case inka pdl full.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai.
Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan.Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan
beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar
atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal
dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus
halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena.
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian
besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian
perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja
namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di
rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup
tinggi.
Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 %
hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah
menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih
berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Usia : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Bungin Tambun 1, Kecamatan Padang Guci
Agama : Islam
No. MR : 686334
Masuk RS : 25 April 2015 pukul 16.00 WIB
B. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Nyeri ulu hari sejak 2 minggu SMRS.
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh nyeri ulu hati. Nyeri
dirasakan seperti terbakar, penuh di ulu hati dan cepat kenyang. Nyeri
timbul setelah makan. Nyeri pada ulu hati tidak menyebar dan tidak
diberberat oleh aktifitas. Pasien juga mengeluh sering merasa ingin
sendawa dan rasa asam dikerongkongan disangkal. Mual dan muntah
ada, berisi makanan yang dimakan sebanyak ½ gelas, darah tidak ada,
dengan frekuensi muntah 4 kali sehari.
Pasien BAB berwarna hitam seperti kopi sejak 2 minggu SMRS,
dengan konsistensi padat, darah segar dan lendir tidak ada, dengan
frekuensi BAB sebanyak 1 – 2 kali sehari. BAK tidak terdapat keluhan.
Pasien sebelumnya rutin mengkonsumsi obat anti nyeri yang di
beli diwarung karena pasien menderita nyeri sendi + 30 tahun. Riwayat
meminum alkohol disangkal.
2
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami BAB hitam sebulumnya. Riwayat sakit
maag (+) terkontrol dengan pemberian antasida. Riwayat sakit asam urat
(+) + 30 tahun dan mengkonsumsi obat anti nyeri dari warung
4. Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami keluhan nyeri ulu
hati dan BAB hitam sama seperti yang dialami pasien
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien sering mengkonsumsi obat anti nyeri dari warung untuk
mengobati sakit sendinya. Riwayat rokok 1 minggu 2 bungkus.. Riwayat
suka makan pedas (+), asam (+), konsumsi kopi 1kali sehari.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai petani.
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan darah : 140/ 100 mmHg
Frekuensi nafas : 20x/ menit, teratur, torakal
Nadi : 100x/ menit, regular, isi dan tegangan cukup
Temperatur : 37,4 ºC
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 75 kg
2. Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam, tersebar merata, dan tidak
rontok
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
3
Leher : JVP (5-2) cmH₂O, pembesaran kelenjar getah bening (-),
tiroid tidak membesar
Dada
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris dinding dada kiri dan kanan,
retraksi (-)
Palpasi : Stemfremitus dextra sinistra simetris, ekspansi dinding
dada dextra sinistra simetris.
Perkusi : Sonor di semua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, Wheezing -/-. Ronkhi -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra,
thrill (-)
Pekusi : Batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri jantung ICS IV linea midklavikula sinistra
Batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : HR 100x/ menit, BJ1 dan BJ2 (+) reguler, gallop (-),
murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, scar (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+),hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani di seluruh region abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), terdapat topi di
persendian ekstremitas atas dan bawah
4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (25-04-2015)
Hb : 3,0 mg/dl (N : 13-18 gr/dl)
Ht : 9 % (N : 37-47%)
Leukosit : 7.300 mm³ (N : 4000-10.000 mm³)
Trombosit : 465.000 sel/mm³ (N : 150.000-400.000 sel/ mm³)
Ureum : 110 mg/dl (N : 20-40 mg/dl)
GDS : 151 mg/dl (N : 70-120mg/dl)
Malaria : Negatif
Typhoid : Negatif
E. RUMUSAN MASALAH
1. Nyeri ulu hati
2. BAB hitam
F. DIAGNOSIS KERJA
Melena e.c susp. Gastritis Erosif
G. DIAGNOSIS BANDING
Melena e.c susp. Ulkus Peptikum
5
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan oleh dokter IGD:
Istirahat
Diet makanan lunak
IVFD RL gtt XX/ menit
Inj. Ranitidin 25 mg 2 x 1 amp (IV)
Inj. Ondansentron
Inj. Asam Traneksamat 50 mg 3 x 1 amp (IV)
Inj. Vitamin K 3 x 1 amp (IV)
Antasida syrup 3 x 1 c.orig
Transfusi PRC 4 kantong
I. RENCANA PEMERIKSAAN
Cek darah lengkap
Endoskopi
J. PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN
Senin, 27 April 2015S BAB hitam (+), lendir (-), nyeri epigastrium (+), Mual (-),
Muntah (-)OKeadaan umumKesadaranTekanan darahNadiFrekuensi napasSuhu
Keadaan spesifikKepalaLeherThorax
Sakit sedangKompos mentis140/100 mmHg78x/menit20x/menit36,6 ºC
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sclera ikterik (-/-)JVP (5-2) cmH₂O, pembesaran KGB (-)Cor : HR 78x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)Pulmo : vesikuler (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
6
Abdomen
Ekstremitas
Datar, hepar dan lien tidak teraba.
Akral teraba hangat, Edema pretibial (-/-), terdapat topi di persendian ekstremitas atas dan bawah
A Melena e.c susp. Gastritis ErosifP Istirahat
Diet makanan lunak (bubur biasa) IVFD RL gtt XX/ menit Inj. Ranitidin 25 mg 2 x 1 amp (IV)
Inj. Asam Traneksamat 50 mg 3 x 1 amp (IV)
Inj. Vitamin K 3 x 1 amp (IV)
Antasida syrup 3 x 1 c.orig
Cek Hemoglobih
Hasil Laboratorium Hemoglobin 4,5 gr/dl (N : 13-18 gr/dl)
Selasa, 28 April 2015S BAB hitam (+), nyeri epigastrium (+)OKeadaan umumKesadaranTekanan darahNadiFrekuensi napasSuhu
Keadaan spesifikKepalaLeherThorax
Abdomen
Ekstremitas
Sakit sedangKompos mentis110/80 mmHg82x/menit22x/menit36,6 ºC
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sclera ikterik (-/-)JVP (5-2) cmH₂O, pembesaran KGB (-)Cor : HR 82x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)Pulmo : vesikuler (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Datar, hepar dan lien tidak teraba
Akral teraba hangat, Edema pretibial (-/-),terdapat topi di persendian ekstremitas atas dan bawah
A Melena e.c susp. Gastritis Erosif
7
P Istirahat Diet makanan lunak (bubur biasa) IVFD RL gtt XX/ menit Inj. Ranitidin 25 mg 2 x 1 amp (IV)
Inj. Asam Traneksamat 50 mg 3 x 1 amp (IV)
Inj. Vitamin K 3 x 1 amp (IV)
Antasida syrup 3 x 1 c.orig
Cek Hemoglobih
Transfusi darah PRC
Hasil Laboratorium
Hemoglobin 4,1 gr/dl (N : 13-18 gr/dl)
GDS 93 (N :70-110mg/dl)
GDPP 94 (N : 120 mg/dl)
Ureum 90 (N : 20-40mg/dl)
Creatinin 4,0 ( N : 0,5-1,2 mg/dl)
Uric acid 11,7 ( N : 2,4-5,7mg/dl)
RF (-) negatif
Rabu, 29 April 2015
S BAB hitam (+), nyeri epigastrium (+), nyeri persendian dan
pinggang kiri (+)
O
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi napas
Suhu
Keadaan spesifik
Sakit sedang
Kompos mentis
130/100 mmHg
82x/menit
22x/menit
36,6ºC
8
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sclera ikterik (-/-)
JVP (5-2) cmH₂O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 82 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Datar, hepar dan lien tidak teraba.
Akral teraba hangat, Edema pretibial (-/-), terdapat topi di
persendian ekstremitas atas dan bawah
A Melena e.c susp. Gastritis Erosif
P Istirahat
Diet makanan lunak (bubur biasa)
IVFD RL gtt XX/ menit
Inj. Ranitidin 25 mg 2 x 1 amp (IV)
Inj. Asam Traneksamat 50 mg 3 x 1 amp (IV)
Inj. Vitamin K 3 x 1 amp (IV)
Antasida syrup 3 x 1 c.orig
Kolkisin 0,5 mg 2 x 2 tablet
Asam folat 1 mg 1 x 1 tablet
Cek Hemoglobih
Tranfusi PRC
Kamis, 30 April 2015
S BAB hitam (+), nyeri persendian dan pinggang kiri (+)
O
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi napas
Suhu
Keadaan spesifik
Kepala
Sakit sedang
Kompos mentis
180/110 mmHg
84x/menit
22x/menit
37,0 ºC
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sclera ikterik (-/-)
9
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
JVP (5-2) cmH₂O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 84x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Datar, hepar dan lien tidak teraba.
Akral teraba hangat, Edema pretibial (-/-),terdapat topi di
persendian ekstremitas atas dan bawah
A Melena e.c susp. Gastritis Erosif
P Istirahat
Diet makanan lunak (bubur biasa)
IVFD RL gtt XX/ menit
Inj. Ranitidin 25 mg 2 x 1 amp (IV)
Inj. Asam Traneksamat 50 mg 3 x 1 amp (IV)
Inj. Vitamin K 3 x 1 amp (IV)
Antasida syrup 3 x 1 c.orig
Kolkisin 0,5 mg 2 x 2 tablet
Asam folat 1 mg 1 x 1 tablet
Jum’at, 01 Mei 2015
S BAB hitam (+), Nyeri pinggang dan ektremitas (+)
O
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi napas
Suhu
Sakit sedang
Kompos mentis
140/100 mmHg
76x/menit
22x/menit
36,8 ºC
10
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sclera ikterik (-/-)
JVP (5-2) cmH₂O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 76x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Datar, hepar dan lien tidak teraba.
Akral teraba hangat, Edema pretibial (-/-)
Bengkak dipersendian
A Melena e.c susp. Gastritis Erosif
P Istirahat
Diet makanan lunak (bubur biasa)
IVFD RL gtt XX/ menit
Inj. Ranitidin 25 mg 2 x 1 amp (IV)
Inj. Asam Traneksamat 50 mg 3 x 1 amp (IV)
Inj. Vitamin K 3 x 1 amp (IV)
Antasida syrup 3 x 1 c.orig
Kolkisin 0,5 mg 2 x 2 tablet
Asam folat 1 mg 1 x 1 tablet
Cek Hemoglobih
Tranfusi PRC
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan
Gambar 1. Sistem Pencernaan1
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal adalah sistem organ
dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan dan mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses pencernaan tersebut dari tubuh.
12
Sistem Pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari
luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan
zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan
(esofagus), lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), rektum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.2
A. Mulut
1. Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Fungsi rongga mulut:
Mengerjakan pencernaan pertama dengan jalan mengunyah
Untuk berbicara
Bila perlu, digunakan untuk bernafas.
2. Pipi dan bibir
Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses
mengunyah dan bicara, disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh
kulit dan disebelah dalam diselimuti oleh selaput lendir (mukosa).
3. Gigi
Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu mulai
tumbuh pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 ½ tahun
jumlahnya 20 buah dan gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-
18 tahun jumlahnya 32 buah.
Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk
memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk
mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong.
13
14
4. Lidah
Fungsi Lidah:
Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
Mencampur makanan dengan ludah
Untuk berbicara
Untuk mengecap manis, asin dan pahit
Untuk merasakan dingin dan panas.
Bagian lidah yang berperan dalam mengecap rasa makanan
adalah papilla.Papilla ini merupakan bentukan dari saraf-saraf
sensorik (penerima rangsang). 3
5. Kelenjar ludah
Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga
diantara otot pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil
sekresinya dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga
mulut melalui satu lubang dihadapannya gigi molar kedua atas.
Saliva yang disekresikan sebanyak 25-35 %.
Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya
menuju lantai rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak
3-5 %
Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping
dari kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga
mulut belakang gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan
sebanyak 60-70 %
6. Ada 2 jenis pencernaan didalam rongga mulut:
Pencernaan mekanik
Pencernaan kimiawi
15
B. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring
terdapat tonsilyaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.2
C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan atau esofagus adalah tabung (tube) berotot pada
vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke
dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus (dari bahasa
Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
Berta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus). 23
D. Gaster (lambung)
Lambung terletak pada epigastrium dan terdiri dari mukosa,
submukosa, lapisan otot yang tebal, dan serosa. Mukosa ventriculus
berlipat-lipat atau rugae. Secara anatomis ventriculus terbagi atas kardiaka,
fundus, korpus, dan pilorus. Sphincter cardia mengalirkan makanan masuk
ke dalam ventriculus dan mencegah refluks isi ventrikulus memasuki
oesophagus kembali. Di bagian pilorus ada sphincter piloricum. Saat
sphincter ini berrelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika
16
berkontraksi sphincter ini mencegah terjadinya aliran balik isi duodenum
(bagian usus halus) ke dalam ventriculus.3
Lapisan epitel mukosa lambung terdiri dari sel mukus tanpa sel
goblet. Kelenjar bervariasi strukturnya sesuai dengan bagiannya. Pada
bagian cardiac kelenjar terutama adalah sel mukus. Pada bagian
fundus dan corpus kelenjar mengandung sel parietal yang mensekresi
HCl dan faktor intrinsik, dan chief cell mensekresi pepsinogen.
Bagian pilorus mengandung sel G yang mensekresi gastrin.
Mukosa lambung dilindungi oleh berbagai mekanisme dari efek erosif
asam lambung. Sel mukosa memiliki permukaan apikal spesifik yang
mampu menahan difusi asam ke dalam sel. Mukus dan HCO3 dapat
menetralkan asam di daerah dekat permukaan sel. Prostaglandin E
yang dibentuk dan disekresi oleh mukosa lambung melindungi
lambung dan duodenum dengan merangsang peningkatan sekresi
bikarbonat, mukus lambung, aliran darah mukosa, dan kecepatan
regenarasi sel mukosa. Aliran darah mukosa yang bagus, iskemia
dapat mengurangi ketahanan mukosa.4
Fungsi utama lambung adalah sebagai tempat penampungan
makanan, menyediakan makanan ke duodenum dengan jumlah sedikit
secara teratur. Cairan asam lambung mengandung enzim pepsin yang
memecah protein menjadi pepton dan protease. Asam lambung juga
bersifat antibakteri. Molekul sederhana seperti besi, alkohol, dan
glukosa dapat diabsorbsi dari lambung.5
E. Usus halus
Usus halusadalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
17
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan
otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal )
dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum). 5
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke
usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.Usus dua belas jari merupakan
organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari
bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan. 2
18
2. Jejunum
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis
yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan
plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat
jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti
aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”. 2
3. Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu. 3
F. Usus Besar (Kolon)
19
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses. Usus besar terdiri dari :
· Kolon asendens (kanan)
· Kolon transversum
· Kolon desendens (kiri)
· Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare. 5
G. Sekum
Sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian
atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing. 2
H. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk
nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
20
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. 2
I. Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh
dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi. 2
J. Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus. 2
K. Pankreas
21
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri
dari 2 jaringan dasar yaitu :
Asinimenghasilkan enzim-enzim pencernaan
Pulau Langerhans menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas
akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah
protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai
saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium
bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan
asam lambung. 3
L. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan
manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan
dengan pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam
metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk
penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia
juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis
yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik
dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya
akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan
darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan
pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi
22
menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi,
setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam
sirkulasi umum. 2
M. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ
berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan
karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
· Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
· Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolesterol. 5
II. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
1. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran
makanan proksimal mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum
proksimal ( batas anatomik di ligamentum treitz ). Sebagian besar
perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus
peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau
penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol.
Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan
penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang.6
23
24
2. Epidemiologi
Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih
dikenal perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar
75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna.
Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut
saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan
selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini
kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang
menderita perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi
comorbid.
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan
saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus.Penyebab lainnya
seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % -
25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari
kasus).Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45
% hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut.
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui.
Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik
menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura
varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-
60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-
15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih
tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa
mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-
12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA meninggal bukan
karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada
secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung,
penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis. 7
25
Ulkus peptikum yakni ulkus gaster dan duodenum masuk dalam 5
besar penyebab dispepsia. Angka kejadian lebih tinggi pada pria dan usia
lanjut. Hal ini dapat dijelaskan oeh karena berbagai penyebab, mulai dari
perbedaan definisi perdarahan SCBA, karakteristik populasi, prevalensi
obat – obatan penyebab ulkus dan Helicobacter pylori. Mortalitas
dikaitkan dengan usia lanjut dan adanya komorbiditas berat. Mortalitas
juga meningkat dengan perdarahan berulang yang merupakan parameter
mayor.
Etiologi perdarahan, lebih sering pada perdarahan variseal dan
jarang pada lesi mukosal kecil seperti robekan Mallory –
Weiss.Perdarahan ulkus peptikum merupakan penyebab tersering
perdarahan SCBA berkisar 31 – 67 % dari semua kasus, diikuti oleh
gastritis erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan.Di
Indonesia 70 % penyebab perdarahan SCBA adalah karena varises
esofagus yang pecah. Namun demikian, diperkirakan oleh karena semakin
meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan bertambahnya
populasi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan meningkat.8
Tabel 1. Penyebab tersering perdarahan SCBA pada pasien yang menjalani
endoskopi di RSCM selama tahun 2001 – 2005
Penyebab Jumlah kasus Persentase
Pecahnya varises
esofagus
280 kasus 33.4 %
Perdarahan ulkus
peptikum
225 kasus 26.9 %
Gastritis erosiva 219 kasus 26.2 %
Tidak ditemukan 38 kasus 4.5 %
Lain – lain 45 kasus 9 %
Total 807 kasus 100 %
26
3. Etiologi dan Patofisiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian
atas yaitu9:
1. Duodenal ulcer
2. Gastric atau duodenal erosions
3. Varices
4. Gastric ulcer
5. Mallory – Weiss tear
6. Erosive esophagitis
7. Angioma
8. Arteriovenous malformation
9. Gastrointestinal stromal tumors
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran
cerna bagian atas disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan
faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya
menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung,
pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor
radikal bebas , khususnya pada pasien lanjut usia. Yang dimaksud dengan
faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan
mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang cukup tebal,
sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa
terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.
Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di
Indonesia, disebabkan oleh penyakit sirosis hati.Sirosis hati di Indonesia
masih banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C.
27
Varises esofagus adalah vena collateral yang berkembang sebagai hasil
dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini,
faktor-faktor terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya
perdarahan varises adalah: tekanan portal, ukuran varises, dinding varises
dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam
hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta.Sebagai akibatnya
terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rektum serta
pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splenik menjauhi hepar.Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh
darah dan timbul varises.Varises bisa pecah, mengakibatkan perdarahan
gastrointestinal masif.Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah
tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung dan penurunan curah
jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh
melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan
perfusi.Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala utama yang
terlihat.Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan
mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolisme anaerob dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah
akan mengakibatkan/ memberi efek pada seluruh sistem tubuh dan tanpa
suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami
kegagalan.10
28
Gambar 2. (http://asus10.wordpress.com/hematemesis-melena)
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu
gastritis erosif, tukak peptik.Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan
dengan pemakaian obat anti inflamasi non steroid (OAINS), infeksi
Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab
umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses
peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan
cedera. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai
GI yang kurang baik.
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari
penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang
tinggi atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu
yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness.
Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak diketahui, tetapi
sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik
yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak
29
meningkatkan terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs
mempunyai potensi untuk menimbulkan tukak gaster.11
Gambar 3. (http://physrev.physiology.orgcontentphysrev8841547F2.large.jpg)
Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan
mukosa di bagian distal esophagus pada gastroesophageal junction mengalami
laserasi yang dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah). Laserasi
seringkali juga menyebabkan perdarahan arteri submukosa. Perdarahan
muncul ketika luka sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial
plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada
perdarahan dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal. Sindrom
Mallory-Weiss biasanya sekunder terhadap peningkatan mendadak tekanan
intraabdominal. Faktor pencetus meliputi muntah, mengedan saat buang air
besar, mengangkat beban, batuk, kejang epilepsi, cegukan di bawah anestesi,
dada tertekan, trauma abdomen, preparat kolonoskopi dan gastroskopi.12
30
Gambar 4. (http://medicinembbs.blogspot.com/2010_12_01_archive.html)
4. Manifestasi Klinik
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering
mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna
sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus,gaster dan
duodenum.7 Manifestasi klinis pasien dapat berupa :
a. Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan
saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.
b. Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan
kotoran bercampur asam lambung, biasanya mengindikasikan
perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan daripada usus-
usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.
c. Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope,
instabilitas hemodinamikkarena hipovolemik dan gambaran klinis dari
komorbid seperti penyakit hati kronis,penyakit paru, penyakit jantung,
penyakit ginjal.7,9
31
5. Diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya
dimana dalammelaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu
melakukan anamnesis yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang
sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalahpenanganan A - B – C
( Airway – Breathing – Circulation ) terlebih dahulu. Bila pasiendalam
keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah
keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lebihseksama.7
a. Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit
hati kronis, riwayatdispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat
rematik,alkohol,jamu –jamuan,obat untukpenyakit jantung,obat
stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal,riwayat
penyakitparu dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat
muntah-muntah sebelumterjadinya hematemesis sangat mendukung
kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss. Dalam anamnesis
yang perlu ditekankan13 :
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah
yang keluar
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga
4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
5. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan
antikoagulan
6. Kebiasaan minum alkohol
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam
berdarah, demam tifoid, GGK, DM, hipertensi, alergi obat-obatan
8. Riwayat transfusi sebelumnya
32
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna dengan adanya
stigmata penyakit hati kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat
lain, tanda – tanda Langkah awal menentukan beratnya perdarahan
dengan memfokuskan status hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi :
Tekanan darah dan nadi posisi baring
Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
Ada tidaknya vasokonstriksi perifer ( akral dingin )
Kelayakan nafas
Tingkat kesadaran
Produksi urin.
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20 % volume
intravaskular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil
dengan tanda – tanda sebagai berikut:
Hipotensi ( tekanan darah < 90/60 mmHg , frekuensi nadi >
100x/menit )
Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun
> 20 mmHg
Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit
Akral dingin
Kesadaran menurun
Anuria atau oliguria
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain
ditandai kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan:
hematemesis, hematokezia, darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik
dengan, hipotensi persisten, 24 jam menghabiskan transfusi darah
melebihi 800 – 1000 mL.13
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan mukosa
penyakit sistematik. Perlu juga dicari stigmata pasien dengan sirosis
33
hati karena pada pasien sirosis hati dapat disertai gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan air
kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena.
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa abdomen,
nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit
jantung, penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh
dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini mempunyai nilai
prognostik.Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari
Naso Gastric Tube (NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan
perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan
perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri.Seperti halnya
warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas
pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan
perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada
NGT.7
c. Pemeriksaan penunjang
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan13 :
1. Elektrokardiagram (terutama pasien berusia > 40 tahun)
2. BUN, kreatinin serum
3. Elektrolit (Na, K, Cl)
4. Pemeriksaan lainnya :
1) Endoskopi
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi
merupakan gold standard.Tindakan endoskopi selain untuk
diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak
perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi), dapat
dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien
masuk dan keadaan hemodinamik stabil .
34
Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi
dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan
endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan
hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.7
Lokasi dan sumber perdarahan adalah :
Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, varises,
gastropati kongestif
Duodenum :Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis
Di Negara barat tukak peptic berada di urutan pertama
penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar
50%.Walaupun pengelolaan perdarahan SCBA telah banyak
berkembang namun mortalitasnya relative tidak berubah. Hal
ini dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan usia
lanjut dan akibat komorbiditas yang menyertai.13
Klasifikasi aktivitas perdarahan tukak peptic menurut
Forest :
Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri
Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
Forrest II : Perdarahan berhenti dan masih terdapat sisa-
sisa perdarahan
Forrest III : Perdarahan berhenti tanpa sisa perdarahan
35
Gambar 5.Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan NSAIDs dan
test H.Pylori negatif (Vakil, N., 2010)
Gambar 6.Gambaran endoskopi pada pasien duodenal ulcer dengan test H.Pylori positif
tetapi tidak ada riwayat penggunaan NSAIDs (Vakil, N., 2010)
Gambar 7.Gambaran endoskopi dari esophageal varices (Shah, V.H., et al., 2010)
36
Gambar 8.Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear
(Savides, T.J., et al., 2010)
2) Angiography
Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan
menatalaksana perdarahanberat, khususnya ketika penyebab
perdarahan tidak dapat ditentukan dengan menggunakan endoskopi
atas maupun bawah.7
3) Conventional radiographic imaging
Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu
dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi
adakalanya dapat memberikan beberapa informasi penting. Misalnya
pada CT scan; CT Scandapat mengidentifikasi adanya lesi massa,
seperti tumor intra-abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang
mungkin dapat menjadi sumber perdarahan.7
37
Tabel 2.Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB13
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada umumnya Hematemesis dan atau melena Hematokezia
Aspirasi nasogatrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Auskultasi Usus Hiperaktif Normal
7. Penatalaksanaan
a. Stabilisasi Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Cerna
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan
kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat
dengan menggunakan dua jarum berdiameter besar (minimal 16 G)
dan pasang monitor CVP (central venous pressure); tujuannya
memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.
Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran)
kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim
pemeriksaan darah untuk menentukan darah golongan darah, kadar
hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan
diatesis hemoragik pelu ditindaklanjuti dengan melakukan test
rumple-leed, pemeriksaan waktu perdarahn, waktu pembekuan,
retraksi bekuan darah, PPT dan aPTT.
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual
tergantung dengan jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif
atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat
klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah dapa perdarahan
saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini :
38
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan
jumlahnya 1 liter atau lebih
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin
kurang dari 10 gr% atau hematokrit kurang dari 30%
4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun
Perlu dipahami bahwa nilai hemtokrit untuk memperkirakan
jumlah perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru
berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstravaskular selesai
24-72 jam setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit
setelah transfusi darah tergantung kasusyang dihadapi, untuk usia
muda dengan kondisi sehat cukup 20-25%, usia lanjut 30%,
sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.13
b. Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Non-Endoskopis
a. Kumbah lambung
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah
lama dilakukan adalah kumbah lambung lewat pipa
nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan
mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses
hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam menghentikan
perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini sangat
diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat
dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.
Berdasarkan percobaan hewan, kumbah lambung dengan air es
kurang menguntungkan, waktu perdarahan menjadi
memanjang,perfusi dinding lambung menurun dan bisa timbul
ulserasi pada mukosa lambung.
39
b. Pemberian vitamin K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati
kronis yang mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan
pertimbangan pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif
murah.
c. Vasopressin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat
efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan
aliran darah dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di klinik
untuk perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah
dicobakan pada perdarahan non varises, namun berhentinya
perdarahan tidak berbeda dengan plasebo. Terdapat dua bentuk
sediaan, yakni pitresinyang mengandung vasopressin murni dan
preparat pituitari gland yang mengandung vasopressin dan
oksitosin. Pemberiaan vasopressin dilakukan dengan mengencerkan
sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan
0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3
sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus
0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping
serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu
pemberiannya disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya
nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian
secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400mcg/menit dengan
tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.
d. Somatostatin dan analognya (octreotid)
Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat
menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif
dibanding dengan vasopressin. Penggunaan di klinik pada
perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978.
40
Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus
pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non
varises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250
mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg
intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti.
e. Obat-obatan golongan antisekresi asam
Obat-obatan golongan antisekresi asamyang dilaporkan
bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak
peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali oleh bolus
omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8
mg/KGBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok
plasebo 20% sedangkan yang diberi omeprazole hanya 4,2%.
Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk
pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan
esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama seperti
omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan
antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA
karena tukak peptik kurang bermanfaat.
f. Balon tamponade
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan
perdarahan varises esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling
populer adalah sengstaken blakemore tube (SB-tube) yang
mempunyai 3 pipa serta 2 balon masing-masing untuk esofagus dan
lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat
fatal ialah pneumonia aspirasi, laserasi sampai perforasi.
41
Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam.
Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik
yang berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan observasi yang
ketat.13
ENDOSKOPIS
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif
atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya
meliputi:
1) Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater
probe)
2) Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin,
polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman
apabila dilakukan ahli endoskopi yang termapil dna berpengalaman.
Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan
SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena
alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang
atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak
peptik dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang
bisa berhenti spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan
menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik
dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml.
Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal
umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi
akibat nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi
42
endoskopi dalam menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan
tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-
20%.
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan
karena varises esofagus.Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk
mengatasi perdarahan varises esofagus.Dengan ligasi varises dapat
dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi
terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati
kardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang
berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti
bekuan yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada
vena. Skleroterapi endoskopi sebagai alternative bila ligasi endoskopi sulit
dilakukan karena perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau teknik
tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antarla lain
campuran sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut.
Campuran dibuat sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan
dimulai dari bagian paling distal mendekati kardia dilanjutkan ke
proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5cm. Pada perdarahan varises
lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises
lambung kurang baik.13
TERAPI RADIOLOGI
Terapi angiografi perlu pertimbangkan bila perdarahan tetap
berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko.Tindakan
hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau
embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontra indikasi dan fasilitas
dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS
(Trans Jugular Intrahepatic Porto Systemic Shunt). 13
43
PEMBEDAHAN
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk
tim multi disipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan
waktu yang tepat kapan tindakan bedah baiknya dilakukan. 13
Gambar 9. Penanganan Perdarahan Saluran Cerna14
44
8. Prognosis
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling
penting dalam pengobatan.Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan
pengobatan dibuat secara langsung dan kuratif. Meskipun metode
diagnostik untuk menentukan letak perdarahan yang tepat telah sangat
meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan
perdarahan saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber
perdarahannya. Oleh karena itu, masalah yang kompleks ini membutuhkan
evaluasi yang sistematis dan teratur untuk mengurangi persentase kasus
perdarahan saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati.
Dalam penatalaksanaan perdarahan SCBA banyak faktor yang
berperan terhadap hasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari
perdarahan SCBA antara lain, umur diatas 60 tahun, adanya penyakit
komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi atau syok, adanya
koagulopati, onset perdarahan yang cepat, kebutuhan transfusi lebih dari 6
unit, perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan
berhenti, perdarahan SCBA dapat berulang lagi atau rekurens. Secara
endoskopik ada beberapa gambaran endoskopik yang dapat memprediksi
akan terjadinya perdarahan ulang antara lain tukak peptik dengan bekuan
darah yang menutupi lesi, adanya visible vessel tak berdarah, perdarahan
segar yang masih berlangsung.15
45
BAB IV
PEMBAHASA
Dari anamnesis diperoleh data bahwa Sejak 2 minggu SMRS,
pasien mengeluh nyeri ulu hati. Nyeri dirasakan seperti terbakar, penuh di ulu
hati dan cepat kenyang. Nyeri timbul setelah makan. Nyeri pada ulu hati tidak
menyebar dan tidak diberberat oleh aktifitas. Pasien juga mengeluh sering
merasa ingin sendawa dan rasa asam dikerongkongan disangkal. Mual dan
muntah ada, berisi makanan yang dimakan sebanyak ½ gelas, darah tidak ada,
dengan frekuensi muntah 4 kali sehari. Pasien BAB berwarna hitam seperti
kopi sejak 2 minggu SMRS, dengan konsistensi padat, darah segar dan lendir
tidak ada, dengan frekuensi BAB sebanyak 1 – 2 kali sehari. BAK tidak
terdapat keluhan.
Pasien sebelumnya rutin mengkonsumsi obat anti nyeri yang di beli
diwarung karena pasien menderita nyeri sendi + 30 tahun. Riwayat meminum
alkohol disangkal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada
epigastrium, dan konjungtiva pucat. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa sementara yaitu Melena et causa
Gastritis erosif. Terdapat tanda-tanda fisis pada pasien yang mengarahkan
diagnosa pada Melena et causa Gastritis erosif yaitu BAB yang berwarna
hitam seperti kopi, nyeri ulu hati, mual dan muntah, nyeri tekan
epigastrium, pernah mengalami riwayat gastritis sebelumnya, serta
terdapat riwayat pemakaian obat-obatan untuk mengurangi nyeri sendi
dalam jangka waktu yang lama.
BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh
perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang
telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah terganung pada jumlah
asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah
dapat berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau
merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam
46
lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami proses
oksidasi menjadi hematin. BAB hitam (melena) baru dijumpai apabila
terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL. Perdarahan
saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai hematokesia
bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna yang
cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa
sakit di daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak 2 minggu terakhir.
Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit dirasakan setelah
pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa
kenyang dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini
disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah
inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa
dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan
keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan
oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung
maupun stress. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori.
Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat
riwayat pemakaian obat-obat penghilang nyeri. Umumnya obat-obatan
tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan perangsangan
asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta mengganggu dari
fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam lambung sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung. Kandungan obat-obatan
tersebut diantaranya yang terbanyak adalah NSAIDs (Asam mefenamat) dan
berbagai jenis steroid (prednisone, deksametason dll).
Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak terbatas pada
lambung. Efek samping pada lambung memang yang paling sering terjadi.
NSAIDs merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yakni :
tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena
NSAIDs bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion
47
hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik
NSAIDs tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat
produksi prostaglandin menurun, NSAIDs secara bermakna menekan
prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi
sitiprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitiproteksi itu
dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi
mukus, dan ion bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran
darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel
pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis.
Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis
tersebut akan merusak mukosa lambung.
Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk
mendapatkan efek samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs
adalah digunakan secara bersama-sama dengan steroid, usia lanjut > 60
tahun, dan masih mengkonsumsi obat-obatan tersebut walaupun telah
menderita penyakit gastritis sebelumnya tanpa diberikan obat-obatan
pelindung untuk mukosa lambung. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
dikatakan bahwa pasien mengalami Melena et causa Gastritis Akut erosif.
Namun untuk menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan
pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti
mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan
kecil-kecil.
Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang
sangatlah penting karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di
samping itu, tanda-tanda gangguan sirkulasi perifer juga harus
diwaspadai. Pada saat pemeriksaan , tidak didapatkan tanda-tanda
hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah masih dalam batas normal,
nadi dan napas juga dalam batas normal serta akral tidak dingin. Hanya
ditemukan konjungtiva pucat yang menandakan terjadi anemia, dan hal ini
dibuktikan dengan pemeriksaan Hb yang hanya 3 gr/dl. Hal ini
48
kemungkinan dikarenakan jumlah darah yang hilang teralu banyak dan
pasien belum mendapatkan penaganan sebelumnya.
Diagnosis banding pasien ini adalah Melena et causa Tukak
Peptikum dan Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan penelitian
bahwa penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah diakibatkan
oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif dan tukak peptikum.
Gejala-gejala yang timbul hampir sama.
Pada Hematemesis Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus
terdapat riwayat penyakit atau kelainan hati sebelumnya, dan umumnya
darah yang dimuntahkan berwarna merah segar karena berasal dari
pembuluh darah esofagus yang pecah walaupun terdapat juga warna
muntahan darah berwarna hitam karena ada darah yang mengalir ke
lambung dan bercampur dengan asam lambung. Untuk ,mengetahui apakah
terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati
seperti SGPT, SGOT dan apabila diperlukan dapat dilakukan USG hati.
Sedangkan Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum,
untuk membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan
pemeriksaan dengan endoskopi. Pada gastritis erosif dapat dijumpai
kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan
perdarahan kecil-kecil. Sedangkan pada tukak peptik dapat dijumpai erosi
yang lebih luas dan dalam atau luka terbuka. Nyeri pada tukak duedonum
umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul waktu merasa lapar,
biasanya terjadi setelah 90 menit - 3 jam post prandial dan nyeri dapat
berkurang sementara sesudah makan, minum susuatau minum antasida. Nyeri
spesifik timbul dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat
membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada daerah sebelah
kanan garis tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak lambung
timbul setelah makan., dan terjadi pada daerah sebelah kiri dari garis tengah
perut Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap,
hemostasis (waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K,
Cl), dan endoskopi.
49
Pemeriksaan darah berguna untuk menilai keadaan sekaligus
sebagai panduan untuk terapi. Sebagai contohnya kadar Hb dapat
digunakan untuk panduan kapan harus dilakukan tranfusi darah. Karena
pasien mengalami kehilangan darah baik melalui muntah ataupun feses, atau
perdarahan di dalam lambung maka pada pemeriksaan Hb yang
diharapkan adalah terjadinya penurunan kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa
karena ketika pasien muntah akan terjadi juga defisit elektrolit yang hilang
bersama muntahan tersebut. Defisit elektrolit ini juga harus dikoreksi.
Endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber
perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai
diagnostik pasti. Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah
obat-obatan golongan antihistamin H2 seperti Ranitidine, obat ini bekerja
dengan cara memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel
parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Efek
ini bersifat reversibel.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa
lambung seperti sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan
kutub alumunium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul
protein membentuk lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang
melindunginya dari pengaruh agresif asam lambung. Atau dapat diberikan
obat-obatan analog prostaglandin seperti misoprostol yang dapat mengurangi
sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat dan
meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa
lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai
kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti
Magnesium hidroksida atau Alumunium hidroksida. Pemberian vitamin K
pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas diperbolahkan,
dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif
murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan dapat
mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan
50
darah yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan
X. Apabila terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan
berlangsung lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus. Pemberian
obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh diberikan
pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat
menghambat absorbsi dari obat-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan
dengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh pemberian antasida
dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H2 diberikan 1
jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective agent
pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita
menggunakan sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan
bersamaan dengan antasida, karena sucralfate membutuhkan PH asam untuk
aktivasi.
51
BAB V
KESMIPULAN
Berdasarkan anamnesis ditemukan keluhan utama muntah darah atau
hematemesis dan riwayat BAB kehitaman yang menandakan adanya perdarahan
saluran cerna bagian atas. Adanya riwayat pasien sering minum obat-obatan
warung bila merasa tidak enak badan yang terus menerus dapat menyebabkan
erosif lambung sehingga pasien ini dapat dicurigai menderita gastritis erosif.
Untuk menegakkan diagnosa pastinya disarankan untuk endoskopi. Terapi
yang diberikan untuk gastritis erosif berupa Proton Pupm Inhibitor (PPI) dengan
memblokir enzim K+H+- ATP ase yang akan memecah K+H+- ATP menjadi
energi yang digunakan sel parietal untuk mengeluarkan asam lambung. Obat-
obatan golongan antihistamin H2 seperti Ranitidine, obat ini bekerja dengan
cara memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak
dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Efek ini bersifat
reversibel. Obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti sucralfate yang
mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium hidroksida yang
berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan
fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh agresif asam
lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin seperti
misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi
mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan
dan perbaikan mukosa lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai
kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti
Magnesium hidroksida atau Alumunium hidroksida. Asam tranesamic yang
mempunyai aktivitas antiplasminik dengan menghambat aktivitas dari
plasminogen dan plasmin. Secara klinis mempunyai efek mengurangi perdarahan,
berkurangnya waktu perdarahan dan lama perdarahan.
52
Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan dapat
mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan darah
yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Makanan Diet Sehat, sistem pencernaan manusia. Available from:
http://makanandietsehat.com/sistem-pencernaan-manusia/ . ( Accessed 7Mei
2014)
2. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC
3. Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical
Aspect.Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
4. Price S. Wilson L.2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed 6. Vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9.
Jakarta: EGC
6. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et
al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI bleeding
in Hasan
8. Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper gastrointestinal bleeding: current policies and future perspectives. World J Gastroenteral. 2012; 18:1207-7
9. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA:
Merck Research Laboratories
10. de Franchis R. Evolving Consensus in Portal Hypertension Report of the
Baveno IV Consensus Workshop on methodology of diagnosis and therapy in
portal hypertension -Special report. J Hepatology 2005;43:167-176
11. Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference,
Professor. Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology,
Baylor College of Medicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/ (
Accessed 23 April 2011)
54
12. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam:
Friedman, S.L., et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2
ed. USA: McGraw-Hill Companies, 53 – 67.
13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available
From :http://www.dokterbedahherryyudha.com / . (Accesed 29 Juni 2009)
15. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available Form :http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78. (Accesed September 2013)
55