case 2 ckd-sirosis-splenomegali icha

62
BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS Nama : Ny. S Umur : 45 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Sambit, Ponorogo Pekerjaan : Ibu rumah tangga Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal masuk RS : 12 Oktober 2012 Tanggal pemeriksaan : 31 Oktober 2012 B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Dr Harjono diantar keluarganya pada tanggal 12 Oktober 2012 dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan perut terasa penuh sejak 1 minggu SMRS. Nyeri seperti ditusuk- tusuk jarum dan tidak berkurang dengan istirahat 1

Upload: wiswisnu

Post on 28-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sambit, Ponorogo

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 12 Oktober 2012

Tanggal pemeriksaan : 31 Oktober 2012

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan atas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Dr Harjono diantar keluarganya pada tanggal

12 Oktober 2012 dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan perut terasa

penuh sejak 1 minggu SMRS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum dan tidak

berkurang dengan istirahat

Sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku badannya tidak enak,

sering capek dan susah tidur.

Pasien juga mengakui bahwa memiliki riwayat penyakit diabetes

mellitus sejak 5 tahun yang lalu (tahun 2007), dan saat itu pasien pertama kali

rawat inap di RS dengan keluhan sesak karena sakit gula (diabetes mellitus).

Pasien sudah 3x masuk rumah sakit dengan sakit yang sama, dikarenakan

kadar gulanya yang tinggi.

1

Page 2: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Pasien juga mengeluhkan batuk ketika merasa sesak, namun tanpa

disertai dahak. Mual (+) muntah (-). Nafsu makan (-). BAB (+), hitam (-),

lendir (-), darah (-). BAK (+) dengan kateter, warna seperti teh, darah (-), buih

(-). demam (-), lemas (+).

3. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat maag : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : diakui

Riwayat asma : disangkal

Riwayat sakit ginjal : disangkal

Riwayat sakit liver : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat opname : diakui

4. Riwayat Pribadi

Merokok : disangkal

Konsumsi kopi : disangkal

Makan pedas : disangkal

Konsumsi minuman beralkohol : disangkal

Konsumsi obat : disangkal

5. Riwayat keluarga

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat stroke : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

2

Page 3: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak lemah

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)

Vital signs :

Tekanan darah : 130/80 mmHg (berbaring, lengan kanan)

Nadi : 96 x/ menit

Respiratory rate : 24 x/ menit

Suhu : 36,2º C

1. Pemeriksaan fisik :

a. Kulit

Ikterik (+), petechiae (-), acne (-), turgor kulit menurun (-),

hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-),

sikatrik bekas operasi (-)

b. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna putih, mudah rontok (-), luka (-)

c. Mata

Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), exoftalmus (-/-), perdarahan

subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek

cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).

d. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

e. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

f. Mulut

Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah

tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)

g. Leher

JVP R0, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), nyeri tekan (-),

pembesaran kelenjar getah bening (-).

a. Thorax :

3

Page 4: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

1) Pulmo :

a) Inspeksi : Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada ketinggalan

gerak kedua sisi paru, retraksi otot-otot nafas tidak ditemukan,

spider naevi (+).

b) Palpasi :

Ketinggalan gerak:

Anterior : Posterior :

Fremitus:

Anterior : Posterior :

c) Perkusi

Anterior : Posterior :

d) Auskultasi

Anterior : Posterior :

Suara tambahan : wheezing (-/-), rhonki (-/-)

4

- -

- -

- -

N N

N N

N N

N N

N N

N N

S S

S S

S S

S S

S S

S S

V V

V V

V V

Page 5: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

b. Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

2) Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

3) Perkusi

Batas kiri jantung :

Atas : SIC III sinistra di linea parasternalis sinistra

Bawah : SIC V sinistra 1 cm lateral linea midclavicula sinistra

Batas kanan jantung

Atas : SIC III dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra

Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra

4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, intensitas S1 sama

dengan S2, murmur (-), tidak ada suara tambahan S3-S4 gallop (-)

c. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut simetris, sejajar dinding dada, distended

(-), caput medusae (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) normal, metallic sound (-)

Perkusi : Timpani, hepatomegali (-), splenomegali (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), lien, hepar, ren tidak teraba,

nyeri epigastrium (+), nyeri hipokondriaka dekstra (+).

d. Ekstremitas superior : Akral hangat, edema (+/+), clubbing finger (-),

pitting edema (+), palmar eritem (-), tremor halus (-)

e. Ekstremitas inferior : Akral hangat, clubbing finger (-), pitting edema

(+/+), palmar eritem (-)

f. Pinggang : Nyeri pinggang (-), Nyeri ketok costoertebra (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5

Page 6: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

a. Pemeriksaan EKG

Frekuensi: 150x/menit

Ritme: reguler

Jenis irama: sinus

Zona transisi: normal (V3-V4)

Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))

Morfologi gelombang :

Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T

Interval PR 0,12 detik

Gelombang QRS 0,08 detik

b. Pemeriksaan laboratorium

Hematologi (12 Oktober 2012)

Keterangan 12/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 9.7 g/dl 11-16

Hct 32,3 % 37-50

AL 3,43 10³/µl 4,0-10

AT 52 10³/µl 100-300

6

Page 7: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

AE 3,43 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 94,2 Fl 82-95

MCH 19.3 Pg 27-31

MCHC 30 g/dl 32-36

RDW 17,5 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 42.6 % 25-40

Kimia klinik

GDS 161 mg/dl < 140

Ureum 67,24 mg/dl 10-50

Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2

Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1

SGPT 49,3 u/l 0-31

SGOT 121 u/l 0-31

Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2

Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35

Albumin 2,2 g/dl 3,5-5

Globulin 4,8 g/dl 2-3,9

Kolesterol total

141 mg/dl 140-200

HDL-D 24 mg/dl 45-150

LDL-D 95 mg/dl 0-190

7

Page 8: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Trigliserid 113 mg/dl 36-165

Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 oktober 2012

Elektrolit Jumlah satuan Normal

Na 142 mmol/L 135-148

K 5,46 mmol/L 3,5-5,3

Cl 110,8 Mmol/L 98-107

Ca 8,52 Mg/dl 8,1-10,4

Mg 2 Mg/dl 1,9-2,5

Keterangan 16/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 10.5 g/dl 11-16

Hct 31,9 % 37-50

AL 6,8 10³/µl 4,0-10

AT 49 10³/µl 100-300

AE 3,44 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 94,2 Fl 82-95

MCH 29.3 Pg 27-31

MCHC 33 g/dl 32-36

RDW 17,5 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

8

Page 9: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Limfosit 19.7 % 25-40

Kimia klinik

Ureum 67,24 mg/dl 10-50

Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2

Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1

SGPT 49,3 u/l 0-31

SGOT 121 u/l 0-31

Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2

Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35

Albumin 2,2 g/dl 3,5-5

Globulin 4,8 g/dl 2-3,9

Kolesterol total

141 mg/dl 140-200

HDL-D 24 mg/dl 45-150

LDL-D 95 mg/dl 0-190

Trigliserid 113 mg/dl 36-165

Pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Oktober 2012

Keterangan 18/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 10.8 g/dl 11-16

Hct 30,6 % 37-50

AL 15,2 10³/µl 4,0-10

AT 267 10³/µl 100-300

AE 4,59 10⁶/µl 3,5-5,5

9

Page 10: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Indeks eritrosit

MCV 87,9 Fl 82-95

MCH 29.3 Pg 27-31

MCHC 35.2 g/dl 32-36

RDW 14,1 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 10,1 % 25-40

Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Oktober 2012

Keterangan 21/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 11.6 g/dl 11-16

Hct 34.5 % 37-50

AL 11,1 10³/µl 4,0-10

AT 63 10³/µl 100-300

AE 3,94 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 87,7 Fl 82-95

MCH 29.4 Pg 27-31

MCHC 33.6 g/dl 32-36

RDW 17,5 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

10

Page 11: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Hitung jenis

Limfosit 42.6 % 25-40

Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 oktober 2012

Keterangan 22/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 10.5 g/dl 11-16

Hct 32.5 % 37-50

AL 10.6 10³/µl 4,0-10

AT 60 10³/µl 100-300

AE 3,42 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 95,1 Fl 82-95

MCH 29.3 Pg 27-31

MCHC 32.3 g/dl 32-36

RDW 16,3 % 11,5-14,5

MPV 8,8 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 10,8 % 25-40

Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 oktober 2012

nilai Normal

albumin 1,9 3,5-5,5

11

Page 12: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 oktober 2012

nilai Normal

albumin 2,2 3,5-5,5

urea 124,2 mg/dl 10-50

creatinin 1,73 mg/dl 0,7-1,3

UA 10,1 mg/dl 2,4-5,7

Pemeriksaan alboratorium tanggal 25 Oktober 2012

nilai Normal

albumin 2,1 3,5-5,5

Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Oktober 2012

Nilai Normal

albumin 2,4 3,5-5,5

Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Oktober 2012

nilai Normal

albumin 2,3 3,5-5,5

USG abdomen (30 oktober 2012) liver sirosis dan splenomegali

E. RESUME/ DAFTAR MASALAH

1. Anamnesis

a. keluhan nyeri perut kanan atas dan perut terasa penuh sejak 1 minggu

SMRS.

b. Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum dan tidak berkurang dengan istirahat

c. Sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku badannya tidak enak, sering

capek dan susah tidur.

d. riwayat penyakit diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu (tahun 2007)

12

Page 13: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

e. Mual (+) muntah (-). Nafsu makan (-). BAB (+), hitam (-), lendir (-), darah

(-). BAK (+) dengan kateter, warna seperti teh, lemas (+).

2. Pemeriksaan Fisik

Vital sign

1. Tekanan darah : 130/90 mmHg (berbaring, lengan kanan)

2. Nadi : 96 x/ menit

3. Respiratory rate : 24 x/ menit

4. Suhu : 36,2º C

b. Pemeriksaan fisik

konjungtiva anemis (+), nyeri epigastrium (+), nyeri hipokondriaka dekstra

(+)

3. Pemeriksaan Penunjang

EKG :

Frekuensi: 150x/menit

Ritme: reguler

Jenis irama: sinus

Zona transisi: normal (V3-V4)

Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))

Morfologi gelombang :

Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T

Interval PR 0,12 detik

Gelombang QRS 0,08 detik

Laboratorium

Hematologi (12 Oktober 2012)

Keterangan 12/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 9.7 g/dl 11-16

Hct 32,3 % 37-50

13

Page 14: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

AL 3,43 10³/µl 4,0-10

AT 52 10³/µl 100-300

AE 3,43 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 94,2 Fl 82-95

MCH 19.3 Pg 27-31

MCHC 30 g/dl 32-36

RDW 17,5 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 42.6 % 25-40

Kimia klinik

GDS 161 mg/dl < 140

Ureum 67,24 mg/dl 10-50

Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2

Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1

SGPT 49,3 u/l 0-31

SGOT 121 u/l 0-31

Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2

Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35

Albumin 2,2 g/dl 3,5-5

Globulin 4,8 g/dl 2-3,9

14

Page 15: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Kolesterol total

141 mg/dl 140-200

HDL-D 24 mg/dl 45-150

LDL-D 95 mg/dl 0-190

Trigliserid 113 mg/dl 36-165

Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 oktober 2012

Elektrolit Jumlah satuan Normal

Na 142 mmol/L 135-148

K 5,46 mmol/L 3,5-5,3

Cl 110,8 Mmol/L 98-107

Ca 8,52 Mg/dl 8,1-10,4

Mg 2 Mg/dl 1,9-2,5

Keterangan 16/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 10.5 g/dl 11-16

Hct 31,9 % 37-50

AL 6,8 10³/µl 4,0-10

AT 49 10³/µl 100-300

AE 3,44 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 94,2 Fl 82-95

MCH 29.3 Pg 27-31

MCHC 33 g/dl 32-36

RDW 17,5 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

15

Page 16: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 19.7 % 25-40

Kimia klinik

Ureum 67,24 mg/dl 10-50

Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2

Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1

SGPT 49,3 u/l 0-31

SGOT 121 u/l 0-31

Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2

Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35

Albumin 2,2 g/dl 3,5-5

Globulin 4,8 g/dl 2-3,9

Kolesterol total

141 mg/dl 140-200

HDL-D 24 mg/dl 45-150

LDL-D 95 mg/dl 0-190

Trigliserid 113 mg/dl 36-165

Pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Oktober 2012

Keterangan 18/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 10.8 g/dl 11-16

Hct 30,6 % 37-50

16

Page 17: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

AL 15,2 10³/µl 4,0-10

AT 267 10³/µl 100-300

AE 4,59 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 87,9 Fl 82-95

MCH 29.3 Pg 27-31

MCHC 35.2 g/dl 32-36

RDW 14,1 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 10,1 % 25-40

Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Oktober 2012

Keterangan 21/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 11.6 g/dl 11-16

Hct 34.5 % 37-50

AL 11,1 10³/µl 4,0-10

AT 63 10³/µl 100-300

AE 3,94 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 87,7 Fl 82-95

MCH 29.4 Pg 27-31

MCHC 33.6 g/dl 32-36

17

Page 18: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

RDW 17,5 % 11,5-14,5

MPV 7,2 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 42.6 % 25-40

Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 oktober 2012

Keterangan 22/10/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 10.5 g/dl 11-16

Hct 32.5 % 37-50

AL 10.6 10³/µl 4,0-10

AT 60 10³/µl 100-300

AE 3,42 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 95,1 Fl 82-95

MCH 29.3 Pg 27-31

MCHC 32.3 g/dl 32-36

RDW 16,3 % 11,5-14,5

MPV 8,8 Fl 7,2-11,1

PDW 16,2 % 15-17

Hitung jenis

Limfosit 10,8 % 25-40

18

Page 19: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 oktober 2012

nilai Normal

albumin 1,9 3,5-5,5

Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 oktober 2012

nilai Normal

albumin 2,2 3,5-5,5

urea 124,2 mg/dl 10-50

creatinin 1,73 mg/dl 0,7-1,3

UA 10,1 mg/dl 2,4-5,7

Pemeriksaan alboratorium tanggal 25 Oktober 2012

nilai Normal

albumin 2,1 3,5-5,5

Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Oktober 2012

Nilai Normal

albumin 2,4 3,5-5,5

Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Oktober 2012

nilai Normal

albumin 2,3 3,5-5,5

USG abdomen (30 oktober 2012) liver sirosis dan splenomegali

F. POMR (Problem Oriented Medical Record)

Daftar

masalahProblem

Assessment P. diagnosa P. terapy

P. Monitoring

1. Nyeri Gangguan Sirosis - Inf. PZ 12tpm - Gejala klinis

19

Page 20: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

kanan atas

perut

atas, mual

(+),

muntah

(-),

abdomen

distended

(+), BAB

(+), BAK

warna

seperti

teh,

riwayat

sakit liver

&

opname,

hepatome

gali (+),

splenome

gali (+).

Pemx fisik:

liver span

5cm

permukaa

n rata,

konsisten

si kenyal,

LFT hepatis - HBeAg

- HBv DNA

- Biopsi

hepar

-Ranitidin 2 x 1

amp

-Ondancentron

3 x 1 amp

-Lansoprazol

cap 1x30mg

- Antasida 3 x 1

amp

- Ketorolac 2x 1

amp

- Furosemid 3 x

1 amp.

- DL

- Kimia Darah

20

Page 21: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

tepi

tumpul,

Lab

(SGOT↑,

SGPT↑,

DBIL↑,

TBIL↑).

USG

(Sirosis,

Splenom

egali,

ascites

(-).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

21

Page 22: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi

pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami

perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)

disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi 1. Batasan fibrosis sendiri

adalah suatu penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen,

glikoprotein, proteoglikan) di dalam hepar. Respons fibrosis terhadap

kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar  pasien sirosis,

proses fibrosis biasanya ireversibel 2.

B. Klasifikasi

Klasifikasi berbagai jenis sirosis hanya didasarkan pada etiologi atau

morfologi tidaklah memuaskan. Suatu pola patologik dapat disebabkan oleh

berbagai cedera, sementara cedera yang sama dapat menimbulkan beberapa

pola morfologik. Bagaimanapun juga, sebagian besar jenis sirosis dapat

diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi:

a. Alkoholik

dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering

disebabkan oleh alkoholis kronis.

b. kriptogenik dan pascavirus atau pascanecrosis

dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari

hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

c. Biliaris

dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran

empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis)

d. kardiak

e. metabolik, keturunan, dan terkait obat3

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu5,6,7 :

1. Mikronodular

ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim

hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul.

22

Page 23: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis

makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai

campuran mikro dan makronodular.

2. Makronodular

ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,

mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar

didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi

regenerasi parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara klinis Sirosis terbagi atas2,3,6 :

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini

belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan

pada saat pemeriksaan screening.

2. Sirosis hati Dekompensata

Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala

sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

C. Insidens

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata

terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 –

49 tahun 1. Suatu survey penelitian di USA melaporkan bahwa sekitar 5,5 juta

penduduk (2% dari populasi USA) menderita sirosis. Sirosis ini menyebabkan

kematian pada 26.000 jiwa tiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian

terbesar ke-9 di USA pada usia antara 25-64 tahun . Sedangkan di Indonesia,

belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatis. Namun dari beberapa

laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan

prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit

dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat 15.

23

Page 24: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

D. Etiologi

Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%),

penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%),

kriptogenik (18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan

penyebab lain (5%), meliputi hepatitis autoimun, sirosis bilier, drug induced

liver disease, hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alfa-1 antitripsin (12).

Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil

penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan

sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di

Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya 9.

E. Patofisiologi3,5

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh

pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform,

dan sedikit nodul degeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis

mikronoduler. Sirosis mikronoduler dapat pula diakibatkan oleh cedera hati

yang lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan

hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.

1. Perlemakan hati alkoholik

Hati membesar, berwarna kuning, berlemak dan padat. Hepatosit teregang

oleh vakuola lemak berbentuk makrovesikel dalam sitoplasma yang

mendorong inti hepatosit ke membran sel. Penumpukan lemak ini terjadi

akibat kombinasi gangguan oksidasi asam lemak, penigkatan masukan dan

esterifikasi asam lemak untuk membentuk trigliserida, dan menurunnya

biosintesis dan sekresi lipoprotein.

2. Hepatitis alkoholik

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan

mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme

asetaldehid etanol menigkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi

hiposemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang

24

Page 25: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

teroksigenasi (misal daerah perisentral); 2). Infiltrasi neutrofil, terjadi

pelepasan chemoattractant neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme

etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang

melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi

acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan

menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang

menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas

oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sisten yang

mengoksidasi enzim mikrosomal.

Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor

nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid

kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik

utama pada fibrosis alkoholik.

3. Sirosis alkoholik

Akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan,

muncul fibroblas ditempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen.

Di zona periportal dan perisentral muncul septa jaringan ikat seperti jaring

yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan

jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada

yang lalu mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Walaupun

terjadi regenerasi dalam sisa-sisa parenkim, kerusakan sel hati biasanya

melebihi perbaikannya. Akibat destruksi hepatosit dan penimbunan

kolagen yang berkelanjutan, ukuran hati menciut, tampak berbenjol-benjol

(noduler) dan menjadi keras akibat terbentuk sirosis stadium akhir.

25

Page 26: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

26

Page 27: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

F. Manifestasi klinis

Pada sirosis terjadi gangguan arsitektur hepar yang mengakibatkan kegagalan

sirkulasi dan kegagalan parenkim hepar yang masing- masing memperlihatkan

gejala klinis berupa 10:

a. Kegagalan parenkim hepar

1) Ikterus

2) Koma

3) Spider nevi

4) Alopesia pectoralis

5) Ginekomastia

6) Kerusakan hati

7) Rambut pubis rontok

8) Eritema palmaris

9) Atropi testis

10) Kelainan darah (anemia, hematon/mudah terjadi perdarahan)

b. Hipertensi portal

1) Varises oesophagus

2) Splenomegali

3) Perubahan sumsum tulang

4) Caput meduse

5) Asites

6) Collateral vein hemorrhoid

7) Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

Skor / parameter 1 (Ringan) 2 (Sedang) 3 (Berat)

Bilirubin (mg%) <2,0 2,0 – 3,0 > 3,0

Albumin (gr%) >3,5 3,0 - < 3,5 < 3,0

Prothrombin time

(Quick%)

>70 40 – 70 < 40

Asites 0

Minimal – sedang

(+) – (++)

Banyak (+++)

Sukar

27

Page 28: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Mudah dikontrol dikontrol

Hepatic

enchephalopathy

Tidak ada Std 1 dan II

(minimal)

Std III dan IV

(berat/koma)

G. DIAGNOSIS11

Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan

biopsi hati. Dengan pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan hati

dapat ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya,

mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah

penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai

pembesaran hati.

Pemeriksaan jasmani :

1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati

mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak

tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya

kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.

2. Limpa:pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:

a.Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus

(SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).

b. Hacket: bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).

3. Perut dan ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan

ascites.

4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian

atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian

bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan

atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :

a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun

(leukopenia), dan trombositopenia. Bisa dijumpai anemia normokrom

normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom

makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme.

28

Page 29: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang

rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.

c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.

Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan

tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan

operasi.

d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.

e. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

f. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan

ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.

g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab

sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan

sebagainya.

h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ini terus meninggi atau >500-

1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya

kanker hati primer (hepatoma).

Pemeriksaan penunjang lainnya :

1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus

untuk konfirmasi hepertensi portal.

2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis

hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung

sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan

kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale

marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila

dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar

dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih

besar.

3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan

sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman

seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir

hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali,

29

Page 30: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD,

daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (Space Occupying Lesion).

Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium

dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu

dan saluran empedu, dll.

4. Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil

oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan

bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis

hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara

bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.

5. Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk

mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat

dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.

6. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (E R C P) : digunakan

untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

7. Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama

pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat

berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan

mendeteksi tumor atau kista.

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites

dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi

(peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan

pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein,

amilase dan lipase.

H. Komplikasi Sirosis

1. Edema dan ascites

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal untuk

menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-

tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan karena

efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut

30

Page 31: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

edema atau pitting edema.(Pitting edema merujuk pada fakta bahwa

menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki

dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung

untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe

dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup

untk menyebabkan pitting). Pembengkakkan seringkali memburuk pada

akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam

semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan efek gravitasi ketika

berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang

tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara

dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut

ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut,

dan berat badan yang meningkat 8.

2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk

bakteri-bakteri berkembang.Secara normal, rongga perut mengandung

suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi

dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari

usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke

hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul

didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal.

Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan

mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi di dalam perut

dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP,

kemungkinan terjadi.SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam

nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tidak mempunyai gejala-

gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut

dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites12 .

3. Perdarahan dari Varices Esofagus (esophageal varices)

31

Page 32: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang

kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena

portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup

tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena

dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena

yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-

vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan

bagian atas dari lambung 2.

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan

tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih

bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai

esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar

varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan

dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung 2.

Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa

perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan

varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah

merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam

penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada

darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan

oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena),

dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan

(disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika

berdiri dari suatu posisi berbaring) 2.

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk

dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini

adalah jarang.Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang

diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices

kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan

spontaneous bacterial peritonitis 2.

4. Hepatic encephalopathy

32

Page 33: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari

pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara

normal hadir dalam usus.Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan

mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan

kedalam usus.Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam

tubuh.Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat

mempunyai efek-efek beracun pada otak.Biasanya, unsur-unsur beracun ini

diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan

dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya) 13.

Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak

dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka

telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan,

beberapa dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena

lain. Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun

tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur

beracun berakumulasi dalam darah 13.

Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,

fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic

encephalopathy.Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari

(kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala

paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat

lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan

perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-

tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang

parah/berat menyebabkan koma dan kematian 13.

Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien

dengan sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-

detoksifikasi secara normal oleh hati.Dosis-dosis dari banyak obat-obat

yang secara normal di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk

mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat

penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan

33

Page 34: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

tidur.Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-

detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat

yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal 13.

5.Hepatorenal syndrome

Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan

hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius

dimana fungsi dari ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi

dalam ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal. Sebagai gantinya,

fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara

darah mengalir melalui ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai

kegagalan yang progresif dari ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari

darah dan menghasilkan jumlah urin yang memadai walaupun beberapa

fungsi penting lain dari ginjal, seperti penahanan garam,

dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang

sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome,

ginjal biasanya mulai bekerja secara normal.Ini menyarankan bahwa fungsi

yang berkurang dari ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur

beracun dalam darah ketika hati gagal.Ada dua tipe dari hepatorenal

syndrome.Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu

berbulan-bulan.Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satu

atau dua minggu 13.

6. Hepatopulmonary syndrome

Jarang, beberapa pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat

mengembangkan hepatopulmonary syndrome.Pasien-pasien ini dapat

mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas

pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara

abnormal.Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah

mengalir melalui pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan

dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru.Darah yang mengalir

melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup

34

Page 35: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

oksigen dari udara didalam alveoli.Sebagai akibatnya pasien mengalami

sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga 2.

7. Hypersplenism

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk

mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan

platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan

darah) yang lebih tua.Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan

darah dalam vena portal dari usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik

pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah

tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam

ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya,

limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut 13.

Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih

banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka

dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan

untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu

jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang

rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah

(thrombocytopenia).Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia

dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat

mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang

diperpanjang (lama) 2.

8. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko

kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer)

merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati

sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan

menyebar (metastasizes) ke hati 2.

I. Penatalaksanaan5

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

35

Page 36: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup

kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan

interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi pada

pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan

pengobatan IFN seperti kombinasi IFN dengan ribavirin,terapi induksi

IFN, terapi dosis IFN tiap hari.

1. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x

seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan

(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk

jangka waktu 24-48 minggu.

2. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang

lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang

dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan

atau tanpa kombinasi dengan RIB.

3. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis

3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum

dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti:

a. Asites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

- Istirahat

- Diet rendah garam

untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah

garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka

penderita harus dirawat.

36

Page 37: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet

rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat

badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu

komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini

dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama

diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta

dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis

maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan

dengan furosemid.

Terapi lain :

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan

pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah

parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10

liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 –

8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat

menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada

Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl,

trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10

mmol/24 jam.

b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan

parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati

dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada

sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus

penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi

secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi

permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus. Adanya

kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :

37

Page 38: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

Spontaneous bacterial peritonitis

Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites

Clinical feature my be absent and WBC normal

Ascites protein usually <1 g/dl

Usually monomicrobial and Gram-Negative

Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs

50% die

69 % recur in 1 year

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi

III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara

oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat

diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

c. Hepatorenal Sindrome

Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :

Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome

Major

Chronic liver disease with ascietes

Low glomerular fitration rate

Serum creatin > 1,5 mg/dl

Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute

Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs

Proteinuria < 500 mg/day

No improvement following plasma volume expansion

Minor

Urine volume < 1 liter / day

Urine Sodium < 10 mmol/litre

Urine osmolarity > plasma osmolarity

Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik

yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan

elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat

38

Page 39: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

dilakukan berupa : Retriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta

menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat

bahkan dapat menyebabkan Asifosis intraseluler. Diuretik dengan dosis

yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan

shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C dan dapat dipertimbangkan pada

pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah

transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi

sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya

lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi

sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan dan dpuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali

kegunaannya yaitu untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,

pemberian obat-obatan, evaluasi darah.

- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin

K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka

menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan

Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.

e. Ensefalopati Hepatik

Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita

penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan

kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya

enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus,

antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang

hepatotoxic.

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

1. mengenali dan mengobati factor pencetus

39

Page 40: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta

toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :

- Diet rendah protein

- Pemberian antibiotik (neomisin)

- Pemberian lactulose/ lactikol

3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

- Tak langsung (Pemberian AARS).

J. Prognosis6

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang

menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis

yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,

albumin, ada tidaknya ascites dan encephalopati juga status nutrisi. Klasifikasi

ini terdiri Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan

kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk

pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Sirosis Hepatis Menurut Criteria Child-Pugh 18

Skor / parameter 1 (Ringan) 2 (Sedang) 3 (Berat)

Bilirubin (mg%) <2,0 2,0 – 3,0 > 3,0

Albumin (gr%) >3,5 3,0 - < 3,5 < 3,0

Prothrombin time

(Quick%)

>70 40 – 70 < 40

Asites 0

Minimal – sedang

(+) – (++)

Mudah dikontrol

Banyak (+++)

Sukar

dikontrol

Hepatic

enchephalopathy

Tidak ada Std 1 dan II

(minimal)

Std III dan IV

(berat/koma)

40

Page 41: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

K. Kesimpulan

1. Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi

pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami

perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat

(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.

2. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, insidensi laki-laki

dan perempuan sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara

golongan umur 30 – 59 tahun.

3. Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis,

morfologis dan klinis.

4. Penyebab dari sirosis hepatis antara lain alkohol, pascanekrosis, non

alkoholik fatty liver disease, hepatitis autoimun, billiaris, kelainan

metabolik, obat-obatan, racun, dan infeksi.

5. Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih fase

dini (kompensasi) atau sudah fase dekompensasi.

6. Diagnosa pasti sirosis ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan

biopsi hati.

7. Komplikasi sirosis hepatis antara lain perdarahan gastrointestinal, koma

hepatikum, ulkus peptikum, karsinoma hepatoselular, infeksi, edema dan

ascite, memar dan berdarah, sensitivitas terhadap obat, resistensi insulin

dan diabetes tipe 2.

8. Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa simptomatis, supportif,

dan pengobatan spesifik.

41

Page 42: CASE 2 CKD-sirosis-splenomegali Icha

DAFTAR PUSTAKA

1. Throop. Article : Albumin in Health and Disease : Protein Metabolism and

Function. Columbia : University of Missouri-Columbia.2004. Pp : 932-938.

2. Sacher R.A. and Mcpherson R.A. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Jakarta : EGC. 2004. pp : 373.

3. Isselbacher et al. 2000. Penyakit Hati yang Berkaitan dengan Alkohol dan

Sirosis. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, Volume 4,

diterjemahkan oleh Ahmad H. Asdie. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. P. 1665-77.

4. Anonim. 2008. Sirosis Hepatis.

http://dosen.wordpress.com/2008/12/10/sirosis-hepatis/.

5. Sutadi, Sri Maryani . 2003. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara : USU digital library.

6. Nurdjanah, Siti. 2006. Sirosis Hepatis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I, Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. P.668-73.

7. Setiawan, Poernomo Boedi, dkk. 2007. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. P. 129-36.

8. Sanchez W and Talwalkar JA. Liver Cirrhosis. The American College of

Gastroenterology. 2008. P : 301-263-90000

9. Nurjanah S. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I.

Editor Sudoyo AW, Setitohadi B, Alwi I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 2007.

10. Peralta R. Hypoalbuminemia. http://emedicine.medscape.com/ 2010.

11. Arroyo V. Pathophysiology, Diagnosis And Treatment Of Ascites In

Cirrhosis. http://mse.mef.hr/msedb/slike/p06030201_1/dir429/pdf0.pdf,

2010.

12. Nicholson JP, MR Wolmarans, and GR Park. The Role of Albumin in

Critical Illnes. British Journal of Anaesthesia. 2000.85 (4) : 599 – 610.

13. David C W. Cirrhosis. Medscape. http://emedicine.medscape.com

42