case 2 ckd-sirosis-splenomegali icha
TRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sambit, Ponorogo
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal masuk RS : 12 Oktober 2012
Tanggal pemeriksaan : 31 Oktober 2012
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Harjono diantar keluarganya pada tanggal
12 Oktober 2012 dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan perut terasa
penuh sejak 1 minggu SMRS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum dan tidak
berkurang dengan istirahat
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku badannya tidak enak,
sering capek dan susah tidur.
Pasien juga mengakui bahwa memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus sejak 5 tahun yang lalu (tahun 2007), dan saat itu pasien pertama kali
rawat inap di RS dengan keluhan sesak karena sakit gula (diabetes mellitus).
Pasien sudah 3x masuk rumah sakit dengan sakit yang sama, dikarenakan
kadar gulanya yang tinggi.
1
Pasien juga mengeluhkan batuk ketika merasa sesak, namun tanpa
disertai dahak. Mual (+) muntah (-). Nafsu makan (-). BAB (+), hitam (-),
lendir (-), darah (-). BAK (+) dengan kateter, warna seperti teh, darah (-), buih
(-). demam (-), lemas (+).
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat maag : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : diakui
Riwayat asma : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit liver : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat opname : diakui
4. Riwayat Pribadi
Merokok : disangkal
Konsumsi kopi : disangkal
Makan pedas : disangkal
Konsumsi minuman beralkohol : disangkal
Konsumsi obat : disangkal
5. Riwayat keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)
Vital signs :
Tekanan darah : 130/80 mmHg (berbaring, lengan kanan)
Nadi : 96 x/ menit
Respiratory rate : 24 x/ menit
Suhu : 36,2º C
1. Pemeriksaan fisik :
a. Kulit
Ikterik (+), petechiae (-), acne (-), turgor kulit menurun (-),
hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-),
sikatrik bekas operasi (-)
b. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna putih, mudah rontok (-), luka (-)
c. Mata
Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), exoftalmus (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek
cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).
d. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
e. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
f. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah
tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)
g. Leher
JVP R0, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), nyeri tekan (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-).
a. Thorax :
3
1) Pulmo :
a) Inspeksi : Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada ketinggalan
gerak kedua sisi paru, retraksi otot-otot nafas tidak ditemukan,
spider naevi (+).
b) Palpasi :
Ketinggalan gerak:
Anterior : Posterior :
Fremitus:
Anterior : Posterior :
c) Perkusi
Anterior : Posterior :
d) Auskultasi
Anterior : Posterior :
Suara tambahan : wheezing (-/-), rhonki (-/-)
4
- -
- -
- -
N N
N N
N N
N N
N N
N N
S S
S S
S S
S S
S S
S S
V V
V V
V V
b. Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
3) Perkusi
Batas kiri jantung :
Atas : SIC III sinistra di linea parasternalis sinistra
Bawah : SIC V sinistra 1 cm lateral linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung
Atas : SIC III dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, intensitas S1 sama
dengan S2, murmur (-), tidak ada suara tambahan S3-S4 gallop (-)
c. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut simetris, sejajar dinding dada, distended
(-), caput medusae (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, metallic sound (-)
Perkusi : Timpani, hepatomegali (-), splenomegali (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), lien, hepar, ren tidak teraba,
nyeri epigastrium (+), nyeri hipokondriaka dekstra (+).
d. Ekstremitas superior : Akral hangat, edema (+/+), clubbing finger (-),
pitting edema (+), palmar eritem (-), tremor halus (-)
e. Ekstremitas inferior : Akral hangat, clubbing finger (-), pitting edema
(+/+), palmar eritem (-)
f. Pinggang : Nyeri pinggang (-), Nyeri ketok costoertebra (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5
a. Pemeriksaan EKG
Frekuensi: 150x/menit
Ritme: reguler
Jenis irama: sinus
Zona transisi: normal (V3-V4)
Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))
Morfologi gelombang :
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR 0,12 detik
Gelombang QRS 0,08 detik
b. Pemeriksaan laboratorium
Hematologi (12 Oktober 2012)
Keterangan 12/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 9.7 g/dl 11-16
Hct 32,3 % 37-50
AL 3,43 10³/µl 4,0-10
AT 52 10³/µl 100-300
6
AE 3,43 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 94,2 Fl 82-95
MCH 19.3 Pg 27-31
MCHC 30 g/dl 32-36
RDW 17,5 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 42.6 % 25-40
Kimia klinik
GDS 161 mg/dl < 140
Ureum 67,24 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2
Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1
SGPT 49,3 u/l 0-31
SGOT 121 u/l 0-31
Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2
Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35
Albumin 2,2 g/dl 3,5-5
Globulin 4,8 g/dl 2-3,9
Kolesterol total
141 mg/dl 140-200
HDL-D 24 mg/dl 45-150
LDL-D 95 mg/dl 0-190
7
Trigliserid 113 mg/dl 36-165
Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 oktober 2012
Elektrolit Jumlah satuan Normal
Na 142 mmol/L 135-148
K 5,46 mmol/L 3,5-5,3
Cl 110,8 Mmol/L 98-107
Ca 8,52 Mg/dl 8,1-10,4
Mg 2 Mg/dl 1,9-2,5
Keterangan 16/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 10.5 g/dl 11-16
Hct 31,9 % 37-50
AL 6,8 10³/µl 4,0-10
AT 49 10³/µl 100-300
AE 3,44 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 94,2 Fl 82-95
MCH 29.3 Pg 27-31
MCHC 33 g/dl 32-36
RDW 17,5 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
8
Limfosit 19.7 % 25-40
Kimia klinik
Ureum 67,24 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2
Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1
SGPT 49,3 u/l 0-31
SGOT 121 u/l 0-31
Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2
Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35
Albumin 2,2 g/dl 3,5-5
Globulin 4,8 g/dl 2-3,9
Kolesterol total
141 mg/dl 140-200
HDL-D 24 mg/dl 45-150
LDL-D 95 mg/dl 0-190
Trigliserid 113 mg/dl 36-165
Pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Oktober 2012
Keterangan 18/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 10.8 g/dl 11-16
Hct 30,6 % 37-50
AL 15,2 10³/µl 4,0-10
AT 267 10³/µl 100-300
AE 4,59 10⁶/µl 3,5-5,5
9
Indeks eritrosit
MCV 87,9 Fl 82-95
MCH 29.3 Pg 27-31
MCHC 35.2 g/dl 32-36
RDW 14,1 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 10,1 % 25-40
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Oktober 2012
Keterangan 21/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 11.6 g/dl 11-16
Hct 34.5 % 37-50
AL 11,1 10³/µl 4,0-10
AT 63 10³/µl 100-300
AE 3,94 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 87,7 Fl 82-95
MCH 29.4 Pg 27-31
MCHC 33.6 g/dl 32-36
RDW 17,5 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
10
Hitung jenis
Limfosit 42.6 % 25-40
Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 oktober 2012
Keterangan 22/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 10.5 g/dl 11-16
Hct 32.5 % 37-50
AL 10.6 10³/µl 4,0-10
AT 60 10³/µl 100-300
AE 3,42 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 95,1 Fl 82-95
MCH 29.3 Pg 27-31
MCHC 32.3 g/dl 32-36
RDW 16,3 % 11,5-14,5
MPV 8,8 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 10,8 % 25-40
Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 oktober 2012
nilai Normal
albumin 1,9 3,5-5,5
11
Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 oktober 2012
nilai Normal
albumin 2,2 3,5-5,5
urea 124,2 mg/dl 10-50
creatinin 1,73 mg/dl 0,7-1,3
UA 10,1 mg/dl 2,4-5,7
Pemeriksaan alboratorium tanggal 25 Oktober 2012
nilai Normal
albumin 2,1 3,5-5,5
Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Oktober 2012
Nilai Normal
albumin 2,4 3,5-5,5
Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Oktober 2012
nilai Normal
albumin 2,3 3,5-5,5
USG abdomen (30 oktober 2012) liver sirosis dan splenomegali
E. RESUME/ DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis
a. keluhan nyeri perut kanan atas dan perut terasa penuh sejak 1 minggu
SMRS.
b. Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum dan tidak berkurang dengan istirahat
c. Sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku badannya tidak enak, sering
capek dan susah tidur.
d. riwayat penyakit diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu (tahun 2007)
12
e. Mual (+) muntah (-). Nafsu makan (-). BAB (+), hitam (-), lendir (-), darah
(-). BAK (+) dengan kateter, warna seperti teh, lemas (+).
2. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
1. Tekanan darah : 130/90 mmHg (berbaring, lengan kanan)
2. Nadi : 96 x/ menit
3. Respiratory rate : 24 x/ menit
4. Suhu : 36,2º C
b. Pemeriksaan fisik
konjungtiva anemis (+), nyeri epigastrium (+), nyeri hipokondriaka dekstra
(+)
3. Pemeriksaan Penunjang
EKG :
Frekuensi: 150x/menit
Ritme: reguler
Jenis irama: sinus
Zona transisi: normal (V3-V4)
Aksis : normal (Lead I (+), aVF (+))
Morfologi gelombang :
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR 0,12 detik
Gelombang QRS 0,08 detik
Laboratorium
Hematologi (12 Oktober 2012)
Keterangan 12/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 9.7 g/dl 11-16
Hct 32,3 % 37-50
13
AL 3,43 10³/µl 4,0-10
AT 52 10³/µl 100-300
AE 3,43 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 94,2 Fl 82-95
MCH 19.3 Pg 27-31
MCHC 30 g/dl 32-36
RDW 17,5 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 42.6 % 25-40
Kimia klinik
GDS 161 mg/dl < 140
Ureum 67,24 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2
Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1
SGPT 49,3 u/l 0-31
SGOT 121 u/l 0-31
Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2
Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35
Albumin 2,2 g/dl 3,5-5
Globulin 4,8 g/dl 2-3,9
14
Kolesterol total
141 mg/dl 140-200
HDL-D 24 mg/dl 45-150
LDL-D 95 mg/dl 0-190
Trigliserid 113 mg/dl 36-165
Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 oktober 2012
Elektrolit Jumlah satuan Normal
Na 142 mmol/L 135-148
K 5,46 mmol/L 3,5-5,3
Cl 110,8 Mmol/L 98-107
Ca 8,52 Mg/dl 8,1-10,4
Mg 2 Mg/dl 1,9-2,5
Keterangan 16/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 10.5 g/dl 11-16
Hct 31,9 % 37-50
AL 6,8 10³/µl 4,0-10
AT 49 10³/µl 100-300
AE 3,44 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 94,2 Fl 82-95
MCH 29.3 Pg 27-31
MCHC 33 g/dl 32-36
RDW 17,5 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
15
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 19.7 % 25-40
Kimia klinik
Ureum 67,24 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,59 mg/dl 0,7-1,2
Asam urat 15,7 Mg/dL 2,4-6,1
SGPT 49,3 u/l 0-31
SGOT 121 u/l 0-31
Bil. Total 2,73 mg/dl 0-1,2
Bil. Direct 0,49 mg/dl 0-0,35
Albumin 2,2 g/dl 3,5-5
Globulin 4,8 g/dl 2-3,9
Kolesterol total
141 mg/dl 140-200
HDL-D 24 mg/dl 45-150
LDL-D 95 mg/dl 0-190
Trigliserid 113 mg/dl 36-165
Pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Oktober 2012
Keterangan 18/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 10.8 g/dl 11-16
Hct 30,6 % 37-50
16
AL 15,2 10³/µl 4,0-10
AT 267 10³/µl 100-300
AE 4,59 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 87,9 Fl 82-95
MCH 29.3 Pg 27-31
MCHC 35.2 g/dl 32-36
RDW 14,1 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 10,1 % 25-40
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Oktober 2012
Keterangan 21/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 11.6 g/dl 11-16
Hct 34.5 % 37-50
AL 11,1 10³/µl 4,0-10
AT 63 10³/µl 100-300
AE 3,94 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 87,7 Fl 82-95
MCH 29.4 Pg 27-31
MCHC 33.6 g/dl 32-36
17
RDW 17,5 % 11,5-14,5
MPV 7,2 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 42.6 % 25-40
Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 oktober 2012
Keterangan 22/10/2012 Satuan Nilai rujukan
Hematologi rutin
Hb 10.5 g/dl 11-16
Hct 32.5 % 37-50
AL 10.6 10³/µl 4,0-10
AT 60 10³/µl 100-300
AE 3,42 10⁶/µl 3,5-5,5
Indeks eritrosit
MCV 95,1 Fl 82-95
MCH 29.3 Pg 27-31
MCHC 32.3 g/dl 32-36
RDW 16,3 % 11,5-14,5
MPV 8,8 Fl 7,2-11,1
PDW 16,2 % 15-17
Hitung jenis
Limfosit 10,8 % 25-40
18
Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 oktober 2012
nilai Normal
albumin 1,9 3,5-5,5
Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 oktober 2012
nilai Normal
albumin 2,2 3,5-5,5
urea 124,2 mg/dl 10-50
creatinin 1,73 mg/dl 0,7-1,3
UA 10,1 mg/dl 2,4-5,7
Pemeriksaan alboratorium tanggal 25 Oktober 2012
nilai Normal
albumin 2,1 3,5-5,5
Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Oktober 2012
Nilai Normal
albumin 2,4 3,5-5,5
Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Oktober 2012
nilai Normal
albumin 2,3 3,5-5,5
USG abdomen (30 oktober 2012) liver sirosis dan splenomegali
F. POMR (Problem Oriented Medical Record)
Daftar
masalahProblem
Assessment P. diagnosa P. terapy
P. Monitoring
1. Nyeri Gangguan Sirosis - Inf. PZ 12tpm - Gejala klinis
19
kanan atas
perut
atas, mual
(+),
muntah
(-),
abdomen
distended
(+), BAB
(+), BAK
warna
seperti
teh,
riwayat
sakit liver
&
opname,
hepatome
gali (+),
splenome
gali (+).
Pemx fisik:
liver span
5cm
permukaa
n rata,
konsisten
si kenyal,
LFT hepatis - HBeAg
- HBv DNA
- Biopsi
hepar
-Ranitidin 2 x 1
amp
-Ondancentron
3 x 1 amp
-Lansoprazol
cap 1x30mg
- Antasida 3 x 1
amp
- Ketorolac 2x 1
amp
- Furosemid 3 x
1 amp.
- DL
- Kimia Darah
20
tepi
tumpul,
Lab
(SGOT↑,
SGPT↑,
DBIL↑,
TBIL↑).
USG
(Sirosis,
Splenom
egali,
ascites
(-).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
21
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)
disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi 1. Batasan fibrosis sendiri
adalah suatu penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen,
glikoprotein, proteoglikan) di dalam hepar. Respons fibrosis terhadap
kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis,
proses fibrosis biasanya ireversibel 2.
B. Klasifikasi
Klasifikasi berbagai jenis sirosis hanya didasarkan pada etiologi atau
morfologi tidaklah memuaskan. Suatu pola patologik dapat disebabkan oleh
berbagai cedera, sementara cedera yang sama dapat menimbulkan beberapa
pola morfologik. Bagaimanapun juga, sebagian besar jenis sirosis dapat
diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi:
a. Alkoholik
dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering
disebabkan oleh alkoholis kronis.
b. kriptogenik dan pascavirus atau pascanecrosis
dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari
hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Biliaris
dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis)
d. kardiak
e. metabolik, keturunan, dan terkait obat3
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu5,6,7 :
1. Mikronodular
ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul.
22
Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis
makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai
campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara klinis Sirosis terbagi atas2,3,6 :
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
C. Insidens
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 –
49 tahun 1. Suatu survey penelitian di USA melaporkan bahwa sekitar 5,5 juta
penduduk (2% dari populasi USA) menderita sirosis. Sirosis ini menyebabkan
kematian pada 26.000 jiwa tiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian
terbesar ke-9 di USA pada usia antara 25-64 tahun . Sedangkan di Indonesia,
belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatis. Namun dari beberapa
laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan
prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit
dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat 15.
23
D. Etiologi
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%),
penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%),
kriptogenik (18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan
penyebab lain (5%), meliputi hepatitis autoimun, sirosis bilier, drug induced
liver disease, hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alfa-1 antitripsin (12).
Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di
Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya 9.
E. Patofisiologi3,5
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform,
dan sedikit nodul degeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis
mikronoduler. Sirosis mikronoduler dapat pula diakibatkan oleh cedera hati
yang lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan
hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.
1. Perlemakan hati alkoholik
Hati membesar, berwarna kuning, berlemak dan padat. Hepatosit teregang
oleh vakuola lemak berbentuk makrovesikel dalam sitoplasma yang
mendorong inti hepatosit ke membran sel. Penumpukan lemak ini terjadi
akibat kombinasi gangguan oksidasi asam lemak, penigkatan masukan dan
esterifikasi asam lemak untuk membentuk trigliserida, dan menurunnya
biosintesis dan sekresi lipoprotein.
2. Hepatitis alkoholik
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme
asetaldehid etanol menigkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi
hiposemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang
24
teroksigenasi (misal daerah perisentral); 2). Infiltrasi neutrofil, terjadi
pelepasan chemoattractant neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme
etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang
melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi
acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang
menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas
oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sisten yang
mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor
nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid
kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik
utama pada fibrosis alkoholik.
3. Sirosis alkoholik
Akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan,
muncul fibroblas ditempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen.
Di zona periportal dan perisentral muncul septa jaringan ikat seperti jaring
yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan
jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada
yang lalu mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Walaupun
terjadi regenerasi dalam sisa-sisa parenkim, kerusakan sel hati biasanya
melebihi perbaikannya. Akibat destruksi hepatosit dan penimbunan
kolagen yang berkelanjutan, ukuran hati menciut, tampak berbenjol-benjol
(noduler) dan menjadi keras akibat terbentuk sirosis stadium akhir.
25
26
F. Manifestasi klinis
Pada sirosis terjadi gangguan arsitektur hepar yang mengakibatkan kegagalan
sirkulasi dan kegagalan parenkim hepar yang masing- masing memperlihatkan
gejala klinis berupa 10:
a. Kegagalan parenkim hepar
1) Ikterus
2) Koma
3) Spider nevi
4) Alopesia pectoralis
5) Ginekomastia
6) Kerusakan hati
7) Rambut pubis rontok
8) Eritema palmaris
9) Atropi testis
10) Kelainan darah (anemia, hematon/mudah terjadi perdarahan)
b. Hipertensi portal
1) Varises oesophagus
2) Splenomegali
3) Perubahan sumsum tulang
4) Caput meduse
5) Asites
6) Collateral vein hemorrhoid
7) Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
Skor / parameter 1 (Ringan) 2 (Sedang) 3 (Berat)
Bilirubin (mg%) <2,0 2,0 – 3,0 > 3,0
Albumin (gr%) >3,5 3,0 - < 3,5 < 3,0
Prothrombin time
(Quick%)
>70 40 – 70 < 40
Asites 0
Minimal – sedang
(+) – (++)
Banyak (+++)
Sukar
27
Mudah dikontrol dikontrol
Hepatic
enchephalopathy
Tidak ada Std 1 dan II
(minimal)
Std III dan IV
(berat/koma)
G. DIAGNOSIS11
Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan
biopsi hati. Dengan pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan hati
dapat ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya,
mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah
penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai
pembesaran hati.
Pemeriksaan jasmani :
1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak
tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya
kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.
2. Limpa:pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:
a.Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus
(SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).
b. Hacket: bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).
3. Perut dan ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan
ascites.
4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian
atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian
bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan
atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun
(leukopenia), dan trombositopenia. Bisa dijumpai anemia normokrom
normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom
makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme.
28
b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan
tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan
operasi.
d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
e. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
f. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan
sebagainya.
h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ini terus meninggi atau >500-
1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya
kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya :
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus
untuk konfirmasi hepertensi portal.
2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung
sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan
kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale
marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila
dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar
dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih
besar.
3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman
seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir
hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali,
29
gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD,
daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (Space Occupying Lesion).
Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium
dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu
dan saluran empedu, dll.
4. Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil
oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan
bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis
hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara
bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.
5. Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk
mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat
dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
6. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (E R C P) : digunakan
untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
7. Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama
pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat
berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan
mendeteksi tumor atau kista.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites
dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi
(peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein,
amilase dan lipase.
H. Komplikasi Sirosis
1. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-
tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan karena
efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut
30
edema atau pitting edema.(Pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki
dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung
untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe
dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup
untk menyebabkan pitting). Pembengkakkan seringkali memburuk pada
akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam
semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan efek gravitasi ketika
berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang
tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara
dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut
ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut,
dan berat badan yang meningkat 8.
2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang.Secara normal, rongga perut mengandung
suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi
dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari
usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke
hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal.
Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan
mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi di dalam perut
dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP,
kemungkinan terjadi.SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam
nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tidak mempunyai gejala-
gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut
dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites12 .
3. Perdarahan dari Varices Esofagus (esophageal varices)
31
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena
portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup
tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-
vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan
bagian atas dari lambung 2.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih
bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai
esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar
varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan
dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung 2.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan
varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah
merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam
penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada
darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena),
dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan
(disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika
berdiri dari suatu posisi berbaring) 2.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk
dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang.Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang
diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices
kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis 2.
4. Hepatic encephalopathy
32
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari
pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara
normal hadir dalam usus.Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan
mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan
kedalam usus.Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh.Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat
mempunyai efek-efek beracun pada otak.Biasanya, unsur-unsur beracun ini
diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan
dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya) 13.
Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak
dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka
telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan,
beberapa dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena
lain. Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun
tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur
beracun berakumulasi dalam darah 13.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,
fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic
encephalopathy.Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari
(kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala
paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat
lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan
perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-
tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian 13.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien
dengan sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-
detoksifikasi secara normal oleh hati.Dosis-dosis dari banyak obat-obat
yang secara normal di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk
mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat
penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan
33
tidur.Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-
detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat
yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal 13.
5.Hepatorenal syndrome
Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi
dalam ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal. Sebagai gantinya,
fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara
darah mengalir melalui ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai
kegagalan yang progresif dari ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari
darah dan menghasilkan jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi penting lain dari ginjal, seperti penahanan garam,
dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang
sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome,
ginjal biasanya mulai bekerja secara normal.Ini menyarankan bahwa fungsi
yang berkurang dari ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur
beracun dalam darah ketika hati gagal.Ada dua tipe dari hepatorenal
syndrome.Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu
berbulan-bulan.Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satu
atau dua minggu 13.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome.Pasien-pasien ini dapat
mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas
pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara
abnormal.Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan
dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru.Darah yang mengalir
melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup
34
oksigen dari udara didalam alveoli.Sebagai akibatnya pasien mengalami
sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga 2.
7. Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan
platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan
darah) yang lebih tua.Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan
darah dalam vena portal dari usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik
pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah
tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam
ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya,
limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut 13.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih
banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka
dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu
jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang
rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah
(thrombocytopenia).Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia
dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat
mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama) 2.
8. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko
kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer)
merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati
sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan
menyebar (metastasizes) ke hati 2.
I. Penatalaksanaan5
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
35
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi pada
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti kombinasi IFN dengan ribavirin,terapi induksi
IFN, terapi dosis IFN tiap hari.
1. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk
jangka waktu 24-48 minggu.
2. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan
atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis
3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum
dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- Istirahat
- Diet rendah garam
untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka
penderita harus dirawat.
36
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat
badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama
diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta
dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan
pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah
parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10
liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 –
8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat
menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada
Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl,
trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10
mmol/24 jam.
b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati
dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada
sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus
penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi
secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi
permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus. Adanya
kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
37
Spontaneous bacterial peritonitis
Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites
Clinical feature my be absent and WBC normal
Ascites protein usually <1 g/dl
Usually monomicrobial and Gram-Negative
Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs
50% die
69 % recur in 1 year
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi
III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat
diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
c. Hepatorenal Sindrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :
Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome
Major
Chronic liver disease with ascietes
Low glomerular fitration rate
Serum creatin > 1,5 mg/dl
Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute
Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs
Proteinuria < 500 mg/day
No improvement following plasma volume expansion
Minor
Urine volume < 1 liter / day
Urine Sodium < 10 mmol/litre
Urine osmolarity > plasma osmolarity
Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik
yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat
38
dilakukan berupa : Retriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat
bahkan dapat menyebabkan Asifosis intraseluler. Diuretik dengan dosis
yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan
shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C dan dapat dipertimbangkan pada
pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah
transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi
sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya
lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi
sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dpuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah.
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin
K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan
Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.
e. Ensefalopati Hepatik
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya
enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus,
antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang
hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetus
39
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS).
J. Prognosis6
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis
yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya ascites dan encephalopati juga status nutrisi. Klasifikasi
ini terdiri Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan
kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk
pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Sirosis Hepatis Menurut Criteria Child-Pugh 18
Skor / parameter 1 (Ringan) 2 (Sedang) 3 (Berat)
Bilirubin (mg%) <2,0 2,0 – 3,0 > 3,0
Albumin (gr%) >3,5 3,0 - < 3,5 < 3,0
Prothrombin time
(Quick%)
>70 40 – 70 < 40
Asites 0
Minimal – sedang
(+) – (++)
Mudah dikontrol
Banyak (+++)
Sukar
dikontrol
Hepatic
enchephalopathy
Tidak ada Std 1 dan II
(minimal)
Std III dan IV
(berat/koma)
40
K. Kesimpulan
1. Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat
(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
2. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, insidensi laki-laki
dan perempuan sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 – 59 tahun.
3. Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis,
morfologis dan klinis.
4. Penyebab dari sirosis hepatis antara lain alkohol, pascanekrosis, non
alkoholik fatty liver disease, hepatitis autoimun, billiaris, kelainan
metabolik, obat-obatan, racun, dan infeksi.
5. Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih fase
dini (kompensasi) atau sudah fase dekompensasi.
6. Diagnosa pasti sirosis ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan
biopsi hati.
7. Komplikasi sirosis hepatis antara lain perdarahan gastrointestinal, koma
hepatikum, ulkus peptikum, karsinoma hepatoselular, infeksi, edema dan
ascite, memar dan berdarah, sensitivitas terhadap obat, resistensi insulin
dan diabetes tipe 2.
8. Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa simptomatis, supportif,
dan pengobatan spesifik.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Throop. Article : Albumin in Health and Disease : Protein Metabolism and
Function. Columbia : University of Missouri-Columbia.2004. Pp : 932-938.
2. Sacher R.A. and Mcpherson R.A. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta : EGC. 2004. pp : 373.
3. Isselbacher et al. 2000. Penyakit Hati yang Berkaitan dengan Alkohol dan
Sirosis. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, Volume 4,
diterjemahkan oleh Ahmad H. Asdie. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. P. 1665-77.
4. Anonim. 2008. Sirosis Hepatis.
http://dosen.wordpress.com/2008/12/10/sirosis-hepatis/.
5. Sutadi, Sri Maryani . 2003. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara : USU digital library.
6. Nurdjanah, Siti. 2006. Sirosis Hepatis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I, Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. P.668-73.
7. Setiawan, Poernomo Boedi, dkk. 2007. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. P. 129-36.
8. Sanchez W and Talwalkar JA. Liver Cirrhosis. The American College of
Gastroenterology. 2008. P : 301-263-90000
9. Nurjanah S. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I.
Editor Sudoyo AW, Setitohadi B, Alwi I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2007.
10. Peralta R. Hypoalbuminemia. http://emedicine.medscape.com/ 2010.
11. Arroyo V. Pathophysiology, Diagnosis And Treatment Of Ascites In
Cirrhosis. http://mse.mef.hr/msedb/slike/p06030201_1/dir429/pdf0.pdf,
2010.
12. Nicholson JP, MR Wolmarans, and GR Park. The Role of Albumin in
Critical Illnes. British Journal of Anaesthesia. 2000.85 (4) : 599 – 610.
13. David C W. Cirrhosis. Medscape. http://emedicine.medscape.com
42