”butter cookies” mocorin (modifikasi zea mays the

16
Evaluasi Mutu Gizi dan Organoleptik ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Tepung Jagung Lokal (Zea mays L.) Bekatul) The Nutritional’s Evaluation and Organoleptic of MOCORIN (Modification of Local Corn (Zea mays L.) - Rice Bran Flour) “Butter CookiesFrenky Prasetya Wiyono*, Lydia Ninan Lestario**, A. Ign Kristijanto** *) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **) Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 ([email protected]) ABSTRACT The objectives of this study were: Firstly, to determine the effect of various rice bran additions in making of MOCORIN based on the nutritional value, secondly, to determine the percentage of MOCORIN additions based on the organoleptic value of butter cookies. The water, ash, protein, carbohydrates, fat content, and crude fiber of MOCORIN were analysed by Randomized Completely Block Design (RCBD), 6 treatments and 4 replications. The treatments were the substitution ratios of rice bran which were : 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and 62,5 % respectively, and as the blocks were time of analysis. The organoleptic values were analysed by RCBD, with 7 treatments and 30 replications as the treatments were mixture of wheat and different substitution ratios of MOCORIN which were 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and 62,5 % respectively. To test the differences between the treatment means, the Honestly Significant Differences (HSD) at 5 % level of significance were used. The results of this study showed that ash content, protein, fat, and crude fiber increased according to the level of rice bran addition, on contrary, carbohydrates content decreased. Butter cookies which were the most panelists like was the butter cookies using MOCORIN with 25 % substitution of rice bran. Keywords : MOCORIN, rice bran, butter cookies PENDAHULUAN Adanya permintaan beras yang terus meningkat ditambah dengan semakin menyempitnya area persawahan akibat konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan pemukiman, membuat Indonesia semakin banyak mengimpor beras. Namun di sisi lain, Indonesia memiliki jagung yang berfungsi sebagai sumber pangan 1

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

2

Evaluasi Mutu Gizi dan Organoleptik ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi

Tepung Jagung Lokal (Zea mays L.) – Bekatul)

The Nutritional’s Evaluation and Organoleptic of MOCORIN (Modification of Local

Corn (Zea mays L.) - Rice Bran Flour) “Butter Cookies”

Frenky Prasetya Wiyono*, Lydia Ninan Lestario**, A. Ign Kristijanto**

*) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**) Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga 50711

([email protected])

ABSTRACT

The objectives of this study were: Firstly, to determine the effect of various rice

bran additions in making of MOCORIN based on the nutritional value, secondly, to

determine the percentage of MOCORIN additions based on the organoleptic value of

butter cookies. The water, ash, protein, carbohydrates, fat content, and crude fiber of

MOCORIN were analysed by Randomized Completely Block Design (RCBD), 6

treatments and 4 replications. The treatments were the substitution ratios of rice bran

which were : 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and 62,5 % respectively, and as the

blocks were time of analysis. The organoleptic values were analysed by RCBD, with 7

treatments and 30 replications as the treatments were mixture of wheat and different

substitution ratios of MOCORIN which were 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and

62,5 % respectively. To test the differences between the treatment means, the Honestly

Significant Differences (HSD) at 5 % level of significance were used. The results of this

study showed that ash content, protein, fat, and crude fiber increased according to the

level of rice bran addition, on contrary, carbohydrates content decreased. Butter cookies

which were the most panelists like was the butter cookies using MOCORIN with 25 %

substitution of rice bran.

Keywords : MOCORIN, rice bran, butter cookies

PENDAHULUAN

Adanya permintaan beras yang terus meningkat ditambah dengan semakin

menyempitnya area persawahan akibat konversi lahan pertanian menjadi kawasan

industri dan pemukiman, membuat Indonesia semakin banyak mengimpor beras.

Namun di sisi lain, Indonesia memiliki jagung yang berfungsi sebagai sumber pangan

1

Page 2: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

2

yang mampu tumbuh di lahan-lahan kering. Menurut Prasanna dkk. (2001) dalam Arief

dan Asnawi (2009), jagung merupakan hasil palawija pertama yang memegang peranan

penting dalam pola menu makanan mayarakat setelah beras. Lebih lanjut menurut Arief

dan Asnawi (2009), nilai gizi jagung adalah sebagai berikut: karbohidrat (75,06 -76,3

%), protein (6,51 - 8,4 %), lemak (3,2 - 5,34 %), serat (2,07 - 2,6 %), dan abu (1 - 1,43

%). Komposisi nilai gizi tersebut ditentukan dari beberapa varietas jagung, yaitu

Srikandi kuning, Srikandi putih, Bisi-2, dan Lamuru.

Jagung memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi akan tetapi kandungan protein,

abu, lemak, dan serat yang terbilang rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan

kandungan gizi jagung adalah dengan penambahan bekatul. Bekatul merupakan kulit

paling luar dari beras dan kulit paling dalam dari sekam yang telah terkelupas melalui

proses penggilingan dan penyosohan. Menurut Riswanto dkk. (2009), dalam gabah

kering giling terdapat bekatul sebanyak 10 %. Lebih lanjut menurut Hermanianto dkk.

(1997), dalam 100 gram tepung bekatul terkandung 14 gram protein, 18 gram lemak, 36

gram karbohidrat, 10 gram abu, dan 12 gram serat kasar.

Menurut Auliana (2011), kandungan protein bekatul lebih rendah dibandingkan

telur dan protein hewani, tetapi lebih tinggi dibandingkan kedelai, jagung, dan terigu.

Kandungan gizi yang dimiliki bekatul padi, diantaranya adalah vitamin (seperti thiamin,

niacin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor, magnesium, kalium), asam lemak esensial,

antioksidan, serta dietary fiber (Riswanto dkk., 2009). Hasil samping penggilingan padi

ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, namun sampai sejauh ini pemanfaatan

bekatul hanya terbatas sebagai pakan ternak.

Menurut Pratiwi dkk. (2011), fermentasi merupakan proses yang relatif murah dan

proses ini dengan cara dan dosis yang sesuai mampu menyederhanakan karbohidrat

kompleks, membentuk protein, sehingga nilai gizi bahan yang terfermentasi lebih tinggi

dari pada bahan awal. Pada proses pembuatan tepung jagung bekatul, penambahan

kapang diharapkan mampu meningkatkan kualitas tepung jagung bekatul yang

dihasilkan. Tepung jagung bekatul yang dihasilkan melalui proses tersebut disebut

MOCORIN.

Page 3: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

3

TUJUAN

1. Menentukan nilai gizi MOCORIN antar berbagai persentase penambahan

bekatul.

2. Menentukan perbandingan MOCORIN yang ideal dalam pembuatan butter

cookies ditinjau dari nilai organoleptik.

METODE PENELITIAN

Bahan dan piranti

Bahan yang digunakan adalah jagung putih varietas lokal yang diperoleh dari petani

jagung Desa Ngaglik, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, bekatul (Prima Sehat,

Yogyakarta), dan ragi tempe (Raprima, LIPI). Sedangkan bahan kimiawi yang

digunakan antara lain anthrone, H2SO4, HCl, Na2CO3, (D) Glukosa, CuSO4.5H2O,

NaKTartat, NaOH, BSA (Bovin Serum Albumin) (Merck, Germany), dan eter, etanol

(derajat teknis).

Piranti yang digunakan dalam penelitian ini meliputi almari pengering, gilingan,

ayakan, neraca (Scout Pro SPS 602F), neraca (Acis A300), neraca (Mettler H80), oven

(Memmert U30), waterbath (Smic 5064), pH meter (Hanna HI9812), pompa vakum,

corong Buchner, rotary evaporator (Buchi R114), furnace (Vulcan A-550), centrifuge

(Eba 21), spektrofotometer (Optizen 2120 UV).

Pelaksanaan penelitian

Fermentasi Jagung-Bekatul (Alam, 2010 yang dimodifikasi dan Marsono, 1997)

Biji jagung direbus menggunakan air kapur 1 % selama 30 menit kemudian dicuci

hingga bersih. Selanjutnya biji jagung direbus lagi dengan air bersih selama 60 menit,

ditiriskan kemudian digiling kasar.

Bekatul ditambah air dengan perbandingan 10:6 diaduk hingga rata, kemudian

bekatul dikukus selama 15 menit. Setelah dingin, jagung dan bekatul dicampur

kemudian ditambah ragi tempe sebanyak 6 %. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu

kamar selama 31 jam dalam kantong plastik yang telah dilubangi.

Page 4: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

4

Penepungan Hasil Fermentasi

Jagung dan bekatul yang telah diikubasi selama 31 jam dimasukkan dalam almari

pengering pada suhu 500C selama 1 malam. Setelah kering digiling hingga halus

kemudian diayak, dan hasil akhir ini disebut MOCORIN.

Pengukuran Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1984)

1 gram MOCORIN ditimbang dalam cawan petri yang sudah diketahui bobotnya.

MOCORIN dan cawan petri dioven selama 3 - 5 jam pada suhu 1050C. MOCORIN dan

cawan petri didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Dipanaskan lagi dalam

oven selama 30 - 60 menit hingga diperoleh massa yang konstan.

Pengukuran Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1984)

2 gram MOCORIN ditimbang dalam cawan porselen yang sudah diketahui

bobotnya. MOCORIN dan cawan porselen dipijarkan dalam furnace pada suhu 8000C

selama 1 jam (diperoleh abu berwarna putih) lalu didinginkan dalam desikator

kemudian ditimbang.

Pengukuran Kadar Protein Dengan Metoda Biuret (AOAC, 1995)

0,1 gram MOCORIN ditambah 10 ml akuades dan 1 ml NaOH 1 M, dipanaskan

dalam penangas air pada suhu 900C selama 10 menit. Sampel dipindahkan dalam labu

ukur 50 ml dan digenapkan dengan akuades. Kemudian dipusingkan selama 10 menit

dengan kecepatan 4000 rpm. 0,5 ml supernatan yang diperoleh ditambah dengan 2 ml

reagensia biuret, kemudian diinkubasi selama 30 menit dan dilakukan pengukuran

absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Pengukuran Kadar Karbohidrat Dengan Metoda Anthrone (Hedge and Hofreiter,

1962)

0,2 gram MOCORIN ditambah 10 ml HCl 2,5 N dan dihidrolisis dalam penangas air

pada suhu 800C selama 3 jam, kemudian dinetralkan dengan penambahan Na2CO3 dan

digenapkan dengan akuades hingga 100 ml dalam labu ukur. Larutan dipusingkan

selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm. 0,5 ml supernatan ditambah dengan 2 ml

reagensia anthrone, kemudian diinkubasi pada suhu 400C selama 8 menit. Setelah

dingin dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 630 nm.

Page 5: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

5

Pengukuran Lemak (Sudarmadji dkk., 1984)

10 gram MOCORIN diekstrak menggunakan pelarut eter pada suhu 500C selama 5

jam. Sisa pelarut diuapkan menggunakan rotary evaporator, lalu dimasukkan dalam

oven hingga tidak ada pelarut yang tersisa. Bobot lemak ditimbang.

Pengukuran Serat Kasar (SNI, 1992)

2 gram MOCORIN diekstraksi lemaknya menggunakan soxhlet kemudian

dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambah 100 ml larutan H2SO4 12,5 %

lalu didihkan selama 30 menit kemudian ditambah 200 ml NaOH 3,25 % dan

dipanaskan lagi selama 30 menit. Larutan disaring dengan kertas saring kering yang

sudah diketahui bobotnya, sambil dicuci berturut-turut dengan air panas, H2SO4 1,25 %,

air panas, dan alkohol 96 %, kemudian kertas saring dengan residu dipindahkan ke

dalam cawan yang sudah diketahui bobotnya dan dikeringkan pada 110ºC sampai bobot

konstan. Setelah itu cawan dipijarkan dan ditimbang sampai bobot tetap.

Pembuatan Butter Cookies (Anonim, 2012 yang dimodifikasi)

100 g mentega ditambah 100 g gula halus dan 2 butir kuning telur, kemudian

dikocok hingga menggembang. Ditambahkan 100 g tepung sampel dan 25 g susu

bubuk, kemudian diaduk hingga merata. Adonan dicetak pada loyang yang telah diolesi

mentega kemudian dioven selama + 20 menit.

Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur butter cookies dilakukan

dengan uji kesukaan. Sampel berupa butter cookies diuji cobakan kepada 30 orang

panelis dengan kode tertentu. Skala hedonik untuk warna, rasa, aroma, dan tekstur

butter cookies ditentukan dengan skala sebagai berikut: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak

suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka.

Analisa Data (Steel dan Torrie, 1989)

Data parameter MOCORIN dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK), 6 perlakukan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah persentase

penambahan bekatul yaitu 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; dan 62,5 %, sedangkan

sebagai kelompok adalah waktu analisis. Demikian pula halnya dengan data

organoleptik dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan

Page 6: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

6

7 perlakuan dan 30 ulangan. Sebagai perlakuan adalah tepung terigu dan persentase

penambahan MOCORIN (0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; dan 62,5 %). Untuk

menguji purata antar perlakuan dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat

kebermaknaan 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penambahan bekatul dalam

proses fermentasi jagung ditinjau dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar

karbohidrat, kadar lemak, dan kadar serat kasar tepung MOCORIN yang dihasilkan.

Kadar Air

Rataan kadar air MOCORIN berkisar 7,51 + 1,04 % - 9,11 + 1,17 % dan kadar air

MOCORIN sama antar berbagai persentase penambahan bekatul (Tabel 1).

Tabel 1. Kadar Air (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar

Air

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

( x ± SE) 7,51 + 1,04 8,10 + 1,21 8,67 + 1,22 9,11 + 1,17 8,93 + 0,67 8,81 + 1,37

W = 2,09 (a) (a) (a) (a) (a) (a)

Keterangan : * W = BNJ 5%

* Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak

berbeda nyata, sedangkan nilai yang diukur oleh huruf yang tidak sama

menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini berlaku untuk

Tabel 2 sampai dengan Tabel 11.

Kadar air yang relatif kecil akan membuat produk memiliki daya simpan yang lama

serta dapat menghambat kerusakannya dari mikroorganisme (Lidiasari dkk., 2006).

Lebih lanjut menurut Winarno (1991), kadar air pada bahan yang rendah akan mencapai

kestabilan yang optimum, sehingga reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan seperti

browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi.

Kadar Abu

Rataan kadar abu MOCORIN berkisar antara 1,73 + 0,08 % - 8,14 + 0,47 %.

Adanya penambahan bekatul akan meningkatkan kadar abu MOCORIN sampai 8,14 +

0,47 % (Tabel 2).

Page 7: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

7

Tabel 2. Kadar Abu (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar

Abu

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

( x ± SE) 1,73 + 0,08 3,48 + 0,17 4,87 + 0,36 5,95 + 0,17 7,14 + 0,47 8,14 + 0,47

W = 0,76 (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Sarbini dkk. (2009), semakin banyak

penambahan bekatul maka akan meningkatkan kadar abu biskuit tempe-bekatul yang

dihasilkan. Lebih lanjut Medikasari dkk. (2009) melaporkan bahwa produk fermentasi

pada umumnya memiliki kadar abu yang lebih besar.

Kadar Protein

Rataan kadar protein MOCORIN berkisar antara 5,71 + 0,06 % - 26,63 + 0,28 %

dan penambahan bekatul meningkatkan kadar protein MOCORIN sampai 26,63 + 0,28

% (Tabel 3).

Tabel 3. Kadar Protein (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan

Bekatul

Kadar

Protein

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

( x ± SE) 5,71 + 0,06 7,97 + 0,25 11,70 + 0,21 18,99 + 0,25 25,21 + 0,15 26,63 + 0,28

W = 0,68 (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Kadar protein bekatul yang lebih besar dari pada jagung mempengaruhi kadar

protein yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi persentase penambahan bekatul maka

semakin tinggi pula kadar protein MOCORIN. Hasil yang sama ditunjukkan dalam

penelitian Saputra (2008) yang melaporkan kadar protein cookies dan donat dengan

penambahan bekatul mengalami peningkatan jika dibandingkan cookies dan donat tanpa

bekatul.

Menurut Bisping (2003 dalam Wignyanto dan Nurika 2009), selama proses

fermentasi maka enzim protease akan menghidrolisis komponen protein menjadi asam

amino dan nitrogen terlarut. Proses hidrolisis ini menghasilkan kenaikan asam amino

seperti halnya pada tempe sebanyak 85 kali lebih banyak dari pada asam amino kedelai.

Page 8: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

8

Kadar Karbohidrat

Rataan kadar karbohidrat MOCORIN berkisar antara 37,22 + 0,41 % - 53,31 +

0,17% (Tabel 4).

Tabel 4. Kadar Karbohidrat (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan

Bekatul

Kadar

Karbohidrat

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

62,5 50 37,5 25 12,5 0

( x ± SE) 37,22 + 0,41 38,77 + 0,24 40,44 + 0,20 43,03 + 0,43 48,26 + 0,74 53,31 + 0,17

W = 1,54 (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Kadar karbohidrat bekatul lebih rendah dari pada jagung, sehingga semakin tinggi

penambahan bekatul dalam MOCORIN maka kadar karbohidrat akan semakin kecil.

Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian Aftasari (2003), kadar karbohidrat

semakin menurun seiring dengan pemambahan bekatul dalam pembuatan sponge cake.

Menurut hasil penelitan Wignyanto dan Nurika (2009), kadar karbohidrat jagung

fermentasi mengalami penurunan. Tepung jagung yang awalnya mengandung

karbohidrat sebesar 73,43 % turun menjadi 38,45 %, dan penurunan kadar tersebut

terjadi karena pati jagung dihidrolisis menjadi fruktosa.

Lebih lanjut menurut Hidayat dkk. (2006 dalam Hadinataria 2011), polisakarida

akan dirombak atau dipecah menjadi disakarida dengan menggunakan panas. Panas

yang dihasilkan berasal dari metabolisme kapang, kemudian disakarida akan dipecah

menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim amilase yang berasal dari kapang.

Jika kapang semakin banyak maka enzim amilase juga akan semakin banyak sehingga

glukosa dan fruktosa yang dihasilkan juga akan semakin banyak.

Kadar Lemak

Rataan kadar lemak MOCORIN berkisar antara 4,58 + 0,38 % - 9,03 + 0,36 %

(Tabel 5).

Tabel 5. Kadar Lemak (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan

Bekatul

Kadar

Lemak

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

( x ± SE) 4,58 + 0,38 6,30 + 0,28 6,88 + 0,36 7,40 + 0,35 8,28 + 0,44 9,03 + 0,36

W = 0,49 (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Page 9: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

9

Semakin banyak penambahan bekatul, maka kadar lemak MOCORIN juga akan

semakin meningkat. Kandungan lemak bekatul lebih tinggi dibandingkan jagung

sehingga penambahan bekatul berpengaruh nyata dalam pembuatan MOCORIN.

Mutu minyak bekatul telah dikenal merupakan salah satu minyak makan yang

terbaik di antara minyak yang ada, karena minyak bekatul kaya akan asam lemak tidak

jenuh cukup tinggi, yaitu 77,42 % (Lichtenstein et al., 1994)

Kadar Serat

Rataan kadar serat kasar MOCORIN berkisar antara 2,01 + 0,92 % - 3,93 + 1,36 %.

Semakin tinggi penambahan bekatul dalam MOCORIN maka kadar serat kasar akan

mengalami peningkatan dan kadar serat tertinggi diperoleh pada MOCORIN dengan

penambahan bekatul 37,5 %, yaitu sebesar 3,93 + 1,36 % (Tabel 6).

Tabel 6. Kadar Serat Kasar (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan

Bekatul

Kadar Serat

Kasar

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

( x ± SE) 2,01 + 0,92 2,40 + 1,67 2,83 + 1,61 3,93 + 1,36 3,68 + 1,71 3,87 + 1,82

W = 1,77 (a) (ab) (ab) (b) (ab) (b)

Adanya peningkatan kadar serat kasar karena pada komposisi 37,5 % diduga kapang

dapat tumbuh optimal, sehingga miselium yang terbentuk semakin banyak. Semakin

besar jumlah miselium yang terbentuk selama proses fermentasi maka kadar serat kasar

juga akan semakin meningkat.

Suzana (1992) melaporkan, semakin tinggi kadar bekatul dalam biskuit maka kadar

serat kasar semakin meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2008),

menunjukkan dengan adanya penambahan bekatul maka terjadi peningkatan kadar serat

kasar cookies dan donat.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pembedaan dari panelis

terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dari butter cookies yang dihasilkan. Pada uji

Page 10: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

10

ini, semua butter cookies dibuat dengan resep yang sama, perbedaan hanya terletak pada

tepung yang digunakan dan sebagai kontrol pembanding digunakan tepung terigu.

a. Warna

Pengaruh pengunaan MOCORIN sebagai bahan dasar pembuatan butter cookies

pada berbagai konsentrasi bekatul terhadap uji sensoris warna disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Warna Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta

Terigu

Warna % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

Terigu 50 62,5 37,5 12,5 25 0

x ± SE 2,63+0,55 2,67+0,43 3,19+0,55 3,71+0,53 4,19+0,49 4,74+0,56 5,85+0,50

W=0,86 (a) (a) (ab) (bc) (cd) (d) (e)

Keterangan : * 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral: 5 = agak

suka: 6 = suka; 7 = sangat suka. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 8

sampai dengan Tabel 11.

Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul lebih disukai panelis dari pada

keempat persentase penambahan bekatul dalam MOCORIN lainnya. Hal ini terkait

dengan semakin tinggi penambahan bekatul, maka warna pada butter cookies yang

dihasilkan semakin berwarna coklat hingga kehitaman (Gambar 1). Bekatul memiliki

kandungan gula reduksi yang relatif tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya reaksi

Maillard (Winarno, 1991).

Gambar 1. Macam-macam warna butter cookies yang dibuat antar

Persentase Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN yang

berbeda 1 = butter cookies dengan tepung terigu

2 = butter cookies dengan MOCORIN + 0 % bekatul

3 = butter cookies dengan MOCORIN + 12,5 % bekatul

4 = butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul

5 = butter cookies dengan MOCORIN + 37,5 % bekatul

6 = butter cookies dengan MOCORIN + 50 % bekatul

7 = butter cookies dengan MOCORIN + 62,5 % bekatul

Page 11: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

11

Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul memperoleh skor netral sebesar

4,19 + 0,49 (Tabel 7). Hal ini berarti bahwa butter cookies dengan MOCORIN + 25 %

bekatul dapat diterima oleh panelis.

b. Aroma

Hasil uji organoleptik aroma butter cookies antar MOCORIN dengan berbagai

konsentrasi bekatul disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis Aroma Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta

Terigu

Aroma % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

Terigu 62,5 50 37,5 12,5 25 0

x ± SE 2,46+0,48 2,96+0,47 2,96+0,40 3,17+0,49 3,38+0,51 4,46+0,68 5,96+0,32

W=0,80 (a) (ab) (ab) (ab) (b) (c) (d)

Dari Tabel 8 terlihat bahwa skor penerimaan aroma butter cookies oleh panelis

berkisar antara 2,46 + 0,48 % - 5,96 + 0,32 %. Butter cookies yang dihasilkan memiliki

aroma bekatul dan sedikit langu sejalan dengan tingginya persentase bekatul dalam

MOCORIN maka aroma bekatul dalam butter cookies akan semakin tercium. Adanya

aroma khas bekatul disebabkan oleh adanya minyak tokofenol (komponen volatil) pada

bekatul (Sarbini, 2009).

c. Rasa

Skor penerimaan panelis terhadap rasa butter cookies berkisar antara 2,73 + 0,48 –

6,13 + 0,40. Rasa butter cookies yang timbul disebabkan dari pencampuran bahan

penyusun kue tersebut dan hasil analisis rasa butter cookies (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Rasa Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta Terigu

Rasa % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

Terigu 62,5 37,5 50 12,5 25 0

x ± SE 2,73+0,48 3,13+0,49 3,30+0,49 3,77+0,55 4,27+0,54 5,13+0,47 6,13+0,40

W=0,89 (a) (ab) (ab) (b) (bc) (c) (d)

Dari Tabel 9 terlihat bahwa panelis lebih menyukai butter cookies dengan

MOCORIN + 25 % dari pada keempat persentase penambahan bekatul dalam

Page 12: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

12

MOCORIN lainnya. Semakin besar penambahan bekatul dalam MOCORIN yang

diaplikasikan, membuat rasa butter cookies menjadi semakin pahit dan sedikit asam.

d. Tekstur

Hasil uji organoleptik terhadap tekstur butter cookies dengan berbagai

konsentrasi bekatul dalam MOCORIN disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Tekstur Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta

Terigu

Tekstur % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

Terigu 12,5 62,5 37,5 50 25 0

x ± SE 3,23+0,47 3,33+0,49 3,33+0,50 3,37+0,49 3,97+0,55 5,60+0,45 5,97+0,40

W=0,84 (a) (a) (a) (a) (a) (b) (b)

Dari Tabel 10 terlihat bahwa tekstur butter cookies yang dihasilkan memperoleh

skor penerimaan berkisar antara 3,23 + 0,47 – 5,97 + 0,40. Butter cookies dengan

MOCORIN + 25 % bekatul skor penilaiannya sama dengan keempat persentase

penambahan bekatul dalam MOCORIN lainnya yaitu agak tidak suka.

e. Keseluruhan

Hasil uji organoleptik terhadap butter cookies dengan MOCORIN pada berbagai

konsentrasi bekatul disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis Secara Keseluruhan Butter Cookies Berbahan Dasar

MOCORIN Serta Terigu

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

Terigu 62,5 37,5 50 12,5 25 0

x ± SE 2,90+0,46 3,27+0,47 3,37+0,42 3,63+0,49 4,17+0,44 5,37+0,44 6,17+0,37

W=0,75 (a) (a) (a) (ab) (b) (c) (d)

Secara keseluruhan butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul lebih disukai

dengan perolehan skor 4,17 + 0,44. Hal ini berarti bahwa butter cookies dengan

MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima oleh panelis.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa penggunaan MOCORIN + 25 % bekatul

berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis yang berkisar antara netral (terhadap

warna, rasa, dan secara keseluruhan) sampai agak tidak suka (terhadap aroma dan

tekstur).

Page 13: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

13

Formula MOCORIN Terbaik

Dari hasil uji organoleptik dapat ditentukan bahwa formula terbaik dalam butter

cookies adalah penambahan MOCORIN 25 %. Komposisi dan kadar zat gizi

MOCORIN 25 % dibandingkan dengan tepung jagung disajikan pada Tabel 12 berikut

ini.

Tabel 12. Komposisi Zat Gizi MOCORIN 25% dan Tepung Jagung

Zat Gizi (%) MOCORIN 25 % TEPUNG

JAGUNG

Air 8,67 9,24 - 10,82

Abu 4,87 0,78 – 1,08

Protein 11,70 6,70 – 7,89

Karbohidrat 43,03 79,51 – 79,98

Lemak 6,88 1,86 – 2,38

Serat Kasar 2,83 1,05 – 1,89

Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005 dalam Suarni 2009)

Kadar air MOCORIN 25 % lebih kecil dari pada kadar air tepung jagung. Semakin

rendah kadar air tepung akan menjadi nilai positif untuk tepung tersebut, karena kadar

air yang tinggi akan menyulitkan dalam penyimpanan. Tepung pada kondisi kadar air

tinggi mudah terserang mikroba dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama (Lidiasari,

2006).

Nilai kadar abu MOCORIN 25 % yang diperoleh sebesar 4,87 %. Kadar abu ini

lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung jagung yaitu sebesar 0,78 % – 1,08 %.

Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan tersebut.

Telaah lebih lanjut dari Tabel 12, terlihat bahwa kadar protein MOCORIN 25 %

adalah 11,70 % dan nilai ini lebih besar dari pada kadar protein tepung jagung. Bahkan

kadar protein MOCORIN 25 % ini lebih tinggi dibandingkan kadar protein tepung

terigu untuk bahan makanan yang disyaratkan dalam SNI (2006) yaitu minimal 7,0 %.

Kadar karbohidrat MOCORIN 25 % diperoleh sebesar 43,03 % dan nilai ini lebih

rendah dari pada kadar karbohidrat tepung jagung. Kadar karbohidrat yang rendah ini

terkait dengan hidrolisis pati menjadi glukosa oleh kapang dalam proses fermentasi.

Nilai kadar lemak MOCORIN 25 % sebesar 6,88 % dan nilai ini lebih tinggi

dibandingkan kadar lemak tepung jagung yang berkisar antara 1,86 % – 2,38 %. Hal ini

terkait dengan adanya kandungan lemak yang tinggi dalam bekatul.

Page 14: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

14

Kadar serat kasar MOCORIN 25 % sebesar 2,83 %, lebih tinggi dibandingkan kadar

serat kasar tepung jagung yang berkisar antara 1,05 % – 1,89 %. Menurut Ngantung

(2003), serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena

angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan. Serat yang

tinggi pada MOCORIN terkait dengan kadar serat bekatul yang tinggi serta jumlah

miselium yang terbentuk pada proses fermentasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai gizi MOCORIN meliputi kadar abu, protein, lemak, dan serat kasar meningkat

seiring penambahan bekatul, sebaliknya kadar karbohidrat menurun.

2. Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima secara netral

untuk warna, rasa, tekstur dan secara keseluruhan, sedangkan untuk aroma agak

tidak disuka.

Saran

Perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai pemanfaatan MOCORIN ditinjau dari

segi lain yang juga berguna bagi kesehatan seperti asam amino atau asam lemak

penyusunnya serta penelitian tentang aplikasi MOCORIN untuk bahan dasar pembuatan

produk kue atau roti yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aftasari, F. 2003. Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Sponge Cake Yang Ditambah

Tepung Bekatul Rendah Lemak. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alam. 2010. Potensi Jagung Di Indonesia. http://alambenzosnesia.blogspot.com/. [27

November 2011]

Anonim. 2012. Resep Coklat Butter Cookies. http://hobimasak.info/resep-coklat-butter-

cookies/ [19 Maret 2012]

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical

Chemists. AOAC, Washington DC.

Arief, R.W. dan R Asnawi. 2009. Kandungan Gizi dan Asam Amino Beberapa Varietas

Jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 9 (2):61-66.

Auliana, R. 2011. Manfaat Bekatul dan Kandungan Gizinya.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PPM%20BEKATUL%20%20DHAR

MA%20WANITA.pdf. [24 November 2011].

Page 15: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

15

Hadinataria, N. 2011. Pemanfaatan Tepung Kedelai (Glycine max L.) Dalam

Optimalisasi Pembuatan Tepung Gaplek Berprotein Sebagai Bahan Substitusi

Tepung Terigu. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Hedge, J.E. and B.T. Hofreiter. 1962. In Carbohydrate Chemistry, 17 (Eds. Whinstler.

R. L. and Be. Miller, J.N.). Academic Press, New York.

Hermanianto J., Z. Wulandari, dan E. Ernawati. 1997. Proses Ekstruksi Untuk

Pengolahan Hasil Samping Penggilingan Padi (Menir dan Bekatul). Prosiding

Seminar Teknologi Pangan Hal:567-582.

Lichtenstein, A.H., L.M. Ausman, W. Carrasco, L.J. Jenner, J.M. Ordovas, R.J.

Nicolosi, B.R. Goldin, and E.J. Schaefer. 1994. Rice Bran Consumption and

Plasma Lipid Levels in Moderately Hypercholesterolemic Humans. Journal of

the American Heart Association Vol 14 (4):549-559

Lidiasari, E., M.I. Syafutri, dan F. Syaiful. 2006. Pengaruh Perbedaan Suhu

Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia Yang

Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol 8 (2):141-146.

Marsono, Y. 1997. Pengaruh Pengukusan Terhadap Kandungan Oryzanol dan

Perubahan Sifat Kimia Minyak Bekatul Padi Unggul Selama Penyimpanan.

Argitech Vol 17 (2):6-10

Medikasari, Marniza, dan E. Desiana. 2009. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein:

Suatu Kajian Awal Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi Dan Jumlah

Inokulum Dengan Menggunakan Ragi Tempe. Seminar Hasil Penelitian &

Pengabdian Kepada Masyarakat, Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung.

Lampung.

Ngantung, M. 2003. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai Pada Tepung Terigu Terhadap

Nilai Gizi Mie Basah Yang Dihasilkan. Jurnal Sains dan Teknologi Vol 3 (3):110-118. Pratiwi, W., Erriza A., dan Melati. 2011. Fermentasi Tepung Dedak Menggunakan Ragi

Tape Saccaromyces cerevisiae Untuk Meningkatkan Nutrisi Pakan Ikan.

Program Kreatifitas Mahasiswa, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Riswanto K., Fitriyah, dan N.T. Hendartina. 2009. Pemanfaatan Bekatul Fermentasi

Sebagai Pangan Fungsional Dalam Bentuk Bar Yang Memiliki Efek

Hipokolesterolemik dan Antistress. Program Kreativitas Mahasiswa, Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Saputra, I. 2008. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung

Terigu Yang Disubstitusikan Parsial Dengan Tepung Bekatul. Skripsi, Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Sarbini, D., S. Rahmawaty, dan P. Kurnia. 2009. Uji Fisik, Organoleptik, dan

Kandungan Zat Gizi Biskuit Tempe-Bekatul Dengan Fortifikasi Fe dan Zn

Untuk Anak Kurang Gizi. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi Vol 10 (1):18-

26.

SNI. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional SNI No. 01-

2891-1992. Jakarta.

SNI. 2006. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Badan Standarisasi Nasional SNI

No. 01-3751-2006. Jakarta.

Soekarto, S.T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. Bharatara Karya Aksara, Jakarta.

Page 16: ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Zea mays The

16

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia,

Jakarta.

Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering (cookies). Jurnal

Litbang Pertanian Vol 28 (2):63-71.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan

Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suzana, L. 1992. Memperlajari Substitusi Parsial Dedak Padi (Bekatul) Terhadap

Tepung Terigu (Triticum vulgare) Sebagai Sumber Dietary Fiber dan Niasin

Dalam Pembuatan Roti Manis dan Biskuit. Skripsi, Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Wignyanto dan I. Nurika, 2009. Optimasi Proses Fermentasi Tepung Jagung Pada

Pembuatan Bahan Baku Biomassa Jagung Instan (Kajian Lama Inkubasi Dan

Konsentrasi Kapang Rhizopus sp.). Argitek Vol. 12 (2):251-257.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta