta: IPM dan PT Pertamina EP UBEP

Sangasanga&Tarakan Field Tarakan.

Rogers, Everet M. 1983. Diffusion of Innova on. The Free Press. New York

Rudito, Bambang dan Melia Famiola. Social Mapping Metode Pemetaan Sosial,

Teknik Memahami Suatu Masyarakat Atau Komuni . Bandung: Rekayasa

Sains, 2008.

Page 49: Buku Ajar PUPT 2015 - repository.unas.ac.id

MENGELOLA PERBATASAN DI PESISIR KALIMANTAN UTARAmelalui Pendekatan Ekonomi dan Sosial Budaya

74

Scriven, Michael. “Evaluation Bias and Its Control”. Occasional Paper, University

of california, Berkeley, 1975

Soewarsono. 2005. “Kabupaten Perbatasan Nunukan: Beberapa Karakteristik”

dalam Tirtosudarmo dan Habba (Editor). 2005. Dari En kong Sampai

Nunukan: Dinamika Daerah Perbatasan Kalimantan - Malaysia Timur

(Sarawak-Sabah). Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Sudirman Saad (ed). 2006. “Tahun Program PEMP, Sebuah Refleksi” Direktorat

Pemberdayaan masyarakat Pesisir.

Sudirman Saad dkk. 2007. “Profil Koperasi Masyarakat Pesisir” edisi 2. Direktorat

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.

Sutisna, S; Sumarsono, S; Wasistiono, S; Djojosoekarto, A; Sumarwono, R;

Suryaman, C. 2011. Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Perbatasan

di Indonesia. Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di

Indonesia.

Suyadi; Fitriadi; Daroni; Zaini, A. 2011. Rmusan Rekomendasi Kebijakan

Pengelolaan Perbatasan di Kalimantan Timur. Jakarta: Kemitraan bagi

Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia.

Tirtosudarmo, Riwanto. 2005. “Nunukan Sebagai Wilayah Transit” dalam

Tirtosudarmo dan Habba (Editor). 2005. Dari En kong Sampai Nunukan:

Dinamika Daerah Perbatasan Kalimantan - Malaysia Timur (Sarawak-

Sabah). Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Nunukan Tahun

2010-2015.