case 1 mata panoftalmitis

26
Case Report Session PANOFTALMITIS Oleh: Oksa Sukma Perdana 1110312136 Vekky Tria Novanda 1010312055 Preseptor: dr. Weni Helvinda, Sp.M (K) BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

Upload: vekky-tria-n

Post on 07-Jul-2016

57 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

panoftalmitis

TRANSCRIPT

Page 1: Case 1 Mata Panoftalmitis

Case Report Session

PANOFTALMITIS

Oleh:

Oksa Sukma Perdana 1110312136

Vekky Tria Novanda 1010312055

Preseptor:

dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2016

Page 2: Case 1 Mata Panoftalmitis

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga termasuk sklera dan

kapsul tenon sehingga bola mata menjadi rongga abses. Infeksi yang masuk kedalam bola mata

dapat melalui peredaran darah (secara endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen),

atau akibat tukak kornea perforasi.

Panoftalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi yang

mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan ini terjadi pada pasien yang memiliki

kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes

atau infeksi oleh virus HIV, atau akibat dari trauma atau operasi pada mata yang menyebabkan

terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke dalam bola mata.

Pneumococcus merupakan suatu organisme yang paling sering menyebabkan

panoftalmitis, disamping itu dapat pula disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus dan

E.coli. Selain itu, jamur (seperti Candida albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll), parasit

(seperti Toxoplasma, Toxocara, dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll) juga dapat menyebabkan

terjadinya panoftalmitis.

1.2. Batasan Masalah

CSR ini dibatasi pada pembahasan definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari panoftalmitis.

1.3. Tujuan Penulisan

CSR ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, klasifikasi, etiologi,

patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari

panoftalmitis.

Page 3: Case 1 Mata Panoftalmitis

1.4. Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan CSR ini berupa laporan kasus, diskusi dan

tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel

ilmiah.

Page 4: Case 1 Mata Panoftalmitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga termasuk sklera dan

kapsul tenon sehingga bola mata menjadi rongga abses. Infeksi yang masuk kedalam bola mata

dapat melalui peredaran darah (secara endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen),

atau akibat tukak kornea perforasi.

Panoftalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi yang

mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan ini terjadi pada pasien yang memiliki

kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes

atau infeksi oleh virus HIV, atau akibat dari trauma atau operasi pada mata yang menyebabkan

terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke dalam bola mata.

2.2 Etiologi

Panoftalmitis biasanya dapat disebabkan oleh masuknya organisme piogenik kedalam

mata melalui luka yang terdapat pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau akibat mengikuti

perforasi suatu ulkus kornea. Sebagian kecil, kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya

Page 5: Case 1 Mata Panoftalmitis

metastasis alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti pyaemia, meningitis maupun septikaemia

purpural.

Pneumococcus merupakan suatu organisme yang paling sering menyebabkan

panoftalmitis, disamping itu dapat pula disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus dan

E.coli. Selain itu, jamur (seperti Candida albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll), parasit

(seperti Toxoplasma, Toxocara, dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll) juga dapat menyebabkan

terjadinya panoftalmitis.

2.3 Patogenesis

Panoftalmitis atau peradangan supuratif pada isi bola mata memiliki gejala yaitu

terdapatnya nanah, palpebra yang bengkak, dan mata masih dapat digerakkan apabila pus keluar

karena perforasi, panas, tetapi tekanan bola mata menjadi menurun, jaringan yang mengkerut,

kemudian akan menjadi ptisis bulbi. Terjadinya panofthalmitis biasanya dikarenakan infeksi

eksogen, misalnya pascabedah intraocular (terutama ekstraksi katarak), trauma tembus, atau

tukak kornea yang mengalami perforasi.

Saat terjadi trauma penetrasi pada mata, korpus vitreum menjadi bagian yang pertama

kali akan terkena kemudian diikuti uvea dan retina. Kasus metastasis, peradangan dimulai

dengan terjadinya emboli septik pada arteri retina dan arteri choroid. Keadaan ini biasanya

mengenai kedua mata, bila pada kasus perforasi ulkus kornea atau infeksi pasca bedah intra-

ocular, peradangan dimulai dengan iridocyclitis jika infeksi tidak terlalu virulent, dapat dikontrol

dengan pengobatan sedini mungkin. Tapi jika kuman terlalu virulent, peradangan purulen akan

berangsur-angsur menyebar ke bagian uvea posterior dan mengenai seluruh jaringan uvea dan

retina, akhirnya terjadi pembentukan pus atau nanah dalam bola mata meskipun diobati.

Infeksi endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan penyulit dari bakteremia

atau septikemia. Dan sangat jarang terjadi adanya invasi infeksi orbita ke dalam bola mata yang

bersifat langsung. Infeksi ini proses penyebarannya juga dipengaruhi organisme penyebabnya

yaitu bakteri, jamur, parasite, dan virus.

Page 6: Case 1 Mata Panoftalmitis

2.3.1 Bakteri

Bila panoftalmitis yang disebabkan karena bakteri, maka perjalanan penyakitnya

akan cepat dan berat.

Pseudomonas

Bakteri batang gram negatif, bergerak, aerob; beberapa diantaranya menghasilkan

pigmen yang larut dalam air. Bakteri ini merupakan bakteri tipe ganas, merupakan

patogen utama bagi manusia. Bisa menghancurkan semua bagian termasuk kornea;

sekret purulen, berupa nanah biru kehijauan; mempunyai zat proteolitik yang dapat

menghancurkan fibrin; banyak sel-sel yang mati, terutama leukosit, dan jaringan

nekrosis.

Staphylococcus

Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak

beraturan separti anggur. Bakteri ini mampu menghasilkan substansi (eksotoksin,

leukosidin, koagulase, dan enterotoksin), substansi ini meningkatkan kemampuannya

untuk berlipat ganda dan menyebar secara luas ke dalam jaringan dan menghasilakan

sekret mucopurulen (kental berwarna kekuningan, elastis). Permukaan Stafilokok

ditutupi dengan substansi yang dinamakan protein A, yang menghambat fagositosis.

Bakteri stafilokok yang telah difagostosis masih mampu bertahan dalam jangka

waktu lama.

Streptococcus

Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan

atau rantai selama masa pertumbuhan. Sekret pseudo-membranacea, seolah-olah

melekat pada konjungtiva tetapi mudah diambil dan tidak mengakibatkan pedarahan;

infeksi oleh bakteri ini akan membentuk sekret, terdapatnya sel-sel lepas dan jaringan

nekrotik,sehingga terjadi defek pada konjungtiva.

2.3.2 Jamur

Bila panoftalmitis akibat jamur perjalanan penyakit akan berjalan perlahan-lahan

dan malahan gejala akan terlihat setelah beberapa minggu setelah terjadinya infeksi. Candida

albicans adalah salah satu jamur oportunis yang terpenting. Lesi candida awal berwujud retinitis

Page 7: Case 1 Mata Panoftalmitis

granulomatosa nekrotikans fokal dengan atau tanpa koroiditis, yang ditandai lesi eksudatif putih

berjonjot yang berhubungan dengan sel-sel dalam badan kaca yang menutupi lesi tersebut. Lesi

ini bisa menyebar dan mengenai saraf optik dan struktur mata lainnya. Jamur ini juga bisa

menyebabkan endoftalmitis, panoftalmitis, bercak Roth, papilitis, dan ablasi retina. Penyebaran

ke badan kaca dapat mengakibatkan terjadinya abses badan kaca. Juga bisa akan terjadi uveitis

anterior dengan sel-sel dan flare di dalam bilik mata depan, serta hipopion.

2.3.3 Parasit

Toxoplasma gondii

Lesi okuler mungkin didapat inutero atau muncul sesudah serangan infeksi

sistemik akut. Toksoplasmosis adalah penyebab retinokoroiditis paling umum pada

manusia. Kucing peliharaan dan spesies kucing lain berfungsi sebagai hospes definitif

bagi parasit ini. Wanita peka yang terkena penyakit ini selama kehamilan dapat

menularkan penyakit ini ke janin. Sumber infeksi pada manusia adalah ookista di tanah

atau lewat udara ikut debu, daging kurang matang yang mengandung bradizoit (parasit

bentuk kista), dan takizoit (bentuk proliferatif), yang diteruskan melalui plasenta.

Tanda dan gejala infeksi parasit ini yaitu seperti melihat benda mengambang,

penglihatan kabur, atau fotofobia. Lesi okuler berupa daerah-daerah retinokoroiditis fokal

nekrotik keputih-putihan, kecil atau besar, satu-satu atau mulipel. Lesi yang aktif dapat

bersebelahan dengan parut retina yang telah sembuh dan dikelilingi edem retina. Dapat

terjadi vaskulitis retina, yang menimbulkan perdarahan retina. Peradangan berakibat

terlihatnya sel-sel didalam vitreus dan eksudasi. Mungkin juga akan menimbulkan edem

pada makula kistoid. Iridosklitis sering dijumpai pada pasien retinokoroiditis

toksoplasmik.

Toxocara cati dan Toxocara canis

Toksokariasis okuler dapat terjadi tanpa manifestasi sistemik. Anak-anak yang

rentan terkena penyakit ini, berhubungan erat dengan binatang peliharaan dan karena

memakan kotoran yang terkontaminasi ovum Toxocara. Telur yang termakan membentuk

Page 8: Case 1 Mata Panoftalmitis

larva yang menembus mukosa usus dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik, dan akhirnya

sampai di mata.

Tanda dan gejala larva Toxocara diam di retina dan mati, menimbulkan reaksi

radang hebat dan pembentukan antibodi Toxocara setempat. Keluhan berupa penglihatan

kabur, atau pupil keputihan.

Terdapat tiga presentasi klinik, yaitu endoftalmitis, granuloma posterior lokal, dan

granuloma posterior perifer dengan uveitis intermediate.

2.3.4 Virus

Manifestasi okuler pada infeksi HIV adalah bintik ”cotton wool”, peradarahan retina,

sarcoma Kaposi pada permukaan mata dan adneksa, dan kelainan neurooftalmologik pada

penyakit intrakranial. Selain itu sering terkena infeksi oportunistik. Retinopati sitomegalovirus

adalah penyakit yang membutakan dan merupakan infeksi okuler paling umum

2.4 Manifestasi klinik

Pasien dengan panoftalmitis akan terlihat sakit, mengigil disertai gejala endoftalmitis

yang lebih berat. Pada mata terlihat kornea yang sangat keruh dan berwarna kuning, hipopion,

badan kaca dengan massa purulen yang disertai refleks kuning di dalamnya, konjungtiva

kemotik, kelopak kemotik dan hiperemis. Akibat jaringan ekstraokular juga meradang, maka

bola mata menonjol atau eksoftalmus di sertai pergerakan mata yang terganggu maka

memberikan rasa sakit bila bergerak. Kelopak mata merah dan membengkak.1

2.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

Page 9: Case 1 Mata Panoftalmitis

2.5.1 Anamnesis

Pada umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepala dan kadang –kadang

muntah, rasa nyeri , mata merah, kelopak mata bengkak atau edem, serta terdapat penurunan

tajam penglihatan.4,5

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan, ditemukan congesti conjungtiva dengan injeksi ciliar hebat. Chemosis

conjungtiva selalu ada dan kornea tampak keruh. Kamera oculi anterior sering menunjukkan

pembentukan hypopion. Pupil mengecil dan menetap. Sebuah reflek berwarna kuning terlihat

pada pupil dengan illuminasi oblique. Hal ini juga dapat terlihat pada eksudasi purulen dalam

vitreus humor. Terjadi peningkatan intra okuler. Proptosis derajat sedang serta gerakan bola mata

terbatas disebabkan peradangan pada kapsul Tenon’s (Tenonitis).

2.5.3.1 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanya atau penyebabnya

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskpik dan kultur. Diagnosis laboratorium

panoftalmitis secara integral berkaitan dengan terapinya. Biasanya cairan badan kaca (corpus

vitreum) diambil untuk contoh pada waktu dikerjakan debridemen rongga badan kaca

(vitrekomi). Jika gejala radang sangat berat dan eviserasi tidak segera dilakukan, maka pus atau

nanah akan keluar melewati bagian anterior sklera setelah rasa nyeri dan gejala yang lainnya

berkurang. Setelah beberapa minggu peradangan berlangsung dapat berakhir dengan

terbentuknya fibrosis yang akan mengakibatkan ptisis bulbi.

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Medikamentosa

Pengobatan dengan antibiotik dosis tinggi lokal dan sistemik harus segera dimulai,

seperti Vancomycin dan obat-obat sulfa, misalnya Trimethoprim-sulfamethoxazole.

Deksametason Na fosfat 1 mg, neomisina 3,5 mg, polimiksina B sulfat 6000 UI (kandungan tiap

ml tetes mata atau g salep mata). Jika peradangan terjadi pada segmen anterior bola mata,

Page 10: Case 1 Mata Panoftalmitis

pengobatan yang intensif dengan kompres hangat, atropin lokal dan sulfonamide sistemik serta

antibiotik sebaiknya diperiksa kemajuannya. Jika penyebabnya jamur diberikan amfotererisin

B150 mikrogram sub konjungtiva, flusitosin, ketokonazol secara sistemik, dan vitrektomi.

Penyebab parasit (toxoplasma) diberikan pyrimetamine, 25 mg peroral per hari,

sulfadiazine, 0,5 g per oral empat kali sehari selama 4 minggu. Selain itu mg kalsium leukovorin

per oral dua kali seminggu, dan urin harus tetap dijaga agar tetap alkalis dengan minum satu

sendok teh natrium bikarbonat setiap hari. Alternatif lain clindamicyn, 300 mg per oral empat

kali sehari, dengan trisulfapyrimidine, 0,5-1 g peroral empat kali sehari. Antibiotik lain

spiramycin dan minocycline. Toksokakariasis okuler pengobatan dengan kortikosteroid secara

sistemik atau periokuler bila ada tanda reaksi radang intra okuler, dipertimbangkan vitrektomi

pada pasien dengan fibrosis vitreus nyata. Sedangkan bila penyebabnya virus dapat diberikan

sulfasetamid dan antivirus (IDU). Apabila mata sudah tidak dapat diselamatkan lagi harus segera

dilakukan eviserasi.4-7

2.6.2 Non- Medikamentosa

Eviserasi

Adalah suatu tindakan operasi dimana isi bola mata dikeluarkan dan scleral cup

disingkirkan. Hal ini biasanya dilakukan pada kasus supuratiintra-ocular (panoftalmitis),

perdarahan anterior staphyloma dan trauma penetrans pada bola mata dengan keluarnya isi bola

mata.

2.7 Progonosis

Prognosis untuk mata yang terinfeksi oleh staphylococcus epidermidis keadaannya lebih

baik, tetapi jika infeksinya karena Pseudomonas atau spesies gram negatif lainnya prognosisnya

tetap suram. Prognosis panoftalmitis sangat buruk terutama bila disebabkan jamur atau parasit.

Page 11: Case 1 Mata Panoftalmitis

BAB III

ILUSTRASI KASUS

Nama : Tn. KS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 17 tahun

Negeri Asal : Pasaman Barat

Anamnesis:

Keluhan utama:

Mata kanan bengkak dan nyeri sejak ± 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Mata kanan bengkak dan nyeri sejak ± 1 hari yang lalu

- Pasien terkena lentigan paku saat membuat kandang ayam 2 hari yang lalu dan sudah

dilakukan operasi penjahitan kornea di RS Yarsi Simpang Empat. Pasien sudah diberikan

obat cefotaxim 2 x 1 gr (IV), floxa ed tiap ½ jam, cendotropin.

- Pasien rujukan dari RS Yarsi Simpang Empat.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga pasien mendrita penyakit yang sama

Page 12: Case 1 Mata Panoftalmitis

Status Ophtalmikus

Status Oftalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 0 5/5

Visus dengan koreksi - -

Refleks Fundus + +

Silia/Supersilia Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superior Edem (+) Edem (-)

Palpebra inferior Edem (+) Edem (-)

Margo palpebral Entropion (-), ekstropion (-) Entropion (-), ekstropion (-)

Konjungtiva Tarsalis Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-) Folikel (-) Papil (-)

Aparat Lakrimal Dalam batas normal Dalam batas normal

Konjungtiva Forniks Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-)

Konjungtiva Bulbii Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-)

Sklera Putih Putih

Kornea Hecting (+), tampak viterus prolap

diantara hecting kornea

Bening

Kamera Okuli

Anterior

Maserasi (+), edem (+), dangkal Cukup dalam

Iris Tidak dapat dinilai Coklat, rugae (+)

Pupil Tidak dapat dinilai Bulat, Reflek cahaya (+)

d = 3 mm, reflex tidak langsung (+)

d = 3 mm

Lensa Tidak dapat dinilai Bening

Korpus Vitreum Tidak dapat dinilai Jernih

Fundus: -Papil

OptikusTidak dilakukan

Bening, bulat, batas tegas, c/d: 0,3-

0,4:1,

-Retina Tidak dilakukan Pendarahan (-), eksudat (-)

Page 13: Case 1 Mata Panoftalmitis

-Makula Tidak dilakukan Reflek fovea (+)

-aa / vv retinaTidak dilakukan 2:3

Tekanan Bulbus OkuliTidak dilakukan Normal

Posisi Bulbus Okuli Protusio Ortho

Gerakan Bulbus OkuliTidak dapat dinilai Bebas ke segala arah

Foto Pasien:

Diagnosa:

Panoftalmitis OD

Terapi:

Cefoperazone 2x1 gr

Floxa ed tiap jam OD

SA ed 3x1 OD

Follow Up 1

Status Oftalmikus OD OS

Page 14: Case 1 Mata Panoftalmitis

Visus tanpa koreksi 0 5/5

Visus dengan koreksi - -

Refleks Fundus + +

Silia/Supersilia Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superior Edem (+) Edem (-)

Palpebra inferior Edem (+) Edem (-)

Margo palpebral Entropion (-), ekstropion (-) Entropion (-), ekstropion (-)

Konjungtiva Tarsalis Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-) Folikel (-) Papil (-)

Aparat Lakrimal Dalam batas normal Dalam batas normal

Konjungtiva Forniks Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-)

Konjungtiva Bulbii Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-)

Sklera Putih Putih

Kornea Hecting (+), tampak viterus prolap

diantara hecting kornea

Bening

Kamera Okuli

Anterior

Maserasi (+), edem (+), dangkal Cukup dalam

Iris Tidak dapat dinilai Coklat, rugae (+)

Pupil Tidak dapat dinilai Bulat, Reflek cahaya (+)

d = 3 mm, reflex tidak langsung (+)

d = 3 mm

Lensa Tidak dapat dinilai Bening

Korpus Vitreum Tidak dapat dinilai Jernih

Fundus: -Papil

OptikusTidak dilakukan

Bening, bulat, batas tegas, c/d: 0,3-

0,4:1,

-Retina Tidak dilakukan Pendarahan (-), eksudat (-)

-Makula Tidak dilakukan Reflek fovea (+)

Page 15: Case 1 Mata Panoftalmitis

-aa / vv retinaTidak dilakukan 2:3

Tekanan Bulbus OkuliTidak dilakukan Normal

Posisi Bulbus Okuli Protusio Ortho

Gerakan Bulbus OkuliTidak dapat dinilai Bebas ke segala arah

Diagnosa:

Panoftalmitis OD

Terapi:

Cefoperazone 2x1 gr

Floxa ed tiap jam OD

SA ed 3x1 OD

Follow Up 2

Status Oftalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 0 5/5

Visus dengan koreksi - -

Page 16: Case 1 Mata Panoftalmitis

Refleks Fundus + +

Silia/Supersilia Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superior Edem (+) Edem (-)

Palpebra inferior Edem (+) Edem (-)

Margo palpebral Entropion (-), ekstropion (-) Entropion (-), ekstropion (-)

Konjungtiva Tarsalis Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-) Folikel (-) Papil (-)

Aparat Lakrimal Dalam batas normal Dalam batas normal

Konjungtiva Forniks Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-)

Konjungtiva Bulbii Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+), kemosis (+)

Hiperemis (-)

Sklera Putih Putih

Kornea Hecting (+), tampak viterus prolap

diantara hecting kornea

Bening

Kamera Okuli

Anterior

Maserasi (+), edem (+), dangkal Cukup dalam

Iris Tidak dapat dinilai Coklat, rugae (+)

Pupil Tidak dapat dinilai Bulat, Reflek cahaya (+)

d = 3 mm, reflex tidak langsung (+)

d = 3 mm

Lensa Tidak dapat dinilai Bening

Korpus Vitreum Tidak dapat dinilai Jernih

Fundus: -Papil

OptikusTidak dilakukan

Bening, bulat, batas tegas, c/d: 0,3-

0,4:1,

-Retina Tidak dilakukan Pendarahan (-), eksudat (-)

-Makula Tidak dilakukan Reflek fovea (+)

-aa / vv retinaTidak dilakukan 2:3

Tekanan Bulbus OkuliTidak dilakukan Normal

Page 17: Case 1 Mata Panoftalmitis

Posisi Bulbus Okuli Protusio Ortho

Gerakan Bulbus OkuliTidak dapat dinilai Bebas ke segala arah

Diagnosa:

Panoftalmitis OD

Diagnosa Banding:

Endoftalmitis

Terapi:

Cefoperazone 2x1 gr

Floxa ed tiap jam OD

SA ed 3x1 OD

Anjuran kepada pasien:

Menjaga kebersihan tangan; mencuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan obat

tetes mata.

BAB IV

DISKUSI

Page 18: Case 1 Mata Panoftalmitis

Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki berumur 17 tahun yang datang ke

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 8 Juni 2016 dengan

diagnosis kerja Panoftalmitis OD.

Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik mata dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa mata kanan bengkak dan nyeri sejak lebih kurang

1 hari yag lalu. Sebelumnya pasien terkena lentingan paku dan sudah dilakukan operasi

penjahitan kornea di RS Yarsi Simpang Empat. Dari riwayat penyakit keluarga, tidak didapatkan

anggota keluarga dengan keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik mata kanan, visus tanpa

koreksi adalah 0, ditemukan edem pada palpebra superior dan inferior, injeksi konjungtiva,

injeksi siliar, dan kemosis positif, pada kornea ditemukan hecting (+) dan tampak vitreus prolap

diantara hecting kornea, iris, lensa, dan korpus vitreum tidak dapat dinilai. Pemeriksaan

funduskopi tidak dilakukan. Posisi bulbus okuli; protusio. Sedangkan pada pemeriksaan mata

kiri, visus tanpa koreksi adalah 5/5, dan selebihnya dalam batas normal.

Terapi yang dianjurkan untuk pasien adalah dengan terapi medikamentosa, yakni

pemberian antibiotik sistemik cefoperazone 2x1 gr, antibiotik topikal floxa ed tiap jam OD, dan

obat tetes siklopegik SA ed 3x1 OD. Pasien juga dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri

terutama kebersihan tangan, supaya pasien mencuci tangan sebelum dan setelah menggunakan

obat tetes mata.

DAFTAR PUSTAKA

Page 19: Case 1 Mata Panoftalmitis

1. Ilyas, S., Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006 : 177-178.

2. James, Bruce, dkk, Lecture Notes Oftalmologi, Edisi 9, Penerbit Erlangga, Jakarta,

2006.

3. Ilyas, S., Atlas Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto, Jakarta, 2001: 53.

4. Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000: 155-

165.

5. Radjamin, Tamin, R.K., dkk, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,

Surabaya, 1998: 85-92.

6. Andrew, P., dkk, Diagram Dagnostik Oftalmologi, EGC, Jakarta, 1995: 16.

7. Jawetz, Melnick, Aselberg, Mikrobologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta, 1996 :

211-234.