case afasia ec stroke iskemik
DESCRIPTION
neurologyTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
AFASIA e.c. STROKE ISKEMIK
Pembimbing :
Dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S
Penyusun :
Galuh Maharani Sukma
030.06.099
Kepaniteraan Klinik Neurologi
Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon
Periode 21 Januari – 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 42 tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Jalan Bumi Baru No 14, Cilegon
Suku bangsa : Sunda
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 16 Januari 2013
B. AnamnesisDilakukan alloanamnesis terhadap suami dan kakak pasien pada tanggal 22 Januari 2013 di Bangsal Anggrek RSUD Kota Cilegon
Keluhan UtamaPenurunan kesadaran 3 jam SMRS
Keluhan TambahanLemas pada bagian tubuh sebelah kanan, tidak bisa bicara, tersedak saat makan atau minum.
Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cilegon dengan keluhan kesadarannya menurun sejak 3 jam SMRS. Suami pasien mengatakan saat mandi pagi tadi, pasien merasa lemas pada sisi sebelah kanan tubuh sehingga pasien dipapah ke tempat tidur dan dibaringkan. Saat itu pasien masih sadar, bicaranya pelo, dan tersedak saat diberi makanan dan minuman. Beberapa jam kemudian, pasien tidak dapat berbicara dan kesadarannya semakin menurun. Pasien tidak mengeluhkan sakit kepala, mual, muntah, pusing berputar dan penglihatan berbayang. Riwayat trauma sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien menderita hipertensi sejak sekitar 5 tahun yang lalu namun jarang kontrol dan tidak rutin
mengkonsumsi obat anti hipertensinya. Riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus, maupun penyakit lainnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, sakit jantung, maupun penyakit lainnya dalam keluarga disangkal.
Riwayat KebiasaanPasien tidak merokok, minum alkohol, maupun mengkonsumsi obat-obatan. Pasien jarang berolah raga.
C. Pemeriksaan FisikTanggal 22 Januari 2013Status GeneralisKeadaan Umum : lemah, sakit sedangKesadaran : compos mentisSikap : berbaring pasifKooperasi : kooperatifTanda vital :
Tek. Darah : 140/90 mmHgNadi : 72 kali/menitLaju Napas : 18 kali/ menitSuhu : 36,5ºCBB : ± 75 kg
Keadaan lokal : baikPulsasi Aa.Carotis : reguler, cukup, equal kanan dan kiriPemb. darah perifer : capillary refill time < 2 detikKel. Getah bening : tidak teraba membesarColumna vertebralis : lurus ditengahJantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midklavikularis sinistraPerkusi :
Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistraBatas kanan : ICS IV linea parasternalis dextraBatas kiri : ICS V midklavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I normal, Bunyi jantung II normal, reguler, tidak terdengar murmur dan gallop
ParuInspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamisPalpasi : vocal fremitus simetris di kedua hemithoraksPerkusi : sonor pada kedua hemithoraksAuskultasi : suara napas vesikuler, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar
wheezing.
AbdomenInspeksi : datarAuskultasi : bising usus (+) normalPalpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba massa, tidak
teraba pembesaran hepar dan lienPerkusi : timpani, nyeri ketuk (-)
Ekstremitas : tidak ada deformitas, akral hangat, oedem (-)
Status NeurologisGCS : E4 M6 V(disartria berat)Rangsang selaput otaka. Kaku kuduk : (-)b. Laseque : >70°/ >70°c. Laseque menyilang : -/-d. Kernig : >135°/ >135°e. Brudzinski I : -/-f. Brudzinski II : -/-
Peningkatan tekanan intrakranial :
a. Penurunan kesadaran : (-)b. Muntah proyektil : (-)c. Sakit kepala : (-)d. Edema papil : tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf-saraf Kranialis
N. I : tidak dilakukan pemeriksaan
N.II : pupil bulat, isokor, RCL +/+, RCTL +/+
N. III, IV, dan VI
Kanan Kiri
Kelopak mata : normal normal
Pergerakan bola mataNasal baik baikTemporal baik baikNasal atas baik baikTemporal atas baik baikTemporal bawah baik baik
Exophtalmus : (-) (-)Nistagmus : (-) (-)
N.V Kanan Kiri
Cabang motorik baik baikCabang sensorik Opthalmikus baik baik Maxillaris baik baik Mandibularis baik baik
N.VII
Kanan KiriMotorik orbitofrontalis baik baikMotorik orbicularis oculi baik baikMotorik orbicularis oris sulcus nasolabialis mendatarPengecap 2/3 anterior lidah baik baik
N.VIIIKanan Kiri
Vestibular Vertigo (-) (-) Nistagmus (-) (-)
Cochlearis
Tuli konduktif (-) (-) Tuli sensorineural (-) (-)
N.IX dan X
Motorik : deviasi uvula ke kanan
Sensorik : refleks muntah (+)
N.XI
kanan kiri
Mengangkat bahu tvd tvd
Menoleh baik baik
N.XII
Pergerakan lidah : deviasi ke kanan
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Sistem MotorikKekuatan motorik 0 0 0 0 2 2 4 4
0 0 0 0 2 2 2 2
Gerakan Involunter Tremor : (-) Chorea : (-) Athetose : (-) Mioklonik : (-) Tics : (-)
Tonus : melemah disebelah kanan
Sistem sensorik : melemah disebelah kanan
Fungsi cerebellar dan koordinasi
Ataxia : tidak valid dinilai Tes Rhomberg : tidak valid dinilai Disdiadokinesia : tidak valid dinilai Jari-jari : tidak valid dinilai Jari-hidung : tidak valid dinilai Tumit-lutut : tidak valid dinilai Rebound phenomenon : tidak valid dinilai Hipotoni : tidak valid dinilai
Fungsi luhur : sulit dinilai (disartria berat)
Fungsi otonom
Miksi : terpasang kateter Defekasi : baik Sekresi keringat : baik
Refleks fisiologis
Kanan kiri
Kornea (+) (+) Bisep (+1) (+2) Trisep (+1) (+2) Lutut (+1) (+2) Tumit (+1) (+2)
Refleks Patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus tumit (-) (-)
Klonus lutut (-) (-)
Keadaan Psikis
Intelegensia : baik Demensia : (-) Tanda regresi : (-)
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUMa. Darah :
16/1/2013 17/1/2013a. Hemoglobin 14,5 gr/dLb. Hematokrit 42%c. Trombosit 228000/mm3
d. Leukosit 6900/mm3e. Gula darah
sewaktu150 mg/dL
f. As.urat 6,0g. SGOT 19h. SGPT 16i. Protein total 7,95
j. Albumin 4,60
k. Globulin 3,35l. Bilirubin total 0,66m. Bilirubin direk 0,17
n. Bilirubin indirek 0,50
o. GDP 128
p. GDPP 128
q. Kolesterol total 205
r. HDL 14
s. LDL 153
t. Trigliserida 139
b. Urinalisa (18 Januari 2013)Urobilinogen : + Protein urin : -Berat Jenis : 1,025 Bilirubin : -Keton trace : +Nitrit : -pH : 6,0Leukosit : -Darah samar : -Glukosa : -Warna : kuning Kejernihan : keruhSedimen
Epitel : +/LPKLeukosit : 3-4/LPBEritrosit : 0-1/LPBSilinder : -Kristal : -Bakteri : -
E. PEMERIKSAAN PENCITRAANa. Foto polos thoraks
Tidak tampak kardiomegaliTidak tampak proses spesifik
b. CT Scan kepala tanpa kontras
Infark pada daerah kapsula interna kiri dan corona radiata kiri.Tidak tampak perdarahan intraparenkim
F. RESUMEPasien, perempuan, 42 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Kota Cilegon dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Pagi harinya, saat mandi pasien merasa tubuh bagian kanan lemas, lidahnya pelo, dan tersedah saat makan dan minum. Lama kelamaan pasien menjadi sulit bicara, dan kesadarannya terus menurun sehingga dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), pusing berputar (-) dan penglihatan berbayang (-), trauma sebelumnya (-). Riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu namun tidak terkontrol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 72 kali/menit, laju napas 18 kali/ menit, suhu 36,5ºC. Status generalis dalam batas normal. Pada status neurologis, ditemukan keadaan pasien sebagai berikut :
GCS : E4M6Vdisartria berat Pupil : bulat isokor, ø3mm/ø3mm, RCL +/+, RCTL +/+ TRM : kaku kuduk (-), laseq >70°/>70°, kernig >135°/>135° Peningkatan TIK : (-) Nervus kranialis : parese N.VII dextra sentral
Parese N.IX dan X dextra Parese N. XII dextra sentral
Motorik : 0 0 0 0 2 2 4 4 , 0 0 0 0 2 2 2 2
Refleks fisiologis berkurang di sisi sebelah kananRefleks patologis negatif
Sensorik : berkurang pada sisi tubuh sebelah kananPada pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras didapatkan Infark pada daerah kapsula interna kiri dan corona radiata kiri.
G. DIAGNOSA KERJADiagnosa Klinis : Hemiparese dextra e.c Stroke Iskemik
Afasia Broca Hipertensi stage II
Diagnosa Etiologi : Stroke iskemik
Diagnosa Topik : Infark kapsula interna kiri dan corona radiata kiri
H. PENATALAKSANAAN
O2 3 liter/menit
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Citicholine 3x500 mg
Inj. Piracetam 3x3 gram
Plasmin 3x1
Aspilet 1x80 mg
CPG 1X75 mg
Amlodipine 1x10 mg
Fisioterapi
Terapi wicara
I. PROGNOSISAd vitam : Dubia ad bonamAd functionam : Dubia ad malamAd sanationam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersring ke tiga di negara
Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan.Menurut American
Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000
penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di
Amerika adalah 50- 100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai
menurun sejak
awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga
5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian
penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap faktor resiko
penyakit stroke.1
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan
prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitia yang
minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke
pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar
50/100.000 penduduk. Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes
RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di
Indonesia.1
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan yang tepat
pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan pengetahuan tentang
patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan pencegahan dan pengobatan tersebut,
agar dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.1
DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal atau global yang timbul akibat
gangguan aliran darah di otak (bukan oleh karena tumor atau trauma kepala) dengan
manifestasi hemidefisit motorik, dapat disertai dengan atau tanpa hemidefisit sensorik,
kelumpuhan saraf otak, aphasia, dan penurunan kesadaran.2
Stroke juga dikenal sebagai serangan serebrovaskuler (CVA), yang terjadi ketika
suplai darah ke bagian otak terhenti. Hal ini akan menyebabkan kematian sel dalam beberapa
menit. Kerusakan otak akibat stroke bisa berlanjut hingga beberapa hari setelah serangan.2
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat frekuensi stroke pertama adalah lebih dari 400.000 per tahun.
Jumlah ini akan meningkat menjadi satu juta per tahun pada tahun 2050. Namun, insiden
stroke di seluruh dunia tidak diketahui.3
Stroke adalah penyebab kematian yang utama ketiga dan penyebab utama kecatatan di
Amerika Serikat. setelah penyakit jantung dan kanker pada kelompok usia lanjut, sedangkan
di Indonesia menduduki peringkat pertama.Usia harapan hidup bertambah akibat
keberhasilan dan kemajuan di bidang sosial ekonomi, serta perbaikan di bidang pangan. Hal
ini mempunyai dampak dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut. 3,4
Penyakit serebrovaskuler adalah penyebab kematian kedua di seluruh dunia pada
tahun 1990, yang membunuh lebih dari 4,3 juta orang. Penyakit ini juga penyebab kelima
hilangnya produktivitas, sebagaimana diukur dengan disability-adjusted life years (DALYs).
Pada tahun 1990, penyakit kardiovaskuler menyebabkan 38,5 juta DALY di seluruh dunia. 3
Resiko stroke lebih tinggi pada pria ketimbang wanita. Walaupun stroke sering
dianggap penyakit yang dialami orang tua, 25% stroke terjadi pada orang yang berusia di
bawah 65 tahun. 3
KLASIFIKASI
1. Stroke Iskemik Tipe Emboli
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, atau dari sirkulasi sisi-kanan
(paradoxical emboli). Sumber-sumber emboli kardiogenik adalah trombus valvular
(misalnya, pada stenosis mitral, endokarditis, prosthetic valve); trombus mural (misalnya,
pada infark miokard fibrilasi atrium, kardiomiopati dilatasi); dan atrial myxoma. Infark
miokard berbubungan dengan 2-3% insiden stroke emboli, yang terjadi 85% pada bulan
pertama setelah infark miokard. 4
Infark lakunar bertanggung jawab atas 13-20% dari semua infark serebri dan biasanya
melibatkan pembuluh darah kecil pada subkorteks serebri dan batang otak. Infark lakunar
sering terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil, seperti diabetes dan
hipertensi. Emboli halus atau proses in situ yang disebut lipohyalinosis diduga
menyebabkan infark lakunar. Sindrom lakunar yang paling sering adalah stroke motorik
murni, sensoris murni, dan hemiparesis ataksik. 4
2. Stroke Iskemik Tipe Trombosis
Tempat yang paling sering terjadi oklusi trombosis adalah titik-titik percabangan arteri
serebri, khususnya pada distribusi arteri karotis interna. Stenosis arterial (yaitu, turbulensi
aliran darah), atherosklerosis, dan perlengketan platelet menyebabkan pembentukan
bekuan darah yang menyumbat arteri tersebut. Penyebab trombosis yang kurang sering
adalah polisitemia, sickle cell anemia, defesiensi protein C, displasia fibromuskular pada
arteri-arteri serebri, dan vasokonstriksi lama pada migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebri juga dapat menyebabkan stroke trombosis (misalnya,
trauma, diseksi aorta thorakal, arteritis). Kadangkala, hiperfusi distal ke arteri yang
stenosis atau tersumbat atau hiperfusi pada regio yang rentan antara kedua batas arteri
serebri dapat menyebabkan stroke iskemik.4
PATOFISIOLOGI
Adanya plak atherosklerosis pada percabangan arteri-arteri akan sangat membantu
timbulnya trombosis dan oklusi pada tempat-tempat tersebut. Pada ondartertis luetika dinding
arteri itu pula menebal berkat adanya radang leutik. Lumennya akan menyempit sehingga
memudahkan timbulnya trombosis dan oklusi di daerah tersebut. 5
Pada periarteritis tuberkulous, berkat radang tuberkuleus di sekitar arteri itu, dinding
arteri juga akan menebal dan lumennya akan menyempit, yang akan memudakan terjadi
trombosis dan oklusi. 5
Pada arteritis primer Takayasu ditemukan suatu poliarteritis oklusif primer (sebab
tidak diketahui) pada cabang-cabang dari arkus aorta. Sewaktu-waktu juga dikira bahwa
sebab dari suatu trombosis adalah suatu tromboangiitis obliterans (Burger).5
Pada suatu stroke juga selalu hendaknya diperhatikan apakah penderita itu tidak pula
menderita (a) hipertensi, (b) penyakit jantung, (c) diabetes mellitus, (d) dan
hiperkolesterolemia. 5
Infark serebri biasanya terjadi pada orang tua. Usianya biasanya telah melebihi 60
tahun. Bila infark itu dijumpai pada orang muda, harus diingat kemungkinan-kemungkinan
lain, seperti endaeteritis leutika, periarteritis tuberkulosa atau Takayasu. 5
Suatu trombosis serebri memperlihatkan awitan (onset) yang khas. Penyakit ini
hampir selalu mulai di waktu bangun tidur atau paling sedikit sewaktu inaktif (tidak bekerja
dan lain-lain). Sebabnya sewaktu tidur tensi darah itu selalu akan menurun dan memudahkan
timbulnya suatu trombosis. 5
Tidak jarang terjadi seseorang penderita yang mula-mula dirawat karena infark
jantung, tidak lama kemudian pula mendapat trombosis serebri. Di sini pula suatu penurunan
tensi sewaktu mendapat infark jantung memudahkan timbulnya trombosis serebri. 5
Di samping itu kemungkinan stroke itu ditimbulkan oleh suatu embolus harus selalu
diingat. Faktor-faktor yang memudahkan timbulnya suatu trombosis serebri adalah (Trias dari
Circhow):5
a. Kelainan pada pembuluh darah (seperti atherosklerosis atau suatu radang
leutik/tuberkulus dan lain-lain)
b. Kelainan pada darah (polisitemia, hiperkoaglasi seperti semasa nifas dan sewaktu
mempergunakan pil KB dan lain-lain)
c. Perlambatan pada aliran darah (seperti sewaktu tidur, shok misalnya sewaktu
mendapat infark jantung dan menderita gastroenteritis yang ganas dan lain-lain)
MANIFESTASI KLINIS
Trombosis suatu arteri tertentu akan memberikan gejala yang khas bagi penyumbatan arteri
tersebut. 5
1. Trombosis A. Karotis interna
Pada penderita muda yang memiliki sirkulus arteriosus Willisi yang baik, tidak akan
tampak suatu defisit neurologis. Pada orang yang telah lanjut umurnya dan memiliki
sirkulus arteriosus Willisi yang tidak dapat lagi berfungsi dengan baik akan tampak
gejala-gejala seperti berikut: 5
a. Hemiplegia di sisi kontraleteral
b. Afasia, bila a. karotis interna yang tersebut ini memperdarahi hemisfer yang dominan
c. Buta (amaurosis) pada mata di sisi ipsilateral. Ini timbul karena ikut sertanya
tersumbat a. oftalmika di sisi ipsilateral.
2. Trombosis A. serebri anterior
Gejala-gejala yang akan tampak: 5
a. Monoplegi tungkai di sisi kontralateral. (mungkin pula tampak suatu hemiparese
dengan monoplegi pada tungkai dan monoparese pada tangan di sisi kontralateral)
b. Hemianestesia atau gangguan sensibilitas yang terbatas pada kaki di sisi kontralateral
3. Trombosis A. serebri media
Gejala-gejala yang akan tampak adalah: 5
a. Hemiparese kontralateral
b. Hemianestesia kontralateral
c. Afasia, bila yang tersumbat adalah a. serebri media di hemisfer yang dominan.
4. Trombosis A. serebri posterior
Gejala-gejala yang akan tampak adalah: 5
a. Transient hemiparesis di sisi kontralateral
b. Transient hemianestesia di sisi kontralateral.
c. Hemianopsi homonim dengan bagian sentral yang bebas
d. Afasia motorik, bila a. serebri posterior yang tersumbat adalah di hemisfer yang
dominan
5. Trombosis A. serebellaris posterior inferior
Trombosis a. serebellaris posterior inferior akan menimbulkan sindrom Wallenberg,
dengan gejala-gejala: 5
a. Hemihipestesi alternans
b. Parese N. IX dan N. X di sisi homolateral.
c. Vertigo
d. Ataksia (di sisi homolateral)
e. Horner di sisi homolateral
6. Trombosis A. serebellaris superior
Trombosis arteri ini akan memperlihatkan: 5
a. Ataksia hemiserebelaris ipsilateral
b. Hemianestesia kontralateral
7. Trombosis A. basillaris
Akan memperlihatkan: 5
a. Vertigo
b. Anestesia di seluruh tubuh
c. Tetraplegia
d. Koma dengan pupil yang isokor dan kecil
8. Trombosis A. spinalis anterior
Trombosis a. spinalis anterior akan menimbulkan mielomalasia dengan gejala-gejala : 5
a. Paraplegia
b. Gangguan sensibilitas (semua kualitas) setinggi lesi
c. Gangguan miksi, defekasi, dan fungsi genitalia.
TATALAKSANA STROKE ISKEMIK
Manajemen Stroke di IGD
Manajemen stroke iskemik fase akut sama halnya seperti serangan stroke iskemik yang
pertama yaitu dilakukan ABC sesuai dengan kedaruratan. 6
a. Airway and Breathing.
Pembebasan jalan napas bagian atas merupakan prioritas yang pertama supaya bersih dan
bebas hambatan, setelah itu dilakukan penilaian tingkat kesadaran, kemampuan bicara
dan kontrol pernapasan dengan cepat hanya dengan menanyakan “nama dan alamat”
penderita. Pemeriksaan orofaring dan mulut dilakukan untuk melihat sisa makanan, gigi
palsu yang lepas dan benda asing di mulut. Perlu diperhatikan bahwa pemasangan gudel
dapat merangsang gag-reflek yang agak sulit ditoleransi penderita.
b. Sirkulasi :
stabilitasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang adekuat. Termasuk
komponen sirkulasi adalah denyut nadi, frekuensi detak jantung dan tekanan darah. Jadi
pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan kedua sisi, jika terjadi perbedaan nyata maka
kemungkinan terdapat diseksi aorta atau karotis. Keadaan ini seterusnya bermanifestasi
terhadap kedaruratan neurologi.
Prinsip perawatan dan pengobatan umum pada stroke akut adalah mempertahankan
kondisi agar dapat menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta makanan yang cukup agar
metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis, ini dilakukan:6
1. Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC
2. Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiratorius dan urinarius
3. Menjamin nutrisi, cairan, dan elektrolit yang stabil dan optimal.
4. Mencegah dekubitus dengan trombosis vena dalam
5. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat antasida/pump inhibitor/
6. Menilai kemampuan menelan penderita, untuk menentukan apakah dapat diberikan
makanan per oral atau dengan NGT.
Karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka harus dilakukan
evaluasi dan diagnosis klinik yang cepat, sistemik dan cermat, meliputi:7
1. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas saat serangan, gejala
lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual,
penurunan kesadaran, serta faktor- faktor resiko stroke (hipertensi, hiperkolesterol,
diabetes, dll).
2. Pemeriksaan Fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misal cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,
dan tanda- tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan dada
(jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
3. Pemeriksaan Neurologik dan Skala stroke, Pemeriksaan neurologik terutama
pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara jalan,
refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini
adalah NIHSS (NATIONAL Institutes of Health Stroke Scale).
Terapi Trombolitik
Satu-satunya obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian r-TPA
(recombinant-tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut dengan
syarat-syarat tertentu baik I.V maupun intra arteri dalam waktu kurang dari 3 jam setelah
onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran trombus dan reperfusi
jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan ireversibel pada otak yang terkena terutama
penumbra. 9
Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.
Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid. Obat ini diharapkan akan
memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan trombus baru. Efek
antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil
pembentukan fibrin dan propagasi trombus. Binding heparin dengan AT III menginaktivasi
enzim-enzim, sehingga koagulasi meningkat, yang bekerja terhadap thrombin (Iia), Faktor X
a dan Faktor IX a. Pada saat ini para ahli belum merekomendasikan terapi antikoagulan pada
stroke dan sepakat memberikan untuk mengobati trombus vena dalam yang merupakan
komplikasi/penyulit stroke akut. 9
Gambar 1: Mekanisme Kerja r-TPA2
Terapi Antikoagulan
Pada fase akut stroke iskemik, heparin merupakan antikoagulan yang serung dipakai.
Alasan pemakaiannya adalah (1) heparin mengurangi frekuensi DVT dan emboli pulmonal,
(2) mencegah dan memperkecil pembentukan trombosis intraarterial pada penderita stroke
dengan demikian mencegah perburukan stroke (karena propagasi trombus). Dalam hal ini
sampai sekarang, heparin belum terbukti mempengaruhi keluaran stroke iskemik (embolik)
dan masih kontroversial.
Pemberian heparin pada stroke kardio-embolik masih tetap diberikan di beberapa
senter di Amerika dan dilakukan seperti direkomendasikan oleh Cerebral Embolism Study
Group (1983). Perlu diingatkan bahwa bahwa perdarahan intraserebral yang cepat pada
pemberian heparin terutama pada orang tua, hipertensi berat dan infark yang luas.
Penggunaan heparin subkutan lebih disukai daripada intravena dan pemberian heparin
dilakukan hanya untuk beberapa hari sambil menunggu efek oral antikoagulan yang lebih
efisien tetapi efektivitasnya penuh setelah beberapa hari pemberian. Akhir-akhir ini
dilaporkan oleh Kay menfaat yang lebih baik dari Fraxiparine, dervat heparin yang lebih
stabil dengan efek samping yang lebih ringan. Pengobatan diberikan dengan pemberian
subkutan dan meskipun belum dipakai secara luas, tetapi telah dicoba pada stroke embolik
mendahului pemberian oral antikoagulan.
Pemberian heparin diberikan secara intravena dimulai dengan bolus 5000 Unit dan
selanjutnya diberikan 10.000 – 15.00 Unit per hari dengan mempertahankan APTT 1 ½ - 2 ½
(satu setengah sampai dua setengah) kali normal selama 2-3 hari dan kemudian diberikan oral
antikoagulan (warfarin) dengan target INR 2-3. Biasanya dalam 2-3 hari setelah optimalisasi
dosis warfarin, pemeberian heparin dihentikan dan pengobatan diteruskan dengan oral
antikoagulan.10
Tatalaksana Edema Serebri
Tidak ada terapi medis spesifik yang direkomendasikan untuk penggunaan rutin yang pada
pasien dengan stroke iskemik akut, kecuali aspirin.11
Osmotik diuretik, terutama manitol, adalah salah satu agen yang secara luas
digunakan pada pengobatan edema serebri. Manitol bisa menurunkan tekanan intrakranial
dengan menurunkan semua isi air dan volume cairan serebro spinal dan dengan menurunkan
volume darah berhubungan dengan vasokonstriksi. Manitol juga meningkatkan perfusi
serebral dengan menurunkan viskositas atau dengan mengubah reaksi sel darah merah.
Sebagai agen pengusir radikal bebas, manitol berperan sebagai pelindung melawan jejas
biokimia. 11
Manitol dilaporkan bisa menurunkan edema serebri, ukuran infark dan defisit
neurologi pada beberapa contoh experimental dari stroke iskemik, walaupun pertama kali
diberikan dalam waktu 6 jam setelah onset stroke. 11
Edema serebri pada manusia diterapi dengan manitol yang diketahui bisa menurunkan
tekanan intrakranial beberapa penyakit dan diketahui bisa menurunkan case falality pada
edema serebri berhubungan dengan gagal hepatik. Pada penelitian stroke arteri teritori serebri
media, mordalitas terapi yang mencakup osmothy pada awalnya efektif tetapi kontrol tekanan
intrakranial tetap dilakukan pada jumlah kecil pasien. 11
Komplikasi paling biasa dari terapi manitol ialah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, edema kardiopulmonal dan rebound edema serebri. Manitol juga bisa
menyebabkan gagal ginjal pada dosis terapetik dan reaksi hipersensitivitas bisa terjadi.
Walaupun ada beberapa laporan yang tidak dapat membuktikan efek yang menguntungkan
dari manitol pada stroke iskemik/hemoragik. American Heart Assosiation merekomendasikan
penggunaan manitol secara luas digunakan pada stroke akut di seluruh dunia. Hampir 70%
dari dokter di Cina menggunakan manitol atau gliserol secara rutin pada stroke akut dan
manitol digunakan secara rutin pada stroke akut pada beberapa negara Eropa
Teknik Pemberian
Diuretik osmotik (Manitol 20%)
Dosis : 0,5 -1 gr/kg BB diberikan dalam 30”
Untuk mencegah rebound diberikan ulangan manitol setelah 6 jam dengan dosis 0,25-0,5
gr/kg BB dalam waktu 30 detik.
Baik kelompok Mathew/Meyer di luar negeri maupun kelompok penulis di Jakarta,
memperoleh hasil yang cepat dan sempurna dalam memulihkan fungsi serebral pada
penderita dengan “stroke” iskhemik pada tahap dini. Bukti-bukti telah diperoleh bahwa terapi
glycerol baik per oral (1,5 g/Kg/BB sehari), maupun per infus sebagai larutan glycerol dalam
larutan garam fisiologik (500 cc sehari dalam 5-6 jam) memperbaiki CBF dan juga
metabolisme serebral di kawasan yang iskhemik. Keuntungan yang didapatkan disertai
perbaikan dan lonjakan pemakaian O2 sehingga meniadakan produksi asam laktat yang cepat
mengakibatkan timbulnya edema serebri regional. Juga restorasi fosfat anorganik telah
terbukti dipercepat oleh glycerol, sehingga terjadi sintesis fosfolipid di dalam kawasan
iskhemia serebri. Pada penderita diabetes yang mengidap “stroke”, glycerol memberikan
keuntungan lebih besar, oleh karena glycerol merupakan sumber karbohidrat yang
menimbulkan hiperglikemia/glukosuria. Bagi penderita “stroke” yang hipertensif dan
mempunyai gangguan ginjal, glycerol bertindak sebagai diuretikum. Manfaat glycerol
tersebut di atas tidak atau jarang disertai efek samping yang berbahaya. Cara penggunaannya
adalah sebagai berikut : 11
a. Penggunaan per oral :
Dosis : 1,5 gram/kgBB sehari diberi dalam 3 atau 4 angsuran
Cara pemberian : 25-30 cc glyserol dilarutkan dalam 200 cc air dan diminum sekaligus atau
dicicil asal habis dalam ½ sampai 1 jam, tiga kali sehari, selama 10 hingga 15 menit.
Catatan: gliserol adalah sama dengan glyserine.
b. Penggunaan per infus:
Dosis : 500 cc 10% glyserol (Biomedis, TNI, Jakarta) sehari.
Cara pemberian : Infus tetes, 30 tetes per menit sehingga habis dalam 5-6 jam. Diberikan 500
cc setiap hari, selama 5 hari berturut-turut, kemudian pemberian infus dihentikan selama 2
hari dan selanjutnya dapat diteruskan selama 5 hari lagi secara berturut-turut. 11
Dengan pemberian glyserol per os tida dijumpai efek samping. Pemberian per infus,
adakalanya menimbulkan hemoglobinuria. Cara mengatasinya ialah sebagai berikut:
encerkan glyserol 10% itu dengan larutan garam fisiologik melalui penampung yang
menerima tetesan baik dari botol glyserol 10% maupun dari botol larutan garam fisiologik
tambahan. Perbaikan fungsi serebral dapat disaksikan setelah pemberian infus glycerol
pertama. Jika setelah pemberian infus kelima sudah diperoleh perbaikan yang sempurna,
maka orangsakit tidak diberikan infus lagi. Dalam hal ini orangsakit dapat dipulangkan
setelah 5-7 hari rawatan rumah sakit. Jika perbaikan lebih lanjut masih diharapkan, maka
infus glycerol diteruskan sampai orangsakit menerima 10 kali. Menurut pengalaman
pemberian infus lebih dari 10 kali tidak efektif, oleh karena kalau dengan 10 kali infus
glycerol tidak lagi didapati kemajuan, pemberian-pemberian berikutnya hanya berarti
penghamburan uang. 11
Steroid dapat dicoba, steroid diharapkan dapat mengurangi edema vasogenik, steroid
dapat meredakan edema serebri yang mengelilingi infark atau daerah dimana sel membran
tidak sepenuhnya rusak. Efikasi steroid meragukan; peningkatan resiko perdarahan, infeksi
dan eksaserbasi diabetes dilaporkan ketika steroid digunakan pada pasien stroke. Pada kasus-
kasus tertentu seperti anak muda, ada edema yang sangat impressive melaporkan zona
infarknya masih kecil. Pada kasus-kasus jarang seperti ini, steroid dapat menolong. 11
Dosis steroid yang diberikan adalah 8-10 mg IV, diikuti 4 mg/6 jam im untuk 10 hari.
Tapperly off (penyusutan bertahap dosis sampai berhenti sama sekali) dilakukan sekitar 7
hari. 11
Terapi antiplatelet
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru-baru ini sangat
dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST (International Stroke Trial) dan CAST (Chinese
Aspirin Stroke Trial) memberikan bahwa pemberian aspirin pada fase akut menurunkan
frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke akut. 10
Analisis gabungan dari hasil IST dan CAST menunjukkan bahwa kematian dini,
stroke rekuren, atau kematian lambat dapat dicegah pada 1 pasien dengan stroke akut dengan
memberikan aspirin pada 100 pasien dengan stroke akut.10
Terapi Neuroprotektor
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang kedua adalah dengan obat-obat
neuroproteksi: yaitu obat-obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan
kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini berperan dalam menginhibisi
dan mengibah reversibilitas neuronal yang menganggu akibat “ischemic cascade”. Termasuk
dalam kaskade ini adalah kegagalan hemostasis kalsium, produksi berlebih radikal bebas,
disfungsi neurotransmitter, edema serebri, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi
mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan
dapat berlangsung sampai 10 hari. 10
Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:10
a. Ca-channel blocker, nimodipin: manfaat pada stroke iskemik kurang meyakinkan.
b. Obat-obat antagonis pre sinaptik dari Excitatory Amino Acid (EAA) seperti
phenytoin, lubeluzole, dan propentophiline kesemuanya ternyata juga kurang efektif pada
uji klinik. Sedangkan obat antagonis post-sinaptik terhdap EAA seperti Cerestat,
dizocilpime, dextorphan, dextrometorphan, selfotel dan eliprodil telah ditinggalkan
karena kurang efektif dan mempunyai potensi efek samping yang serius.
c. Obat-obat yang mensupresi pelepasan asam arakhidonat dan membran sel seperti
prostasiklin ternyata tidak bermanfaat sebagai vasodilator (efek hipotensif) maupun
sebagai antiplatelet, pada stroke iskemik akut.
d. Obat-obat anti radikal bebas seperti lazaroid seperti tyrilazad mesylat dan
propentofyline, keduanya tidak dapat digunakan karena tidak efektif.
Secara umum dapat dikatakan, saat ini belum ada obat-obat neuroprotektif yang dapat
dipakai pada iskemik stroke akut meskipun pada binatang percobaan jelas mempengaruhi dan
memperbaiki sel-sel penumbra.10
Di samping obat-obatan di atas, telah ada dilaporkan usaha pengobatan dengan tujuan
memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme regional di daerah iskemia otak.10
Obat-obat ini misalnya: Citicoline, Pentoxyfilline, Pirasetam. Penggunaan obat ini
melalui beberapa percobaan klinis dianggap bermanfaat, dalam skala kecil. Seperti halnya
dengan obat-obat lain pada stroke akut, variasi penderita dan sulitnya memperoleh sampel
yang identik dan kecilnya jumlah penderita yang diselidiki menyebabkan hasil-hasil terapi
yang kontroversial.10
Di masa yang akan datang diperlukan metode penelitian yang lebih seksama dan
percobaan dalam skala besar, akan dapat membantu menentukan efek obat-obat ini secara
lebih teliti. 10
PROGNOSIS
Prognosis setelah terjadi stroke iskemik akut sangat beragam, tergantung pada
keadaan premorbid, keparahan stroke, usia, dan komplikasi-komplikasi post-stroke. 11
Angka kematian: pada penelitian stroke Framingham and Rochester, angka kematian
keseluruhan pada 30 hari setelah stroke adalah 28 persen. Angka kematian 30 hari setelah
stroke iskemik adalah 19 persen. Angka harapan hidup 1 tahun pada pasien dengan stroke
iskemik pada penelitian Framingham adalah 77%. 11
Morbiditas: pada orang yang selamat dari stroke pada Framingham Heart Study, 31
persen butuh bantuan untuk dirinya, 20 % butuh bantuan saat berjalan, dan 71 persen
mengalami gangguan kemampuan vokasional pada follow-up jangka panjang. 11
DEFINISI AFASIA
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia.
Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau muncul sendiri.
ETIOLOGI
Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan berbahasa diatur.
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.
PATOFISIOLOGI
Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.
Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.
Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area Wernicke.
KLASIFIKASI
Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan kepada:
Manifestasi klinik
Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek
Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik
Gambar 1. Area pengaturan bahasa pada otak. Lesi pada area ini akan menyebabkan afasia
Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas:
Afasia tidak lancar atau non-fluent
Afasia lancar atau fluentBerdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan:
Sindrom afasia peri-silvian
o Afasia Broca (motorik, ekspresif)
o Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)
o Afasia konduksi
Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)
o Afasia transkortikal motorik
o Afasia transkortikal sensorik
o Afasia transkortikal campuran
Sindrom afasia subkortikal
o Afasia talamik
o Afasia striatal
Sindrom afasia non-lokalisasi
o Afasian anomik
o Afasia global
Sebagai tambahan, ada yang disebut dengan parafasia. Parafasia ialah mensubstitusi kata. Ada 2 jenis parafasia, yaitu parafasia semantik (verbal) dan parafasia fonemik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata dengan kata lain, misalnya “kucing” dengan “anjing”. Parafasia fonemik ialah mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi lain, misalnya “bir” dengan “kir”
DIAGNOSIS
Diagnosis afasia ialah berdasarkan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.
Manifestasi Klinik
Afasia tidak lancar. Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.Gambaran klinisnya ialah:
← Pasien tampak sulit memulai bicara
← Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)
← Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks
← Artikulasi umumnya terganggu
← Irama bicara terganggu
← Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks
← Pengulanan (repetisi) buruk
← Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk
Afasia lancar. Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali. Gambaran klinisnya ialah:
← Keluaran bicara yang lancar
← Panjang kalimat normal
← Artikulasi dan irama bicara baik
← Terdapat parafasia
← Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk
← Repetisis terganggu
← Menulis lancar tadi tidak ada arti Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar dan tertegun-tegun: “mana... rokok... beli.”Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar: “rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan”
Afasia Broca (motorik, ekspresif).
Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca tidak terganggu, tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia Broca ialah bergaya afasia non-fluent.
Afasia Wernicke (sensorik, reseptif).
Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti apa yang dia sendiri katakan. Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia fluent.
Afasia global
Adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara berulang- ulang, misalnya “baaah, baaah, baaah” atau “maaa, maaa, maaa”. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global hampir selalu disertai dengan hemiparese atau
hemiplegia.
Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan laboratorium, hanya diperlukan tergantung dari penyebab kerusakan otaknya. Diagnosis afasia terutama berasal dari pemeriksaan klinik dan kejiwaan karena afasia merupakan tanda klinis.
Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi lesi dan mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography) Scan efektif untuk mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang sudah lebih dari 48 jam. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi stroke sesegera mungkin sampai 1 jam setelah onset. Penggunaan kontras mungkin perlu untuk mendeteksi tumor.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya, misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.
Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara.
Prinsip umum dari terapi wicara adalah:
← Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan jumlah hari yang lebih banyak pula.
← Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.
Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.
PROGNOSA
Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut.
Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat
penyakit yang tidak dapat atau sulit disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi, Patofisiologi stroke infark akibat tromboemboli. USU digital library. 2002.
2. Always, 2009. Stroke essentials for primary care, current clinical practice, Humana
Press, USA.
3. Weiner, HL. Stroke, dalam Buku Saku Neurologi, Edisi 5, Penerbit EGC, Jakarta,
2001
4. Jauch, EC. Acute stroke management, dalam www.eMedicine.com, Updated MAY
24, 2005.Diakses pada 25 Mei 2011.
5. Mardjono, Mahar dan Sidharta Priguna, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat,
Jakarta, 1997
6. Adams, Guidelines for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke: A
Guideline From the American Heart Association/ American Stroke Association
Stroke Council, Clinical Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and
Intervention Council, and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality
of Care Outcomes in Research Interdisciplinary Working Groups: The American
Academy of Neurology affirms the value of this guideline as an educational tool for
neurologists. Stroke 2007;38;1655-1711.
7. American Stroke Association. Stroke, 2000. Dikutip dari stroke. ahajournals.org.
8. Guidelines Stroke 2007, PERDOSSI. Diunduh dari http://dc118.4shared.com/img/-
DDtRwSP/preview.html
9. Gordon, NF. Apakah Stroke Itu? Dalam Stroke : Panduan Lengkap, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2000
10. Wibowo, S. Bofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika.
2001.
11.Sidharta, P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat 2004.